Anda di halaman 1dari 78

(IMAM AL GHAZALI)

P P

A
Dari

Al-Ma’had Tanwirul Qulub

Padepokan Padang Ati (PPa)

ashakimppa.blogspot.com

ashakim.ppa@gmail.com
I. Risalah Nasihat

Mukadimah

Aku mendengar dari orang yang kupercaya tentang sejarah perjalanan hidup Syaikh al-

Imam az-Zahid. Semoga Allah senantiasa memberikan taufik pada beliau dan

memeliharanya dalam menjalankan risalah agamaNya. Sejarah perjalanan hidup beliau

memperkuat keinginanku untuk menjadi saudaranya di jalan Allah Swt. karena

mengharapkan janji yang diber ikan Allah kepada para hamba-Nya yang saling mencinta.

Persaudaraan tidak harus dengan bertemu muka dan berdekatan secara fisik, tapi

yang

dibutuhkan adalah adanya kedekatan hati dan perkenalan jiwa. Jiwa-jiwa merupakan para

prajurit yang tunduk; jika telah saling mengenal, jiwa-jiwa itu pun jinak dan menyatu. Oleh

karenanya, aku ikatkan tali persaudaraan dengannya di jalan Allah Swt.. Selain itu, aku

harap beliau tidak mengabaikanku dalam doa-doanya ketika sedang berkhalwat serta semoga

beliau memintakan kepada Allah agar diperlihatkan kepadaku bahwa yang benar itu benar

dan aku diberi kemampuan untuk mengikutinya, dan yang salah itu salah serta aku diberi

kemampuan untuk menghindarinya. Kemudian aku dengar beliau memintaku untuk

memberikan keterangan berisi petuah dan nasihat serta uraian singkat seputar landasan-

landasan akidah yang wajib diyakini oleh seorang mukalaf.

Menasihati Diri

Berbicara tentang nasihat, aku melihat diriku tak pantas untuk memberikannya. Sebab,

nasihat seperti zakat. Nisab-nya adalah mengambil nasihat atau pelajaran untuk diri sendiri.

Siapa yang tak sampai pada nisab, bagaimana ia akan mengeluarkan zakat? Orang yang tak

memiliki cahaya tak mungkin dijadikan alat penerang oleh yang lain. Bagaimana bayangan

akan lurus bila kayunya bengkok? Allah Swt. mewahyukan kepada Isa bin Maryam,
“Nasihatilah dirimu! Jika engkau telah mengambil nasihat, maka nasihatilah orang-

orang. Jika tidak, malulah kepada-Ku.” Nabi kita saw bersabda, “Aku tinggalkan untuk

kalian dua pemberi nasihat: yang berbicara dan yang diam.”

Pemberi nasihat yang berbicara adalah Alquran, sedangkan yang diam adalah

kematian. Keduanya sudah cukup bagi mereka yang mau mengambil nasihat. Siapa

yang tak mau mengambil nasihat dan keduanya, bagaimana ia akan menasihati orang

lain? Aku telah menasihati diriku dengan keduanya. Lalu aku pun membenarkan dan

menerimanya dengan ucapan dan akal, tapi tidak dalam kenyataan dan perbuatan. Aku

berkata pada diri ini, “Apakah engkau percaya bahwa Alquran merupakan pemberi nasihat

yang berbicara dan juru nasihat yang benar, serta merupakan kalam Allah yang diturunkan

tanpa ada kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya?” Ia menjawab, “Benar.”

Allah Swt. berfirman, “Siapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya,

niscaya Kami berikan kepadanya balasan amal perbuatan mereka di dunia dan mereka

di dunia ini tak akan dirugikan. Mereka itulah yang tidak akan memperoleh apa-apa di

akhirat kecuali neraka. Dan gugurlah semua amal perbuatan mereka serta batallah apa yang

mereka kerjakan” (Q.S. Hud: 15-16). Allah Swt. menjanjikan neraka bagimu karena engkau

menginginkan dunia. Segala sesuatu yang tak menyertaimu setelah mati, adalah termasuk

dunia. Apakah engkau telah membersihkan diri dan keinginan dan cinta pada dunia?

Seandainya ada seorang dokter Nasrani yang memastikan bahwa engkau akan mati atau

sakit jika memenuhi nafsu syahwat yang paling menggiurkan, niscaya engkau akan takut

dan menghindarinya. Apakah dokter Nasrani itu lebih engkau percayai ketimbang Allah

Swt.? Jika itu terjadi, betapa kufurnya engkau! Atau apakah menurutmu penyakit itu

lebih hebat dibandingkan neraka? Jika


demikian, betapa bodohnya engkau ini! Engkau membenarkan tapi tak mau

mengambil pelajaran. Bahkan engkau terus saja condong kepada dunia. Lalu aku datangi

diriku dan kuberikan padanya juru nasihat yang diam (kematian). Kukatakan, “Pemberi

nasihat yang berbicara (Alquran) telah memberitahukan tentang pemberi nasihat yang diam

(kematian), yakni ketika Allah berfirman, „Sesungguhnya kematian yang kalian hindari

akan menjumpai kalian. Kemudian kalian akan dikembalikan kepada alam gaib. Lalu Dia

akan memberi- tahukan kepada kalian tentang apa yang telah kalian kerjakan‟ (Q.S.

al-Jumuah: 8).” Kukatakan padanya, “Engkau telah condong pada dunia. Tidakkah engkau

percaya bahwa kematian pasti akan mendatangimu? Kematian tersebut akan memutuskan

semua yang kau punyai dan akan merampas semua yang kau senangi. Setiap sesuatu yang

akan datang adalah sangat dekat, sedangkan yang jauh adalah yang tidak pernah datang.

Allah Swt. berfirman,

„Bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kenikmatan pada mereka selama beberapa

tahun? Kemudian datang pada mereka siksa yang telah dijanjikan untuk mereka? Tidak

berguna bagi mereka apa yang telah mereka nikmati itu.‟ (Q.S. asySyuara: 205-206).”

Jiwa yang merdeka dan bijaksana akan keluar dari dunia sebelum ia dikeluarkan darinya.

Sementara jiwa yang lawwamah (sering mencela) akan terus memegang dunia sampai

ia keluar dari dunia dalam keadaan rugi, menyesal, dan sedih. Lantas ia berkata,

“Engkau benar.” Itu hanya ucapan belaka tapi tidak diwujudkan. Karena, ia tak mau

berusaha sama sekali dalam membekali diri untuk akhirat sebagaimana ia merancang

dunianya. Ia juga tak mau berusaha mencari rida Allah Swt. sebagaimana ia mencari rida

dunia. Bahkan, tidak sebagaimana ia mencari rida manusia. Ia tak pernah malu kepada Allah

sebagaimana ia malu kepada seorang manusia. Ia tak mengumpulkan persiapan untuk

negeri akhirat sebagaimana ia menyiapkan segala sesuatu untuk menghadapi musim

kemarau. Ia begitu gelisah ketika berada di awal musim dingin manakala belum selesai

mengumpulkan perlengkapan yang ia butuhkan untuknya, padahal kematian barangkali akan

menjemputnya sebelum musim dingin itu tiba. Kukatakan padanya, “Bukankah engkau

bersiap-siap menghadapi musim kemarau sesuai dengan lama waktunya lalu engkau
membuat perlengkapan musim kemarau sesuai dengan kadar ketahananmu menghadapi

panas?” Ia menjawab: “Benar.” “Kalau begitu”, kataku, “Bermaksiatlah kepada Allah

sesuai dengan kadar ketahananmu menghadapi neraka dan bersiap-siaplah untuk akhirat

sesuai dengan kadar lamamu tinggal di sana.” Ia menjawab, “Ini merupakan kewajiban yang

tak mungkin diabaikan kecuali oleh seorang yang dungu.” Ia terus dengan tabiatnya itu. Aku

seperti yang disebutkan oleh para ahli hikmat, “Ada segolongan manusia yang separuh

dirinya telah mati dan separuhnya lagi tak tercegah.”

Aku termasuk di antara mereka. Ketika aku melihat diriku keras kepala dengan

perbuatan

yang melampaui batas tanpa mau mengambil manfaat dari nasihat kematian dan Alquran,

maka yang paling utama harus dilakukan adalah mencari sebabnya disertai pengakuan yang

tulus. Hal itu merupakan sesuatu yang menakjubkan. Aku terus-menerus mencari hingga aku

menemukan sebabnya. Ternyata aku terlalu tenang. Oleh karena itu berhati-hatilah darinya.

Itulah penyakit kronis dan sebab utama yang membuat manusia tertipu dan lupa.Yaitu,

keyakinan bahwa maut masih lama. Seandainya ada orang jujur yang memberikan kabar

pada seseorang di siang hari bahwa ia akan mati pada malam nanti atau ia akan mati

seminggu atau sebulan lagi, niscaya ia akan istikamah berada di jalan yang lurus dan

pastilah ia meninggalkan segala sesuatu yang ia anggap akan menipunya dan tidak

mengarah pada Allah SWT.

Jelaslah bahwa siapa yang memasuki waktu pagi sedang ia berharap bisa mendapati waktu

sore, atau sebaliknya siapa yang berada di waktu sore lalu berharap bisa mendapati

waktu pagi, maka sebenarnya ia lemah dan menunda-nunda amalnya. Ia hanya bisa berjalan

dengan tidak berdaya. Karena itu, aku nasihati orang itu dan diriku juga dengan

nasihat yang diberikan Rasullah saw ketika beliau bersabda,”Salatlah seperti salatnya

orang yang akan


berpisah (dengan dunia).” Beliau telah diberi kemampuan berbicara dengan ucapan yang

singkat, padat, dan tegas. Itulah nasihat yang berguna.

Siapa yang menyadari dalam setiap salatnya bahwa salat yang ia kerjakan merupakan salat

terakhir, maka hatinya akan khusyuk dan dengan mudah ia bisa mempersiapkan

diri

sesudahnya. Tapi, siapa yang tak bisa melakukan hal itu, ia senantiasa akan lalai, tertipu, dan

selalu menunda-nunda hingga kematian tiba. Hingga, pada akhirnya ia menyesal

karena waktu telah tiada.

Aku harap ia memohonkan kepada Allah agar aku diberi kedudukan tersebut karena

aku

ingin meraihnyg tapi tak mampu. Aku juga mewasiatkan padanya agar hanya rida

dengannya dan berhati-hati terhadap berbagai tipuan yang ada. Tipuan jiwa hanya bisa

diketahui oleh mereka yang cendekia.

Akidah Seorang Mukmin

Kemudian, seorang mukalaf minimal harus meyakini tafsiran dari kata-kata “tiada Tuhan

selain Allah dan Muhammad utusan Allah.” Jika ia membenarkan Rasul saw., maka ia juga

harus membenarkan beliau dalam hal sifat-sifat Allah Swt. Dia Zat Yang Maha hidup,

Berkuasa, Mengetahui, Berbicara, dan Berkehendak Tak ada sesuatu pun yang serupa

dengan-Nya. Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat. Namun, ia tak harus meneliti hakikat

sifat-sifat Allah tersebut serta tak harus mengetahui apakah kalam dan ilmu Allah bersifat

qadim atau baru. Bahkan, tak jadi masalah walaupun hal RI tak pernah terlintas

dalam benaknya sampai ia matt da lam keadaan mukmin. Ia tak wajib mempelajari dalil

dalil yang dikemukakan oleh para ahli kalam. Selama hatinya meyakini al-Haq, walaupun

dengan iman yang tak disertai dalil dan argumen, ia sudah merupakan mukmin. Rasulullah

saw. tidak membebani lebih dari itu.


Begitulah keyakinan global yang dimiliki oleh bangsa Arab dan masyarakat awam, kecuali

mereka yan berada di negeri-negeri dimana masalah-masalah tentang qadim dan barunya

kalam Allah, serta istiwa dan nuzul Allah, ramai diperdebatkan. Jika hatinya tak terlibat

dengan hal itu dan hanya sibuk dengan ibadah dan amal salehnya, maka tak ada beban

apa pun baginya. Namun, jika ia juga memikirkan hal itu, maka minimal ia harus mengakui

keyakinan orang-orang salaf yang mengatakan bahwa Alquran itu qadim, bahwa Alquran

adalah kalam Allah, bukan makhluk, bahwa istiwa Allah adalah benar, bahwa menanyakan

tentangnya adalah bidah, dan bahwa bagaimana cara istiwa itu tidak diketahui. Ia cukup

beriman dengan apa yang dikatakan syariat secara global tanpa mencari-cari hakikat dan

caranya. Jika hal itu masih tidak berguna juga, dimana hatinya masih bimbang dan ragu,

jika memungkinkan, hendaknya keraguan tersebut dihilangkan dengan penjelasan yang

mudah dipahami walaupun tidak kuat dan tidak memuaskan bagi para ahli kalam. Itu

sudah cukup dan tak perlu pembuktian dalil. Namun, lebih baik lagi kalau

kerisauannya itu bisa dihilangkan dengan dalil yang sebenarnya. Sebab, dalil tidak

sempurna kecuali dengan memahami pertanyaan dan jawabannya. Bila sesuatu yang samar

itu disebutkan, hatinya akan ingkar dan pemahamannya tak mampu menangkap jawabannya.

Sebab, sementara kesamaran tersebut tampak jelas, jawabannya pelik dan membingungkan

sehingga sukar dipahami akal. Oleh karena itu, orang-orang salaf tak mau mengkaji dan

membahas masalah ilmu kalam. Hal itu mereka lakukan untuk kepentingan masyarakat

awam yang lemah.

Adapun orang-orang yang sibuk memahami berbagai hakikat, mereka memiliki telaga

yang

sangat membingungkan. Tidak membicarakan masalah ilmu kalam kepada orang awam

adalah seperti melarang anak kecil mendekati pinggir sungai karena takut tenggelam. Se-

dangkan orang-orang tertentu diperbolehkan karena mereka mahir dalam berenang. Hanya

saja, ini merupakan tempat yang bisa membuat orang lupa diri dan membuat kaki

tergelincir, dimana, orang yang akalnya lemah merasa akalnya sempurna. Ia mengira

dirinya bisa me-


ngetahui segala sesuatu dan dirinya termasuk orang hebat. Bisa jadi, mereka berena ng

dan tenggelam dalam lautan tanpa ia sadari. Hanya segelintir orang saja dari mereka yang

menempuh jalan para salaf dalam mengimani para rasul serta dalam membenarkan apa yang

diturunkan Allah Swt. dan apa yang diberitakan Rasul-Nya dimana mereka tak mencari-cari

dalil dan argumen. Melainkan, mereka sibuk dengan ketakwaan.

Demikianlah, ketika Nabi saw. melihat para sahabatnya sibuk berdebat, beliau marah

hingga

memerah kedua pipi beliau dan berkata, “Apakah kalian diperintahkan untuk ini. Kalian

mengumpamakan sebagian isi Kitabullah dengan yang lain. Perhatikan! apa yang Allah pe-

rintahkan pada kalian kerjakanlah, sedangkan yang dilarang kalian tinggalkan.” Ini

merupakan peringatan terhadap manhaj yang benar. Lengkapnya, hal itu kami jelaskan

dalam kitab Qawa‟id al-Aqaa‟id.

II. Permulaan Hidayah

Bismillahirahmanirrahim

Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam atas makhluk-Nya termulia, Muhammad,

Rasul dan hamba-Nya, serta atas keluarga dan sahabat beliau.

Ketahuilah wahai manusia yang ingin mendapat curahan ilmu, yang betul-betul berharap

dan sangat haus kepadanya, bahwa jika engkau menuntut ilmu guna bersaing,

berbangga,

mengalahkan teman sejawat, meraih simpati orang, dan mengharap dunia, maka

sesungguhnya engkau sedang berusaha menghancurkan agamamu, membinasakan

dirimu,

dan menjual akhirat dengan dunia. Dengan demikian, engkau mengalami kegagalan,

perdaganganmu merugi, dan gurumu telah membantumu dalam berbuat maksiat serta

menjadi sekutumu dalam kerugian tersebut. Gurumu itu seperti orang yang menjual pedang

bagi perompak jalanan, sebagaimana Rasul saw. bersabda, “Siapa yang membantu
terwujudnya perbuatan maksiat walaupun hanya dengan sepenggal kata, ia sudah menjadi

sekutu baginya dalam perbuatan tersebut.”

Jika niat dan maksudmu dalam menuntut ilmu untuk mendapat hidayah, bukan

sekadar mengetahui riwayat, maka bergembiralah. Sesungguhnya para malaikat

membentangkan sayapnya untukmu saat engkau berjalan dan ikan-ikan paus di laut

memintakan ampunan bagimu manakala engkau berusaha. Tapi, engkau harus tahu

sebelumnya bahwa hidayah merupakan buah dari ilmu pengetahuan. Hidayah memiliki

permulaan dan akhir serta aspek lahir dan batin. Untuk mencapai titik akhir tersebut,

permulaannya harus tersusun rapi. Be gitu pula, untuk menyingkap aspek batinnya, harus

diketahui terlebih dahulu aspek lahirnya.

Oleh karena itu, di sini akan aku tunjukkan padamu permulaan dari sebuah hidayah

agar

engkau bisa mencoba dirimu dan menguji hatimu. Apabila engkau mendapati hatimu

condong pada hidayah tersebut lalu dirimu berusaha untuk menggapainya, maka setelah itu

engkau bisa melihat perjalanan akhir darinya yang melaju dalam lautan ilmu. Sebaliknya,

jika engkau mendapati hatimu berat dan lengah dalam mengamalkan apa yang menjadi

konsekuensinya, ketahuilah bahwa jiwa yang mendorongmu untuk menuntut ilmu tersebut

adalah jiwa al-ammaarah bi as-su‟ (yang memerintahkan pada keburukan). Jiwa

tersebut bangkit karena taat kepada setan terkutuk untuk dijerat dengan tali tipuannya. Ia

terus memberikan tipudayanya kepadamu sampai engkau betul-betul binasa. Ia ingin agar

engkau memperbanyak kejahatan dalam bentuk kebaikan sehingga ia bisa memasukkanmu

dalam kelompok orang yang merugi dalam amalnya. Yaitu, mereka yang sesat di dunia ini,

yang mengira bahwa mereka telah melakukan suatu perbuatan baik. Saat itu setan

menceritakan padamu tentang keutamaan ilmu, derajat para ulama, serta berbagai riwayat di

seputarnya. Namun, setan tersebut membuatmu lalai dari sabda Nabi saw., “Siapa yang

bertambah ilmu, tapi tidak bertambah hidayah, ia hanya bertambah jauh dari Allah.” Juga

dari sabda Nabi


saw. yang berbunyi, “Orang yang paling keras siksanya di hari kiamat, adalah orang alim

yang ilmunya tak Allah berikan manfaat padanya.”

