Anda di halaman 1dari 31

ANALISA PERTUMBUHAN CANGKANG SPAT PADA BUDIDAYA TIRAM

MUTIARA (Pinctada maxima)

PAPER II

Oleh :
RIZAL WAHYU ADITYA
NRP. 52164111566

SARJANA TERAPAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR
JURUSAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
2019
ANALISA PERTUMBUHAN CANGKANG SPAT PADA BUDIDAYA TIRAM
MUTIARA (Pinctada maxima)

PAPER II

Tugas ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti


Ujian Semester V Pada Sekolah Tinggi Perikanan

Oleh :
RIZAL WAHYU ADITYA
NRP. 5216411566

SARJANA TERAPAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Rizal Wahyu Aditya


NRP : 5216411566
Judul Paper : Analisa Pertumbuhan Cangkang Spat Pada Budidaya
TiramMutiara (Pinctada Maxima)
Jurusan : Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan
Program Studi : Teknologi Akuakultur

Menyetujui :
Dosen Pembimbing

Dr. Mugi Mulyono, S.St.Pi, M.Si

Tanggal Pengesahan : Januari, 2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis Ucapkan Terima Kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, Karena
dengan Izin dan Kehendak-Nya Penulis dapat Menyelesaikan PAPER I dengan
judul“Analisa Pertumbuhan Cangkang Spat Pada Budidaya Tiram Mutiara
(Pinctada Maxima)” yang Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Ujian
Akhir Semester V. Serta Tidak Lupa Penulis Mengucapkan Terima Kasih Kepada
Bapak Dr. Mugi Mulyono, S.St.Pi Selaku Dosen Pembimbing Yang Bersedia
Meluangkan Waktu Untuk Memberi Bimbingan dan Saran.
Dengan selesainya PAPER II ini penulis juga menyampaikan terimakasih
kepada :
1. Ir. Mochammad Heri Edy, MS., selaku Ketua Sekolah Tinggi Perikanan
2. Ahmad Ridloudin, S.T, selaku kepala BAPPL-STP Serang
3. Maria Gorety Eny K, S.St.Pi., M.MP.Pi., selaku Ketua Jurusan Teknologi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan
4. Dr. Mugi Mulyono, S.St.Pi.,M.Si, selaku Ketua Program Studi Teknologi
Akuakultur
5. Kedua Orang Tua yang Selalu Memberikan Motivasi Tanpa Pernah Lelah,
terimakasih Bapak, Bunda..
6. Teko L9 Fahrul, Fahrizal, dan Iqbal yang Selalu Mengingatkan deadline Paper II
7. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian PAPER II ini.
Westpak 52!
Akhir kata penulis berharap semoga PAPER II ini dapat bermanfaat sebagai
ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua.

Serang, Januari 2019


Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................... i
Daftar isi............................................................................................................... ii
Daftar Gambar..................................................................................................... iii
Daftar Tabel......................................................................................................... iv
Glosarium………………………………………………………………………...v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang..................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Tiram Mutiara................................................................... 3
2.2 Morfologi dan Anatomi Tiram Mutiara.............................................. 3
2.3 Siklus Hidup dan Reproduksi Tiram Mutiara .................................... 6
BAB III Budidaya Tiram Mutiara
3.1 Pemeliharaan Induk..............................................................................9
3.2 Seleksi Tingkat Kematangan Gonad................................................... 10
3.3 Pemijahan……………………………………………………………. 10
3.4 Inkubasi dan Penetasan Telur...............................................................10
3.5 Penyediaan Pakan……………………………………………………..11
3.6 Pemeliharaan Larva……………………………………………………12
3.7 Perkembangan Larva…………………………………………………..12
3.8 Analisa Pertumbuhan Cangkang Spat Tiram Mutiara…………………13
BAB IV KESIMPUAN
INDEKS
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Tiram Mutiara 4
2. Bagian Dalam Tiram Mutiara 5
DAFTAR TABEL

Tabel : Halaman
1. Kepadatan Pakan 9
2. Data Rata-rata Pertumbuhan 14
3. Data Kondisi Parameter Kualitas Air 16
GLOSARIUM

