Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian secara
global, hal tersebut ditunjukan Badan Kesehatan Dunia atau Word Health
Organization (WHO) pada 2008 dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia,
sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh PTM termasuk
menjadi penyebab kematian penduduk dengan usia yang lebih muda. Di negara-
negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang
terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM,
sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Kematian akibat
PTM diprediksikan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar
akan terjadi di negara-negara menengah dan miskin.
Beberapa jenis PTM utama menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular
(penyakit jantung koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan
penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes masih menjadi perhatian karena
prevalensinya yang terus meningkat. Salah satu PTM yang menjadi perhatian
tersebut adalah penyakit Diabetes Melitus yang merupakan penyebab utama
penyakit stroke dan serangan jantung (WHO, 2008).
Di masa lalu, diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) terlihat terutama pada orang
dewasa yang lebih tua. Baru-baru ini, telah terjadi peningkatan dalam diagnosis
DMT2 pada anak-anak. Bahkan, diperkirakan bahwa 1 dari 3 anak-anak lahir
setelah tahun 2000 akan mengembangkan beberapa bentuk diabetes (Narayan,
Boyle, Thompson, Sorensen, & Williamson, 2003).
Untuk mengurangi risiko mengembangkan DMT2 di masa kecil, Diabetes
Amerika Association (ADA) merekomendasikan skrining semua anak-anak
berusia 10 dan lebih untuk massa tubuh yang tinggi Indeks (BMI) ditambah faktor
risiko lain termasuk positif riwayat keluarga, latar belakang etnis, dan tanda-tanda
resistensi insulin (acanthosis nigricans, polikistik Sindrom ovarium, tekanan darah
tinggi, dan/atau dislipidemia; American Diabetes Association[ADA],
2000).Depkes RI,2012)
Badan Kesehatan Dunia WHO menyatakan bahwa kematian akibat
Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh
dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negara-negara menengah dan miskin.
Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit
tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes. Dalam jumlah
total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena
penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. (WHO,
2012)
Diabetes mellitus juga mengenai hampir semua usia, di Kabupaten
Bandung Barat penderita DM usia 15-19 tahun sebanyak 2 orang, usia 20-44
tahun sebanyak 146 orang, usia 45-54 tahun sebanyak 333, usia 55-59 tahun
sebanyak 328 orang, usia 60-69 tahun sebanyak 413 orang, dan usia lebih dari 70
tahun sebanyak 165 orang, dengan berjenis kelamin laki-laki 598 orang dan
perempuan 837 orang, sehingga total penderita Diabetes Militus di Kabupaten
Bandung Barat adalah 1.387 Orang dengan 1.431 kunjungan (Profil Dinkes
Bandung Barat, 2013).
Perhatian pemerintah tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan RI dalam rangka pengendalian PTM di Indonesia, dibentuklah
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM) pada Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) yang
meliputi 5 sub direktorat yaitu Subdit Pengendalian Kanker, Subdit Pengendalian
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Subdit Pengendalian Penyakit Kronis dan
Degeneratif, Subdit Pengendalian Penyakit Diabetes Mellitus dan Metabolik, dan
Subdit Pengendalian Gangguan Akibat Kecelakaaan dan Tindak Kekerasan.
Dengan demikian, kebijakan, strategi dan program pengendalian PTM
dikoordinasikan oleh Direktorat PPTM. Direktorat PPTM meliputi 5 sub
direktorat yaitu Subdit Pengendalian Kanker, Subdit Pengendalian Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah, Subdit Pengendalian Penyakit Kronis dan
Degeneratif, Subdit Pengendalian Penyakit Diabetes Mellitus dan Metabolik, dan
Subdit Pengendalian Gangguan Akibat Kecelakaaan dan Tindak Kekerasan.
Diharapkan kedepan fungsi Puskesmas akan jelas bahwa Puskesmas bukan
saja berperan menjalankan tekhnis medis, tetapi juga mengorganisasikan
modal sosial yang ada di masyarakat, agar terlibat dalam penyelenggaraan
kesehatan secara mandiri, sehingga pelayanan yang dilaksanakan oleh
Puskesmas dapat memberikan hasil yang lebih baik karena mampu
menjangkau masyarakat luas dengan biaya lebih rendah.
Perpaduan dan kerjsama antara tekhnologi mengelola PTM yang sudah
tersedia dengan sumber daya manusia yang mumpuni dan sistem rujukan yang
terorganisir, memungkinkankan kebanyakan kasus PTM segera ditangani dan
dikelola di fasilitas yankes paling dasar.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan kajian situasi di Puskesmas Padalarang terkait dengan
program Penyakit Tidak Menular (PTM) khususnya pada agreat penyakit
Diabetes Melitus
2. Tujuan Khusus
a. Teridentifikasinya kebijakan dan analisa program Penyakit Tidak
Menular (PTM) khususnya pada agregat penyakit Diabetes Melitus di
Puskesmas Padalarang
b. Teridentifikasinya analisa masalah/kendala yang ada dalam
pengimplementasian program Penyakit Tidak Menular (PTM)
khususnya pada agregat penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas
Padalarang.
c. Teridentifikasinya sistem monitoring dan evaluasi program Penyakit
Tidak Menular (PTM) khususnya pada agregat penyakit Diabetes
Melitus di Puskesmas Padalarang.
d. Mampu melakukan analisa SWOT berdasarkan hasil kajian pada
program Penyakit Tidak Menular (PTM) khususnya pada agregat
penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas Padalarang.
e. Terbentuknya intervensi usulan pengembangan program Penyakit
Tidak Menular (PTM) berdasarkan hasil analisa SWOT
BAB II
TINJAUAN TEORITIS PROGRAM
Puskesmas sebagai upaya penanggung jawab kesehatan terdepan mempunyai
tiga fungsi yaitu : 1) sebgagai pusat penggerakan pembangunan berwawasan
kesehatan, 2) pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat, 3) pusat pelayanan
kesehatan strata pertama. Dalam rangka penyelenggaraan pengendalian PTM,
Puskesmas melakukan upaya pencegahan penyakit melalui kegiatan primer,
sekunder dan tertier.
Pencegahan primer adalah segala kegiatan yang dapat menghentikan atau
mengurangi faktor resiko kejadian penyakit sebelum penyakit tersebut terjadi.
Pencegahan primer dapat dilaksanakan di Puskesmas, melalui berbagai upaya
meliputi : promosi PTM untuk meningkatkan kesadaran serta edukasi untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pengendalian PTM. Promosi PTM
dapat dilaksanakan melalui berbagai upaya, contohnya : kampanye pengendalian
PTM pada hari-hari besar PTM (hari kanker sedunia, hari tanpa tembakau
sedunia, hari diabetes sedunia, pekan keselamatan di jalan, dan lain-lain).
Upaya meningkatkan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat
untuk melaksanakan upaya pencegahan primer dengan cara melindungi dirinya
dari resiko PTM contohnya : pemakaian alat pelindung diri (pemakaian sarung
tangan saat melakukan pemeriksaan darah,pemberian obat suntikan, dan lain
sebagainya).
Kesadaran dalam pemakaian alat pelindung diri melalui pelayanan kesehatan
primer, utamanya menekankan upaya-upaya pencegahan agar masyarakat tidak
jatuh sakit dan masyarakat yang sehat dapat memelihara kesehatan dan
kebugarannya secara optimal.Puskesmas wajib memberdayakan perorangan,
keluarga dan masyarakat agar berperan serta dalam penyelenggaraan setiap upaya
kesehatan.
Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk
menemukan penyakit.Bila ditemukan kasus maka dapa dilakukan pengobatan dini
agar penyakit tersebut tidak menjadi parah. Pencegahan sekunder dapat
dilaksanakan melalui skrining atau uji tapis dan melalui deteksi dini.
Pencegahan tertier adalah suatu kegiatan difokuskan kepada mempertahankan
kualitas hidup penderita yang telah mengalami penyakit yang cukup berat yaitu
dengan cara rehabilitatif dan paliatif. Pencegahan tertier merupakan upaya yang
dilaksanakan pada penderita sesegera mungkin agar terhindar dari komplikasi
yang lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama
ketahanan hidup.Pencegahan tertier dapat dilaksanakan melalui tindak lanjut dini
dan tatalaksana kasus termasuk penanganan respon cepat menjadi hal yang utama
agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit tidak menular dapat tercegah
dengan baik, sehingga tidak menimbulkan komplikasi.
Tatalaksana kasus dan respon cepat terhadap kondisi kegawatan PTM harus
dapat dilakukan oleh setiap petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
dasar.Penanganan pra rujukan yang memadai menjadi tolok ukur keberhasilan
setiap pelayanan kesehatan yang diberikan di fasilitas layanan kesehatan dasar
terhadap kasus yang memerlukan penanganan lebih lanjut di rumah sakit.
Pengendalian PTM difokuskan terhadap factor resiko PTM, jika sudah
menderita PTM maka akan sulit disembuhkan dengan sempurna, bahkan dapat
menimbulkan kecacatan dan kematian. Disamping itu, PTM memerlukan
perawatan dan pengobatan yang memakan waktu cukup lama dengan biaya yang
tidak sedikit.
A. Upaya Promotif
Upaya promosi kesehatan di Puskesmas dilakukan agar masyarakat
mampu berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), upaya promosi kesehatan
dilakukan melalui sosialisasi, penyuluhan, komunikasi, diseminasi-informasi
dan edukasi, dengan menggunakan media promosi, seminar/workshop dan
melibatkan pemuka masyarakat, keluarga dan dunia usaha. Promosi kesehatan
juga ditujukan dalam rangka menciptakan lingkungan yang kondusif seperti
adanya kawasan tanpa rokok (KTR), sarana umum untuk melakukan aktivitas
fisik, olahraga dan untuk mencegah gangguan akibat kecelakaan dan tindak
kekerasan dilakukan promosi peningkatan perilaku sehat di jalan melalui
penggunaan helm, penggunan sabuk pengaman, dan lain-lain.
Pengendalian factor resiko PTM dilakukan melalui gaya hidup sehat
seperti tidak merokok, cukup aktivitas fisik, diet sehat (gizi seimbang, rendah
garam, gula, lemak), tidak mengkonsumsi alkohol serta dapat mengelola
stress.
Promosi kesehatan mengajak masyarakat untuk membuat jargon
“CERDIK” menuju masa muda sehat dan hari tua nikmat tanpa PTM, yang
secara harfiah adalah :
C : Cek kesehatan secara berkala
E : Enyahkan asapa rokok
R : Rajin aktivitas fisik
D : Diet sehat dengan kalori seimbang
I : Istirahat yang cukup
K : Kelola stress
Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat di komunitas melalui
Posbindu PTM, UKBM, Posdaya, Poslansia dan Pos lainnya dimana
masyarakat berkontribusi dalam peningkatan kesehatan melalui pengetahuan
dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat dan berpartisipasi
secara total dalam pencegahan dan penanganan kegawatdaruratan yang
sederhana. Diharapkan masyarakat dapat merubah perilakunya untuk
mencapai hidup sehat.
Pengembangan desa siaga merupakan revitalisasi Pembangunan Kesehatan
Masyarakat Desa (PKMD) sebagai pendekatan yang edukatif yang perlu
dihidupkan kembali, dipertahankan dan ditingkatkan.
Posbindu PTM adalah kegiatan pembinaan terpadu untuk mengendalikan
faktor resiko PTM dan merupakan bentuk kemandirian masyarakat dalam
mendeteksi dan memonitor faktor resiko PTM secara rutin.Petugas Puskesmas
melakukan pengawasan melalui kegiatan monitoring program.
Pembinaan kegiatan Posbindu PTM, dapat dilakukan melalui kemitraan
organisai profesi (PPNI, IAKMI, IDI, IBI, Forum Kota Sehat, dan lain-
lain).Selain sebagai Pembina dan pengawas dalam penyelenggaraan Posbindu
PTM, Puskesmas juga menjadi tempat rujukan untuk kasus yang memerlukan
penanganan atau tindak lanjut selain dokter keluarga dan klinik swasta.
Dalam hal kasus sudah ditangani dan sudah mendapat pengobatan,
Puskesmas dapat menganjurkan agar kasus di monitor melalui kegiatan
Posbindu PTM, selanjutnya secara berkala tetap kontrol ke Puskesmas untuk
mendapatkan pengobatan dan penanganan media lainnya.
Puskesmas sebagai Pembina Posbindu dan rujukan Posbindu, berperan
memberikan penanganan penyakit serta memberikan pendidikan kesehatan
dan konseling.Pendidikan kesehatan dan konseling ini merupakan tatalaksana
dini untuk pengendalian faktor resiko maupun pengendalian penyakit di
Posbindu maupun di Puskesmas.

