Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

D DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CKD STADIUM 5 DAN MASALAH KEPERAWATAN PRIORITAS
KELEBIHAN VOLUME CAIRAN DI PAVILIUN 11
RSK ST. VINCENTIUS A PAULO SURABAYA

Oleh:
Fransiskus Xaverius Meku 201504016
Melisa Suyatno 201504041
Natalia Sulasikin Sii 201504043

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KATOLIK
ST. VINCENTIUS A PAULO
SURABAYA
2016
2
3

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Chronic Kidney Disease adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat


fatal dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lainnya dalam darah) (Smeltzer dan Bare, 2002). Gagal ginjal kronik terjadi
apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang
cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan dalam kedua ginjal ini irreversibel.
Eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran kemih, kerusakan vaskular akibat diabetes
melitus, dan hipertensi yang berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan
pembentukan jaringan parut pembuluh darah dan hilangnya fungsi ginjal secara
progesif ( Baradero,2008:124). Penyakit Gagal Ginjal kronik banyak menyerang
pasien berusia 20 sampai 40 tahun. Masalah keperawatan yang sering timbul adalah
gangguan pertukaran gas, nyeri akut, kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer,
intoleransi aktivitas dan kerusakan integritas kulit (Amin Hardi,2015: 16). Masalah
keperawatan yang sering terjadi salah satunya adalah kelebihan volume cairan, hal ini
berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi cairan dan
natrium.

Menurut datas Dinas Kesehatan kota Surabaya menunjukan pasien gagal


ginjal kronis secara umum di Rumah Sakit dan puskesmas terus meningkat sejak
2011. Pada tahun 2011 pasien gagal ginjal kronis usia 25-44 tahun berjumlah 112
orang, usia 45-64 tahun berjumlah 138 orang, usia 65 tahun keatas berjumlah 227
orang. Pada tahun 2012 pasien gagal ginjal bahkan berusia balita 1-4 tahun berjumlah
3 orang, usia 5-14 tahun berjumlah 7 orang, usia 15-44 tahun berjumlah 114 orang,
usia 45-54 tahun berjumlah 81 orang, usia 55-64 tahun berjumlah 87 orang, usia 65
tahun keatas berjumlah 58 orang. Sepanjang Januari sampai Mei 2013, pasien gagal
ginjal meningkat kembali terutama usia 45-64 tahun berjumlah 225 orang, mereka
yang berusia 65 tahun keatas berjumlah 167 orang (Riskesdas). Angka kejadian gagal
ginjal kronis di pavilium 11 dari bulan September 2015 sampai Januari 2016 adalah
22 kasus.

Penyebab utama gagal ginjal kronik adalah diabetes melitus, hipertensi dan
glomerulonefritis. Gagal ginjal kronik berbeda dengan gagal ginjal akut. Pada gagal
ginjal kronik, kerusakan ginjal bersifat progresif dan ireversibel. Progesi gagal ginjal
4

kronik melewati 4 tahap yaitu : penurunan cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal
ginjal dan end-stage renal disease ( Baradero.2008:124). terjadinya gagal ginjal
Kronik akibat rusaknya unit nfron sehingga menyebabkan fungsi ginjal sebagai
filtrasi menjadi terganggu. Jika nefron telah mngalami kerusakan maka pada tubuh
seseorang akan mengalami uremia shinga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak
dapat dipertaankan lagi (Price, 2005:914). Komplikasi yang ditumbulkan dari gagal
ginjal kronik meliputi ketidakseimbangan cairan-berlebihan cairan atau penipisan
volume vaskuler, komplikasi akibat ketidakseimbangan elektrolit-disritmia jantung,
kejang, komplikasi kardiovaskuler (gagal jantung kongesif, hipertrofi, aritmia dan
henti jantung) , perdarahan, anemia ( Betz, Cecily, 2002: 403). Masalah keperawatan
yang sering timbul adalah gangguan pertukaran gas, nyeri akut, kelebihan volume
cairan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer, intoleransi aktivitas dan kerusakan integritas kulit (Amin
Hardi,2015: 16)

Menurut Arif Manjoer (2000) penatalaksanaan yang dilakukan pada klien


Gagal Ginjal Kronik optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam,
pada beberapa pasien Furosemid dosis besar (250 – 1000mg/ hari) atau diuretik loop
(bumetanid, asam ektakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, diet tinggi
kalori dan rendah protein. Fokus penanganan awal pasien Gagal Ginjal Kronik adalah
dengan mengendalikan gejala, mencegah komplikasi dan memperlambat progresi
gagal ginjal. Obat dipakai untuk mengendalikan hipertensi, mengatur elektrolit, dan
mengendalikan volume cairan intravaskular, persiapan dialisis dan progam
transpaltasi. Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah posisikan pasien untuk
memaksilamkan ventilasi, pantau adanya suara nafas tambahan, monitor masukan
cairan dan hitung jumlah energi, monitor adanya parastesia, observasi kuit akan
adanya laserasi, observasi perubahan vital sign (Amin Hardi, 2015: 16).

1.2 Rumusan Masalah


1. Data fokus apa sajakah pada asuhan keperawatan gagal ginjal kronik di paviliun
11 RSK St.Vincentius a Paulo Surabaya?
2. Diagnosa keperawatan apa sajakah pada asuhan keperawatan gagal ginjal
kronik di paviliun 11 RSK St.Vincentius a Paulo Surabaya?
3. Rencana keperawatan apa sajakah pada asuhan keperawatan gagal ginjal kronik
di paviliun 11 RSK St.Vincentius a Paulo Surabaya?
4. Bagaimana evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan gagal ginjal kronik
di paviliun11 RSK St.Vincentius a Paulo Surabaya?
5

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan gagal ginjal kronik di
paviliun11 RSK St.Vincentius a Paulo Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui data fokus pada asuhan keperawatan gagal ginjal kronik di
paviliun 11 RSK St.Vincentius a Paulo Surabaya.
2. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan gagal ginjal
kronik di paviliun 11 RSK St.Vincentius a Paulo Surabaya.
3. Untuk mengetahui intervensi pada asuhan keperawatan gagal ginjal kronik di
paviliun 11 RSK St.Vincentius a Paulo Surabaya.
4. Menilai keberhasilan intervensi yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal
kronik di paviliun 11 RSK St.Vincentius a Paulo Surabaya
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Mengaplikasikan teori Imogene M.King (1971) yaitu berfokus pada prinsip
human being dengan goal attainment (pencapaian tujuan)., selain itu teori ini sangat
penting pada kolaborasi antara tenaga kesehatan profesional.
1.4.2 Manfaat Praktis
Menambah wawasan dan pengalaman mahasiswa dan mahasiswi dalam
memberikan asuhan keperawatan pasien dengan gagal ginjal kronik di paviliun 11
RSK St.Vincentius a Paulo Surabaya.
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis


2.1.1 Pengertian
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun) (Price, 2005:912).
Merupakan penyakit ginjal tahap akhir dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolism, keseimbangan cairan dan elektrolit serta mengarah
pada kematian. (Padila, 2012:246)
Progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
terjadi uremia (Smeltzer, 2002).

Gambar 1. Ginjal pada gangguan gagal ginjal kronik

2.1.2 Etiologi
1) Diabetes mellitus
2) Glumerulonefritis kronis
3) Pielonefritis
4) Hipertensi tak terkontrol
5) Obstruksi saluran kemih
6) Penyakit ginjal polikistik
7) Gangguan vaskuler
8) Lesi herediter
9) Agen toksik (timah, cadmium, dan mercuri)
(Smeltzer, 2002:1448)
10) Litiasis (Batu Ginjal)
11) Lupus, intoksikasi (keracunan)
(Buku Panduan Pelatihan Untuk Pasien Dengan Peritoneal)
7

2.1.3 Stadium Gagal Ginjal Kronik


Perjalanan klinis umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu :
1) Stadium I
Stadium pertama disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini
kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan pasien asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban kerja yang berat pada
ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan
tes GFR yang teliti.
2) Stadium II
Stadium kedua perkembangan tersebut disebut inufisiensi ginjal, bila lebih dari
75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal). Pada
tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda-beda, bergantung pada kadar protein dalam
makanan. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga meningkat melebihi kadar
normal. Pada stadium ini mulai timbul gejala-gejala nokturia dan poliuria. Gejala
ini timbul ssebagai respon stres dan perubahan makanan atau minuman yang
tiba-tiba.
3) Stadium III
Stadium ketiga dan stadium akhir gagal ginjal progresif disebut penyakit ginjal
stadium akhir (ESRD) atau uremia. ESRD terjadi apabila sekitar 90% dari massa
nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron yang masih utuh. Pasien
mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup
lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urine
menjadi isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap besar 1,010.
Pasien biasanya menjadi oligurik karena kegagalan glomerulus, meskipun proses
penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal.
(Price, 2005:913-914)

Gambar 2. Stadium kerusakan ginjal


2.1.4 Manifestasi Klinik
2.1.4.1 Kardiovaskuler
8

1) Hipertensi
2) Pitting Edema
3) Edema Periorbital
4) Pembesaran Vena Leher
5) Friction Rub Pericardial
2.1.4.2 Pulmoner
1) Krekels
2) Nafas Dangkal
3) Kusmaul
4) Sputum Kental Dan Liat
2.1.4.3 Gastrointestinal
1) Anoreksia, Mula Dan Muntah
2) Perdarahan Saluran GI
3) Ulserasi Dan Perdarahan Pada Mulut
4) Konstipasi, Diare
5) Napas Berbau Ammonia
2.1.4.4 Musculoskeletal
1) Kram Otot
2) Kehilangan Kemampuan Otot
3) Fraktur Tulang
4) Foot Drop
2.1.4.5 Integument
1) Warna Kulit Abu-Abu Mengkilat
2) Kulit Kering, Bersisik
3) Pruritus
4) Ekimosis
5) Kuku Tipis Dan Rapuh
6) Rambut Tipis Dan Kasar
2.1.4.6 Reproduksi
1) Amenore
2) Atrofi Testis(Smeltzer, 2002:1450)
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlakukan pemeriksaan penunjang baik
pemeriksaan laboratorium maupun radiologi.
2.1.5.1 Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi GGK.
1) Foto polos abdomen
9

Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
2) Pielografi Intra Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai
system pelviokalises dan ureter.
3) USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih serta
prostat.
4) Renogram
Menilai fungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan (vascular, parenkim,
ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
5) Pemeriksaan radiologi jantung
Mencari kardiomegali, efusi pericardial.
6) Pemeriksaan radiologi tulang
Mencari osteodistrofi (terutama falanks/jari), klasifikasi metastatic.
7) Biopsi ginjal
Dilakukan bila ada keraguan diagnostic GGK, atau perlu diketahui etiologinya.
2.1.5.2 Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan ureum darah atau nitrogen urea darah
Dapat juga dipakai sebagain test penguji faal glomerulus, tetapi harus diingat
beberapa hal yaitu: pengolahan ureum dalam ginjal dipengaruhi tubulus, produksi
ureum dipengaruhi faal hati, absorbs protein dari makanan diusus ataupun dari
darah yang mungkin ada diusus karena perdarahan kecil-kecil.
2) Asam urat darah
Perlu diperiksa karena dapat meningkat sekunder oleh karena GGK sendiri tetapi
dapat pula meningkat karena gout yang dapat menyebabkan nefropati dan batu
saluran kemih.
3) Pemeriksaan darah rutin
Dapat menunjukan anemia, dan harus ditetapkan dengan pemeriksaan lanjutan
bahwa anemia ini memang hanya berasal dari GGK.
4) Kadar glukosa darah
Gangguan metabolise karbohidrat dapat terjadi pada GGK sehingga kadar glukosa
darah perlu dinilai.
(Soeparman, 1994: 353)
2.1.6 Komplikasi
1) Anemia
2) Neuropati perifer
10

3) Gangguan lipid
4) Disfungsi trombosit
5) Edema paru
6) Ketidakseimbangan elektrolit
7) Disfungsi seksual
(Kimberli,2011:262)
2.1.7 Penatalaksanaan
2.1.7.1 Konservatif
1) Hemodialisis atau dialisis peritoneum
2) Diet rendah protein (dengan dialisis peritenium,tinggi protein) tinggi kalori,
rendah natrium, rendah fosfor, dan rendah kalium
3) Pembatasan cairan
4) Tirah baring jika letih
2.1.7.2 Pengobatan
1) Diuretik(loop diuretic)
2) Glikosida jantung
3) Antihipertensif
4) Antiemetik
5) Suplemen zat besi dan folat
6) Eritropoitin
7) Antipruritik
8) Suplemen vitamin dan asam amino esensial
9) Pembuatan akses vaskuler untuk dialisis
2.1.7.3 Pembedahan
1) Kemungkinan transplantasi ginjal
(Kimberli,2011:263)
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Identitas
Pengkajian identitas meliputi nama, usia: gagal ginjal kronik terjadi terutama
pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin
tetapi 70 % pada pria, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat, penanggung
jawab.
2.2.2 Keluhan Utama
Buang air kecil sedikit, bengkak/edema pada ekstremitas, perut kembung,
sesak. (Doenges, 1999:626)
11

2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Gangguan pernapasan, anemia, hiperkalemia, anoreksia, tugor pada kulit jelek,
gatal-gatal pada kulit, asidosis metabolik.
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Glumeluronefritis, infeksi kronis, penyakit vaskular (nefrosklerosis), proses
obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen nefrotik
(aminoglikosida), penyakit endokrin (diabetes) (Doenges, 1999:626)
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat DM keluarga (resti GGK), nefritis herediter
(Padila, 2012:253)
2.2.6 Respon Psikososial
Pasien mengalami perasaan tak berdaya, tak ada harapan. Tak mampu bekerja
dan mempertahankan fungsi peran dalam keluarga (Padila, 2012:251)
2.2.7 ADL
2.2.7.1 Nutrisi
Peningkatan BB cepat akibat edema. Pasien mengalami anoreksia akibat rasa
tak sedap pada mulut (pernapasan amonia), nyeri ulu hati, mual muntah.
2.2.7.2 Eliminasi
Pasien mengalami penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, hipertimpani,
diare atau konstipasi.
2.2.7.3 Aktivitas, istirahat
Pada GGK, pasien mengalami gangguan tidur karena pasien mengalami
somnolen atau gelisah, kelelahan ekstrem, kelemahan.
2.2.8 Hygiene Personal
Hygiene personal sendiri atau dibantu oleh orang lain.
(Padila, 2012:251)
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.8.1 B1 (breathing)
Dispnea, takipnea, pernapasan kussmaul, pernapasan amonia
2.8.2 B2 (blood)
Palpitasi, nyeri dada (angina), disritmia jantung, hipotensi ortostatik, friction
rub pericardial, sianosis.
2.8.3 B3 (brain)
Penurunan kesadaran, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori,
stupor, koma, kejang, fasikulasi otot, nyeri panggu, sakit kepala, gelisah.
2.8.4 B4 (bladder)
Oliguria, anuria
12

2.8.5 B5 (bowel)
Hipertimpani, diare atau konstipasi, anoreksia, mual muntah.
2.8.6 B6 (bone)
Kelemahan otot, penurunan rentang gerak.
2.8.7 Integumen
Kulit kering, pruritis, ekimosis, kuku rapuh dan tipis, rambut tipis dan kasar.
2.8.8 Reproduksi
Penurunan libido, amenore, infertilitas, artrofi testis.
(Padila, 2012:251)
2.9 Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan cairan di paru.
2) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume resiko, kerja miokardial,dan
tahanan vaskular sistemik. Gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung,
Akumulasi toksin, kalsifikasi jaringan lunak
3) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan perunuran suplai oksigen ke otak,
penekanan produksi entropoietin, gangguan faktor pembekuan, peningkatan
kerapuhan kapiler.
4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulator (gagal
ginjal) dengan retensi air.
5) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual-
muntah, ulkus mukosa mulut.
6) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy
metabolic/pembatasan diet, anemia.
7) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolik, sirkulasi (anemia dengan iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati
perifer), gangguan turgor kulit (edema/dehidrasi), penurunan aktivitas
mobilisasi, akumulasi toksin dalam kulit
8) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi konsep
9) Ketidakpatuhan (kepatuhan, perubahan) berhubungan dengan sistem nilai
pasien: keyakinan kesehatan, pengaruh budaya, perubahan mental; menolak
sistem pendukung/sumber, kompleksitas, biaya, efeksamping.
(Doenges, 2010: 1069-1070)
13

2.10 Rencana Asuhan Keperawatan


1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan cairan di paru
Tujuan : Pasien akan menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat.
Intervensi:
1. Posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi.
R/Dengan posisi begitu akan mempertahankan terbukanya jalan nafas dan
memudahkan respirasi oleh karena menurunkan tekanan diafragma.
2. Berikan istirahat yang adekuat dengan mengurangi kegaduhan ,pencahayaan
serta berikan kehangatan dan kenyaman pada pasien.
R/dengan meningkatkan istirahat akan mengurangi kesukaran pernafasaan
yang berhubungan dengan GGK.
3. Lakukan pemeriksaan BGA dan catat hasilnya.
R/Untuk mengetahui kadar oksigen dalam tubuh.
4. Kolaborasi dalam pemberian oksigen sesuai hasil BGA
R/Pemberian oksigen meningkatkan kadar oksigen yang adekuat.
5. Observasi pernafasaan pasien normal ,tidak muncul sianoasis dan tidak tampak
sesak.
R/Pernafasaan yang normal 16-20x/menit,pasien yang tidak tampak sianosis
dan sesak mengindikasikan pertukaran gas yang adekuat dalam paru.
(Doenges, 2010: 368-373)
2) Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume resiko, kerja miokardial,
dan tahanan vaskular sistemik. Gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung, Akumulasi toksin, kalsifikasi jaringan lunak
Faktor resiko : Ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume resiko, kerja
miokardial,dan tahanan vaskular sistemik.Gangguan frekuensi,
irama, konduksi jantung, Akumulasi toksin, kalsifikasi jaringan
lunak
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan curah jantung dengan bukti TD dan
frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan
sama dengan waktu pengisian kapiler.
Intervensi:
MANDIRI
1. Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema perifer/kongesti
faskular dan keluhan dispnea.
14

R: S3/S4 dengan tonus mufled, takikardia, frekuensi jantung tak teratur,


takipnea, dispnea, gemerisik, mengi, dan edema/distensi jugular menunjukan
GGK.
2. Kaji adanya derajat hipertensi: awasi TD; perhatikan perubahan postural.
R: hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron renin-
angiostensin. Hipotensi ortostatik dapat terjadi sehubungan dengan defisit
cairan, respon terhadap obat antihipertensi, atau temponade perikardial uremik.
3. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, radiasi, beratnya, dan apakah
tidak menetap dengan inspirasi dalam dan posisi terlentang.
R: Hipertensi dan GJK dapat menyebabkan IM, kurang lebih pasien GGK
dengan dialisis mengalami perikarditis, potensial resiko efusi perikardial.
4. Evaluasi bunyi jantung, TD, nadi perifer, pengisian kapiler, kongeti vaskular,
suhu, dan sensori mental.
R: Adanya hipertensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penyempitan tekanan nadi,
penurunan nadi perifer, distensi jugular, pucat, dan penyimpangan mental
menunjukkan tamponade, yang merupakan kedaruratan medik.
5. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GJK juga anemia.
KOLABORASI
1. Awasi pemeriksaan lab (elektrolit), BUN dan foto dada.
R: Ketidakseimbangan dapat mengganggu konduksi elektrial dan fungsi
jantung, serta berguna dalam mengidentifikasi terjadinya gagal jantung atau
klasifikasi jaringan lunak.
2. Berikan obat antihipertensi, contoh prazozin (Minipres), kaptopril (capoten),
klonodin (catapres), hidralazin (apresoline).
R: Menurunkan tahanan vaskular sistemik dan atau pengeluaran renin untuk
menurunkan kerja miokardial dan membantu mencegah GJK dan /atau IM.
3. Bantu dalam perikardiosentesis sesuai indikasi.
R: Akumulasi cairan dalam kantung perikardial dapat mempengaruhi pengisian
jantung dan kontraktilitas miokardial mengganggu curah jantung dan potensial
risiko henti jantung.
4. Siapkan dialisis.
R: penurunan ureun toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan
kelebihan cairan dapat membatasi atau mencegah manifestasi jantung, termasuk
hipertensi dan efusi perikardial.
(Doenges, 2010: 133-140)
15

3) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke otak,


penekanan produksi entropoietin, gangguan faktor pembekuan, peningkatan
kerapuhan kapiler.
Faktor resiko : perunuran suplai oksigen ke otak, penekanan produksi entropoietin,
gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan kapiler.
Hasil yang diharapkan : Tidak ada gejala/tanda pendarahan, Mempertahankan/menunjukkan
perbaikan nilai laboratorium.
MANDIRI
1. Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan. Observasi takikardia,
kulit atau membran mukosa oral, pucat dispnea, dan nyeri dada. Rencanakan
aktivitas pasien untuk menghindari kelelahan.
R: Dapat menunjukan anemia, dan respons jantung untuk mempertahankan
oksigenasi sel.
2. Awali tingkat kesadaran dan perilaku.
R: Anemia dapat menyebabkan hipoksia serebral dengan perubahan mental,
orientasi, dan respons perilaku.
3. Evaluasi respons terhadap aktifitas, kemampuan untuk melakukan tugas. Bantu
sesuai kebutuhan dan buad jadwal untuk istirahat.
R: Anemia menurunkan oksigenasi jaringan dan meningkatkan kelelahan,
sehingga memerlukan intervensi, perubahan aktivitas, dan istirahat.
4. Batasi contoh vaskular, kombinasikan tes laboratorium bila mungkin.
R: Pengambilan contoh darah berulang/kelebihan dapat memperburuk anemia.
5. Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, perdarahan/area
ekimosis karena trauma kecil , petekie; pembengkakan sendi atau membran
mukosa, contoh perdarahn gusi, epistaksis berulang, hematemesis, melena, dan
urine merah/berkabut.
R: Perdarahan dapat terjadi dengan mudah karena kerapuhan kapiler/gangguan
pembekuan dan dapat memperburuk anemia.
6. Hematemesis sekresi GI/darah feses.
R: Stres dan abnormalita hemostatik dapat mengakibatkan perdarahan GI.
7. Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik; gunakan jarum kecil bila mungkin
dan lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan atau penusukan
vaskular.
R: Menurunkan resiko perdarahan/pembentukan hematoma.
KOLABORASI
1.Awali pemeriksaan laboratorium, contoh;
Hitung darah lengkap: SDM, Hb/Ht
16

R: Uremia (contoh peningkatan amonia, urea, atau toksin lain) menurunkan


produksi eritropoetin dan menekan produksi SDM dan waktu hidupnya. Pada
gagal ginjal kroni, hemoglobin dan hematokrit biasanya rendah tetapi
ditoleransi; contoh pasien tidak menunjukan gejala sampai Hb di bawah 7.
2. Jumlah trombosit, faktor pembekuan
R: Penekanan pembentukan trombosit dan ketidakadekuatan kadar faktor III
dan VIII mengganggu pembekuan dan potensional risiko perdarahan. Catatan:
Perdarahan dapat menjadi sulit teratasi pada tahap akhir penyakit.
3. Kadar PT.
R: Konsumsi protrombin abnormal menurunkan kadar serum dan mengganggu
pembekuan.
4. Berikan transfusi darah.
R: diperlukan bila pasien mengalami anemia simptomatik.
5. Berikan obat sesuai indikasi
- Sediaan besi, asam folat (Folfite); sianokobalamin (betalin).
R: Untuk memperbaiki gejala anemia sehubungan dengan kekurangan nutrisi
karena dialisis.
- Simetidin (Tagament): ranitidin (Zantac): antasida
R: Diberikan secara profilaktik untuk menetralkan asam lambung dan
menurunkan resiko pendarahan GI.
- Hemastatik/penghambat fibrinolisis, cth asam aminokaproik (Amicar)
R: Menghambat pendarahan yang tidak reda secara spontan terhadap
pengobatan biasa.
- Pelunak feses (Colace); laksatif bulk (Metamucil)
R: mengejan terhadap feses bentuk keras meningkatkan pendarahan mukosa
rektal.
(Doenges, 2010:456-460)
4) Kelebihan Volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulator (gagal
ginjal) dengan retensi air.
Hasil yang diharapkan : menunjukkan haluran urine tepat dengan berat jenis/hasil
laboratorium mendekati nomal; berat badan stabil, tanda vital
dalam batas normal; tak ada edema
Intervensi
1. Awasi denyut jantung, TD, dan CVP.
R/takikardi dan hipertensi terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan
urine. Pembatasan cairan berlebih selama mengobati hipovolemia/hipotensi
17

atau perubahan fase oliguria gagal ginja, dan atau perubahan pada sistem
renin-angiotensi.
2. Catat pemasukan dan pengeluaran akurat, termaksud cairan “tersembunyi”
seperti aditif antibiotik. Ukur kehilangan GI dan perkirakan kehilangan tak
kasat mata, contoh berkeringat.
R/perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan, dan
penerunuan resiko kelebihan cairan.
3. Awasi berat jenis urin
R/mengukur kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin. Pada gagal
intrarenal, berat jenis biasanya sama atau kurang dari 1,010 menunjukkan
kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine
4. Rencanakan penggantian cairan pada pasien, dengan pembatasan multipel.
Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam. Berikan bervariasi contoh
panas, dingin ,dan beku
R/membantu menghindari periode tampa cairan, meminimalkan kebosanan
pilhan yang terbatas dan menurunkan rasa kekurangan dan haus
5. Timbang berat badan tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama
R/penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan terbaik.
Peningkatan berat badan lebih dari 0.5 kg /hari diduga ada retensi cairan.
6. Kaji kulit, wajah, area tergantung pada edema. Evaluasi derajat edema (pada
skala +1 sampai +4)
R/edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh, contoh
tangan, kaki, area lumbosakral. Berat badan pasien dapat menigkat sampai 4,5
kg cairan sebelum edema piting terdeteksi. Edema periorbital dapat
menunjukkan tanda perpindaan cairan ini, karena jaringan rapuh ini mudah
terdistensi oleh akkumulasi cairan walaupun minimal.
7. Aukultasi paru dan bunyi jantung
R/kelebihan cairan dapat menimbulkan edema paru dan GJK dibuktikan oleh
tterjadinya bunyi nafas tambhan, bunyi jantung ekstra.
8. Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, dan adanya kegelisaan.
R/ dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin, asidosis, ketidak
sehimbanag elektrolit, atau terjadinya hipoksia.
9. Kolaborasi
Dalam memperbaiki penyebab yang dapat kembali karena GGA, contoh
memperbaiki perfusi ginjal, memaksimalkan curah jantung, menghilangkan
obstruksi melalui pembedahan.
18

R/ mampu mengembalikan kefungsi normal dari disfungsi ginjal atau


membatasi efek residu.
(Doenges, 2010:365-361)
5) Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual-muntah, ulkus mukosa mulut.
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan atau meningkatkan berat badan seperti
yang diindikasikan oleh situasi individu.
Intervensi :
1. Kaji atau catat pemasukan diet
R/ membantu dalam mengidentifikasikan defesiensi dan kebutuhan diet.
Kondisi fisik umum, gejala uremik dan pembatasan diet multipek
mempengaruhi pemasukan makanan.
2. Berikan makanan sedikit dan sering.
R/ meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status
uremik/menurunnya peristaltic.
3. Berikan pasien atau orang terdekat daftar makanan atau cairan yang diijinkan
dan dorong terlibat dalam pilihan menu.
R/ memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dari
rumah dapat meningkatklan nafsu makan.
4. Tawarkan perawatan mulut sering atau cuci dengan larutan 25% cairan asam
asetat. berikan permen karet, permen keras, penyegar mulut diantara makanan.
R/ mencegah membrane mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut
menyejukan, membantu menyegarkan rasa mulut, dan pencucian dengan asam
asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea.
5. Timbang berat badan tiap hari
R/ perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukan perpindahan keseimbangan
cairan.
6. Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium, contohnya: BUMN, albumin serum,
transferin, natrium dan kalium.
R/ indicator kebutuhan nutrisi, pembatasan, dan kebutuhan efektifitas terapi.
(Doenges, 2010:550-557)
6) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy
metabolic/pembatasan diet, anemia.
Hasil yang diharapkan : melaporkan perbaikan rasa berenergi, berpatisipasi pada
aktifitas yang diinginkan.
Intervensi :
19

1. Evaluasi laporan kelelahan, kesulitan menyelesaikan tugas. Perhatikan


kemampuan tidur atau istirahat dengan tepat.
R/ menentukan derajat (berlanjutnya atau perbaikan) dari efek dari
ketidakmampuan.
2. Rencanakan periode istirahat yang adekuat
R/ mencegah kelelahan berlebihan dan menyimpan energy untuk
penyembuhan, regenerasi jaringan.
3. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi.
R/ mengubah energy, memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan/
normal, memberikan keamanan pada px.
4. Kolaborasi
Awasi kadar elektrolit termasuk kalsium, magnesuium dan kalium.
R/ ketidakseimbangan dapat mengganggu fungsi neuromuscular yang
memerlukan peningkatan penggunaan energy untuk menyelesaikan tugas dan
potensial dan perasaan lelah.
(Doenges, 2010: 330-336)
7) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
status megtabolik, sirkulasi (anemia dengan iskemia jaringan) dan sensasi
(neuropati perifer), gangguan turgor kulit (edema/dehidrasi), penurunan
aktivitas mobilisasi, akumulasi toksin dalam kulit
Faktor risiko: Gangguan status megtabolik, sirkulasi (anemia dengan iskemia
jaringan) dan sensasi (neuropati perifer).
Gangguan turgor kulit (edema/dehidrasi)
Penurunan aktivitas mobilisasi
Akumulasi toksin dalam kulit
Hasil yang diharapkan: Mempertahankan kulit utuh.
Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit.
MANDIRI
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular. Perhatikan
kemerahan, ekskorisasi. Observasi terhadap ekimosis, purpura.
R:Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat
menimbulkanpembentukan dekubitus/infeksi.
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.
3. Inspeksi area tergantung pada edema.
R: Jaringan edema cendrung rusak/robek.
20