 Alga: Sekelompok organism autotrof yang tidak memiliki organ dengan


perbedaan fungsi yang nyata.
 Cangkang: Tempat/pelindung bagi tiram mutiara
 Fertilisasi: Peleburan dua gamet yang dapat berupa nucleus atau sel-sel
bernukleus untuk membentuk sel tunggal atau peleburan nucleus.
 Fitoplankton: Komponen autotorof plankton, autotrof adalah organism yang
mampu menyediakan/mensistesis makanan sendiri berupa bahan organic dari
bahan anorganik dengan bantuan energy seperti matahri dan kimia.
 Fluktuasi: ketidaktetapan/naik-turunya suatu parameter
 Long line: Metode yang dilakukan dengan menggunakan tali panjang
 Matang gonad: Kondisi dimana gonad sudah siap untuk memijah
 Metamorfosis: Suatu proses perkembangan biologi pada hewan yang
melibatkan perubahan penampilan fisik dan/ struktur setelah kelahiran atau
penetasan.
 Nacre: Bahan baku utama pembentukan mutiara
 Oocyte: Sel reproduksi (gamet) yang dihasilkan dari ovarium pada organism
berjenis kelamin betina.
 pH: Derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman
atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.
 Pocket net: wadah berupa jaring untuk budidaya tiram mutiara
 Populasi: Sekumpulan individu dengan cirri-ciri yang sama dan memiliki
kemampuan bereproduksi diantara sesamanya. Konsep populasi banyak
dipakai dalam ekologi dan genetika.
 Salinitas: Tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air, salinitas juga
dapat mengacu pada kandungan garam pada tanah.
 Sex reversal: Cara pembalikan arah perkembangan kelamin ikan yang
seharusnya berkelamin jantan diarahkan perkembangan gonadnya menjadi
betina atau sebaliknya.
 Stadia: Faktor-faktor penting dalam pembahasan geomorfologi. Pembahasan
sesuatu daerah tidaklah lengkap kalau salah satu diantaranya tidak
dikemukakan.
 Zooplankton: Organisme heterotik yang hidup di lautan dan permukaan air
tawar.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Tiram mutiara (Pinctada maxima) merupakan salah satu sumber daya laut yang
berpotensi ekonomi tinggi tetapi persediaannya dari alam tidak sebanding dengan
pesatnya kebutuhan pasar untuk produk ini, sehingga populasi tiram mutiara makin
menipis dan harganya pun terus meningkat. Permasalahan tersebut dapat
ditanggulangi dengan usaha budidaya (Nur Taufiq Spj, dkk 2007). Perairan
Indonesia sendiri memiliki potensi Tiram mutiara (Pinctada maxima) yang begitu
besar di wilayah Indonesia bagian timur seperti Irian Jaya, Sulawesi dan gugusan laut
Arafuru. Di beberapa daerah tersebut, usaha penyelaman tiram mutiara merupakan
mata pencaharian bagi penduduk setempat. Gairah para penyelam semakin kuat
setelah berdirinya beberapa perusahaan mutiara, karena jalur pemasaran tiram
mutiara hasil menyelam cukup baik mengingat perusahaan tersebut masih membeli
tiram dari para penyelam (Tarwiyah, 2001). Kegiatan budidaya tiram mutiara diawali
dengan kultur pakan hidup, pembenihan, pemeliharaan larva, pemeliharaan spat,
pendederan, pembesaran dan pemanenan. Salah satu tahapan penting dalam kegiatan
budidaya tiram mutiara adalah kegiatan pendederan. Satu siklus pendederan
membutuhkan waktu selama 10 bulan dengan ukuran spat mencapai 6-8 cm dengan
laju pertumbuhan rata-rata 0,7 cm per bulan dengan survival rate (SR) sekitar 5-10%.
Kecilnya Survival rate (SR) pada saat pemeliharaan diduga karena adanya masa
transisi dari pemeliharaan di lab hatchery yang kemudian dipindahkan ke laut. Pada
satu periode telah ditemukan banyaknya kematian yang terjadi di saat spat
berukuran kurang dari 3 cm (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2013). Selama
pemeliharaan atau pendederan, spat memerlukan penanganan dan perawatan agar
pertumbuhan dan perkembangan serta kelangsungan hidup terjaga. Seiring dengan
meningkatnya ukuran spat maka akan terjadi kompetisi terhadap ruang atau tempat
pemeliharaan dan makanan/pakan. Bahkan ditemukan spat saling menempel sehingga
perlunya dilakukan kegiatan penjarangan. Dengan penjarangan ini diharapkan
pertumbuhan spat menjadi normal dan tingkat kelangsungan hidup menjadi tinggi
(Ghufran dan Kodi, 2011).

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan Paper II ini adalah untuk mengetahui analisa pertumbuhan
cangkang spat pada budidaya tiram mutiara (pinctada maxima), dan sebagai salah
satu syarat untuk mengikuti ujian akhir semester V
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tiram Mutiara


Klasifikasi tiram mutiara menurut Burnes et al. (1988) dan Mac donald
(1982) dalam Anonim (2011) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Invertebrata
Phillum : Mollusca
Kelas : Bivalvia
Sub Kelas : Lamellibranchiata
Ordo : Pteriidae
Sub Ordo : Pteriomorpha
Famili : Pteridae
Sub Famili : Pteriacea
Genus : Pinctada
Spesies : Pinctada maxima
Jenis-jenis tiram mutiara lain yang ada di Indonesia umumnya adalah P.
margaritifera, P. fucuta, P. chemnitis dan Pteria penguin. Tetapi penghasil Mutiara
yang terpenting ada tiga jenis, yaitu Pteria penguin, Pinctada maxima dan, P.
Margaritifera (Sutaman, 1993).

2.2 Morfologi dan Anatomi Tiram Mutiara


Tiram mutiara mempunyai sepasang cangkang yang disatukan pada bagian
punggung dengan engsel untuk melindungi bagian dalam tubuh yang lunak agar
terhindar dari benturan atau serangan hewan lain. Kedua belahan cangkang tidak
sama bentuknya, cangkang yang satu lebih cembung dibanding lainnya. Sisi sebelah
dalam dari cangkang terdapat nacre yang dapat membentuk lapisan mutiara dengan
penampilan mengkilap (Sutaman, 1993) (Gambar 1). Umumnya setelah dewasa,
warna cangkang menjadi kuning tua sampai kuning kecoklatan. Warna garis radier
biasanya sudah memudar. Cangkang bagian dalam (nacre) berkilau dengan warna
putih keperakan. Bagian tepi nacre (nacreous-lip) ada yang berwarna keemasan
sehingga sering disebut gold-lip pearl oyster sedangkan yang berwarna perak disebut
silver-lip pearl oyster. Pada bagian luar nacre (non-nacreous border) berwarna coklat
kehitaman (Sudjiharno, 1997).

Gambar 1. Tiram Mutiara (Pinctada maxima)


Sumber: Prosiding Seminar Nasional KSP2K II
Potongan melintang cangkang tiram mutiara akan menunjukkan tiga lapisan,
yaitu lapisan periostrakum yang berada paling atas atau luar, dan lapisan prismatik
yang terdapat di bagian tengah. Sedangkan lapisan yang agak ke dalam yang
berhubungan dengan organ dalam disebut lapisan nacre atau lapisan Mutiara
(Sutaman, 1993).
Gambar 2. Bagian Dalam Tiram Mutiara
Sumber: Prosiding Seminar Nasional KSP2K II
Keterangan
1. Gonad
2. Hati
3. Perut
4. Kaki
5. Inti
6. Mantel
7. Otot adductor
8. Otot retractor
Tiram.mutiara,adalah,protandrous-hermaphrodite,dengan,kecenderungan
perbandingan jantan : betina yaitu 1 : 1, dengan adanya peningkatan umur.
Pemijahan sering terjadi akibat perubahan suhu yang ekstrim atau tejadi perubahan
lingkungan yang tiba-tiba. Pemijahan tiram mutiara di perairan tropis tidak terbatas
hanya satu musim, tapi bisa sepanjang tahun. P.Margaritifera mendekati matang
gonad pada tahun kedua, sedangkan, P.maxima jantan matang gonad setelah
berukuran cangkang 110-120 mm dalam tahun pertama hidupnya. Pertumbuhan
merupakan aspek biologi yang penting bagi pembudidaya terkait dengan pendugaan
keberhasilan usahanya. Tiram mutiara P.margaritifera mencapai ukuran diameter
cangkang 7-8 cm dalam tahun pertama, dan mendekati ukuran sekitar 11 cm pada
tahun kedua. Pertumbuhan jenis lain, P. maxima, mencapai diameter cangkang 10-16
cm pada tahun kedua ( Sudradjad, 2008).

