A. Definisi
Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat dilihat untuk
pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Keefektifan suatu fototerapi
ditentukan oleh intensitas sinar. Adapun faktor yang mempengaruhi intensitas sinar ini
adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas
permukaan tubuh yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media pemantulan sinar.
Bayi dengan ikterus perlu diamati apakah fisiologis atau akan berkembang
menjadi ikterus patologis. Anamnesis kehamilan dan kelahiran sangat membantu
pengamatan klinik dan dapat menjadi petunjuk untuk melakukan pemeriksaan yang
tepat. Early feeding yaitu pemberian makanan dini pada bayi dapat mengurangi
terjadinya ikterus fisiologik pada bayi.
Sistem fototerapi mampu menghantarkan sinar melalui bolam lampu fluorcent,
lampu quartz, halogen, emisi dioda lampu dan matres optik fiber. Keberhasilan
pelaksanaan fototerapi tergantung dari efektifitas dan minimnya komplikasi yang terjadi
(Stokowski, 2006 dalam Shinta, 2015).
B. Tujuan
Fototerapi merupakan terapi pilihan pertama yang dilakukan terhapa bayi baru
lahir dengan hiperbilirubinemia (Kumar et al, 2010 dalam Shinta, 2015). Fototerapi
merupakan penatalaksanaan hiperbilirubinemia yang bertujuan untuk menurunkan
konsentrasi bilirubin dalam sirkulasi atau mencegah peningkatan kadar bilirubin.
E. Dampak fototerapi akan meningkat jika kadar bilirubin di kulit makin tinggi.
Fototerapi mengubah bilirubin di kapiler superfisial dan jaringan interstitial
dengan reaksi fotokimia dan fotooksidasi menjadi isomer (isomerisasi struktural dan
konfigurasi) secara cepat, yang larut dalam air dan dapat diekskresi melalui hepar tanpa
proses konjugasi sehingga mudah diekskresi dan tidak toksik. Penurunan bilirubin total
paling besar terjadi pada 6 jam pertama.
Faktor yang mengurangi efikasi terapi sinar adalah paparan kulit tidak adekuat,
sumber cahaya terlalu jauh dari bayi (radiasi menurun secara terbalik dengan kuadrat
jarak), lamu flouresens yang terlalu panas menyebabkan perusakan fosfor secara cepat
dan emisi spektrum dari lampu yang tidak tepat. Idealnya, semua ruang perawatan
perinatologi memiliki peralatan untuk melakukan terapi sinar intensif (Giyatmo, 2011).
F. Evektivitas Fototerapi
1. Jenis Cahaya
Cahaya biru (fluoresens biru) dengan spektrum 460-490 nm merupakan cahaya
yang paling efektif dalam fototerapi karena dapat menembus jaringan dan diabsorbsi
oleh bilirubin (bilirubin menyerap lebih kuar pada cahaya biru dengan spektrum 460
nm ini).
2. Saluran energi atau imadiance sumber cahaya
Imadiance diukur dengan radiometer atau spektroradiometer dalam satuan
watt/cm¬¬2 atau µ watt/cm¬¬2nm. Sebagai contoh, sumber cahaya (tipe konvensional
atau standar) yang diletakkan ±20 cm diatas bayi dapat menghantarkan spektrum
imadiance, berkisar 8-10 µ watt/cm¬¬2 nm pada panjang gelombang cahaya 430-490
nm.Adapun cahaya flourenens biru dapat menghantarkan spektrum imadiance berkisar
30-40 µ watt/cm¬¬2nm.
American academy of pediatriks mendefinisikan intensif fototerapi sebagai
fototerapi dengan spektrum imadiance berkisar 30-40 µ watt/cm¬¬2 nm yang dapat
menjangkau permukaan tubuh bayi dengan lebih luas. (Maisels & McDonagh, 2008).
3. Jarak antara bayi dengan sumber cahaya dan luasnya area kulit yang terpajan
Jarak antara bayi dengan sumber cahaya tidak boleh kurang dari 45 cm. Penelitian
terkontrol menyebutkan bahwa semakin luas daerah kulit yang terpajan, semakin besar
reduksi kadar bilirubin total. (Wong et al., 2009).
Efektivitas fototerapi tergantung pada kualitas cahaya yang dipancarkan lampu
(panjang gelombang), intensitas cahaya (iridasi), luas permukaan tubuh, ketebalan
kulit dan pigmentasi, lama paparan cahaya, kadar bilirubuin total saat awal fototerapi
(Sakundarno,2008).
I. Durasi Fototerapi
Lamanya durasi fototerapi selah satunya ditentukan oleh nilai total serum
bilirubin saat mulai fototerapi dan fototerapi dihentikan jika nilai total serum bilirubin
mencapai nilai kurang dari 12 mg/dl (Moeslihchan et al, 2004 dalam Rahmah et al,
2013).
Kesimpulan
Hiperbilirubinemia dapat terjadi pada bayi cukup bulan sehat yang menyusui.
Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa breastfeeding
jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Penyebab BFJ adalah kekurangan asupan
ASI, biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak.
Saran
The American Academy of Pediatrics (AAP) tidak menganjurkan penghentian ASI dan
merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam). Jadi
untuk ibu diharapkan untuk tetap memberikan ASI kepada bayi
Daftar pustaka
Kosim, M,S., Soetandio, Robert. M Sakundaro. 2008. Dampak Lama Fototerapi Terhadap
Penurunan Kadar Bilirubin Total Pada Hiperbilirubinemia Neontal.
Shinta P, Tina. 2015. Pengaruh Perubahan Posisi Tidur Pada Bayi Baru Lahir
Hiperbilirubinemia Dengan Total Fototerapi Terhadap Kadar Bilirubin Total