Nabi saw. berdoa:

Allahumma innii a‟udzubika min „ilmi laa yanfa‟u wa qalbin laa yakhsya‟ wa „amalin laa

yurfa‟u wa du‟ain laa yusma‟u

“Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tak bermanfaat, dari hati yang tidak

khusyuk, dari amal yang tak diterima, dan dari doa yang tak

didengar.”

Sabda Nabi saw., “Di malam aku melakukan Israk, aku melewati sekelompok kaum

yang

bibir mereka digunting dengan gunting api neraka. Lalu aku bertanya, „Siapa kalian?‟

Mereka menjawab, „Kami adalah orang-orang yang memerintahkan kebaikan tapi tidak

melakukannya, dan mencegah keburukan tapi kami sendiri mengerjakannya!”

Oleh karena itu, jangan engkau serahkan dirimu untuk diperdaya oleh jerat tipuannya.

Celaka

sekali bagi orang bodoh, karena ia tidak belajar. Tapi celaka seribu bagi orang alim yang

tak mengamalkan ilmunya!

Ketahuilah bahwa dalam menuntut ilmu, manusia terbagi atas tiga

jenis:

(1) Seseorang yang menuntut ilmu guna dijadikan bekal untuk akhirat dimana ia hanya

ingin

mengharap rida Allah dan negeri akhirat. Ini termasuk kelompok yang

beruntung;

(2) Seseorang yang menuntut ilmu guna dimanfaatkan dalam kehidupannya di dunia

sehingga

ia bisa memperoleh kemuliaan, kedudukan, dan harta. Ia tahu dan sadar bahwa keada

annya lemah dan niatnya hina. Orang ini termasuk ke dalam kelompok yang berisiko. Jika

ajaln ya tiba sebelum sempat bertobat, yang dikhawatirkan adalah penghabisan yang buruk
(su‟ ul- khatimah) dan keadaannya menjadi berbahaya. Tapi jika ia sempat bertobat sebelum

ajal tiba, lalu berilmu dan beramal serta menutupi kekurangan yang ada, maka ia termasuk

orang yang beruntung pula. Sebab, orang yang bertobat dari dosanya seperti orang yang tak

berdosa;

(3) Seseorang yang terperdaya oleh setan. Ia pergunakan ilmunya sebagai sarana

untuk memperbanyak harta, serta untuk berbangga dengan kedudukannya dan

menyombongkan diri dengan besarnya jumlah pengikut. Ilmunya menjadi turnpuan untuk

meraih sasaran duniawi. Bersamaan dengan itu, ia masih mengira bahwa dirinya

mempunyai posisi khusus di sisi Allah karena ciri-ciri, pakaian, dan kepandaian

berbicaranya yang seperti ulama, padahal ia begitu tamak kepada dunia lahir dan batin.

Orang dari kelompok ketiga di atas termasuk golongan yang binasa, dungu, dan tertipu. Ia

tak bisa diharapkan bertobat karena ia tetap beranggapan dirinya termasuk orang baik. Ia

lalai dari firman Allah Swt. yang berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman. Mengapa

kalian mengatakan apa-apa yang tak kalian lakukan?!” (Q.S. ash-Shaff: 2). Ia termasuk

mereka yang disebutkan Rasul saw., “Ada yang paling aku khawatirkan dari kalian

ketimbang Dajjal.” Beliau kemudian ditanya, “Apa itu wahai Rasulullah?” Beliau

menjawab, “Ulama su‟ (buruk).” Sebab, Dajal memang bertujuan menyesatkan, sedangkan

ulama ini, walaupun lidah dan ucapannya memalingkan manusia dari dunia, tapi amal

perbuatan dan keadaannya mengajak manusia ke sana.

Padahal, realita lebih berbekas dibandingkan ucapan. Tabiat manusia lebih terpengaruh

oleh

apa yang dilihat ketimbang mengikuti apa yang diucap. Kerusakan yang ditimbulkan oleh

perbuatannya lebih banyak daripada perbaikan yang disebabkan oleh ucapannya. Karena,

biasanya orang bodoh mencintai dunia setelah melihat si alim cinta pada dunia. Ilmu

pengetahuan yang dimilikinya, menjadi faktor yang menyebabkan para hamba Allah berani

bermaksiat pada-Nya. Nafsunya yang bodoh tertipu, tapi masih memberi angan-angan dan

harapan padanya. Bahka, ia mengajaknya untuk mempersembahkan sesuatu untuk


Allah dengan ilmunya. Nafsu tersebut membuatnya beranggapan bahwa ia lebih baik

dibandingkan hamba Allah yang lain.

Maka dari itu, jadilah engkau termasuk golongan yang pertama. Waspadalah agar

tidak menjadi golongan kedua karena betapa banyak orang yang menunda-nunda, ternyata

ajalnya
tiba sebelum bertaubat sehingga akhirnya rugi dan kecewa. Lebih dari itu,

waspadalah! Jangan sampai engkau menjadi golongan ketiga karena engkau betul-betul

akan binasa, tak mungkin selamat dan bahagia.

Apabila engkau bertanya, “Apa permulaan dari hidayah tersebut sehingga aku bisa

menguji

diriku dengannya?” Maka ketahuilah bahwa hidayah bermula dari ketakwaan lahiriah dan

berakhir dengan ketakwaan batiniah. Tak ada balasan kecuali dengan takwa dan tak ada

hidayah kecuali bagi orang-orang bertakwa. Takwa adalah ungkapan yang

mengandung makna melaksanakan perintah Allah Swt. dan menghindarkan larangan-

larangan-Nya. Masing-masing ada dua bagian. Di sini aku akan menunjukkan kepadamu

secara ringkas aspek lahiriah dari takwa dalam dua bagian tersebut secara bersamaan. Aku

masukkan bagian ketiga agar tulisan menjadi lengkap dan cukup. Allah tempat meminta

pertolongan.

A. Bagian Pertama: Amal-amal Ketaatan

Ketahuilah bahwa perintah Allah ada yang wajib dan ada yang sunah. Yang wajib

merupakan harta pokok. Dia adalah modal perdagangan yang dengannya na bisa

selamat. Sementara yang sunah merupakan laba yang dengannya kita bisa meraih derajat

mulia.

Nabi saw. bersabda, “Allah Swt. berfirman, „Tidaklah orang-orang mendekatkan diri pada-

Ku dengan melaksanakan apa yang Kuwajibkan pada mereka, dan tidaklah seorang hamba

mendekatkan diri padaku dengan amal-amal sunah, sehingga Aku mencintainya. Jika Aku su-

dah mencintainya, maka Aku menjadi telinganya yang mendengar, matanya yang melihat,

lidahnya yang berbicara, tangannya yang memegang, dan kakinya yang berjalan.”

Engkau tidak akan dapat menegakkan perintah Allah, kecuali dengan senantiasa

mengawasi
hati dan anggota badanmu pada setiap waktu dan pada setiap tarikan nafasmu, dari

pagi hingga sore. Ketahuilah bahwa Allah Swt. menangkap isi hatimu, mengawasi lahir dan

batin- mu, mengetahui semua lintasan pikiranmu, langkah-langkahmu, serta diam dan

gerakmu. Saat bergaul dan menyendiri, engkau sedang berada di hadapan-Nya. Tidak ada

yang diam, dan tak ada yang bergerak, melainkan semuanya diketahui oleh Penguasa langit,

Allah Swt. “Dia mengetahui khianatnya mata dan apa yang disembunyikan hati” (Q.S.

Ghafir: 19),

“Dia Maha Mengetahui yang rahasia dan tersembunyi” (Q.S. Thaha: 7).

Oleh karena itu, hendaklah engkau beradab di hadapan Allah Swt. dengan adab

seorang

hamba yang hina dan berdosa di hadapan-Nya. Berusahalah agar Allah tidak

melihatmu sedang melakukan sesuatu yang dilarang dan tidak melaksanakan apa-apa

yang diperintah. Hal itu hanya bisa terwujud jika engkau bisa membagi waktu dan

mengatur wirid-wiridmu dari pagi hingga petang. Jagalah perintah Allah Swt. yang

diwajibkan kepadamu, sejak dari bangun tidur hingga engkau kembali ke pembaringan.

01. Adab Tidur

Jika engkau ingin tidur, hamparkan tempat tidurmu dengan menghadap kiblat. Lalu tidurlah

diatas sisi kananmu seperti tidurnya mayit di liang kuburnya. Ketahuilah bahwa tidur

adalah bagaikan kematian dan terjaga adalah bagaikan bangkit. Bisa jadi, Allah meng

genggam rohmu di malam itu. Maka dari itu, bersiap-siaplah untuk menghadapinya dengan

tidur dalam keadaan suci dan usahakan agar wasiatmu telah tertulis di bawah kepalamu.

Engkau tidur seraya bertobat dan meminta ampunan dari semua dosa dengan tekad tidak

akan berbuat maksiat lagi. Bertekadlah untuk berbuat baik kepada semua muslim jika Allah

membangunkanmu. Ingatlah bahwa engkau akan berbaring di liang kubur seperti itu seorang

diri, hanya ditemani oleh amalmu. Engkau hanya akan dibalas sesuai dengan amal

perbuatanmu itu.
Jangan sampai engkau menghendaki tidur yang banyak dengan menghampar kasur

empuk karena tidur adalah menghentikan kehidupan. Kecuali, jika bangunmu justru menjadi

bencana bagimu sehingga tidur tersebut lebih membuat agamamu selamat. Ketahuilah

bahwa malam dan siang seluruhnya berjumlah dua puluh empat jam. Jangan sampai

tidurmu sepanjang siang dan malam lebih dari delapan jam. Karena, jika engkau berumur

sekitar enam puluh tahun cukup bagimu membuang dua puluh tahun darinya, atau sepertiga

dari umurmu itu. Ketika tidur, kembalilah bersiwak dan bersuci. Bertekadlah untuk bangun

malam atau bangun sebelum subuh. Dua rakaat di tengah malam merupakan salah satu

harta kekayaan yang berharga mulia. Perbanyaklah harta kekayaanmu itu guna menghadapi

hari miskinmu. Sebab, harta kekayaan dunia sama sekali tak akan berguna jika engkau

binasa.

Ketika tidur, ucapkanlah:

Bismika rabbii wadha‟tu janbii wabismika arofa‟uhu faghfirlii dzanbii. Allahumma

bismika ahya wa amuut wa a‟udzubika allahumma min-syarri kulli dzii syarri. Wa min

syarri kullidabbatin anta akhidzdzi binashiyatiha, inni rabbi ‟alaa shirath mustaqiim.

Allahumma antal wali falaiisa qablaka syai‟in, wa antal akhirufalaisa ba‟da katsi‟in

Wa antazhzhihiru falaisa fauqaka syai‟in Wa antal bathinu falaisa duunaka syai‟in

Iqdhii

„anniid dunya wa aghninii minal faqri. Allahumma antalkhalaqta nafsii wa anta

tatawwafaha, laka mamatuha wa mahyaha, in amattaha faghfirlaha wa in ahyaitaha

fahfazhha bimatahfazhu bihi „ibadakash shalihiin. Allahumma inni as „alukal „afwa wal

„afiyata fiiddiin waddunya wal aakhirati. Allahummaaiqithnii fii ahabiissa „ati ilaika was

ta‟malnii bi ahabbil „amal ilaika hatta tuqarribanii ilaika zulfa wa tub „idanii „an

sakhathika ba‟da an as alakafatu‟thiinii wa astaghfiraka fataghfirulii wa ad‟uuka

fatastajiibulii.

“Dengan nama-Mu wahai Tuhanku, kuletakkan punggungku dan dengan nama-Mu

pula
kuangkat serta ampunilah dosa-dosaku. Ya Allah, lindungi aku dari siksaMu pada hari para

hamba-Mu dibangkitkan. Ya Allah, dengan nama-Mu aku hidup dan mati. Aku berlindung

pada-Mu dari keburukan segala sesuatu yang memiliki keburukan serta dari kejahatan setiap

yang melata. Engkaulah yang menggenggam ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku

berada di jalan yang lurus. Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Pertama yang tidak didahului

oleh sesuatu dan Engkau pula Yang Maha Terakhir yang tak ada sesuatu sesudah-Mu.

Engkau Mahatampak, tak ada sesuatu di atas-Mu. Engkau Maha Tersembunyi, tak ada

sesuatu di bawah-Mu. Bayarkanlah hutangku dan angkatlah aku dari kemiskinan. Ya

Allah, Engkau yang menciptakan diriku dan engkau pula yang mewafatkannya. Kematian

dan kehidupannya ada pada kekuasaanMu. Jika engkau matikan diriku ini, maka ampunilah

dia, dan jika engkau hidupkan, maka jagalah dia sebagaimana engkau menjaga para

hamba-Mu yang saleh. Ya Allah aku meminta pada-Mu pengampunan dan keselamatan di

dunia dan akhirat. Ya Allah, bangunkan aku dalam waktu terbaik menurutmu. Buatlah

aku melakukan perbuatan- perbuatan yang paling Kau senangi sehingga hal itu akan

mendekatkan diriku pada-Mu dan menjauhkannya dari murka-Mu setelah aku meminta

pada-Mu. Setelah aku meminta pada- Mu, maka Engkau memberikannya, aku meminta

ampunan pada-Mu maka Kau terima, dan aku berdoa pada-Mu maka Kau kabulkan

untukku.”

Kemudian bacalah ayat al-Kursi dan amana ar-rasalu (surat al-Baqarah: 285) sampai

akhir

surat. Lalu surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nas, serta al-Mulk. Usahakan engkau tidur

dalam keadaan berzikir pada Allah SWT. dan dalam keadaan suci karena siapa yang

melakukan itu, ia akan naik berserta rohnya ke arasy, dan dicatat sebagai orang yang sedang

salat sampai bangun kernbali. Apabila engkau sudah bangun, lakukanlah apa yang telah

kujelaskan sebelumnya padamu. Hendaklah engkau hidup teratur seperti itu dalam sisa

umurmu. Apabila engkau tak bisa melakukannya secara konsisten, sabarlah sebagaimana

sabarnya orang sakit ketika menahan pahitnya obat dan ketika menunggu saat
kesembuhan. Renungkanlah umurmu yang berusia pendek. Jika engkau hidup seratus tahun

misalnya, maka usia tersebut


sangat pendek jika dibandingkan dengan lama-mu tinggal di negeri akhirat karena ia

merupakan negeri keabadian. Perhatikan bahwa jika engkau bisa bersabar menghadapi

beban penderitaan dan kehinaan dalam mencari kehidupan dunia selama sebulan atau

setahun karena berharap bisa beristirahat sesudahnya selama dua puluh tahun misalnya,

lalu bagaimana engkau tak mau bersabar selama beberapa hari untuk ibadah guna

mengharap kehidupan abadi? Jangan perpanjang angan-anganmu, karena hal itu akan

memberatkanmu dalam beramal. Perhitungkanlah dekatnya kematianmu lalu katakan pada

dirimu: Jika aku bisa bersabar menghadapi penderitaan hari ini barangkali aku mati malam

nanti, dan aku akan bersabar pada malamnya karena barangkali aku mati esok hari.

Sesungguhnya kematian tidak hanya datang pada saat tertentu, kondisi tertentu, atau pada

usia tertentu. Yang jelas, ia pasti datang dan harus siap dihadapi. Bersiap-siap menghadapi

kematian lebih utama ketimbang bersiap-siap menghadapi dunia. Engkau tahu bahwa dirimu

tidak akan lama tinggal di dalam dunia. Oleh karena itu, yang tersisa dari hidupmu

barangkali hanya tinggal satu hari atau satu tarikan nafas. Tanamkan hal ini dalam hatimu

setiap hari. Paksakan dirimu untuk bersabar dalam taat kepada Allah SWT. hari demi hari.

Jika engkau memperhitungkan akan hidup selama lima puluh tahun, maka engkau akan sulit

untuk bisa bersabar dalam menaati Allah SWT.

Manakala engkau bisa bersabar selalu setiap hari, ketika meninggal engkau akan

mendapati

kebahagiaan yang tak ada habis-habisnya. Sementara jika engkau menunda-nunda dan

meremehkan, kematian itu akan mendatangimu pada waktu yang tak kau duga sehingga

engkau akan menyesal dengan penyesalan yang tak berujung. Ketika pagi, sekelompok

makhluk mulia bertahmid dan ketika mati, datang berita yang benar itu kepadamu, “Setelah

beberapa waktu, engkau akan mengetahui kebenaran berita Alquran tersebut” (Q.S.

Shaad:

88).
Jika sebelumnya kami sudah menunjukkan urutan wirid padamu, kami akan sebutkan di sini

bagaimana cara dan adab-adab melaksanakan salat dan puasa serta bagaimana adab menjadi

imam dan panutan, juga bagaimana melaksanakan salat jumat.

02. Adab Shalat

Apabila engkau telah selesai membersihkan kotoran dan najis yang terdapat di badan,

pakaian, dan tempat salat, juga engkau telah menutup aurat dari pusar sampai dengkul,

maka berdirilah menghadap ke arah kiblat dengan kaki yang lurus tapi tidak dirapatkan

sedangkan engkau berada dalam posisi tegak. Lalu bacalah surat an-Naas guna

berlindung dari setan yang terkutuk. Hadirkan hatimu ketika itu. Buanglah segala bisikan

dan rasa was-was. Perhatikan kepada siapa engkau sedang menghadap dan bermunajat

sekarang. Hendaknya engkau malu untuk bermunajat kepada Tuhan dengan hati yang lalai

dan dada yang penuh dengan bisikan dunia beserta kebejatan syahwat. Sadarlah bahwa

Allah Swt. mengetahui semua yang tersembunyi di dalam dirimu dan melihat hatimu. Allah

hanya menerima salatmu sesuai dengan kadar kekhusyukan, ketundukan, dan

ketawaduanmu.

Sembahlah Allah dalam salatmu seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila engkau

tak

melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu. Jika hatimu tidak hadir dan anggota badanmu

tidak bisa tenang maka hal itu disebabkan engkau tidak betul-betul mengenal

keagungan- Nya. Bayangkan jika ada seorang saleh di antara keluargamu yang melihatmu

ketika engkau salat. Pada saat itu, pasti hatimu akan khusyuk dan anggota badanmu akan

tenang. Lalu, tanyakan pada dirimu, “Wahai jiwa yang buruk, tidakkah engkau malu kepada

Pencipta dan Tuanmu?” Apabila engkau mampu salat secara khusyuk dan tenang karena

dilihat seorang hamba yang hina, yang tak bisa memberikan manfaat atau bahaya padamu,

sedang engkau mengetahui bahwa Dia melihatmu tapi engkau tak takut pada keagungan-

Nya, apakah Allah


SWT. lebih rendah dibandingkan hamba-Nya itu? Betapa durhaka dan bodohnya engkau!

