Anda di halaman 1dari 8

Mewujudkan Nilai-Nilai Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi

_____________________________________________________________________
Lorensya
(1305617004, Matematika 2017, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Jakarta)

Ghefira Nur Kahfi


(1305617021, Matematika 2017, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Jakarta)

Muhammad azhari Maulana


(1305617024, Matematika 2017, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Jakarta)

Andy Hadiyanto
(Dosen PAI, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta)

_____________________________________________________________________

Abstrak

Islam dan modern sangat tidak bisa dilepaskan di zaman sekarang. Banyak
peyimpangan-penyimpangan dari sisi islam yang terjadi di zaman ini. Penyimpangan
yang terjadi disebabkan baik dari dalam islam itu sendiri dan dari luar islam. Dari dalam
islam yakni komunitas-komunitas yang mengaku-mengaku menjunjung syariat islam
yang paling benar sednagkan dari luar adalah westernisasi. Hal ini disebabkan oleh
kemajuan Iptek dan industrialisasi dan mengakibatkan kesenjangan soial. Untuk itu,
penulis akan meruntut bagaimana penyimpangan-penyimpangan ini dimulai dan
bagaimana cara mengakhirinya sehingga islam dapat menjadi benteng utama dalam
kehidupan modern yang mengandung aliran negatif.

Kata Kunci: nilai-nilai islam, modernisasi, usaha

Latar Belakang

Secara etimologi Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu aslama atau yuslimu dengan
pengertian menyerahkan diri, menyelamatkan diri, taat, patuh dan tunduk. Jika dilihat dari
kata dasar  salima maka mengandung pengertian selamat, sejahtera, sentosa, bersih dan bebas
dari cacat. Sedang kalau kita melihat dari kata salam maka akan berarti “damai, aman dan
tentram” (Zuhairini et.al, 2004:35).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang menuntut
kesadaran bagi pemeluknya untuk tunduk dan patuh terhadap hukum-hukum yang ditetapkan
oleh Allah swt. untuk dapat hidup bahagia, damai dan tentram. Dan hal ini sejalan dengan apa
yang didambakan oleh setiap individu.
Sedangkan kata modern berarti baru, saat ini, up to date. Jadi, secara singkat modernisasi
merupakan proses pembaharuan menuju dunia ke arah yang lebih baik.(Wikipedia.org).
Di era sekarang, modernisasi banyak membawa dampak negatif pada kehidupan individu
maupun kelompok. Kehidupan modern ini disebabkan karena adanya perkembangan yang
pesat yang tidak disertai dengam ilmu dan benteng diri yang kuat. Sebagai makhluk yang
paling sempurna, seharusnya kita manusia memiiki benteng serta ilmu. Sebagai umat
beragama, sudah sepatutnya kita membenteng diri kita dengan iman yang ada pada setiap
individu. Benteng kita yang paling utama adalah ajaran=ajaran, hukum-hukum serta peraturan
dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.
Tetapi tidak banyak yang salah menafsirkan Al-Qur’an dan As-Sunah sehingga bukan
kebaikan, melainkan keburukan yang semakin merajalela. Untuk itu, diperlukan konsep-
konsep mengenai kehidupan-kehidupan yang ada pada hidup ini. Dalam makalah ini, akan
dibahas apakah nilai-nilai islam dapat mengahadapi tantangan modernisasi?