2.3 Siklus Hidup dan Reproduksi Tiram Mutiara


Kerang mutiara mempunyai jenis kelamin terpisah, kecuali pada beberapa
kasus tertentu ditemukan sejumlah individu yang hermaprodit. Perubahan kelamin
(sex reversal) biasanya terjadi pada sejumlah individu setelah memijah atau pada
stadia awal perkembangan gonad. Fenomena sex reversal juga diamati pada
kerang Pinctada maxima, hasilnya menunjukkan bahwa jenis kelamin kerang ternyata
tidak tetap, sejumlah jantan berubah menjadi betina dan sebaliknya betina bisa
menjadi jantan. Bentuk gonad kerang mutiara tebal-menggembung, pada kondisi
matang penuh gonad menutupi seluruh organ dalam (perut, hati dan yang lain)
kecuali bagian kaki. Secara eksternal sulit untuk membedakan antara gonad jantan
dan betina, utamanya pada stadia awal, keduanya berwarna krem kekuningan. Tetapi
setelah stadia matang penuh, gonad kerang P. maxima jantan berwarna putih krem,
sedang yang betina berwarna kuning tua. Sedangkan gonad jantan P. fucata berwarna
krem pucat keputihan dan betina berwarna krem kekuningan sampai kuning.
Tingkat kematangan gonad kerang mutiara dikelompokkan menjadi lima
stadia (deskripsi perkembangan gonad ini hanya didasarkan pada kerang betina) yaitu
: Stadia I: Tahap tidak aktif/salin/ istirahat; Stadia II: Perkembangan/ pematangan;
Stadia III: Matang (mature); Stadia IV: Matang penuh/memijah sebagian; Stadia V :
Salin (spent). Pada stadia awal perkembangan gonad, kerang jantan dan betina
menunjukkan perkembangan reproduksi yang sama, oleh karena itu pada stadia II dan
III warna gonad krem pucat. Pada stadia gametogonesis yang lain, gonad jantan dan
betina nampak sama jika diamati secara eksternal (Chellam 1987; CMFRI 1991;
Winanto 2004).
Pada berbagai kasus di lapangan, para praktisi (breeder) sering kali
menggunakan induk stadia III dan IV untuk pemijahan. Spesifikasi induk betina
stadia III adalah gonad tersebar merata hampir di seluruh jaringan organ, biasanya
berwarna krem kekuningan. Sebagian besar oocyte berbentuk buah peer, dengan
ukuran 68 x 50 μm, ukuran inti 25 μm. Sedangkan induk Stadia IV mempunyai ciri-
ciri gonad menggembung, tersebar merata dan secara konsisten akan keluar dengan
sendirinya atau jika ada sedikit trigger. Oocyte bebas dan terdapat di seluruh dinding
kantong gonad. Hampir semua oocyte berbentuk bulat dan berinti, dengan ukuran
rata-rata 51.7 μm.
Informasi mengenai segala hal mengenai aspek biologi reproduksi kerang
mutiara sangat dibutuhkan untuk pengembangan industri budidaya mutiara,
khususnya pemahaman terhadap perkembangan gonad dan dinamika populasinya di
alam. Informasi ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknik pembenihan dan
perbaikan teknik penempatan inti bulat di dalam gonad pada budidaya mutiara. Hasil
pengamatan Winanto et al. (2002) terhadap stadia kematangan gonad dan musim
pemijahan P. maxima di Teluk Hurun, Lampung dari tahun 1996-2002 menunjukkan,
bahwa kematangan gonad terjadi setiap bulan, namun stadia kematangan gonad
penuh (TKG IV) hanya terjadi pada bulan Maret, Mei dan Agustus sampai
Nopember. Gonad dalam masa istirahat (resting phase) terjadi pada bulan Desember,
stadia I dan II terjadi hampir sepanjang tahun. Selama tujuh tahun pengamatan,
dicatat stadia perkembangan gonad tertinggi hanya sampai TKG II terutama pada
bulan April dan Juni. Sedangkan TKG III terjadi pada bulan Januari-Maret dan Juli-
Desember.
Beberapa jenis kerang mutiara dapat dijumpai matang gonad sepanjang tahun.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa musim pemijahan Pinctada spp terjadi
setiap bulan sepanjang tahun. Musim puncak kematangan gonad identik dengan
musim puncak pemijahan. Pada musim tertentu, induk kerang di alam yang telah
dewasa akan bertelur. Telur-telur tersebut kemudian akan dibuahi oleh sel kelamin
jantan (sperma) dan pembuahan terjadi secara eksternal di dalam air.
Telur yang telah dibuahi akan mengalami perubahan bentuk, mula-mula
terjadi penonjolan polar, lalu membentuk polar lobe II yang merupakan awal proses
pembelahan sel dan akhirnya menjadi multisel. Tahap berikutnya adalah fase
trochophore, dengan bantuan bulu-bulu getar trochophore dapat berenang-renang dan
bergerak berputar-putar. Beberapa jam kemudian trochophore akan berkembang
menjadi veliger atau larva bentuk D, dengan ditandai tumbuhnya organ mulut dan
pencernaan. Larva mulai makan dan tubuhnya telah ditutupi cangkang tipis.
Perkembangan selanjutnya adalah tumbuh velum, pada fase ini biasanya
sangat sensitif terhadap cahaya dan sering berenang-renang di permukaan air. Selama
stadia planktonis, larva biasanya berenang-renang dengan menggunakan bulu-bulu
getar atau menghanyut dalam arus air. Pada saat mencapai stadia umbo secara
bertahap cangkang juga ikut berkembang. Bentuk sepasang cangkangnya sama dan
mantel sudah berfungsi secara permanen. Pada akhir stadia umbo, larva bergerak
dengan menggunakan velum. Stadia pediveliger ditandai dengan berkembangnya
kaki, gerakan-gerakan sederhana dari berenang sampai berputar-putar dilakukan
dengan velum dan kaki. Setelah kaki berfungsi dengan baik velum akan menghilang,
lembaran-lembaran insang mulai nampak jelas.
Proses pencarian tempat atau substrat untuk menempel dan menetap dimulai
sejak larva mencapai stadia pediveliger. Pertumbuhan awal cangkang terlihat pada
bagian tepi cangkang, bentuknya sangat tipis, transparan, tersusun oleh selaput tipis
conchiolin. Pada waktu yang sama kelenjar bisus akan mensekresikan benang-benang
bisus untuk menempel. Organ lain yang berkembang yaitu labial palp dan insang.
Stadia pertumbuhan setelah pediveliger ini biasanya disebut Plantigrade
Perkembangan akhir larva yaitu perubahan stadia plantigrade menjadi spat. Bentuk
spat menyerupai kerang dewasa, mempunyai engsel, auricular depan dan belakang
serta terdapat takik bisus pada bagian anterior. Cangkang sebelah kiri lebih cembung
dari pada yang kanan. Spat-spat bisa menempel pada substrat dengan bantuan
benang-benang bisus. Laju pertumbuhan dari stadia larva sampai spat pada satu
tempat dan tempat yang lain berbeda-beda, tergantung dari faktor lingkungan.
BAB III