Betapa engkau memusuhi dirimu itu!

Obatilah hatimu dengan cara itu, barangkali ia akan menjadi hadir dalam salatmu. Salatmu

hanyalah saat engkau sadar kepadanya. Adapun salat yang engkau kerjakan dengan hati

yang

lalai dan lupa, maka ia butuh pada istigfar dan

perenungan.

Manakala hatimu sudah hadir, jangan lupa mengucapkan ikamah kalau engkau

salat

sendirian. Tapi, jika engkau menunggu datangnya jamaah yang lain hendaknya engkau

melakukan azan lalu ikamah. Apabila engkau sudah mengucapkan ikamah, berniatlah dan

bacalah dalam hatimu, “Aku laksanakan salat lohor karena Allah Swt.” Usahakan niat

tersebut hadir dalam hatimu ketika engkau bertakbir. Jangan sampai niatmu tak kau sadari

sebelum takbir selesai. Angkatlah tanganmu saat bertakbir ke arah pipi dan

pundakmu dengan jari-jari yang tidak dihimpitkan. Jangan terlalu menempel ataupun

menjauh. Yang penting ibu jarimu berada di hadapan kedua cuping telingamu, ujung-ujung

jarimu berada di atas kuping, serta telapak tangan di atas pundak. Jika kedua telapak

tanganmu sudah berada pada posisi terwbut bertakbirlah lalu turunkan kembali dengan

perlahan. Saat diangkat atau diturunkan, jangan kau hentakkan tanganmu ke depart secara

keras dan jangan pula diangkat sampai ke belakang. Selain itu, jangan kau gerakkan ia ke

kanan atau ke kiri. Ketika diturunkan, mulailah engkau meletakkan tanganmu di atas dada.

Iangan kanan berada di atas yang kiri. Renggangkan lari-jari kananmu di lengan tangan

yang kiri. Genggam di atas siku. Setelah bertakbir bacalah:

Allahu akbar kabiiran walhamduilllah katsiiran wa subhanalla bukrattan wa ashiilla, inni

wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samawati wal ardha haniifan musliman wa ma ana

minal musyrikin. Inni shalatii wa nusukii wa mahyaya wamamatii lillahi rabbil „alamiin

laa syarikallahuwa bi dzalika umirtu wa ana minal muslimiin.


“Allah Mahabesar dengan segala sifat kebesaran-Nya. Pujian bagi Allah sebanyak-

banyaknya dan Mahasuci Allah pada tiap pagi dan sore. Aku hadapkan wajahku pada

Tuhan yang mencipta langit dan bumi dengan lurus dan aku bukan dari golongan yang

musyrik. Se- sungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku semata-mata karena Tuhan

seru sekalian alam. Tiada sekutu bagi-Nya. Begitulah aku diperintah dan aku termasuk dari

golongan Islam (menyerah dan patuh).”

Setelah itu, bacalah al-Fatihah dengan tekanan yang kuat. Usahakan untuk membedakan

antara huruf dhad dan zha‟ dalam bacaan salatmu. Lalu ucapkan amin secara terpisah

dengan kata wala ad-dhaliin.

Nyaringkan bacaanmu pada salat subuh, magrib, dan isya. Maksudnya, pada dua rakaat

yang

pertama, kecuali jika engkau menjadi makmum. Jika menjadi makmum, nyaringkan bacaan

amin. Lantas, dalam salat subuh, bacalah salah satu surat yang panjang setelah bacaan

surat al-Fatihah. Sementara pada waktu magrib, cukup surat yang pendek. Adapun

pada salat lohor, asar, dan isya, bacalah surat yang pertengahan. Misalnya surat al-

Buruj dan yang semisalnya. Ketika salat subuh yang dilaksanakan dalam perjalanan,

bacalah surat al-Kafirun dan surat al-Ikhlas. Jangan engkau sambungkan akhir bacaan

surat dengan takbir untuk rukuk, tapi pisahkan antara keduanya dengan seukuran bacaan

subhanallah.

Ketika berdiri, usahakan untuk senantiasa menunduk dengan hanya memandang

tempat

salatmu. Hal itu, akan membuatmu lebih berkonsentrasi dan membuat hatimu lebih

khusyuk. Jangan engkau menoleh ke kiri atau ke kanan pada saat sedang salat.

Lalu bertakbirlah untuk rukuk. Angkat tanganmu dengan cara yang sudah dijelaskan

sebelumnya. Panjangkan bacaan takbir sampai engkau berada pada posisi rukuk.

Lalu,

letakkan telapak tanganmu di atas lutut sementara jari-jemarimu berada pada posisi yang

renggang. Tegakkan lututmu serta bentangkan punggung, leher, dan kepalamu secara lurus.
Lantas, jauhkan sikumu dari pinggang. Sementara untuk wanita tidak demikian

karena mereka hendaknya menempelkan yang satu dengan yang lain. Lalu ucapkan:
Subhana rabbiyal „azhiim

“Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung.”

Bacaan tersebut diucapkan sebanyak tiga kali. Jika engkau salat sendirian, bagus pula kalau

ditambah sampai menjadi tujuh atau sepuluh kali. Kemudian angkat kepalamu sampai

berdiri tegak seraya mengangkat tangan dan membaca:

Sami „allahu liman hamidah

“Allah mendengar siapa yang memuji-

Nya.”

Apabila engkau telah berdiri tegak lurus,

ucapkan:

Rabbana lakal hamdu mil‟as samawati wa mil ardhi wa mil ama syi‟ta min syai‟in ba‟du

“Wahai Tuhan kami, segala puji bagi-Mu sepenul langit dan bumi dan sepenuh apa yang

Kau kehendak sesudah itu.”

Apabila engkau sedang dalam melakukan salat subuh, bacalah doa qunut pada rakaat

kedua

ketika dalan posisi iktidal. Lalu, sujudlah dengan bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan.

Pertama-tama, letakkanlal kedua lututmu diikuti kemudian oleh kedua tanganmi lalu

dahimu yang berada dalam keadaan terbuka. Letakkan hidung beserta dahimu. jauhkan

sikumu dari pinggang dan angkat perutmu dari paha (Hal ini tidak berlaku bagi wanita).

Letakkan kedua tanganmu di atas tanah sejajar dengan pundakmu. Jangan kau bentangkan

lenganmu di atas tanah. Dan ucapkan:

Subhana rabbiyal „alaa

“Mahasuci Tuhanku Yang

Mahatinggi”

Doa di atas dibaca sebanyak tiga kali, tujuh kali, atau sepuluh kali jika engkau salat

sendirian. Lalu, angkat kepalamu dari sujud seraya bertakbir sampai engkau duduk

dengan tegak. Duduklah di atas kaki kiri. Tegakkan kaki kananmu. Letakkan kedua

tanganmu di atas paha dengan jari-jemari yang renggang. Lantas ucapkan (minimal):
„rabbighfirlii warhamnii warzuqni wajburnii wa „afinii wa

„afuanii

“Ya Tuhan, ampunilah aku, sayangilah aku, berikar rezeki padaku, pimpinlah aku,

tambahkan

kekuranganku, dan maafkanlah daku.”

Kemudian lakukan sujud yang kedua sama seperti sebelumnya. Lalu duduk tegak

sebentar

untuk istirahat pada setiap rakaat yang tak disertai

tasyahud.

Setelah itu, engkau berdiri dan meletakkan kedua tangan di atas tanah. Jangan

engkau

mendahulukan salah satu kakimu ketika berdiri. Mulailah dengan takbir untuk berdiri saat

hampir selesai dari duduk istirahat. Panjangkan bacaan takbir tersebut sampai pada posisi

setengah berdiri. Usahakan agar duduk istirahat tersebut berlangsung sebentar. Lalu,

laksanakan rakaat kedua seperti rakaat pertama. Ulangi membaca taawud ketika

memulai. Lalu duduklah pada rakaat kedua untuk membaca tasyahud pertama. Saat duduk

tasyahud, letakkan tangan kananmu di atas paha kanan dengan jari yang tergenggam

kecuali jari telunjuk dan ibu jari. Berilah isyarat dengan jari telunjukmu yang kanan

saat membaca illallah (kecuali Allah), bukan pada kata-kata Iaa ilaha (tiada Tuhan).

Sementara itu, engkau letakkan tangan kirimu dengan jari jari terbuka di atas paha kiri.

Duduklah di atas kaki kiri dalam tasyahud pertama ini seperti ketika

duduk antara dua sujud. Adapun pada tasyahud akhir, duduklah secara tawaruk (di atas

pang- kal paha). Setelah mengucapkan salawat atas Nabi Saw., bacalah doa yang sudah

dikenal. Duduklah di atas pangkal paha yang kiri sementara kaki kirimu keluar dari sisi

bawah. Tegakkan posisi kaki kananmu lalu ucapkan salam dua kali dari ke kanan dan kiri.

Menolehlah hingga tampak putihnya kedua pipimu dari kedua sisi. Berniatlah untuk

menyudahi salat dan arahkan salammu pada para malaikat dan kaum muslim yang berada di

sampingmu. Begitulah gerakan salat sendirian.


Tiang penopang salat adalah kekhusyukan dan kehadiran hati disertai bacaan,

dan

pemahaman. Hasan al-Basri rahimahullah berkata, “Setiap salat yang tidak disertai

oleh

kehadiran hati akan cepat terkena hukuman.” Rasul Saw. bersabda, “Seorang

hamba
adakalanya melakukan salat tapi ia tidak mendapat seperenam atau sepersepuluh dari

salatnya. Karena, ganjaran salat bagi seorang hamba sesuai dengan kadar

kekhusyu‟kannya.”

03. Adab Menjadi Imam

Seorang imam hendaknya meringankan salat. Anas bin Malik r.a. berkata, “Aku tidak

melakukan salat di belakang seorang pun yang lebih ringan dan lebih sempurna salatnya

dari pada salat Rasulullah Saw.”

Seorang imam hendaknya tidak bertakbir sebelum muazin membacakan iqamah dan

sebelum shaf salat lurus sempurna. Ia harus meninggikan suara ketika bertakbir, sementara

makmum tidak meninggikan suara kecuali sebatas yang bisa ia dengar sendiri. Imam harus

berniat menjadi imam guna memperoleh keutamaan. Jika sang imam tak berniat, salat para

jamaah tetap sah apabila mereka telah berniat mengikutinya. Mereka juga memperoleh

pahala bermakmum. Imam tidak boleh menyaringkan bacaan iftitah dan ta‟awudz

sebagaimana dalam salat sendirian. Tapi ia menyaringkan bacaan al-Fatihah dan surat

sesudahnya dalam salat-salat subuh, serta dalam dua rakaat pertama magrib dan isya. Dalam

salat jahar (yang dibaca secara keras), makmum menyaringkan ucapan amin dengan

bersama-sama imam, bu- kan sesudah imam. Lalu, imam diam sejenak setelah membaca

surat al-Fatihah. Di saat itulah makmum membaca surat al-Fatihah agar sesudahnya ia

bisa mendengarkan bacaan imam. Pada salat jahar, makmum tidak membaca surat kecuali

jika ia tidak mendengar suara imam. Hendaknya seorang imam tidak membaca tasbih dalam

rukuk dan sujud lebih dari tiga kali dan juga tidak memberikan tambahan dalam tasyahud

awal setelah membaca salawat kepada Nabi. Pada dua rakaat terakhir, imam cukup

membaca surat al-Fatihah, tidak usah menambah-nambahnya lagi. Juga ketika tasyahud

akhir imam cukup membaca tasyahud dan salawat kepada Rasulullah Saw. Ketika

bersalam, imam hendaknya berniat memberikan salam kepada semua jamaah sedangkan

jamaah atau makmum dengan salamnya berniat menjawab salam imam. Setelah itu imam
berdiam sebentar dan menghadap kepada para jamaah. Jika yang ada di belakangnya

adalah para wanita, maka ia tidak usah menoleh sampai mereka bubar. Hendaknya

makmum tidak berdiri sampai imam berdiri, lalu imam pergi entah ke arah kanan atau tapi

lebih baik ke arah kanan.

Imam tidak boleh berdoa untuk dirinya sendiri dalam membaca qunut subuh tapi

hendaknya ia mengucapkan Allahumma ihdina (Ya Allah, tunjukkan kami) dengan suara

nyaring, sedangkan para makmum mengamininya tanpa mengangkat tangan mereka karena

hal itu tak terdapat dalam riwayat. Selebihnya makmum membaca sendiri sisa dari doa

qunut tersebut, yakni dimulai dari Innaka la yaqdhi wa la yuqdha „alaika. Makmum tidak

boleh berdiri sendirian secara terpisah, Ia harus masuk ke dalam barisan atau menarik orang

lain untuk membuat barisan dengannya. Makmum tak boleh berdiri di depan iman,

mendahului, atau bergerak secara bersamaan dengan gerakan imam. Tapi, Ia harus

melakukannya sesudah imam. Ia tak boleh rukuk kecuali setelah imam sempurna dalam

posisi rukuk. Begitu pun, ia tak boleh sujud selama dahi imam belum sampai di tanah.

04. Adab Shalat Jum’at

Ketahuilah bahwa Jum‟at merupakan hari raya bagi orang-orang yang beriman. Ia

merupakan hari mulia yang khusus diperuntukkan Allah bagi umat ini. Di dalamnya ada

saat-saat penting yang apabila seorang mukmin meminta kebutuhannya kepada Allah SWT,

pasti Allah akan mengabulkan. Oleh karena itu, persiapkanlah dirimu untuk menghadapi

hari raya tersebut semenjak hari Kamis dengan cara membersihkan pakaian dan banyak

bertasbih dan istigfar


pada Kamis petang (sore)-nya, karena keutamaan saat itu sama dengan keutamaan hari

Jumat. Berniatlah untuk berpuasa untuk hari Jumat. Tetapi harus dengan hari Kamis atau

hari Sabtu, tidak boleh dikerjakan pada hari Jumat saja.

Jika subuh telah tiba, mandilah dengan niat mandi Jumat karena mandi pada hari

Jumat

hukumnya sunah muakkad. Kemudian berhiaslah dengan memakai pakaian putih

karena itulah pakaian yang paling dicintai Allah Swt, lalu pakailah parfum yang paling

wangi yang kamu miliki, dan bersihkan badanmu dengan bercukur rambut, menggunting

kuku, bersiwak, dan yang lainnya, kemudian segeralah bergegas menuju mesjid dan

berjalanlah dengan perlahan dan tenang. Nabi Saw. bersabda, “Siapa yang pergi untuk salat

Jumat di waktu yang pertama seakan-akan ia telah berkurban unta, siapa yang pergi pada

waktu kedua seakan-akan ia berkurban sapi betina, siapa yang pergi di waktu ketiga, seakan-

akan ia berkurban kambing kibas, siapa yang pergi di waktu ke empat seakan-akan ia

berkurban ayam, siapa yang pergi di waktu kelima seakan-akan ia berkurban telur. Jika

imam sudah keluar atau naik mimbar, maka lembaran-lembaran itu pun dilipat dan pena-

pena diangkat, sementara para malaikat berkumpul di mimbar untuk mendengarkan zikir /

peringatan.”

Disebutkan bahwa kedekatan manusia dalam pandangan Allah SWT, bergantung

pada

cepatnya mereka menuju salat Jumat. Kemudian, apabila engkau berada di mesjid, usahakan

untuk berada di shaf yang pertama. Jika manusia sudah banyak berkerumun, jangan

melewati pundak mereka dan jangan pula lewat di hadapan mereka yang sedang salat.

Duduklah dekat tembok agar mereka tidak lewat di depanmu. Sebelum itu lakukanlah salat

tahiyyatul masjid. Lebih baik lagi, kalau engkau salat sebanyak empat rakaat. Dalam setiap

rakaat, setelah membaca surat al-Fatihah, engkau membaca surat al-Ikhlas sebanyak lima

puluh kali. Disebutkan dalam satu riwayat bahwa siapa yang melakukan amalan

tersebut, ia tidak akan meninggal dunia sampai melihat tempat duduknya di surga atau

hal itu diperlihatkan padanya. Jangan sampai engkau meninggalkan salat tahiyyatul
masjid walaupun imam sedang berkhotbah. Disunahkan agar dalam empat rakaat itu

engkau membaca surat al-- An‟am, surat al-Kahfi, surat Thaha, dan surat Yasin. Jika

tidak mampu, engkau bisa membaca surat Yásin, surat ad-Dukhan‟ , surat Alif Lam Mim,

as-Sajadah, dan surat al-Mulk. Sebaiknya engkau membaca surat tersebut pada malam Jumat

karena di dalamnya banyak sekali keutamaan. Siapa yang tak bisa, perbanyaklah membaca

surat al-Ikhlas.

Perbanyaklah membaca salawat atas Rasulullah SAW. khususnya pada hari tersebut.

Manakala imam atau khatib sudah naik mimbar, berhentilah dari salat dan berbicara.

Sibukkan dirimu dengan menjawab panggilan azan serta dengan mendengarkan khotbah dan

ceramah. Sama sekali tak boleh berbicara ketika khatib sedang berkhotbah. Dalam riwayat

disebutkan, “Siapa yang berkata kepada temannya, `Diamlah” saat imam berkhotbah maka

ia telah berbuat sia-sia. Dan siapa yang berbuat sia-sia, maka ia tak mendapat

keutamaan Jumat.” itu karena perintah diam itu sendiri berbentuk ucapan. Sebaiknya

larangan diberikan dalam bentuk isyarat, bukan dengan kata-kata.

Lalu ikutilah perbuatan imam seperti telah disebutkan sebelumnya. Apabila telah selesai,

sebelum berbicara bacalah surat al-Fatihah, surat al-Ikhlas, surat al-Falaq dan surat an-Naas,

masing-masing tujuh kali. Itu akan melindungimu dari Jumat ke Jumat, juga akan

menjagamu dari setan. Setelah itu, bacalah:

“Allahumma yaa ghaniyy yaa hamiid yaa Mubdii yaa mu‟iid yaa rahiimi yaa waduud

aghninii bihalalika „an haramika bi fadhlika „an ma‟shiyatika wabifadhlika „amman

siwaak.”