Isi

2.1 Konsep Politik, Seni, Ekonomi, dan Pendidikan dalam Islam


A. Politik dalam islam
Sistem yang ada dalam Islam menyandang dua karakter (agama dan sistem)
sekaligus karena hakikat Islam yang sempurna merangkum urusan-urusan yang
menyangkut masalah materi dan ruhani, serta mengurus perbuatan manusia dalam
kehidupannya di dunia dan akhirat.
Dalam islam, politik disebut dengan siyāsah. Fikih ini membahas masalah
global hukum-hukum politik di dunia. Siyāsah dalam islam terbagi dalam tiga pokok
masalah umum, yaitu:
a.) Siyāsah dusturiyyah (hukum tata negara).
Dalam siyāsah ini mengkaji tentang cara dan metode sukses kepemimpinan,
kriteria seorang pemimpin, hukum mewujudkan kepemimpinan politik,
pembagian kekuasaan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), intstitusi pertahanan
keamanan serta institusi penegakan hukum (kepolisian).
b.) Siyāsah dauliyyah (hukum politik yang mengatur hubunagn Internasional).
Dalam siyāsah dauliyyah diajarkan cara-cara berhubungan antar-negara di dunia,
baik hubungan bilateral dan multilateral, hukum perang dan damai, genjatan
senjata sampai hukum kejahatan perang.
c.) Siyāsah māliyyah (hukum politik yang mengatur keuangan negara).
Siyāsah yang terakhir ini membahas sumber-sumber keuangan negara, distribusi
keuangan negara, perencanaan anggaran negara dan penggunaannya, pengawasan
dan pertanggungjawaban penggunaan keuangan negara.
Kehidupan politik di era modern ini, tidak lagi bersikap demokratis melainkan
anarkis. Tidak lagi aman melainkan ancaman. Hal in disebabkan karena pemimpin
hanya memikirkan keuntungan pribadi. Untuk membenahi ini diperlukan adanya
pengetahuan mengenai prinsip-prinsip siyāsah, yakni:
a) Al-Amanah
Kekuasaan adalah amanah (titipan) yang bersifat sementara. Sewaktu-waktu
pemilik yang sebenarnya dapat mengambilnya dan meminta pertanggungjawaban.
Pemiliknya tidak lain adalah Tuhan.
b) Al-Adl
Kekuasaan dalam pandangan Islam bukanlah tujuan melainkan menjaga
agama, mewujudkan kesejahteraan, dan keadilan umat. Kekuasaan harus
dijalankan berlandaskan keadilan agar tujuan utama kekuasaan tercapai yaitu
kesejahteraan umat.
c) Al-Huriyyah
Kekuasaan harus dibangun atas dasar kemerdekaan (kemerdekaan dalam
berserikat, berpolitik, dan menyalurkan aspirasi) serta kebebasan (kebebasan
dalam berpikir dan berkreasi dalam segala aspek kehidupan).
d) Al-Musawah
Secara etimologis artinya “kesetaraan atau kesamaan”. Siyasah harus
dibangun diatas fondasi kesamaan dan kesetaraan. Semua warga negara
mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara dan juga
berkedudukan sama dihadapan hukum.
e) Tabadul al-Ijtima
Siyasah tidak lepas dari tanggung jawab sosial. Secara individual, kekuasaan
merupakan sarana untuk mendapatkan kesejahteraan dalam mewujudkan
kesejahteraan bersama. (Hadiyanto, Andy, dkk. 2016:218)
B. Seni dalam perkembangan islam
Seni merupakan curahan hati seseorang yang dapat dilihat dan dirasakan oleh
indra manusia. Perkembangan islam tidak terlepas dari seni. Buktinya, para wali yang
menyebarkan islam di nusantara menggunakan media seni sebagai media dakwah.
Seni merupakan suatu keindahan yang merupakan salah satu sifat Tuhan. Seni bak
pisau bermata dua karena selain memancarkan keindahan, seni juga memiliki sifat
kerusakan bila jatuh ke tangan orang-orang jahat.( Hadiyanto, Andy, dkk. 2016:214)
C. Ekonomi dalam pandangan islam
Ekonomi adalah segala bentuk kegiatan transaksi yang berkaitan dengan proses
produksi dan distribusi. Prinsip ekonomi konvensional berbeda dengan prinsip
ekonomi Islam. Ekonomi konvensional berprinsip “berkorban sekecil-kecilnya untuk
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya”. Dalam Islam, ekonomi ialah berkorban
dengan tidak kikir dan tidak boros dalam rangka mendapatkan keuntungan yang layak.
Dengan demikian pengorbanan tidak boleh sekecil-kecilnya, melainkan pengorbanan
yang tepat harus sesuai dengan keperluan yang sesungguhnya sehingga mutu produksi
dapat terjamin. Oleh karena itu, keuntungan monopoli dilarang dalam Islam.
Dalam (Q.S. An-Nisa[4]:29-30) Allah S.W.T. melarang keras kegiatan
monopoli yang menyesengsarakan manusia.

Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat
demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya
ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
Sistem ekonomi yang berlaku di masyarakat modern ini bukanlah sistem ekonomi
yang diajarkan Islam. Bahkan bank syariah pun tidak menjadikan jamininan 100%
menjalankan sistem eonomi islam. Karena masih adanya praktik riba baik untuk
kepentingan pribadi maupun kelompok.
Tolok ukur sebuah sistem ekonomi dengan ada tidaknya riba dan gharar
(spekulasi) di dalam prosesnya. Menurut Syafi’i Antonio, seorang pakar ekonomi
Islam, riba dibagi sebagai berikut :

a) Riba qardh.
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang diisyaratkan terhadap yang
berutang (muqtaridh).
b) Riba Jahiliyah.
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu
membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
c) Riba Fadhl.
Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, dan
barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
d) Riba Nasi’ah.
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena
adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan satu waktu
dan yang diserahkan dengan waktu berbeda.(Harun,2017:15)
Jika masih terdapat riba dalam sistem ekonomi kita maka sudah dipastikan
bahwa sistem ekonomi islam bukanlah sistem ekonomi Islam yang diajarkan.
D. Pendidikan dalam harfiah islam
Dalam pandangan islam, pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia.
Maksudnya, manusia harus bertingkah laku seperti manusia. Manusia adalah makhluk
Tuhan yang paling sempurna, yang diciptakan dengan tujuan menyembah Allah
S.W.T. seperti firman-Nya dalam Q.S. Adz-Dzariat[51]:56

‫ون‬ َ ‫ت ْال ِجنَّ َواإْل ِ ْن‬


ِ ‫س إِاَّل لِ َيعْ ُب ُد‬ ُ ‫َو َما َخ َل ْق‬
Artinya:”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”
Dalam harfiah islam, sumber ilmu terbagi menjadi dua, yaitu ayat-ayat
qur’aniyah dan ayat-ayat kauniah. Pertama, ayat-ayat qur’aniyah. Ayat-ayat
qur’aniyah adalah wahyu Tuhan yang Allah berikan kepada Rasulullah, termasuk
dalam mushaf untuk kemaslahatan umat manusia. Dari sumber yang pertama ini
munculah berbagai disiplin ilmu misalnya teologi, mistisisme, ilmu hukum, politik,
ekonomi, perdata, dan pidana.
Kedua, ayat kauniah. Ayat-ayat kauniah adalah alam semesta sebagai ciptaan
Allah yang diteliti dengan paradigma ilmiah dan menggunakan akal yang juga ciptaan
Allah. Sumbernya adalah alam ciptaan Allah , instrumennya adalah akal manusia
ciptaan Allah pula. Dari penelitian akal manusia terhadap rahasia alam ciptaan Allah
ini, maka lahirlah ilmu-ilmu eksakta. Eksakta adalah bidang ilmu yang bersifat
konkret yang dapat diketahui dan diselidiki berdasarkan percobaan serta dapat
dibuktikan dengan pasti

