Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Obstetri


Syok Hemoragik”

Oleh:

KELOMPOK 9

Ni Komang Sri Wahyuni (17.321.2687)

Ni Luh Kade Nopita Wahyuningrum (17.321.2691)

Ni Putu Eva Pradnyayanti (17.321.2700)

Pande Eka Sukma Karisma (17.321.2706)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

2020
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Obstetri
Syok Hemoragik

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi Syok Hemoragik
Hemoragi adalah pengaliran darah keluar dari pembuluh darah yang bisa
mengalir keluar tubuh (perdarahan eksternal) atau ke dalam tubuh
(perdarahan internal).
Syok hemoragik adalah suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan system sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi yang adekuat keorgan-organ vital tubuh
yang biasanya terjadi akibat perdarahan yang massif. Hemoragik atau
pendarahan sendiri didefinisikan sebagai proses akut kehilangan volume
darah disirkulasi.(pitter, 2017)
Syok Hemoragik merupakan syok yang disebabkan oleh perdarahan dengan
jumlah banyak (500 ml) yang dapat disebabkan oleh perdarahan
antepartum seperti kehamilan ektopik terganggu, abortus, plasenta previa,
solusio plasenta, dan rupture uteri, juga disebabkan oleh perdarahan pasca
persalinan seperti atonia dan laserasi serviks/vagina.(herry, 2016)
Enam sampai tujuh persen dari semua penyebab kematian pada kehamilan
disebabkan oleh trauma yang menyebabkan perdarahan. Penyebab trauma
antara lain seperti kecelakaan, terjatuh atau pun luka penetrasi. Perdarahan
antepartum dapat terjadi karena adanya masalah pada plasenta seperti
plasenta previa dan juga rupture uteri baik spontan maupun karena trauma.
Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa syok hemoragik
adalah suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh yang
biasanya terjadi akibat perdarahan yang massif.
B. Epidemiologi Syok Hemoragik
Syok hemoragik merupakan salah satu penyebab kematian di negara-negara
dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Salah satu penyebab terjadinya
syok hemoragik tersebut diantaranya adalah cedera akibat kecelakaan.
Menurut WHO cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan
terjadinya 5 juta kematian diseluruh dunia. Angka kematian pada pasien
trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat
pelayanan yang lengkap mencapai 6%. Sedangkan angka kematian akibat
trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan
yang kurang memadai mencapai 36%.
Syok hipovolemik juga terjadi pada wanita dengan perdarahan karena
kasus obstetri, angka kematian akibat syok hipovolemik mencapai 500.000
per tahun dan 99% kematian tersebut terjadi di negara berkembang.
Sebagian besar penderita syok hipovolemik akibat perdarahan meninggal
setelah beberapa jam terjadinya perdarahan karena tidak mendapat
penatalaksanaan yang tepat dan adekuat.

C. Etiologi Syok Hemoragik


syok hemoragik yang di sebabkan oleh berkurangnya volume darah yang
beredar akibat perdarahan atau dehidrasi. Penyebab gangguan ini yaitu :
a. Perdarahan eksterna atau interna yang menyebabkan hiposekmia atau
ataksia vasomotorakut.
b. Ketidakcocokan antara kebutuhan metabolit perifer dan peningkatan
transport gangguan metabolic, kekurangan oksigen jaringan dan
penimbunan hasil sisa metabolik yang menyebabkan cidera sel yang
semula reversibel kemudian tidak reversibel lagi.
c. Gangguan mikrosirkulasi.
d. Dalam obstretri penyebab dari syok hemoragik dapat dibagai menjdi 3:
1) Kehamilan muda
Abortus, kehamilan ektopik, dan penyakit molahidatidosa
2) Perdarahan antepartum
Plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri
3) Perdarahan pasca persalinan Antonia uteri dan laserasi jalanlahir

