Anda di halaman 1dari 36

ANALISA DAN TINDAK LANJUT MASALAH

PELAYANAN KESEHATAN DALAM ISU


PERUMAHSAKITAN

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Kesehatan


dan Isu Perumahsakitan

Pembimbing :
dr. Deswara, MMRS

Disusun oleh :
Yosua Nugraha Pratama – 188020088

MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT


PASCASARJANA UNIVERSITAS PASUNDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya sehingga penulis bisa
menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Penulis juga menyampaikan terima
kasih kepada dr. Deswara, MMRS yang telah memberikan bimbingan kepada penulis, serta
kepada teman-teman yang telah membantu dalam proses menyelesaikan makalah ini.
Makalah yang berjudul “Analisa dan Tindak Lanjut Masalah Pelayanan Kesehatan
dalam Isu Perumahsakitan” disusun untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Ganjil Mata
Kuliah Analisa Kebijakan Kesehatan dan Isu Perumahsakitan. Makalah ini berisi tentang hasil
analisa dan kajian yang mendalam mengenai strategi tindak lanjut pimpinan Rumah Sakit
dalam menghadapi masalah internal dan eksternal.
Namun demikian, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di kemudian hari.

Bandung, September 2019

Penulis
Yosua Nugraha Pratama

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3
Latar Belakang....................................................................................................................3
Rumusan Masalah..............................................................................................................4
Tujuan................................................................................................................................4
BAB II KAJIAN PUSTAKA.............................................................................................................5
BAB III ANALISA PERMASALAHAN............................................................................................29
BAB IV LANGKAH PEMECAHAN MASALAH...............................................................................31
BAB V KESIMPULAN.................................................................................................................34
BAB VI DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................35

2
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Rumah Sakit dewasa ini mengalami tranformasi yang cukup besar. Saat ini Rumah Sakit
berada dalam suasana global dan kompetitif, termasuk bersaing dengan pelayanan kesehatan
alternative, seperti dukun atau tabib. Untuk itu diperlukan pengelolaan Rumah Sakit dengan
konsep manajemen yang baik dan benar, jika tidak demikian maka perkembangan Rumah
Sakit akan berjalan lambat. Selain bergerak dalam bidang kesehatan, Rumah Sakit juga
dianggap sebagai sebuah lembaga usaha yang membentuk system ekonomi dalam
masyarakat, karena dianggap sebagai suatu tempat yang memproduksi jasa pelayanan
kesehatan. Dengan kata lain, ada pembeli pelayanan kesehatan dan ada penjual jasa
kesehatan sehingga dapat disebut sebagai pasar pelayanan kesehatan. Sehingga terjadi
pergeseran system Rumah Sakit dari yang berpijak pada dasar kemanusiaan menjadi sebuah
lembaga usaha yang mempunyai misi social. Dalam hal ini, para pimpinan Rumah Sakit
dituntut mampu memahami dan menerapkan ilmu Ekonomi dan ilmu Pengambilan
Keputusan.
Oleh karena sifat yang unik tersebut, Rumah Sakit seperti halnya bidang usaha lainnya
juga tidak terlepas dari berbagai masalah dan tantangan. Mulai dari masalah internal yang
berhubungan dengan pimpinan dan karyawan, hingga masalah eksternal yang berhubungan
dengan pelanggan. Sebagai contoh masalah internal dan eksternal yang dapat terjadi dalam
Rumah Sakit, dapat dilihat pada kasus di bawah ini.
Pergantian kepemimpinan (Direktur) baru dilakukan 2 bulan lalu dan ditemukan
permasalahan sebagai berikut :
1. Sebagian besar gaji karyawan masih dibawah UMR,
2. Turn over karyawan dari 35 %,
3. Laba bersih perbulan 4 %,
4. RS belum terakreditasi, BPJS mengancam akan memutuskan kontrak,
5. Hubungan kurang harmonis antara bagian pelayanan dan keuangan,
6. Beredar informasi tuntutan dari karyawan tertentu untuk meminta mundur Direktur
yang baru,
7. Manager pelayanan kurang peduli dan mementingkan praktek di rumahnya,

3
8. Ditemukan komplain dari bagian pemasaran dengan keluhan :
a. Dokter sering telat datang,
b. Perawat yang tidak ramah,
c. Administrasi yang berbelit belit,
d. Ruangan yang kotor.
Melihat situasi di atas, penulis mencoba menganalisa dan membuat strategi pemecahan
masalah berdasarkan contoh kasus yang ada.

RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang menjadi masalah prioritas / masalah utama / akar masalah dalam Rumah
Sakit tersebut?
2. Bagaimana strategi dalam memecahkan masalah tersebut?
3. Bagaimana solusi yang diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut?

TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai Tugas Ujian Akhir Semester Ganjil Mata
Kuliah Analisa Kebijakan Kesehatan dan Isu Perumahsakitan di Program Magister Manajemen
Rumah Sakit Pascasarjana Universitas Pasundan, serta menjadi bahan masukan bagi jajaran
pimpinan Rumah Sakit apabila menghadapi isu dan masalah yang sama di kemudian hari.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

RUMAH SAKIT
Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, yang dimaksud
dengan Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai
kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti
diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi
social.
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna. Dalam menjalankan tugasnya, Rumah Sakit mempunyai fungsi :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit,
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis,
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan,
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Ruang lingkup pelayanan Rumah Sakit meliputi : pelayanan kesehatan dan pelayanan
manajerial. Pelayanan kesehatan meliputi : pelayanan medik (instalasi rawat jalan, IGD,
instalasi rawat inap, rehabilitasi medik, dll), pelayanan penunjang medik (unit laboratorium,
farmasi, radiologi, dll), dan pelayanan penunjang non medik (unit gizi, laundry, instalasi
sarana dan prasarana, dll). Sementara pelayanan manajerial meliputi : manajemen kebutuhan
pasien, manajemen sumber daya Rumah Sakit, dan perencanaan pengembangan Rumah
Sakit.
Untuk mengukur kinerja Rumah Sakit digunakan beberapa indicator, yaitu :

5
a. Input, berkaitan dengan sumber daya manusia, dana, material, metode, dan
manajemen yang digunakan dalam memberikan pelayanan. Misalnya, jumlah dokter
yang melayani, bahan habis pakai yang digunakan, metode pelayanan, dll.
b. Proses, berkaitan dengan proses yang dilakukan untuk menghasilkan barang atau
jasa. Misalnya, cara memberikan pelayanan, kecepatan pelayanan, ketepatan
pelayanan, dll.
c. Output, adalah tolak ukur hasil pelayanan yang dicapai. Misalnya, jumlah pasien yang
dilayani, jumlah pasien yang dioperasi, dll.
d. Outcome, adalah tolak ukur dampak yang dirasakan oleh pelanggan dari hasil
pelayanan. Misalnya, kepuasan pasien, keluhan pasien, dll.
e. Benefit, adalah ukuran terhadap manfaat bagi pelanggan atau pemberi pelayanan.
Misalnya, biaya pelayanan lebih murah, peningkatan pendapatan Rumah Sakit, dll.
f. Impact, adalah ukuran dampak terhadap masyarakat luas dan biasanya jangka
Panjang. Misalnya, penurunan angka kematian ibu dan bayi, peningkatan derajat
kesehatan masyarakat, dll.

PROSES MANAJEMEN
Proses manajemen terdiri dari 4 fungsi, yakni : planning, organizing, leading, dan
controlling.