2.2 Upaya Islam menghadapi Tantangan Modernisasi


Apakah nilai-nilai islam bertentangan dalam kehidupan modern? Sebelum
menjawabnya, mari kita perhatikan karakteristik ajaran islam sebgai berikut:
• Rasional. Ajaran islam adalah ajaran yang sesuai dengan akal dan nalar
a.) Rasional
Ajaran islam adalah ajaran yang sesuai dengan akal dan nalar manusia.
Dalam ajaran islam nalar mendapat tempat yang tinggi sehingg salahsatu cara untuk
mengetahui sahih atau tidaknya sebuah hadis dari sisi matan dansanad adalah sesuai
dengn akal. Hadis yang sahih pasti rasional.
b.) Sesuai dengan fitrah manusia.
Tidak ada satupun ajaran islam yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Orang
beragama (ber-islam) berarti ia hidup sesuai dengan fitrah.
c.) Tidak mengandung kesulitan.
Ajaran islam tidak mengandung kesulitan dalam segala aspeknya.
Sebaliknya, ajaran islam itu mudah dan masih dalam batas – batas kekuatan manusia.
d.) Tidak mengandung banyak taklif.
Ajaran islam tidak mengandung banyak taklif (beban). Kerangka dasar ajaran
islam hanya 3 pilar, yaitu : akidah, syariat dan hakikat. Landasan ketiga pilar tadi
adalah iman, islam, dan ihsan.
e.) Bertahap
Ajaran islam diturunkan Allah kepada Rasullullah secara bertahap. Demikian
juga, proses pembumiannya di tengah masyarakat pada saat itu juga bertahap.
(Hadiyanto, Andy, dkk. 2016:228)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai islam sangat tidak
bertentangan di zaman modern ini. Ajaran islam adalah ajaran fleksibel yang dapat
diterapkan di masa kapan saja dan dimana saja.
Di era modern sekarang banyak sekali tantangan yang harus dihadapi baik dari diri
islam itu sendiri maupun dari luar. Dari islam sendiri maksudnya, banyak komunitas-
komunitas yang mengatas namakan islam, tetapi syariat yang dijalankan bukanlah seperti
islam yang diajarakan Rasulullah. Sedangkan dari luar islam, yakni yang paling utama
adalah tantangan Iptek dan buadaya kebarat-baratan yang ajarannya sangat bertolak
belakang dengan ajaran islam.
Tantangan dalam era modern ini dibagi menjadi dua kategori besar yaitu, Iptek dan
industrialisasi. Kemajuan Iptek di era sekarang sangat memberikan dampak-dapak kepada
manusia zaman ini. Dampak Iptek ada yang bersifat negatif maupun positif, tetapi pada
bahasan ini, kita akan membahas dampak negatif Iptek. Dampak negatif Iptek,
menimbulkan sikap individual yang merajalela dan dengan tidak sengaja mengubah
keberagamaan diri kita masing-masing. Setelah Iptek, ada tantangan dalam bidang
industrialisasi yang mengakibatkan kesenjangan sosial yang membentuk strata sosial.
Sehingga mengakibatkan adagium di masyarakat yaitu yang kaya semakin kaya, yang
miskin semakin miskin.
Menurut Kuntowijoyo, ada lima program reinterpretasi Islam yang bisa dilaksanakan
menghadapi tantangan modernisasi.
a) Perlunya dikembangkan penafsiran sosial struktural lebih daripada penafsiran
individual ketika memahami ketenteuan-ketentuan tertentu di dialam Al-Quran.
b) Mengubah cara berfikir subjektif ke cara berfikir objektif.
Tujuannya adalah untuk menyuguhkan Islam pada cita-cita objektif,
Contohnya zakat. Secara subjektif, tujuan zakat memang diarahkan untuk pembersihan
jiwa kita. Akan tetapi, sisi objektif tujuan zakat adalah tercapainya kesejahteraan
sosial.
c) Mengubah Islam yang normatif menjadi teoritis.
Selama ini, kita cenderung lebih menafsirkan ayat-ayat Al-Quran pada level
normatif dan kurang memperhatikan adanya kemungkinan untuk mengembangkan
norma-norma itu menjadi kerangka teori ilmu. Secara normatif, kita mungkin hanya
dapat mengembangkan tafsiran moral ketika memahami konsep tentang fuqara dan
masakin. Sebagai contoh kaum fakir dan miskin paling-paling hanya akan kita lihat
sebagai orang-orang yang perlu dikasihani sehingga kita wajib memberikan sedekah,
infaq, atau zakat kedapa mereka. Dengan pendekatan teoritis, kita mungkin akan lebih
dapat memahami konsep tentang kaum fakir dan miskin pada konteks yang lebih riil
dan lebih factual sesuai dengan kondisi-kondisi sosial, ekonomi, dan kultutal. Dengan
cara itu, kita dapat mengembangkan konsep yang lebih tepat tentang fuqara dan
masakin itu pada kelas sosial dan sebagainya. Dengan demikian, kalau kita berhasil
memformulasikan Islam secara teoritis, banyak disiplin ilmu yang secara orisinal
dapat dikembangkan menurut konsep-konsep Al-Quran.

d) Mengubah pemahaman yang ahistoris menjadi historis.


Selama ini pemahaman kita mengenai kisah-kisah yang ditulis dalm Al-Quran
cenderung bersifat sangat ahistoris, padahal maksud Al-Quran menceritakan kisah-
kisah itu adalah justru agar kita berpikir historis.
e) Merumuskan formulasi-formulasi waktu yang bersifat umum menjadi formulasi-
formulasi yang spesifik dan empiris.
Misalnya, Allah mengecam sirkulasi keuntungan hanya di sekitar orang-orang
kaya saja. Secara spesifik, sebenarnya Islam mengecam monopoli dalam kehidupan
ekonomi-politik.(Hadiyanto, Andy, dkk. 2016:231)

Daftar Pustaka
Harun. 2017. Fiqh Muamalah. Surakarta : Muhammadiyah University Press.
Zuhairini, et.al. 2004. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Hadiyanto, Andy, dkk. 2016. Pendidikan Agama Islam Cetakan I. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi.
[ONLINE]https://dokumen.tips/documents/bagaimana-islam-menghadapi-tantangan-
modernisasi.html.20-5-2018.19.00

[ONLINE] https://id.wikipedia.org/wiki/Modernisasi.26-5-2018.11.00.

Anda mungkin juga menyukai