“Ya Allah wahai Zat Yang Mahakaya, Maha Terpuji, Maha Memulai, Maha

Mengembalikan,

Maha Penyayang, dan Maha Pemberi. Berilah kecukupan padaku dengan yang halal bukan

yang haram; dengan taat, bukan maksiat; dan dengan karunia-Mu, bukan selain-Mu.”
Setelah itu, lakukanlah salat dua rakaat atau enam rakaat yang dilakukan dengan dua-dua.

Semua itu terdapat dalam riwayat yang berasal dari Rasulullah Saw. dalam kondisi yang

berbeda-beda.

Kemudian menetaplah di mesjid sampai waktu maghrib atau asar. Hendaknya engkau

selalu

memperhatikan waktu yang mulia. Sebab, waktu mulia tersebut terdapat sepanjang hari itu,

tapi tidak ditentukan secara pasti. Mudah-mudahan engkau memperolehnya ketika sedang

berada dalam kondisi yang khusyuk dan tunduk kepada Allah SWT. Selama di mesjid,

jangan engkau mendekati majelis cerita dan kisah. Tapi, hendaknya engkau menghampiri

majelis yang berisi ilmu yang bermanfaat. Majelis itulah yang bisa membuatmu lebih takut

kepada Allah dan membuatmu kurang cinta pada dunia. Jika suatu ilmu tak mampu

mengajakmu untuk meninggalkan dunia menuju akhirat, maka lebih baik tak usah

mengetahui ilmu tersebut. Berlindunglah kepada Allah dari ilmu yang tak bermanfaat.

Perbanyaklah berdoa ketika matahari terbit, tergelincir, dan terbenam, ketika khatib naik

mimbar, dan ketika orang-orang berdiri untuk menunaikan salat, karena kemungkinan besar

itulah waktu-waktu yang mulia.

Berusahalah untuk bersedekah semampumu pada hari tersebut walaupun sedikit.

Dengan

demikian, engkau telah mengumpulkan antara salat, puasa, sedekah, membaca Alquran,

zikir, dan iktikaf. Jadikan hari tersebut sebagai waktu yang khusus kau peruntukkan bagi

akhiratmu

; barangkali is menjadi penebus dosa bagi hari-hari lainnya dalam

seminggu.

B. Bagian Kedua: Menghindari Maksiat

Ketahuilah, bahwa agama Islam terdiri atas dua bagian: meninggalkan apa yang dilarang

dan melakukan amal ketaatan. Meninggalkan apa yang dilarang jauh lebih sulit karena
melakukan amal ketaatan dapat dilakukan setiap orang, sedangkan meninggalkan syahwat

hanya bisa diwujudkan oleh mereka yang tergolong shiddiqun. Oleh karena itu, Rasulullah

SAW. bersabda, “Orang yang berhijrah adalah yang meninggalkan keburukan,

sedangkan orang yang berjihad adalah yang berjuang melawan hawa nafsunya.”

Ketahuilah bahwa ketika engkau bermaksiat sesungguhnya engkau melakukan maksiat

tersebut dengan anggota badanmu padahal ia merupakan nikmat dan amanat Allah yang

diberikan kepadamu. Mempergunakan nikmat Allah dalam rangkat bermaksiat kepada-Nya

adalah puncak kekufuran. Dan berkhianat terhadap amanat yang dititipkan Allah kepadamu

betul-betul merupakan perbuatan yang melampaui batas. Anggota badanmu adalah rakyat

atau gembalaanmu, maka perhatikan dengan baik bagaimana kamu menggembalakan

mereka. Masing-masing kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab

atas yang dipimpinnya. Sadarlah bahwa semua anggota badanmu akan menjadi saksi atasmu

pada hari kiamat dengan lidah yang fasih. Ia akan menyingkap rahasiamu di hadapan semua

makhluk. Allah Swt. berfirman, “Pada hari dimana lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi

saksi atas perbuatan yang kalian lakukan” (Q.S. an-Nur: 24) Allah Swt berfirman, “Pada hari

ini, Kami tutup mulut mereka sedangkan tangan mereka berbicara pada Kami dan kaki

mereka menjadi saksi atas apa yang mereka kerjakan” (Q.S. Yasin: 65).

Oleh karena itu, peliharalah semua anggota badanmu dari maksiat, khususnya tujuh anggota

badanmu karena neraka Jahannam memiliki tujuh pintu. Masing-masing mereka mempunyai

bagian tersendiri. Yang masuk ke dalam pintu-pintu neraka Jahannam itu adalah mereka

yang bermaksiat kepada Allah Swt. dengan tujuh anggota badan tersebut, yaitu mata, telinga,

lidah, perut, kemaluan, tangan, dan kaki.

Mata diciptakan agar bisa memberi petunjuk padamu di waktu gelap, agar bisa

kau

pergunakan pada saat diperlukan, agar dengannya engkau melihat semua keajaiban langit

dan bumi, dan agar engkau bisa mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan-Nya.

Maka dari itu, peliharalah matamu itu dari empat hal: melihat yang bukan mahram-nya,

melihat gambar
bagus dengar syahwat, melihat seorang muslim dengan pandangan meremehkan, serta

melihat aib seorang muslim.

Adapun telinga, maka peliharalah ia agar tidak mendengar bidah, gibah, perkataan keji,

takut pada kebatilan, atau kejelekan orang. Telinga tersebut diciptakan untukmu agar

engkau bisa

mendengar kalam Allah Swt, sunah Rasulullah Saw, dan kata hikmah para wali sert a

agar engkau bisa mempergunakannya untuk bisa menggapai surga yang penuh kenikmatan,

kekal abadi di sisi Tuhan Penguasa alam semesta. Jika engkau mempergunakan telinga

tersebut pada sesuatu yang dibenci ia akan menjadi beban atau musuh bagimu. Begitu

pula ia akan berbalik arah dari yang seharusnya bisa mengantarkanmu menuju

kesuksesan, menjadi mengantarkanmu menuju kehancuran. Ini benar-benar merupakan

kerugian. Jangan engkau mengira bahwa dosanya hanya dibebankan kepada si

pembicara, sedangkan si pende ngar terbebas dari dosa. Karena, dalam riwayat

disebutkan, pendengar adalah sekutu bagi yang berbicara. Ia adalah salah satu pihak dari

dua orang yang sedang bergibah (bergunjing). Adapun lidah, maka ia diciptakan agar

dengannya engkau bisa banyak berzikir kepada Allah Swt, membaca Kitab Suci-Nya,

memberi petunjuk kepada makhluk Allah lainnya, serta mengungkapkan kebutuhan

agama dan duniamu yang tersimpan dalam hati. Apabila engkau mempergunakannya

bukan pada tujuan yang telah digariskan berarti engkau telah kufur terhadap nikmat

Allah Swt. Lidah merupakan anggota badanmu yang paling dominan. Tidaklah

manusia diceburkan ke dalam api neraka melainkan sebagai akibat dari apa yang di- lakukan

oleh lidah. Maka peliharalah ia dengan semua kekuatan yang kau miliki agar ia tidak

menjerumuskanmu ke dalam dasar neraka. Sebuah riwayat menyebutkan,

“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kata yang dengannya ia ingin membuat

teman-temanuya tertawa, namun karena itu ia jatuh ke dasar neraka selama tujuh

puluh musim.” Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ada seorang syahid yang terbunuh di

dalam peperangan pada masa Rasulullah Saw. Lalu seseorang berkata, “Selamat baginya

yang telah memperoleh surga!” Tapi Rasul Saw. kemudian bersabda, “Dari mana engkau
tahu? Barangkali ia pernah mengatakan sesuatu yang tak berguna dan bakhil terhadap

sesuatu yang takkan pernah mencukupinya.” Maka, peliharalah lidahmu dari delapan

perkara:

Pertama: berdusta. Jagalah lidahmu agar jangan sampai berdusta baik dalam keadaan yang

serius maupun bercanda. Jangan kau biasakan dirimu berdusta dalam canda karena hal

itu akan mendorongmu untuk berdusta dalam hal yang bersifat serius. Berdusta termasuk

induk dosa-dosa besar. Kemudian, jika engkau dikenal mempunyai sifat seperti itu

(pendusta) maka orang tak akan percaya pada perkataanmu dan untuk selanjutnya

engkau akan hina dan dipandang sebelah mata. Apabila engkau ingin mengetahui

busuknya perkataan dusta yang ada pada dirimu, maka lihatlah perkataan dusta yang

dilakukan orang lain sert a bagaimana engkau membenci, meremehkan, dan tidak

menyukainya. Lakukanlah hal semacam itu pada semua aib dirimu. Sesungguhnya engkau

tidak mengetahui aibmu lewat dirimu sendiri tapi lewat orang lain. Apa yang kau benci dari

orang lain, pasti juga orang lain membencinya darimu. Oleh karenanya, jangan kau biarkan

hal itu ada pada dirimu.

Kedua: menyalahi janji. Engkau tak boleh menjanjikan sesuatu tapi kemudian

tidak

menepatinya. Hendaknya engkau berbuat baik kepada manusia dalam bentuk tingkah laku,

bukan dalam bentuk perkataan. Jika engkau terpaksa harus berjanji, jangan sampai

kau ingkari janji tersebut, kecuali jika engkau betul-betul tak berdaya atau ada halangan

darurat. Sebab, menyalahi janji merupakan salah satu dari tanda-tanda nifak dan buruknya

akhlak. Nabi Saw. bersabda, “Ada tiga hal, yang jika ada di antara kalian yang jatuh ke

dalamnya maka ia termasuk munafik, walaupun ia puasa dan salat. Yaitu, jika berbicara ia

berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanat ia berkhianat.”

Ketiga: gibah (menggunjing). Peliharalah lidahmu dari menggunjing orang. Dalam

Islam,
orang yang melakukan perbuatan tersebut lebih hebat daripada tiga puluh orang

pezina. Begitulah yang terdapat dalam riwayat. Makna gibah adalah membicarakan seseo

rang dengan
sesuatu yang ia benci jika ia mendengarnya. Jika hal itu engkau lakukan, maka engkau

adalah orang yang telah melakukan gibah dan aniaya, walaupun engkau berkata benar.

Hindarilah untuk menggunjing secara halus. Yaitu, misalnya engkau nyatakan maksudmu

secara tidak Iangsung dengan berkata, “Semoga Allah memperbaiki orang itu. Sungguh

tindakannya sangat buruk padaku. Kita meminta kepada Allah agar Dia memperbaiki kita

dan dia.” Di sini terkumpul dua hal yang buruk, yaitu gibah (karena dari pernyataanya kita

bisa memahami hal itu) dan merasa bahwa diri sendiri bersih tidak bersalah. Tapi, jika

engkau benar-benar bermaksud mendoakannya, maka berdoalah secara rahasia jika

engkau merasa berduka dengan perbuatannya. Dengan demikian, jelaslah bahwa engkau

tak ingin membuka rahasia dan aibnya. Kalau engkau menampakkan dukamu karena

aibnya, berarti engkau sedang membuka aibnya. Cukuplah firman Allah Swt. ini

menghalangimu dari gibah, “Jangan sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain.

Apakah salah seorang di antara kalian senang memakan daging saudaranya yang sudah

mati. Pasti kalian tidak menyukainya” (Q.S. al-Hujurat: 12).

Allah mengibaratkanmu dengan pemakan bangkai manusia. Oleh karena itu, alangkah

baiknya jika engkau menghindari perbuatan tersebut. Jika engkau mau merenung, engkau

tak akan menggunjing sesama muslim. Lihatlah pada dirimu, apakah dirimu itu mempunyai

aib, baik yang tampak secara lahiriah maupun yang tersembunyi? Apakah engkau sudah

meninggalkan maksiat, baik secara rahasia maupun terang-terangan? Jika engkau menyadari

hal itu, ketahuilah bahwa ketidakberdayaan seseorang untuk menghindari apa yang kau

nisbatkan padanya sama seperti ketidakberdayaanmu. Sebagaimana engkau tidak suka jika

kejelekanmu disebutkan, ia juga demikian. Apabila engkau mau menutupi aibnya, niscaya

Allah akan menutupi aibmu. Tapi apabila engkau membuka aibnya, Allah akan jadikan

lidah- lidah yang tajam mencabik-cabik kehormatanmu di dunia, lalu Allah akan membuka

aibmu di akhirat di hadapan para makhluk-Nya pada hari kiamat. Apabila engkau melihat

lahir dan batinmu lalu engkau tidak menemukan aib dan kekurangan, baik dari aspek agama

maupun dunia, maka ketahuilah bahwa ketidaktahuanmu terhadap aibmu itu merupakan

kedunguan yang sangat buruk. Tak ada aib yang lebih hebat daripada kedunguan tersebut.
Sebab, jika Allah menginginkan kebaikan bagimu, niscaya Dia akan memperlihatkan aib-

aibmu. Tapi, apabila engkau melihat dirimu dengan pandangan rida, hal itu merupakan

puncak kebodohan. Selanjutnya, jika sangkaanmu memang benar, bersyukurlah pada Allah

Swt. Jangan malah engkau rusak dengan mencela dan menghancurkan kehormatan mereka.

Sebab, hal itu merupakan aib yang paling besar.

Keempat: mendebat orang. Karena, dengan mendebat, kita telah menyakiti,

menganggap

bodoh, dan mencela orang yang kita debat. Selain itu, kita menjadi berbangga diri

serta merasa lebih pandai dan berilmu. Ia juga menghancurkan kehidupan. Manakala

engkau mendebat orang bodoh, ia akan menyakitimu. Sedangkan manakala engkau

mendebat orang pandai, ia akan membenci dan dengki padamu. Nabi Saw. bersabda, “Siapa

yang meninggalkan perdebatan sedang ia dalam keadaan salah, maka Allah akan

membangun untuknya sebuah rumah di tepi surga. Dan siapa yang meninggalkan

perdebatan padahal dia dalam posisi yang benar Allah akan membangun untuknya

sebuah rumah di sur ga yang paling tinggi.”

Jangan sampai engkau tertipu oleh setan yang berkata padamu, “Tampakkan yang benar,

jangan bersikap lemah!” Sebab, setan selalu akan menjerumuskan orang dungu kepada

keburukan dalam bentuk kebaikan. Jangan sampai engkau menjadi bahan tertawaan setan

sehingga dia mengejekmu. Menampakkan kebenaran kepada mereka yang mau

menerimanya adalah suatu kebaikan. Tetapi hal itu harus dilakukan dengan cara

memberikan nasihat secara rahasia bukan dengan cara mendebat. Sebuah nasihat memiliki

karakter dan bentuk tersendiri. Harus dilakukan dengan cara yang baik. Jika tidak, ia hanya

akan mencemarkan aib orang. Sehingga kebukannya lebih banyak daripada kebaikan

yang ditimhulkannya. Orang yang


sering bergaul dengan para fakih zaman ini memiliki karakter suka berdebat sehingga ia

sulit diam. Sebab, para ulama su‟ tersebut mengatakan padanya bahwa berdebat

merupakan sesuatu yang mulia dan mampu berdiskusi merupakan satu kebanggaan. Oleh

karena itu, hindarilah mereka sebagaimana engkau menghindar dari singa. Ketahuilah,

perdebatan merupakan sebab datangnya murka Allah dan murka makhluk-Nya.

Kelima: mengklaim diri bersih dari dosa. Allah Swt. berfirman, “Jangan kalian merasa suc

i.

Dia yang lebih mengetahui siapa yang bertakwa” (Q.S. an-Najm: 32). Sebagian ahli

hikmat ditanya, “Apa itu jujur yang buruk?” Mereka menjawab, “Seseorang yang

memuji dirinya sendiri.” Janganlah engkau terbiasa demikian. Ketahuilah bahwa hal itu

akan mengurangi kehormatanmu di mata manusia dan mengakibatkan datangnya murka

Allah Swt. Jika engkau ingin membuktikan bahwa membanggakan diri tak membuat

manusia bertambah hormat padamu, lihatlah pada para kerabatmu manakala mereka

membanggakan kemuliaan, kedudukan, dan harta mereka sendiri, bagaimana hatimu

membenci mereka dan muak atas tabiat mereka. Lalu engkau mencela mereka di belakang

mereka. Jadi sadarlah bahwa mereka juga bersikap demikian ketika engkau mulai

membanggakan diri. Di dalam hatinya, mereka mencelamu dan hal itu akan mereka

ungkapkan ketika mereka tidak berada di hadapanmu. Keenam: mencela. Jangan sampai

engkau mencela ciptaan Allah Swt, baik itu hewan, makanan, ataupun manusia.

Janganlah engkau dengan mudah memastikan seseorang yang menghadap kiblat sebagai

kafir, atau munafik. Karena, yang mengetahui semua rahasia hanyalah Allah Swt. Oleh

karena itu, jangan mencampuri urusan antara hamba dan Allah Swt. Ketahuilah bahwa

pada hari kiamat engkau tak akan ditanya, “Mengapa engkau tidak mencela si fulan?

Mengapa engkau mendiamkannya?” Bahkan, walaupun engkau tidak mencela iblis

sepanjang hidupmu dan engkau melupakannya, engkau tetap tak akan ditanya tentang hal

itu serta tak akan dituntut karenanya pada hari kiamat. Tapi, jika engkau mencela salah satu

makhluk Allah Swt. baru engkau akan dituntut. Jangan engkau mencerca sesuatu pun dari

makhluk Allah Swt. Nabi Saw. sendiri sama sekali tidak pernah mencela makanan yang
tidak enak. Jika beliau berselera dengan sesuatu, beliau memakannya. Jika tidak, beliau

tinggalkan.

Ketujuh: mendoakan keburukan bagi orang lain. Peliharalah lidahmu untuk tidak

mendoakan keburukan bagi suatu makhluk Allah Swt. Jika ia telah berbuat aniaya

padamu, maka serahkan urusannya pada Allah Swt. Dalam sebuah hadis disebutkan,

“Seorang yang dianiaya mendoakan keburukan bagi yang menganiaya dirinya sehingga

menjadi imbang, kemudian yang menganiaya masih memiliki satu kelebihan yang bisa ia

tuntut kepadanya pada hari kiamat.” Sebagian orang terus mendoakan keburukan bagi Hajjaj

sehingga sebagian salaf berkata, “Allah menghukum orang-orang yang telah mencela Hajjaj

untuknya, sebagaimana Allah menghukum Hajjaj untuk orang yang telah ia aniaya.”

Kedelapan: bercanda, mengejek, dan menghina orang. Peliharalah lidahmu baik dalam

kondisi serius maupun canda karena ia bisa menjatuhkan kehormatan, menurunkan wibawa,

membuat risau, dan menyakiti hati. Ia juga merupakan pangkal timbulnya murka dan marah

serta dapat menanamkan benih-benih kedengkian di dalam hati. Oleh karena itu,

jangan engkau bercanda dengan seseorang dan jika ada yang bercanda denganmu,jangan kau

balas. Berpalinglah sampai mereka membicarakan hal lain.