4. Ubah posisi lebih sering; gerakkan pasien dengan perlahan, beri bantalan pada
tonjolan tulang dengan kulit domba, pelindung siku
R: Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik vena stasis
terbatas/pembentukan edema.
5. Berikan perawatan kulit.Berikan salep atau krim.
R: Salep atau krim menghilangkan kering dan sobekan kulit.
6. Pertahankan linen kering. Bebas keriput.
R: Mengurangi iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.
7. Selidiki keluhan gatal.
R: Gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute ekskresi untuk produk sisa.
8. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan (daripada garukan) pada area pruritus.
R: menghilangkan ketidaknyamannan dan menurunkan risiko cedera dermal.
9. Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab
pada kulit.
KOLABORASI
1. Berikan matras busa/flotasi
R: Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi perfusi
selular yang menyebabkan iskemia/nekrosis.
(Doenges, 2010:763-768)
8) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi konsep
Hasil yang diharapkan: Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan
pengobatan.
Melakukan dengan benarprosedur yang perlu dan
menjelaskan alasan tindakan.
Menunjukan perubahan pola hidup yang perlu.
Berpartisipasi dalam program pengobatan.
MANDIRI
1. Kaji ulang proses penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.
R: Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan
informai.
2. Kaji ulang pembatasan diet, termasuk fosfat dan magnesium.
21

R: Pembatasan fosfat merangsang kelenjar paratiroid untuk pergeseran kalsium


dari tulang dan akumulasi magnesium dapat mengganggu fungsi neurologis dan
mental.
3. Diskusikan masalah nutrisi lain, seperti pengaturan masukan protein sesuai
dengan tingkat fungsi ginjal.
R: Metabolit yang terakumulasi dalam darah menurunkan hampir secarfa
keseluruhan dari katabolisme protein; bila fungsi ginjal menurun, protein dibatasi
proporsinya.
4. Dorong pemasukan kalori tinggi, khususnya dari karbohidrat.
R: Penyimpanan protein, mencegah penggunaan dan memberikan energi.
5. Diskusikan terapi obat, termasuk tambahan kalsium dan ikatan fosfat, seperti
antasida auminium hidroksida (amfogel, Basagel) dan menghindari magnesium
(milanta).
R: Mencegah komplikasi serius weperti penurunan absorpsi foafat dari traktus GI
dan pengiriman kalsium untuk mempertahankan kadar normal serum, menurunkan
risiko demineralisai tulang, tetani.
6. Tekankan pentingnya membaca semua label produk (obat dan makanan) dan
tidak meminum tanpa menanyakan pada pemberi perawatan.
R: Sulit untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit bila pemasukan
eksogenus bukan faktor dalam pembatasan diet.
7. Kaji ulang tindakan untuk mencegah pendarahan.
R: mencegah risiko sehubungan dengan faktor penurunan jumlah trombosit.
8. Instruksikan dalam observasi diri dan pengawasan TD, termasuk jadwal istirahat
sebelum mengukur TD< menggunakan lengan/posisi yang sama.
R: Insiden hipertensi meningkat pada GGK, sering memerlukan penaganan dengan
obat antiohipertensi, perlu observasi ketat terhadap efek pengobatan.
9. Waspadakan tentang terpajan pada suhu eksternal ekstrem.
R: Neuropati perifer dapat terjadi, khususnya pada ekstremitas bawah,
mengganggu sensasi perifer dan potensial resiko cedera jaringan.
10. Buat program latihan rutin, dalam kemampuan individu; menyelingi periode
istirahat dengan aktivitas.
R: Membantu mempertahankan tonus otot dan kelenturan sendi. Menurunkan
resiko akibat imobilisasi.
11. Perhatikan masalah seksual.
R: Efek fisiologis uremia/ terapi antihipertensidapat mengganggu hasrat seksual.
22

12. - Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik segera :
demam derajat rendah, menggigil, perubahan karakteristik urine/sputum,
pembengkakan jaringan/drainase, ulkus/oral.
R: Depresi sistem imun, anema, malnutrisi, semua meningkatkan resiko infeksi.
- Kesemutan pada jari, kram otot, spasme karpopedal.
R: Uremia dan penurunan absorpsi kalsium dapat menimbulkan neuropati perifer.
- Pembengkakan sendi/nyeri tekan, penurunan ROM, kekuatan otot menurun
R: Hiperfosfatemia dengan pergeserean kalsium dapat mengakibatkan deposisi
kelebihan fosfat kalsium sebagai klasifikasi dalam sendi dan jaringan
lunak.
- Sakit kepala, penglihatan edema periorbital/sakral, “mata merah”
R: Dugaan terjadinya/kontrol hipertensi yang buruk, dan perubahan pada mata
yang disebabkan oleh kalsium.
13.Kaji ulang straregi untuk mencegah konstipasi, termasuk pelunak feses
(Colace) dan aksatif bulk (Metamucil) tetapi menghindari magnesium (susu
magnesia)
R: Menurunkann pemasukan cairan, perubahan pola diet, dan penggunaan produk
ikatan fosfat sering mengakibatkan konstipasi yang tidak responsif terhadap
intervensi non medikal. Peenggunaan produk mengandung magnesium
meningkatkan resiko hipermagnesia.
(Doenges, 2010:479-484)
9) Ketidakpatuhan (kepatuhan, perubahan) berhubungan dengan sistem nilai
pasien: keyakinan kesehatan, pengaruh budaya, perubahan mental; menolak
sistem pendukung/sumber, kompleksitas, biaya, efeksamping.
Hasil yang diharapkan: Menyatakan pengetahuan akurat tentang panyakit dan
pemahamam program terapi.
Berpartisipasi dalam pembuatan tujuan dan rencana
pengobatan.
Membuat pilihan pada tingkat kesiapan berdasarkan
informasi yang akurat.
Mengidentifikasi/ menggunakan sumber yang tepat.
MANDIRI
1. Yakinkan presepsi pasien/orang terdekat terhadap situasi dan konsekuensi
perilaku.
R: Memberikan kesadaran bagaimana pasien memandang penyakitnya sendiridan
program peengobatan dan membantu memahami masalah pasien.
2. Tentukan sistem nilai (keyakinan perawatan kesehatan dan nilai budaya)
23

R: Program terapi mungkin tidak sesuai dengan pola hidup sosial/udaya, dan rasa
tanggung jawab/ peran pasien.
3. Mendengar dengan aktif pada keluhan pasien.
R: Menyampaikan pesan masalah, keyakina pada kemampuan individu dan
mengatasi situasi secara positif.
4. Identifikasi perilaku yang mengindikasikan kegagalan untuk mengikuti program
pengobatan.
R: Dapat memberikan informasi tentang alasan kurangnya kerja sama dan
memperjelas area yang memerlukan pemecahan masalah.
5. Kaji tingkat ansietas, kemampuan kontrol, perasaan tak berdaya.
R: Tiangkat ansietas berat mempengaruhi pasien mengatasi situasi.
6. Tentukan arti psikologis perilaku.
R: Pasien dapat menolak konisi fisik/ proses penyakit kronis tak dapat pulih; tahap
berkabung dan menunjukkan kemarahan, tingkah laku kasar, atau perilaku
menolak.
7. Evaluasi sistem pendukung/sumber yang digunakan oleh pasien. Anjurkan
pilihan yang tepat.
R: Adanya sistem pendukung yang adekuat membantu pasien untuk mengatasi
kesulitan penyakit lama.
8. kaji perilaku pemberian perawatan kesehatan pada pasien.
R: Pendekatan yang menghakimi dapat membuat kekuatan yang menjauhkan
pasien, menurunkan kemungkinan meningkatnya pengaruh.
9. Buat tujuan dengan pasien; modifikasi program sesuai kebutuhan.
R: Bila pasien telahh berpartisipasi dalam menyusun tujuan, rasa menguntungkan
mendorong kerjasama dan minat untuk menyatu dengan/bekerja dengan program.
10. Buat sistem pengawasan diri
R: Memberikan rasa kontrol, memampukan pasien untuk mengikuti kemajuan
sendiri dan membuat pilihan informasi.
11. Berikan umpan balik positif untuk upaya dalam terapi.
R: Meningkatkan harga diri, mendorong partisipasi dalam program selanjutnya.
REVIEW JOURNAL

“Impact of Education Program on Protein Balance among Hemodialysis


Patient”

No. Aspect Explain

1. References Magda A.M. Mansour, Hanan A.M. Youssef, Taghreed N.


Salameh and Ruba W. Yaseen. Impact of Education Program on
Protein Balance among Hemodialysis Patient. World Journal of
Medical Sciences 11 (1): 69-77, 2014 ISSN 1817-3055

© IDOSI Publications, 2014

DOI: 10.5829/idosi.wjms.2014.11.1.83320

2. Title Impact of Education Program on Protein Balance among


Hemodialysis Patient

3. The Aim 1. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien yang menjalani dialisis


tentang asupan protein
2. Menguji dampak dari program pendidikan terhadap
keseimbangan protein.
4. Methods Responden :

Sebanyak 40 pasien (pria dan wanita) di unit dialysis di King


Abdul Aziz Specialized - Rumah Sakit Taif
Design :

Quasi - eksperimental satu kelompok desain pretest - posttest


digunakan untuk mempelajari dampak dari
program pendidikan pada keseimbangan protein antara
pasien hemodialisis .
Criterion exclusion:

These patients had to meet the following eligibility criteria:

1). Diagnosis dan pengobatan dialisis dalam waktu satu tahun


2). Semua pasien harus di Saudi
3). Tingat Albumin dan protein rendah dan berlanjut dialisis tiga
kali seminggu
4). Semua pasien setuju secara sukarela untuk berpartisipasi dalam
penelitian
25

5). Berusia lebih dari 18 tahun


Procedure:

1) Setiap peserta diminta untuk mengisi dua kuesioner; satu


untuk data demografi dan yang kedua untuk menilai tingkat
pengetahuan tentang asupan protein.
2) Pengukuran status gizi menggunakan antropometri dan
pemeriksaan tes biokimia yang diperiksa sebelum dan setelah
pemberian program pendidikan.
3) Pemeriksaan ini terus dilakukan sampai tiga bulan

