Anda di halaman 1dari 55

MODUL

KEPERAWATAN DASAR

PJMK DOSEN

Dedi Irawandi.,S.Kep.,Ns.,M.Kep

DISUSUN OLEH
Rara Ayu Diya Kartika Budi Setiya Rini
1920033

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


HANG TUAH SURABAYA
TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas anugerah dan petunjuk-Nya,
saya dapat menyelesaikan makalah dengan baik. Studi ini merupakan mata kuliah dari
Keperawatan Dasar.

Dengan makalah ini, saya berharap dapat menambah wawasan dari para pembaca
mengenai Konsep Keperawatan Dasar yang saya sampaikan. Saya juga ingin agar makalah
ini bisa bermanfaat bagi Masyarakat luas terutama pada masyarakat indonesia bahwasannya
Konsep Keperawatan Dasar sangatlah penting untuk memberikan informasi tentang
kesehatan yang ada dan memberikan edukasi dan evaluasi. Jika terdapat saran dan kritik
mengenai apa yang dibahas dalam makalah ini, penulis terbuka untuk menerimanya.

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................4

A. LATAR BELAKANG..............................................................................................4
B. TUJUAN....................................................................................................................4
C. MANFAAT................................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN....................................................................................................................5
A. MATERI I
PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS..........................................................5
B. MATERI II
PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN.........................12
C. MATERI III
PENGAMBILAN DARAH VENA, ARTERI, DAN KAPILER.............................19
D. MATERI IV
KONSEP LUKA DAN PERAWATANNYA..........................................................24
E. MATERI V
SOP PERAWATAN LUKA....................................................................................28
F. MATERI VI
SOP PERAWATAN JENAZAH.............................................................................30
G. MATERI VII
KONSEP PEMBERIAN OBAT-OBATAN............................................................33
H. MATERI VIII
PEMBERIAN OBAT MELALUI IV, IC, IM, SC..................................................44
I. MATERI IX
KONSEP PEMBERIAN OBAT-OBATAN II.........................................................47
J. MATERI X
PEMBERIAN OBAT MELALUI ANUS, VAGINA, MATA,KULIT HIDUNG,
TELINGA, ORAL, DAN SUBLINGUAL..............................................................51
K. MATERI XI
MEMFASILITASI PROSES ISTIRAHAT TIDUR................................................54

3
BAB I
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang
Proses keperawatan sebagai alat bagi perawat untuk melaksanakan asuhan
keperawatan yang di lakukan kepada pasien memiliki arti penting bagi kedua belah pihak
yaitu perawat dan pasien.sebagai seorang perawat proses keperawatan dapat digunakan
sebagai pedoman dalam pemecahan masalah klien, dapat menunjukkan profesi yang memiliki
profesionalitas yang tinngi serta dapat memberikan kebebasan kepada klien untuk
mendapatkan pelayanan yang cukup sesuai dengan kebutuhan nya.
Di dalam proses keperawatan terdapat metode ilmiah keperawatan yang berupa
langkah-langkah proses keperawatan, akan dapat meningkatkan kepercayaan diri perawat
dalam menjalankan tugas nya karna pasien akan merasa puas setelah dilakukan asuhan
keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan.
Dengan proses keperawatan rasa tanggung jawab perawat itu dapat dimiliki dan
dapat digunakan dalam tindakan tindakan yang merugikan atau menghindari terjadi nya
tindakan yang legal.Pelaksaan proses keperawatan secara umum bertujuan untuk
menghasilkan asuhan keperawatan yang berkualitas sehingga berbagai masalah kebutuhan
pasien dapat teratasi

B. Tujuan
1. Membantu individu agar dapat mandiri
2. Mengajak individu untuk bisa berpartisipasi dalam bidang kesehatan
3. Membantu individu agar tidak tergantung pada orang lain atau pun keluarga
dalam memelihara kesehatannya.

C. Manfaat
1. Sebagai referensi
2. Menambah wawasan pembaca

4
BAB II
PEMBAHASAN
MATERI I
DOSEN : BU MERINA
PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS
1. Definisi
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusiamemerlukan untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tandakesehatan adalah adanya kemampuan
seseorang melakukan aktivitasseperti berdiri, berjalan dan bekerja. Aktivitas fisik yang
kurang memadaidapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem muskuloskeletalseperti
atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkanketidakefektifan fungsi organ internal
lainnya.(Towarto, Wartonah 2007).
Latihan merupakan suatu gerakan tubuh secara aktif yang dibutuhkan untuk menjaga
kinerja otot dan mempertahankan postur tubuh. Latihan dapat memelihara pergerakan dan
fungsi sendi sehingga kondisinya dapatsetara dengan kekuatan dan fleksibilitas oto.(Towarto,
Wartonah 2007). Gangguan aktivitas dan latihan adalah keadaan dimana individu mengalami
ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untukmenahan atau memenuhi kebutuhan
atau keinginan aktivitas sehari-hari.(Susan, Mary, Eleaner, Majorie, 1998).
2. Sistem Tubuh Yang Berperan dalam Kebutuhan Aktivitas.

A. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsimekanis untuk
membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagaiotot, fungsi sebagai tempat penyimpanan
mineral khususnya kalsiumdan fosfor yang bisa dilepaskan setup saat susuai kebutuhan,
fungsitempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-
organ dalam. Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis, tu
lang kuboid seperti tulangvertebrata dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang
femurdan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit
di tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisikartilago dan secara anatomis terdiri dari
epifisis, metafisis, dandiafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang
danterpisah dan lebih elastic pada masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa.
B. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan
tubuh bergerak sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersitulang, serta
dihubungkan dengan tulang melalui tendon
yang bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan agardapat berfungsi
kembali.

5
C. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengantulang. Ligament bersifat
elastic sehingga membantu fleksibilitas sendidan mendukung sendi. Ligamen pada lutut
merupakan struktur penjagastabilitas, oleh karena itu jika terputus akan
mengakibatkanketidakstabilan.
D. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis)dan sistem saraf tepi
(percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap sarafmemiliki somatic dan otonom. Bagian
somatic memiliki fungsisensorik dan motorik.
Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusatseperti pada fraktur tulang belakang dapat
menyebabkan kelemahansecara umum, sedangkan kerusakan saraf tepi dapat
mengakibatkanterganggunya daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radialakan
mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerahradial tangan.
E. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendimembuat segmentasi dari
rangka tubuh dan memungkinkan gerakanantar segmen dan berbagai derajat pertumbuhan
tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya sendi synovial yang merupakan sendi kedua
ujung tulang berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruangsendinya tertutup kapsul sendi
dan berisi cairan synovial. Selain itu,terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis
sendi lainsepertii sindesmosis, sinkondrosis dan simpisis.
3. Epidemiologi
Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya menyangkut tentangkemampuan
untuk mobilisasi secara mandiri. Gangguan aktivitas danlatihan dapat terjadi pada semua
tingkatan umur, yang beresiko tinggiterjadi gangguan mobilisasi adalah pada orang yang
lanjut usia, postcedera dan post trauma.(Towarto, Wartonah 2007)
4. Fisiologis Pergerakan
Koordinasi gerakan tubuh merupakan fungsi yang terintegrasi dari sistemskeletal, otot
skelet, dan sistem saraf. Karena ketiga sistem
ini berhubungan erat dengan mekanisme pendukung tubuh, sistem ini dapatdianggap sebagai
satu unit fungsional. Sistem skeletal berfungsimenyokong jaringan tubuh, melindungi bagian
tubuh yang lunak, sebagaitempat melekatnya otot dan tendon, sebagai sumber mineral dan
berperandalam proses hematopoeisis (proses pembentukan dan perkembangan sel-sel darah).
Sedangan otot berperan dalam proses pergerakan, memberi bentuk pada postur tubuh,
dan memproduksi panas melalui aktivitas kontraksi otot. (Potter dan Perry, 2005)
Pengaturan pergerakan dapat dibedakan menjadi gerak yang disadari atauvolunter, dan
gerak yang tidak disadari atau involunter atau yang disebutdengan refleks. Proses gerak yang
disadari mekanismenya melalui jaluryang panjang mulai dari reseptor, saraf sensorik,
kemudian dibawa ke otakuntuk selanjutnya diasosiasi menjadi respons yang akan dibawa
oleh sarafmotorik dan efektor.

6
Sedangkan gerakan refleks atau involunter berjalan dengan sangat cepat dan respons
terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. (Tarwoto
dan Wartonah,2006)
5. Kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas.

A. Kebutuhan Mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu
untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untukmemenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
B. Kebutuhan Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidakdapat bergerak secara
bebas karena kondisi yang
mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak
berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.Jenis imobilitas :
1) Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisikdengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan
komplikasi pergerakan, seperti pada pasien hemiplegia yang tidak mampumempertaha
nkan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapatmengubah posisi tubuhnya untuk
mengubah tekanan.
2) Imobilitas intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami keterbatasan berpikir,
seperti pada pasien yang mengalamigangguan otak akibat suatu penyakit.
3) Imobilitas emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasansecara emosional
karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalammenyesuaikan diri. Seperti keadaan
stress berat karena diamputasiketika mengalami kehilangan bagian anggota tubuh
ataukehilangan sesuatu yang paling dicintai.
4) Imobilitas sosial, yakni keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam
berinteraksi karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya
dalam kehidupan sosial.

6. Jenis Aktivitas dan Latihan.


1.Jenis aktivitas antara lain:
1. Aktivitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergeraksecara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosialdan menjalankan peran sehari-hari.
Aktivitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk
dapatmengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Aktivitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan
saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus
cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat
mengalami aktivitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol
motorik dan sensorik. Aktivitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

7
a) Aktivitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individuuntuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
trauma reversibel pada system musculoskeletal, contohnya adalah adanya
dislokasi sendi dantulang.

b) Aktivitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan


batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system
saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi
karena cedera tulang belakang, poliomilitis karena terganggunya system saraf
motorik dan sensorik.
2.Jenis latihan:
a. Latihan fleksibilitas seperti regang memperbaiki kisaran gerakanotot dan
sendi.
b. Latihan aerobik seperti berjalan dan berlari berpusat pada penambahan daya
tahan kardiovaskular.
c. Latihan anaerobik seperti angkat besi menambah kekuatan otot jangka pendek.
Latihan bisa menjadi bagian penting terapi fisik, kehilangan berat badan atau
kemampuan olahraga. Latihan fisik yang sering dan teratur
memperbaiki kinerja sistem kekebalan tubuh, dan membantu
mencegah penyakit seperti penyakit kardiovaskular, Diabetes tipe2 dan
obesitas.
7. Faktor yang Mempengaruhia.
A. Gaya hidup. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuanaktivitas
seseorang karena berdampak pada perilaku kebiasaan sehari-hari.
B. Proses penyakit/cedera. Proses penyakit dapat mempengaruhikemmapuan aktivitas
karena dapat mempengaruhi fungsi systemtubuh.
C. Kebudayaan. Kemampuan melakukan aktivitas dapat juga dipengaruhikebudayaan,
contohnya orang yang memiliki budaya sering
berjalan jauh memiliki kemampuan aktivitas yang kuat, sebaliknya ada orangyang
mengalami gangguan aktivitas (sakit) karena budaya dan adatdilarang beraktivitas.
D. Tingkat energi. Energi dibutuhkan untuk melakukan aktivitas.
E. Usia dan status perkembangan. Kemampuan atau kematangan fungsialat gerak sejalan
dengan perkembangan usia. Intolerensi aktivitas/ penurunan kekuatan dan stamina,
Depresi mood dan cema.

8. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas

A. Perubahan Metabolisme Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme


secaranormal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan
metabolisme dalam tubuh.
B. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit sebagai dampakdari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein
menurun dankonsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat
mengganggukebutuhan cairan tubuh.