Semua itu merupakan cacat yang terdapat pada lidah. Yang perlu kau lakukan adalah

mengasingkan diri atau senantiasa diam kecuali dalam keadaan darurat. diceritakan bahwa

Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. meletakan sebuah batu di mulutnya agar tidak berbicara

keuali saat perlu saja. Beliau menunjuk lidahnya lalu berkata, “Inilah yang menjadi segala

sumber bagiku. kekanglah ia sekuat tenagamu, karena ia merupakan faktor utama yang

membuatmu celaka di dunia dan akhirat.”

Adapun perut, maka jangan kau isi ia dengan barang haram atau syubhat. Berusahalah untuk

mencari yang halal. Jika engkau telah mendapatkan yang halal,

berusahalah
mengkonsumsinya tidak sampai kenyang. Sebab, perut yang kenyang bisa membekukan

hati, merusak akal, menghilangkan hafalan, memberatkan anggota badan untuk

beribadah dan menuntut ilmu, memperkuat syahwat, serta membantu tentara setan. Jika

kenyang dari makanan halal merupakan awal segala keburukan, bagaimana jika dari yang

haram? Mencari sesuatu yang halal merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Beribadah dan

menuntut ilmu yang disertai mengkonsumsi makanan haram seperti membangun di atas

kotoran hewan. Apabila engkau merasa cukup selama setahun memakai baju yang kasar,

lalu selama sehari semalam memakan dua potong roti garing, lalu engkau tidak menikmati

apa yang lezat bagi manusia, maka engkau tak butuh pada yang lain. Barang yang halal

sangat banyak. Engkau tidak perlu meyakinkan dirimu dengan menyelidiki hal-hal yang

tersembunyi. Tapi engkau harus menjaga diri dari yang sudah jelas kau ketahui bahwa itu

adalah haram. Atau setelah di- lihat dari ciri-ciri yang terkait dengan harta tersebut, engkau

bisa menduga bahwa itu adalah haram. Apayang sudah diketahui tampak jelas secara lahir,

sementara yang bersifat dugaan tampak dengan adanya ciriciri. Misalnya harta penguasa

dan para pekerjanya, harta orang yang tak bekerja kecuali dengan cara menjual khamar,

riba, judi, dan sebagainya. Jika engkau tahu bahwa sebagian besar hartanya adalah haram,

maka apa yang kau terima darinya, walaupun mungkin halal, ia termasuk haram karena

adanya dugaan yang kuat tadi. Yang jelas-jelas haram adalah memakan harta wakaf tanpa

izin atau syarat dari si pemberi wakaf. Siapa yang melakukan maksiat, kesaksiannya tertolak,

dan wakaf atau apa pun yang ia terima atas nama kesufian adalah haram.

Kami telah menyebutkan hal-hal yang terkait dengan masalah syubhat, halal, dan

haram dalam satu kajian tersendiri pada kitab Ihya Ulumiddin. Pelajarilah kitab tersebut

karena mengetahui yang halal dan haram wajib hukumnya bagi setiap muslim

sebagaimana salat lima waktu.

Adapun kemaluan, peliharalah ia dari semua yang diharamkan Allah. Jadilah

sebagaimana yang disebutkan Allah Swt, “Mereka yang menjaga kemaluan mereka,

kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau sahaya yang mereka miliki, maka mereka tak

dapat dicela” (Q.S. al- Mukminun: 5-6). Engkau baru bisa menjaga kemaluan dengan
menjaga pandangan mata, menja a hati untuk tidak merenungkannya, serta menjaga perut

dari yang syubhat dan dari vvvvvat. Kedua tangan, harus engkau pelihara agar ia tidak

kau jadikan alat untuk memukul seorang rnuslim, untuk mendapat harta haram, untuk

menyakiti sesama makhluk, untuk berkhianat terhadap amanat dan titipan, serta untuk

menuliskan sesuatu yang tak boleh diucapkan karena pena merupakan lidah pula. Oleh

karena itu,peliharalah pena tersebut sebagaimana engkau menjaga lidah.

Janganlah engkau pergunakan kedua kaki untuk menuju pintu seorang penguasa lalim.

Sebab,

berjalan menuju para penguasa lalim tanpa ada keperluan merupakan maksiat yang besar

karena berarti ia bersikap tawadu dan memuliakan mereka yang telah berbuat lalirn.

Allah Swt. telah memerintahkan kita untuk berpaling dari mereka dalam firman-Nya

yang berbunyi, “Janganlah kalian condong kepada mereka yang telah berbuat lalim, niscaya

kalian tersentuh api neraka dan kalian tidak mempunyai penolong selain Allah. Lalu kalian

tidak ditolong” (QS. Hud: 113). Jika engkau pergi menemui mereka untuk mendapat harta,

berarti engkau berusaha meraih sesuatu yang haram. Nabi Saw. bersabda, “Siapa yang

bersikap merendah kepada orang kaya, sepertiga agamanya telah hilang.” ini terhadap orang

kaya yang saleh, lalu bagaimana merendah terhadap orang kaya yang lalim?

Ringkasnya, ketika engkau bergerak dan diam dengan anggota badanmu, itu

semua

merupakan nikmat Allah Swt. Maka dari itu, janganlah engkau menggerakkan anggota

badanmu dalam rangka maksiat kepada Allah. Tetapi pergunakanlah untuk taat kepada-Nya.

Ketahuilah, jika engkau tak patuh maka bencananya akan kembali padamu, sementara jika

kamu mau menanam, maka buahnya akan menjadi milikmu. Adapun Allah, Dia tak

butuh
padamu dan tak butuh pada amal perbuatanmu. Setiap jiwa tergantung pada amal perbuatan-

nya. Jangan sampai engkau berkata, “Allah Maha Pemurah Dan Maha Penyayang. Dia

Maha Mengampuni dosa mereka yang bermaksiat.” Ini merupakan ungkapan yang benar

tapi ditujukan pada sesuatu yang batil. Orang yang mengucapkannya termasuk dungu

seperti kata Rasul Saw., “Orang yang cerdik adalah yang bisa menundukkan hawa nafsunya

dan beramal untuk hari sesudah mati. Sedangkan orang yang dungu adalah yang mengikuti

hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah”.

Ketahuilah bahwa ucapanmu itu seperti ucapan seseorang yang ingin menjadi fakih

dalam

ilmu agama tanpa mau belajar, tapi justru sibuk dengan sesuatu yang batil lalu

berkata, “Allah Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Dia Maha berkuasa untuk

mencurahkan ke dalam hatiku berbagai ilmu yang Dia tanamkan di hati para nabi dan

wali-Nya tanpa usaha dan belajar.” Itu seperti ucapan orang yang menginginkan harta, tapi

tak mau menanam, berdagang, atau berusaha kemudian berujar, “ Allah Maha Pemurah. Dia

memiliki kekayaan langit dan bumi. Dia Maha Berkuasa untuk memberikan kepadaku

sebagian dari khazanah kekayaan-Nya sehingga aku tak perlu bekerja. Hal itu telah Dia

lakukan kepada para hamba- Nya.” Jika engkau mendengar ucapan kedua orang di atas,

engkau pasti menganggap kedua orang itu bodoh dan engkau pasti mengejeknya

walaupun sifat pemurah dan kuasa Allah yang ia sebutkan benar. Demikian pula, Orang-

orang yang alim dalam bidang-bidang agama akan menertawakanmu jika engkau

menuntut ampunan tanpa ada usaha. Allah Swt. berfirman, “Bagi manusia apa yang ia

usahakan” (Q.S. an-Najm: 39), “Kaliaan dibalas sesuai dengan amal perbuatan kalian” (Q.S.

ath-Thar: 16), “Orang-orang abrar (berbuat baik) berada dalam kenikmatan sedangkan

mereka yang selalu berbuat dosa berada di neraka Jahim” (Q.S. al-Infithar: 13-14).

Apabila engkau tetap menuntut ilmu dan mencari harta dengan bersandar pada

kemurahan-

Nya serta terus membekali diri untuk akhirat, maka Tuhan Pemelihara dunia dan

akhirat adalah satu. Dia Maha Pemurah dan Penyayang baik di dunia maupun di akhirat.
Ketaatanmu tidak membuat-Nya bertambah pemurah. Hanya saja, kemurahan-Nya

adalah Dia memudahkan jalan menuju negeri kenikmatan yang abadi dan kekal dengan

senantisa sabar dalam meninggalkan syahwat selama beberapa saat. Ini merupakan

puncak kemurahan. Jangan engkau rusak dirimu dengan ajaran jahat para pengangguran.

Ikutilah para nabi dan orang-orang saleh. Jangan engkau terlalu berharap bisa memanen

sesuatu yang tak kau tanam. Sedangkan orang yang berpuasa, salat, berjihad, serta

bertakwa, semoga ia diampuni. Ini adalah beberapa hal yang patut dipelihara oleh

anggota badanmu. Engkau juga harus membersihkan hatimu karena ia merupakan

bentuk ketakwaan secara batin. Hati adalah segumpal daging yang jika baik maka seluruh

badan menjadi baik. Tapi jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh badan menjadi

rusak. Berusahalah untuk memperbaiki hatimu itu agar seluruh anggota badanmu juga

baik. Hati menjadi baik dengan selalu merasakan kehadiran Allah.

Seputar Maksiat Hati

Ketahuilah, bahwa agama Islam terdiri atas dua bagian: meninggalkan apa yang dilarang

dan melakukan amal ketaatan.

Meninggalkan apa yang dilarang jauh lebih sulit karena melakukan amal ketaatan dapat di-

lakukan setiap orang, sedangkan meninggalkan syahwat hanya bisa diwujudkan oleh

mereka

yang tergolong shiddiqun. Oleh karena itu, Rasulullah SAW. bersabda, “Orang yang

berhijrah adalah yang meninggalkan keburukan, sedangkan orang yang berjihad adalah yang

berjuang melawan hawa nafsunya.” Ketahuilah bahwa ketika engkau bermaksiat

sesungguhnya engkau melakukan maksiat tersebut dengan anggota badanmu padahal ia

merupakan nikmat dan amanat Allah yang diberikan kepadamu. Mempergunakan

nikmat
Allah dalam rangkat bermaksiat kepada-Nya adalah puncak kekufuran. Dan berkhianat

terhadap amanat yang dititipkan Allah kepadamu betul-betul merupakan perbuatan yang

me- lampaui batas. Anggota badanmu adalah rakyat atau gembalaanmu, maka perhatikan

dengan baik bagaimana kamu menggembalakan mereka. Masing-masing kalian adalah

pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Sadarlah bahwa

semua anggota badanmu akan menjadi saksi atasmu pada hari kiamat dengan lidah

yang fasih. Ia akan menyingkap rahasiamu di hadapan semua makhluk. Allah Swt.

berfirman, “Pada hari dimana lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas perbuatan

yang kalian lakukan” (Q.S. an- Nur: 24) Allah Swt berfirman, “Pada hari ini, Kami tutup

mulut mereka sedangkan tangan mereka berbicara pada Kami dan kaki mereka menjadi

saksi atas apa yang mereka kerjakan” (Q.S. Yasin: 65).

Oleh karena itu, peliharalah semua anggota badanmu dari maksiat, khususnya tujuh

anggota

badanmu karena neraka Jahannam memiliki tujuh pintu. Masing-masing mereka mempunyai

bagian tersendiri. Yang masuk ke dalam pintu-pintu neraka Jahannam itu adalah mereka

yang bermaksiat kepada Allah Swt. dengan tujuh anggota badan tersebut, yaitu mata, telinga,

lidah, perut, kemaluan, tangan, dan kaki.

Mata diciptakan agar bisa memberi petunjuk padamu di waktu gelap, agar bisa kau

pergunakan pada saat diperlukan, agar dengannya engkau melihat semua keajaiban langit

dan bumi, dan agar engkau bisa mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan-Nya.

Maka dari itu, peliharalah matamu itu dari empat hal: melihat yang bukan mahram-nya,

melihat gambar bagus dengar syahwat, melihat seorang muslim dengan pandangan

meremehkan, serta melihat aib seorang muslim.

Adapun telinga, maka peliharalah ia agar tidak mendengar bidah, gibah, perkataan keji,

takut pada kebatilan, atau kejelekan orang. Telinga tersebut diciptakan untukmu agar

engkau bisa mendengar kalam Allah Swt, sunah Rasulullah Saw, dan kata hikmah para

wali serta agar engkau bisa mempergunakannya untuk bisa menggapai surga yang penuh

kenikmatan, kekal abadi di sisi Tuhan Penguasa alam semesta. Jika engkau
mempergunakan telinga tersebut pada sesuatu yang dibenci ia akan menjadi beban atau

musuh bagimu. Begitu pula ia akan berbalik arah dari yang seharusnya bisa

mengantarkanmu menuju kesuksesan, menjadi mengantarkanmu menuju kehancuran. Ini

benar-benar merupakan kerugian. Jangan engkau mengira bahwa dosanya hanya

dibebankan kepada si pembicara, sedangkan si pende ngar terbebas dari dosa. Karena,

dalam riwayat disebutkan, pendengar adalah sekutu bagi yang berbicara. Ia adalah salah

satu pihak dari dua orang yang sedang bergibah (bergunjing). Adapun lidah, maka ia

diciptakan agar dengannya engkau bisa banyak berzikir kepada Allah Swt, membaca Kitab

Suci-Nya, memberi petunjuk kepada makhluk Allah lainnya, serta mengungkapkan

kebutuhan agama dan duniamu yang tersimpan dalam hati. Apabila engkau

mempergunakannya bukan pada tujuan yang telah digariskan berarti engkau telah

kufur terhadap nikmat Allah Swt. Lidah merupakan anggota badanmu yang paling

dominan. Tidaklah manusia diceburkan ke dalam api neraka melainkan sebagai akibat dari

apa yang di- lakukan oleh lidah. Maka peliharalah ia dengan semua kekuatan yang kau

miliki agar ia tidak menjerumuskanmu ke dalam dasar neraka. Sebuah riwayat

menyebutkan, “Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kata yang dengannya ia

ingin membuat teman-temanuya tertawa, namun karena itu ia jatuh ke dasar neraka

selama tujuh puluh musim.” Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ada seorang syahid

yang terbunuh di dalam peperangan pada masa Rasulullah Saw. Lalu seseorang berkata,

“Selamat baginya yang telah memperoleh surga!” Tapi Rasul Saw. kemudian bersabda,

“Dari mana engkau tahu? Barangkali ia pernah mengatakan sesuatu yang tak berguna

dan bakhil terhadap sesuatu yang takkan pernah mencukupinya.” Maka, peliharalah

lidahmu dari delapan perkara:

Pertama: berdusta. Jagalah lidahmu agar jangan sampai berdusta baik dalam keadaan yang

serius maupun bercanda. Jangan kau biasakan dirimu berdusta dalam canda karena hal

itu
akan mendorongmu untuk berdusta dalam hal yang bersifat serius. Berdusta termasuk induk

dosa-dosa besar. Kemudian, jika engkau dikenal mempunyai sifat seperti itu (pendusta)

maka orang tak akan percaya pada perkataanmu dan untuk selanjutnya engkau akan

hina dan dipandang sebelah mata. Apabila engkau ingin mengetahui busuknya perkataan

dusta yang ada pada dirimu, maka lihatlah perkataan dusta yang dilakukan orang lain serta

bagaimana engkau membenci, meremehkan, dan tidak menyukainya. Lakukanlah hal

semacam itu pada semua aib dirimu. Sesungguhnya engkau tidak mengetahui aibmu lewat

dirimu sendiri tapi lewat orang lain. Apa yang kau benci dari orang lain, pasti juga orang

lain membencinya darimu. Oleh karenanya, jangan kau biarkan hal itu ada pada dirimu.

Kedua: menyalahi janji. Engkau tak boleh menjanjikan sesuatu tapi kemudian

tidak

menepatinya. Hendaknya engkau berbuat baik kepada manusia dalam bentuk tingkah laku,

bukan dalam bentuk perkataan. Jika engkau terpaksa harus berjanji, jangan sampai

kau ingkari janji tersebut, kecuali jika engkau betul-betul tak berdaya atau ada halangan

darurat. Sebab, menyalahi janji merupakan salah satu dari tanda-tanda nifak dan buruknya

akhlak. Nabi Saw. bersabda, “Ada tiga hal, yang jika ada di antara kalian yang jatuh ke

dalamnya maka ia termasuk munafik, walaupun ia puasa dan salat. Yaitu, jika berbicara ia

berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanat ia berkhianat.”

Ketiga: gibah (menggunjing). Peliharalah lidahmu dari menggunjing orang. Dalam

Islam,

orang yang melakukan perbuatan tersebut lebih hebat daripada tiga puluh orang

pezina. Begitulah yang terdapat dalam riwayat. Makna gibah adalah membicarakan

seseorang dengan sesuatu yang ia benci jika ia mendengarnya. Jika hal itu engkau lakukan,

maka engkau adalah orang yang telah melakukan gibah dan aniaya, walaupun engkau

berkata benar. Hindarilah untuk menggunjing secara halus. Yaitu, misalnya engkau nyatakan

maksudmu secara tidak Iangsung dengan berkata, “Semoga Allah memperbaiki orang

itu. Sungguh tindakannya sangat buruk padaku. Kita meminta kepada Allah agar Dia

memperbaiki kita dan dia.” Di sini terkumpul dua hal yang buruk, yaitu gibah (karena dari
pernyataanya kita bisa memahami hal itu) dan merasa bahwa diri sendiri bersih tidak

bersalah. Tapi, jika engkau benar-benar bermaksud mendoakannya, maka berdoalah

secara rahasia jika engkau merasa berduka dengan perbuatannya. Dengan demikian,

jelaslah bahwa engkau tak ingin membuka rahasia dan aibnya. Kalau engkau

menampakkan dukamu karena aibnya, berarti engkau sedang membuka aibnya. Cukuplah

firman Allah Swt. ini menghalangimu dari gibah, “Jangan sebagian kalian menggunjing

sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kalian senang memakan daging

saudaranya yang sudah mati. Pasti kalian tidak menyukainya” (Q.S. al-Hujurat: 12).