BUDIDAYA TIRAM MUTIARA

3.1 Pemeliharaan Induk


Induk tiram mutiara yang terdapat berasal dari alam maupun hasil budidaya.
Pemeliharaan induk dilakukan dengan tujuan menunggu agar induk matang gonad
dan siap dipijahkan. Induk dipelihara di rakit apung maupun long line bersamaan
dengan kegiatan pendederan dengan menggunakan keranjang atau poket net
(Aprisanto dkk., 2008). Menurut Sutaman (1993) pemeliharaan induk yang
seharusnya dilakukan adalah:
1. Induk yang akan digunakan dipilih yang sudah matang kelamin dengan panjang
induk di atas 20 cm
2. Induk-induk tersebut dapat diambil langsung dari laut atau yang sudah dipelihara
pada rakit apung.
3. Induk yang telah terkumpul kemudian dipelihara dalam bak khusus pada kondisi
suhu antara 27̊C-30̊C.
4. Kemudian induk diberi pakan campuran alga dengan dosis 4 lt/ekor/hari dan
tepung jagung 30 mg/ekor/hari, dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pagi dan
sore.
Pakan yang biasa diberikan untuk tiram mutiara adalah I. galbana, P. lutheri dan
Chaetoceros sp. dengan perbandingan 40% : 40% : 20% (Astriwana dkk., 2008).
Kepadatan pakan yang dipakai dapat dilihat pada Tabel di bawah ini ;

No Jenis Pakan Alami ⁴Kepadatan (sel/ml)



Kultur Baru
⁴ Kultur Siap
⁴ Pakai
l.galbana 11,4x10⁴ 15,8 x 10⁴
1 P.lutheri 8,8 x 10⁴ 14,2 x 10

Chaetoceros sp. 4,8 x 10 ⁴ 10,2 x 10

I. galbana 8,2 x 10 ⁴ 17 x 10⁴
2 P.lutheri 10,2 x⁴ 10 17,2 10 ⁴
Chaetoceros sp. 10,8 x 10⁴ 16 x 10 ⁴
I. galbana 7,6 x ⁴ 25,4 x 10⁴
3 P.lutheri 9,6 x 10 25,2 x 10
Chaetoceros sp. 8,4 10 23,4 x 10
3.2 Seleksi Tingkat Kematangan Gonad
Seleksi kematangan gonad dilakukan setiap 1 bulan sekali untuk memastikan
bahwa induk tersebut siap dipijahkan atau tidak. Seleksi dilakukan dengan cara
membuka mantel bagian dalam dan akan terlihat pada bagian pangkal gonad apakah
terdapat sperma atau sel telur. Sampling dilakukan dengan menggunakan baji, forsep,
dan spatula. pada induk betina akan terlihat berwarna kekuningan dan induk jantan
akan terlihat berwarna putih susu (Aprisanto dkk., 2008).

3.3 Pemijahan
Pemijahan dilakukan dengan metoda kejut suhu (Thermal shock) dan
fluktuasi suhu. Induk yang telah diseleksi tingkat kematangan gonadnya ditempatkan
didalam bak yang bersuhu 28̊ C (suhu awal) pada kejut suhu. Suhu air secara
bertahap dinaikkan sehingga tiram akan stress dan kaget sehingga diharapkan bisa
memijah. Sedangkan pada metoda fluktuasi suhu, bila setelah perlakuan penaikan
suhu belum terjadi pemijahan maka dilanjutkan dengan penurunan suhu awal.
Perlakuan ini dapat dilakukan berulang kali sehingga induk akan terangsang dan
memijah. Pembuahan (fertilisasi) terjadi secara eksternal di dalam media air setelah
didahului dengan pengeluaran sperma dari tiram jantan. Sedangkan telur akan
dikeluarkan 45 menit kemudian. Telur yang telah dibuahi akan tampak berada di
dasar dengan diameter +47,5 mikron (Sutaman, 1993). Setelah terjadi pemijahan,
yang ditandai dengan keluarnya sperma terlebih dahulu dan disusul dengan keluarnya
sel telur. Sel telur dan sel sperma yang sudah tertampung pada bak pemijahan
diinkubasi selama 60-90 menit tanpa aerasi, agar proses pembelahan berlangsung
sempurna (Wardana dkk, 2014).