8
Berkurangnya perpindahan cairan dariintravaskular ke interstitial dapat menyebabkan
edema, sehinggaterjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
C. Gangguan Pengubahan Zat Gizi Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh
menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat
makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakanaktivitas
metabolisme.
D. Gangguan Fungsi GastrointestinalImobilitas dapat menyebabkan gangguan
fungsi gastrointestinal,karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang
dicerna dandapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
E. Perubahan Sistem PernapasanImobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem
pernapasan.Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi
paru menurun,dan terjadinya lemah otot.
F. Perubahan KardiovaskularPerubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu
berupahipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan
trombus.
G. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
1. Gangguan Muskular : menurunnya massa otot sebagai dampakimobilitas, dapat
menyebabkan turunnya kekuatan otot secaralangsung.
2. Gangguan Skeletal : adanya imobilitas juga dapat menyebabkangangguan skeletal,
misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendidan osteoporosis.
H. Perubahan Sistem IntegumenPerubahan sistem integumen yang terjadi berupa
penurunan elastisitaskulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
I. Perubahan EliminasiPerubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah
urine.
J. Perubahan PerilakuPerubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain
timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya

B. TEKNIK MOBILISASI
Pelaksanaan Pemenuhan Aktivitas dan Latihan.
A.Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,digunakan untuk
meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, danfleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu :
1) Posisi fowler
2) Posisi sim
3) Posisi trendelenburg
4) Posisi Dorsal Recumbent
5) Posisi lithotomi
B.Ambulasi dini Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan
dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak kekursi
roda, dan lain-lain.

9
C. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untukmelatih kekuatan,
ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular.
D.Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan danketahanan otot dengan cara
mengangkat beban ringan, lalu bebanyang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat
dilakukandengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihanisometrik (static
exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkancurah jantung dan denyut nadi.
E.Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi
kekakuan pada sendi dan kelemahan otot. Latihan-latihan itu, yaitu :
1). Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan.
2). Fleksi dan ekstensi siku
3). Pronasi dan supinasi lengan bawah
4). Pronasi fleksi bahu
5). Abduksi dan adduksi
6). Rotasi bahu
7). Fleksi dan ekstensi jari-jari
8). Infersi dan efersi kaki
9). Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
10). Fleksi dan ekstensi lutut
11). Rotasi pangkal paha
12). Abduksi dan adduksi pangkal paha.
F.Latihan Napas Dalam dan Batuk EfektifLatihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi
respirasi sebagaidampak terjadinya imobilitas.
G.Melakukan Postural DrainasePostural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan
sekretdari paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural
drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnyasekret dalam saluran napas tetapi juga
mempercepat pengeluaransekret sehingga tidak terjadi atelektasis, sehingga dapat
meningkatkan fungsi respirasi. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural
drainase lebih efektif bila diikutidengan perkusi dan vibrasi dada.
H.Melakukan komunikasi terapeutik Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan
psikologis yaitu dengan cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien
untukmengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-lain.

10
C. MASALAH KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilitas fisik
2. Keletihan
3. Hambatan mobilitas ditempat tidur
4. Hambatan mobilitas berkursi roda
5. Hambatan kemampuan berpindah
6. Hambatan berjalan
7. Defisit perawatan diri mandi
8. Defisit perawatan diri berpakaian
9. Defisit perawatan diri makan
10. Defisit perawatan diri eliminasi
11. Risiko sindrom disuse
12. Intoleransi aktivitas
D. Tindakan Intervensi Keperawatan
1. Mengajarkan ROM
2. Memindahkan pasien dari tempat tidur
3. Memberikan posisi pada pasien

11
MATERI II
DOSEN : BU MERINA

PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN

A.Pengertian

Kebutuhan Keamanan, Ketika kebutuhan dasar pertama sudah terpenuhi, kebutuhan akan
keamanan menjadi aktif. Kebutuhan keamanan ini lebih banyak pada anak- anak karena
kesadaran mereka terhadap batasan diri masih kurang. Sehingga perlu adanya orang lain
untuk memberikan keamanan bagi mereka. Pada orang dewasa, kebutuhan keamanan sedikit
kecuali pada keadaan darurat, bencana, atau kegagalan organisasi dalam struktur sosial.
Adanya situasi yang tidak menyenangkan membuat orang dewasa mencari tempat atau orang
yang dapat memenuhi kebutuhan keamanannya.

Keamanan adalah keadaan bebas dari cidera fisik dan psikologis atau bisa juga
keadaan aman dan tentram. Kenyamanan adalah suatu keadaan terpenuhnya kebutuhan dasar
manusia dalam bentuk ketentraman (adanya kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-
hari), kelegahan (kebutuhan lebih terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang
melebihi masalah dan nyeri)
Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi
harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti
cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan,
harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan
hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan
kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan
timbulnya gejala dan tanda pada pasien.

B. Definisi berduka, kehilangan dan kematian

1. Pengertian Kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah
suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak
kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan
bisa kembali atau tidak dapat kembali.

12
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami
oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya.
Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan
atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi
tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:
a. Arti dari kehilangan
b. Sosial budaya
c. kepercayaan / spiritual
d. Peran seks
e. Status social ekonomi
f. kondisi fisik dan psikologi individu

2. Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
a. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang
sangat berarti / di cintai.
b. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang
berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi
menurun.

3. Berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-
lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA
merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan,
objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam
batas normal.

13
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

4. Teori dari Proses Berduka


Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan
teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan
emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.

a. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan
pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
1) Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau
pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak
jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
2) Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus
asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
3) Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena
kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang
bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
4) Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa
bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
5) Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
6) Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku
dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai
bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau
“Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.

14
b) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif
sehingga mudah sekali tersinggung dan marah.
Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi
dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut.
Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai
memecahkan masalah.
e) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap
penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah
pada pengunduran diri atau berputus asa.

b. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang
tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada
faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari
kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut
sampai 3-5 tahun.

c. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
1) Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
2) Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang
melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
3) Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali
secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup
dengan kehidupan mereka.

15
C. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
a. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah
salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana
harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena
keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian
pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan
tidak dapat ditutupi.

b. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)


Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan
fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri
mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat
hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.

c. Kehilangan objek eksternal


Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama,
perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap
benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.

d. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal


Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk
dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara
permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.

e. Kehilangan kehidupan/ meninggal


Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan
dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon
berbeda tentang kematian.

D. Dampak Kehilangan

1. Pada masa anak-anak,


Kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang akan timbul
regresi serta rasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.“Lahir sampai usia 2
tahun” Tidak punya konsep tentang kematian. dapat mengalami rasa kehilangan dan dukacita.

16
Pengalaman ini menjadi dasar untuk berkembangnya konsep tentang kehilangan dan
dukacita.”2 sampai 5 tahun”Menyangkal kematian sebagai suatu proses yang normal. Melihat
kematian sebagai sesuatu dapat hidup kembali. Mempunyai kepercayaan tidak terbatas dalam
kemampuannya untuk membuat suatu hal terjadi.“5 sampai 8 tahun”Melihat kematian
sebagai akhir, tidak melihat bahwa kematian akan terjadi pada dirinya.
Melihat kematian sebagai hal yang menakutkan. Mencari penyebab kematian. “8 sampai
12 tahun”Memandang kematian sebagai akhir hayat dan tidak dapat dihindari. Mungkin tak
mampu menerima sifat akhir dari kehilangan. Dapat mengalami rasa takut akan kematian
sendiri.

2. Pada masa remaja atau dewas muda,


kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi dalam keluarga.Remaja Memahami seputar
kematian, serupa dengan orang dewasa. Harus menghadapi implikasi personel tentang
kematian. menunjukkan perilaku berisiko. Dengan serius mencari makna tentang hidup lebih
sadar dan tentang masa depan. 3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian
pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup
orang yang ditinggalkan

E. Fisiologi Nyeri
1. Transduksi : Stimulus diterima panca indera nosiseptor potenil aksi
2. Transmisi : Impuls saraf neurontransmitter pusat nyeri
3. Persepsi : Poin dimana seseorang sadar akan tinbulnya nyeri
4. Mudulasi : Inhibitor nyeri berupa endorphin, NE, GABA
F. Tipe Serabut Saraf Perifer
1. Serabut saraf A-delta
2. Serabut saraf C
G. Sifat Nyeri
1. Melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2. Bersifat subyektif dan individual
3. Tidak dapat dinilai secara objektif seperti sinar x atau lab darah
4. Mengkaji nyeri pasien
5. Dll
H. Macam-macam Nyeri
1. Stimulus nyeri
2. Nyeri viseral
3. Nyeri parietal
4. Nyeri alih
5. Nyeri abdominal
6. Nyeri abdomen nonabdominal

17
I. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
1. Lingkungan
2. Usia
3. Jenis Kelamin
4. Keletihan
J. Cara Pencegahan Nyeri
1. Gunakan turning sheet pada pasien yang mengalami nyeri pada leher, back atau
seluruh badan
2. Letakkan posisi bantal dibawah sendi yang nyeri saat merubah posisi
3. Hindari berpindah posisi yang tiba-tiba

18
MATERI III
DOSEN : PAK DEDI
PENGAMBILAN DARAH VENA, ARTERI, DAN KAPILER
A.Pengertian Darah
Darah adalah cairan jaringan tubuh pada makhluk hidup mulai dari binatang primitif
sampai manusia. Pembuluh darah memegang peranan penting yaitu sebagai fungsi utamanya
adalah mengangkut oksigen dan asupan nutrisi ke seluruh tubuh, serta penyusun sistem
kekebalan tubuh.
Komposisi darah dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
1. Pembuluh darah/Korpuskula terdiri dari sel darah merah atau eritrosit yang berfungsi
sebagai membawa oksigen ke jaringan jaringan tubuh. Keping darah atau trombosit
untuk pembekuan darah dan mencegah perdarahan. Sel darah putih atau lekosit
berperan sebagai imun tubuh sehingga tidak mudah terserang penyakit.
2. Plasma darah terdiri dari komponen darah berbentuk cair, volume plasma darah yang
terdiri dari 90% berupa air dan 10% berupa larutan protein, air, elektrolit, hormon dan
karbondioksida (Bahrun, 2012).
Pembuluh darah adalah sistem sirkulasi bagi aliran darah ke seluruh bagian tubuh. Saluran
darah ini merupakan sistem kerja jantung yang memompanya keseluruh tubuh. Fungsi dari
pembuluh darah adalah mengangkut darah dari jantung ke seluruh tubuh lalu kembali lagi ke
jantung.
Aliran darah juga terdapat jenis karbohidrat yang dikonsumsi oleh manusia yang akan
terkonversi menjadi glukosa di dalam hati. Glukosa akan berperan sebagai salah satu molekul
utama untuk pembentukan energi di dalam tubuh. Glukosa berlebihan didalam tubuh akan
menyebabkan metabolisme glukosa yang tidak sempurna dan dapat menyebabkan DM. Salah
satu pemeriksaan glukosa yang baik untuk penderita DM adalah glukosa darah puasa
(Syaifuddin, 2002).
B.Penyakit Gangguan Metabolisme Darah
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa darah secara abnormal rendah,
itu keadaan gawat darutan yang dapat terjadi pada penyandang Diabetes Milletus.
Ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat yang digunakan
akan berpengaruh terhadap rendah nya kadar glukosa darah.
Gejala klinis sindrom hipoglikemia yaitu ditandai dengan pusing,lemas,gemetar,pandangan
berkunang kunang,keluar keringat dingin.
Gejala hipoglikemia terjadi pada orang dewasa jika kadar glukosa darah kapiler 2,2 mmol/l
atau < 2,2 mmol/l. Otak yang terbiasa dengan kadar glukosa darah rendah atau akibat dari
Diabetes yang diobati secara berlebihan. Gejala yang timbul akibat bila glukosa darah pada
tingkat rendah seperti 1,7 mmol/l. Otak yang terbiasa dengan kadar glukosa darah yang selalu
tinggi seperti Diabetes Milletus yang tidak terkontrol. Glukosa darah yang tinggi dan kritis
bisa diatas 3,3 mmol/l (Baron,1995) .