B. Upaya Preventif (Skrining dan Deteksi Dini)


Dalam perjalanan PTM selain faktor resiko perilaku, faktor resiko antara
dapat dikendalikan karena itu perlu dilakukan deteksi dini dan diintervensi
agar tidak berlanjut menjadi fase akhir terjadinya PTM yang akan
menyebabkan mahalnya biaya kesehatan.
Faktor resiko PTM ada yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat
dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu riwayat
penyakit keluarga, kelahiran premature, usia dan jenis kelamin. Faktor resiko
yang dapat dimodifikasi antara lain : kurang aktivitas fisik, pola makan yang
tidak sehat dan seimbang, gaya hidup tidak sehat (merokok, konsumsi alkohol,
kurang sayur dan buah, berat badan lebih/obesitas, stress, dislipidemia
(metabolisme lemak yang abnormal), hiperglikemia, dan perilaku yang
berkaitan dengan kecelakaan dan cedera. Semakin dini penyakit tidak menular
ditemukan akan semakin baik dalam penatalaksanaannya dan mengurangi
terjadinya komplikasi yang bersifat fatal.
Faktor resiko PTM tersebut di atas dapat diketahui dengan upaya skrining
dan deteksi dini yang dapat dilaksanakan di masyarakat secara massal, diluar
gedung maupun di dalam gedung Puskesmas yang dapat dilaksanakan secara
terintegrasi.
1. Skrining / Uji Tapis
Ujia tapis / skrining adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu
populasi untuk mendeteksi faktor resiko atau penyakit pada individu
dengan atau tanpa tanda dan gejala, dan yang sudah menderita PTM
skrinig / uji tapis bukan untuk diagnosis tetapi untuk menjaring dan
menemukan apakah yang bersangkutan memiliki faktor resiko PTM atau
sudah menderita PTM. Pada saat skrining ditemukan faktor resiko PTM
atau PTM maka perlu ditindaklanjuti yang cepat dan pengobatan yang
tepat.
Pelayanan skrining PTM di Puskesmas dilaksanakan dengan dua cara :
a. Pelayanan aktif
Dilaksanakan melalui penyaringan massal (mass screening) saat
kegiatan yang melibatkan masyarakat banyak seperti seminar /
workshop, peringatan hari-hari besar nasional, keagamaan, dan lain-
lain.
b. Pelayanan pasif
Skrinning dapat dilaksanakan secara terintegrasi misalnya melakukan
pemeriksaan Tinggi Badan, Berat Badan, Tekanan Darah, Lingkaran
Perut, Index Masa Tubuh, disertai pemeriksaan Gula Darah Sewaktu,
kolesterol, albumin urin, dsb.
2. Deteksi Dini
Melalui kegiatan deteksi dini faktor resiko PTM diharapkan dapat
dilakukan penanganannya sesegera mungkin, sehingga prevlensi faktor
resiko, angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat PTM dapat
diturunkan serendah mungkin. Deteksi dini faktor resiko PTM dapat
mencegah dampak yang memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi, karena
untuk pengobatan PTM perlu waktu yang lama dan dengan biaya mahal,
misalnya miokard infark, stroke, gagal ginjal, amputasi dan gangguan
penglihatan, dsb.
Deteksi dini PTM dilakukan terhadap faktor resiko dan dengan
mengenali tanda dan gejala, seperti pada : penyakit jantung-pembuluh
darah dan DM (melalui pemeriksaan kadar kolesterol dan gula darah),
obesitas (melalui pemeriksaan IMT, dan lingkar perut).
Deteksi dini diabetes dan penyakit jantung-pembuluh darah dapat
dilaksanakan secara terintegrasi.
C. Upaya Kuratif (Penatalaksanaan Pengendalian PTM)
1. Pengendalian faktor resiko PTM terintegrasi
Faktor resiko umum “common risk factor” yaitu pola konsumsi
makanan yang tidak sehat (tinggi gula dan garam, tinggi lemak, dan
rendah serat), kurang aktivitas fisik (tidak cukup dan tidak teratur),
merokok dan konsumsi alkohol, jika tidak dicegah dapat memicu
timbulnya faktor resiko antara yaitu Diabetes Melitus, dislipidemia, kadar
gula darah tinggi, dan kegemukan / obesitas. Jika faktor resiko dapat
diketahui lebih dini, maka intervensi yang tepat dapat dilakukan sehingga
PTM dapat dicegah atau paling tidak mengurangi komplikasi
penyakit.Berikut adalah gambar faktor resiko penyakit dan kemungkinan
penyakit tidak menular yang mungkin terjadi berdasarkan faktor resiko
tersebut.
2. Tatalaksana
Tatalaksana pengobatan dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-
temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses
pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan
dan keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi
manfaat maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut
dapat dicapai dengan melakukan pengobatan yang rasional.
Walaupun pengendalian PTM lebih difokuskan pada faktor resiko
perilaku dan penyakit antara, namun fase akhir penyakit tetap menjadi
perhatian. Tatalaksana penderita PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efektif
dan efisien, yang didukung kecukupan obat, ketenagaan, sarana/prasarana,
sistem rujukan, jaminan pembiayaan dan regulasi memadai, untuk
menjamin akses penderita PTM dan faktor resiko terhadap tatalaksana
pengobatan baik di tingkat pelayanan kesehatan primer, sekunder maupun
tertier.
Pengobatan yang tepat, cepat, efektif dan rasional dilakukan untuk
PTM beserta faktor resikonya, yaitu penyakit jantung dan pembuluh darah,
diabetes mellitus dan penyakit metabolik, kanker dan penyakit kronis,
serta penyakit degeneratif lainnya ditambah dengan gangguan cedera dan
tindak kekerasan.
Tatalaksana PTM di Puskesmas dapat dilaksanakan secara terintegrasi
mulai saat ditemukan faktor resiko sampai pada penatalaksanaannya,
merokok sebagai suatu faktor resiko bersama PTM dapat menyebabkan
PTM, maka jika pasien dengan riwayat merokok / mantan perokok datang
ke Puskesmas dengan gejala pernafasan (asma, PPOK, curiga kanker paru)
maka dokter juga harus memikirkan kemungkinan-kemungkinan apakah
pasien tersebut juga memiliki penyakit jantung / kardiovaskular atau
metabolik (DM) atau kemungkinan PTM lainnya. Demikian pula jika
datang dengan riwayat merokok dengan gejala sering makan, sering
minum,sering kencing, gemuk karena penyakit metabolik maka dokter
juga harus memikirkan apakah pasien juga memiliki kemungkinan PTM
lainnya seperti penyakit jantung.