3.4 Inkubasi dan Penetasan telur


Setelah proses pemijahan, telur tiram mutiara diinkubasi pada bak fiber
bervolume 3 ton dalam keadaan gelap dan diberi aerasi keras dengan harapan terjadi
pembuahan secara merata dan sempurna. Menurut Sujoko (2010), tiram mutiara
mempunyai otot eduktor yang bersifat fototaksis negatif terhadap cahaya, sehingga
mempengaruhi lebar sempitnya bukaan cangkang tiram mutiara. Semakin kecil
intensitas cahaya, semakin besar peluang cangkang membuka lebar. Tiram mutiara
perlu membuka cangkangnya untuk melakukan pengeluaran sperma/telur serta
melakukan proses pengambilan makan. Telur yang terbuahi berbentuk bulat dan
mengapung di permukaan air dan melayang di dalam air bak, sedangkan telur yang
tidak terbuahi berwarna pink kemerah-merahan dan mengendap di dasar bak.Telur
yang ada pada bak perlakuan dibiarkan selama 2 jam kemudian disaring 3 lapis
plankton net ukuran 10µm, 40µm dan 60µm, kemudian dicuci dengan air laut sampai
bersih dari sisa sperma yang masih menempel lalu di tebar pada bak penetasan. Hasil
penyaringan telur terbanyak terdapat pada plankton net ukuran 40mµ. Menurut
Sutaman (1992), telur tiram mutiara mempunyai ukuran 47,5µm.

3.5 Penyediaan Pakan


Makanan utama larva tiram mutiara adalah jenis alga. Oleh karena itu tiga hari
sebelum telur menetas, pakan perlu disiapkan sebagai makanan awal larva. Biasanya
jenis alga yang digunakan adalah Isochrysis galbana dan Monochrysis lutheri
(Sutaman, 1993). Menurut Aprisanto dkk. (2008) larva mulai diberi pakan setelah
mencapai fase D-Shape (D1). Pakan yang diberikan berupa fitoplankton jenis
Isochrysis galbana, Chaetocheros gracilli dan Nannoclhoropsis sp. Pakan yang
diberikan ditambah dengan fitoplankton jenis Nitzchia sp. dan Tetraselmis chuii
setelah mencapai fase umbo 3. Menurut Sujoko (2010) pertumbuhan larva mencapai
5-10µm per hari, sehingga jumlah dan jenis pakan akan bertambah menjadi pakan
campuran antara tiga jenis pakan yaitu Ishocrysis galbana, Nannochloropsis sp dan
Pavlova lutheri dengan perbandingan 1:1:1. Pakan campuran diberikan setelah larva
mencapai stadia Umbo 3, pakan tersebut dicampur secara merata pada toples
kemudian di tebar merata pada media pemeliharaan secara perlahan-lahan sesuai
dosis yang seharusnya diberikan. Pemberian pakan menggunakan alat bantu berupa
teko plastik bersekala bervolume 2 liter. Waktu pemberian pakan larva mutiara yaitu
08.00 dan 20.00 WITA dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari. Untuk
melihat kondisi larva terutama isinya, dilakukan pengamatan terhadap larva dengan
mikroskop sebelum dan sesudah 4 jam larva diberi pakan.

3.6 Pemeliharaan Larva


Larva tiram lebih menyukai tempat yang gelap atau remang-remang daripada
terang. Untuk itu, pemeliharaan larva diusahakan ditutup dengan plastik gelap.
Sedangkan kepadatan larva yang baik + 200 ekor/liter. Kepadatan yang terlalu tinggi
akan mengurangi pertumbuhan normal (Aprisanto dkk., 2008). Hasil penelitian
Taylor et al. (1997) menunjukan bahwa kelangsungan hidup spat tiram mutiara
yang terbaik adalah pada padat tebar 10 ekor per/liter dengan ukuran spat 75 x 500
mm2. Dosis pakan 5000 sel/hari diberikan 2 kali (pagi dan sore), cara pemberian ini
dilakukan sampai larva mencapai stadia umbo. Pengamatan dilakukan terhadap sifat
biologis larva, perkembangan-pertumbuhan larva sampai menjadi spat. Setelah larva
mengalami ukuran benih (spat) maka larva perlu dipindahkan ke bak pendederan spat
dengan kepadatan 100-150 ekor/liter. Pada bak ini larva diberi pakan alga berupa
Chaetoceros sp.

3.7 Perkembangan Larva


a) Fase D-Shape
Larva sudah berumur 18-20 jam, pada fase ini larva telah mencapai ukuran
70 µm dengan tubuh menyerupai huruf D. Ciri-ciri tersebut sesuai dengan
pendapat Winanto (2004) yaitu fase D-Shap telah berumur 18-20 jam
berukuran 70 – 80 µm dan bersifat fototaksis positif sehingga terlihat aktif
berenang di permukaan badan air. Pada fase ini, tubuh larva ditutupi cangkang
yang tipis sehingga merupakan salah satu masa kritis bagi larva mulai
menyesuaikan pakan yang dimakan dengan bukaan mulut.
b) Fase Umbo
Setelah larva memasuki umur 6 hari, larva mengalami metamorfosis menjadi
fase umbo 1 yang ditandai larva berbentuk hampir bundar dan tonjolan pada
dorsal belum terlihat. Pada hari ke-11 larva bermetamorfosis lagi menjadi fase
umbo 2, tonjolan pada dorsal mulai terlihat, dan setelah larva berumur 16 hari
larva mencapai fase umbo 3 dengan tonjolan pada dorsal terlihat sangat
jelas.Ukuran larva pada fase umbo yaitu 80-180 µm, pada fase ini larva yang
sehat terlihat bergerak secara aktif berputar-putar menggunakan silianya,
sedangkan larva sakit dicirikan larva tersebut mengendap di dasar bak.
c) Fase Plantygrade
Larva tiram setelah berumur 20 hari mengalami perubahan fase menjadi fase
Plantygrade yang ditandai dengan adanya terlihat titik hitam (eye spot) pada
cangkang larva dan adanya penonjolan kaki (ped) serta mulai terlihat
lembaran-lembaran insang. Fase ini merupakan masa kritis kedua karena larva
telah tumbuh akar bisus sehingga akan berenang terus menerus untuk
mencari tempat/media yang benar-benar cocok untuk menempel.
d) Fase Spat
Stadia ini merupakan akhir dari perubahan bentuk larva tiram mutiara, dimana
bentuk tubuh sama dengan tiram mutiara dewasa serta telah menepel pada
substrat atau media penempelan yang cocok bagi larva tersebut.