19
2.Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan peningkatan kadar glukosa darah yang naik secara tiba tiba,
disebabkan karena stres, infeksi vagina dan mengkonsumsi obat obatan tertentu.
Hiperglikemia ditandai oleh poliuria, polidipsi, polifagia dan kelelahan yang parah.
Hiperglikemia dapat mengganggu kesehatan seperti infeksi jamur pada vagina, gastroparesis,
disfungi ereksi. Hiperglikemia yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa
darah besar 160 – 180 mg/100 ml), tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa akan timbul glukosuria. Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan
arterosklerosis, penebalan membran basal dan perubahan pada saraf perifer (Nabyl, 2012).
3.Diabetes Milletus
Diabetes Milletus adalah kelainan metabolisme karbohidrat dimana glukosa darah tidak dapat
digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan kadar glukosa darah yang tinggi,
sehingga tidak dapat melepaskan insulin dan menggunakan insulin secara cukup. Insulin
merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas yang harus mempertahankan gula darah
yang normal. Insulin memasukan glukosa ke dalam sel sebagai cadangan energi yang
disimoan. Normal kadar glukosa darah puasa 80 – 108 mg/dl (Sunani, 2012).
C. Lokasi Pengambilan Spesimen
Pembuluh darah merupakan suatu sistem organ yang bertugas menyebarkan darah keseluruh
tubuh, yang mengandung oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel atau jaringan untuk
mekanisme imun tubuh. Pembuluh darah merupakan sebagai tolak ukur kesehatan bagi
tubuh, jika apabila pembuluh darah tersumbat oleh zat zat yang berbahaya seperti nikotin,
lemak dan logam logam berat lainnya fungsi organ di dalam tubuh akan teganggu
(Maulana,2009)

a. Darah vena
Vena yaitu pembuluh darah yang menghantar darah untuk menuju ke jantung. Pembuluh
vena terbentuk dari penyatuan kapiler. Dinding vena terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan terluar
terdiri atas jaringan ikat fibrus yang disebut tunika adventisia, lapisan tengah berotot lebih
tipis, lebih mudah kempes dan kurang elastis dari pada arteri, lapisan dalam yang endotelial
disebut tunika intima. Pembuluh balik atau vena yang memiliki dinding tipis, tidak elastis dan
diameter lebih besar dari pada pembuluh nadi karena jalur menuju jantung pembuluh vena
ukurannya semakin besar, hal ini terjadi karena darah dalam perjalanan ke jantung memiliki
tekanan yang sangat rendah. Tekanan yang sangat rendah mengakibatkan darah tidak sampai
kejantung, dengan pembuluh vena yang mempunyai banyak kutup akan memastikan darah
mengalir ke satu arah menuju ke jantung (Pearce,2009).
1. Lokasi pengambilan darah vena
Dewasa meggunakan salah satu vena dalam fossa cubiti dan untuk bayi vena jugularis
superficialis dapat dipakai atau juga darah dari sinus sagittalis superior
(Gandasoebrata,2007).

20
2. Cara pengambilan darah vena
a) Menyediakan alat dan bahan yang akan diperlukan, dipastikan alat dan bahan yang
dipakai tetap dalam keadaan steril.
b) Membersihkan bagian daerah yang akan digunakan untuk pengambilan sampel
dengan usapan menggunakn alkohol 70% dan biarkan sampai mengering.
c) Memilih vena dalam fossa cubiti, lalu dipasang ikatan pembendung pada lengan atas
dan pasien diminta untuk mengepalkan dan membuka tangannya berkali kali agar
vena terlihat jelas.
d) Menusukkan ke kulit dengan jarum dan spuit dalam tangan kanan sampai ujung jarum
masuk ke dalam lumen vena.
e) Lepaskan atau regangkan ikatan pembendung dan tarik perlahan pengisap spuit
sampai jumlah darah yang dikehendaki di dapat.
f) Melepaskan pembendung jika masih terpasang.
g) Menaruhkan kapas di atas jarum dan cabutlah spuit itu.
h) Menekan pada bekas suntikan selama beberapa menit.
i) Masukkan darah ke tabung melalui dinding tabung.(Gandasoebrata,2007)

b. Darah kapiler
Kapiler merupakan pembuluh darah yang paling kecil dan tempat arteri terakhir. Makin kecil,
akan semakin menghilang ke tiga lapis dindingnya ketika sampai pada kapiler yang sehalus
rambut, dinding itu tinggal satu lapis saja yaitu lapisannya disebut endothelium. Garis tengah
kapiler adalah antara 4 dan 9 mikrometer, hampir tidak cukup untuk aliran sel darah merah.
Bahan bahan larut lemak seperti oksigen dan karbondioksida berdifusi keluar kapiler dengan
menembus sel sel endotel. Pertukaran oksgen dan karbondioksida serta suplai makanan dan
pengeluaran sisa sisa metabolisme seuanya berlangsung sebagai hasil difusi yang melintasi
kapiler sel tunggal. Garis tengah pori pori pada kapiler lebih kecil dari pada garis tengah
protein plasma dan sel darah merah ( Corwin, 2001)
1. Lokasi pengambilan darah kapiler:
Dewasa: ujung jari (jari ketiga atau ke empat) atau anak daun telinga.
Bayi dan anak kecil : di bagian tumit atau ibu jari kaki. Tempat yang di pilih tidak boleh yang
memperlihatkan gangguan peredaran darah seperti cyanosis atau pucat (Gandasoebrata,
2007).
2. Cara pengambilan darah kapiler
a) Alat dan bahan yang akan digunakan pasatikan alat tersebut steril.
b) Membersihkan daerah yang akan digunakan untuk pengambilan sampel, dengan
diusapkan menggunakan alkohol 70%, dibiarkan sampai mengering.
c) Memegang bagian yang akan ditusuk dan di tekan sedikit agar rasa nyeri berkurang.
d) Menusuk secara cepat dengan lanset steril.
e) Menusuk jari ke tiga atau ke empat dengan arah tegak lurus,pada garis garis sidik
kulit, jangan sejajar dengan garis-garis sidik tersebut.
f) Menusuk bagian pinggir jika menggunakan anak daun telinga, jangan sisinya.
g) Tusukan harus cukup dalam agar darah mudah keluar. Jangan sampai menekan nekan
jari atau telinga untuk mendapat cukup darah karna darah yang diperas keluar

21
semacam itu telah bercampur dengan cairan jaringan sehingga menjadi encer dan
menyebabkan kesalahan.
SOP pengambilan darah vena, arteri, dan kapiler.
1. Mempersiapkan formulir pengambilan darah pada pasien.
2. Mempersiapkan alat
• Gunting
• Pinset
• Kasa steril
• Spuit bengkok
• Vactuiner
• Alcohol swan
• Perban
• Karentang
• Sarung tangan
• Tomiquet
• Handsanitizer
3. Cuci tangan dengan 6 langkah.
4. Tahap Orientasi.
a. Memperkenalkan diri.
b. Memberitahu tujuan melakukan tindakan.
c. Menjelaskan prosedur.
5. Tahap Kerja :
a) Posisikan tangan paien
b) Menentukan penusukan tempat
c) Mempersiapkan perlak pada pasien
d) Menggunakan handscoon
e) Memasang turniquet
f) Pastikan pasien menggegam tangannya
g) Letakkan bengkok
h) Oleskan alkohol secara sirkuler
i) Persiapkan spuit dengan benar
j) Fiksasi letak pembuluh darah dengan menarik kulit diarea distl penusukan
k) Memulai penusukan
l) Lepaskan turniquet dan menyuruh pasien rileks kembali
m) Cabut jarum dan siapkan kasa/alkohol swap untuk menutup bekaas penusukan
n) Tutup kembali jarum yang sudah dipakai
o) Fiksasi dengan perban fiksasi atau hepafix
p) Pindahkan darah ke dalam tabung spesimen / vaccutainer biarkan darah tersedot
dengan sendirinya kedala ruang hampa pada vaccutainer
q) Goyangkan tabung untuk mencampurkan darah dengan hepurin dalam tabung
r) Berikan label pada tabung untuk menhindari terjadinya kealahan data ketika di
laboratorium
s) Bereskan alat yang telah digunakan tadi
t) Diakhiri dengan mencuci tangan dengan benar

22
Kesimpulan :

Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal dengan istilah phlebotomy yang berarti
proses mengeluarkan darah. Tujun dari pengambilan darah vena yaitu :
• Untuk mendapatkan sampel darah vena baik yang baik dan dilakukan sesuai SOP
yang telah ada
• Untuk engetahui kandungan gcu darah
• Untuk mengetahui fungsi dari paru-paru
• Untuk pemeriksaan laboratorium agar mengetahui terkait penyakit pasien
6. Dll

23
MATERI IV
DOSEN : : BU IMROATUL FARIDA
KONSEP LUKA DAN PERAWATANNYA
A. Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997).
Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ
tubuh lain (Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
B. Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya
menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup
(misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik
atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi
akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai
pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka
timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

24
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.

Gambat luka akut

b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses


penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

Gambat luka kronis


C. Mekanisme terjadinya luka :
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh
sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung
biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)

D. Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan
dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda
asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses
penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan
perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan.
25
Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga
kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997).
1. Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997)
yaitu:
a. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan
dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum
kesehatan tiap orang,
b. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat
tetap dijaga,
c. Respon tubuh secara sistemik pada trauma,
d. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka,
e. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai
garis pertama untuk mempertahankan diri dari
mikroorganisme,
f. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari
benda asing tubuh termasuk bakteri.
2. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini
juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka
digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
Menurut Kozier, 1995
A. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama terjadi
pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosi.
B.Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka
mulai 24 jam pertama setelah pembedahan.
C.Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan.