Allah mengibaratkanmu dengan pemakan bangkai manusia. Oleh karena itu, alangkah

baiknya jika engkau menghindari perbuatan tersebut. Jika engkau mau merenung, engkau

tak akan menggunjing sesama muslim. Lihatlah pada dirimu, apakah dirimu itu mempunyai

aib, baik yang tampak secara lahiriah maupun yang tersembunyi? Apakah engkau sudah

meninggalkan maksiat, baik secara rahasia maupun terang-terangan? Jika engkau menyadari

hal itu, ketahuilah bahwa ketidakberdayaan seseorang untuk menghindari apa yang kau

nisbatkan padanya sama seperti ketidakberdayaanmu. Sebagaimana engkau tidak suka jika

kejelekanmu disebutkan, ia juga demikian. Apabila engkau mau menutupi aibnya, niscaya

Allah akan menutupi aibmu. Tapi apabila engkau membuka aibnya, Allah akan jadikan

lidah- lidah yang tajam mencabik-cabik kehormatanmu di dunia, lalu Allah akan membuka

aibmu di akhirat di hadapan para makhluk-Nya pada hari kiamat. Apabila engkau melihat

lahir dan batinmu lalu engkau tidak menemukan aib dan kekurangan, baik dari aspek agama

maupun dunia, maka ketahuilah bahwa ketidaktahuanmu terhadap aibmu itu merupakan

kedunguan yang sangat buruk. Tak ada aib yang lebih hebat daripada kedunguan tersebut.

Sebab, jika Allah menginginkan kebaikan bagimu, niscaya Dia akan memperlihatkan aib-

aibmu. Tapi, apabila engkau melihat dirimu dengan pandangan rida, hal itu merupakan

puncak kebodohan.
Selanjutnya, jika sangkaanmu memang benar, bersyukurlah pada Allah Swt. Jangan malah

engkau rusak dengan mencela dan menghancurkan kehormatan mereka. Sebab, hal itu

merupakan aib yang paling besar.

Keempat: mendebat orang. Karena, dengan mendebat, kita telah menyakiti,

menganggap

bodoh, dan mencela orang yang kita debat. Selain itu, kita menjadi berbangga diri

serta merasa lebih pandai dan berilmu. Ia juga menghancurkan kehidupan. Manakala

engkau mendebat orang bodoh, ia akan menyakitimu. Sedangkan manakala engkau

mendebat orang pandai, ia akan membenci dan dengki padamu. Nabi Saw. bersabda, “Siapa

yang meninggalkan perdebatan sedang ia dalam keadaan salah, maka Allah akan

membangun untuknya sebuah rumah di tepi surga. Dan siapa yang meninggalkan

perdebatan padahal dia dalam posisi yang benar Allah akan membangun untuknya

sebuah rumah di surga yang paling tinggi.”

Jangan sampai engkau tertipu oleh setan yang berkata padamu, “Tampakkan yang benar,

jangan bersikap lemah!” Sebab, setan selalu akan menjerumuskan orang dungu kepada

keburukan dalam bentuk kebaikan. Jangan sampai engkau menjadi bahan tertawaan setan

sehingga dia mengejekmu. Menampakkan kebenaran kepada mereka yang mau

menerimanya adalah suatu kebaikan. Tetapi hal itu harus dilakukan dengan cara

memberikan nasihat secara rahasia bukan dengan cara mendebat. Sebuah nasihat memiliki

karakter dan bentuk tersendiri. Harus dilakukan dengan cara yang baik. Jika tidak, ia hanya

akan mencemarkan aib orang. Sehingga kebukannya lebih banyak daripada kebaikan yang

ditimhulkannya. Orang yang sering bergaul dengan para fakih zaman ini memiliki karakter

suka berdebat sehingga ia sulit diam. Sebab, para ulama su‟ tersebut mengatakan

padanya bahwa berdebat merupakan sesuatu yang mulia dan mampu berdiskusi

merupakan satu kebanggaan. Oleh karena itu, hindarilah mereka sebagaimana engkau

menghindar dari singa. Ketahuilah, perdebatan merupakan sebab datangnya murka Allah dan

murka makhluk-Nya.
Kelima: mengklaim diri bersih dari dosa. Allah Swt. berfirman, “Jangan kalian merasa

suci.

Dia yang lebih mengetahui siapa yang bertakwa” (Q.S. an-Najm: 32). Sebagian ahli

hikmat ditanya, “Apa itu jujur yang buruk?” Mereka menjawab, “Seseorang yang

memuji dirinya sendiri.” Janganlah engkau terbiasa demikian. Ketahuilah bahwa hal itu

akan mengurangi kehormatanmu di mata manusia dan mengakibatkan datangnya murka

Allah Swt. Jika engkau ingin membuktikan bahwa membanggakan diri tak membuat

manusia bertambah hormat padamu, lihatlah pada para kerabatmu manakala mereka

membanggakan kemuliaan, kedudukan, dan harta mereka sendiri, bagaimana hatimu

membenci mereka dan muak atas tabiat mereka. Lalu engkau mencela mereka di belakang

mereka. Jadi sadarlah bahwa mereka juga bersikap demikian ketika engkau mulai

membanggakan diri. Di dalam hatinya, mereka mencelamu dan hal itu akan mereka

ungkapkan ketika mereka tidak berada di hadapanmu. Keenam: mencela. Jangan sampai

engkau mencela ciptaan Allah Swt, baik itu hewan, makanan, ataupun manusia.

Janganlah engkau dengan mudah memastikan seseorang yang menghadap kiblat sebagai

kafir, atau munafik. Karena, yang mengetahui semua rahasia hanyalah Allah Swt. Oleh

karena itu, jangan mencampuri urusan antara hamba dan Allah Swt. Ketahuilah bahwa

pada hari kiamat engkau tak akan ditanya, “Mengapa engkau tidak mencela si fulan?

Mengapa engkau mendiamkannya?” Bahkan, walaupun engkau tidak mencela iblis

sepanjang hidupmu dan engkau melupakannya, engkau tetap tak akan ditanya tentang hal

itu serta tak akan dituntut karenanya pada hari kiamat. Tapi, jika engkau mencela salah satu

makhluk Allah Swt. baru engkau akan dituntut. Jangan engkau mencerca sesuatu pun dari

makhluk Allah Swt. Nabi Saw. sendiri sama sekali tidak pernah mencela makanan yang

tidak enak. Jika beliau berselera dengan sesuatu, beliau memakannya. Jika tidak, beliau

tinggalkan.

Ketujuh: mendoakan keburukan bagi orang lain. Peliharalah lidahmu untuk tidak

mendoakan keburukan bagi suatu makhluk Allah Swt. Jika ia telah berbuat aniaya

padamu, maka
serahkan urusannya pada Allah Swt. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Seorang yang

dianiaya mendoakan keburukan bagi yang menganiaya dirinya sehingga menjadi imbang,

kemudian yang menganiaya masih memiliki satu kelebihan yang bisa ia tuntut kepadanya

pada hari kiamat.” Sebagian orang terus mendoakan keburukan bagi Hajjaj sehingga

sebagian salaf berkata, “Allah menghukum orang-orang yang telah mencela Hajjaj

untuknya, sebagaimana Allah menghukum Hajjaj untuk orang yang telah ia aniaya.”

Kedelapan: bercanda, mengejek, dan menghina orang. Peliharalah lidahmu baik dalam

kondisi serius maupun canda karena ia bisa menjatuhkan kehormatan, menurunkan wibawa,

membuat risau, dan menyakiti hati. Ia juga merupakan pangkal timbulnya murka dan marah

serta dapat menanamkan benih-benih kedengkian di dalam hati. Oleh karena itu,

jangan engkau bercanda dengan seseorang dan jika ada yang bercanda denganmu,jangan kau

balas. Berpalinglah sampai mereka membicarakan hal lain.

Semua itu merupakan cacat yang terdapat pada lidah. Yang perlu kau lakukan adalah

mengasingkan diri atau senantiasa diam kecuali dalam keadaan darurat. diceritakan bahwa

Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. meletakan sebuah batu di mulutnya agar tidak berbicara

keuali saat perlu saja. Beliau menunjuk lidahnya lalu berkata, “Inilah yang menjadi segala

sumber bagiku. kekanglah ia sekuat tenagamu, karena ia merupakan faktor utama yang

membuatmu celaka di dunia dan akhirat.”

Adapun perut, maka jangan kau isi ia dengan barang haram atau syubhat. Berusahalah untuk

mencari yang halal. Jika engkau telah mendapatkan yang halal, berusahalah

mengkonsumsinya tidak sampai kenyang. Sebab, perut yang kenyang bisa membekukan

hati, merusak akal, menghilangkan hafalan, memberatkan anggota badan untuk

beribadah dan menuntut ilmu, memperkuat syahwat, serta membantu tentara setan. Jika

kenyang dari makanan halal merupakan awal segala keburukan, bagaimana jika dari yang

haram? Mencari sesuatu yang halal merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Beribadah dan

menuntut ilmu yang disertai mengkonsumsi makanan haram seperti membangun di atas

kotoran hewan. Apabila engkau merasa cukup selama setahun memakai baju yang kasar, lalu

selama sehari semalam memakan dua potong roti garing, lalu engkau tidak menikmati apa
yang lezat bagi manusia, maka engkau tak butuh pada yang lain. Barang yang halal sangat

banyak. Engkau tidak perlu meyakinkan dirimu dengan menyelidiki hal-hal yang

tersembunyi. Tapi engkau harus menjaga diri dari yang sudah jelas kau ketahui bahwa itu

adalah haram. Atau setelah di- lihat dari ciri-ciri yang terkait dengan harta tersebut, engkau

bisa menduga bahwa itu adalah haram. Apayang sudah diketahui tampak jelas secara lahir,

sementara yang bersifat dugaan tampak dengan adanya ciriciri. Misalnya harta penguasa

dan para pekerjanya, harta orang yang tak bekerja kecuali dengan cara menjual khamar,

riba, judi, dan sebagainya. Jika engkau tahu bahwa sebagian besar hartanya adalah haram,

maka apa yang kau terima darinya, walaupun mungkin halal, ia termasuk haram karena

adanya dugaan yang kuat tadi. Yang jelas-jelas haram adalah memakan harta wakaf tanpa

izin atau syarat dari si pemberi wakaf. Siapa yang melakukan maksiat, kesaksiannya

tertolak, dan wakaf atau apa pun yang ia terima atas nama kesufian adalah haram.

Kami telah menyebutkan hal-hal yang terkait dengan masalah syubhat, halal, dan

haram dalam satu kajian tersendiri pada kitab Ihya Ulumiddin. Pelajarilah kitab tersebut

karena mengetahui yang halal dan haram wajib hukumnya bagi setiap muslim

sebagaimana salat lima waktu.

Adapun kemaluan, peliharalah ia dari semua yang diharamkan Allah. Jadilah sebagaimana

yang disebutkan Allah Swt, “Mereka yang menjaga kemaluan mereka, kecuali

terhadap isteri-isteri mereka atau sahaya yang mereka miliki, maka mereka tak dapat dicela”

(Q.S. al- Mukminun: 5-6). Engkau baru bisa menjaga kemaluan dengan menjaga pandangan

mata, menjaga hati untuk tidak merenungkannya, serta menjaga perut dari yang syubhat dan

dari rasa kenyang. Karena, semua itu merupakan penggerak dan tempat tumbuhnya syahwat.
Kedua tangan, harus engkau pelihara agar ia tidak kau jadikan alat untuk memukul seorang

rnuslim, untuk mendapat harta haram, untuk menyakiti sesama makhluk, untuk berkhianat

terhadap amanat dan titipan, serta untuk menuliskan sesuatu yang tak boleh diucapkan

karena pena merupakan lidah pula. Oleh karena itu,peliharalah pena tersebut sebagaimana

engkau menjaga lidah.

Janganlah engkau pergunakan kedua kaki untuk menuju pintu seorang penguasa lalim.

Sebab,

berjalan menuju para penguasa lalim tanpa ada keperluan merupakan maksiat yang besar

karena berarti ia bersikap tawadu dan memuliakan mereka yang telah berbuat lalirn.

Allah Swt. telah memerintahkan kita untuk berpaling dari mereka dalam firman-Nya

yang berbunyi, “Janganlah kalian condong kepada mereka yang telah berbuat lalim, niscaya

kalian tersentuh api neraka dan kalian tidak mempunyai penolong selain Allah. Lalu kalian

tidak ditolong” (QS. Hud: 113). Jika engkau pergi menemui mereka untuk mendapat harta,

berarti engkau berusaha meraih sesuatu yang haram. Nabi Saw. bersabda, “Siapa yang

bersikap merendah kepada orang kaya, sepertiga agamanya telah hilang.” ini terhadap orang

kaya yang saleh, lalu bagaimana merendah terhadap orang kaya yang lalim?

Ringkasnya, ketika engkau bergerak dan diam dengan anggota badanmu, itu

semua

merupakan nikmat Allah Swt. Maka dari itu, janganlah engkau menggerakkan anggota

badanmu dalam rangka maksiat kepada Allah. Tetapi pergunakanlah untuk taat kepada-Nya.

Ketahuilah, jika engkau tak patuh maka bencananya akan kembali padamu, sementara jika

kamu mau menanam, maka buahnya akan menjadi milikmu. Adapun Allah, Dia tak butuh

padamu dan tak butuh pada amal perbuatanmu. Setiap jiwa tergantung pada amal perbuatan-

nya. Jangan sampai engkau berkata, “Allah Maha Pemurah Dan Maha Penyayang. Dia Maha

Mengampuni dosa mereka yang bermaksiat.” Ini merupakan ungkapan yang benar tapi

ditujukan pada sesuatu yang batil. Orang yang mengucapkannya termasuk dungu seperti

kata Rasul Saw., “Orang yang cerdik adalah yang bisa menundukkan hawa nafsunya dan
beramal untuk hari sesudah mati. Sedangkan orang yang dungu adalah yang mengikuti hawa

nafsunya dan berangan-angan kepada Allah”.

Ketahuilah bahwa ucapanmu itu seperti ucapan seseorang yang ingin menjadi fakih

dalam

ilmu agama tanpa mau belajar, tapi justru sibuk dengan sesuatu yang batil lalu

berkata, “Allah Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Dia Maha berkuasa untuk

mencurahkan ke dalam hatiku berbagai ilmu yang Dia tanamkan di hati para nabi dan wali-

Nya tanpa usaha dan belajar.” Itu seperti ucapan orang yang menginginkan harta, tapi tak

mau menanam, berdagang, atau berusaha kemudian berujar, “ Allah Maha Pemurah. Dia

memiliki kekayaan langit dan bumi. Dia Maha Berkuasa untuk memberikan kepadaku

sebagian dari khazanah kekayaan-Nya sehingga aku tak perlu bekerja. Hal itu telah Dia

lakukan kepada para hamba- Nya.” Jika engkau mendengar ucapan kedua orang di atas,

engkau pasti menganggap kedua orang itu bodoh dan engkau pasti mengejeknya

walaupun sifat pemurah dan kuasa Allah yang ia sebutkan benar. Demikian pula, Orang-

orang yang alim dalam bidang-bidang agama akan menertawakanmu jika engkau

menuntut ampunan tanpa ada usaha. Allah Swt. berfirman, “Bagi manusia apa yang ia

usahakan” (Q.S. an-Najm: 39), “Kaliaan dibalas sesuai dengan amal perbuatan kalian” (Q.S.

ath-Thar: 16), “Orang-orang abrar (berbuat baik) berada dalam kenikmatan sedangkan

mereka yang selalu berbuat dosa berada di neraka Jahim” (Q.S. al-Infithar: 13-14).

Apabila engkau tetap menuntut ilmu dan mencari harta dengan bersandar pada

kemurahan-

Nya serta terus membekali diri untuk akhirat, maka Tuhan Pemelihara dunia dan akhirat

adalah satu. Dia Maha Pemurah dan Penyayang baik di dunia maupun di akhirat.

Ketaatanmu tidak membuat-Nya bertambah pemurah. Hanya saja, kemurahan-Nya adalah

Dia memudahkan jalan menuju negeri kenikmatan yang abadi dan kekal dengan senantisa

sabar dalam meninggalkan syahwat selama beberapa saat. Ini merupakan puncak

kemurahan. Jangan engkau rusak dirimu dengan ajaran jahat para pengangguran. Ikutilah

para nabi dan


orang-orang saleh. Jangan engkau terlalu berharap bisa memanen sesuatu yang tak

kau tanam. Sedangkan orang yang berpuasa, salat, berjihad, serta bertakwa, semoga ia

diampuni. Ini adalah beberapa hal yang patut dipelihara oleh anggota badanmu. Engkau

juga harus membersihkan hatimu karena ia merupakan bentuk ketakwaan secara batin.

Hati adalah segumpal daging yang jika baik maka seluruh badan menjadi baik. Tapi jika

segumpal daging itu rusak, maka seluruh badan menjadi rusak. Berusahalah untuk

memperbaiki hatimu itu agar seluruh anggota badanmu juga baik. Hati menjadi baik

dengan selalu merasakan kehadiran Allah.

C. Adab Bergaul

Ketahuilah bahwa „sahabatmu‟ yang tak pernah berpisah denganmu entah dalam keadaan

diam, bepergian, tidur, diam, bahkan dalam hidup dan matimu adalah Tuhan Penciptamu.

Selama engkau mengingatNya, niscaya Dia menjadi „Teman dudukmu‟. Sebab, Allah Swt.

berkata, “Aku adalah teman duduk bagi orang yang berzikir pada-Ku.” Selama hatimu sedih

karena tak mampu menunaikan kewajiban agamamu, maka Dia senantiasa

menyertaimu. Sebab Allah Swt. berkata, “Aku berada bersama mereka yang hatinya sedih

karena-Ku.” Apabila engkau betul-betul mengenali-Nya, niscaya engkau akan

menjadikan-Nya sebagai

„sahabat‟ dan niscaya engkau akan meninggalkan yang lainnya. Jika engkau tak

mampu

melaksanakan hal itu setiap waktu, maka engkau harus menyediakan waktu di malam dan di

siang hari untuk kau pergunakan berkhalwat bersama Tuhan dan merasakan

kenikmatan bermunajat kepada-Nya. Berkenaan dengan hal itu, engkau harus

mengetahui adab-adab menjalin hubungan dengan Tuhan. Yaitu, menundukkan kepala,

menjaga pandangan mata, mengkonsentrasikan pikiran, senantiasa diam, menenangkan

anggota badan, segera mengerjakan perintah, meninggalkan larangan, tidak menolak takdir,

senantiasa berzikir dan berpikir, mengutamakan yang hak atas yang batil, putus asa dari
makhluk, tunduk dengan perasaan hormat, risau diliputi oleh rasa malu, tenang dalam

berusaha karena yakin atas jaminan-Nya, bertawakal kepada karunia Allah Swt. Semua ini

harus menjadi karaktermu sepanjang siang dan malam. Itulah adab menjalin hubungan

dengan „Teman yang tak pernah berpisah denganmu.‟ Adapun semua makhluk, dalam

waktu tertentu akan berpisah denganmu.