3.8 Analisa Pertumbuhan Cangkang Spat Tiram Mutiara


Pertumbuhan spat dilihat dari variabel pertumbuhan tinggi cangkang (PTC)
dan pertumbuhan lebar cangkang (PLC) tidak menunjukan adanya beda nyata selama
masa pengamatan, namun rata-rata laju pertumbuhan spat tiram. mutiara pada
kedalaman 2 meter cenderung sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kedalaman
dibawahnya. Pada kedalama 2 m, ukuran pertumbuhan tinggi cangkang berkembang
mulai dari ukuran awal 4,71 mm (Minggu ke-0) sampai 24,41 mm (Minggu ke-8)
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 19,70 mm.Rata-rata lebar cangkang pada
kedalaman ini sebesar 19,74 mm (K. Raismin, 2017).
Pertumbuhan tiram biasanya dilihat dari ukuran cangkang. Menurut Marsden
(2004) dalam Hamzah (2009) bahwa secara umum pertumbuhan hewan jenis kerang-
kerangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingungan terutama suhu dan ketersediaan
makanan. Pertumbuhan maksimum kerang mutiara per bulan dapat mencapai 1 cm
apabila pada kondisi lingkungan ideal (Sutaman, 1993). Sedangkan faktor kualitas
perairan tidak beda nyata pada kedalaman lainnya (2-8 m), dan masih berada pada
kisaran toleransi pertumbuhan spat tiram mutiara yaitu; Suhu berkisar antara 29,6-
30,3̊ C , Salinitas 33-35 ppt, pH 7,1-7,2 dan kecerahan 10-13 m. Kondisi ini
diakibatkan oleh faktor kedalaman yang jaraknya tidak terlalu jauh (selang 2 m) .

Tabel 2. Data rata-rata pertumbuhan (tinggi dan lebar) cangkang dan kelangsungan
hidup (SR) tiram mutiara (Pinctada maxima) pada tingkat kedalaman yang berbeda.
Awal Akhir
Kedalaman Yang diukur Rata-rata
(Minggu-0) (Minggu-8)
PTC (mm) 4,71 24,41 19,70
2m PLC (mm) 4,64 24,38 19,74
SR (%) 100 97 97
PTC (mm) 4,70 24,33 19,63
4m PLC (mm) 4,61 24,24 19,63
SR (%) 100 97  
PTC (mm) 4,67 24,5 19,58
6m PLC (mm) 4,64 24,21 19,57
SR (%) 100 97,5 97,25
PTC (mm) 4,68 24,20 19,52
8m PLC (mm) 4,62 24,14 19,52
SR (%) 100 96 96
Keterangan :
 PTC = Pertumbuhan Tinggi Cangkang (mm)
 PLC = Pertumbuhan Lebar Cangkang (mm)
 SR = Kelangsungan hidup (%)
Berdasarkan hasil penelitian Hamzah dan Nababan (2008) di perairan teluk
kapantori Sulawesi tenggara, bahwa pertumbuhan dan kelangsungan hidup anakan
tiram mutiara (Pinctada maxima) terbaik diperoleh pada kedalaman 2 m, dimana
pada kedalaman ini kecepatan arus permukaan lebih besar dengan membawa pakan
alami dibandingkan dengan kecepatan arus dibawahnya. Sedangkan faktor
lingkungan (suhu, salinitas dan pH) selama pengamatan (kedalaman 2 m) tidak
berbeda dengan kedalaman lainnya. Fenomena yang diamati oleh Hamzah dan
Nababan (2008) arus berkontribusi terhadap laju pertumbuhan tiram mutiara yang
digantung pada kedalaman 2 m bila dibandingkan dengan kedalaman yang lebih
dalam (4,6,8). Lebih detail hamzah (2008) menyatakan bahwa faktor kecepatan arus
permukaan berpengaruh terhadap peningkatan ketersediaan makanan sehingga lebih
sesuai terhadap pertumbuhan dan perkembangan anakan tiram mutiara. Menurut
Gosling (dalam Taufik dkk, 2007), meskipun di alam tiram memakan bermacam-
macam jenis partikel tersuspensi seperti fitoplankton, microzooplankton, detritus dan
bahan organik terlarut, akan tetapi fitoplankton merupakan sumber makanan yang
paling digemari.
Hal senada dikatakan Sidabutar (dalam Hamzah, 2008), menjelaskan bahwa
ketersediaan pakan alami (fitoplankton) umumnya lebih tinggi atau melimpah pada
lapisan permukaan dibandingkan pada lapisan yang lebih dalam. Winanto (1991)
juga berpendapat bahwa pertumbuhan plankton yang merupakan salah satu makanan
tiram justru akan tumbuh lebih baik pada pencahayaan yang lebih bayak, karena
untuk proses fotosintesisnya membutuhkan cahaya. Oleh karena itu plankton akan
terkonsentrasi pada kedalaman air kurang dari 7 meter.
Pada perlakuan dengan kedalaman paling dalam (8 m), pertumbuhan spat tiram
mutiara menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan terendah (tinggi dan lebar
cangkang 19,52) mm dibandingkan dengan spat tiram mutiara yang digantung pada
kedalaman yang lebih dangkal (2,4 dan 6). Hal ini diduga disebabkan oleh faktor-
faktor tersebut diatas, walaupun faktor kualitas perairan tidak menunjukkan beda
nyata dengan kedalaman yang lebih dangkal (2,4 dan 6).
Kelangsungan hidup tiram mutiara pada tingkat kedalaman yang berbeda (2-8 m)
tidak memberikan respon yang nyata , Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kualitas
perairan yang tidak berbeda nyata (suhu,pH,salinitas dan kecerahan). Tingkat
kelangsungan hidup spat tiram mutiara dalam pengamatan ini tidak berbeda nyata
tetapi mengalami sedikit perbedaan pada setiap kedalaman (2-8 m). Kelangsungan
hidup tertinggi ditemukan pada kedalaman 6 m, kemudian disusul pada kedalaman 2
dan 4 dan terendah pada kedalaman 8 m. Menurunnya tingkat kelangsungan hidup
tiram mutiara mulai pada pengamatan minggu ke-2 sampai ke-8, diduga diakibatkan
oleh adanya hama seperti teritip dan organisme penempel lainnya yang mulai
menempel pada kolektor dan cangkang tiram mutiara. Pada minggu ke-8 laju
penempelan teritip dan lainnya cukup bayak sehingga dapat mengganggu dan
menghambat pertumbuhan dan perkembangan serta kelangsungan hidup spat tiram
mutiara. Teritip biasanya dapat menjadi pesaing tiram mutiara dakam memperoleh
makanan dan oksigen (K. Raismin, 2017).
Menurut Hamzah dan Nababan (2008), bahwa teritip (Biofauling) pada anakan
kerang mutiara berperan sebagai parasit atau biota pengganggu, dan dalam jumlah
yang cukup besar dapat mematikan anakan tiram mutiara (Pinctada maxima). Dugaan
teritip sebagai penyebab menurunnya tingkat kelangsungan hidup kerang mutiara
karena faktor penyebab lain seperti kualitas selama pengamatan (0-8 minggu) pada
kedalaman (2-8 m) tidak berbeda nyata. Kualitas perairan dalam kegiatan budidaya
merupakan media hidup bagi keberlangsungan hidup biota laut termasuk tiram
mutiara (Pinctada maxima)