E. Faktor yang Mempengaruhi Luka


1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang
tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral
seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status
nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk
meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah
jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya
26
sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit
pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena
jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang
besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga
menghambat proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari
serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk
suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi
akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal
yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti
neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama
dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan
tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

27
MATERI V
DOSEN : : BU IMROATUL
SOP PERAWATAN LUKA
A. Pengertian Melakukan tindakan perawatan terhadap luka bakar
B. Tujuan
1. Mencegah infeksi pada luka
2. Mempercepat penyembuhan pada luka
C. Peralatan
1. Bak instrument yang berisi:
a. Pinset anatomis 2 buah
b. Pinset chirurgis 2 buah
c. Gunting debridemand
d. Kassa steril
e. Cucing 2 buah
2. Peralatan lain terdiri dari:
a. Spuit 5 cc atau 10 cc
b. Sarung tangan
c. Gunting plester
d. Plester atau hifafiks
e. Desinfektant
f. NaCl 0,9%
g. Bengkok
h. Verband atau kasa
i. Obat luka sesuai kebutuhan
D. Prosedur Pelaksanaan
1. Tahap Pra Interaksi
a. Melakukan verifikasi program pengobatan klien
b. Mencuci tangan
c. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
E. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan therapeutic
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/keluarga
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
F. Tahap Kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
3. Membuka peralatan
4. Memakai sarung tangan
5. Membuka balutan dengan hati-hati, bila sulit basahi dengan NaCl 0,9%
6. Membersihkan luka dengan menggunakan NaCl 0,9%
7. Melakukan debridemand bila terdapat jaringan nekrotik.
8. Membersihkan luka dengan NaCl 0,9%
9. Mengeringkan luka dengan mengguanakan kassa steril
10. Memberikan obat topical sesuai advice pada luka
11. Menutup luka dengan kassa steril, kemudian dipasang verband atau kasa dan
28
diberi hifafiks
12. Merapikan pasien
G. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi hasil tindakan
2. Berpamitan pada pasien
3. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

29
MATERI VI
DOSEN : : PAK DEDI
SOP PERAWATAN JENAZAH
A. Pengertian
Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk
menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke kamar jenazah
dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang milik klien.
B. Indikasi
Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien. Jika pasien
meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas, perawatan jenazah
dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap melalui autopsy.
C. Tujuan
a. Penghormatan terhadap jenazah
b. Menjalankan kewajiban hukum fardlu ‘ain. (muslim)
c. Jenazah dalam keadaan bersih
D. Kelengkapan
sarana Sarana
Medis
a. Kasa/Verban secukupnya
b. Sarung tangan bersih
c. Kapas secukupnya
d. Plastik jenazah/pembungkus jenazah
e. Plester penahan untuk menutup luka (bila ada luka)
f. Bengkok 1 buah
g. Troli
Sarana Non Medis
a. Pengganjal dagu
b. Label identifikasi
c. Tas plastic untuk tempat barang-barang klien
d. Air dalam baskom
e. Sabun
f. Handuk
g. Selimut mandi
h. Kain kafan
i. Daftar barang berharga
j. Sisir
k. Baju bersih
l. Peralatan ganti balut (jika diperlukan)
E. Prosedur Tetap Pelayanan
a. Mempersiapkan alat dan bahan
b. Meyingsingkan lengan baju seragam yang panjang di atas siku.
c. Melepaskan cincin, jam tangan dan gelang.
d. Memakai sarung tangan
F. Perawatan Jenazah
1. Siapkan alat yang diperlukan dan bawa kedalam ruangan

30
2. Atur lingkungan sekitar tempat tidur. Bila kematian terjadi pada unit multi bed,
jaga privasi pasien yang lain, tutup koridor, cuci tangan.
3. Tinggikan tempat tidur untuk memudahkan kerja dan atur dalam posisi datar.
4. Tempatkan tubuh dalam posisi supinasi
5. Tutup mata, dapat menggunakan kapas yang secara perlahan ditutupkan pada
kelopak mata dan plester jika mata tidak tertutup
6. Luruskan badan, dengan lengan menyilang tubuh pada pergelangan tangan dan
menyilang abdomen. Atau telapak tangan menghadap kebawah.
7. Ambil gigi palsu jika diperlukan dan tutup mulut. Jika mulut tetap tidak mau
tertutup, tempatkan gulungan handuk di bawah dagu agar mulut tertutup.
Tempatkan bantal di bawah kepala.
8. Lepaskan perhiasan dan barang berharga dihadapan keluarga. Pada umumnya,
semua cincin, gelang, kalung dll di lepas dan ditempatkan pada tas plastic tempat
barang berharga. Termasuk kaca mata, kartu, surat, kunci, barang religi. Beri label
identitas.
9. Jaga keamanan barang berharga klien. Ikuti peraturan RS untuk disposisi
(penyerahan) barang barharga. Jangan meninggalkan barang berharga. Tempatkan
dikantor perawat sampai dapat disimpan ditempat yang lebih aman atau diserahka
pada keluarga. Jika memungkinkan, keluarga dianjurkan untuk membawa pulang
semua barang milik milik klien sebelum klien meninggal.
10. Bersihkan badan. Dengan menggunakan air bersih, bersihkan area tubuh yang
terdapat kotoran seperti darah, feces, atau muntahan. Jika kotoran terjadi pada area
rectum, uretra atau vagina, letakan kassa untuk menutup tiap lubang dan rekatkan
dengan plester untuk mencegah pengeluaran lebih lanjut. Setelah kematian, spingter
otot relaks, menyebabkan incontinensia feces dan urin.
11. Rapikan rambut dengan sisir rambut.
12. Rawat drainage dan tube yang lain. Jika akan dilakukan autopsy, tube pada
umumnya dibiarkan pada badan, ambil botol drainage atau bag dari tube dan tekuk
tube, ketika dilakukan autopsy, tube diambil. Pastikan balon sudah dikempiskan
sehingga tidak melukai jaringan tubuh selama pengambilan.
13. Ganti balutan bila ada balutan. Balutan yang kotor harus diganti dengan yang
bersih. Bekas plester dihilangkan dengan bensin atau larutan yang lain yang sesuai
dengan peraturan RS.
14. Pakaikan pakaian yang bersih untuk diperlihatkan pada keluarga. Jika keluarga
meminta untuk melihat jenazah, tempatkan pada posisi tidur, supinasi, mata
tertutup, lengan menyilang di abdomen. Rapikan tempat tidur kembali.
15. Beri label identifikasi pada jenazah. Label identitas dengan nama, umur, dan jenis
kelamin, tanggal MRS, nomor kamar dan nama dokter. Sesuai dengan peraturan
RS, ikatan label identitas pada pergelangan tangan atau pergelangan kaki atau
plester label pada dada depan pasien.
16. Letakan jenazah pada kain kafan sesuai dengan peraturan RS. Ikatkan kasa atau
perban atau pengikat yang lain dibawah dagu dan sekitar kepala untuk menjaga agar
dagu tetap tertutup. Kemudian, ikat pergelangan tangan bersama menyilangkan
diatas abdomen untuk menjaga lengan jatuh dari brankar ketika jenazah diangkut
kekamar jenazah. Letakan jenazah pada kain kafan. Lipat bagian 1 sudut kebawah
menutup

31
kepala, diikuti bagian sudut ke 2 keatas menutup kaki. Lipat bagian sudut 3 dan 4.
Peniti atau plester diperlukan untuk menjaga kain kafan pada tempatnya.
17. Beri label pada bagian luar. Tandai identifikasi di penitikan pada bagian luar kain
kafan.
18. Pindahkan jenazah ke kamar jenazah. Pindahkan jenazah secara perlahan ke
brankar. Tutup jenazah dengan kain. Kemudian ikat dengan pengikat brankar pada
bagian dada dan lutut. Pengikat untuk mencegah jenazah jatuh, tapi tidak boleh
terlalu kuat sehingga dapat menyebabkan lecet.
19. Bereskan dan bersihkan kamar pasien.
20. Dokumentasikan prosedur. Pada catatan perawatan, catat waktu dan tanggal
jenazah diantar ke kamar jenazah. Lakukan pencatatan apakah barang berharga
disimpan atau diserahkan pada keluarga.
G. Hal yang diperhatikan :
a. Berikan barang-barang milik klien pada keluarga klien atau bawa barang tersebut
kekamar jenazah. Jika perhiasan atau uang diberikan pada keluarga, pastikan ada
petugas/ perawat lain yang menemani.
b. Berikan support emosional kepada keluarga yang ditinggalkan dan teman dan
kepada klien lain yang sekamar.
c. Mengangkat jenazah dilakukan secara perlahan untuk mencegah lecet dan
kerusakan kulit.

32
MATERI VII
DOSEN : : BU IMROATUL
KONSEP PEMBERIAN OBAT-OBATAN
A. KONSEP DASAR OBAT
Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala atau menyembuhkan
penyakit.
B. DEFINISI PEMBERIAN OBAT
Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang di maksudkan untuk digunakan
dalam menetapkan diagnosis,mencegah,mengurangi,menghilangkan,menyembuhkan
penyakit atau gejala penyakit,luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau
hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia
(joenoes,2001)
C. BENTUK OBAT
1. Kaplet : bentuk dosis padat untuk pemberian oral; bentuk seperti kapsul bersalut,
sehingga mudah ditelan
2. Kapsul : bentuk dosis padat untuk pemberian oral; obat dalam bentuk bubuk, cairan,
atau minyak dan dibungkus oleh selongsong gelatin, kapsul diwarnai untuk membantu
identifikasi produk
3. Eliksir : cairan jernih berisi air dan alkohol; dirancing untuk penggunaan oral;
biasanya di tambah pemanis
4. Tablet enterik bersalut : tablet untuk pemberian oral,yang dilapisi bahan yang tidak
larut dalam lambung; lapisan larut di dalam usus, tempat obat diabsorbsi.
5. Ekstrak : bentuk obat pekat yang dibuat dengan memindahkan bagian aktif obat dari
komponen lain obat tersebut ( misalnya, ekstrak cairan adalah obat yang dibuat
menjadi larutan dari sumber sayur-sayuran )
6. Gliserit : larutan obat yang di kombinasi dengan gliserin untuk penggunaan luar,
berisi sekurang-kurangnya 50% gliserin
7. Cakram intraokular ( intraocular disk) : bentuk oval, fleksibel berukuran kecil terdiri
dari dua lapisan luar yang lunak dan sebuah lapisan tengah berisi obat. Saat
dilembabkan oleh cairan okuler (mata), cakram melepas obat sampai satu minggu
8. Obat gosok (liniment) : preparat biasanya mengandung alkohol, minyak atau
pelembut sabun yang dioles pada kulit
9. Losion : obat dalam cairan, suspense yang di oles pada kulit untik melindunginya
10. Salep : semisolid (agak padat), preparat yang di oles pada kulit, biasanya mengandung
satu atau lebih obat
11. Pasta : preparat semisolid, lebih kental dan lebih kaku dari pada salep; diabsorbsi
melalui kulit lebih lambat dari pada salep
12. Pil : bentuk dosis padat berisi satu atau lebih obat, dibentuk kedalam bentuk tetesan,
lonjong, atau bujur; pil yang sesungguhnya jarang digunakan karena telah digantikan
oleh tablet
13. Larutan : preparat cairan yang dapat digunakan per oral, parenteral, atau secara
eksternal; dapat juga dimasukkan ke dalam organ atau rongga tubuh (mis. Irigasi

33
kantong kemih); berisi air dan mengandung satu atau lebih senyawa terlarut; harus
steril untuk penggunaan parenteral
14. Supositoria : bentuk dosis padat yang di campur dengan gelatin dan dibentuk dalam
bentuk peluru untuk dimasukkan ke dalam rongga tubuh (rektum atau vagina);
meleleh saat mencapai suhu tubuh, melepas obat untuk diabsorbsi
15. Suspense : partikel obat yang dibelah sampai halus dan larut dalam media cair, saat
dibiarkan, partikel berkumpul di bagian bawah wadah; umumnya merupakan obat oral
dan tidakdiberikan perintravena
16. Sirup : obat yang larut dalam larutan gula pekat, mengandung perasa yang membuat
obat terasa lebih enak
17. Tablet : bentuk dosis bubuk yang dikomperesi ke dalam cakram atau slinder yang
keras; selain obat utama, mengandung zat pengikat (perakat untuk membuat bubuk
menyatu), zat pemisah ( untuk meningkatkan pelarutan tablet), lubrika (supaya mudah
dibuat di pabrik), dan zat pengisi (supaya ukuran tablet cocok)
18. Cakram atau lempeng transdermal : obat beradadalam cakram (disks) atau patch
membrane semipermeable yang membuat obat dapat diabsorbsi perlahan-lahan
melalui kulit dalam periode waktu yang lama
19. Tingtura : alkohol atau larutan obat air-alkohol
20. Tablet isap (troche, lozenge) : bentuk dosis datar, bundar mengandung obat, citarasa,
gula, dan bahan perekat cair; larut dalam mulut untuk melepas obat.
D. PRINSIP DASAR PEMBERIAN OBAT
Sebelum memberikan obat pada pasien,ada beberapa persyaratan yang perlu
diperhatikan untuk menjamin keamanan dalam pemberian obat,diantaranya :
1. Tepat obat
Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya petugas medis harus memerhatikan kebenaran
obat sebanyak 3x, yakni : ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat, saat obat
di programkan, dan mengembalikan obat ketempat penyimpanan.
2. Tepat dosis
Untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat,maka penentuan dosis harus
diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat
tetes,gelas ukur,spuit atau sendok khusus : alat untuk membelah tablet; dan lain-lain. Dengan
demikian,perhitungan dosis benar untuk diberikan ke pasien.
3. Tepat pasien
Obat yang diberikan hendaknya benar pada pasien yang di programkan. Hal ini
dilakukan dengan mengidentifikasi identitas kebenaran obat,yaitu mencocokan nama,nomor
register,alamat,dan program pengobatan pada pasien.
4. Tepat Jalur Pemberian
Kesalahan rute pemberian dapat menimbulkan efek sistematik yang fatal pada pasien.
Untuk itu,cara pemberiannya adalah dengan cara melihat cara pemberian atau jalur obat pada
label yang ada sebelum memberikannya ke pasien.
5. Tepat waktu