D. Patofisiologi Syok Hemoragik


Perdarahan akut menyebabkan penurunan curah jantung dan
tekanan nadi. Perubahan ini dikenali oleh baroreseptor pada arkus
aorta dan atrium. Dengan berkurangnya volume darah yang beredar,
terjadi peningkatan rangsang simpatis. Reaksi ini menimbulkan
peningkatan frekuensi nadi, vasokonstriksi, dan penurunan distribusi
aliran darah pada organ-organ nonvital, seperti kulit, saluran
pencernaan, dan ginjal. Pada perdaharan, terjadi respon-
responhormonal. Corticotropin-releasinghormone terstimulasi secara
langsung. Hal ini menyebabkan pelepasan glukokortikoid dan
betaendorphin. Kelenjar pituitari posterior akan melepas vasopressin,
menyebabkan retensi air pada tubulus distal. Renin dilepaskan oleh
kompleks juxtamedularis sebagai respon dari penurunan MAP
(MeanArerialPressure), sehingga meningkatkan aldosteron dan
berujung resoprsi natrium dan air. Hiperglikemia sering didapatkan
pada perdarahan akut karena 7
Universitas Sumatera Utara
8
glukagon dan growthhormone meningkat pada gluconeogenesis dan
glikogenosis. Peredaran katekolamin menghambat pelepasan dan
aktivitas insulin secara relative sehingga terjadi peningkatan kadar
gula darah. Semakin memburuknya hipovolemia dan hipoksia
jaringan, terjadi peningkatan ventilasi sebagai usaha kompensasi dan
dapat menjadi asidosis metabolik dari karbon dioksida yang
diproduksi.
Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan
perubahan spesifik mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses
autoregulasi yang luar biasa di otak dimana pasokan aliran darah
akan dipertahankan secara konstan melalui MAP. Ginjal juga
mentoleransi penuruunan aliran darah sampai 90% dalam waktu
yang cepat dan pasokan aliran darah pada saluran cerna akan turun
karena mekanisme vasokonstriksi dari splanknik. Pada kondisi tubuh
seperti ini pemberian resusitasi awal dan tepat waktu bisa mencegah
kerusakan organ tubuh tertentu akibat kompensasinya dalam
pertahanan tubuh.

E. Klasifikasi Syok Hemoragik


Klasifikasi dari syok hemoragik, yaitu:

a. Pre syok ( compensated )

Terjadi apabila perdarahan kurang dari 15 % ( 750 ml ) volume

darah. Pasien mengeluh pusing, takikardi ringan dengan tekanan darah

sistolik 90 – 100 mmHg,

b. Syok ringan ( compensated )

Terjadi apabila perdarahan 15 – 30 % ( 750 – 1500 ) volume darah.

Timbul penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak terjadi

perubahan kesadaran, volume urin yang keluar normal atau sedikit

berkurang, dan mungkin ( tidak selalu ) terjadi asidosis metabolik. Pasien

juga akan terlihat gelisah, berkeringat dingin, haus dan tekanan darah

sistolik 80 – 90 mmHg.

c. Syok sedang

Sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap

iskemia waktu singkat ( hati, usus, dan ginjal ). Sudah timbul oligouria

( urin kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam ) dan asisdosis metabolik, tetapi

kesadaran masih baik, dan tekanan darah sistolik antara 70 – 80 mmHg.

d. Syok berat
Perfusi didalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat.

Mekanisme kompensasi vasokontriksi pada organ dan jantung. Sudah

terjadi anuria dan penurunan kesadaran ( delirium, stupor, koma ) dan

sudah ada gejala hipoksia jantung ( EKG abnormal, curah jantung

turun ). Perdarahan masif > 40 % dari volume darah dapat menyebabkan

henti jantung. Pada stadium akhir tekanan darah cepat menurun ( sistolik

0 – 40 mmHg ) dan pasien menjadi koma, lalu disusul nadi menjadi tidak

teraba, megap – megap dan akhirnya terjadi mati klinis ( nadi tidak

teraba, apneu ). Henti jantung karena syok hemoragik adalah disosiasi

elektromaknetik ( kompleks gelombang EKG masih ada, tetapi tidak

teraba denyut nadi ), fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada pasien dengan

penyakit jantung.

