Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana Membangkitkan Umat Islam

Kondisi umat Islam di seluruh dunia hari ini sangat memprihatinkan. Belum kering darah
dan airmata kaum muslimin Irak yang dibombardir dan diduduki negerinya oleh ratusan ribu
pasukan Rambo AS dkk. yang dikerahkan untuk menguasai ladang-ladang minyak di sana
(dengan cadangan sekitar 8 triliun dolar AS), dan masih terngiang di tekinga kita ancaman AS
kepada kaum muslimin Suriah, kini AS pun mengarahkan ancamannya ke Iran. Sementara
kebrutalan penjajah Israel di Palestina semakin meningkat. Negeri-negeri muslim lain yang telah
lama tunduk menjadi sapi perahan AS dan kawan-kawannya yang menjajah di dunia Islam
melalui utang-utang luar negeri yang mereka kucurkan, pendiktean kebijakan ekonomi yang
mereka paksakan, maupun operasi agen-agen mereka dalam berbagai bidang kehidupan dan
pos-pos strategis.

Walhasil, boleh dikatakan seluruh negeri Islam Islam kini dalam keadaan terjajah,
dimiskinkan, dieksploitasi, dan ditindas kehidupannya. Di negeri jajahan langsung seperti Irak,
Chechnya, dan Palestina, kaum muslimin dalam ketakutan. Di negeri “merdeka dan berdaulat”,
kaum muslimin diberi sedikit ruang untuk mengekspresikan diri dalam koridor penjajahan itu.
Dalam bidang ekonomi, kaum muslimin dililit utang yang bunganya saja, satu negeri Islam seperti
Indonesia, harus membayar puluhan triliun tiap tahun ke negara-negara penjajah. Kekayaan
mereka yang melimpah di berbagai negeri Islam menjadi “bancakan” negara-negara penjajah
dan segelintir orang kepercayaan mereka di negeri-negeri Islam. Sementara mayoritas umat
yang pemilik sebenarnya kekayaan itu, hidup susah sebagai buruh dan pengangguran, dengan
beban ekonomi yang berat. Harga dan sewa barang, pendidikan, pekesehatan, dan lain-lain
keperluan hidup serba mahal. Uang susah dicari, tapi rendah nilai daya belinya. Dalam bidang
politik, mereka dipaksa minum obat tidur yang namanya demokrasi dan kebebasan dengan batas
koridor: jika dan hanya jika menguntungkan para penjajah Barat. Dalam demokrasi, semuanya
boleh kecuali Islam. Sehingga berbagai manipulasi politik yang hakikatnya “pemerkosaan suara
rakyat” dari rejim ke rejim hanya untuk kepentingan penjajahan. Kaum muslimin dengan identitas
Islam yang samar-samar boleh berada dipinggiran tanpa mengambil peran berarti. Dalam bidang
pemikiran dan budaya, pemerkosaan Islam dan labelisasi sebagai agama yang terbelakang dan
faktor pemecah belah yang harus ditinggalkan dipropagandakan sedemikian rupa untuk
memisahkan Islam dari para pemeluknya sendiri. Agama Islam yang memenuhi ruang privat
maupun publik, kini disembelih, hanya disisakan ke ruang privat. Reduksi aqidah Islam dilakukan
dengan berbagai sarana, baik melalui “topeng pertolongan ekonomi dan sosial”, pendidikan,
budaya, maupun hiburan dan pemberitaan media massa.

Sampai kapankah umat ini terus terjajah? Kapankah umat ini bangkit membebaskan diri
dari seluruh belenggu penjajahan ekonomi, politik, pemikiran, budaya, bahkan --di beberapa
negeri—militer? Kapankah umat ini tampil dalam format umat Islam di seluruh dunia yang
terhormat?

Perubahan dari dalam diri kita


 
Jika kita mengamati perkembangan sejarah dari masa-kemasa, jatuh bangunnya suatu
bangsa, maka kita akan dapat melihat bahwa itu semua disebabkan adanya perubahan dalam
diri bangsa itu. Bahkan kenyataan ini ditunjuk dengan jelas oleh Al Quran. Allah SWT berfirman:
‫إِنَّ هَّللا َ الَ ي َُغيِّرُ مَا ِب َق ْو ٍم حَ َّتى ُي َغيِّرُ وا مَا ِبأ َ ْنفُسِ ِه ْم‬
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar Ra’d 11).
 