34
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang diprogamkan,karena
berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat (A.Aziz
Alimul Hidayat,2009).
6. Tepat pendokumentasi
Dokumentasi snagat penting,jadi setelah memberikan obat kita harus segera
memberikan obat ke format dokumentasi dengan benar. Fungsi dokumentasi adalah sebagai
catatan perkembangan pasien dan sebagai alat untuk bukti melakukan tindakan.
E. PERHITUNGAN DOSIS OBAT
Penghitungan dengan rumus ketika menentukan dosis tidak semuanya tepat dalam
menentukan kerja dan efek dari obat tersebut. Cara yang lebih tepat adalah dengan
menentukan berdasarkan ukuran fisik atau waktu paruh dari jenis obat yang diberikan.
1. Kalkulasi Dosis Berdasarkan Berat Badan
Kadang-kadang dosis diucapkan sebagai : beri 1 mg?kg berat badan. Jadi berat badan pasien
harus diketahui dulu,misalnya 60 kg,maka dosisnya adalah 60 mg.
Bila permintaannya adalah : berikan 1 mg/kg berat badan /hari,maka dosis tadi harus dibagi
dalam beberapa kali dosis,misalnya dibagi 3,maka menjadi 3 kali minum 20 mg.
2. Dosis pediatrik
Dosis tepat penting untuk pasien pediatrik. Anda dapat mengonvensi dosis dewasa
menjadi dosis pediatrik dengan sejumlah formula : dua diantaranya adalah sebagai berikut.
3. Rumus Clarke
Rumus young untuk umur 1-8 tahun :
Rumus dilling untuk umur > 8 tahun :
(A.Aziz Alimul Hidayat,2009)
Perhitungan Dosis Tablet,Suntikan dan Obat Cair
Contoh Cara Perhitungan Dosis Tablet :
Berapa tablet digoxin diperlukan untuk mendapat dosis 0,125 mg² 1 tablet
mengandung 62,5 mcg digoxin.
Jawab :
0,125 mg = (0,125 × 1000) mcg = 125 mcg
Jika 1 tablet mengandung 62,5 mcg dan diperlukan X tablet untuk mencapai dosis 125
mcg,maka :
X.62,5 = 125
= 2 Jadi diperlukan 2 tablet.

Jawab : pakai rumus berikut ini.

35
0,125 mg = (0,125 × 1000) mcg = 125 mcg
Isi rumus di atas :
Contoh cara perhitungan suntikan :
Pasien diinstrusikan untuk diberi 75 mg pethidin. Tersedia ampul berisikan 100 mg
dalam 2 ml. Berapa ml yang perlu disuntikan.
Jawab :
Jika 2 ml larutan mengandung 100 mg pethidin,dan X ml larutan mengandung 75 mg
pethidin,maka
Atau memakai rumus
Contoh soal perhitungan dosis betadine :
Diperlukan larutan betadine 1 : 2.000 dan tersedia larutan 20 %. Berapa banyak
larutan betadine 20 % ini diperlukan untuk membuat 2 L betadine 1 : 2.000?
Karena konsentrasi dinyatakan sebagai rasio dan yang lain sebagai presentase,salah
satunya harus dikonversikan. 20 % = 20 bagian per seratus = 20 : 100 = 1 : 5.
Jawab : memakai rumus (Jan Tambayong,2001)
Perhitungan Kecepatan Infus
Perhitungan obat dengan kecepatan intravena dihitung berdasarkan jumlah tetes permililoiter
larutan. Karena intruksi diberikan berupa volume yang harus diberikan dalam waktu tertentu
(misalnya,500 ml dalam 4 jam),maka diperlukan kemampuan untuk menghitung konversi
dari tetes per menit ke milliliter permenit, dan sebaliknya.
Contoh soal cara perhitungan infus :
Berapa kecepatan aliran diperlukan untuk memasukan 500 ml dekstrosa 5% dalam air
selama 8 jam? Larutan itu memberi 15 tetes/ml.
Jawab :
Langkah 1
Konversi jam ke menit
8 jam = 8 × 60 menit = 480 menit
Langkah 2
Menghitung kecepatan yang dibutuhkan dalam ml per menit. Jika 500 ml harus diberikan
dalam 480 menit,dan X ml akan diberikan dalam 1 menit,maka
Langkah 3
Konversi ketetes per menit. Kecepatan pemberian adalah 1 ml/menit (kurang lebih). Larutan
itu mengandung 15 tetes/ml,maka jumlah tetes per menit menjadi 1 × 15 tetes/menit. (Jan
Tambayong,2001)

36
F. PROSEDUR PENYIMPANAN OBAT
Harus diperhatikan tiga faktor utama yaitu suhu,letak dan kadaluarsa.
1. Suhu
Suhu adalah satu faktor terpenting,karena kebanyakan obat itu bersifat termo-labil (rusak atau
diubah oleh panas). Untuk itu penyimpanan obat:
di tempat sejuk : <15°C (misalnya,insulin [tidak boleh beku])
dalam lemari es
suhu antara 2-10° C (misalnya,vaksid tifoid)
beku (misalnya,vaksin cacar air harus ≤5° C)
2. Letak
Obat itu bersifat toksik,karena itu tempat penyimpanan harus terang,letak setinggi
mata,bukan tempat umum. Lemari obat harus terkunci.
3. Kadaluwarsa
Kurangi kemungkinan kekadaluwarsaan obat dengan cara rotasib stok,artinya obat baru
(pengganti) diletakan dibelakang. Obat yang kadaluwarsa akan berkurang khasiatnya. Yang
perlu diperhatikan adalah perubahan warna (dari belakang jadi keruh) dan tablet menjadi
basah.
Cara penyimpanan obat :
a. Ikuti petunjuk penyimpanan pada label/kemasan
b. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat
c. Simpan obat pada suhu kamar dan hindari sinar matahari langsung
d. Jangan menyimpan obat pada tempat panas atau lembab
e. Jangan menyimpan obat bentuk cair pada lemaripendingin agar tidak beku,kecuali jika
tertulis pada etiket obat
f. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak
g. Jangan meninggalkan obat di dalam mobil untuk jangka waktu yang lama
h. Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak
Beberapa sistem dalam penyimpanan obat
a. Alfabetis berdasarkan nama generik
Obat disimpan berdasarkan urutan alafabet nama generiknya.
Saat menggunakan sistem ini,pelabelan harus diubah ketika daftar obat esensial direvisi atau
diperbaharui.
b. Kategori terapetik atau farmakologi

37
Obat disimpan berdasarkan indikasi terapetik dan kelas farmakologinya
c. Bentuk sediaan
obat mempunyai bentuk sediaan yang berbeda-beda,seperti sirup,tablet,injeksi,salep atau
krim. Dalam sistem ini,obat disimpan berdasarkan bentuk sediaannya. Selanjutnya metode-
metode pengelompokan lain dapat digunakan untuk mengatur obat secara inci.
d. Frekuensi penggunaan
Untuk obat yang digunakan (fast moving) seharusnya disimpan pada ruangan yang dekat
dengan tempat penyiapan obat.
Kondisi penyimpanan khusus beberapa obat perlu disimpan pada tempat khusus untuk
memudahkan pengawasan,yaitu :
1. Obat golongan narkotika dan psikotropika masing-masing disimpan dalam lemari
tertutup dan terkunci.
2. Obat-obat seperti vaksin dan supositoria harus disimpan dalam lemari pendingin untuk
menjamin stabilitas sediaan.
3. Beberapa cairan mudah terbakar seperti aseton,eter dan alkohol disimpan dalam lemari
yang berventilasi baik,jauh dari bahan yang mudah terbakar dan peralatan elektronik. Cairan
ini disimpan terpisah dari obat-obatan. ( A.Aziz Alimul Hidayat,2009)
G. PEMBERIAN OBAT
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai
perawatan,pengobatan,atau bahkan pencegah terhadap berbagai gangguan yang terjadi di
dalam tubuh. Dalam pelaksanaannya tenaga medis memiliki tanggung jawab dalam
keamanan obat dan pemberian secara langsung ke pasien. Hal ini semata-mata
untukmemenuhi kebutuhan pasien.
1. STANDAR OBAT
Obat yang di gunakan sebaiknya memenuhi standar persyaratan obat,diantaranya
kemurnian,yaitu suatu keadaan yang dimiliki oleh obat karena unsur keasliannya,tidak ada
percampuran,dan standar potensi yang baik. Selain kemurnian obat juga harusmemiliki
bioavailabilitas berupa keseimbangan obat,keamanan,dan efektivitas. Standar-standar tersebut
harus dimiliki obat agar menghasilkan efek yang baik akan obat itu sendiri
2. REAKSI OBAT
Sebuah bahan atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh,obat akan bekerja sesuai dengan
proses kimiawi melalui suatu reaksi obat, reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu
paruh,yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh untuk proses
eliminasi,sehingga terjadi pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam
tubuh.
3. FAKTOR YANG MEMENGARUHI REAKSI OBAT
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi reaksi pengobatan diantaranya absorpsi
obat,distribusi obat dalam trubuh,metabolisme (biotransformasi) obat,dan eksresi.