Tatalaksana Diabetes Melitus dan Diabetes Terpadu

Alur tatalaksana Diabetes Melitus dan diabetes terintegrasi


dipergunakan pada kondisi berikut : usia > 40 tahun, perokok, obesitas,
Diabetes Melitus, diabetes, riwayat penyakit kardiovaskuler, premature
pada orang tua atau saudara kandung, riwayat diabetes atau penyakit ginjal
pada orang tua / saudara kandung.
Tatalaksana Diabetes Melitus dan diabetes dapat dilaksanakan secara
terintegrasi dengan memperhatikan alur tatalaksana Diabetes Melitus dan
diabetes terintegrasi, pencegahan serangan jantung, stroke dan ginjal yang
terintegrasi dengan Diabetes Melitus, diabetes dan rokok sebagai factor
resiko, sebagai pendekatan awal (entry point).
Untuk menilai faktor resiko penyakit jantung dan pembuluh darah
digunakan cara prdiksi factor resiko. Cara ini memprediksi seseorang untuk
beresiko menderita penyakit jantung dan pembuluh darah, 10 tahun kemudian
berdasarkan umur, jenis kelamin, tekanan darah, merokok, total kolesterol dan
ada tidaknya diabetes mellitus, dengan menggunakan Carta Sub Regional B
(SEAR B)

3. Sistem Rujukan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM)


Mekanisme rujukan kasus secara timbal balik, yaitu :
a. Posbindu PTM, Kader Kesehatan, dan UKBM lainnya, dapat
membantu pasien untuk menunjukkan dan atau mengantarkannya
menuju fasilitas pelayanan kesehatan yangtepat serta mampu
memberikan layanan sesuai kebutuhannya.
b. Demikian pula institusi kesehatan, mulai dari Puskesmas Pembantu,
Poskesdes / Bidan di desa, dan Puskesmas, sebagai institusi pelayanan
kesehatan dasar terdekat di masyarakat, dapat merujuk pasien dengan
kondisi “sakit cukup berat dan atau kegawatdaruratan medik”,
langsung ke institusi pelayanan kesehatan terdekat yang mampu
mengatasi masalahnya secara tepat, misalnya ke Puskesmas PTM yang
sudah dapat difungsikan sebagai pusat rujukan-antara, atau pusat
rujukan medik spesialistik terbatas dan bila dipandang perlu dapat
langsung ke RS rujukan medik terdekat sebagaimana disebutkan di
atas, bila memungkinkan.
c. Pada kondisi Puskesmas yang tidak mampu memberi layanan rujukan
medis pada kasus dengan kondisi sakit cukup berat dan atau
kegawatdaruratan medik, maka pasien harus secepatnya dirujuk ke RS
rujukan medik spesialistik terdekat. Dari pasien yang dirujuk ke
fasilitas pelayanan rujukan medik spesialistik, umpan balik hasil
layanan dikirim kembali kepada pengirimnya agar penyelenggaraan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh di seluruh wilayah
Kabupaten / Kota berjalan dengan baik.
d. Umpan balik hasil pelayanan dan saran-saran tindak-lanjutnya,
disampaikan kepada Puskesmas atau institusi pelayanan kesehatan
yang mengirim semula, yang dipastikan dapat menindaklanjuti saran
yang diberikannya, agar pelayanan dapat diselesaikan.

Pelayanan pengendalian penyakit tidak menular dan rujukan kasus,


dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari Posbindu PTM, Puskesmas,
Puskesmas PTM, sampai ke RS sebagai rujukan

D. Upaya Rehabilitatif

Rehabilitasi PTM bertujuan untuk meminimalkan komplikasi melalui


pengobatan yang tepat serta meningkatkan kualitas hidup dan lama ketahanan
hidup pada penderita. Rehabilitasi dilaksanakan pada penderita pasca stroke
(survivor), pasca cedera/kecelakaan (penyandang cacat), DM dengan kaki
Diabetes (Diabetesi), kanker (survivor) dan lain-lain. Rehabilitasi dilakukan
dengan perawatan kasus PTM melalui kunjungan rumah (home care) dengan
tenaga terlatih dalam rehabilitasi medik. Kegiatan paliatif antara lain meliputi
penatalaksanaan nyeri.

Keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikolog, sosial kultural


dan spiritual, persiapan dan selama masa dukacita (breavement). Keluhan
utama pasien stadium lanjut yang paling sering adalah nyeri.Nyeri hebat dan
tidak mampu lagi diobati dengan obat standar.Pengobatan yang di maksud,
dapat secara medika mentosa / obat-obatan khusus termasuk morphin ataupun
tindakan operasi.Terapi paliatif bisa dilakukan di rumah sakit ataupun di
rumah penderita (home care).Terapi paliatif dan bebas nyeri adalah suatu
kesatuan, dengan tujuan agar tercapai kualitas hidup yang baik, secara pribadi
maupun sebagai komunitas sosial.

Tindakan yang dilakukan pada terapi paliatif sama dengan terapi utama,
modalitas terapinya melalui operasi, kemoterapi, radioterapi, atau salah satu
atau kombinasi ketiganya. Misalnya dilakukan operasi untuk mengeluarkan
cairan di perut sehingga pasien tidak sesak, operasi atau radioterapi untuk
mengurangi besarnya tumor atau kanker supaya tidak menekan syaraf
sehingga keluhan nyeri berkurang, dan lain-lain.

E. Sarana dan Prasarana


Untuk terlaksananya upaya pengendalian PTM di Puskesmas, sewajarnya
diperlukan pentahapan penerapan kriteria, baik menyangkut sumber daya
(tenaga, anggaran/biaya, metode/SOP, peralatan medis), obat essensial PTM.
Sesuai dengan target yang telah ditetapkan pada pedoman pengendalian
PTM di Puskesmas bahwa pada tahun 2014 terdapat minimal satu Kabupaten /
Kota memiliki satu Puskesmas pelayanan PTM yang dapat dilaksanakan di
Puskesmas perawatan maupun non perawatan, tergantung pada sumber daya,
sarana-prasarana yang dimiliki. Adapun standar yang ditetapkan dimiliki oleh
Puskesmas untuk pelayanan PTM adalah :
1. Sumber daya manusia
dapat melaksanakan pelayanan PTM terintegrasi di Puskesmas
diperlukan sumber daya manusia yang kompeten, terdiri dari :
a) 2 (satu) orang dokter umum, terlatih PTM terintegrasi, practical
approach to lung health (PAL), ACLS, GELS
b) 2 (dua) orang dokter gigi
c) 8 (delapan ) orang perawat, 2 (terlatih) terlatih BTCLS
d) 8 (delapan) orang bidan terlatih ANC
e) 1 (satu) orang sanitarian
f) 1 (satu) orang Nutrisianis
g) 1 (satu) orang Analis kimia klinik
h) 1 (satu) orang Perawat gigi
i) 1 (satu) orang apoteker
j) 2 (dua) orang asisten Apoteker
k) Serta tenaga pendukung sesuai dengan keutuhan Puskesmas

Upaya pelayanan PTM terintegrasi di Puskesmas sebaiknya


dilaksanakan dalam satuan kerja tim dinamis, yang mendapatkan pelatihan
yang terprogram, melalui pelatihan formal maupun non formal.

2. Peralatan medis untuk pelayanan PTM


Beberapa contoh peralatan dasar tersedia dan jumlahnya cukup, antara lain
:
a) Sarana penyuluhan PTM untuk berhenti merokok, gizi sehat, aktivitas
fisik yang terdiri dari media cetak (flipchart, lembar balik), media
elektronik (CD, kaset, sound system, monitor), media wawancara tatap
muka (diskusi kelompok terarah, wawancara dan bermain peran /
roleplay, konseling).
b) Sarana deteksi dini :tensimeter merkuri, alat pengukur : TB, BB, LP,
stetoskop, EKG, rontgen paru, peak flow meter, IVA kit, glucometer,
test albumin urin, test kolesterol, amphetamine test, alkohol test.
c) Sarana penatalaksanaan kegawatdaruratan PTM : tabung oksigen,
tabung N2O / CO2, monitor 4 parameter (TD, nadi, EKG,
pulseoxymetri), nebulizer, trauma kit, spirometri, defibrillator,
resusitasi kit, cyro-gun.
d) Sarana pendukung seperti kreatinin, keton urine, dan troponin test,
thyroid check, HbA1C (Creatinine kinase Myocardial Band),
Mioglobin.
3. Obat Essesial PTM
Obat essensial yang harus ada di Puskesmas sehubungan dengan
pengendalian PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Dalam hal lama
pemberian obat, karena PTM membutuhkan pengobatan dalam jangka
lama, maka obat-obatan diberikan paling sedikit untuk waktu 1 (satu)
bulan sebagaimana pedoman masing-masing penyakit dan jika tidak ada
keluhan lain yang mendesak dan perlu penanganan lebih lanjut. Beberapa
obat essensial yang harus ada di Puskesmas antara lain :

4. Sistem Pencatatan dan Pelaporan PPTM


a) Sistem Pencatatan
Laporan kegiatan Puskesmas, merupakan bagian dari laporan
kegiatan pelayanan Puskesmas secara keseluruhan. Hasil evaluasi /
penilaian kinerja pelayanan Puskesmas akan menjadi bagian dari hasil
kinerja pelayanan Puskesmas induknya. Bersama dengan hasil kinerja
pelayanan lainnya, akan menjadi hasil kinerja Puskesmas. Pengiriman
laporan dan umpan balik analisis hasil evaluasi kinerja pelayanan di
setiap fasilitas pelayanan PTM akan dilaporkan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota setempat.
b) Sistem Pelaporan
Pelaporan pengendalian PTM di Puskesmas disesuaikan dengan
format pelaporan yang ada di Puskesmas setempat.Bila memungkinkan
dalam pengembangannya dapat ditambahkan jenis penyakit PTM
lainnya.Pencatatan penyakit tidak menular di Puskesmas untuk
pencatatan berdasarkan individu maupun kasus digunakan rekam
medis atau catatan klinis.

F. Puskesmas Padalarang
1. Visi Puskesmas Padalarang
Menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Yang Unggul dengan menerapkan
sendi-sendi pelayanan Prima
2. Misi Puskesmas Padalarang
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara paripurna dan
bermutu serta terjanhkau oleh seluruh masyarakat
b. Mengembangkan sarana dan mutu pelayanan sesuai kebutuhan
masyarakat
c. Meningkatan profesionalisme dan mengembangkan kompetensi
SDM yang tersedia dalam upaya mewujudkan peningkatan
pelayanan kesehatan
d. Menjalin kemitraan dengan potensi masyarakat di bidang
kesehatan.
3. Analisis Situasi
Gambaran Umum Puskesmas Padalarang
Konsisi geofrafi
Gambar 2.1 Peta Wilayah PuskesmasPadalarang.

Puskesmas Padalarang. memiliki wilayah seluas 1726447


KM2yang terdiri dari 4 desa dandengan jumlah penduduk sebanyak
65609 jiwa, komposisi Penduduk Puskesmas Padalarang. tahun 2013
menurut jenis kelamin adalah sebagai berikut : penduduk laki-laki
sebesar 26311 jiwa (44,75 persen) dan penduduk perempuan sebesar
32486 jiwa (55,25 persen ).

BatasWilayah

 Sebelah Utara : Desa Sukatani Kecamatan Ngamprah.

 Sebelah Barat : Desa Padalarag Keacamatan Padalarang

 Sebelah Selatan : Desa Batujajar Kecamatan Batujajar

 Sebelah Timur : Desa Cimareme Kecamatan Ngamprah.

Kondisi Demografi

Tabel 2. 1 Gambaran Umum Wilayah Puskesmas Padalarang tahun 2014

Kepadatan
Luas Wilayah Keadaan
No Desa penduduk
(KM2) Wilayah
(KM2)

1 Kertamulya 305722 _ 72,62

2 Kertajaya 371555 _ 40,45

3 Cipeundeuy 578460 _ 19,63

4 Laksana Mekar 470710 _ 36,15

Jumlah 1726447 _ 38,00

Sumber : Profil Desa

Tabel 2.21Gambaran Wilayah Administrasi Puskesmas Padalarang Tahun2014

Jumlah Jumlah
No Desa Kategori Wilayah
Poskesdes Posyandu

1 Kertamulya 1 25 -

2 Kertajaya 1 22 _

3 Cipeundeuy 1 12 _
4 Laksana Mekar 1 16 _

Jumlah 4 75 _

Faktor-faktor yang mempengaruhi keterbatasan Pelayanan kesehatan


Dasar antara lain;
 Masih banyak desa yang terpencil dengan medan yang berbukit-
bukit, pegunungan, lembah dan ada yang terpisah dengan
genangan waduk sehingga sarana transportasi sulit di tempuh dan
mengakibatkan akses pelayanan kesehatan dasar sulit di jangkau
oleh masyarakat.
 Wilayah perbukitan dan pegunungan yang tanahnya sangat labil
sehingga sering menimbulkan terjadinya bencana longsor.
A. KEADAAN PENDUDUK
Tabel 2. 3 Data Kependudukan Puskesmas Padalarang Tahun 2014

LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI + PEREMPUAN ANGKA


KEPADATA BEBAN
JUMLAH TANGGU
JUMLAH N KELOMPOK UMUR KELOMPOK UMUR KELOMPOK UMUR
DESA RUMAH JUMLAH JUMLAH JUMLAH NGAN
PENDUDUK PENDUDUK (TAHUN) (TAHUN) (TAHUN)
TANGGA
/M2
0 - 14 15 - 64 65+ 0 - 14 15 - 64 65+ 0 - 14 15 - 64 65+

(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)

Kertamulya 2,13
21.442 5.250 0 3.182 7.257 516 10.955 2.808 7.314 345 10.467 5.990 14.571 861 21.422

Kertajaya 1,75
15.596 4.506 0 2.431 4.873 643 7.947 2.166 5.044 439 7.649 4.597 9.917 1.082 15.596

Cipeundeuy 1,53
11.864 4.078 0 1.589 3.614 875 6.078 1.349 3.569 868 5.786 2.938 7.183 1.743 11.864

Laksana
1,62
Mekar 16.989 4.078 0 2.057 5.527 574 8.158 3.189 4.924 624 8.737 5.246 10.451 1.198 16.895

TOTAL 21.27 20.85 2.27 18.77 42.12 4.88 1,78


65.891 17.912 0 9.259 2.608 33.138 9.512 32.639 65.777
1 1 6 1 2 4

Sumber : ProfilPuskesmas Padalarang..


Jumlah Penduduk berdarakan Kelompok Umur

Berdasarkan data penduduk kelompok umur di Puskesmas Padalarang pada tahun


2014pada kelompok produktif lebih besar dari pada kelompok umur Non produktif dengan
angka beban tanggungan 1,78 artinya dari 1 orang penduduk produktif menanggung beban
1-2 orang penduduk tidak produktif.

Jumlah Penduduk
25,000
20,000
15,000
Axis Title

10,000
5,000
-
Kertamulya Kertajaya Cipeundeuy Laksana
Mekar

Sumber : PROFIL Puskesmas Padalarang 2014

Gambar 2. 4 Jumlah Penduduk Puskesmas Padalarang Menurut Desa

Tahun 2014

 Dari jumlah penduduk di Puskesmas Padalarang menurut Desa terlihat bahwa


DesaKertamulya adalah desa yang terbanyak penduduknya sehingga berpengaruh
terhadap cakupan pelayanan kesehatan masyarakat utamanya pada kasus penyakit
Diabetes Melitus, upaya pemecahan masalahnya adalah dengan melaksanakan
pembinaan Desa Siaga Aktif dan Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) agar
masyarakat dapat melaksanakan pencegahan dan penanggulangan maslaha kesehatan
secara mandiri.
 Jumlah penduduk di Puskesmas Padalarang dengan jumlah penduduk terkecil adalah
Cipeundeuy. Meskipun jumlah penduduknya sedikit tetapi dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan masih sulit karena medan yang sangat sulit terjangkau, jarak antar
penduduk sangat jauh sehingga petugas kesehatan sulit menjangkau ke daerah-daerah
terpencil. Upaya pemecahan masalah yang dilakukan dengan menempatkan bidan Desa
di tiap desa, tetapi ada kendala bahwa beberapa Bidan Desa tidak mau tinggal di Desa.
Jumlah Rumah Tangga
6,000
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
-
Kertamulya Cipeundeuy

Sumber : PROFILPuskesmas Padalarang

Gambar 2. 5 Jumlah Rumah Tangga Menurut Desa di Puskesmas Padalarang Tahun


2014

Rumah tangga yang ada di Puskesmas Padalarang paling tinggi di Desa Kertamulya dengan jumlah
Rumah Tangga dan paling rendah di DesaCipeundeuyRumah tangga.

Jenis Kelamin Penduduk


Perempuan
Laki-laki
50% 50%

Sumber : PROFILPuskesmas Padalarang.

Gambar 2. 6 Jumlah Penduduk Puskesmas Padalarang Berdasarkan Jenis Kelamin


Tahun 2014

Jumlah Persentase penduduk perempuan lebih besar 50% dibanding dengan


Persentase penduduk Laki-laki sebesar 50%
C. POTENSI YANG DIMILIKI
a). Potensi Wisata
Puskesmas Padalarang memiliki potensi Wisata pendidikan Museum Pendidikan
Kota Baru Parahyangan yang terletak di Desa Kertajaya.
b). Potensi Pendidikan:
Karena letaknya yang strategis dan berbatasan langsung dengan Kota Cimahi dan
Kota Bandung ditunjang akses yang sangat mudah, sarana dan prasana yang
menunjang maka Puskesmas Padalarang sangat potensial dikembangkan menjadi
kota pendidikan.
c). Kendala Fisik Wilayah
Sebagian wilayah utaraPuskesmas Padalarang merupakan daerah konservasi
alam, maka setiap upaya pembangunan di area tersebut harus pertimbangan
lingkungan dan rekayasa tertentu dengan tetap menitik beratkan pada masalah
kelestarian lingkungan.
Kendala Lainnya adalah sering terjadi adalah banjir yang disebabkan kurang
terpeliharanya drainase. Sistem transportasi terpadu antar moda yang belum
dikembangkan secara maksimal sering terjadi kemacetan di wilayah Padalarang.
d). Akses Informasi
Sumber Informasi
Sumber informasi yang biasa di dapat oleh masyarakat melalui media elektronik
nasional seperti televisi, radio, media cetak seperti surat kabar, majalah, spanduk,
baligo, poster, leaflet, dan melalui penyuluhan langsung kepada masyarakat yaitu
penyuluhan kelompok. Dengan melibatkan sumber daya manusia yang ada di
wilayah seperti tokoh agama, tokoh masayarakat, kader, lintas program dan
lintas sektor terkait.
Media Informasi yang tersedia
Media cetak maupun elektronik baik local maupun nasional merupakan sarana
untuk penyebarluasan informasi kesehatan pada masyarakat
B. Organisasi masyarakat dan kelompok masyarakat lain yang Memiliki Potensi
sebagai Agent of Change dalam bidang Kesehatan
Untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri berkeadilan tidak dapat
dilakukan oleh Dinas kesehatan saja, melainkan membutuhkan peran serta dari
berbagai pihak yaitu Lintas Program dan lintas Sektor terkait termasuk adanya
peran serta dari Organisasi Masyarakat, Organisasi Profesi, Organisasi Keagamaan
dan adanya kemitraan dengan Swasta. Diharapkan dengan adanya peran serta dari
organisasi tersebut, upaya menyehatkan masyarakat dapat ditingkatkan.
Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota
masyarakat secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, untuk berperan serta
dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah NKRI.

Tabel 2. 7 Organisasi Keagamaan yang ada dan yang


bermitra dalam Promosi Kesehatan di
Puskesmas Padalarang
N Desa JUMLAH ORMAS NAMA BENTUK
O YANG YANG ORGANISA KEMITRAA
BERPOTEN BERPERA SI N
SI N SERTA
(1
(2) (5) (6)
) (3) (4)
Kerta
 1 Mulya  1 _ PERSIS _ 
 
 

Organisasi Keagamaan yang ada di Puskesmas Padalarang yang berpotensi ada 1


(satu) yaitu PERSIS.

Tabel 2. 8 Organisasi Berdasarkan Fungsi yang ada di Puskesmas


PadalarangTahun 2014

Organisasi Berdasarkan Kesamaan Fungsi


NO Desa
Yang Ada Nama Ormas Pemuda/Wanita

1 Kertamulya 2 PKK dan Karang Taruna

2 Kertajaya 2 PKK dan Karang Taruna

3 Cipeundeuy 2 PKK dan Karang Taruna

Organisasi Masyarakat pemuda dan Organisasi Wanita merupakan potensi bagi


kegiatan promosi kesehatan, dan yang berperan serta di dalam promosi kesehatan
antara lain Karang taruna berperan sebagai penggerak didalam organisasi
kemasyarakatan yaitu Desa Siaga dan PKK melalui penyuluhan dan pembinaan
kader Posyandu kegiatan kesehatan di masyarakat.

Tabel 2. 9

Organisasi Profesi yang ada di Puskesmas Padalarang


Tahun 2014

Organisasi Profesi
NO Puskesmas
Yang Ada Nama Ormas Pemuda

1 _ _ _
Organisasi Profesi yang berperan didalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melaui penyuluhan dan pelayanan kesehatan.

Data Kesakitan di Puskesmas Padalarang.

Sepuluh besar penyakit menggambarkan kondisi kesakitan yang berada di wilayah kerja
Puskesmas. Dengan diketahuinya 10 besar penyakit, maka akandengan mudah
teridentifikasi faktor penyebab kesakitan masyarakat.

10 Besar Penyakit 2014 Puskesmas Padalarang


5000
4000
3000
2000
1000
0

Dari data diatas dapat kita lihat, bahwa data penyakit tidak menular (PTM) Diabetes
Melitus belum masuk dalam list utama penyakit terbesar di puskesmas padalarang. Sedangkan
data Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2014 bahwa Diabetes melitus
untuk Puskesmas Padalarang sebanyak148 kasus.
Sumber Daya Kesehatan

Sumber Daya Manusia Kesehatan merupakan tumpuan utama berjalannya program


kesehatan.Sumber Daya Manusia Kesehatan merupakan sumber daya yang terdiri dari
berbagai profesi kesehatan dengan bidang garapan masing-masing.

Tabel : Sumber Daya Kesehatan di Puskesmas Padalarang Tahun 2014

No Sumber Daya Manusia Kualifikasi Jumlah


Kesehatan

1 Dokter Dokter umum 2


Dokter Gigi 2

2 Perawat Perawat S1, 2 orang 9


Perawat D3, 6 orang
Perawat SPK, 0 orang
Perawat gigi, 1 orang

3 Bidan D3 Kebidanan 8

4 SKM Promkesh S1 Promkesh 0

5 Kesehatan lingkungan SI 1

6 Gizi S1 1

7 Laborat D3 1

8 Apoteker S1 1

Asisten Apoteker D3 2

Sarana Kesehatan

Jumlah sarana kesehatan di Puskesmas Padalarang terdiri dari :2 Puskesmas


pembantu, 74 Posyandu,8 unit dokter praktik 5 unit bidan praktik (yang tersebar di
seluruh wilayah) Posbindu ada 8 unit.

Pembiayaan Kesehatan Di Puskesmas Padalarang

Pembiayaan kesehatan di Puskesmas Padalarangpada tahun 2015, berasal dari :

 APBD ( Anggaran Pendapatan Belanja Daerah )


 DAU (Dana Alokasi Umum )
 APBN ( Anggaran Pemdapatan Belanja Negara)
 DAK (Dana Alokasi Khusus)
 BOK ( Bantuan Operasional Kesehatan )
 BPJS ( Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)

Kemitraan dengan Dunia Usaha/Swasta dan Lintas Sektor

Tabel 3.6 Kemitraan dengan Dunia Usaha dalam PHBS di


Puskesmas Padalarang Tahun 2014
Dunia Usaha Swasta
N
Desa Jumlah
Nama
o yang Kegiatan
Perusahaan
bermitra

1 Kertajaya 2 Pertamina CSR,Pemberian PMT,


Indofood Kelas ibu hamil,
Kebersihan lingkungan.

2 Cipeundeuy 1 Indofood PMT.

3 Laksana 1 Medion PMT


Mekar

Sumber : Laporan Puskesmas Padalarang2014

Prioritas Masalah

Mengingat adanya keterbatasan kemampuan mengatasi masalah secara sekaligus,


ketidak tersediaan tekhnologi atau adanya keterkaitan satu masalah dengan dengan
masalah lainnya, maka Puskesmas DPT Cilawu memprioritaskan masalah berdasarkan
metode Urgensi (U), Serious (S) dan Growth (G).

Masing-masing kriteria ditetapkan dengan nilai 1-3, nilai semakin besar jika tingkat
urgensinya (U) sangat mendesak, atau tingkat perkembangan dan keseriusan semakin
memprihatinkan apabila tidak diatasi. Kemudian kalikan tingkat urgensi (U) dengan
tingkat keseriusan (S) dan tingkat perkembangan (G).Prioritas masalah disusun
berdasarkan hasil perkalian yang paling besar dari ketiga hal tersebut.

Program Pokok Program Pengembangan

Promosi Kesehatan UKS

Kesehatan Lingkungan Kesehatan Masyarakat

Kesehatan Ibu & Anak Kesehatan Kerja

Perbaikan Gizi Kesehatan Gigi & Mulut

Pencegahan & P2M Kesehatan Jiwa

Pengobatan Kesehatan Mata

Kesehatan Lansia
Kesehatan Tradisional

Tabel di atas memperlihatkan bahwa, program pencegahan dan penaggulangan


Penyakit Tidak menular (PTM) pada puskesmas Padalarang belum menjadi program
yang di prioritaskan, sedangkan upaya kesehatan Perkesmas (PHN) dengan program
kegiatan pemberdayaan individu / keluarga melalui kunjungan rumah masih belum
menjadi program yang dapat mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyaratkat di
wilayah kerja Puskesmas Padalarang.

BAB III
ANALISIS SWOT
PUSKESMAS PADALARANG

A. Internal Factor Evaluation (IFE Matrix), Strength (Kekuatan)


TOTAL
BOBOT SKOR
NO STRENGTH (KEKUATAN) (Bobot x
(Total 1) (1-3)
Skor)
1 Indikator : VISI & MISI, Kebijakan, Strategi dan Program pokok
terkait PTM
a. Visi puskesmas Padalarang menyesuaikan potensi serta
keserasian dengan Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung
Barat, Visi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Pemerintah
Kabupaten Bandung Barat, serta Visi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Indikator Visi puskesmas Padalarang sudah menunjukan adanya
tujuan yaitu :
 Menunjukan komitmen yang ingin dicapai
 Menunjukan arah dan fokus strategi yang cukup jelas 0,05 1 0,05
 Menggabungkan berbagai gagasan strategi 0,01 1 0,01
 Berorientasi menuju masa depan yang lebih baik
b. MISI puskesmas Padalarang sudah menyesuaikan dengan VISI- 0,03 1 0,03
nya, memasukan pernyataan tentang tujuan yang diaplikasikan 0.01 1 0,01
dalam pelayanan kesehatan, nilai yang dapat diperoleh, serta
aspirasi dan cita-cita yang berorientasi ke masa datang
c. Puskesmas Padalarang telah menetapkan kebijakan, membuat
renstra dengan program pokok sesuai dengan tugas pokok dan 0.01 1 0,01
fungsinya berdasarkan perda No 4 tahun 2008 dengan menitik
beratkan pada 3 sasaran utama pembangunan yaitu :Menejemen
Puskesmas, Intensifikasi, dan Pengembangan kemitraan. 0.02 1 0,02
2 Indikator : Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Puskesmas Padalarang melaksanakan program Balai Pengobatan
(BP) yang dilaksanakan oleh 3 orang pemegang program dengan
kualifikasi pendidikan bidang kesehatan
b. Penanggungjawab program Balai Pengobatan memiliki 0.01 2 0,02
pengalaman kerja yang sesuai dengan bidangnya lebih dari 3
tahun dan sudah memiliki sertifikat sesuai dengan kualifikasinya.
c. Puskesmas Padalarang memiliki SDM Kesehatan yang terdiri
dari : Administrator Kesehatan Masyarakat 2  orang, dokter 0.01 1 0,01
umum 2 orang, dokter gigi 1 orang, perawat umum 8  orang,
perawat gigi 1 orang, bidan desa 4 orang, bidan puskesmas
4 orang, sanitarian 1 orang, nutrisianis 1 orang, apoteker 1 orang,
asisten apoteker 2 orang, tenaga umum rekam medis 1 orang,
TKK Pemda 3 orang, TKK Kapitasi BPJS 3 orang, honorer
2 orang, magang 1 orang. 0.03 2 0,06
3 Indikator : Anggaran
a. Anggaran Program PTM berasal dari BOP dan BOK, 0.1 2 0,2
pengalokasian dana dilakukan melalui subsidi silang.
4 Indikator : Program PTM dan Sasarannya
a. Upaya pencegahan PTM dilakukan pada level promotif, 0.1 1 0,1
preventif, kuratif dan rehabilitatif melalui upaya promosi
kesehatan dan screening kasus PTM, bila ditemukan kasus yang
memerlukan upaya kuratif ditangani terlebih dahulu di
puskesmas jika tidak tertangani langsung dilakukan rujukan ke
Puskesmas maupun RS.
b. Puskesmas Padalarang sudah memiliki Posbindu sebanyak 8yang 0.1 2 0,2
tersebar di 4 (empat) desa. Pelaksanaannya di dalam gedung
ruang khusus Posbindu, memberikan pelayanan lansia dan
dewasa serta penjaringan masalah kesehatan yang dilakukan
setiap hari termasuk melayani konseling khusus bagi
lansia.Pelayanan Posbindu PTM di luar gedung disesuaikan
dengan pelaksanaan Posyandu.
c. Promosi kesehatan dilaksanakan oleh pemegang program 0.03 2 0,06
Promkes yang disesuaikan dengan situasi kebutuhan lapangan
dan anggaran termasuk materi penyuluhan
d. Program upaya P2M puskesmas Padalarang termasuk program 0.05 3 0,15
kesehatan dasar (upaya kesehatan wajib), menyesuaikan dengan
3 fungsi puskesmas (pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata
pertama meliputi : pelayanan kesehatan perorangan, pelayanan
kesehatan masyarakat).
5 Indikator : Sarana Prasarana
a. Puskesmas Padalarang sudah memiliki ruangan khusus 0.05 3 0,15
Posbindu.
b. Puskesmas Padalarang ditunjang oleh 2 Pustu yang terletak di 0.05 1 0,15
desa Kertajaya
c. Puskesmas Padalarang memiliki 11 Posbindu yang sudah efektif 0.05 3 0,15
berjalan setiap bulannya.
d. Puskesmas Padalarang memiliki kendaraan inventaris berupa 1 0.05 2 0,15
(satu) mobil ambulance dan 1 (satu) yang bisa digunakan untuk
menjangkau daerah pelosok
e. Fasilitas kesehatan lainnya : klinik umum 3 buah, praktek 0.02 1 0,02
dokter bersama1 buah, praktek dokter gigi 1 orang, praktek
bidan9 orang, posyandu 74 buah.
6 Indikator :Sistem Pencatatan dan Evaluasi
a. Puskesmas Padalarang melaksanakan pencatatan kunjungan 0.02 1 0,02
setiap harinya termasuk dalam bentuk laporan bulanan.
b. Evaluasi program dilaksanakan 1 bulan sekali dalam bentuk 0.03 1 0,03
Lokbul (lokmin bulanan), termasuk mengevaluasi program.
Indikator :Kebijakan dan Strategi
Arah kebijakan pembangunan kesehatan yang dibuat oleh puskesmas
Padalarang, mengarah pada :
a. Peningkatan kinerja organisasi puskesmas Padalarang. 0.01 1 0,01
b. Penigkatan kemampuan SDM dalam sistem informasi kesehatan. 0.01 1 0,01
c. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan penggunaan obat- 0.01 2 0,02
obatan dalam rangka perlindungan dan pemenuhan kebutuhan
konsumen dan masyaakat dalam kesehatan.
d. Peningkatan pola kemitraan dalam rangka peningkatan 0.03 2 0,1
partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan.
e. Peningkatan pengetahuan dan kemandirian masyarakat dalam 0.02 1 0,02
bidang kesehatan masyarakat.
f. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat dalam keluarga dan 0.02 2 0,04
masyarakat.
g. Penanggulangan dan penekanan permasalahan gizi dalam 0.02 2 0,04
keluarga dan masyarakat.
Total Kekuatan 1,84

B. Internal Factor Evaluation (IFE Matrix), Weakness (Kelemahan)


TOTAL
BOBOT SKOR
NO WEAKNESS (KELEMAHAN) (Bobot x
(Total 1) (1-3)
Skor)
1 Indikator : Program Pengendalian PTM
a. Program Posbindu merupakan program pengembangan di 0,05 1 0,1
Puskesmas Padalarang, belum dijadikan sebagai program pokok,
sehingga Puskesmas belum membentuk Renstra khusus
pengendalian PTM.
b. Puskesmas Padalarangbelum melakukan banyak inovasi pada 0,1 1 0,1
program PTM karena keterbatasan tenaga.
c. Belum efektifnya pelaksanaan linprog dan linsek dari masing- 0,05 1 0,05
masing penanggung jawab program.
2 Indikator : Pendanaan
a. PTM belum masuk dalam Permendagri nomor 13 tahun 2006 0,07 1 0,07
sebagai dasar rujukan kegiatan program di dinas kesehatan
sehingga sulit untuk pengajuan anggaran secara mandiri,
dampaknya Puskesmas sendiri yang mengatur alokasi dana
b. Pendanaan belum cukup menyentuh secara utuh untuk program 0,05 1 0,05
PTM Diabetes Melitus khususnya, sehingga mengalami kendala
dalam penyusunan anggaran dan penyusunan program
c. Aspek landasan hukum dan dukungan dana untuk program PTM 0,2 1 0,2
belum optimal
3 Indikator : Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Pemegang program PTM di puskesmas Padalarangmasih 0,05 1 0,05
memiliki tanggung jawab ganda
b. Kader khusus untuk program PTM tidak ada namun dimodifikasi
merangkap sebagai kader posyandu sehingga pengetahuan 0,05 1 0,05
mengenai Diabetes Melitus tidak maksimal
c. Sistem reward dan punishment terkait program PTM belum 0,07 1 0,07
optimal
d. Keterbatasan SDM menyebabkan 1 orang melaksanakan
beberapa program Puskesmas (3-4 program), sehingga 0,1 1 0,1
menyebabkan program PTM Diabetes Melitus belum bisa
berjalan optimal.
Indikator :Sarana Prasarana
a. Dikarenakan puskesmas Padalarangmendapatkan alat 0,05 1 0,05
4 pemeriksaan posbindu kit yang tidak memadai dengan jumlah
sasaran PTM di wilayah kerja puskesmas.
b. Wilayah kerja yang cukup luas, menyebabkan pelayanan lansia 0,2 1 0,2
dan desawa khususnya Diabetes Melitustidak terjangkau.
5 Indikator : Sistem Pencatatan dan Evaluasi
a. Sistem pelaporan dan pencatatan kasus dan pendataan pasien 0,05 1 0,05
PTM belum optimal dan terstruktur, hanya dari pencatatan dari
balai Pengobatan dan Posbindu.
b. Tidak terdapat form khusus untuk pencatatan PTM 0,1 1 0,1
c. Pencatatan laporan kasus Diabetes Melitusdiambil dari laporan
diagnosa yang dikeluarkan oleh Balai Pengobatan, pemeriksaan 0,1 1 0,1
laboratorium dan Posbindu (lansia).
6 Indikator :Kebijakan dan Strategi
a. Puskesmas Padalarang belum ada kebijakan khusus mengatasi 0,06 1 0,06
permasalahan PTM, khususnya Diabetes Melitus.
b. Setrategi pelaksanaan pembangunan kesehatan dan kebijakan
program yang dibuat puskesmas Padalarang,masihbelum 0,1 1 0,1
maksimal yang mengarah ke PTM,sementara hanya berbasis
kemitraan dengan BPJS (Prolanis) dan pelaporan rutin PTM.
Total Kelemahan 1.55

C. External Factor Evaluation (EFE Matrix), Opportunity (Peluang)


TOTAL
BOBOT SKOR
NO OPPORTUNITY (PELUANG) (Bobot x
(Total 1) (1-3)
Skor)
1 Indikator : Sumber Daya Manusia
a. Puskesmas berpeluang menjalin kemitraan dengan pihak
penanggung jawab desa (kepala desa) dalam hal pendataan 0,1 3 0,3
keluarga rawan (yang memiliki factor resiko PTM Diabetes
Melitus), yang kemudian dijadikan sebagai program pembinaan
keluarga (home care).
b. Peran serta kader Posyandu yang aktif bisa di berdayakan untuk
kader Posbindu dengan cara memberikan pembinaan terlebih
2 0.4
dahulu mengenai PTM Diabetes Melitus 0,2

Indikator :Sumber Informasi dan Tekhnologi


a. Puskesmas Padalarang memiliki peluang besar dan kemudahan
memperoleh informasi dan teknologi terbaru baik dibidang 0,05 2 0,1
manajemen maupun pelayanan kesehatan, yang bisa digunakan
2 untuk pengembangan program PTM.
b. Penduduk wilayah kerja puskesmas Padalarang sebagian besar
berprofesi sebagai buruh pabrik, jika unit kesehatan kerja di
pabrik tersebut berjalan dimugkinkan karyawannya mendapatkan 0,3 1 0,3
informasi kebih khususnya tentang Diabetes Melitus
3 Indikator :Dukungan Program PTM
a. Program PTM merupakan program langsung dari dinas 0,06 2 0,12
kesehatan, puskesmas memiliki kesempatan untuk mendapatkan
bantuan pendanaan dan Posbindu Kit (termasuk alat skrining
untuk pemeriksaan gula darah) karena meskipun bukan
percontohan dari dinas kesehatan tetapi Posbindu di puskesmas
Padalarangsudah berjalan
b. Terbukanya peluang kerjasama dengan program Perkesmas
sebagai ujung tombak pelayanan ke masyarakat terkait 0,1 3 0,3
pelaksanaan program PTM dan program lainnya
c. Wilayah Kabupaten Bandung Barat sering dijadikan sebagai
lahan dalam kegiatan praktek belajar lapangan dan penelitan oleh
mahasiswa dari berbagai institusi pendidikan, sehingga 0,05 2 0,1
puskesmas berpeluang mengajak kerjasama institusi pendidikan
dari berbagai profesi kesehatan dalam menciptakan inovasi-
inovasi positif terhadap pengembangan program PTM
4 Indikator : Sarana Prasarana
a. Kabupaten Bandung Barat memiliki 3 RS milik pemerintah yang 0,1 1 0,1
dapat digunakan untuk sistem rujukan PTM.
b. Puskesmas Padalarang memiliki mobil ambulance yang masih
layak pakai sebagai sarana penunjang pelayanan. 0,2 3 0,6

Total Peluang 2,32

D. External Factor Evaluation (EFE Matrix), Threath (Ancaman)


TOTAL
BOBOT SKOR
NO THREATH (ANCAMAN) (Bobot x
(Total 1) (1-3)
Skor)
1 Wilayah kerja puskesmas Padalarang memiliki akses jalan yang
cukup berat,merupakan jalur macet, rawan kecelakaan lalu lintas,
memiliki type demografi penduduk perkotaan memungkinkan
pengelola program PTM memiliki beban optimal.
0.1 1 0.1
2 a. Karakteristik suku masyarakat yang beraneka ragam, dan tidak
maksimalnya sumber informasi yang bisa diakses masyarakat,
menyebabkan masyarakat kurang mendukung program PTM.
b. Sebagian besar profesi penduduk wilayah kerja puskesmas 0.1 3 0.3
Padalarang sebagai buruh pabrik, hal ini memungkinkan
ditemukannya keterbatasan waktu (shif kerja) dalam pemberian
pelayanan PTM khususnya Diabetes Melitus 0.05 2 0.1
3 Kader khusus PTM tidak ada hanya memanfaatkan kader posyandu
dan masih ada kader yang belum mendapatkan pelatihan tentag
posbindu PTM, sehingga beresiko belum optimalnya pelayanan
kegiatanposbindu. 0.05 2 0.1
4 Program PTM belum dijadikan program pokok oleh puskesmas, 0.1 2 0.2
sehingga dukungan dari lintas sektor masih terbatas.
Total Ancaman 0.8

E. Analisis Penghitungan Skor


1. Sumbu X = Total skor pada Strength Total skor pada Weakness
= 1,841,55 = 0,29
2. Sumbu Y = Total skor pada Opportunity Total skor pada Threats
= 2,32 0,8 = 1,52
Gambaran Kurva TOWS
O
O +1,52
1,52 Kuadran
K
Kuadran IV I
Kuadran IV Kuadran I
W S
W S
0,29
- 0,17
Kuadran III Kuadran II

T
Kuadran III Kuadran II

Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa skor berada pada kuadran I, Posisi ini
menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang.Rekomendasi strategi yang
diberikan adalah Progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga
sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan
meraih kemajuan secara maksimal.
BAB IV
PLAN OF ACTION (POA)/MATRIKS TOWS

SW Strengths (S) Weakness (W)


OT Indikator : VISI & MISI, Kebijakan, Strategi dan Program Indikator : Program Pengendalian PTM
pokok terkait PTM a. Program Posbindu merupakan program pengembangan
a. Visi puskesmas Padalarang menyesuaikan potensi serta di Puskesmas Padalarang, belum dijadikan sebagai
keserasian dengan Visi Dinas Kesehatan Kabupaten program pokok, sehingga Puskesmas belum
Bandung Barat, Visi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa membentuk Renstra khusus pengendalian PTM
Barat, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, serta Visi Diabetes Melitus (Posbindu PTM).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. b. Puskesmas Padalarang tidak termasuk binaan PTM
Indikator Visi puskesmas Padalarang sudah menunjukan dari dinas kesehatan
adanya tujuan yaitu : c. Belum efektifnya pelaksanaan linprog dan linsek dari
 Menunjukan komitmen yang ingin dicapai masing-masing penanggung jawab program untuk
 Menunjukan arah dan fokus strategi yang cukup jelas pengendalian PTM Diabetes Melitus.
 Menggabungkan berbagai gagasan strategi Indikator : Pendanaan
 Berorientasi menuju masa depan yang lebih baik a. Pendanaan belum cukup menyentuh secara utuh untuk
b. MISI puskesmas Padalarang sudah menyesuaikan dengan program PTMDiabetes Melitus khususnya
VISI-nya, memasukan pernyataan tentang tujuan yang b. Puskesmas terkendala dalam penyusunan anggaran dan
diaplikasikan dalam pelayanan kesehatan, nilai yang penyusunan program untuk PTM
dapat diperoleh, serta aspirasi dan cita-cita yang c. Aspek landasan hukum dan dukungan dana untuk
berorientasi ke masa datang program PTM khususnya Diabetes Melitus belum
c. Puskesmas Padalarang telah menetapkan kebijakan, optimal
membuat renstra dan menyusun kegiatan pokok dalam Indikator : Sumber Daya Manusia (SDM)
pengendalian PTM secara operasional dan aplikatif a. Pemegang program PTMdi puskesmas
Indikator : Sumber Daya Manusia (SDM) Padalarangmemiliki tanggung jawab ganda
a. Puskesmas Padalarang melaksanakan program Balai b. Sistem reward dan punishment terkait program PTM
Pengobatan (BP) yang dilaksanakan oleh 2 orang belum optimal
pemegang program dengan kualifikasi pendidikan bidang c. Puskesmas Padalarang memiliki tenaga medis (dokter)
kesehatan yang belum ideal, sehingga perawat banyak melakukan
b. Penanggungjawab program Balai Pengobatan memiliki tindakan non keperawatan (pemeriksaan dan
pengalaman kerja yang sesuai dengan bidangnya lebih pemberian resep obat).
dari 3 tahun dan sudah memiliki sertifikat sesuai dengan d. Keterbatasan SDM menyebabkan 1 orang
kualiikasinya. melaksanakan beberapa program Puskesmas (2-3
c. Puskesmas Padalarang memiliki SDM Kesehatan yang program), sehingga menyebabkan program PTM

48
terdiri dari : Administrator Kesehatan Masyarakat 1  khususnya Diabetes Melitus belum bisa berjalan
orang, dokter umum 2 orang, dokter gigi 2 orang, perawat optimal.
umum 7 orang, perawat gigi 1 orang, bidan desa 8 orang, Indikator : Sarana Prasarana
bidan puskesmas 7 orang, sanitarian 1 orang, ahli gizi a. Dikarenakan puskesmas Padalarang tidak termasuk
1 orang, asisten apoteker 1 orang, tenaga umum rekam puskesmas binaan PTM sehingga Posbindu kit tidak
medis 1 orang, honorer 2 orang, magang 1 orang ada alokasi dari dinkes
Indikator : Anggaran b. Dikarenakan wilayah kerja yang cukup luas dan
a. Anggaran Program PTM berasal dari BOK, berbukit, sehingga pelayanan posbindu khususnya
pengalokasian dana dilakukan melalui subsidi silang. Diabetes Melitus tidak sepenuhnya terjangkau oleh
Indikator : Program PTM dan Sasarannya masyarakat
a. Upaya pencegahan PTM dilakukan pada level promotif, Indikator : Sistem Pencatatan dan Evaluasi
preventif, kuratif dan rehabilitatif melalui upaya promosi a. Sistem pelaporan dan pencatatan kasus dan pendataan
kesehatan dan screening kasus PTM pada pelayanan pasien PTM belum sepenuhnya optimal dan
posbindu, bila ditemukan kasus yang memerlukan upaya terstruktur, hanya dari pencatatan dari balai
kuratif ditangani terlebih dahulu di puskesmas jika tidak Pengobatan dan Posbindu.
tertangani langsung dilakukan rujukan ke Puskesmas b. Pemahaman kader dalam pengisian form PTM belum
maupun RS. sepenuhnya optimal
b. Pelayanan yang berkaitan dengan PTM Diabetes Melitus Indikator : Kebijakan dan Strategi
di dalam gedung dilakukan juga di ruang khusus a. Puskesmas Padalarang belum ada kebijakan maupun
Posbindu, memberikan pelayanan lansia dan penjaringan strategi khusus untuk mengatasi permasalahan PTM,
masalah kesehatan yang dilakukan setiap hari termasuk khusunya Diabetes Melitus.
melayani konseling khusus bagi lansia.
c. Promosi kesehatan dilaksanakan oleh pemegang program
Promkesh yang disesuaikan dengan situasi kebutuhan
lapangan dan anggaran termasuk materi penyuluhan
Indikator : Sistem Pencatatan dan Evaluasi
a. Puskesmas Tagogap melaksanakan pencatatan kunjungan
setiap harinya termasuk dalam bentuk laporan bulanan
dan pelaporan dari setiap kegiatan posbindu.
b. Terdapat form khusus untuk pencatatan PTM
c. Evaluasi program dilaksanakan 1 bulan sekali dalam
bentuk Lokbul (lokmin bulanan), termasuk evaluasi
program.

Opportunity (O) Strategi SO Strategi WO

Indikator : Sumber Daya Manusia a. Optimaslisasi kerjasama lintas program khususnya a. Maksimalkan kesempatan kerjasama dengan kepala
a. Pihak penanggung jawab desa (kepala desa) perkesmas sebagai ujung tombak pelayanan ke desa sebagai lembaga pemerintahan masyarakat yang