01. Adab Seorang Alim (Guru)

Jika engkau seorang alim, maka adab yang kau harus kau perhatikan adalah sabar, selalu

santun, duduk dengan wibawa disertai kepala yang tunduk, tidak takabur terhadap semua

hamba kecuali pada mereka yang lalim dengan tujuan menghapus kelalimannya, bersikap

tawadu dalam setiap majelis dan pertemuan, tidak bersenda gurau, menyayangi murid,

berhati-hati terhadap orang yang sombong, memperbaiki negeri dengan cara yang baik dan

tidak marah, tidak malu untuk mengaku tidak tahu, memperhatikan pertanyaan si

penanya dan berusaha memahami pertanyaannya, mau menerima hujah dan mengikuti yang

benar dengan kembali kepadanya manakala ia salah, melarang murid mempelajari ilmu yang

berbahaya dan mengingatkannya agar tidak menuntut ilmu untuk selain rida Allah

Swt, melarang murid sibuk dengan hal-hal yang bersifat fardu kifayah sebelum

menyelesaikan yang fardu ain (yang termasuk fardu ain adalah memperbaiki yang lahir dan

batinnya dengan takwa) serta membekali dirinya terlebih dahulu dengan sikap takwa tersebut

agar sang murid bisa mencontoh amalnya, kemudian mengambil manfaat dari ucapannya.
02. Adab Seorang Murid

Jika engkau seorang murid, maka adab yang harus dimiliki oleh seorang murid terhadap

gurunya adalah mendahuluinya dalam memberi hormat dan salam, tidak banyak berbicara di

hadapannya, tidak mengatakan apa yang tak ditanya oleh gurunya, tidak bertanya sebelum

diberi izin, tidak mengungkapkan sesuatu yang bertentangan dengan ucapannya, misalnya

dengan ber- kata, “Pendapat si fulan berbeda dengan dengan ucapanmu”, tidak menunjuk

sesuatu yang berseberangan dengan pendapatnya sehingga terlihat ia lebih tahu tentang yang

benar daripada gurunya, tidak bertanya kepada teman duduk gurunya dalam majelisnya,

tidak menoleh ke sekitarnya, melainkan ia harus duduk dengan menundukkan pandangan

disertai sikap tenang dan etika sebagaimana ketika menunaikan salat. Murid juga tak boleh

banyak bertanya ketika guru sedang bosan. Jika guru berdiri maka sang murid juga harus

berdiri untuknya, tidak diikuti dengan pembicaraan dan pertanyaan, tidak bertanya

kepadanya dalam perjalanan menuju rumah.

Tidak berburuk sangka pada perbuatan-perbuatan yang secara lahiriah tidak bisa diterima,

karena ia lebih mengetahui rahasia dibalik itu semua. Sehubungan dengan hal itu perhatikan

pertanyaan Musa a.s kepada Nabi Khidir a.s, “apakah engkau sengaja melubangi

perahu itu untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh kamu telah melakukan

kesalahan yang besar” (Q.S al-Kahfi: 71) ia salah dalam menyikapi perbuatan Nabi Khidir

a.s. karena bersandar pada apa yang tampak secara lahir.

Kisah Nabi Musa.as dan Nabi Khidir. as dalam al-Qu r’ an d an

Had ist

Allah SWT berfirman dalam al-Qur‟an surat al-Kahfi ayat 60-82 yang tafsir

maknanya sebagai berikut ;

60. dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya[*]: “Aku tidak akan

berhenti

(berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan

sampai
bertahun-tahun”.

61. Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan

ikannya,

lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut

itu.

62. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya:

“Bawalah

kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita

ini”.

63. Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu

tadi,

Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang

melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke

laut dengan cara yang aneh sekali”.

64. Musa berkata: “Itulah (tempat) yang kita cari”. lalu keduanya kembali, mengikuti

jejak

mereka semula.

65. lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang

telah

Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya

ilmu dari sisi Kami[**].

66. Musa berkata kepada Khidhr: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan

kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”

67. Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama

aku.

68. dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum

mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang hal

itu?”

69. Musa berkata: “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan

aku

tidak akan menentangmu dalam sesuatu

urusanpun”.

70. Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan

kepadaku

tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya

kepadamu”.

71. Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu

Khidhr

melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya

kamu
menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu

kesalahan

yang besar.

72. Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-

kali

tidak akan sabar bersama dengan aku”.

73. Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah

kamu

membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam

urusanku”.

74. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak,

Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih,

bukan karena Dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang

mungkar”.

75. Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya

kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?”

76. Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka

janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah

cukup

memberikan uzur padaku”.

77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu

negeri,

mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau

menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang

hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau,

niscaya kamu mengambil upah untuk itu”.

78. Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan

kuberitahukan
kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar

terhadapnya.

79. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku

bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang

merampas tiap-tiap bahtera.

80. dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan

Kami

khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan

kekafiran.

81. dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak

lain

yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu

bapaknya).

82. Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan

di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah

seorang

yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai

kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari

Tuhanmu; dan

bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah

tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (QS al-Kahfi ayat

60-82)

[*] Menurut ahli tafsir, murid Nabi Musa a.s. itu ialah Yusya „bin

Nun.

[**] Menurut ahli tafsir hamba di sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di

sini

ialah wahyu dan kenabian. sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang

ghaib seperti yang akan diterangkan dengan ayat-ayat berikut.


Dari Ubay bin Ka‟ab, Rasulullah bersabda, “Pada suatu ketika Musa berbicara di hadapan

Bani Israil, kemudian ada seseorang yang bertanya, „Siapakah orang yang paling pandai

itu?‟ Musa menjawab, „Aku.‟

Dengan ucapan itu, Allah mencelanya, sebab Musa tidak mengembalikan pengetahuan

suatu

ilmu kepada Allah. Kemudian Allah mewahyukan kepada Musa, „Sesungguhnya Aku

memiliki seorang hamba yang berada di pertemuan antara laut Persia dan Romawi,

hamba- Ku itu lebih pandai daripada kamu!‟

Musa bertanya, „Ya Rabbi, bagaimana caranya agar aku bisa bertemu dengannya?‟

Maka

dijawab, “Bawalah seekor ikan yang kamu masukkan ke dalam suatu tempat, di mana ikan

itu

menghilang maka di situlah hamba-Ku itu

berada!‟
Kemudian Musa pun pergi. Musa pergi bersama seorang pelayan bernama Yusya‟ bin Nun.

Keduanya membawa ikan tersebut di dalam suatu tempat hingga keduanya tiba di

sebuah batu besar. Mereka membaringkan tubuhnya sejenak lalu tertidur. Tiba-tiba ikan

tersebut menghilang dari tempat tersebut. Ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut.

Musa dan pelayannya merasa aneh sekali.

Lalu keduanya terus menyusuri dari siang hingga malam hari. Pada pagi harinya,

Musa

berkata kepada pelayannya,

ً‫صو اَره َبِوسَفس هِم َبِىٍَقن َدَقن َبوءادَغ َبِىجآ‬


َ ‫َب‬

„Bawalah ke mari makanan kita. Sesungguhnya kita telah merasa letih karena

perjalanan kita ini.‟ (QS. Al-Kahfi: 62)

Musa berkata,

ً ‫صق بَِمهِزَبثآ َىَهع اَدْجزبَف ِْغَبو َبُىك َبم‬


َ ‫ص‬
َ ‫ب‬ ‫نَِذ‬

„„Itulah tempat yang kita cari,‟ lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.‟ (QS.

Al-Kahfi: 64)

Setibanya mereka di batu tersebut, mereka mendapati seorang lelaki yang tertutup kain,

lalu

Musa memberi salam kepadanya

Khidir (orang itu) bertanya, „Berasal dari manakah salam yang engkau ucapkan tadi?‟ Musa

menjawab, „Aku adalah Musa.‟ Khidir bertanya, „Musa yang dari Bani Israil?‟

Musa menjawab, „Benar!‟

‫ًاْسب‬ ِ ‫عَم َعٍ| َح‬ ‫ َو َلب‬.‫ْدش‬ ‫ْم‬ ‫بَم‬ ‫ن َىه َم‬ ْ ‫ُع بِ َ|ج‬
‫م‬

‫ه‬ ‫ِه‬ ‫ِهَع‬

„„Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara

ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?‟ Dia menjawab, „Sesungguhnya kamu sekali-kali

tidak akan sanggup sabar bersamaku.‟„ (QS. Al-Kahfi: 66–67)


Khidir berkata, „Wahai Musa, aku ini mengetahui suatu ilmu dari Allah yang hanya

Dia

ajarkan kepadaku saja. Kamu tidak mengetahuinya. Sedangkan engkau juga mempunyai

ilmu yang hanya diajarkan Allah kepadamu saja, yang aku tidak mengetahuinya.‟

Musa berkata,

ً ‫اْسَمأ‬ ‫صَعأ َبنَو ًاِس بَص ُهَهنا ءبَش ِنإ ًِوِدَجح‬


ْ ًِ ‫َن‬

„Insya Allah, kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan

menentangmu dalam suatu urusan pun.‟ (QS. Al-Kahfi: 69)

Kemudian, keduanya berjalan di tepi laut. Tiba-tiba lewat sebuah perahu.

Mereka berbincang-bincang dengan para penumpang kapal tersebut agar berkenan

membawa serta

mereka. Akhirnya, mereka mengenali Khidhir, lalu penumpang kapal itu membawa

keduanya tanpa diminta upah.

Tiba-tiba, seekor burung hinggap di tepi perahu itu, ia mematuk (meminum) seteguk atau

dua kali teguk air laut. Kemudian, Khidhir memberitahu Musa, „Wahai Musa, ilmuku dan

ilmumu tidak sebanding dengan ilmu Allah, kecuali seperti paruh burung yang

meminum air laut tadi!‟

Khidhir lalu menuju salah satu papan perahu, kemudian Khidhir melubanginya.

Melihat kejanggalan ini Musa bertanya, „Penumpang kapal ini telah bersedia membawa

serta kita tanpa memungut upah, tetapi mengapa engkau sengaja melubangi kapal mereka?

Apakah engkau lakukan itu dengan maksud menenggelamkan penumpangnya?‟

Khidhir menjawab,

ً‫ه‬
ِ ‫اْسسُع يِْسمَأ ْهِم ًِْىق‬ ‫وْر ِخا ًِ ثٍَِسو بَم ُ َبن‬ ‫اْسب‬.ً ‫ب‬ ‫ج َ ِع َم ٍَعِط‬ ‫َو‬ ‫ْم‬ ‫ب َق‬

‫ب‬ ‫َح‬ ‫هن‬


َ ‫مق‬
ُ ْ ‫َن‬

„Bukankah aku telah berkata, „Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersamaku.‟

Musa berkata, „Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku.‟‟ (QS. Al-Kahfi: 72–

73)
Itulah sesuatu yang pertama kali dilupakan Musa, kemudian keduanya melanjutkan

perjalanan. Keduanya bertemu dengan seorang anak laki-laki sedang bermain

bersama kawan-kawannya. Tiba-tiba Khidhir menarik rambut anak itu dan membunuhnya.

Melihat kejadian aneh ini, Musa

bertanya,

ً ‫اْسُكو ًبٍَْئش َثِْئج دقَ َن‬ ‫ْف َو ٍَِْسغِب ًٍَِةكَش ًبسَْفو َثَْهَحق‬

„Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang

lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar.‟ (QS. Al-Kahfi: 74)

Khidhir menjawab,

ًٍ‫هن اْسَبص ًِعَم َع‬


َ ‫مقَأ مَنأ وَ|ِإ َح|َْسج‬
ُ ‫َن‬

„Bukankah sudah aku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar

bersamaku?‟ (QS. Al-Kahfi: 75)

Maka, keduanya berjalan. Hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu

negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu

tidak mau

menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah

yang hampir roboh.

ً ‫اسْب‬ ‫ْم َن َح|ْس ِه ٍَْهع ع‬ ٌْ‫أَح‬ ‫ىِ|ٍْب َ|و ًٍِْى ئُِ|ب |َُوأَس‬ ‫ ا اَر َه‬. ‫هَهع َتَرخجَ|بَن َثِْئش ْو‬
ٍَْ ِ ‫ْسَجأ‬ ‫َبق ُهَم بََقأ‬

‫ب‬

„Khidhir berkata bahwa, melalui tangannya, dia menegakkan dinding itu. Musa

berkata,

„Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.‟ Khidhir berkata, „Inilah

perpisahan antara aku dengan kamu.‟„ (QS. Al-Kahfi: 77–78).

Semoga Allah menganugerahkan rahmat kepada Musa „alaihis salam. Tentu, kita

sangat menginginkan sekiranya Musa dapat bersabar sehingga kita memperoleh cerita

tentang urusan keduanya.” (HR. Al-Bukhari no. 122 dan Muslim no. 2380)
03. Adab Seorang Anak

Jika engkau mempunyai kedua orang tua, maka adab seorang anak kepada kedua

orang tuanya adalah memerhatikan ucapan mereka, berdiri manakala mereka berdiri,

mengerjakan perintah mereka, tidak berjalan di depan mereka, tidak meninggikan suara

di atas suara mereka, menyambut panggilan mereka, mencari rida mereka, merendahkan

diri di hadapan mereka, tidak mengungkit-ngungkit amal bakti yang telah dilakukan kepada

mereka, tidak menatap mereka secara tajam, tidak bermuka masam kepada mereka, dan

tidak pergi kecuali dengan izin mereka.

Ketahuilah! Setelah itu manusia terbagi atas tiga kelompok: sebagai teman, sebagai kenalan,

atau sebagai orang awam (orang bodoh).

1. Bergaul Dengan Orang Awam (Bodoh)

Jika engkau kebetulan bertemu dengan orang bodoh, maka hendaknya engkau tidak ikut

serta dalam pembicaraan mereka, mengabaikan ucapan-ucapan dusta mereka, tidak

memperhatikan ucapan-ucapan buruk mereka, berusaha untuk tidak sering bertemu dan

butuh pada mereka, mengingatkan perbuatan mungkar mereka secara lemah lembut, serta

memberikan nasihat manakala diharapkan bisa mereka terima.

2. Bergaul dengan Saudara atau Teman

Sedangkan terhadap saudara dan teman, ada dua tugas yang harus kau

perhatikan:

Tugas pertama,
Terlebih dahulu engkau harus melihat kriteria orang yang bisa dijadikan sahabat atau teman.

Jangan engkau bersahabat kecuali dengan orang yang benar-benar layak dijadikan saudara

atau sahabat. Rasulullah Saw. bersabda, “Seseorang bergantung pada agama teman

karibnya.
Oleh karena itu, hendaknya kalian memperhatikan siapa yang harus dijadikan teman karib.”

Manakala engkau ingin mencari teman yang bisa menyertaimu dalam belajar serta

bisa menemanimu dalam urusan agama dan dunia, perhatikan lima hal berikut ini:

1. Akal.Tidak ada untungnya bergaul dengan orang bodoh karena bisa berakhir

kepada

kemalangan dan terputusnya hubungan. Paling-paling mereka hanya akan memberikan

mudarat kepadamu serta ingin memanfaatkanmu. Musuh yang pandai lebih baik daripada

teman yang bodoh. Imam Ali r.a. berkata:

Janganlah engkau bergaul dengan orang bodoh

Hendaknya kau betul-betul menghindarinya

Betapa banyak orang bodoh yang menghancurkan

si penyabar ketika ia menginginkannya

Seseorang diukur dengan orang lain

di mana orang itu mengikutinya

Seperti sepasang sendal yang sama

di mana sendal itu menyerupainya

Sesuatu dan yang lain

mempunyai ukuran dan kemiripan

Hati yang satu menjadi petunjuk

bagi hati yang lain ketika berjumpa

2. Akhlak Yang Baik.Jangan engkau bersahabat dengan orang yang buruk

akhlaknya.

Yaitu, orang yang tak bisa menahan diri ketika muncul amarah dan syahwat. Alqarnah

al-

„Atharidi rahimahullah, dalam wasiatnya kepada putranya manakala akan wafat,

telah

mengungkapkan hal itu, “Wahai anakku, jika engkau ingin bergaul dengan manusia,

bergaullah dengan orang yang jika kau layani dia menjagarnu, jika kau temani dia
membaguskanmu. Bersahabatlah dengan orang yang jika engkau ulurkan tanganmu untuk

kebaikan ia juga mengulurkannya, jika melihat kebaikanmu ia mengingatnya, dan jika

melihat keburukanmu ia meluruskannya. Bersahabatlah dengan orang yang jika engkau

mengungkapkan sesuatu, ia membenarkan ucapanmu itu, jika engkau mengusahakan

sesuatu ia membantu dan menolongmu, serta jika kalian berselisih dalam sebuah persoalan

ia mengalah padamu.” Imam Ali r.a. mengungkapkan syair rajaznya:

Sesungguhnya saudaramu adalah yang ada bersamamu,

yang membiarkan dirinya menderita demi kepentinganmu,

Dan yang jika bingung dia menjelaskannya padamu

Dia rusak integritas dirinya untuk mengumpulkan dirimu

3. Baik Dan Saleh. Jangan engkau bersahabat dengan orang fasik yang selalu berbuat

maksiat besar. Karena, orang yang takut kepada Allah tak akan terus berbuat maksiat besar.

Engkau tak akan aman dari bencana yang ditimbulkan oleh orang yang berbuat maksiat

besar itu. Ia akan selalu berubah-rubah sikap sesuai dengan kondisi dan kepentingan. Allah

Swt. berfirman, “Jangan engkau ikuti orang yang Kami lalaikan hatinya dari berzikir kepada

Kami dan mengikuti hawa nafsunya. Orang itu telah betul-betul melampaui batas” (Q.S.

al-Kahfi:

28). Hindarilah bergaul dengan orang fasik. Sebab, selalu menyaksikan kefasikan dan

maksiat akan membuatmu toleran dan meremehkan maksiat. Karena itu, hatimu akan

memandang remeh masalah gibah. Seandainya mereka melihat cincin emas atau pakaian

sutera yang dipergunakan seorang fakih, mereka akan sangat mengingkarinya. Padahal,

gibah lebih hebat daripada itu.