38
1. Absorpsi obat
Absorpsi obat merupakan proses pergerakan obat dari sumber ke dalam tubuh melalui aliran
darah kecuali dari jenis topical. Hal ini dipengaruhi oleh cara dan jalur pemberian obat,jenis
obat,keadaan tempat,makanan dan keadaan pasien.
2. Distribusi obat ke dalam tubuh
Setelah obat diabsorpsi,kemudian obat di distribusikan ke dalam darah melalui vascular dan
sistem limfatis menuju sel dan masuk ke dalam jaringan tertentu. Proses ini dapat dipengaruhi
oleh keseimbangan cairan,elektrolit,dan keadaan patologis.
3. metabolism obat
Setelah melalui sirkulasi,obat akan mengalami proses metabolism. Obat akan ikut sirkulasi ke
dalam jaringan,kemudian berinteraksi dengan sel dan melakukan sebuah perubahan zat kimia
hingga menjadi lebih aktif. Obat yang tidak bereaksi akan diekresikan.
4. eksresi sisa
Setelah obat mengalami metabolism atau pemecahan,akan terdapat sisa zat yang tidak dapat
dipakai. Sisa zat ini tidak bereaksi kemudian keluar melalui ginjal dalam bentuk urin,dari
intestinaldalam bentuk veses,dan dari paru-paru dalam bentuk udara.
Obat memiliki dua efek yaitu efek terapeutik dan efek samping. Efek terapeutik obat
memiliki kesesuaian terhadap efek yang di harapkan sesuai kandungan obatnya
seperti paliatif (berefek untuk mengurangi gejala),kuaratif (memiliki efek
pengobatan),suportif (berefek untuk menaikkan fungsi atau nrespons tubuh),dubtitutif
(berefek sebagai pengganti),efek kemoterapi (berefek untuk mematikan atau
menghambat),dan restorative (berefek untuk memulihkan
fungsi tubuh yang sehat). Efek samping merupakan efek yang tidak diharapkan,tidak bisa
diramal,dan bahkan kemungkinan dapat membahayakan seperti adanya alergi,toksisitas
(keracunan),penyakit iatrogenik,kegagalan dalam pengobatan,dan lain-lain. (A.Aziz Alimul
Hidayat,2009)
4. TEKNIK PEMBERIAN OBAT
Pemberian obat kepada pasien dapat dilakukan melalui beberapa cara diantaranya :
oral,parenteral,rektal,vaginal,kulit,mata,telinga,hidung dan lain-lain. Pemberian di lakukan
dengan menggunakan prinsip lima tepat yakni tepat nama pasien,tepat nama obat,tepat dosis
obat,tepat cara pemberian,dan tepat waktu pemberian. (A.Aziz Alimul Hidayat,2009)
G. BENTUK OBAT
1. Bentuk Oral
Pemberian obat oral dilakukan melalui mulut. Dalam pemberian obat oral,ada beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh perawat,yaitu adanya alergi terhadap obat yang akan
diberikan,kemampuan klien untuk menelan obat,adanya muntah atau diare yang dapat
mengganggu absorpsi obat,efek samping obat,interaksi obat dan kebutuhan pembelajaran
mengenai obat yang diberikan. Bentuk oral ini adalah tablet,kapsul dan lozenges (obat isap).

39
a. Tablet
Bentuk,ukuran dan berat tablet itu bervariasi. Tablet itu dapat mengandung obat murni,atau
diencerkan dengan subtansi inert agar mencapai berat sesuai,atau mengandung dua atau lebih
obat dalam kombinasi. Tablet ini dapat berupa tablet padat biasa,tablet sublingual (di larutkan
di bawah lidah),tablet bukal (dilarutkan antara pipi dan gusi),tablet bersalut-gula (menutupi
bau atau rasa tidak enak),tablet bersalut enteric (untuk mencegahnya larut dalam lambung dan
sampai di usus halus baru pecah),atau tablet lepas berkala (untuk melepaskan obat selang
waktu panjang).
b. Kapsul
Kapsul mengandung obat berupa bubuk,butiran bersalut dengan ketebalan berbeda agar larut
dengan kecepatan berbeda,yaitu kapsul keras,atau cairan dalam kapsul lunak.
c. Lozenges
Obat padat ini akan larut secara berangsur dalam mulut. Mereka berguna bila diperlukan
kerja setempat di mulut atau tenggorokan.
Tujuan
1. Memberi obat yang memiliki efek lokal atau sistematik melalui saluran cerna.
2. Memberi obat tanpa harus merusak kulit dan jaringan.
3. Memberi obat tanpa menimbulkan nyeri.
2. BENTUK TOPIKAL
Bentuk ini dipakai untuk permukaan luar dan berfungsi melindungi atau sebagai
vehikel untuk menyampaikan obat. Bentuk penting adalah salep dan krim. Salep di[akai
untuk lesi kering dan bertahan dikulit lebih lama. Krim umumnya dipakai untuk lesi basah.
3. BENTUK SUPOSITORIA
Supositoria adalah obat dalam bentuk mirip peluru dan akan mencair pada suhu
badan. Supositoria adalah cara memberi obat melalui rectum untuk lesi setempat atau agar
diserap sistemik.
4. BENTUK PESARRI
Serupa dengan supositoria namun bentuknya dirancanag khusus untuk vagina.
5. BENTUK CAIRAN
Bentuk obat cairan terdapat tiga kelompok utama yaitularutan,suspense dan emulsi.
Pemberian Obat Pada bayi dan Anak-Anak
1. Pilih sarana yang tepat untuk mengukur dan memberi obat pada bayi dan anak-
anak,seperti mangkuk plastik sekali pakai,pipet tetes,sendok,spuit plastik tanpa jarum,atau
spuit tuberkulin.
2. Larutkan obat oral dengan sedikit air.

40
3. Gerus obat yang berbentuk padat dan campurkan dengan zat lain yang dapat mengubah
rasa pahit,misalnya madu atau pemanis buatan.
4. Posisikan bayi setengah duduk ketika memberi obat dan berikan obat secara perlahan
5. Jika menggunakan spuit,letakan spuit disepanjang sisi lidah bayi.
6. Dapatkan informasi yang bermanfaat dari orang tua mengenai cara pemberian obat yang
terbaik bagi anak yang bersangkutan.
7. Jika anak tidak kooperatif selama pemberian obat,lakukan langkah berikut :
a. Letakkan anak di atas pangkuan anda dengan tangan kanan di belakang tubuh anda.
b. Pegang erat tangan kiri anak dengan tangan kiri anda.
c. Amankan kepala anak dengan tangan kiri dan tubuh anda.
8. Berikan anak air minum setelah obat ditelan.
Lakukan hygiene oral setelah anak minum obat yang disertai pemanis. (A.Aziz Alimul
Hidayat,2009)
H. MACAM – MACAM PEMBERIAN OBAT :
A. PEMBERIAN OBAT SUBLINGUAL
Pemberian obat sublingual dilakukan dengan cara meletakkan obat di bawah lidah hingga
obat habis diabsorpsi ke dalam pembuluh darah. (Aswidiastoeti Hartana,2013)
Tujuan
1. Memberi obat yang mempunyai efek lokal atau sistemik.
2. Memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat dibandingkan pemberian secara oral
3. Mencegah kerusakan obat oleh hati
B. PEMBERIAN OBAT BUKAL
Pemberian obat bukal dilakukan dengan meletakkannya diantara gusi dan membrane mukosa
pipi.
Tujuan
1. Memberi obat yang memiliki efek sistemik atau lokal.
2. Memberi obat yang memiliki aksi kerja lebih cepat dibandingkan obat oral.
3. Mencegah kerusakan obat oleh hati.
B. PEMBERIAN OBAT PARENTERAL
Obat parenteral diberikan melalui pembuluh darah menggunakan spuit,yaitu dengan
memberikan obat dengan menginjeksi ke seluruh tubuh,bisa dengan cara
intracutan,subcutan,intra muscular dan intravena.

41
Tujuan
1. Menyediakan obat yang memberi reaksi lebih cepat disbanding pemberian obat melalui
rute lain.
2. Memicu reaksi setempat,misalnya tes alergi.
Membantu pemeriksaan diagnostic,misalnya menyuntikan zat kontras. (Aswidiastoeti
Hartana,2013)
C. Pemberian Obat Melalui Jaringan Intracutan
Memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit dilakukan sebagai tes reaksi
alergi terhadap jenis obat yang akan di gunakan . pemberian obat melalui jaringan intrakutan
ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis. Secara umum, dilakukan pada daerah lengan,
tangan bagian ventral. (A.Aziz Alimul Hidayat,2009)
D. Pemberian Obat Melalui Jaringan Subcutan
Pemberian obat melalui suntikan di bawah kulit dapat dilakukan pada daerah lengan atas
sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luara, daerah dada, dan daerah sekitar
umbilicus (abdomen). Umumnya, pemberian obat melalui jaringan subkutan ini dilakukan
dalam program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah.
Terdapat dua tipe larutan insulin yang diberikan,yaitu jernih dan keruh. Larutan keruh
dimaksudkan sebagai insulin tipe reaksi cepat (insulin regular). Larutan yang keruh termasuk
tipe lambat karena adanya penambahan protein sehingga memperlambat absorpsi obat.
E. Pemberian Obat Melalui Intravena (secara langsung)
Memberikan obat melalui vena secara langsung, diantaranya vena mediana cubitus/cephalika
(daerah lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher), vena frontalis/temporalis di
daerah frontalis dan temporal dari kepala. Tujuannya agar eaksi berlangsung cepat dan
langsung masuk pada pembuluh darah.
F. Pemberian Obat Melalui Wadah Intravena (secara tidak langsung)
Memberikan obat intravena melalui wadah merupakan pemberian obat dengan menambahkan
atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intravena. Tujuannya untuk meminimalkan
efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.
G. Pemberian Obat Melalui Selang Intravena
H. Pemberian Obat Melalui Intramuskular
Memberikan obat melalui intramuskular merupakan pemberian obat dengan memasukkannya
kedalam jaringan otot. Loasi penyuntikannya dapat dilakukan di dorsog luteal (posisi
tengkurap), ventrogluteal (posisi berbaring), vastus lateralis (daerah paha), atau deltoid
(lengan atas). Tujuannya agar absorpsi obat dapat lebih cepat.
I. Pemberian Obat Melalui Rektum
Memberikan obat melalui rektum merupakan pemberian obat dengan memasukkan obat
melalui anus dan kemudian rektum, dengan tujuan memberikan efek lokal dan sistematik.

42
Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat supositoria yang bertujan
untuk mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada daerah feses, dan merangsang
buang air besar
Pemberian obat yang memiliki efek lokal, seperti obat dulcolac supositoria, berfungsi untuk
meningkatkan defekasi secara lokal. Pemberian obat dengan efek sistemik, seperti obat
aminofilin supositoria, berfugsi mendilatasi bronkhus. Pemberian obat supositoria ini di
berikan tepat pada dinding rektal yang melewati spichnter ani interna. Kontra indikasi pada
pasien yang mengalami pembedahan rektal.
J. Pemberian Obat per Vagina
Pemberian obat melalui vagina merupakan tindakan memasukkan obat melalui vagina, yang
bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat dan mengobati saluran vagina atau serfiks.
Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan supositoria yang digunakan untuk mengobati infeksi
lokal. Apabila menggunakan obat jenis krim, isi aplikator krim atau ikuti petunjuk krim yang
tertera pada kemasan, renggangkan lipatan labia, dan masukkan aplikator ± 7,5 cm, serta
dorong penarik aplikator untuk mengeluarkan obat.
K. Pemberian Obat pada Kulit
Memberikan obat pada kulit merupakan pemberian obat dengan mengoleskannya di kulit
yang bertujuan mempertahankan hidrasi, melindungi permukaan kulit, mengurangi iritasi
kulit, atau mengatasi infeksi. Jenis obat kulit yang diberikan dapat bermacam-macam seperti
krim, losion, aerosol, dan spray.
L. Pemberian Obat Pada Mata
Pemberian obat pada mata dengan obat tetes mata atau salep mata digunakan untuk perisapan
pemeriksaan struktur internal mata dengan mendilatasi pupil, pengukuran refraksi lensa
dengan melemahkan otot lensa, serta penghilangan iritasi mata.
M. Pemberian Obat pada Telinga
Memberikan obat pada telinga dilakukan dengan obat tetes telinga atau salep. Pada
umumnya, obat tetes telinga yang dapat berupa obat antibiotic di berikan pada gangguan
infeksi telinga, khususnya otitis media pada telinga tengah.
N. Pemberian Obat pada Hidung
Memberikan obat tetes hidung dapat dilakukan pada hidung seseorang dengan keradangan
hidung (rhinitis) atau nasofaring. (A.Aziz Alimul Hidayat,2009)