5. Result Hasil Menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan


dalam hasil pasien mengenai asupan protein, kadar albumin,
urea, kreatinin dan pengukuran antropometri. Dimana skor post-
test mengenai asupan protein rata-rata mingguan (rata pra = 64,3;
pasca - rata = 73 , P = 0,05). Dalam hal pengukuran antropometri
ada penurunan yang signifikan dalam pasca - pengukuran Mid –
lingkar lengan ( Pre - ukuran = 27,9 ; pasca - ukuran = 27,1 , P <
0,05 ). Tingkat albumin pasca pendidikan telah meningkat
menjadi 3.6mg / dl ± 0,4 yang signifikan untuk pra - pendidikan
intervensi ( p = 0,007 ) dan tingkat satu bulan ( p = 0,005 ) dan
tingkat dua bulan ( p = 0,003 ). Pasca tes hoc menggunakan
koreksi Bonferroni mengungkapkan bahwa program pendidikan
memiliki signifikansi statistik di tingkat Urea dari pra intervensi -
pendidikan untuk tes bulan pertama ( p = 0,009 ) , bulan kedua (
p = 0,002 ) dan tiga tes bulan ketiga( p = 0,000 ) ( 8,7 ± 3 vs 6,2
± 4 vs 6 ± 3,5 vs 4,6 ± 2,3)
6. Summary Protein energi wasting ( PEW ) adalah hal yang umum pada
Review of the pasien dengan penyakit ginjal kronis ( CKD ) . PEW adalah salah
literature satu prediktor terkuat dari penyebab kematian pada pasien
dengan CKD . Malnutrisi merupakan hal yang lazim pada pasien
Hemodialisis di Taif, Arab Saudi , sehingga penelitian ini
bertujuan untuk menilai tingkat pengetahuan dialisis pasien
tentang asupan protein dan untuk menguji dampak dari program
pendidikan pada keseimbangan protein.
Conclusion
26

7 Nursing Pemberian pendidikan kesehatan tentang penyebab penyakit, diet


Applications DM dan CKD serta memotivasi pasien untuk melakukan
hemodialisa dapat membantu pasien untuk lebih memahami
tentang penyakit mereka, selain itu dengan pendidikan kesehatan
juga pasien mendapatkan keterampilan dalam merawat diri, serta
berperan aktif dalam rangka untuk meningkatkan kepatuhan dan
kualitas hidup pasien CKD yang menjalani hemodialisa.

Dalam aplikasi keperawatannya, untuk dapat mencapai hal


tersebut maka harus di tunjang dengan kejelasan materi program
yang diberikan, penggunaan bahasa yang sederhana sehingga
mudah dimengerti oleh pasien, dan juga ketersediaan waktu
perawat di lapangan untuk menjawab pertanyaan.
27

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN
Tanggal MRS : 7 Januari 2016 Jam : 10.41 WIB
Tanggal pengkajian : 7 Januari 2016 Jam : 17.00 WIB
No. RM : 29-55-XX
Diagnose masuk : CKD St. 5
Sumber data : Pasien
A. Identitas Pasien
1) Nama : Tn. D
2) Usia : 66 tahun
3) Jenis kelamin : Laki-laki
4) Status : Duda
5) Suku : Jawa- Indonesia
6) Pendidikan : SLTA
7) Agama : Kristen
8) Alamat : Surabaya
9) Pekerjaan : Pensiunan swasta
10) Penanggung jawab : Anak
B. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
Pasien mengungkapkan badan terasa lemas.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pada Tanggal 4 Januari 2016 pasien diantar oleh keluarga ke dokter spesialis
ginjal untuk kontrol dan oleh dokter pasien dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
laborat di laboratorium Pramita dengan hasil:
Jenis Komponen Hasil Nilai Normal
Pemeriksaan
Hemoglobin 10,8 g/dl 12,6-17,4 gr/dl
Eritrosit 3,63 106/µL 3,8-5,8 106/µL
Hematokrit 31,6 % 37-51%
Darah Lengkap MCV 87,1 fl 81-103 fl
MCH 29,7 pg 27,0 – 34,0 pg
MCHC 34,1 g/dl 31,0 – 37,0 g/dl
RDW 13,8 % 11,5-14,5 %
Leukosit 10.500 4.400-11.300
Eusinofil 4% 2-4 %
Basofil 2% 0-1 %
Neutrofil Batang 0% 3-5 %
Hitung Jenis Neutrofil Segmen 63 % 50-70 %
Limfosit 23 % 25-40 %
28

Monosit 8% 2-8 %
Trombosit 319.000 % 150.000-450.000/ µL
LED 110 % 0-20 mm/jam
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
BJ 1,015 1015-1025
PH 5,0 4,8-7,4
Protein Positif 3 (150 mg/dl) Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Normal <1
Urinalisis Nitrit Negatif Negatif
Darah Positif 1 Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Sedimen
Eritrosit 1-3 0-2
Lekosit 0-2 0-3
Epitel 0-1 5-15
Silinder Granular cast 0-2
Kristal Negatif
Lain-lain Negatif
Faal hati SGOT 16 0-37
SGPT 13 0-50
Profil Lemak Colesterol 134 <200 mg/dl
Trigliserida 228 <150 mg/dl
BUN/Urea N 101,0 8,0-23,0 mg/dl
Fungsi Ginjal Serum Kreatinin 10,0 0,8-1,3 mg/dl
Asam Urat 6,6 3,5-7,2 mg/dl
Gula Darah Gula Darah Puasa 120 <100 mg/dl
Gula darah 2 JPP 218 <140 mg/dl
Elektrolit Natrium 135 136-145 mEq/L
Kalium 4,6 3,5-5,1 mEq/L
Kalsium 6,0 8,8-10,2 mg/dl
Phospor Anorganik 5,0 2,6-4,5 mg/dl
Imonologi HBs Ag Non reaktif Non reaktif
Hepatitis Anti HBS Non reaktif Non reaktif
Anti HCV Non reaktif Non reaktif

TORCH dan STD Anti HIV Non reaktif Non reaktif

Dari hasil laborat dokter memberikan terapi


- Cedocard 5mg 3x1
- Alopurinol 10 mg 1-0-0
- Irbesartan 300 mg 1-0-0
- Lasix 40 mg 1-0-0
- Atorvatatin 10 mg 0-0-1
- Ketosteril 3x1
- Novorapid sebelum makan di rumah 8u
- Lavemir sebelum tidur 15 u
Dari hasil pemeriksaan dokter menyarankan pasien MRS untuk dilakukan
hemodialisa, dan oleh keluarga, pasien diantar ke RS. W. namun karena penuh
pasien diantarkan ke RS R namun di RS R juga penuh dan pasien dan keluarga
kembali ke rumah. Pada tanggal 6 Januari jam 18.00 pasien mual namun tidak
29

muntah sampai tanggal 7 Januari 2016 dan oleh keluarga pasien di antar ke RSK.
Pasien masuk lewat kantor terima dan dirawat di pavilium 11 jam 10.41. Keadaan
umum waktu masuk pasien baik, tidak pakai alat medis, akral hangat, nadi kuat,
tensi140/90 mmHg, nadi 88x/menit, RR 20 x/menit, suhu35,7 0C, BS acak jam 17.00
151 mg/dl, advis dokter pasien mendapatkan terapi Novorapid 2 IU extra, diet TKRP,
direncanakan akan dilakukan hemodialisa pada Tanggal 8 Januari 2016 Jam 07.30
dan dipasang CVC.

3) Riwayat penyakit dahulu


Pasien mengungkapkan menderita penyakit diabetes sejak 7 tahun yang lalu dan
hipertensi sejak 4 tahun lalu dan dirawat oleh dokter spesialis ginjal. Sejak saat itu
pasien rutin kontrol setiap bulan dan minum obat teratur. Akan tetapi pasien tidak
mengetahui nama dan jenis obat yang dikonsumsi.
4) Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengungkapkan dalam keluarganya tidak ada yang menderita sakit
hipertensi, jantung dan diabetes melitus.
5) Riwayat psikososial spiritual.
Pasien mengungkapkan tidak tahu tentang penyebab penyakit ginjal yang
dideritanya, pasien mengungkapkan dirinya menderita sakit kencing manis sejak 7
tahun yang lalu dan hipertensi sejak 4 tahun yang lalu. Saat sakit pasien rutin kontrol
setiap bulan ke dokter spesialis ginjal dan rutin minum obat. Pasien mengungkapkan
cemas karena sakitnya menyebabkan pasien kesulitan dalam memnuhi kebutuhan
dasar sehari-hari. Saat ditanya tentang tanda dan gejala penyakit ginjal yang
dideritanya, pasien tidak tahu. Hubungan pasien dengan keluarga baik hal ini
dibuktikan oleh selama di rumah sakit pasien dijaga oleh anak pasien dan pasien
sering bercerita dengan anak dan pembantunya. Pasien selalu rutin berdoa, memohon
kesembuhan akan sakit yang dialami.
6) Riwayat alergi:
Pasien mengungkapkan tidak memiliki alergi terhadap obat, makanan maupun
debu.
C. Pola pemenuhan kebutuhan dasar
1) Nuritsi
Di rumah: Nafsu makan pasien baik, pasien tahu mengenai diet DM tetapi tidak
mau menjalankan diet DM. Pasien makan 3 kali sehari dengan menu nasi, sayur
dan lauk. Pasien suka mengkonsumsi makanan berlemak sepertu daging, dan
gorengan. Pasien mengungkapkan selama ini makan tidak memperhatikan asupan
30

yang ia makan. Pasien minum air putih 5-6 gelas/hari. BB: 96kg, TB: 170 cm,
IMT: 33,22 (obesitas).
Di rumah sakit: Pasien mengungkapkan mual sudah berkurang, makan sore ini 1
kali dengan porsi yang diberikan dari rumah sakit, pasien menghabiskan 1 porsi
makanan yang disajikan. Pasien mendapat diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah
Protein) dan Diet DM 1100 kalori rendah protein. Pasien minum 500cc/hari. Saat
dikaji sudah minum 400cc.
2) Eliminasi
Di rumah: Pasien mengungkapkan BAB secara mandiri setiap hari konsistensi
lembek, BAK 7-8 kali sehari warna kuning jernih namun sedikit- sedikit sejak 7
tahun yang lalu.
Di rumah sakit: Pasien sudah BAK dengan jumlah urin 100cc/3jam, warna kuning.
Selama di Rumah sakit pasien belum BAB. Balance cairan jam 14.00 + 20 cc.
3) Aktivitas dan istirahat
Di rumah: Dalam kesehariannya pasien hanya tinggal di rumah saja, pasien tidak
olahraga dan tidak jalan-jalan pagi. Pasien mengungkapkan di rumah hanya
makan, nonton tv, dan tidur. Pasien biasa tidur siang + 1 jam, pasien tidur pada
malam hari 4-5 jam pasien sering terbangun karena sering kencing dimalam hari.
Di rumah sakit:.Pasien hanya tiduran. Saat di Rumah sakit pasien belum tidur
siang.
4) Hygiene perseorangan
Di rumah: Pasien mandi 2 kali sehari, mengganti baju 2 kali sehari, pasien mandi
secara mandiri.
Di rumah sakit : pasien mandi 1 kali dan pasien dimandikan perawat.
5) Aman dan nyaman
Pasien mengungkapkan kadang masih merasa mual namun tidak muntah. Pasien
juga merasa badan terasa lemah.
D. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pasien tidak lemah, tingkat ketergantungan minimal.
2) Sistem Pernapasan
Bentuk dada simetris, retraksi dada sedang, tidak ada pernafasan cuping hidung.
Frekuensi pernafasan 22x/menit, SpO2: 98 % tanpa oksigen, suara nafas vesikuler
tidak ada suara nafas tambahan pada seluruh lapang paru, taktil fremitus sama
lobus kanan dan lobus kiri, perkusi dada sonor.
3) Sitem kardiovaskuler
31