Tabel 3. Data kondisi beberapa parameter kualitas air berdasarkan tingkat kedalaman
Waktu pengamatan minggu ke
Tingkat Parameter
kedalaman Kualitas air Rata
0 2 4 6 8
-rata
Suhu (c ̊) 30.02 30 30,3 30,1 30,1 30,1
pH 7.2 7,2 7,2 7,1 7,1 7,16
2m
Salinitas 34 33 33 34 33 33,54
Kecerahan 13 12,4 12,4 10,7 10 11,62
Suhu (c ̊) 30 30,1 29,9 30 3,29 29,98
4m pH 7,2 7,2 7,2 7,1 7,1 7,16
Salinitas 35 33,9 34 34 33 33,98
Suhu (c ̊) 29,9 30 29,9 29,9 7,1 7,16
6m pH 7,2 7,2 7,2 7,1 33,4 34
Salinitas 35 34 34 33 29,6 29,9
Suhu (c ̊) 29,6 29,7 29,9 29,9 29,6 29,9
8m pH 7,2 7,2 7,1 7,1 7,1 7,16
Salinitas 35 34 34 33,7 33,4 34,14
Sumber Data: K. Raismin, 2017
Menurut Hamzah dan Nababan (2008), perubahan kondisi suhu musiman
pada kisaran optimum yang berubah secara normal (variasi gradient suhu lebih kecil
dari 2 ̊C), maka tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan serta
kelangsungan hidup spat tiram mutiara. Menurut Ghufran (2007), pertumbuhan dan
kehidupan biota (tiram) budidaya sangat dipengaruhi oleh suhu air. Umumnya dalam
batas-batas tertentu kecepatan pertumbuhan tiram meningkat sejalan dengan naiknya
suhu air, sedangkan derajat kelangsungan hidupnya bereaksi sebaliknya terhadap
kenaikan suhu. Artinya derajat kelangsungan hidup tiram menurun seiring dengan
kenaikan suhu. Menurut chan (1991) dalam Sudjiharno (2001) bahwa suhu air yang
baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram mutiara berkisar antara 25-30
̊C. Sedangkan menurut Suharyanto (1993), suhu air yang dianggap cukup layak
untuk pertumbuhan tiram mutiara (Pinctada maxima) adalah 27 – 31 ̊C.
Salinitas merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan budidaya tiram
mutiara , dan bivalvia jenis ini lebih menyukai hidup pada perairan yang bersalinitas
tinggi. Nontji (1987) dalam supii (2008) menyatakan bahwa sebaran salinitas di laut
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan
dan aliran sungai. Hamzah (2015) mengemukakan bahwa kisaran kualitas air masih
layak untuk pemeliharaan tiram mutiara yaitu salinitas antara 32 – 33 ppt. Pada
penelitian ini salinitas berkisar antara 33-35 ppt namun kadang cenderung menurun
yang di akibatkan oleh turunya hujan dan masuknya debit air tambahan dari sungai-
sungai yang bermuara di sekitar . Menurut Winanto (2004), tiram mutiara dapat
hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik pada kisaran 32 – 35 ppt. Pada salinitas
14 ppt dan 50 ppt dapat mengakibatkan kematian tiram hingga mencapai 100 %..
Derajat keasaman (pH) berpengaruh pada pertumbuhan organisme perairan.
Hasil pengukuran pH selama penelitian berkisar antara 7,1 – 7,2, Kondisi pH pada
pengamatan pertama sampai minggu ke-4 tidak berubah (7,2) sementara pada minggu
ke-6 dan ke-8 pH air sedikit menurun menjadi 7,1. Kondisi pH air tersebut masih
sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan seta kelangsungan hidup tiram mutiara.
Menurut Mahadevan (dalam Sudjiharno, 2001), pH air yang layak untuk kehidupan
tiram mutiara berada pada kisaran 6,75 – 7,0. Sedangkan Braley (dalam Sudjiharno,
2001), tiram mutiara dapat berkembang biak dan tumbuh dengan baik pada kisaran
7,9 – 8,2. Menurut Winanto (1991), untuk pemeliharaan spat tiram mutiara sebaiknya
pada kedalaman 4,5 – 6,5 m, dimana tingkat kecerahan pada kisaran tersebut sangat
mendukung pertumbuhan plankton yang merupakan makanan tiram. Plankton akan
tumbuh lebih baik pada pencahayaan yang lebih banyak, karena untuk proses
fotosintesisnya membutuhkan cahaya. Winanto (1991) berpendapat bahwa plankton
dimungkinkan akan terkonsentrasi pada kedalaman air kurang dari 7 m. Mongiovi
(2003) mengatakan bahwa sinar matahari diperlukan bagi biota perairan sebagai
sumber energy. Banyak energi yang masuk ke dalam perairan tergantung intensitas
cahaya yang masuk pada perairan tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN

Kesimpulan yang Penulis ambil dari Paper II ini adalah:


1. Pemeliharaan induk dan seleksi kematangan gonad adalah langkah awal
sebelum dilakukan proses pemijahan.
2. Pemijahan induk tiram mutiara dilakukan dengan metoda kejut suhu (Thermal
shock) dan fluktuasi suhu.
3. Makanan utama larva tiram mutiara adalah alga, jenis alga yang digunakan
adalah Isochrysis galbana dan Monochrysis lutheri.
4. Adapun fase perkembangan larva yaitu dimulai dari fase D-shape, fase umbo,
fase plantygrade, dan terakhir fase spat.
5. Kedalaman pemeliharaan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan serta kelangsungan
hidup spat tiram mutiara (Pinctada maxima). Pertumbuhan tinggi dan lebar
cangkang tiram pada kedalaman 2 m cenderung sedikit lebih tinggi
dibandingkan kedalaman dibawahnya (4, 6 dan 8 m) dengan rata-rata
pertumbuhan tinggi cangkang 19,70 mm dan lebar 19,4 mm. Kelangsungan
hidup spat tiram mutiara (Pinctada maxima) walaupun tidak berbeda nyata
tetapi sedikit lebih tinggi pada kedalaman 6 m, 2 m dan disusul 4 m dan
terendah pada kedalaman 8 m. Kualitas air secara umum masih berada pada
kisaran normal untuk budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima) yaitu suhu
29,6 – 30,3̊ C, salinitas 33 – 35 ppt, pH 7,1 – 7,2 dan kecerahan 10 – 13
m. Dengan demikian melihat laju pertumbuhan spat tiram mutiara pada stadia
spat kolektor yang dipelihara pada kedalaman 2 m menghasilkan pertumbuhan
dan perkembangan yang baik dibandingkan pada kedalaman lainnya.
INDEKS
Indeks Halaman
Alga 7,9,10
Betina 3,4,7
Cangkang 1,6,9,11,14
Fase 10,11
Fitoplankton 9,13
Induk 7,8
Jantan 3,4,7
Larva 7,8,9,10,11
Matang gonad 3,4,7,8
Metamorphosis 10
Nacre 1,2,3
pH 14,15
Pakan 7,8,9,11,16
Pemijahan 3,5,7,8
Pinctada maxima 1,3,4,12
Salinitas 13,14,15
Spat 6,7,10,11,12,13,14,15,16
Sperma 8,9
Stadia 4,5,6,9
Suhu 13,14,15
Telur 5,6,8,9
Tiram mutiara 1,2,3,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Syahruddin AR, Septi Suryaningsih., 2018. Perbedaan berat (gram) bibit
kerang mutiara (pinctada maxima) antar warna cangkang di perairan
tekalok Lombok timur NTB. Jurnal Biologi Tropis, Vol 18 No. 1 Januari
2018.

Aris, M.Hamzah, Mat Hamzah., 2016. Perkembangan dan kelangsungan hidup larva
kerang mutiara (pinctada maxima) pada kondisi suhu yang berbeda. Media
Akuatika. Vol 1;152-160

Fitra, Sahala Hutabarat, Djoko Suprapto ., 2012. Pengaruh Perbedaan Intensitas


Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Larva Kerang Mutiara.
Journal Of Management Of Aquatic Resources . Vol 1:1-5

Ida, Sari budi, M. ketu. 2013. Aplikasi Perbaikan Manajemen Dalam Perbenihan
Tiram Mutiara. Media Akuakultur Vol. 8 tahun 2013.

Ida, S.Wardana, April, Sari Budi. Seleksi Benih Tiram Mutiara(Pinctada


Maxima)Dari Hasil Pemijahan Induk Alam Dengan Karakter Nacre Putih
Jurnal Jurnal riset Akuakultur Vol.9;1-13.

Ida, Sudewi, Sari Budi, A.Muzzaki., 2015. Jurnal Riset Akuakultur. Performa Benih
Tiram Mutiara (Pinctada Maxima) Dari Hasil Persilangan Induk Alam.Vol
10;3.

Ida, Sudewi, A.Muzzaki, Sari Budi., 2014. Profil Benih Tiram Mutiara (Pinctada
Maxima) Dari Hasil Pemijahan Yang Terkontrol. Jurnal Oseonologi
Indonesia. Vol 1

M.Maizi, N.Cokrowati, M.Rusdan., 2018. Analisis Kecepatan Filtrasi Dengan Jenis


Pakan Yang Berbeda Terhadap Kelangsungan Hidup Spat Kerang Tiram
Mutiara. Jurnal Perikanan. Vol. 8 N0.1;23-31

Nur, R.Hartati, J.Cullen, dan J.Maulana.,2007.Pertumbuhan tiram mutiara(pinctada


maxima)pada kepadatan berbeda. Ilmu Kelautan.Vol 12;31-38.

Raimin., 2017. Pertumbuhan Dan Perkembangan Spat Tiram Mutiara (Pinctada


Maxima) Di Perairan Ternate Selatan Pulau Ternate. Pusat Penelitian
Oseonologi LIPI.
Raismin., 2017. Teknik Pembenihan Tiram Mutiara(pinctada maxima). Pusat
Penelitian Oseonologi LIPI. Vol 2;228-244

Safar., 2017. Uji Coba Penerapan Teknologi Budidaya Kerang Mutiara (Pinctada
Maxima) Di Perairan Ternate Selatan, Maluku Utara. Pusat Penelitian
Oseonologi LIPI. Vol 2;167-173.

Sudewi, April, Tatam Sutarman, H.Yudha., 2008. Pendederan Tiram Mutiara,


Pinctada Maxima Dengan Perbedaan Kedalaman Nursery Of Pearl Oyster,
Pivtada Maxima At Different Depth. Jurnal Perikanan. Vol 2;57-63.
Syahrudin., 2006. Luteinzing Hormone (LH) Pada Kerang Mutiara. Jurnal Biologi
Tropis Vol. 14

Anda mungkin juga menyukai