43
MATERI VIII
DOSEN: : PAK DEDI
PEMBERIAN OBAT MELALUI IV, IC, IM, SC
A. Intravena (IV)
1. Pengertian
Memasukkan cairan obat langsung kedalam pembuluh darah vena sehingga obat
langsung masuk ke dalam sistem sirkulasi darah. Menurut Sanders et al. (2012) rute
intarvena diberikan secara langsung kedalam aliran darah. Adapun waktu
pemberian obat intravena sampai mendapatkan efeknya yaitu sekitar 30-60 detik.
2. Lokasi
Memberikan obat atau injeksi melaui vena dapat secara langsung, di berikan pada
daerah berikut : vena medianan cubitus/cephalika (daerah lengan), vena
saphenous (tungkai), vena jugularis (leher) ,vena frontalis/temporalis di daerah
frontalis dan temporal dari kepala.
3. Indikasi
Indikasi pemberian obat melalui vena yaitu sebagai berikut :
a. Klien dengan penyakit berat seperti sepsis. Tujuan pemberian obat intravena
pada kasus ini agar obat langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah.
Sehingga memberikan efek lebih cepat dibandingkan memberikan obat oral.
b. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral yang terbatas (efektivitas dalam
darah jika dimasukkan melalui mulut) atau hanya tersedia dalam sediaan
intravena (sebagai obat suntik).
c. Pasien tidak dapat minum karena muntah atau memang tidak dapat menelan
obat (ada sumbatan di saluran cerna atas).
d. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak – obat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
e. Klien dengan kejang-kejang.
f. Memasukkan obat secara cepat dengan tujuan kadar puncak obat dalam darah
perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan
langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam
darah tercapai.
4. Kontraindikasi
Kontraindikasi dalam pemberian obat intravena dalah sebagai berikut :
a. Inflamasi atau infeksi di lokasi injeksi intravena.
b. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan
untuk pemasangan fistula arteri – vena (A – V shunt) pada tindakan hemodaliasis
(cuci darah).
c. Obat – obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh darah vena kecil yang
aliran darahnya lambat (misalnya pembulah vena di tungkai dan kaki).
B. Intramuscular (IM)
1. Pengertian
Injeksi intramuscular adalah memasukkan atau memberikan obat masuk pada otot
skeletal. Rute Intramuscular memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat dari
pada rute SC karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot (Sanders et al.,
2012). Salah satu yang harus diperhatikan adalah pemilihan area suntik yang jauh
dari syaraf besar dan pembuluh darah besar. Adapun waktu pemberian obat
subcutan sampai mendapatkan efeknya yaitu sekitar 10-20 menit. Sedangkan,
Jarum untuk injeksi musculer berukuran 20 – 23 G dan panjangnya 5/8 – 1 ½ inchi.

44
2. Lokasi
Lokasi pemberian obat melalui muscular dapat diberikan pada daerah :
a. M. Deltoid , menentukan lokasi dengan palpasi batas bawah prosesus akromium,
yang membentuk basis sebuah segitiga yang sejajar dengan titik tengah bagian
lateral lengan atas. Tempat injeksi terletak dibagian tengah segitiga sekitar 2.5
sampai 5 cm dibawah prosesus akromium atau dengan cara menempatkan empat
jari diatas otot deltoid, dengan jari teratas berada disepanjang prosesus
akromium. Hati-hati terhadap saraf radialis, ulnaris dan arteri brakhialis terdapat
didalam lengan atas disepanjang humerus.
b. M. Dorsogluteal yaitu tempat biasa digunakan injeksi IM, Daerah dorsogluteus
berada dibagian atas luar kuadran ata atas luar bokong, kira-kira 5 sampai 8 cm
dibawah Krista iliaka untuk menemukan lokasinya, palpasi spina iliaka
posterior dan superior dan trokhantor mayor femur. Sebuah garis khayal ditarik
diantara dua penanda anatomi. Tempat injeksi terletak diatas dan lateral
terhadap garis. Pada anak-anak hanya boleh digunakan jika usia lebih dari 3
tahun.
c. M. Ventrogluteal, menemukan lokasi ini dengan klien disuruh berbaring diatas
salah satu sisi tubuh dengan menekuk lutut, kemudian cari otot dengan
menempatkan telapak tangan diatas trokanter mayor dan jari telunjuk pada spina
iliaka superior anterior panggul. Tangan kanan digunakan untuk panggul kiri
dan tangan kiri digunakan untuk panggul kanan . Perawat menunjukan ibu
jarinya kearah lipat paha klien dan jari lain kearah kepala. Tempat injeksi
terpajan ketika perawat melebarkan jari tengah kebelakang sepanjang Krista
iliaka kearah bokong. Jari telunjuk, jari tengah, dan Krista iliaka membentuk
sebuah segitiga dan tempat injeksi berada ditengah segitiga tersebut.
d. M. Vastus Lateralis yaitu terletak di bagian lateral anterior paha, pada orang
dewasa membentang sepanjang satu tangan diatas lutut sampai sepanjang satu
tangan dibawah trokanter femur atau sepertiga tengah otot merupakan tempat
terbaik injeksi.
3. Indikasi
Indikasi dalam pemberian obat melalui subcutan bisa dilakukan pada pasien yang
tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk
diberikan obat secara oral, pemberian vit.k pada bayi, lokasi injeksi yang sesuai
dengan obat yang diprogramkan, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut,
benjolan tulang, otot atau saraf besar dibawahnya (Faradila, 2014).
4. Kontraindikasi
Kontraindikasi dalam pemberian obat secara intramuskular yaitu: infeksi, lesi kulit,
jaringan parut, benjolan tulang, otot atau saraf besar dibawahnya (Faradila, 2014).
C. Subcutan
(SC)
1. Pengertian
Pemberian obat subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke area bawah
kulit yaitu pada jaringan konektif atau lemak di bawah dermis (Aziz, 2006). Injeksi
subkutan diberikan di bawah kulit ke dalam jaringan ikat atau lemak di bawah
dermis dan hanya untuk volume obat sedikit (0,5 mL atau kurang) yang tidak
mengiritasi jaringan (Sanders et.al.,2012). Jarum untuk Subcutan berukuran 25 – 27
G dan panjangnya ½ - 7/8 inchi Jarum yang paling biasa digunakan untuk injeksi
subcutan adalah ukuran 25 gauge, 5/8 inci. Tehnik ini digunakan apabila kita ingin
obat yang disuntikan akan diabsorbsi oleh tubuh dengan pelan dan berdurasi
panjang ( slow and sustained absorption). Adapun waktu pemberian obat subcutan

45
sampai mendapatkan efeknya yaitu sekitar 15-30 menit.

2. Lokasi
Lokasi injeksi pada subcutan adalah sebagai berikut : lengan atas sebelah
1
luar atau /3 bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada dan daerah sekitar umbilikus.
3. Indikasi
Indikasi dalam pemberian obat melalui subcutan bisa dilakukan pada pasien
diabetes melitus dengan suntik insulin, pasien tidak sadar, tidak mau bekerja sama
karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, tidak alergi. Biasanya
teknik ini digunakan untuk pemberian vaksin dan tes tuberculin.
4. Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian obat melalui subcutan adalah pasien alergi, infeksi pada
kulit dan area injeksi subcutan terdapat luka dan berbulu. Selain itu, Area injeksi
terdapat jaringan yang terluka atau tempat dimana terjadi edema.
D. Intracutan (IC)
1. Pengertian
Pemberian obat melalui intracutan diberikan dibawah dermis, pemberian obat
melalui cutan merupakan cara pertama untuk tes alergi dan pemberian anastesi
lokal. Obat melalui rute ini tidak diabsobsi kedalam sirculasi umum (Sanders et al.,
2012). Keunggulan rute intracutan untuk test ini penegakan diagnosa adalah bahwa
reaksi tubuh terhadap zat yang disuntikkan mudah dilihat dan berdasarkan studi
perbandingan tingkat reaksi juga diketahui. Jarum untuk Intracutan berukuran 26
G.
2. Lokasi
Lokasi injeksi obat melalui intracutan dalah sebagai berikut : Lengan bagian atas,
kaki bagian atas, dan daerah disekitar pusar.
3. Indikasi
Indikasi pemberian obat intracutan adalah klien untuk test alergi (skin test) yaitu
klien yang diresepkan atau diberikan antibiotik untuk pertama kali dan dapat juga
pada klien suspect TB.
4. Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian obat intracutan yaitu klien yang memilki riwayat alergi
terhadap obat, terdapat luka atau infeksi di sekitar area injeksi

46
MATERI IX
DOSEN : : BU MERINA
KONSEP PEMBERIAN OBAT-OBATAN II
A. Pengertian obat dan cairan
Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala atau
menyembuhkan penyakit atau merupakan sebuah subtansi yang di berikan kepada
manusia atau binatang perawatan atau pengobatan bahkan mencegah terhadap berbagai
gangguan yang terjadi di dalam tubuh.
Cairan Obat adalah substansi berbentuk cair yang digunakan sebagai obat dan
pemberiannya melalui pembuluh vena maupun berupa tetesan pada organ luar dengan
tujuan mengurangi penyakit atau sebagai pengobatan.
B. Jenis dan Bentuk-bentuk Obat
1. Obat-obat dalam bentuk padat
• Bubuk
• Tablet
• Pil
• Drase
• Kapsul
• Salep dan pasta
• Sukositolia
2. Obat-obatan dalam bentuk cairan
• Sirup
• Tetesan atau Drop
• Cairan suntik
C. “Enam Benar” pemberian obat
1. Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat
tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika
pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai,
misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat
gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti
menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari
gelang identitasnya.
2. Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang
yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila
perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat.
Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus
diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari
rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat
dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan
harus dikembalikan ke bagian farmasi. Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus
memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu
diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.

47
3. Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus
berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan
ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada
beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul
atau tabletnya.
4. Benar Cara atau Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan
pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon
yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan.
Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
5. Benar Waktu
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk
mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus
diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu
jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan
bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat
diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang
berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6. Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa
obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat
diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
D. Menyiapkan obat
1. Menyiapkan obat ampul
a) Persiapan alat
1) Catatan pemberian obat atau kartu obat
2) Ampul obat sesuai dengan resep
3) Spuit dan jarum yang sesuai
4) Jarum steril extra (bila perlu)
5) Kapas alcohol
6) Kasa steril
7) Baki obat
8) Gergaji ampul (bila perlu)
9) Label obat
10) Bak spuit
11) Bengkok
b) Beberapa hal yang perlu di perhatikan saat menyiapkan obat dari ampul:
1) Pertahankan sterilitas Spuit, jarum dan obat ketika mempersiapkan obat
dengan menggunakan prinsip steri.
2) Buang bekas ampul pada tempat khusus setelah di bungkus dengan tisue.
c) Prosedur kerja
1) Cuci tangan
2) Siapkan alat-alat