TD : 110/90 mmHg, Nadi : 80x/menit, suhu: 36,6oC, CRT 3 detik, suara jantung
lup-dup di Ics 4-5 sinistra, akral teraba hangat, pucat dan kering, terdapat edema
periorbital, pitting edema +1 di kedua tungkai kaki, konjungtiva anemis, mukosa
bibir kering dan pucat
4) Sistem Persarafan
Kesadaran: kesadaran pasien komposmentis, GCS 4-5-6, pasien dapat merassakan
sensasi tajam dan tumpul, reflek patela +/+.
5) Sistem Perkemihan
Palpasi kandung kemih lembek, saat di perkusi pada lumbal 4 kiri dan kanan
terdapat nyeri.
6) Sistem Pencernaan
Mulut pasien kering, bising usus 14 kali/ menit, abdomen teraba supel, perkusi
timpani.
7) Sistem Muskuloskeletal
5 5
5 5

Ekstermitas atas sebelah kanan dan sebelah kiri pasien dapat melawan gaya
gravitasi dan dapat melawan tahanan yang diberikan oleh perawat, ekstremitas
bagian bawah sebelah kanan dan kiri pasien dapat melawan gaya gravitasi dan
dapat melawan tahan yang diberikan perawat.
8) Sistem Integumen
Kulit kaki kehitaman bekas luka, turgor kulit sedang.
E. Pemeriksaan penunjang :
Saat dikaji pasien tidak dilakukan pemeriksaan penunjang yang lain.
F. Terapi
1) Amlodipin 10 mg 3 x 1
Komposisi: Amiodipine besylate
Indikasi: amlodipin digunakan untuk pengobatan hipertensi , angina stabil kronik,
angina vasispatik (angina printzmenta atau variant angina). Amlodipine dapat
diberikan sebagai terapi tunggal ataupun dikombinasikan sebagai terapi tunggal
ataupun dikombinasikan dengan obat antihipertensi dan anti angina lain (thiazide,
ACE inhibitor, beta bloker, nitrat dan nitrogliceryn sublingual)
Kontraindikasi: alergi (hipersensitivitas) terhadap amlodipin
Efek samping: sakit kepala, mual, nyeri perut
2) Cedocard 5mg 3x1
Komposisi: Isosorbide Dinitrate
32

Indikasi: Untuk pengobatan angina pektoris dan untuk pencegahan terjadinya


serangan angina pada penderita penyakit jantung koroner menahun. Untuk
pengobatan gangguan angina sesudah infark miokardial.
Kontraindikasi: Hipotensi, syok kardiogenik, anemia berat.
Efek samping: Sakit kepala, hipotensi postural, mual
3) Irbesartan 300 mg 1-0-0
Komposisi: Irbesartan
Indikasi: Hipertensi, untuk menurunkan albuminurea mikro dan makro pada pasien
hipertensi dengan diabetes mellitus tipe II yang mengalami netropatiKombinasi
dengan HCT: untuk pasien hipertensi dimana tekanan darahnya tidak dapat
terkontrol dengan irbesartan atau HCT tunggal.
Kontraindikasi: ibu hamil dan menyusui
Efeksamping: Nyeri otot dan persendian, Mual, Letih, Terasa seperti ingin
pingsan, pusing
4) Lasix 40mg 1-0-0
Komposisi: Furosemid
Indikasi: Edema jantung, ginjal, hati. Edema perifer karena obstruksi mekanis atau
insufisiensi vena dan hipertensi, terapi tambahan pada edema pulmonari akut.
Digunakan jika ingin terjadi diuresis lebih cepat dan tidak mungkin diberi oral.
Kontraindikasi: Gangguan fungsi ginjal atau hati, anuria, koma hepatik,
hipokalemia, hiponatremia, hipovolamia dengan atau tanpa hipotensi.
Efek samping: sakit kepala, mual, nyeri perut
5) Atorvastatin 10 mg 0-0-1
Komposisi: Atorvastatin calcium
Indikasi: Untuk mengobati kolesterol tinggi, dan juga digunakan untuk
menurunkan risiko stroke, serangan jantung, atau komplikasi jantung lainnya pada
penderita penyakit jantung koroner atau diabetes tipe-2.
Kontraindikasi: alergi terhadap obat golongan statin; gangguan hati berat, hamil
atau sedang menyusui.

Efek Samping: : Efek muskoskeletal (myalgia, arthralgia, kram otot); Efek GI


(diare, sakit di bagian perut, flatulence); ruam, sakit kepala.

6) Ketosteril 3x1
Komposisi: Asam 3-metil-2-oxovalerat 67 mg, asam 4-metil-2-oksovalerat 101
mg, asam 2-okso-3-fenilpropionat 68 mg, asam 3-metil-2-oksobutirat 86mg, asam
2-hidroksi-4-metiltiobutirat 59mg, L-lysine monoasetat 105mg, L-treonin 53mg,
L-tryptophan 23mg, L-histidine 38mg, L-tyrosine 30mg, nitrogen total 36mg, Ca
0.05g.
33

Indikasi: Terapi insufisiensi ginjal kronik pada retensi yang terkompensasi atau
dekompensasi (laju filtrasi glomerolus 5-50 mL/menit)
Kontraidikasi: Hiperkalsemia, gangguan metabolisme asam amino, hamil, anak.
Efek samping: Hiperkalsemia
7) Novorapid
Komposisi: insulin aspart
Indikasi: Pengobatan DM.
Kontraindikasi: Hipoglikemia.
Efek samping: Hipoglikemia.
34

3.2 ANALISA DATA


No Tanggal Data Etiologi Problem
1. 07/01/2015S : Disfungsi ginjal Kelebihan volume
O: cairan
1) Frekuensi pernafasan:
22 kali/menit Retensi air dan natrium
2) Terdapat edema pada ginjal
periorbital
3) Pitting edema pada
kedua tungkai kaki Peningkatan cairan
pasien +1, BB: 96 dalam tubuh
4) BC: +20
5) Hasil pemeriksaan
laboratorium Cairan mengisi rongga
(30/12/2015) tubuh
Creatinin: 10,0 mg/dl
Urid Acid: 6,6 mg/dl
BUN: 101 mg/dl
2. 7 Januari S: Diabetes Melitus Ketidakefektifan
2015 1) Pasien mengungkapkan penatalaksanaan
tahu mengenai diet DM terapeutik
tetapi tidak mau Program Diet
menjalankan diet DM
O: -
Tidak patuh dalam
pelaksanaan diet

Ketidakefektifan
penatalaksanaan
terapeutik

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) Kelebihan volume cairan b/d retensi air dan natrium pada ginjal ditandai dengan
edema periorbital, pitting edema pada kedua tungkai kaki pasien +1.
2) Ketidakefektifan penatalaksanaan terapeutik b/d ketidakpatuhan akan program
terapi yang ditandai dengan Pasien mengungkapakan tahu mengenai diet DM
tetapi tidak mau menjalankan diet DM.
35

3.4 RENCANA KEPERAWATAN


Diagnosa Perencanaan
No. Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Kelebihan Pasien menunjukan 1. Jelaskan kepada 1. Penjelasan tentang Tanggal 7/1/2016 Jam 08.00
volume cairan keseimbang cairan pasien dan keluarga penyebab membantu untuk Pukul 20.00 S: Pasien mengungkapkan tidak
b/d Retensi air tidak terganggu tentang penyebab memberikan pengetahuan 1. Menjelaskan kepada pasien sesak.
dan natrium pada setelah dilakukan kelebihan volume ehingga meningkatkan tentang penyebab kelebihan O:
ginjal ditandai tindakan keperawatan cairan sikap kooperatif cairan yaitu disebabkan karena 1) Tidak terdapat edema pada
dengan Frekuensi selama 3 x 24 jam peningkatan kadar creatinin periorbital, dan tungkai kaki
Terdapat edema dengan kriteria: dalam darah. 2) Balance cairan jam 05.00
periorbital, 1) Tidak terdapat Cm: 600
Pitting edema edema pada 2. Berikan posisi pasien 2. Posisi semi fowler Pukul 20.15 Ck: 400
pada kedua periorbital, dan semi fowler membantu memaksimalkan 2. Memberikan posisi tidur pada IWL: 60
tungkai kaki tungkai kaki ekspansi paru untuk pasien dengan menggunakan Balance: + 140 cc
pasien +1, BC: 2) Balance cairan pengembangan paru dan satu bantal untuk memudahkan 3) TTV TD 100/70 mmHg, Nadi
+20, Produksi +500 cc/24 jam mencegah aliran balik vena. dalam bernapas. 88x/menit, RR 20x/menit,
urine dalam 3 3) Jumlah urin A:
jam 100 cc. normal 3. Kolaborasi dengan 3. Kolaborasi: 3. Kolaborasi: Masalah teratasi
500ml/hari dokter untuk: Pukul 17.00
4) Hasil 1) Pemberian 1) Obat golongan deuretik 1) –
laboratorium obat deuretik memiliki fungsi untuk
kreatinin post lasix 40mg 1- menarik cairan dari sel ke
HD lebih rendah 0-0 (Per oral) vaskuler untuk disekresi
dari hasil melalui ginjal
sebelumnya.
2) Batasi cairan 2) Pembatasan cairan untuk 2) Menganjurkan pasien untuk
500cc/24 jam mengurangi beban kerja membatasi konsumsi minum air
ginjal putih yang berlebih dan
memberikan pasien air putih
500cc/24 jam.