Para mufassir memberikan penjelasan tentang ayat ini berkaitan dengan keadaan umat
Islam pada masa lalu yang bagus, penuh dengan keberkahan dan kesejahteraan, serta kekuatan
dan ketahanan di bawah naungan bendera Lailahaillallah Muhammadur Rasulullah. Para
khalifah sebagai pengayom agama dan keduniaan kaum muslimin melaksanakan kewajiban
agama ini dengan sebaik-baiknya. Umat Islam sebagai warga negara melaksanakan tugas-tugas
agamanya yang meliputi seluruh aspek kehidupan itu, baik dalam kewajiban personalnya
maupun kewajiban sosial atau komunalnya menurut syariah Islamiyah. Namun, keadaan itu bisa
berubah 180 derajat manakala umat melakukan kemaksiatan dan melalaikan kewajiban dan
ketaatan kepada agamanya.
Pada tahun 1924, institusi penjaga umat itu runtuh dan umat Islam bagaikan ayam
kehilangan induknya. Kehidupan sekular yang dipaksakan para penjajah dan kader-kader
penerusnya pasca kemerdekaan melahirkan situasi dan kondisi masyarakat yang tidak Islami.
Jauh dari ketaatan dan justru semakin ramai dengan kemaksiatan. Bahkan dalam iklim
reformasi yang mestinya umat bisa menentukan bentuk negara dan pengelolaannya sendiri,
ternyata umat ini tidak mengindahkan Islam, kecuali sebatas ibadah ritual dan sedikit moral.
Bahkan dengan menguatnya sistem demokrasi dan liberalisasi dalam bisnis hiburan dan
informasi, serta propaganda HAM, umat Islam kini cenderung semakin diarahkan kepada bentuk
kehidupan yang jauh dari bingkai syariah Islam. Celakanya, tidak sedikit umat Islam ternyata
“mau” atau merasa “tidak ada masalah” dengan arus yang mengarah kepada kebobrokan moral,
kebobrokan ekonomi, kebobrokan politik, kebobrokan pendidikan, bahkan kebobrokan aqidah.
Maka wajarlah, kalau krisis ini menjadi-jadi dan kondisi umat Islam tetap buruk, bahkan
cenderung semakin terpuruk!
Bagaimana umat bisa bangun dan membebaskan diri dari kondisi yang memprihatinkan
ini? Tentu harus ada reformasi dalam diri umat, bahkan harus ada revolusi, satu perubahan total
dalam diri umat ini. Sebagaimana pesan Allah SWT dalam ayat di atas. Apanya yang harus
diubah secara mendasar dalam diri umat ini? Tidak lain adalah pikiran mereka. Kenapa?
Sebab, selama ide-ide yang menyebabkan krisis dan keterpurukan umat ini masih
bercokol dalam diri umat, mereka tidak akan pernah bangkit membebaskan diri dari belenggu
realitas yang ada. Sekalipun mereka telah merasakan derita dengan cara hidup yang ada hari
ini, tapi kesadaran mereka tidak pernah sampai ketemu jalan keluar yang benar. Sebab, dengan
pola fikir yang ada, terhadap setiap kejadian mereka akan berkesimpulan: wajar! Sebagai
contoh: Ketika umat diperas oleh oknum petugas dalam pengurusan kepentingan rakyat di
berbagai meja birokrasi, mereka akan mengatakan wajar, soalnya para petugas itu gajinya kecil,
sedangkan harga-harga sudah semakin meroket. Lebih-lebih para petugas itu mendapatkan
jabatan itu dengan membayar mahal, maka wajarlah dia berusaha mengembalikan investasi alias
pengin balik modal! Bila cara berfikirnya seperti itu, maka seluruh masalah tidak akan pernah
bisa diuraikan dan diselesaikan, akan menjadi lingkaran setan. Sungguh malang bangsa dan
umat yang ridlo dengan keadaan seperti itu!
Oleh karena itu, harus ada perubahan dalam benak pikiran anak umat ini. Pikiran yang
menganggap wajar sebuah penyimpangan (corruption) harus diganti dengan pikiran bahwa
setiap penyimpangan harus dicegah dan diatasi. Tentu ini membutuhkan perubahan pemikiran
dasar. Umat ini harus diformat ulang cara berfikir mereka, mereka harus bertanya kembali:
darimana hidup mereka? Untuk apa mereka hidup? Bagaimana kesudahannya setelah mereka
mati? Tentu umat muslim akan menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar itu dengan jawaban
yang standar syariah. Jawaban standar syariah pada pikiran-pikiran dasar itu, akan menjadi
pandangan dan pemahaman hidup (mafaahim anil hayah) yang akan menentukan tingkah laku
mereka.
Jika pemahaman mesti kembali kepada syariah sebagai metode memecahkan seluruh
permasalahan kehidupan umat sudah tertanam dalam diri umat, maka bangkitnya umat ini dari
kondisi berbagai keterpurukan tinggal tunggu waktu. Persoalannya adalah bagaimana
menanamkan pemahaman itu dan siapa yang menanamkannya?
 