F. Manifestasi Klinis Syok Hemoragik


Manifestasi klinik syok hemoragik bergantung pada jumlah perdarahan
yang terjadi mulai dari yang ringan sampai berat, seperti terlihat pada tabel
berikut :
Kela Jumlah Perdarahan Gejala Klinik
s
I 15% (Ringan) Tekanan darah dan nadi normal
Tes Tilt (+)
II 20-25% (sedang) Takikardi-Takipnea
Tekanan nadi < 30 mmHg
Tekanan darah sistolik rendah
Pengisian  darah kapiler lambat
III 30-35% (Berat) Kulit dingin, berkerut, pucat
Tekanan darah sangat rendah
Gelisah
Oliguria (<30 ml/jam)
Asidosis metabolic (pH < 7.5)
IV 40-45% (sangat berat) Hipertensi berat
Hanya nadi karotis yang teraba
Syok ireversibel
G. Pemeriksaan Penunjang Syok Hemoragik

a. Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar


ureum, kreatinin, glukosa darah.
b. Analisa gas darah
c. EKG

H. Penatalaksanaan Syok Hemoragik


Diagnosis dan terapi dari syok dilakukan hampir bersimultan. Prinsip
pengelolaan dasar syok hemoragik ialah menghentikan perdarahan dan
menggantikan kehilangan volume darah.
Hal penting yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin,
dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan pasien yang lebih rinci akan menyusul
bila keadaan penderita memungkinkan sebagai berikut
a. Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan
cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
b. Circulation – kontrol perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang
jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai
perfusi jaringan. Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal)
biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat
perdarahan.
c. Disability – pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat
kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan
sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak,
mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan.
d. Exposure – pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita
harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki
sebagai bagian dari mencari cedera. Pemakaian penghangat cairan,
maupun cara-cara penghangatan internal maupun eksternal sangat
bermanfaat dalam mencegah hipotermia.
e. Dilatasi lambung – dekompresi
Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya
pada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia
jantung yang tak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardia dari
stimulasi nervus vagus yang berlebihan. Distensi lambung
menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada pasien tidak sadar,
distensi lambung membesarkan risiko aspirasi isi lambung dan dapat
menjadi suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi
lambung dilakukan dengan memasukkan NGT.
f. Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan
adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau
produksi urin. Darah pada uretra atau prostat dengan letak tinggi,
mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan
kontraindikasi mutlak bagi pemasangan kateter uretra sebelum ada
konfirmasi radiografis tentang uretra yang utuh.
g. Pengobatan dengan posisi kepala di bawah.
Dengan menempatkan penderita dengan kepala 5 inci lebih rendah
daripada kaki akan sangat membantu dalam meningkatkan alir balik
vena dan dengan demikian menaikkan curah jantung. Posisi kepala di
bawah ini adalah tindakan pertama dalam pengobatan berbagai macam
syok.
I. Komplikasi Syok Hemoragik
a. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan.
b. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan
alveolus kapiler karena hipoksia.
c. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang
koagulasi.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1) Pengkajian Primer
Pengkajian primer atau Primary Survey ialah suatu pengkajian yang
menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen
segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi
dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan.
Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain:

1. Pengkajian Airway
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
dengan syok hemoragik antara lain:
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas?
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain:
1) Adanya snoring atau gurgling
2) Stridor atau suara napas tidak normal
3) Agitasi (hipoksia)
4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
5) Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian
atas dan potensial penyebab obstruksi :
1) Muntahan
2) Perdarahan
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
1) Head tilt, chin lift
2) jaw thrust
3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway,
Laryngeal Mask Airway
4) Lakukan intubasi

2. Pengkajian Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan
jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien
dengan syok hemoragik antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
1) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah
ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, dispnea dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
2) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea,
3) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada
pasien jika perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih
lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
d. Penilaian kembali status mental pasien.
e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan /
atau oksigenasi:
1) Pemberian terapi oksigen
2) Bag-Valve Masker
3) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
4) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced
airway procedures
5) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa
lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.

3. Pengkajian Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien
dengan peningkatan tekanan intrakranial, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. Lihat apakah ada tanda-tanda syok
c. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
d. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
dengan pemberian penekanan secara langsung.
e. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
1) Menentukan ada atau tidaknya
2) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
3) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
4) Regularity
f. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi
atau hipoksia (capillary refill).
g. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
4. Pengkajian Disability
Pada primary survey, disability pasien dengan peningkatan tekanan
intrakranial dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bias dimengerti
c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal
untuk merespon)
d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
Selain dengan AVPU, pengkajian disability juga dapat dilakukan
dengan pemeriksaan GCS yang meliputi Eyes, Motorik, dan Verbal
pasien, serta melakukan pemeriksaan pada Pupil pasien.