48
3) Periksa label obat dengan catatan pemberian obat sesuai dengan prinsip lima
benar yaitu benar nama pasien, benar nama obat, benar dosis obat, benar cara
pemberian, benar waktu pemberian.
4) Lakuka penghitungan dosis sesuai dengan yang di butuhkan.
5) Pegang ampul dan turunkan cairan di atas leher ampul dengan cara
menjentikkan jari tengah pada leher ampul beberapa kali dengan cara
memutar ampul dengan tangan searah jarum jam.
6) Letakkkan kasa steril di antara ibu jari tangan anda dengan ampul, kemudian
patahkan aleher ampul ke arah menjauhi anda danfg orang sekitar. Kasa steril
akan melindungi diri anda dari pecahan kaca ampu dan menjaga bagian
dalam ampul dan kasa steril.
7) Aatu usapkan kasa alcohol di sekitar leher ampul kemudian patahkan leher
ampul menjauhi diri anda dan orang-orang di sekitar anda. Bila ampul sulit
untuk di patahkan dengan dengan cara biasa, maka gunakan gergaji ampul.
8) Buang leher ampul pada tempat khusus.
9) Putar penutup jarum spuit, kemudian masukkan jarum ke dalam ampul tepat
di bagian tengah ampul. Menvegah jarum menyentuh bagian tep dari botol
ampul, mengurangi jarum terkontaminasi.
10) Aspirasi sejumlah cairan dari ampul sesuai denagn doses yng di tentukan.
11) Jika terdapat gelebung udra dalam spuit.
12) Periksa kembali larutan yang ada spuit, bandingkan dengan volume yang di
butuhkan.
13) Bandingkan label obat dengan catatan pemberian obat
14) Bila perlu ganti jarumspuit yang baru,jika obat dapat iritasi kulit
15) Beri label spuit dengan label obat yang sesuai
16) Tepatkan spuit ( dalam bak spuit ),kapas alkohol dan kartu obat diatas baki
17) Buang atau simpan kembali peralatan yang diperlukan
2. Menyiapkan obat dari vial
a) Peralatan
1) Catatan pemberian obat ataukartu obat
2) Spuit dan jarum yang sesuai
3) Vial obat sesuai resep
4) Jarum steril extra (bila perlu)
5) Kapas alkohol
6) Baki obat
7) Gergaji ampul (bila perlu)
8) Label obat
9) Bak spuit
10) Bengkok
b) beberapa hal yang harus di perhatikan saat menyiapkan obatdari vial
1) Jika obat perlu di campurkan,ikuti petunjuk dalam vial
2) Pertahankan kesterilan spuit,jarum dan obvat saat menyiapkannya
c) Prosedur kerja
1) Cuci tangan

49
2) Siapkan peralatn
3) Periksa label vial dengan catatan atau kartu obat sesuai prinsip 5 obat
4) Hitung dosis obat yang di perlukan . jika perlu dirotasikan cairan yang ada
dalam vial dengan menggunakan tangan agar tercampur sempurna . tidak
boleh mengocok larutan dalam vial karena dapat menyebabkan larutan
menjadi berbuih, usap bagian karet tersebut dengan kapas alkohol
5) Buka segel pada bagian tutup obat tanpa menyentuh bagian karetnya
6) Usap bnagian karet tersebut dengan kapas alkohol
7) Buka tutup jarum
8) Masukan urada dalam spuit sesuai dengan jumlah obat ynag di butuhkan
9) Dengan hati –hati masukan jarum secara tegak lurus tepat di tengah- tengah
karet dari vial dan ujung jarum di jaga di atas permukaan obat.
10) Aspirasi sejumlah obat yang di perlukan sesuai dosis dengan menggunakan
salah satu metode di bawah ini :
a. pegang vial menghadap keatas, gerakan ujung jarum kebawah hingga
berada pada bagian bawah cairan obat, kemudian tarik lunger hingga
spuit terisi cairan obat sesuai obat dengan dosis yang diperlukan . hindari
untuk menghisap tetes terakhir dari vial.
b. pegang vial menghadap kebawah pastikan ujung jarum berada di bawah
cairan obat dan secara bertahapaspirasi cairan obat sesuai dengan dosis
yang dibutuhkan.
11) Bila terdapat udara pada bagian atas spuit, maka keluarkan udara yang ada
dalam spuit tersebut kedalam vial.
12) Pada saat volume obat dalam spuit sudah tepat, maka cabut jarum dari vial
dan tutup jarum dengan penutup jarum.
13) Jika masih terdapat gelembung pada spuit:
a. Pegang spuit secara vertikal, dengan jarum menghadap keatas
b. Tarik plunger ke bawah dan jentikan spuit dengan jari
c. Dorong plunger perlahan keatas untuk mengeluarkan udara, tetapi jaga
agar lidah mengeluarkan larutan.
14) Periksa kembali jumlah larutan yang ada pada spuit, bandingkan dengan
volume yang dibutuhkan.
15) Bandingkan label obat dengan catatan pemberian obat yang sesuai.
16) Ganti jarum spuit yang baru.
17) Beri label spuit yang baru.
18) Tempatkan spuit (dalam bak spuit), kapas alkohol, dan kartu obat diatas baki.
19) Buang atau simpan kembali peralatan yang tidak diperlukan.
20) Mencuci tangan.

50
MATERI X
DOSEN : : BU MERINA
PEMBERIAN OBAT MELALUI ANUS, VAGINA, MATA,KULIT HIDUNG, TELINGA,
ORAL, DAN SUBLINGUAL
A. Tujuan
Memberikan obat secara oral
B. Prinsip
1. Pemberian obat dengan memperhatikan prinsip 6 benar
2. Saat pemberian obat oral, lindungi klien dari risiko aspirasi
3. Kontraindikasi pemberian pada penderita gangguan fungsi cerna dan tidak mampu
menelan
C. Persiapan Alat
1. Obat oral
2. Medication cup (mangkuk obat) atau sendok takar obat
3. Kartu obat
4. Minuman yang diinginkan klien
5. Sedotan yang dapat ditekuk, jika diperlukan
6. Mortal (penumbuk obat), jika diperlukan
7. Tissue
8. Baki obat
D. Dokumentasi
1. Nama obat
2. Dosis yang diberikan
3. Waktu pemberian
4. Cara pemberian
5. Reaksi alergi

1. PEMBERIAN OBAT SUB LINGUAL


A. Tujuan
Memberikan obat padat dengan meletakkan obat di bawah lidah
B. Prinsip
1. Pemberian obat dengan memperhatikan prinsip 6 benar
2. Obat sub lingual setelah diletakkan dibawah lidah, akan larut dan mudah
diabsorpsi
3. Saat pemberian obat sub lingual, obat tidak boleh ditelan
4. Tidak boleh minum sampai seluruh obat larut
C. Persiapan Alat
1. Obat sub lingual
2. Medication cup (mangkuk obat)
3. Kartu obat
4. Tissue
5. Baki obat

51
D. Dokumentasi
1. Nama obat
2. Dosis yang diberikan
3. Waktu pemberian
4. Cara pemberian
5. Reaksi alergi
2. PEMBERIAN OBAT BUKAL
A. Tujuan
Memberikan obat dengan cara meletakkan obat padat diantara gusi dengan membran
mukosa pipi sampai obat tersebut larut
B. Prinsip
1. Pemberian obat dengan memperhatikan prinsip 6 benar
2. Saat pemberian obat bukal, lindungi klien dari iritasi mukosa
3. Tidak mengunyah atau menelan obat atau minum air bersama obat
4. Obat bukal bereaksi secara lokal pada mukosa atau secara sistemik ketika obat
ditelan dalam saliva
C. Persiapan
Alat
1. Obat bukal
2. Medication cup (mangkuk obat)
3. Kartu obat
4. Tissue
5. Baki obat
D. Dokumentasi
1. Nama obat
2. Dosis yang diberikan
3. Waktu pemberian
4. Cara pemberian

3. Pemberian obat mata


A. Pengertian :
Pemberian obat-obat/ cairan tertentu ke dalam mata dengan cara meneteskan/
mengoleskan pada mata.
B. Tujuan :
• Melaksanakan tindakan pengobatan mata, sesuai dengan program terapi.
• Mempercepat proses penyembuhan pada mata yang sakit.
C. Kebijakan :
Seluruh pelayanan keperawatan berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien
sesuai kebijakan pelayanan rawat inap.
D. Prosedur :
1. Persiapan alat dan obat :
2. Salep mata/ tetes
3. Kapas steril/ gauze.

52
4. Gunting dan plester (prn).
5. pinset steril/sarung
6. Kom Setril
7. Bengkok
E. Pelaksanaan :
1. Cocokkan kartu obat dengan status
2. Cuci tangan (sesuai SPO cuci tangan).
3. Identifikasi pasien (sesuai SPO identifikasi pasien).
4. Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan dan jenis obat yang akan
diberikan pada pasien
5. Siapkan obat yang nantinya akan diberikan ke pasien
6. Atur posisi pasien sesuai dengan kenyamanan pasien
7. Pakai sarung
8. Bersihkan mata dengan kapas
9. usap ujung tube dengan kapas steril kemudian tuang salep sedikit pada kapas
10. Buka conjungtiva kelopak mata bawah dengan ibu jari/ dua jari dengan
melakukan tekanan ke arah bawah terhadap bagian pipi yang bertulang
menonjol, anjurkan pasien untuk melihat ke-atas
11. Oleskan sepanjang sisi dalam dari kelopak mata bawah, pada conjungtiva bagian
bawah dan anjurkan pasien untuk menutup dan mengedipkan kelopak
12. Bersihkan sisa obat salep/ tetes yang ada di sekitar mata dengan
13. Bila perlu tutup mata dengan kasa steril dan
14. Lepas sarung
15. Bereskan alat-alat dan cuci tangan.
16. alat-alat dan cuci
17. Catat ke Rekam Medis Pasien, bubuhkan tanda tangan.
18. Tulisan / paraf hanya dibuat oleh perawat yang sudah menyiapkan dan
memberikan obat
19. Sesudah dicek, kembalikan kartu obat ke kotak obat, sesuai jam pemberian
obat berikutnya

53
MATERI XI
DOSEN : BU DINI
MEMFASILITASI PROSES ISTIRAHAT TIDUR
A. Definisi
ISTIRAHAT
Istirahat berarti suatu keadaan tenang,relaks,tanpa tekanan emosional,dan bebas dari
perasaan gelisah.
Menurut NARROW orang dapat beristirahat bila:
1. Merasa segala sesuatu dibawah kesadaran
2. Menerima keadaan
3. Mengerti apa yang terjadi
4. Bebas dari hal-hal yang tidak menyenangkan
5. Puas dengan aktivitas yang dilakukannya
6. Mengetahui akan mendapat pertolongan bila dibutuhkan

TIDUR
Tidur adalah keadaan tidak sadarkan diri, dimana persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan menurun/hilang. Tidur Merupakan keadaan tidak sadar yang dialami
seseorang, dapat dibangunkan kembali dengan rangsangan yang cukup.
Tujuan :
1. Secara jelas tujuan tidur tidak diketahui, namun diyakini tidur diperlukan untuk
menjaga keseimbangan mental emosional dan kesehatan.
2. Selam tidur seseorang akan mengulang (review) kembali kejadian-kejadian sehari-
hari, memproses dan menggunakan untuk masa depan.
• Tanda tidur
1. Aktivitas fisik yang minimal
2. Tingkatan ketidaksadaran (Masing-masing orang berbeda )
3. Menurunnya tanggapan terhadap rangsangan dari luar (Hayter, 1980 )
• Perubahan fisiologis
1. Penurunan tekanan darah arteri
2. Penurunan denyut nadi
3. Dilatasi pembuluh darah periferKadang-kadang terjadi peningkatan GIT
4. BMR menurun hingga 10% – 20%
B. Gangguan Istirahat Tidur
1. INSOMNIA
Insomnia adalah gangguan tidur yang sering terjadi dan merupakan
ketidakmampuan dalam memperoleh kualitas maupun kuantitas tidur yang cukup.
2. HIPERSOMNIA
Hypersomnia adalah kegiatan tidur yang melebihi normal/lebih dari 9 jam pada
malam hari.
3. PARASOMNIA
Parasomnia adalah gangguan tidur yang sering terjadi pada anak-anak. Misalnya
somnambulisme atau yang sering disebut tidur sambil jalan dan enuresis nocturnal yang
sering disebut ngompol dimalam hari.

54
1. NARKOLEPSI
Narkolepsi adalah perasaan tidur yang tidak dapat dikendalikan.
2. SLEEP ANEA
Sleep anea adalah pernafasan yang terhenti pada waktu-waktu tertentu selama tidur.
C. Faktor yang mempengaruhi tidur
1. Usia
2. Keadaan penyakit
3. Stress psikologik
4. Obat-obatan
5. Gaya hidup

55

Anda mungkin juga menyukai