6
Dalam manajemen, planning adalah proses menetapkan tujuan kinerja dan menentukan
aksi apa yang harus dilakukan untuk mencapainya. Melalui planning, seorang pemimpin
mengidentifikasi hasil yang diharapkan dan cara untuk mendapatkannya. Rencana yang sudah
ditetapkan harus diimplementasikan. Organizing adalah proses menetapkan tugas,
mengalokasikan sumber daya, dan mengkoordinasikan kegiatan masing-masing individu dan
grup untuk menyelesaikan rencana. Organizing adalah bagaimana pimpinan mengubah
rencana menjadi aksi dengan menetapkan pekerjaan, menetapkan personel, dan mendukung
mereka dengan teknologi dan sumber daya lain. Leading adalah proses merangsang
entusiasme orang lain dan menginspirasi mereka untuk bekerja keras memenuhi rencana dan
mendapatkan hasil. Pimpinan membangun komitmen ke visi yang sama, menyemangati
aktivitas yang mendukung tujuan, dan mempengaruhi orang lain untuk melakukan kinerja
terbaik mereka untuk kepentingan organisasi. Terakhir, fungsi manajemen dari controlling
adalah proses mengukur kinerja, membandingkan hasil dengan tujuan, dan mengambil aksi
perbaikan yang diperlukan. Pimpinan melatih control dengan menjaga hubungan aktif dengan
rekan-rekan kerjanya, mengumpulkan dan menginterpretasikan ukuran kinerja, dan
menggunakan informasi untuk membuat perubahan yang membangun. Control tidak dapat
dikesampingkan dalam proses manajemen.

TEORI PENDEKATAN MANAJEMEN


Manajemen telah mulai dikenal sejak tahun 5000 SM, ketika Bangsa Sumeria
menggunakan catatan tertulis untuk membantu aktivitas pemerintahan dan bisnis. Sejak saat
itu, manajemen terus menerus mengalami perubahan dan perkembangan. Secara umum,
pendekatan manajemen dibagi menjadi 3 kategori besar : (1) pendekatan manajemen klasik,
(2) pendekatan manajemen behavioural, dan (3) dasar manajemen modern.
• Pendekatan Manajemen Klasik
Pendekatan manajemen klasik dikemukakan oleh 3 tokoh penting dalam sejarah
manajemen. Frederick Taylor dengan teori scientific management, Henri Fayol dengan teori
administrative principles, dan Max Weber dengan teori bureaucratic organization. Ketiga
teori ini memiliki kesamaan asumsi, yakni setiap pekerja secara rasional menyadari
kesempatan yang diberikan kepada mereka, dan melakukan apapun yang diperlukan untuk
mendapatkan keuntungan personal dan moneter yang sebesar-besarnya.

7
Dalam teori scientific management, Taylor beranggapan bahwa setiap pekerja melakukan
pekerjaannya dengan cara masing-masing dan tidak konsisten, sehingga menyebabkan
inefisiensi dan rendahnya performa. Ia juga percaya bahwa masalah ini dapat diatasi bila para
pekerja diajarikan dan dibantu dengan bimbingan untuk melakukan pekerjaan mereka
menggunakan cara yang tepat. Taylor menggunakan konsep studi waktu untuk menganalisa
pergerakan dan usaha yang diperlukan dalam setiap pekerjaan, dan mengembangkan cara
yang paling efisien untuk melakukannya. Pendekatan ini meliputi 4 prinsip :
- Kembangkan aturan dalam setiap pekerjaan yang meliputi aturan pergerakan,
implementasi kerja terstandar, dan kondisi kerja ideal,
- Memilih pekerja dengan kemampuan yang tepat untuk pekerjaan tersebut,
- Melatih pekerja untuk melakukan tugasnya, dan beri insentif yang tepat jika bekerja
sesuai aturan,
- Mendukung pekerja dengan merencanakan pekerjaan dan melancarkan pekerjaan
mereka.
Dalam teori administrative principles, Fayol mengidentifikasi 5 aturan manajemen, yang
merupakan dasar 4 fungsi manajemen modern (P-O-L-C). Kelima aturan tersebut meliputi :
1. Foresight, mempersiapkan rencana aksi untuk masa depan,
2. Organization, menyediakan dan memobilisasi sumber daya untuk
mengimplementasikan rencana,
3. Command, memimpin, memilih dan mengevaluasi pekerja untuk melakukan yang
terbaik sesuai rencana,
4. Coordination, menyatukan beragam upaya dan memastikan informasi tersebar serta
masalah terselesaikan,
5. Control, memastikan segala sesuatu berjalan sesuai rencana dan mengambil aksi
perbaikan yang diperlukan.
Selain itu, Fayol juga menerapkan beberapa prinsip untuk memastikan peningkatan
kualitas manajemen dan membimbing pimpinan dalam proses. Prinsip-prinsip tersebut masih
dipakai sampai sekarang, yakni scalar chain principle (ada garis komunikasi yang jelas dan
tidak terputus dari level tertinggi ke level terendah), unity of command principle (setiap orang
menerima perintah hanya dari 1 pimpinan), dan unity of direction principle (1 orang
bertanggung jawab terhadap semua aktivitas yang memiliki tujuan sama).

8
Dalam teori bureaucratic organization, Weber menekankan bentuk yang ideal, rasional,
dan efisien dari organisasi, yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
- Pembagian tugas yang jelas : setiap pekerjaan didefinisikan dengan jelas.
- Hierarki otoritas yang jelas : setiap otoritas dan tanggung jawab dalam setiap posisi
didefinisikan dengan jelas, dan setiap posisi melapor ke level di atasnya.
- Aturan dan prosedur formal : panduan tertulis untuk mengarahkan sikap dan
keputusan dalam bekerja, serta dokumentasi tertulis disimpan sebagai arsip.
- Impersonalitas : aturan dan prosedur diaplikasikan secara seragam dan tidak
memihak, tidak ada seorangpun yang mendapatkan keistimewaan.
- Karir berdasarkan kepantasan : pekerja dipilih dan dipromosikan berdasarkan
kemampuan, kompetensi, dan kinerja.
• Pendekatan Manajemen Behavioural
Selama tahun 1920an, penekanan pada sisi kemanusiaan mulai mempengaruhi
pemikiran manajemen. Beberapa tokoh yang cukup terkenal adalah Mary Parker Follet
dengan teori organisasi sebagai komunitas, Elton Mayo dengan studi Hawthorne, Chris Argyris
dengan teori personalitas dan organisasi, Douglas McGregor dengan teori X dan Y, serta
Abraham Maslow dengan teori kebutuhan manusia. Dasar-dasar pendekatan behavioural
merupakan landasan awal dari perilaku organisasi yang saat ini dikenal.
Dalam studi Hawthorne, Mayo mengidentifikasi adanya efek Hawthorne yaitu
kecenderungan orang-orang yang diberikan perhatian khusus untuk menampilkan performa
yang diantisipasi karena ekspektasi diciptakan oleh keadaan.
Dalam teori kebutuhan manusia, Maslow mendeskripsikan kebutuhan sebagai
kekurangan fisiologis dan psikologis yang dirasa perlu dipenuhi oleh seseorang, dimana
kebutuhan tersebut menciptakan tekanan yang mempengaruhi sikap dan perilaku kerja
seseorang. Teori Maslow didasarkan pada 2 prinsip dasar, yang pertama adalah prinsip deficit
dan kedua adalah prinsip progresi. Prinsip deficit berarti kebutuhan yang sudah terpenuhi
tidak menjadi penambah motivasi, melainkan kebutuhan yang belum terpenuhi lah yang
membuat orang bertindak. Prinsip progresi berarti kebutuhan muncul dalam bentuk hierarki,
dimana kebutuhan akan meningkat bila kebutuhan pada level sebelumnya telah terpenuhi.