5. Pengkajian Exposure
Pada tahap ini, hal yang dilakukan ialah menanggalkan pakaian
pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line
penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan
pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam
melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien
hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan
telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan
jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang.
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera
dilakukan:
a. Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada
pasien
b. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam
nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada
pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.

2) Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder atau Secondary Survey ialah pengkajian yang
dilakukan ketika kondisi pasien telah stabil. Pengkajian sekunder
meliputi: riwayat penyakit pasien atau moment of incident, pengkajian
nyeri (PQRST), pemeriksaan fisik head to toe, pemeriksaan penunjang
dan lain sebagainya.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat
pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang,
riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. Identitas pasien
dan identitas penanggung jawab juga disertakan dalam tahap ini.
1. Riwayat Penyakit (Momen of Insiden)
Dalam pengkajian sekunder, dikaji riwayat penyakit pasien yang
mana berkaitan dengan penyebab syok hemoragik pada obstetri,
diantaranya solusio plasenta, kehamilan ektopik, plasenta previa,
abortus, atonia uteri, molahidatidosa, ruptur uteri.
2. Anamnesis juga harus meliputi riwayat SAMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association,
2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung,
dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya,
penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)
Selain itu, pasien dengan trauma abdomen akan merasakan nyeri
pada bagian abdomen sehingga diperlukan adanya pengkajian nyeri
dengan format PQRST.

2. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)


1) Keadaan Umum
Kesadaran menurun
GCS : Verbal: …. Psikomotor: ….. Mata: …..
Tanda-Tanda Vital : TD ….. Nadi …. Suhu …. RR….

2) Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Pengkajian melalui inspeksi dan palpasi pada daerah kepala dan
kulit kepala pasien. Apakah ada luka atau tidak, ada benjolan
atau tidak. Dan pastikan apakah ada nyeri tekan atau tidak.
b. Mata
Pengkajian dengan inspeksi dan palpasi, mengenai kesimetrisan,
kondisi konjungtiva, pupil dan sklera apakah ada nyeri tekan
atau tidak.
c. Hidung
Pengkajian dengan inspeksi dan palpasi, mengenai kesimetrisan,
kondisi bulu hidung dan apakah ada nyeri tekan atau tidak
d. Telinga
Pengkajian dengan inspeksi dan palpasi, mengenai kesimetrisan,
apakah ada benjola atau tidak.
e. Mulut
Pengkajian dengan inspeksi dan palpasi, mengenai kondisi
daerah mulut apakah ada stomatitis, bau mulut, kondisi mukosa
bibir, dan lain sebagainya.
f. Leher dan vertebrae servikalis
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang
atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya
keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak harus
diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan
pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri,
deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea,
kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi
segaris dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan
oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak
sekunder..

g. Thorax
Inspeksi thorax, apakah ada luka atau tidak. Kemudian lakukan
palpasi seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi. Setelah itu
lakukan perkusi untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan
keredupan. Kemudian melakukan auskultasi untuk mengetahui
suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan
bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub).

h. Abdomen
Dilakukan pemeriksaan inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi
untuk mengetahui apakah ada gangguan atau tidak pada
abdomen
i. Ekstremitas
Periksa ektremitas apakah ada luka atau tidak, apakah ada nyeri
tekan atau tidak, periksa CRT.
j. Integumen
Biasanya, akral akan teraba dingin,

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi ditandai
dengan pola napas abnormal, takipneu, penggunaan otot bantu
pernapasan, pernapasan cuping hidung dan pernapasan pursed lips
2. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
ditandai dengan dispnea, tekanan darah menurun, nadi perifer teraba
lemah, warna kulit pucat
3. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai
dengan pasien merasa lemah, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah
menurun, membran mukosa kering, nadi teraba lemah
4. Perfusi Perifer tidak Efektif berhubungan dengan kekurangan volume
cairan ditandai dengan akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor
kulit menurun

C. Intervensi Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai