Anda di halaman 1dari 2

Mekanisme kerja stimulasi magnetik transkranial repetitif/repetitive transcranial magnetic

stimulation (rTMS) dalam pemulihan stroke

Pada subjek normal, rTMS berfrekuensi tinggi (lebih dari 5 Hz) meningkatkan eksitabilitas
(sifat dapat dirangsang) kortikal di luar waktu stimulasi [77], sedangkan RTM dengan frekuensi
rendah (1 Hz atau kurang) menyebabkan penurunan eksitabilitas kortikal yang bertahan lama
[14]. Perubahan-perubahan ini diduga berhubungan dengan proses potensiasi sinaps jangka
panjang/long-term synaptic potentiation (LTP) dan depresi (LTD), secara berurutan. Pemulihan
optimal pasca stroke diperkirakan terjadi melalui rekrutmen jalur yang biasanya digunakan pada
subjek sehat. Dengan demikian, dibutuhkan pemulihan kapasitas fungsional dari daerah otak
yang terkena untuk memastikan outcome yang baik [4]. Harus diperhatikan bahwa efek rTMS
dapat timbul di lokasi stimulus atau pada jarak tertentu, dalam struktur kortikal maupun
subkortikal, yang secara fungsional terhubung dengan area yang distimulasi. Dengan demikian,
rTMS mampu meningkatkan pemulihan stroke dengan bekerja langsung pada daerah kortikal
yang mendasarinya atau melalui hubungannya dengan struktur lain. Jaringan yang diaktifkan
dapat berupa serat kortikofugal yang tidak menyilang pada saat terdapat stimulasi korteks
motorik, atau jalur transcallosal pada semua kasus.
Sesungguhnya, berbagai fungsi kortikal tergantung pada keseimbangan aktivasi antara
kedua hemisfer, yang dikendalikan oleh inhibisi interhemisfer/interhemispheric inhibition (IHI)
timbal balik. Lesi monohemisfer dapat mengganggu keseimbangan ini dan menghilangkan
hemisfer yang utuh, sehingga menimbulkan eksaserbasi hipoaktivasi area yang mengalami
kerusakan.
Seperti yang dijelaskan dalam bab sebelumnya, sebagian besar studi rTMS, yang dirancang
untuk memfasilitasi pemulihan stroke, bertujuan untuk menurunkan eksitabilitas hemisfer yang
tidak terkena untuk mengurangi efek inhibisi transcallosal yang berpotensi merusak pada
hemisfer yang terkena. Pada kondisi normal, rTMS frekuensi rendah pada lebih dari satu
hemisfer terbukti mengurangi inhibisi transcallosal yang diberikan oleh hemisfer tersebut
[33,74], yang mengakibatkan peningkatan eksitabilitas hemisfer yang tidak distimulasi
[33,80,85] dan untuk meningkatkan kemampuan fungsional yang dikendalikan oleh hemisfer ini
[51]. Konsep IHI timbal balik kompetitif ini didukung oleh laporan dari pasien dengan stroke
monohemisfer yang membaik setelah stroke berikutnya yang mengenai hemisfer kontralateral
[103]. Dalam kasus stroke motorik, penggunaan paksa tungkai paretik disertai imobilisasi
tungkai normal kontralateral ("constraint-induced therapy") dapat meningkatkan pemulihan
stroke motorik dengan cara meningkatkan eksitabilitas korteks motorik yang diserang dengan
penurunan eksitabilitas korteks motorik yang terkena disertai penurunan eksitabilitas untuk area
kortikal kontralesional yang berhubungan dengan imobilisasi ekstremitas [59].
Berbeda dengan rTMS frekuensi rendah, rTMS frekuensi tinggi diterapkan pada daerah
kortikal yang mengalami kerusakan untuk mengaktifkan kembali daerah ini dan untuk
mengimbangi inhibisi transkallosal yang berlebihan dari hemisfer yang tidak terkena. Dua
penelitian menggunakan pendekatan tersebut untuk meningkatkan pemulihan stroke motorik
[47,48]. Dalam salah satu studi, sesi berulang dengan 3 Hz- rTMS terkait dengan program terapi
fisik, yang dimulai beberapa hari pasca stroke, secara signifikan meningkatkan outcome klinis
[47]. Pasien yang mengalami infark besar tidak mendapatkan manfaat dari sesi rTMS, yang
menunjukkan bahwa keberadaan neuron yang masih hidup di lokasi stimulasi merupakan hal
yang wajib untuk rTMS. Pada stroke pasca-akut atau kronis, uji rTMS frekuensi tinggi pada
daerah kortikal lesi harus diaplikasikan untuk merekrut atau mengaktifkan jalur kompensasi dan
untuk mempromosikan plastisitas adaptif yang terlibat di dalam pemulihan fungsional. Tak lama
setelah stroke, hal ini biasanya dapat melibatkan reorganisasi perilesional dalam jaringan otak
intak yang terletak di sekitar lokasi kerusakan. Kemudian, reorganisasi kortikal dapat dilakukan
pada jarak tertentu (fenomena 'diaschisis'), dalam struktur kortikal atau subkortikal, ipsilateral
atau contralesional. Bertindak pada proses ini dianggap sebagai alasan untuk aplikasi rTMS
dalam neurorehabilitasi pasien stroke [11].
Sebaliknya, sesi rTMS yang diaplikasikan dalam beberapa jam pertama setelah stroke
sebaiknya bertujuan membatasi kehilangan saraf. Stimulasi neuron di zona perilesional dengan
parameter (inhibisi?) yang sesuai dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup neuronal dan
memfasilitasi pemulihan klinis. Jangka waktu pasca stroke dengan demikian merupakan faktor
penting berkaitan dengan tujuan dan modalitas dari penerapan rTMS. Dengan membatasi
perluasan kematian neuron atau dengan aktivasi jalur saraf kompensasi, rTMS tentunya
menyediakan manfaat klinis bagi pasien stroke.

Anda mungkin juga menyukai