Bangkitnya para penegak agama Allah


 
Pemahaman yang jernih tentang syariah sebagai solusi atas seluruh problematika
kehidupan adalah modal utama untuk bangkit dan tampil menjadi umat terbaik. Dan meratanya
pemahaman itu ke seluruh kalangan, atau paling tidak pada sebagian besar tubuh umat ini
adalah syarat bangkitnya umat itu. Untuk itu diperlukan upaya terus-menerus melakukan proses
penyadaran itu. Dengan itu akan muncul individu-individu di kalangan umat, sedikit atau banyak,
yang memiliki kesadaran tersebut. Di sinilah kunci perubahan bakal terjadi.
Kesadaran tersebut harus dikristalkan pada pribadi-pribadi yang siap berjuang
mengembalikan Islam kepada posisinya, yakni sebagai penyuluh dan pengatur kehidupan
manusia. Kesadaran perjuangan itu mengkristal dalam diri para pejuang itu manakala dalam diri
mereka terdapat proses penyadaran posisi mereka sebagai muslim dan kewajiban agama yang
harus mereka pikul. Masing-masing individu umat yang telah menyadari dan memahami
kedudukannya sebagai muslim yang bakal menghadap Allah SWT, dia akan bangkit, dan
bertekad mengubah cara pandangnya (yang selama ini sekular atau tidak jelas, menjadi cara
pandang Islam yang jelas) dan bertekad untuk mengubah kebiasaan-kebiasan (pola) dalam sikap
dan tingkah lakunya.
Pribadi-pribadi muslim yang sadar itu akan memegang prinsip dasar hidup (3M): (1)
Menjadikan aqidah Islam sebagai asas berfikir dan pembentukan pemahamannya tentang
kehidupan (asasul hadlarah). Dengan kata lain dia akan senantiasa menambah
pemahamannya terhadap Al Quran dan As Sunnah sebagai sumber informasi dan inspirasi
dalam memandang dunia dan dirinya, dan dalam memandang hak-hak dan kewajibannya
sebagai hamba Allah. Dengan kekuatan aqidah atau keimanan itu dia akan terdorong maju tampil
kehidupan dengan membawa visi dan misi seorang muslim yang jelas. (2) Menjadikan halal-
haram yang ditetapkan Allah dan rasul-Nya sebagai standar perbuatannya (miqyasul amal), baik
dalam masalah ibadah, makanan, pakaian, akhlaq, muamalah, dalam hubungan-hubungan
sosial, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Dengan garis batas halal haram untuk kehidupan
pribadi, bermasyarakat, dan bernegara, akan dapat dinilai dengan jelas sesungguhnya apa yang
terjadi dan apa yang harus dilakukan sesui tuntutan dan tuntunan syar’i. (3) Menjadikan ridlo
Allah sebagai arti kebahagiaan (ma’nas sa’adah) dalam menjalani seluruh aktivitas hidupnya,
yang didasari poin 1 dan distandarisasi dengan poin 2. Tujuan dan cita-cita mendapat ridlo Allah
semata inilah dasar dari keikhlasan perjuangan pribadi-pribadi muslim yang sadar itu. Kombinasi
kesungguhan dan gambaran hidup yang jelas, pengetahuan tentang gambaran ideal syariah
Allah, dan keikhlasan, adalah energi yang luar biasa bagi sebuah perubahan.
 

Khatimah
Dengan prinsip dan pemahaman seperti itu, pribadi-pribadi yang sadar itu akan bangkit
menjadi para penegak agama Allah yang dengan perjuangan mereka umat ini akan bisa
dibangkitkan kembali. Dengan penyuluhan dan bimbingan mereka umat ini akan bisa digerakkan
untuk meninggalkan pola kehidupan yang rusak yang deritanya telah mereka rasakan, lalu
bersama-sama dengan para pejuang yang ikhlas itu berjuang melanjutkan kehidupan yang
pernah digariskan dan dijalani oleh Rasulullah saw., dan insyaallah akan mampu mengulangi
kejayaan sebagai yang pernah diperoleh generasi awal umat ini. Wallahua’lam!

Anda mungkin juga menyukai