9
Dalam teori X dan Y, McGregor membagi sudut pandang pimpinan menjadi 2, yakni teori
X dan teori Y. Menurut sudut pandang teori X, pimpinan beranggapan bahwa pekerja secara
umum tidak menyukai pekerjaannya, kurang ambisi, tidak bertanggung jawab, sulit berubah,
dan lebih senang dipimpin daripada memimpin. Menurut McGregor cara pandang tersebut
kurang tepat dan sebaiknya diubah ke teori Y, dimana pimpinan beranggapan bahwa para
pekerja mencintai pekerjaannya, mampu mengendalikan diri, mau bertanggung jawab,
imajinatif dan kreatif, dan mampu memimpin diri sendiri.
• Dasar Manajemen Modern
Teori-teori manajemen terdahulu membantu perkembangan pemahaman manajemen
lebih lanjut. Mereka mengantarkan pendekatan manajemen modern yang meliputi
penggunaan Analisa kuantitatif dan alat, pandangan organisasi sebagai suatu system,
pemikiran kontingensi, komitmen terhadap manajemen kualitas, peran manajemen
pengetahuan dan pembelajaran organisasional, serta pentingnya manajemen berbasis bukti.

10
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Manajemen sumber daya manusia bertujuan meningkatkan kinerja organisasi melalui
pemanfaatan manusia yang efektif. 3 tugas utama dalam manajemen sumber daya manusia
adalah menarik, mengembangkan, dan mempertahankan tenaga kerja berkualitas. Kunci
utama dalam manajemen sumber daya manusia adalah “pas”, mencari orang yang pas
dengan pekerjaan spesifik, dan pas dengan budaya kerja organisasi.
Tugas pertama manajemen sumber daya manusia adalah menarik tenaga kerja
berkualitas. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan membuat perencanaan sumber daya
manusia, yang merupakan proses analisa kebutuhan staff organisasi dan menentukan
bagaimana cara terbaik mengisi posisi tersebut. Dari hasil analisa pekerjaan tersebut,
disusunlah deskripsi kerja dan spesifikasi kerja. Selanjutnya adalah proses rekruitmen, yang
terdiri dari 3 langkah : (1) iklan lowongan pekerjaan, (2) kontrak awal dengan kandidat
potensial, dan (3) penyaringan awal untuk membuat kumpulan pelamar potensial yang
memenuhi kebutuhan staff organisasi. Setelah kandidat potensial terkumpul, proses
selanjutnya adalah seleksi. Seleksi dimulai dengan penyaringan awal informasi pelamar,
kemudian dilanjutkan dengan interview atau kunjungan lapangan, tes ketenagakerjaan, dan
terakhir pemeriksaan prakerja.
Tugas kedua manajemen sumber daya manusia adalah mengembangkan tenaga kerja
berkualitas. Proses pengembangan tenaga kerja dimulai dari proses orientasi, sosialisasi,
pelatihan dan pengembangan, serta manajemen kinerja.
Tugas ketiga dan paling berat adalah mempertahankan tenaga kerja berkualitas. Survey dari
SHRM menyatakan bahwa alat popular untuk mempertahankan tenaga kerja berkualitas
meliputi fleksibilitas jadwal kerja dan keseimbangan kehidupan kerja, gaji kompetitif, serta
manfaat tambahan yang baik seperti asuransi kesehatan. Setiap organisasi pasti pernah
mengalami pergantian tenaga kerja, dan penanganan hal tersebut merupakan bagian dari
proses manajemen sumber daya manusia. Proses retensi dan pergantian tenaga kerja
meliputi promosi, pension, dan terminasi. Hubungan yang baik antara manajemen dan
pekerja harus terjaga dengan baik, salah satunya adalah melalui serikat pekerja. Landasan
dari hubungan ini adalah perundingan bersama. Perundingan bersama adalah proses dimana
perwakilan pekerja dan manajemen duduk bersama untuk negosiasi, mengelola, dan
menginterpretasikan kontrak kerja. Idealnya, proses ini menghasilkan solusi “menang-

11
menang” dan hasilnya menawarkan manfaat baik bagi pekerja dari segi perlakuan adil dan
manajemen dari segi kualitas kerja.

TEORI MOTIVASI
Motivasi adalah kekuatan dari dalam diri seseorang yang mempengaruhi tingkat
kekuatan, arah, dan kegigihan dari usaha yang dilakukan dalam pekerjaan. Secara sederhana,
orang yang bermotivasi tinggi cenderung bekerja keras sementara orang yang tidak
termotivasi akan sebaliknya. Salah 1 dari tanggung jawab manajerial yang penting adalah
menciptakan kondisi dimana orang akan terus menerus merasa termotivasi untuk bekerja
keras. Motivasi berkaitan erat dengan kebutuhan individu. Salah satu teori kebutuhan yang
sering digunakan adalah teori hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow seperti yang sudah
dibahas sebelumnya.
Teori kedua yang merupakan kelanjutan dari pekerjaan Maslow adalah teori ERG yang
dipopulerkan oleh Clayton Alderfer. Teori ini membagi 5 kategori kebutuhan Maslow menjadi
3, yaitu kebutuhan eksistensi (Existence), kebutuhan relasi (Relatedness), dan kebutuhan
bertumbuh (Growth). Kebutuhan eksistensi adalah keinginan fisiologis dan kesejahteraan
material. Kebutuhan relasi adalah keinginan untuk memuaskan hubungan interpersonal.
Kebutuhan bertumbuh adalah keinginan untuk melanjutkan pertumbuhan dan
perkembangan psikologis. Namun terdapat perbedaan antara teori ERG dan Maslow. Teori
ERG tidak menerima prinsip progresi yang menyatakan bahwa kebutuhan tertentu harus
dipenuhi sebelum yang lain teraktivasi. Melainkan ia mengusulkan bahwa berbagai
kebutuhan dapat saling mempengaruhi perilaku individu dalam waktu tertentu. Alderfer juga
menolak prinsip deficit bahwa hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan memberi
dampak. Menurut prinsip frustasi-regresi miliknya, kebutuhan yang sudah terpenuhi dapat
teraktivasi ulang dan memberi pengaruh apabila kebutuhan di atasnya tidak bisa terpenuhi.
Teori selanjutnya adalah teori 2-faktor yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg dari
sebuah pola yang ditemukan di hampir 4000 wawancara. Herzberg menemukan factor
pemuas (factor motivator) dan factor higienis. Factor higienis berhubungan dengan
ketidakpuasan kerja, dan dapat ditemukan dalam konteks kerja seperti kondisi kerja,
hubungan interpersonal, kebijakan organisasional, dan kompensasi. Sementara factor
pemuas berhubungan dengan kepuasan kerja, dan dapat ditemukan dalam konten kerja
seperti tantangan kerja, rasa tanggung jawab, kesempatan berkembang, dan pertumbuhan

12
pribadi. Berdasarkan teori ini, memperbaiki factor higienis akan menurunkan tingkat
ketidakpuasan kerja, dan memperbaiki factor pemuas akan semakin meningkatkan kepuasan
kerja.

Teori terakhir adalah teori kebutuhan didapat. Menurut McClelland, orang mendapat
atau mengembangkan 3 kebutuhan seiring berjalan waktu sebagai hasil pengalaman hidup
pribadi. Ketiga kebutuhan tersebut adalah kebutuhan akan pencapaian, kebutuhan akan
kekuasaan, dan kebutuhan akan afiliasi. Kebutuhan akan pencapaian adalah keinginan untuk
melakukan sesuatu yang lebih baik atau lebih efisien, untuk memecahkan masalah, atau
untuk menguasai pekerjaan yang rumit. Kebutuhan akan kekuasaan adalah keinginan untuk
mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi perilaku mereka, atau untuk bertanggung
jawab atas mereka. Kebutuhan akan afiliasi adalah keinginan untuk membangun dan
mempertahankan pertemanan dan hubungan hangat dengan orang lain. Karena setiap
kebutuhan dapat terhubung dengan beberapa preferensi kerja, McClelland mendorong
pimpinan untuk mengerti kebutuhan-kebutuhan ini, dan mencoba menciptakan lingkungan
kerja yang responsive terhadapnya.