Pukul 18.00
3) Tanggal 3) Tindakan HD 3) Menjelaskan kepada pasien
8/1/2016 HD+ menggantikan kerja ginjal bahwa dengan tindakan cuci
36

pemasangan untuk menyaring sampah darah dapat menurunkan


CVC dalam tubuh kreatinin dalam darah dengan
cara mengalirkan darah ke dalam
suatu alat dan menyaring racun
yang ada di dalamnya. Pasien
menyetujui pelaksanaan HD dan
pemasangan CVC dengan
menandatangai surat persetujuan
tindakan.

Pukul 20.30
4. Observasi keluhan 4. Keluhan sesak merupakan 4. Mengobservasi adanya keluhan
pasien, berat badan, salah satu tanda adanya sesak, TTV, balance cairan,
TTV, balance penumpukan cairan dalam tanda-tanda edema, hasil:
cairan, tanda-tanda rongga paru, penngkatan Pasien mengungkapkan tidak
edema, hasil beratbadan yang tiba-tiba sesak, TTV; Tensi 110/70
laboratorium dapat menjadi tanda mmHg, Nadi 90 x/menit, RR
kreatinin, asupan dan adanya akumulasi cairan 22x/menit, ada edema
haluaran yang akurat dalam tubuh. Peningkaan periorbital, pitting edema +1.
setiap 3 jam. tekanan darah, dan Cairan masuk: 400
respirasi merupakan Cairan keluar: 200
akumulasi dari kerja IWL: 60
jantung yang meningkat Balance: +140
akibat adanya akumulasi
cairan dalam tubuh.
Balance cairana + 500
merupakan indikasi
adanya kelebihan cairan
dalam tubuh. Mata dan
wajah sembab serta kaki
edema merupakan tanda
adanya kelebihan cairan
yang mnegisi rongga
tubuh. Peningkatan hasil
normal dari faal ginjal
37

merupakan tanda
disfungsi ginjal

2 Ketidakefektifan Pasien dan keluarga 1. Jelaskan diit pada 1. Pasien gagal ginjal Tanggal 7/1/2016 Jam 08.00
penatalaksanaan mampu pasien gagal ginjal mengalami kerusakan pada Jam 17.00 S:
terapeutik b/d melaksanakan dan DM fungsi ginjal termasuk 1. Menjelaskan kepada pasien 1) Pasien mengungkapkan
ketidakpatuhan program terapeutik fungsi eksresi sehingga bahwa pasien mendapatkan makannya harus diatur lagi
akan program secara efektif setelah makanan yang diet TKRP (tinggi kalori sesuai dengan dietnya yaitu
terapi yang dilakukan 3 kali tatap mengandung protein harus namun rendah protein) tinggi rendah garam, rendah gula
ditandai dengan muka dengan kriteria dikurangi untuk kalori maksudnya Tn. D dapat dan rendah protein.
Pasien hasil: mengurangi kerja ginjal. makan makanan yang 2) Pasien menyebutkan tanda
mengungkapakan 1) Pasien dan Makanan yang banyak mengandung karbohidrat dari peningkatan kadar gula
tahu mengenai keluarga mengandung garam harus namun untuk protein seperti dalam darah yaitu
diet DM tetapi mampu di kurangi karena dapat telur, ikan, daging harus peningkatan rasa haus, sering
tidak mau menyususn mneyebabkan pengikatan dibatasi. kencing, dan sakit kepala.
menjalankan diet jadwal diet cairan di ekstrasel yang Tanda dari kekurangan kadar
DM. dalam sehari akan memperberat kondisi gula dalam darah yaitu
diet rendah edema. Diet rendah gula berkeringat, dan cepat lapar.
gula, rendah juga untuk mengurangi Serta tanda dari kelebihan
garam, dan kadar gula dalam darah. cairan yaitu sesak dan
rendah protein. pembengkakan. Pasien juga
2) Pasien dan 2. Jelaskan tanda- 2. Peningkatan rasa haus, 2. – mengungkapkan jika pusing
keluarga tanda dari sakit kepala, kesulitan dan berkeringat dingin minum
mampu hipoglikemi, konsentrasi, penglihatan teh manis, jika sesak posisi
mengenal hiperglikemi, kabur, sering buang air duduk dan segera ke RS.
tanda-tanda dari kelebihan volume kecil, kelemahan sebagai O: -
hipoglikemi, cairan. indikator hipergilkemi A:
hiperglikemi, Tanda-tanda dari Masalah teratasi
kelebihan hipoglikemi kelaparan,
volume cairan, kegoyahan, kegugupan,
dan tindakan berkeringat, pusing,
yang harus kantuk, kebingungan,
dilakukan. kesulitan berbicara,
kegelisahan, kelemahan.
Tanda-tanda dari
38

kelebihan volume cairan:


sesak, peningkatan BB,
pembengkakan pada
daerah mata, perut atau
kaki, jumlah urin
berkurang.
3. Ajarkan pasien cara 3. Tindakan pertolongan 3. -
mengatasi segera dilakukan untuk
hipoglikemi, memperbaiki kondisi
hiperglikemi dan pasien dan mencegah
kelebihan volume komplikasi.
cairan dirumah.
Pukul 20.30
4. Observasi 4. Kemmampuan keluarga 4. Mengobervasi kemampuan
kemampuan pasien dan pasien dalam pasien dalam menyebutkan diet
dan keluarga dalam menjelaskan kembali apa yang harus dijalani.
menentukan diet yang telah disampaikan Pasien mengungkan diet yang
bagi pasien serta perawat sebagai indikator harus dijalani yaitu yang
menyebutkan keberhasilan tindakan. rendah gula, rendah garam,
tanda-tanda dari rendah protein.
hipoglikemi,
hiperglikemi,
kelebihan volume
cairan dan tindakan
yang harus
dilakukan setiap 6
jam.
3.5 CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal Diagnose SOAPIE
keperawatan
8 Januari Kelebihan volume cairan Jam 16.00
2016 b/d Retensi air dan natrium S: Pasien mengungkapkan tidak sesak
pada ginjal ditandai dengan O:
terdapat edema periorbital, (1) Tidak terdapat edema pada periorbital, dan tungkai
Pitting edema pada kedua kaki
tungkai kaki pasien +1, (2) Balance cairan jam 14.00
produksi urine dalam 3 jam Jumlah urin dari jam 08.00 sampai 14.00 : 0 cc
100 cc. Cm: 200 cc
Ck:
IWL: 60cc
Balance: + 140cc
(3) TTV TD 120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, RR
20x/menit,
(4) Creatinin post HD 5,76 mg/dl
(5) Saat HD U.F 1-2 liter
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi 3,4, dilanjutkan intervensi 1,2 dihentikan. I:
I:
(1) jam 15.00 menganjurkan kembali kepada pasien
kalau minum pasien harus dibatasi agar
mempermudah ginjal dalam bekerja dan dibatasi 1
hari 500 cc/24 jam.
(2) jam 18.00 memberitahukan kepada pasien untuk
membatasi jumlah cairan yang masuk. Kecuali jika
pasien merasa kehausan. Karena jumlah cairan yang
sudah masuk 400 cc.
(3) jam 20.00 Observasi keluhan pasien, berat badan,
TTV, balance cairan, tanda-tanda edema, hasil
laboratorium kreatinin
E: Jam 20.00
Tidak terdapat edema periorbital dan pitting edema pada
kaki, balance cairan cm: 400, ck 0, IWL 60 balance +
340cc, TTV TD 120/80 mmHg, Nadi 82 x/menit, RR
20x/menit, hasil lab kreatinin 5.
8 Januari Ketidakefektifan Jam 16.00
2016 penatalaksanaan terapeutik S:
b/d ketidakpatuhan akan Pasien mengungkapkan makannya harus diatur lagi
program terapi yang sesuai dengan dietnya yaitu rendah garam, rendah gula
ditandai dengan Pasien dan rendah protein.
mengungkapakan tahu O: -
40

mengenai diet DM tetapi A: masalah teratasi sebagian


tidak mau menjalankan diet P: intervensi 2, 3 dan 4 dilanjutkan
DM. I:
Jam 17.00
1) Menjelaskan kepada pasien tanda dari peningkatan
kadar gula darah yaitu peningkatan rasa haus, sakit
kepala, kesulitan konsentrasi, penglihatan kabur,
sering buang air kecil, kelemahan. Tanda-tanda dari
kadar gula darah yang rendah dalam darah yaitu
kelaparan, kegoyahan, kegugupan, berkeringat,
pusing, kantuk, kebingungan, kesulitan berbicara,
kegelisahan, kelemahan. Tanda-tanda dari kelebihan
volume cairan: sesak, peningkatan BB,
pembengkakan pada daerah mata, perut atau kaki,
jumlah urin berkurang.
Jika Tn. D merasakan tanda-tanda seperti yang
disebutkan tadi, bapak harus segera ke pelayanan
kesehatan terdekat untuk mendapatkan pengobatan
segera.
2) Mengajarkan pasien cara mengatasi hipoglikemi
dirumah yaitu: dengan minum teh hangat manis.
Hiperglikemi yaitu dengan istirahat. Kelebihan
volume cairan yaitu dengan memberikan posisi
duduk. Selanjutnya langsung dibawah ke dokter
atau IGD terdekat.
E:
Pukul 20.30
Pasien menyebutkan tanda dari peningkatan kadar gula
dalam darah yaitu peningkatan rasa haus, sering kencing,
dan sakit kepala. Tanda dari kekurangan kadar gula
dalam darah yaitu berkeringat, dan cepat lapar. Serta
tanda dari kelebihan cairan yaitu sesak dan
pembengkakan. Pasien juga mengungkapkan jika pusing
dan berkeringat dingin minum teh manis, jika sesak
berikan posisi duduk dan segera ke RS.
9 Januari Kelebihan volume cairan Jam 08.00
2015 b/d Retensi air dan natrium S: Pasien mengungkapkan tidak sesak
pada ginjal ditandai dengan O:
Frekuensi Terdapat edema 1) Tidak terdapat edema pada periorbital, dan tungkai
periorbital, Pitting edema kaki
pada kedua tungkai kaki 2) Balance cairan jam 05.00
pasien +1, BC: -20, Cm: 600
Produksi urine dalam 3 jam Ck: 400
100 cc. IWL: 60
41