49
mendukung sepenuhnya terhadap puskesmas untuk masyarakat dan lintas sektor dengan penanggung jawab sudah siap mendukung pelaksanaan program PTM.
menjalin kemitraan dalam hal pendataan keluarga desa (kepala desa) sebagai lembaga pemerintahan b. Maksimalkan kemampuan SDK guna mendukung unit
rawan (yang memiliki faktor resiko genetik PTM masyarakat, media informasi lainnya pelaporan PTM untuk menjawab tantangan dan
Diabetes Melitus), yang kemudian dijadikan sebagai b. Lakukan perekrutan kader khusus PTM yang sebagian di peningkatan jejaring informasi
program pembinaan keluarga (home care). ambil dari kader posyandu agar tansfer ilmu lebih mudah c. Lakukan evaluasi capaian program PTM saat berjalan
b. Kader posyandu merangkap sebagai kader program c. Optimaslisasi kemampuan SDK dalam pemberdayaan d. Tempatkan SDK sesuai bidang keilmuan, keahlian dan
PTM masyarakat serta peningkatan penguasaan tekhnologi di kemampuan dibidangnya
Indikator : Sumber Informasi dan Tekhnologi bidang kesehatan dalam rangka penyebaran informasi
a. Puskesmas Padalarang memiliki peluang besar dan terkait program PTM.
kemudahan memperoleh informasi dan teknologi d. Optimalisasi kerjasama (MOU) dengan instansi
terbaru baik dibidang manajemen maupun pelayanan pendidikan guna mengembangkan program PTM
kesehatan, yang bisa digunakan untuk pengembangan e. Kerjasama lintas sektor dengan pelayanan kesehatan yang
program PTM. ada di wilayah KBB guna membuat sistem rujukan PTM
b. Desa Padalarang memiliki radio amatir yang bisa
diajak untuk bekerjasama dalam penyebaran informasi
kesehatan
Indikator : Dukungan Program PTM
a. Program PTM merupakan program langsung dari
dinkes, puskesmas memiliki kesempatan untuk
mendapatkan bantuan pendanaan dan Posbindu Kit
(termasuk alat skrining untuk pemeriksaan gula darah)
karena meskipun bukan percontohan dari dinas tetapi
program Posbindu sudah berjalan
b. Terbukanya peluang kerjasama dengan lintas sektor di
pemerintahan desa sebagai ujung tombak pelayanan
ke masyarakat terkait pelaksanaan program PTM
hipertesni.
c. Wilayah Kabupaten Bandung Barat sering dijadikan
sebagai lahan dalam kegiatan praktek belajar lapangan
dan penelitan oleh mahasiswa dari berbagai institusi
pendidikan, sehingga puskesmas berpeluang
mengajakkerjasama institusi pendidikan dari berbagai
profesi kesehatan dalam menciptakan inovasi-inovasi
positif terhadap pengembangan program PTM
Indikator : Sarana Prasarana
a. Kabupaten Bandung Barat memiliki 3 RS milik
pemerintah dan 3 swasta yang dapat digunakan
untuk sistem rujukan PTM.
b. Puskesmas Padalarang sudah memiliki pelayanan
Posbindu tersebar di 3 desa dengan waktu
pelaksanaanya disesuaikan dengan pelayanan
Posyandu.
c. Puskesmas Padalarang ditunjang oleh Pustu yang
terletak di desa Ciburuy
Indikator : Sistem Pencatatan dan Evaluasi
a. Puskesmas Padalarang melaksanakan pencatatan
kunjungan setiap harinya termasuk dalam bentuk
laporan bulanan dan pelaporan dari setiap kegiatan
posbindu.
b. Terdapat form khusus untuk pencatatan PTM
Evaluasi program dilaksanakan 1 bulan sekali dalam
bentuk Lokbul (lokmin bulanan), termasuk evaluasi
program.
Threath (T) Strategi ST Strategi WT

a. PTM belum masuk dalam Permendagri nomor 13 a. Program PTM yang terkandung dalam visi misi, a. Optimaslisasi kemampuan SDK dalam pemberdayaan
tahun 2006 sebagai dasar rujukan kegiatan program hendaknya menyesuaikan dengan Permendagri nomor 13 masyarakat serta peningkatan penguasaan tekhnologi
di Dinas Kesehatan sehingga sulit untuk pengajuan tahun 2006 sebagai dasar rujukan kegiatan program dan di bidang kesehatan.
anggaran secara mandiri, dampaknya Puskesmas sebagai rujukan program pokok b. Omptimalisasi SDK sesuai dengan bidang keilmuan,
secara mandiri dalam mengatur alokasi dana b. Menyusun program berdasarkan kebutuhan masing- keahlian serta kemampuannya.
b. Wilayah kerja puskesmas Padalarang berbukit dan masing wilayah c. Memaksimalkan sistem reward dan punishment terkait
memiliki akses jalan yang cukup berat, c. Menyusun program yang bertujuan untuk meningkatkan program PTM khususnya Diabetes Melitus kepada
memungkinkan program PTM tidak berjalan optimal kepedulian/partisipasi masyarakat SDK atau kader posbindu PTM terpilih
untuk menjangkau seluruh wilayah d. Membuat proposal yang bertujuan untuk menjalin
c. Tidak maksimalnya sumber informasi yang bisa kerjasama lintas sektor
diakses masyarakat, menyebabkan masyarakat e. Gunakan strategi social marketing untuk mempermudah
kurang mendukung program PTM. penyebaran informasi misalnya media informasi radio,
d. Kader PTM hanya melibatkan kader posyandu dan penyebaran leaflet, pamflet dan mencanangkan PHBS
belum mendapatkan pelatihan tentang Posbindu masyarakat.
PTM, sehingga pengetahuan mengenai PTM f. Gunakan kemampuan kader (optimalisasi) yang tersebar
Diabetes Melitus tidak maksimal disuluruh RW untuk dijadikan kader khusu posbindu.
e. Program PTM belum dijadikan program pokok oleh
puskesmas, sehingga dukungan dari lintas sektor
masih terbatas.

51
BAB V

USULAN UPAYA PENGEMBANGAN PROGRAM

Penulis mencoba untuk memberikan usulan upaya pengembangan program PTM


khususnya Diabetes Melitus di Puskesmas Padalarang wilayah Dinas Kesehatan
Kabupaten Bandung Barat yang dirumuskan dari hasil analisa SWOT yang telah di
lakukan sebelumnya antara lain :
1. Penanggung jawab program PTM yang ditunjuk seyogyanya menjalin kerjasama
dengan lintas program yang ada dalam upaya pelaksanaan program PTM. Kerjasama
tersebut melibatkan program Perkesmas dan keperawatan keluarga, surveilan, promosi
kesehatan dan gizi.
a. Perkesmas : Memberikan perawatan langsung serta membina masyarakat dan
keluarga, perawat perkesmas melakukan deteksi masalah kesehatan yang terjadi
kemudian memetakannya dalam titik wilayah.Kemudian memberikan asuhan
keperawatan keluarga sesuai dengan kelompok umur dan tahapan perkembangan
keluarganya.
b. Lansia : Membantu melakukan pencegahan terhadap PTM dengan membina
kelompok vulnerabledengan membentuk Support Helping Group.
c. Surveilans: Membantu skrining dan penemuan kasus baru PTM khususnya
Diabetes Melitus.
d. Promkes :Intervensi promotif bagi masyarakat atau keluarga beresiko terkena PTM
khususnya Diabetes Melitus.
e. Gizi : Memantau status nutrisi masyarakat atau keluarga beresiko agar tetap dalam
kondisi seimbang.
2. Penanggung jawab program PTM mampu melakukan optimalisasi pemberdayaan
masyarakat (peran aktif) dengan melakukan inovasi dan kreasi terhadap Resource dan
masalah yang bertujuan untuk melakukan sosialisasi program PTM kepada masyarakat
serta meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penanggulangan masalah kesehatan
terutama PTM Diabetes Melitus yang ada di masyarakat.
3. Menyamakan persepsi, penetapan tupoksi dan SOP yang jelas terkait pelaksanaan dan
kerjasama antar program di puskesmas.
4. Penanggung jawab program PTM dalam pelaksanaan programnya untuk menunjang
pencatatan, pelaporan, dan monitoring program PTM perlu melakukan optimalisasi
penggunaan serta pemanfaatan tekhnologi informasi (portal PTM).
5. Puskesmas melalui dinas kesehatan mampu melakukan optimalisasi kemampuan SDM
yang ada terutama dalam pemberdayaan masyarakat serta penguasaan tekhnologi
pelayanan kesehatan melalui pelatihan yang terstruktur dan berkelanjutan.
6. Wilayah Kabupaten Bandung Baratmulai sering dijadikan sebagai lahan prkatik dalam
kegiatan praktek belajar lapangan dan penelitan oleh mahasiswa dari berbagai institusi
pendidikan, sehingga Puskesmas Padalarang berpeluang mengajak kerjasama (MOU)
melalui dinas kesehatanuntuk menciptakan inovasi ataupun gagasan positif terhadap
pengembangan program PTM.
7. Penanggung jawab program PTM mampu melakukan evaluasi serta monitoring yang
bersifat formatif untuk menilai efektivitas capaian program secara berkala serta mampu
menyusuninovasi program sesuai kebutuhan.
BAB VI
KESIMPULAN

Penyakit tidak menular merupakan tantangan tersendiri dalam melaksanakan program


pembangunan kesehatan di Indonesia. Diabetes Melitus merupakan kondisi kronis yang
kompleks dan sering disebut juga sebagai "King Of Desease"yang diderita seumur hidup
oleh penderita, keluarga dan masyarakat sehingga tidak jarang kondisi ini mengakibatkan
penderita dan keluarga jatuh pada kondisi stress. Keluarga dan masyarakat akan berusaha
mengatasi dan berdaptasi dalam situasi tersebut, sakit yang dirasakan pada anggota
keluarga merupakan stress yang bersifat situasional yang dapat menyebabkan masalah
kesehatan pada keluarga dan berimbas kepada masyarakat.
Perawat komunitas memiliki peran penting dalam mengupayakan masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan serta mengembangkan berbagai program sebagai respon
terhadap kebutuhan kesehatan. Perawat dapat melakukan pengkajian sesuai dengan apa
yang dibutuhkan mulai tingkat individu, keluarga dan masyarakat dengan Diabetes
Melitus, selanjutnya dapat mengembangkan strategi intervensi yang tepat untuk mengatasi
berbagai komplikasi Diabetes Melitus berbasis individu, keluarga ataupun masyarakat.
Perawat komunitas lebih fokus pada tindakan preventif Diabetes Melitus serta promosi
dalam mempertahankan kesehatan, tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup
penderitaDiabetes Melitus. Dalam mencapai tujuan tersebut, perawat komunitas
melibatkan tiga level pencegahan yaitu primer, sekunder, dan tersier.
Pemerintah menggalakkan upaya kesehatan melalui program Pengendalian Penyakit
Tidak Menular (PPTM) dimana Puskesmas sebagai pemberi layanannya dengan tiga level
pencegahan tersebut. Hasil analisis serta rekomendasi yang penulis upayakan bisa menjadi
referensi tersendiri utnuk kemajuan program PTM disetiap level pencegahannya.
Selanjutnya harapan penulis laporan ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam merumuskan perencanaan ataupun dalam menyusun sebuah kebijakan yang
berpihak pada masyarakat khususnya penderita Diabetes Melitus. Sehingga Puskesmas
sebagai pelaksana teknis kegiatan program pembangunan kesehatan bisa terencana dan
berjalan sesuai dengan yang diharapkan dalam sebuah kebijakan.

54

Anda mungkin juga menyukai