TEORI KEPUASAN KERJA


Kepuasan kerja adalah kumpulan perasaan positif atau negative yang terjadi pada
seseorang terhadap pekerjaannya. Dari kepuasan kerja maka akan terbentuk sikap

13
keterlibatan kerja. Dimana pekerja mulai aktif terlibat dan berpartisipasi dalam pekerjaan,
serta meyakini pentingnya kinerja untuk mempertahankan harga diri dan eksistensi diri.
Selanjutnya pekerja akan mulai terlibat dalam komitmen organisasi, dimana ia mampu
mengidentifikasi apa yang menjadi tujuan organisasi. Pekerja mulai berharap untuk
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi, dan mulai berpihak pada organisasi.
Pada tahap ini akan mulai timbul perasaan atas dukungan organisasi, yang merupakan
persepsi pekerja tentang penghargaan organisasi terhadap kontribusi pekerja serta
kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan mereka. Salah satu bentuknya adalah family
supportive supervision behaviours, yang merupakan perilaku suportif dari organisasi terhadap
keadaan keluarga pekerja yang dapat membentuk persepsi pekerja mengenai dukungan
organisasi sehingga menciptakan keseimbangan kehidupan kerja. Dan hasil atau tahap akhir
dari kepuasan kerja adalah keterikatan pekerja dengan organisasi. Pada tahap ini setiap
pekerja merasakan kepuasan dan antusiasme terhadap organisasi. 7 kunci penting dalam
keterikatan pekerja dengan organisasi, yaitu :
1. Persepsi pekerja mengenai pentingnya pekerjaan mereka,
2. Kejelasan pekerja mengenai harapan atas pekerjaan,
3. Peningkatan karier,
4. Umpan balik dan dialog berkala,
5. Hubungan yang berkualitas antar rekan kerja, atasan, dan bawahan,
6. Persepsi mengenai etos dan nilai-nilai organisasi,
7. Komunikasi yang efektif antar anggota organisasi.
Sebaliknya, ketidakpuasan kerja juga dapat terjadi dalam suatu organisasi. Respon
ketidakpuasan kerja dapat digolongkan menjadi 4, yaitu :
1. Exit, atau keluar, merupakan langkah berani dengan meninggalkan perusahaan atau
berupaya untuk mencari pekerjaan baru di tempat lain.
2. Voice, atau bersuara, yaitu sikap aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi
yang ada. Dalam hal ini pekerja menyarankan adanya perbaikan, berdiskusi dengan
manajemen atas dan sejumlah kegiatan lain melalui serikat pekerja.
3. Loyalty, atau setia, yaitu bersifat pasif namun optimis menanti perbaikan kondisi.
Pekerja sangat percaya pada organisasi dan langkah para manajemen atas dianggap
pasti benar.

14
4. Neglect, atau tidak peduli, merupakan tindakan yang sebenarnya sangat berbahaya
dimana pekerja bersikap tidak peduli lagi dengan kondisi sekitar dan biasanya akan
bertingkah laku buruk dalam menyikapi kondisi sulit. Yang termasuk dalam kelompok
ini adalah tingkat absensi yang tinggi, pengenduran produktifitas, dan peningkatan
tingkat kesalahan.

PERAN DAN TUGAS MANAJERIAL


Dalam melaksanakan fungsi manajemen, diperlukan kemampuan manajerial yang baik
dalam pekerjaan sehari-hari . Henry Mintzberg mengidentifikasi setidaknya ada 10 peran yang
dikerjakan oleh seorang pemimpin. 10 peran tersebut dapat dikelompokan menjadi 3 kategori
besar : interpersonal, informational, dan decisional.

15
Peran informational meliputi bagaimana seorang pemimpin memberi, menerima, dan
menganalisa informasi. Terdiri dari :
a. Monitor, memindai informasi,
b. Disseminator, berbagi informasi,
c. Spokesperson, bertindak sebagai komunikator.
Peran interpersonal meliputi interaksi dengan orang-orang di dalam dan di luar unit kerja.
Terdiri dari :
a. Figurehead, membentuk dan menetapkan prinsip dan kebijakan kunci,
b. Leader, menyediakan arahan dan membangkitkan entusiasme,
c. Liaison, koordinasi dengan orang lain.
Peran decisional meliputi penggunaan informasi untuk membuat keputusan untuk
menyelesaikan masalah atau menncari kesempatan. Terdiri dari :
a. Disturbance handler, berurusan dengan masalah dan konflik,
b. Resource allocator, menangani anggaran dan mendistribusikan sumber daya,
c. Negotiator, membuat kesepakatan dan perjanjian,
d. Entrepreneur, mengembangkan inisiatif baru.

KETERAMPILAN MANAJERIAL
Keterampilan adalah kemampuan untuk mengubah pengetahuan menjadi aksi yang
menghasilkan kinerja yang diharapkan. Robert L. Katz mendeskripsikan keterampilan manajer
yang penting atau wajib ke dalam 3 kategori : teknikal, interpersonal, dan konseptual.
Keterampilan teknikal adalah kemampuan untuk menggunakan kemahiran atau keahlian
khusus untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu, seperti : mengetahui cara menulis
perencanaan bisnis, menggunakan statistic untuk menganalisa data dari survey pasar,
mempersiapkan presentasi, dll. Biasanya keterampilan teknikal didapatkan dari Pendidikan
formal, yang kemudian diasah dan dikembangkan melalui pelatihan dan pengalaman kerja.
Keterampilan interpersonal adalah kemampuan untuk bekerja sama dengan baik dalam
kooperasi dengan orang lain, seperti : kemampuan berkomunikasi, kolaborasi, membangun
jaringan, dll. Terakhir, keterampilan konseptual adalah kemampuan untuk berpikir kritis dan
analisis. Meliputi kemampuan mengelompokan masalah menjadi bagian-bagian kecil,
mencari hubungan antar bagian masalah, dan menyadari implikasi dari 1 bagian masalah
terhadap bagian lainnya.

16
JENIS KEPUTUSAN MANAJERIAL
Pimpinan seringkali menghadapi masalah terstruktur yang familiar, mudah, dan jelas
disertai informasi yang dibutuhkan. Karena masalah-masalah ini merupakan hal rutin dan
sering terjadi, mereka dapat diatasi dengan keputusan terprogram, yang menggunakan solusi
dan keputusan yang pernah diambil di waktu lampau. Meskipun tidak dapat diprediksi,
masalah rutin dapat diantisipasi. Contohnya adalah keputusan mengenai pengangkatan dan
promosi, ijin cuti, dll. Selain itu, pimpinan juga dapat berhadapan dengan masalah tidak
terstruktur yang baru dan tidak lazim, penuh dengan ambiguitas dan kekurangan informasi.
Masalah-masalah ini memerlukan keputusan tidak terprogram, yang menghasilkan
keputusan baru untuk memenuhi kondisi unik yang terjadi. Kebanyakan masalah yang
dihadapi oleh pimpinan level tinggi adalah jenis ini, seringkali melibatkan pilihan strategis dan
objektif dalam situasi tidak pasti. Keputusan terakhir yang paling sulit dan menantang dari
segala situasi adalah keputusan krisis. Keputusan krisis timbul dari masalah tidak terduga yang
dapat mengarah ke bencana bila tidak ditangani secara cepat dan tepat. Kemampuan untuk
menangani krisis merupakan ujian terakhir bagi kemampuan pengambilan keputusan seorang
pimpinan.
Kondisi dan lingkungan dalam pengambilan keputusan juga mempengaruhi tingkat resiko
dan jenis keputusan yang diambil. Lingkungan tersebut terbagi 3, lingkungan pasti, lingkungan
beresiko, dan lingkungan yang tidak pasti. Hubungan antara jenis keputusan dan lingkungan
dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Langkah pertama dalam pengambilan keputusan adalah mencari dan mendefinisikan
masalah. Pengumpulan informasi dan deliberasi sangat penting dalam tahap ini. 3 kesalahan

17
umum dapat terjadi dalam langkah pertama kritis ini. Kesalahan pertama, mendefinisikan
masalah terlalu luas atau terlalu sempit. Kesalahan kedua, terlalu focus pada gejala dan bukan
pada penyebab. Kesalahan ketiga, memilih masalah yang tidak tepat untuk diprioritaskan.

Setelah masalah ditentukan, langkah kedua adalah mengumpulkan fakta dan informasi
yang berguna dalam pemecahan masalah. Pengumpulan informasi yang luas dapat
membantu identifikasi berbagai kemungkinan aksi alternative. Analisa cost-benefit
merupakan sebuah pendekatan yang berguna untuk mengevaluasi alternative. Analisa
tersebut membandingkan konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu alternative dalam
hubungannya dengan keuntungan yang diharapkan. Keuntungan dari suatu alternative harus
lebih besar dari konsekuensi yang ditimbulkan, dan harus etis. Dalam mengevaluasi suatu
alternative, harus dipertimbangkan daftar pertanyaan berikut :
- Konsekuensi : apa konsekuensi yang harus ditanggung untuk mengimplementasikan
alternative tersebut, termasuk investasi sumber daya dan efek samping negative yang
berpotensi terjadi?
- Keuntungan : apa keuntungan dari menggunakan alternative tersebut?
- Jangka waktu : seberapa cepat suatu alternative dapat diimplementasikan dan
berapa lama hasil positif tercapai?
- Daya terima : sampai sejauh mana alternative tersebut dapat diterima dan didukung
oleh para pekerja?
- Etis : seberapa etis suatu alternative di mata para pemangku kepentingan?
Langkah ketiga adalah titik dimana keputusan actual harus diambil dalam memilih aksi
yang sesuai. Teori manajemen menemukan adanya perbedaan substansial antara model
pengambilan keputusan klasik dan behavioural. Dalam model keputusan klasik, pimpinan
bertindak secara rasional, dengan asumsi bahwa pilihan rasional dipilih oleh pengambil
keputusan yang memiliki informasi lengkap mengenai semua alternative yang ada, sehingga
diharapkan merupakan keputusan optimal yang terbaik. Sementara dalam model keputusan

18
behavioural, pimpinan bertindak secara rasional terbatas karena keterbatasan kognitif dan
ketersediaan informasi yang tidak lengkap, sehingga alternative pertama yang tampak
memuaskan cenderung akan dipilih.
Langkah keempat adalah mengambil aksi yang diperlukan setelah keputusan diambil.
Kesulitan yang dihadapi saat implementasi dapat mengarah ke kurangnya partisipasi. Hal ini
terjadi karena kurangnya keterlibatan orang-orang yang kinerjanya diperlukan untuk
mendukung aksi.
Terakhir, proses pengambilan keputusan belum selesai jika hasilnya tidak dievaluasi. Jika
hasil yang diharapkan tidak tercapai atau hasil yang tidak diharapakan muncul, diperlukan
aksi perbaikan. Evaluasi adalah bentuk dari control manajerial, meliputi pengumpulan data
untuk mengukur hasil kinerja dan membandingkannya dengan tujuan. Jika hasilnya kurang
dari yang diharapkan, maka perlu dilakukan penilaian ulang dan kembali ke langkah-langkah
sebelumnya. Dengan begitu, pemecahan masalah merupakan kegiatan yang dinamis dan
berkelanjutan dalam proses manajemen.

MANAJEMEN KONFLIK
Kemampuan untuk menghadapi konflik merupakan keterampilan komunikasi dan
kolaborasi yang penting. Konflik timbul sebagai pertentangan antar orang mengenai isu
substansif dan emosional. Konflik substansif melibatkan pertentangan atas hal-hal seperti
tujuan dan tugas, alokasi sumber daya, distribusi penghargaan, kebijakan dan prosedur, serta
pembagian kerja. Konflik emosional merupakan hasil dari rasa marah, ketidakpercayaan,
ketidaksukaan, takut, kebencian, termasuk pertikaian personal dan masalah hubungan.
Kedua jenis konflik tersebut dapat menyebabkan kesulitan, namun bila ditangani dengan baik
justru dapat merangsang kreativitas dan kinerja tinggi.

19
Gambar di atas menunjukkan bahwa konflik dengan intensitas sedang dapat berdampak
baik terhadap kinerja. Konflik fungsional, atau disebut juga konflik konstruktif, mengarahkan
orang-orang menuju upaya kerja yang lebih besar, kerja sama, dan kreatifitas. Sementara
konflik disfungsional, atau konflik destruktif, merusak kinerja, hubungan, dan bahkan
kesejahteraan individual. Konflik disfungsional dapat terjadi bila terlalu sedikit atau terlalu
banyak konflik yang terjadi. Terlalu banyak konflik dapat menyita perhatian, sementara
terlalu sedikit konflik mencetuskan rasa puas diri berlebih, serta menumpulkan kinerja.
Konflik dapat timbul dari berbagai macam hal. Ambiguitas peran dalam bentuk
ketidakpastian ekspektasi kerja menyebabkan orang saling bekerja tumpang tindih.
Kelangkaan sumber daya menyebabkan konflik ketika orang harus berbagi atau bersaing
untuk mendapatkannya. Interdependansi tugas melahirkan konflik ketika orang terlalu
bergantung pada orang lain. Persaingan tujuan juga merupakan celah konflik. Ketika system
penghargaan dirancang dengan buruk, individu dan grup dapat masuk ke dalam konflik untuk
saling menjatuhkan yang lain. Diferensiasi structural dapat melahirkan konflik. Dan konflik
terdahulu yang belum selesai dapat sewaktu-waktu timbul kembali.
Orang-orang cenderung merespons konflik melalui kombinasi dari perilaku kooperatif
dan asertif. Kooperatif adalah keinginan untuk memuaskan kebutuhan pihak lain, sementara
asertif adalah keinginan untuk memuaskan kebutuhan sendiri.

Avoidance atau withdrawal adalah sikap tidak kooperatif dan tidak asertif, meremehkan
pertentangan, menarik diri dari situasi, dan tetap netral apapun yang terjadi. Akomodasi atau

20
smoothing adalah sikap kooperatif namun tidak asertif, membiarkan keinginan orang lain
yang berkuasa, memuluskan atau mengabaikan perbedaan untuk mempertahankan harmoni.
Kompetisi atau authoritative command adalah sikap tidak kooperatif namun asertif, bekerja
menentang keinginan pihak lain, terlibat dalam kompetisi menang-kalah, dan atau
memaksakan kehendak melalui otoritas. Kompromi adalah sikap cukup kooperatif dan asertif,
tawar-menawar untuk mencari solusi yang dapat diterima bersama. Kolaborasi atau problem
solving adalah sikap kooperatif dan asertif, mencoba memenuhi harapan semua orang
dengan bekerja sama melalui perbedaan, menemukan dan memecahkan masalah sehingga
semua orang diuntungkan. Gaya akomodasi dan menghindar sering menciptakan konflik
kalah-kalah. Tidak ada pihak yang mencapai keinginannya, dan penyebab itama dari konflik
tidak teratasi. Meskipun konflik tampak reda, namun dapat timbul kembali sewaktu-waktu.
Gaya kompetisi dan kompromi cenderung menciptakan konflik menang-kalah dimana setiap
pihak mencoba mengambil keuntungan dari kerugian pihak lain. Karena metode menang-
kalah tidak mengatasi akar masalah, konflik yang sama masih mungkin terjadi di kemudian
hari. Gaya kolaborasi adalah bentuk dari konflik menang-menang dimana isu diselesaikan
untuk keuntungan semua orang.
Tidak semua manajemen konflik dalam grup dan organisasi dapat diselesaikan di tingkat
interpersonal. Dalam hal demikian, pendekatan structural untuk manajemen konflik dapat
membantu, meliputi :
- Membuat lebih banyak sumber daya tersedia,
- Menarik tujuan yang lebih tinggi,
- Mengganti orang,
- Mengubah lingkungan fisik,
- Menggunakan perangkat terintegrasi,
- Mengubah system penghargaan,
- Melatih keterampilan interpersonal.

NEGOSIASI
Negosiasi adalah proses membuat keputusan bersama dimana semua pihak yang terlibat
memiliki preferensi berbeda. Dalam kata lain, negosiasi adalah cara mencapai kesepakatan. 2
tujuan utama harus dipertimbangkan dalam setiap negosiasi. Tujuan substansi berhubungan
dengan hasil negosiasi, terikat dengan isu konten. Tujuan hubungan berkaitan dengan proses

21
negosiasi, terikat dengan cara orang bekerja sama selama negosiasi dan bagaimana mereka
dapat bekerja bersama lagi di kemudian hari.
Negosiasi efektif terjadi ketika isu substansi terselesaikan dan hubungan kerja antar pihak
yang bernegosiasi tetap terjaga atau bahkan meningkat. 3 kriteria dari negosiasi efektif adalah
(1) kualitas, (2) biaya, dan (3) harmoni.
Dalam negosiasi distributive, setiap pihak membuat klaim hasil yang diharapkan.
Penekanan pada substansi seperti ini dapat menyebabkan negosiasi menjadi terpusat pada
diri sendiri dan kompetitif, dengan masing-masing pihak memikirkan cara untuk menang.
Hubungan sering dikorbankan sementara proses yang terjadi mengarah ke kondisi menang-
kalah. Dalam negosiasi principal, kadang disebut negosiasi integrative, orientasinya adalah
menang-menang. Tujuannya adalah mencapai kesepakatan akhir berdasarkan kepantasan
klaim masing-masing pihak. Roger Fisher dan William Ury menetapkan 4 aturan untuk
mencapai kesepakatan terintegrasi, yaitu :
1. Pisahkan orang dari masalah,
2. Focus pada minat, bukan posisi,
3. Bangkitkan banyak alternative sebelum mengambil keputusan,
4. Berkeras bahwa hasil harus berdasarkan standar objektif.

TEORI KUALITAS PELAYANAN


Kualitas pelayanan merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan organisasi agar
mampu bertahan dan mendapatkan kepercayaan pelanggan. Kualitas pelayanan dapat
diartikan sebagai suatu upaya pemenuhan kebutuhan pelanggan dan ketepatannya dalam
mengimbangi harapan pelanggan. Keberhasilan suatu organisasi dalam memberikan
pelayanan yang berkualitas dapat ditentukan dengan pendekatan service quality (SERVQUAL)
yang dikembangkan oleh Parasuraman. Kualitas pelayanan dapat dinilai dengan cara
membandingkan persepsi pelanggan atas pelayanan yang benar-benar diterima dengan
pelayanan sesungguhnya yang diharapkan.
Dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman terbagi 5 :
1. Tangibles, atau bukti fisik, adalah kemampuan organisasi dalam menunjukan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan sarana, prasarana fisik, dan
keadaan lingkungan sekitar organisasi adalah bukti nyata dari pelayanan. Bukti fisik

22
meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dll), teknologi (peralatan dan perlengkapan
yang digunakan), serta penampilan pekerjanya.
2. Reliability, atau keandalan, adalah kemampuan organisasi untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat, tepat waktu, dan terpercaya. Meliputi
kinerja yang tepat waktu, pelayanan tanpa kesalahan, sikap simpatik, dan akurasi
tinggi.
3. Responsiveness, atau ketanggapan, adalah kemampuan organisasi untuk membantu
dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan,
dengan pemberian informasi yang jelas. Membiarkan pelanggan menunggu tanpa
alasan dan sebab yang jelas menyebabkan persepsi yang negative dalam kualitas
pelayanan.
4. Assurance, atau jaminan, adalah kepastian dalam bentuk pengetahuan,
kesopansantunan, dan kemampuan pekerja untuk menumbuhkan rasa percaya
pelanggan kepada organisasi. Jaminan terdiri dari 4 dimensi, yaitu :
a. Kompetensi, adalah keahlian atau keterampilan yang harus dimiliki dalam
pelayanan jasa.
b. Kredibilitas, adalah kejujuran dan tanggung jawab dari organisasi sehingga
pelanggan dapat mempercayainya.
c. Kesopanan, adalah rasa hormat dan keramahan pekerja kepada pelanggan pada
saat pelayanan jasa.
d. Keamanan / keselamatan, adalah perasaan aman dan bebas dari rasa takut serta
bebas dari keraguan akan pelayanan jasa yang diberikan oleh organisasi.
5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan individual kepada pelanggan
dengan berupaya memahami keinginan pelanggan. Suatu organisasi diharapkan
memiliki suatu pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami
kebutuhan spesifik pelanggan, serta memiliki waktu pelayanan yang nyaman bagi
pelanggan. Empati terdiri dari 3 subdimensi, yaitu :
a. Akses, adalah tingkat kemudahan organisasi untuk dihubungi dan ditemui oleh
pelanggan.
b. Komunikasi, adalah kemampuan organisasi untuk selalu menginformasikan
sesuatu kepada pelanggan dalam bahasa yang mudah dimengerti dan selalu mau
mendengarkan apa yang disampaikan pelanggan.

23
c. Mengerti pelanggan.
Menurut Tjiptono, ada 4 karakteristik pokok pada pelayanan jasa yang membedakannya
dengan barang, yaitu :
1. Intangibility, yaitu jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau didengar
sebelum dibeli karena bukan merupakan alat atau benda melainkan perbuatan.
2. Inseparability. Jika barang diproduksi kemudian dijual lalu dikonsumsi, maka jasa
sebaliknya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara
bersamaan.
3. Variability, karena jasa memiliki banyak bentuk variasi, kualitas, dan jenis tergantung
pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Ada 3 faktor yang
menyebabkan variabilitas kualitas jasa, yaitu (1) kerjasama atau partisipasi
pelanggan, (2) moral atau motivasi pekerja, dan (3) beban kerja organisasi.
4. Perishability, yaitu jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.

PENGENDALIAN KUALITAS
Ada banyak metode yang dapat dipakai untuk menilai dan mengendalikan mutu / kualitas
organisasi. Metode yang sering digunakan dikenal sebagai 7 Alat Standar Pengendalian
Kualitas, yaitu fishbone diagram, control chart, run chart, histogram, scatter diagram, pareto
chart, dan flow chart. Ketujuh alat ini ditengarai pertama kali ditemukan oleh Kaoru Ishikawa.
Meskipun awalnya lebih banyak digunakan dalam manajemen kualitas, beberapa metode
juga dapat digunakan untuk mengetahui akar penyebab masalah, terutama dalam isu-isu
yang berkaitan dengan kualitas.

Flow chart merupakan suatu tipe diagram yang menggambarkan aliran, proses, atau
algoritme langkah demi langkah penyelesaian masalah. Flow chart menunjukkan langkah-

24
langkah dalam bentuk kotak berbagai bentuk yang dihubungkan 1 sama lainnya menurut
urutannya menggunakan tanda panah. Flow chart dapat digunakan dalam proses analisa,
mendesain, mendokumentasikan atau mengelola sebuah proses di berbagai bidang.
Fishbone diagram, atau disebut juga diagram Ishikawa / diagram sebab-akibat, adalah
diagram kausal yang menunjukan penyebab dari kejadian spesifik. Suatu akibat dari masalah
digambarkan sebagai kepala ikan menghadap ke kanan, dengan penyebab digambarkan
memanjang ke kiri sebagai tulang ikan. Dari tulang ikan bercabang penyebab utama, dan
dapat bercabang lagi menjadi penyebab sekunder dan seterusnya. Keuntungan dari diagram
ini adalah (1) sangat mudah secara visual dalam proses curah pendapat, (2) cepat
mengidentifikasi akar masalah, (3) dapat melihat semua penyebab sekaligus secara simultan,
dan (4) mudah digunakan sebagai alat presentasi. Penyebab utama biasanya dikategorikan
sesuai jenis :
- Kategori 5 M, biasanya digunakan dalam industry manufaktur :
o Man
o Machine
o Material
o Method
o Measurement
Dapat juga diperluas dengan menambah 3 kategori menjadi 8 M :
o Mission
o Management
o Maintenance
- Kategori 8 P, biasanya digunakan dalam pemasaran dan pelayanan :
o Product atau service
o Price
o Place
o Promotion
o People
o Process
o Physical evidence
o Performance
- Kategori 5 S, biasanya digunakan dalam industry pelayanan :