Balance: + 140 cc
3) TTV TD 100/70 mmHg, Nadi 88x/menit, RR
20x/menit,
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
9 Januari Ketidakefektifan Jam 08.00
2015 penatalaksanaan terapeutik S:
b/d ketidakpatuhan akan 1) Pasien mengungkapkan makannya harus diatur lagi
program terapi yang sesuai dengan dietnya yaitu rendah garam, rendah
ditandai dengan Pasien gula dan rendah protein.
mengungkapakan tahu 2) Pasien menyebutkan tanda dari peningkatan kadar
mengenai diet DM tetapi gula dalam darah yaitu peningkatan rasa haus, sering
tidak mau menjalankan diet kencing, dan sakit kepala. Tanda dari kekurangan
DM. kadar gula dalam darah yaitu berkeringat, dan cepat
lapar. Serta tanda dari kelebihan cairan yaitu sesak
dan pembengkakan. Pasien juga mengungkapkan jika
pusing dan berkeringat dingin minum teh manis, jika
sesak berikan posisi duduk dan segera ke RS.
O: -
A: Masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
42

BAB 4

PEMBAHASAN

Laporan kasus:
Tn D dengan diagnosa medis CKD dan masalah keperawatan ketidakefektifan
penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakpatuhan akan
program terapi yang ditandai dengan Pasien mengungkapakan tahu mengenai diet
DM tetapi tidak mau menjalankan diet DM

Selama dilakukan tindakan keperawatan pasien diberikan intervensi dan


implementasi penjelasan tentang diet DM dan GGK, tanda-tanda dan cara
penanganan dari hipoglikemi, hiperglikemi, kelebihan volume cairan, dan pemberian
motivasi pasien untuk mengikuti program HD sesuai instruksi dokter.

Hasil evaluasi:
Didapatkan, pasien mengungkapkan makannya harus diatur lagi sesuai dengan
dietnya yaitu rendah garam, rendah gula dan rendah protein. Pasien menyebutkan
tanda dari peningkatan kadar gula dalam darah yaitu peningkatan rasa haus, sering
kencing, dan sakit kepala. Tanda dari kekurangan kadar gula dalam darah yaitu
berkeringat, dan cepat lapar, serta tanda dari kelebihan cairan yaitu sesak dan
pembengkakan. Pasien juga mengungkapkan jika pusing dan berkeringat dingin
minum teh manis, jika sesak posisi duduk dan segera ke RS, tidak terdapat edema
periorbital dan pitting edema pada kaki, balance cairan cm: 400, ck 0, balance +
400cc, TTV TD 120/80 mmHg, Nadi 82 x/menit, RR 20x/menit, hasil lab kreatinin
5,75 mg/dl.

Jurnal:
Berdasarkan World Journal of Medical Sciences dengan judul Impact of Education
Program on Protein Balance among Hemodialysis Patient pemberian intervensi
berupa pendidikan kesehatan yang meliputi fungsi ginjal, jenis dan penyebab gagal
ginjal, kapan memulai dialisis dan regimen diet, jumlah cairan per hari, asupan
protein, protein yang penting, jenis protein, jumlah protein per hari, diet yang kaya
protein, bagaimana mengukur jumlah protein per hari, garam, kalsium, kalium,
fosfor, lemak, asupan, juga makanan dihindari dan diperbolehkan, dan bagaimana
mempersiapkan makanan dan contoh untuk makan per minggu, didapatkan hasil
perbedaan yang signifikan pada pengukuran antropometri, dan pemeriksaan lab
albumin, urea, kreatinin, dan hemoglobin antara sebelum dan setelah mendapat
pendidikan kesehatan.
43

Opini:

Didapatkan kesesuaian antara kasus nyata dengan jurnal dimana pendidikan


kesehatan tentang diit DM dan GGK, tanda-tanda dan cara penanganan dari
hipoglikemi, hiperglikemi, kelebihan volume cairan, dan pemberian motivasi pasien
untuk mengikuti program HD sesuai instruksi dokter. Terbukti dari jurnal terdapat
perbedaan hasil pengukuran antropometri dan pemeriksaan lab meliputi albumin,
urea, kreatinin dan hemoglobin yang signifikan sebelum dan setelah pemberian
pendidikan kesehatan, dan dari hasil evaluasi kasus didapatkan bahwa, pasien
mengungkapkan mengerti dengan penjelasan tentang diet dan bersedia menjalankan
diet setelah kembali ke rumah, dan juga mengerti bahwa salah satu manfaat HD yaitu
untuk menurunkan kadar kreatinin dimana sebelum HD kadar kreatinin-nya 10,0
mg/dl turun menjadi 5,75 mg/dl, sehingga dapat disimpulkan bahwa keberhasilan
yang dialami oleh pasien tidak hanya dari pasien mengikuti program HD tetapi juga
dari pendidikan kesehatan yang diberikan, sehingga jurnal ini sangat membantu
meningkatkan keberhasilan penatalaksanaan terapi pada pasien dengan CKD.
44

BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1) Data fokus didapatkan data Frekuensi pernafasan: 22 kali/menit, terdapat edema
periorbital, pitting edema pada kedua tungkai kaki pasien +1, BB: 96 BC: +20,
hasil pemeriksaan laboratorium Creatinin: 10,0 mg/dl Urid Acid: 6,6 mg/dl
BUN: 101 mg/dl. Pasien juga mengungkapkan tahu mengenai diet DM tetapi
tidak mau menjalankan diet DM.
2) Diagnosa keperawatan
(1) Kelebihan volume cairan b/d retensi air dan natrium pada ginjal ditandai
dengan edema periorbital, pitting edema pada kedua tungkai kaki pasien +1.
(2) Ketidakefektifan penatalaksanaan terapeutik b/d ketidakpatuhan akan program
terapi yang ditandai dengan Pasien mengungkapakan tahu mengenai diet DM
tetapi tidak mau menjalankan diet DM.
3) Intervensi keperawatan dan Implementasi
Kelebihan volume cairan b/d retensi air dan natrium pada ginjal ditandai dengan
edema periorbital, pitting edema pada kedua tungkai kaki pasien +1.
(1) Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyebab kelebihan volume
cairan
(2) Berikan posisi pasien semi fowler
(3) Pertahankan catat asupan dan haluaran yang akurat
(4) Kolaborasi dengan dokter untuk:
(5) Pemberian obat deuretik lasix 40mg 1-0-0 (Per oral)
(6) Batasi cairan 500cc/24 jam
(7) Tanggal 8/1/2016 HD+ pemasangan CVC
8) Observasi keluhan pasien, berat badan, TTV, balance cairan, tanda-tanda
edema, hasil laboratorium kreatinin
Ketidakefektifan penatalaksanaan terapeutik b/d ketidakpatuhan akan program
terapi yang ditandai dengan Pasien mengungkapakan tahu mengenai diet DM
tetapi tidak mau menjalankan diet DM
(1) Jelaskan diit pada pasien gagal ginjal dan DM
(2) Jelaskan tanda-tanda dari hipoglikemi, hiperglikemi, kelebihan volume cairan.
(3) Ajarkan pasien cara mengatasi hipoglikemi, hiperglikemim dan kelebihan
volume cairan dirumah.
(4) Observasi kemampuan pasien dan keluarga dalam menentukan diet bagi
pasien serta menyebutkan tanda-tanda dari hipoglikemi, hiperglikemi,
kelebihan volume cairan dan tindakan yang harus dilakukan.
45

4) Evaluasi
Kelebihan volume cairan b/d retensi air dan natrium pada ginjal ditandai dengan
edema periorbital, pitting edema pada kedua tungkai kaki pasien +1.
Masalah teratasi ditandai dengan, pasien mengungkapkan tidak sesak, tidak
terdapat edema pada periorbital, dan tungkai kaki, balance cairan jam 05.00, Cm:
600, Ck: 400, balance: + 200 cc, TTV TD 100/70 mmHg, Nadi 88x/menit, RR
20x/menit.
Ketidakefektifan penatalaksanaan terapeutik b/d ketidakpatuhan akan program
terapi yang ditandai dengan Pasien mengungkapakan tahu mengenai diet DM
tetapi tidak mau menjalankan diet DM
Masalah teratasi ditandai dengan, pasien mengungkapkan makannya harus diatur
lagi sesuai dengan dietnya yaitu rendah garam, rendah gula dan rendah protein,
pasien menyebutkan tanda dari peningkatan kadar gula dalam darah yaitu
peningkatan rasa haus, sering kencing, dan sakit kepala. Tanda dari kekurangan
kadar gula dalam darah yaitu berkeringat, dan cepat lapar. Serta tanda dari
kelebihan cairan yaitu sesak dan pembengkakan. Pasien juga mengungkapkan jika
pusing dan berkeringat dingin minum teh manis, jika sesak posisi duduk dan
segera ke RS.
4.2 Saran
Sebagai seorang perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan pada pasien
dengan CDK untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien sehingga
dapat mencegah komplikasi yang dapat timbul terkait dengan penyakit yang
diderita.
46

DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Pelatihan Untuk Pasien Dengan Dialisis Peritoneal. 2000. Jakarta

: Kalbe

Corwin, E. J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta. EGC.

Doenges, M. E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.

Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Perkemihan, edisi 1. Jakarta: Salemba Medika.

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta. Nuha

Medika.

Price, S. A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta.

EGC.

Smeltzer, S. C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth Ed. 8 Vol. 2. Alih Bahasa: Agung Waluyo. 2001. Jakarta: EGC

Soeparman & Waspadji, Sarwono. 1994. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI.

Williams, W. 2012. Kapita Selekta Penyakit. Alih Bahasa: Wuri Praptiani. Jakarta:

EGC.

Anda mungkin juga menyukai