25
o Surroundings
o Suppliers
o Systems
o Skills
o Safety

KEPUASAN PELANGGAN
Kepuasan pelanggan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
hasil yang didapat dengan harapan awalnya. Seorang pelanggan akan mengalami berbagai
tingkat kepuasan jika kinerja produk atau jasa yang diterima sesuai dengan harapannya, dan
akan merasa tidak puas jika produk atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan harapannya.
Factor-faktor pendukung kepuasan pelanggan yaitu :
a. Kualitas produk atau jasa,
b. Kualitas pelayanan,
c. Factor emosional,
d. Kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa.
Untuk mengukur kepuasan pelanggan dapat dilihat dari :
a. Pengalaman,
b. Ekspektasi,

26
c. Kepuasan keseluruhan.

Kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari kualitas pelayanan dikurangi harapan


pelanggan, dengan kata lain dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Kualitas pelayanan < harapan, bila ini terjadi akan mengakibatkan ketidakpuasan
pelanggan.
2. Kualitas pelayanan = harapan, bila ini terjadi berarti pelayanan yang diberikan tidak
memiliki keistimewaan, maka muncul kepuasan biasa yang diinginkan pelanggan.
3. Kualitas pelayanan > harapan, bila ini terjadi dapat dikatakan bahwa pelayanan yang
diberikan tidak hanya sesuai kebutuhan namun juga memuaskan dan menyenangkan,
maka akan membuat kepuasan pelanggan yang luar biasa. Pelayanan ini disebut
pelayanan prima (excellent service) yang selalu diharapkan pelanggan.
Beberapa metode yang bisa digunakan untuk mengukur dan memantau kepuasan
pelanggannya meliputi :
1. Sistem keluhan dan saran.
2. Ghost shopping (mystery shopping), yaitu dengan cara mempekerjakan beberapa
orang ghost shoppers untuk berpura-pura menjadi pelanggan organisasi dan pesaing.
Berdasarkan pengalaman tersebut, mereka kemudian diminta melaporkan temuan-
temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan organisasi dan pesaing.
3. Lost customer analysis, yaitu dengan menghubungi para pelanggan yang telah
berhenti atau telah pindah pemasok untuk memahami mengapa hal tersebut terjadi
dan selanjutnya mengambil aksi perbaikan.

27
4. Survey kepuasan pelanggan, dapat melalui pos, telepon, surel, maupun wawancara
langsung. Pengukuran kepuasan pelanggan dengan metode ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yaitu :
a. Directly Reported Satisfaction, dilakukan menggunakan poin-poin spesifik yang
menyatakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan.
b. Derived Satisfaction, pertanyaan yang diajukan meliputi (1) tingkat harapan
pelanggan terhadap kinerja produk atau organisasi pada atribut relevan dan (2)
persepsi pelanggan terhadap kinerja actual produk atau organisasi.
c. Problem Analysis, dimana responden diminta mengungkapkan masalah yang
mereka hadapai terkait produk dan jasa serta saran perbaikan.
d. Importance-performance Analysis, dimana responden diminta menilai tingkat
kepentingan berbagai atribut relevan dan tingkat kinerja organisasi pada masing-
masing atribut tersebut.
Berdasarkan pengukuran dimensional pada kepuasan pelanggan yang dilakukan oleh
Office of Economic and Commerce Ministry, terdapat beberapa elemen program kepuasan
pelanggan, yaitu :
a. Lingkungan, seperti lingkungan dan kenyamanan dalam bertransaksi serta
kemudahan akses.
b. Pelayanan personel, seperti perilaku pekerja yang baik serta pelayanan yang cepat.
c. Pelayanan, seperti keatraktifan kemasan dan pemberian informasi yang akurat.
d. Produk tangible, seperti harga yang jelas, kompabilitas produk promosi dengan
informasi iklan.
e. Value, yaitu kualitas produk atau jasa sesuai dengan harga.

28
BAB III
ANALISA PERMASALAHAN

Langkah pertama dalam proses pengambilan keputusan adalah mencari dan


mendefinisikan masalah. Pengumpulan informasi dan deliberasi sangat penting dalam tahap
ini. Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebab utama dari suatu
masalah. Metode yang akan digunakan pada makalah ini adalah flow chart.

Dari diagram di atas, didapatkan kesimpulan dampak dari semua permasalahan berujung
pada penurunan laba Rumah Sakit yang hanya sebesar 4% per bulan. Sementara masalah-
masalah lainnya merupakan penyebab dari dampak yang terjadi. Akar masalah dari kasus ini
yaitu gaji karyawan yang masih di bawah UMR, yang diperkuat oleh factor lainnya
menyebabkan terjadinya penurunan motivasi kerja dan akhirnya terjadi ketidakpuasan kerja.
Menurut teori 2-faktor Herzberg, ketidakpuasan kerja dipengaruhi oleh factor higienis
dan factor pemuas. Factor higienis yang timbul dalam kasus ini berupa gaji yang masih di
bawah UMR, kualitas supervisi yang rendah karena manajer pelayanan kurang peduli,
lingkungan kerja yang tidak kondusif karena adanya hubungan yang tidak harmonis antara
bagian pelayanan dengan keuangan. Sementara factor pemuas dalam kasus ini justru tidak

29
ditemukan. Akibat factor higienis buruk sementara factor pemuas tidak ada, terjadilah
peningkatan ketidakpuasan kerja.
Dampak dari ketidakpuasan kerja yang terlihat dalam kasus ini memunculkan 3 respons,
yaitu exit, neglect, dan voice. Respons exit dibuktikan dari tingginya turnover pegawai hingga
35%. Respons neglect ditampilkan oleh sikap manajer pelayanan yang kurang peduli dengan
nasib Rumah Sakit dan mementingkan praktek pribadi di rumahnya, dokter sering telat
datang, perawat tidak ramah, dan dibiarkannya ruangan Rumah Sakit tetap kotor. Sementara
respons voice yang muncul berupa beredarnya informasi tuntutan dari karyawan tertentu
yang meminta mundur Direktur yang baru. Beragam respons ketidakpuasan kerja di atas lebih
lanjut menyebabkan terjadinya penurunan kualitas hubungan kerja, dan pada akhirnya juga
terjadi penurunan kualitas kerja atau kualitas pelayanan. Gambaran tersebut cocok dengan
jenis konflik disfungsional atau destruktif.
Penurunan kualitas pelayanan dapat dinilai dari dimensi pelayanan. Ruangan yang kotor
merupakan bentuk buruknya dimensi tangible. Dokter yang sering telat datang dan
administrasi yang berbelit-belit merupakan bentuk kegagalan dimensi responsiveness dan
assurance. Terakhir, perawat yang tidak ramah menunjukkan dimensi empathy yang buruk.
Penurunan kualitas pelayanan secara langsung berdampak terhadap kepuasan
pelanggan. Selain itu factor pendukung kepuasan pelanggan lain seperti factor emosional dan
kemudahan akses juga tidak berjalan. Sikap perawat yang tidak ramah dapat mempengaruhi
perasaan emosional pelanggan. Begitu juga dengan administrasi yang berbelit-belit justru
mempersulit akses pelanggan untuk mendapatkan pelayanan yang memuaskan. Akhirnya,
ketika nilai kualitas pelayanan lebih rendah dari harapan pelanggan, maka akan timbul
ketidakpuasan pelanggan. Dalam kasus ini, ketidakpuasan pelanggan muncul dalam bentuk
complain ke pihak Rumah Sakit.

30
BAB IV
LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

Berdasarkan pemetaan masalah di atas, langkah selanjutnya adalah menyusun prioritas


utama penyelesaian masalah. Namun, untuk dapat menyelesaikan akar masalah secara
tuntas yakni memperbaiki gaji karyawan, merupakan suatu proses yang kompleks dan
memakan waktu lama mengingat kondisi keuangan Rumah Sakit yang belum sehat. Oleh
karena itu, penulis memutuskan urutan prioritas penyelesaian masalah dalam kasus ini adalah
sebagai berikut :
1. Perbaikan eksternal, yaitu penanganan keluhan pelanggan.
Penanganan keluhan pelanggan mendapatkan prioritas pertama dalam penyelesaian
masalah, karena :
a. Pelanggan merupakan factor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh
organisasi,
b. Negosiasi dengan pelanggan sebagai pihak eksternal lebih sulit dibandingkan
dengan pihak internal organisasi,
c. Untuk mempertahankan pelanggan yang masih ada dan mencegah kehilangan
pelanggan,
d. Merupakan sarana umpan balik bagi Rumah Sakit untuk mengetahui kekurangan
dan kelemahannya,
e. Mencegah jatuhnya nilai Rumah Sakit di mata masyarakat dan pelanggan, yang
dapat menyebabkan jatuhnya daya jual dan membuat pelanggan tidak mau
datang lagi,
f. Penanganan keluhan yang baik dan benar sebaliknya dapat meningkatkan
kepuasan pelanggan.
Penanganan keluhan pelanggan dapat dilakukan menggunakan manajemen keluhan
sebagai aktivitas pemulihan pelayanan, yang meliputi :
a. Memanfaatkan keluhan sebagai salah satu alat indicator kualitas.
b. Membentuk tim untuk merespons keluhan.
c. Menyelesaikan masalah yang dihadapi pelanggan secara cepat dan tepat.
d. Mengembangkan basis data keluhan.

31
e. Menggunakan basis data tersebut untuk mengidentifikasi titik-titik kesalahan
dalam system pelayanan.
f. Melacak kecenderungan kesalahan pelayanan yang berulang.
g. Memberikan umpan balik kepada pelanggan.
2. Perbaikan internal, yaitu penanganan ketidakpuasan kerja.
Permasalahan internal timbul dari persepsi karyawan yang berbeda-beda dalam
suatu organisasi. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-langkah berikut untuk
menyelesaikan permasalahan internal :
a. Melakukan survey kepuasan kerja, untuk mengumpulkan informasi dari karyawan
tentang bagaimana perasaan dan persepsi mereka terhadap Rumah Sakit dan
pekerjaan mereka. Dapat juga dilakukan secara langsung, misalnya melalui
pertemuan dengan serikat pekerja atau perwakilan dari karyawan.
b. Menyamakan persepsi karyawan terhadap organisasi dengan memberikan
pemahaman secara langsung kepada mereka, terutama terkait permasalahan
yang saat ini sedang dihadapi Rumah Sakit. Perlu diingat pentingnya 7 kunci
penting keterikatan karyawan terhadap suatu organisasi yang meliputi :
a. Persepsi pekerja mengenai pentingnya pekerjaan mereka,
b. Kejelasan pekerja mengenai harapan atas pekerjaan,
c. Peningkatan karier,
d. Umpan balik dan dialog berkala,
e. Hubungan yang berkualitas antar rekan kerja, atasan, dan bawahan,
f. Persepsi mengenai etos dan nilai-nilai organisasi,
g. Komunikasi yang efektif antar anggota organisasi.
c. Menjabarkan strategi dan langkah-langkah konkret yang akan diambil pimpinan
Rumah Sakit, serta memberikan pemahaman kepada karyawan bahwa strategi
perbaikan ini selain bertujuan untuk menyelamatkan Rumah Sakit tapi juga untuk
meningkatkan kesejahteraan karyawan.
d. Melibatkan seluruh karyawan Rumah Sakit dalam strategi tersebut, dengan
membuat pembagian kerja dan menetapkan target kerja harian, mingguan, dan
bulanan yang dapat dengan jelas dilihat, dipahami, dan dikerjakan oleh karyawan.
e. Melakukan evaluasi dan umpan balik terhadap kinerja karyawan, memberikan
perlakuan yang sesuai kepada karyawan dengan mempertimbangkan teori

32
kebutuhan dan teori motivasi, serta memberikan penghargaan dan hukuman
yang layak dan wajar.
3. Perbaikan kinerja pemasaran.
Selain berhubungan dengan penanganan keluhan pelanggan, perbaikan kinerja
pemasaran juga dapat dilakukan dengan cara :
a. Melakukan analisa angka kunjungan pasien baik rawat jalan maupun rawat inap,
serta menetapkan target angka kunjungan harian, mingguan, dan bulanan yang
realistis.
b. Mengevaluasi ulang target dan segmentasi pasar, serta menyesuaikan pelayanan
unggulan sesuai dengan target dan segmentasi pasar.
c. Melakukan negosiasi ulang dengan BPJS supaya dapat memberikan waktu
tambahan sampai Rumah Sakit selesai melaksanakan proses akreditasi.
4. Perbaikan kinerja keuangan.
a. Melakukan audit keuangan, melakukan analisa, melakukan penghitungan cost
unit secara tepat.
b. Melakukan efisiensi keuangan dengan menerapkan program lean management
dan cost containment.
c. Menentukan target pendapatan harian, mingguan, dan bulanan yang realistis dan
terpantau.
Seluruh rencana perbaikan dilakukan secara simultan oleh seluruh civitas Rumah Sakit,
mulai dari manajemen atas, tengah sampai bawah sesuai bidang dan bagian masing-masing.
Selain itu perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala mulai dari harian,
mingguan, bulanan dengan membandingkan terhadap tujuan, sehingga bila ditemukan
kekurangan dan kesalahan dalam proses dapat segera diambil langkah perbaikan yang sesuai.

33
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa masalah pelayanan kesehatan dan isu perumahsakitan


menggunakan contoh kasus di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Akar masalah dari kasus Rumah Sakit di atas adalah terjadi ketidakpuasan kerja
akibat gaji karyawan yang masih di bawah UMR.
2. Dampak dari ketidakpuasan kerja mengakibatkan penurunan kualitas pelayanan
yang diberikan karyawan.
3. Penurunan kualitas pelayanan, terutama bila lebih rendah dari harapan pelanggan,
dapat menyebabkan ketidakpuasan pelanggan.
4. Dampak dari semua permasalahan di atas adalah rendahnya laba Rumah Sakit yang
hanya 4% per bulan.
5. Prioritas penyelesaian masalah pada kasus ini sebagai berikut :
a. Perbaikan eksternal, yaitu penanganan ketidakpuasan pelanggan,
b. Perbaikan internal, yaitu penanganan ketidakpuasan kerja,
c. Perbaikan kinerja pemasaran, dan
d. Perbaikan kinerja keuangan.

34
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. Konopaske, Robert et. All. 2018. Organizational Behavior and Management, 11th ed.
New York : McGraw-Hill Education.
2. Kotler, Philip and Kevin Lane Keller. 2016. Marketing Management, 15th ed. New
Jersey : Pearson.
3. Robbins, Stephen P. and Mary Coulter. 2012. Management, 11th ed. New Jersey :
Pearson Education, Inc.
4. Schermerhorn, John R. 2013. Introduction to Management, 12th ed. Singapore : John
Wiley & Sons Pte. Ltd.
5. Tjiptono, Fandy dan Gregorius Chandra. 2012. Pemasaran Strategik. Yogyakarta : PT
Andi.
6. Trisnantoro, Laksono. 2006. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam
Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

35

Anda mungkin juga menyukai