4. Tidak Tamak terhadap Dunia. Bergaul dengan orang yang tamak terhadap

dunia

merupakan racun yang membunuh. Sebab, kecenderungan untuk meniru sudah

menjadi hukum alam. Sebuah tabiat bisa mencuri tabiat lainnya tanpa disadari. Dengan

demikian, berteman dengan orang tamak bisa membuatmu lebih tamak, sebaliknya

berteman dengan orang zuhud bisa membuatmu lebih zuhud.


5. Jujur. Jangan engkau bersahabat dengan pembohong karena bisa jadi engkau tertipu

olehnya. Ia seperti fatamorgana. Ia membuat dekat yang jauh darimu dan membuat jauh

yang dekat darimu.

Bisa jadi kelima hal ini tidak kau dapati pada orang-orang yang berada di sekolah atau

di

mesjid. Dengan demikian, engkau harus memilih salah satu, entah mengasingkan diri

karena hal itu akan membuatmu selamat, atau engkau bergaul dengan mereka sesuai dengan

karakter mereka. Hendaknya engkau mengetahui bahwa saudara itu ada tiga macam:(1)

Saudara untuk akhiratmu. Dalam hal ini engkau harus melihat pada agamanya. (2) Saudara

untuk duniamu. Dalam hal ini, engkau harus memperhatikan akhlaknya. (3) Saudara untuk

bersenang-senang Dalam hal ini engkau harus selamat dari kejahatan, fitnah, dan

keburukannya.

Manusia itu ada tiga jenis: ada yang seperti makanan dimana memang selalu diperlukan, ada

yang seperti obat di mana hanya sewaktu-waktu saja diperlukan dan ada pula yang seperti

penyakit di mana sama sekali tak diperlukan, tapi seorang hamba kadangkala diuji

de- ngannya. Jenis yang ketiga inilah yang tidak menyenangkan dan tidak pula

memberikan manfaat Maka, engkau harus berpaling darinya agar selamat. Ketika

menyaksikan tingkah lakunya kalau paham engkau akan mendapatkan manfaat yang besar.

Yaitu, dengan menyaksikan kondisi dan perbuatannya yang buruk, engkau akan membenci

dan menghindar darinya. Orang yang bahagia adalah yang bisa mengambil pelajaran dari

orang lain. Seorang mukmin merupakan cermin bagi mukmin yang lain. Nabi Isa a.s. pernah

ditanya, “Siapa yang telah mengajarkan adab padamu?” Nabi Isa a.s. menjawab, “Tak ada

yang mengajariku. Tapi aku melihat kejahilan orang bodoh, maka aku pun menghindarinya.”

Benar sekali yang beliau katakan. Seandainya manusia meninggalkan apa yang mereka

benci dari orang lain, adab mereka akan menjadi sempurna dan tak perlu lagi kepada para

muaddib (orang yang mengajarkan adab atau etika).

Tugas kedua,
Memperhatikan hak-hak persahabatan. Manakala telah terjalin persekutuan, telah terbina hu-

bungan antara engkau dengan temanmu itu, maka engkau harus memperhatikan hak-hak dan

adab-adab persahabatan. Nabi Saw. bersabda, “Perumpamaan dua orang saudara

adalah seperti dua tangan, yang satu membersihkan yang lain.” Nabi Saw. pernah masuk ke

dalam semak belukar lalu memetik dua ranting siwak, yang satu bengkok dan yang satu lagi

lurus. Waktu itu beliau bersama para sahabatnya. Lalu beliau memberikan yang lurus

sedangkan yang bengkok beliau simpan untuk dirinya sendiri, lantas mereka bertanya,

“Wahai Rasulullah engkau yang lebih berhak atas ranting yang lurus ini daripadaku.” Nabi

Saw. menjawab, “Tidaklah seseorang menyertai temannya walaupun sesaat di wak tu

siang, melainkan ia ditanya, „Apakah ia telah menunaikan hak Allah Swt. dalam

persahabatannya itu atau justru ia melalaikannya.‟ Nabi Saw. juga berkata, “Tidaklah dua

orang bersahabat, melainkan yang paling dicintai Allah Swt. adalah yang paling mengasihi

temannya.”

Adab dalam bergaul atau bersahabat adalah mengutamakan teman dalam hal harta. Jika

tidak,

maka dengan mengeluarkan kelebihan harta ketika dibutuhkan,atau membantu dengan jiwa

saat diperlukan secara langsung tanpa diminta, menyimpan rahasia, menyembunyikan aib,

tak menyampaikan cemoohan orang kepadanya,memberitakan pujian orang kepadanya,

penuh perhatian terhadap apa yang dibicarakannya, memanggil dengan nama yang

paling disukainya, memuji kebaikannya, berterima kasih atas bantuannya, membela

kehormatannya di saat ia tidak ada sebagaimana ia membela kehormatannya sendiri,

menasihatinya dengan lemah lembut dan jelas jika memang diperlukan, memaafkan ketika

ia salah dan tidak malah mencaci, mendoakannya di saat berkhalwat dengan Allah, baik

ketika masih hidup maupun ketika sudah meninggal, tetap setia kepada keluarga dan

kerabatnya manakala ia sudah meninggal dunia, ikut meringankannya dan bukan justru

memberatkan hajatnya, menghibur


hatinya dari segala kerisauan, menampakkan kebahagiaan atas kemudahan yang ia dapatkan,

bersedih atas hal buruk yang menimpanya, menyembunyikan di dalam hati apa yang

ia sembunyikan sehingga ia benar-benar setia secara lahir maupun batin, mendahuluinya

dalam mengucapkan salam ketika bertemu, melapangkan majelis untuknya, membantunya

ketika berdiri, serta diam ketika ia berbicara sampai selesai dengan tidak

menyela atau memotongnya. Ringkasnya, hendaknya ia memperlakukan temannya itu

sebagaimana ia senang kalau diperlakukan demikian. Siapa yang tak mencintai saudaranya

sebagaima ia mencintai dirinya sendiri, berarti ia telah dihiasi nifak (sifat munafik). Ini

merupakan bencana baginya di dunia dan di akhirat. Itulah adab-adab yang harus kau

perhatikan berkenaan dengan hak orang awam yang bodoh dan hak para sahabat.

3. Bergaul Dengan Kenalan

Hati-hatilah terhadap mereka karena sesungguhnya engkau tidak mengenal keburukan

kecuali dari orang yang telah kau kenal. Adapun seorang teman, maka ia adalah orang yang

bisa membantumu, sedangkan seorang awam tak akan berpengaruh bagimu. Sesungguhnya

keburukan itu semuanya berasal dari para kenalan yang menampakkan persahabatan lewat

lidah mereka. Oleh karena itu, usahakan untuk mengabaikan mereka. Apabila engkau

terpaksa berhadapan dengan mereka di sekolah, di mesjid, di pasar, atau di sebuah negeri,

engkau tak boleh menghinakan mereka. Sebab, engkau tak mengetahui bisa jadi ia lebih ba

ik darimu.

Jangan pula engkau mengagungkan dunia yang mereka miliki karena engkau bisa

binasa.

Sebab, dunia dan isinya dalam pandangan Allah Swt. sangat kecil. Betapapun

hebatnya penduduk dunia menurutmu, ia tetap jatuh di mata Allah Swt. Engkau tak boleh

mengor- bankan agamamu guna mendapat dunia mereka. Orang yang melakukan hal itu

pasti menjadi rendah di mata mereka, dan untuk selanjutnya tak akan diberi. Apabila mereka

memusuhimu, jangan kau lawan dengan permusuhan pula karena engkau tak mungkin
bisa sabar menghadapi perlawanan mereka karena agamamu dapat menjadi pudar karenanya

dan engkau akan kepayahan.

Jangan merasa senang dengan penghormatan, sanjungan, dan kecintaan yang mereka

berikan.

Karena, sebenarnya satu persen pun hal itu tak ada dalam hati mereka. Jangan engkau kaget

dan marah kalau mereka mencelamu ketika engkau tidak ada, karena jika engkau jujur, hal

itu juga engkau lakukan bahkan terhadap sahabat, kerabat, guru, dan kedua orang tuamu.

Engkau juga menyebut-nyebut di belakang mereka apa yang tak kau ucapkan di hadapan

mereka. Jangan engkau bersikap tamak terhadap harta, kedudukan, dan bantuan mereka.

Karena, orang yang tamak akan gagal pada hari kemudian. Sikap tamak tersebut betul-betul

hina. Jika engkau meminta kebutuhanmu pada seseorang, lalu ia memenuhinya, maka

berterima kasihlah pada Allah dan padanya. Tapi manakala orang itu tak bisa membantumu,

jangan engkau mencela dan mengeluhkannya karena hal itu bisa menimbulkan sikap

permusuhan. Jadilah seorang mukmin yang selalu pemaaf. Jangan menjadi seorang rnunafik

yang hanya mencari salah. Katakanlah, “Dia memang tak bisa memberi karena alasan

tertentu yang tak kuketahui.”

Jangan sekali-kali engkau menasihati seseorang sebelum terlebih dahulu engkau

melihat tanda-tanda ia akan menerimanya. Jika tidak, ia tak akan mendengar dan hanya akan

menjadi musuhmu. Jika mereka berbuat salah dalam satu persoalan dan mereka tetap tak

mau belajar, maka jangan engkau mau mengajari mereka. Sebab mereka hanya akan

memanfaatkan ilmumu dan akan menjadi musuhmu. Kecuali jika sikap mereka itu terkait

dengan maksiat yang mereka lakukan, maka ingatkan mereka pada kebenaran secara lemah

lembut dan tidak kasar. Jika engkau lihat sikap mereka baik, bersyukurlah kepada Allah

yang telah menjadikanmu dicintai oleh mereka. Tapi kalau mereka bersikap buruk, maka

serahkan diri
mereka kepadaAllah Swt. Dan berlindunglah engkau pada Allah Swt. dari keburukan

mereka itu. Jangan engkau mencerca mereka. Begitu pula, jangan engkau berkata pada

mereka, “Mengapa engkautak menghormatiku? Aku adalah Fulan bin Fulan. Aku seorang

yang mulia dalam segi ilmu.” Itu adalah ucapan seorang yang dungu. Orang yang paling

dungu adalah orang yang menganggap dirinya bersih lalu menyanjung diri sendiri.

Ketahuilah bahwa Allah Swt. membuat mereka bisa menguasaimu akibat dosamu

sebelumnya. Oleh karena itu, istigfarlah terhadap dosamu itu dan sadarlah bahwa hal

itu merupakan hukuman Allah atasmu. Perhatikan hak-hak mereka, abaikan perbuatan

batil mereka, ungkapkan kebaikan mereka, serta diamkan keburukan mereka. Janganlah

engkau bergaul dengan Para fakih, terutama mereka yang sibuk dengan perselisihan dan

perdebatan. Waspadalah terhadap mereka. Karena kedengkian, mereka memang

sedang menantikanmu terjatuh dalam keraguan, lalu mematahkanmu dengan prasangka,

mata mereka menguntitmu dari belakang, mereka terus mengingat kesalahanmu saat

bergaul dengan mereka sehingga hal itu bisa menjadi senjata untuk menghadapimu ketika

mereka marah dan berdebat kusir. Mereka tak akan memaafkan dan mengampuni

kesalahanmu itu, serta tidak pula menutupi aibmu. Me- reka selalu membuat perhitungan

denganmu, dengki baik pada yang sedikit maupun yang banyak, serta terus menghasungmu

untuk mencela dan membenci teman dan saudara. Jika senang, mereka akan bertutur kata

manis. Sebaliknya, jika marah dalam hati mereka terpendam murka. Dari luar yang tampak

pakaiannya, sementara dari dalam mereka layaknya serigala. Inilah yang terjadi pada

sebagian besar mereka, kecuali orang-orang yang dilindungi Allah Swt. Bergaul dengan

mereka hanya membawa kerugian dan berteman dengan mereka hanya membawa

penyesalan.

Itu sikap mereka yang menunjukkan persahabatan denganmu. Lalu bagaimana

dengan mereka yang jelas-jelas memusuhimu? Al-Qadhi Ibn Ma‟ruf rahimahullah Ta‟ala.

berkata: Berhati-hatilah terhadap musuhmu sekali

namun berhati-hatilah terhadap temanmu seribu kali


Bisa jadi temanmu itu berubah

dan dikenal paling berbahaya

Makna yang sama juga terdapat dalam syair berikut:

Musuhmu lebih bermanfaat daripada sahabatmu

Maka itu, jangan engkau memperbanyak sahabat

Sungguh kebanyakan penyakit yang kau lihat

berasal dari makanan atau minuman

Berusahalah engkau menjadi seperti yang dikatakan oleh Hilal bin al-Ala‟ ar-Raqi:

Ketika aku memberi maaf dan tidak dengki pada seseorang

Aku istirahatkan diriku dari risaunya permusuhan

Aku hormati musuhku manakala melihatnya

guna menghilanghan keburukanku dengan penghormatan

Aku tampakkan keceriaan pada orang yang kumurka

Seakan-akan ia telah membuat hatiku bahagia

Aku tak selamat dari orang yang tak kukenal

maka bagaimana aku bisa selamat dari orang yang kucinta

Manusia adalah penyakit dan obatnya adalah meninggalkan mereka

tapi memusuhi mereka berarti memutuskan hubungan saudara

Berdamailah dengan mereka agar engkau selamat dari musibahnya

dan usahakan selalu untuk mendapatkan cinta

Bergaullah dengan manusia dan sabarlah dalam menghadapi mereka

Hendaknya engkau tuli, bisu, dan buta, serta warak

Demikian pula hendaklah engkau seperti yang disebutkan oleh Para ahli hikmat: Hadapilah

teman yang dan musuhmu dengan wajah rida, tidak bersikap hina, dan tidak pula takut

pada
mereka. Sebaliknya engkau harus berwibawa, tapi tidak sombong dan harus bersikap

tawadu. Jadi, pada semua persoalan, engkau harus bersikap pertengahan. Sebab, semua yang

ekstrem akan tercela, sebagaimana disebutkan:

Engkau harus bersikap pertengahan karena ia

merupakan cara yang tepat menuju jalan yang benar

Jangan engkau teledor atau keterlaluan di dalamnya

karena masing-masing sikap itu adalah tercela

Jangan engkau melihat ke arah samping, jangan banyak menoleh ke belakang, serta

jangan

memperhatikan kelompok-kelompok orang. Apabila engkau duduk, maka duduklah dengan

tidak tergesa-gesa. Hindarilah memasukkan jari-jarimu ke dalam jari-jari yang lain, memai-

nkan janggut atau memainkan cincinmu, membersihkan gigi, memasukkan jari ke hidung,

banyak meludah, mengusir lalat dari wajah, serta hilir-mudik di depan orang-orang dan di

dalam salat.

Duduklah dengan tenang. Aturlah bicaramu dan dengarkan ucapan yang baik yang

datang

dari orang lain dengan tidak keterlaluan dalam menunjukkan kekaguman. Jangan

memintanya untuk mengulang. Berpalinglah dari pembicaraan yang membuat tawa dan yang

berupa kisah. Jangan engkau beritakan kekagumanmu tentang anakmu. Juga, jangan

kau sampaikan syair, pembicaraan, tulisan, serta semua yang khusus untukmu. Jangan

berhias seperti wanita. Jangan merendahkan diri seperti seorang budak. Jangan terlalu

banyak bercelak dan dipoles. Jangan memaksa ketika butuh dan jangan menghasung orang

lain untuk berbuat lalim.

Jangan engkau memberitahukan jumlah harta kekayaanmu kepada salah seorang

keluargamu,

kepada anakmu, apalagi kepada orang lain. Karena, jika mereka melihatnya sedikit, engkau

akan hina di mata mereka dan jika banyak, mereka tak akan senang kepadamu. Hin

dari mereka tapi tidak dengan sikap keras. Lembutlah pada mereka tapi tidak dengan sikap
lemah. Jangan engkau candai ibumu atau budakmu, karena dengan demikian harga dirimu

bisa jatuh. Apabila engkau berselisih maka tetap jaga wibawa dan kehormatan. Jangan

sampai engkau berbuat jahil dan tergesa-gesa. Berpikirlah terlebih dahulu sebelum

mengeluarkan argumen. Jangan banyak menunjuk dengan tangan. Jangan banyak menoleh

ke orang di belakangmu. Jangan berlutut.

Apabila marahmu telah mereda, baru berbicara. Jika sultan atau penguasa mendekatimu,

engkau harus betul-betul waspada terhadapnya. Hindarilah teman yang ada maunya, karena

ia musuh yang paling utama. Dan jangan sampai engkau lebih memuliakan harta ketimbang

kehormatanmu.

Penjelasan ini cukup bagimu sebagai permulaan dari sebuah hidayah. Cobalah dirimu untuk

mengaplikasikannya. Jadi ada tiga bagian: melakukan amal ketaatan, meninggalkan maksiat,

dan bergaul dengan sesama. Itu semua sudah mencakup hubungan antara seorang hamba

dan Khalik serta makhluk-Nya. Jika engkau merasa hal itu sesuai dengan dirimu,

kemudian engkau condong serta ingin melakukannya, berarti Allah telah memercikkan

cahaya iman ke dalam hatimu dan telah melapangkan dadamu.

Sadarilah bahwa permulaan ini mempunyai akhir dan di baliknya ada berbagai

rahasia, pengetahuan, dan hal-hal yang tersingkap. Semua itu telah kami jelaskan dalam

Kitab Ihya‟ Ulumiddin. Karena itu berusahalah untuk mempelajarinya. Namun, jika engkau

merasa berat dalam melakukan berbagai pelajaran di atas, lalu mengingkarinya dan engkau

berkata pada dirimu sendiri, “Apa gunanya ilmu tersebut dalam forum para ulama?

Kapankah pengetahuan tersebut bisa membuatmu mengalahkan para rekan dan rival?

Bagaimana ia bisa menaikkan kedudukanmu di pemerintahan? Bagaimana mungkin ia bisa

menyebabkanmu memperoleh harta serta jabatan ahli wakaf dan hakim?” Maka sadarlah

bahwa setan telah menjerumuskanmu dan telah membuat mu lupa terhadap tempat

kembalimu. Maka itu carilah setan lain yang sejenis denganmu guna mengajarkan apa

yang kau sangka bermanfaat dan


bisa mengantarmu memperoleh keinginanmu. Kemudian, ketahuilah bahwa milikmu yang

berada di tempatmu tidak betul-betul murni menjadi milikmu apalagi yang berada di

desa.atau di negerimu. Selain itu, engkau juga tak kan mendapat kekayaan abadi dan nikmat

yang kekal di sisi Tuhan.

Wassalamualaikum wa rahmatullah wa barakaatuhu. Segala puji bagi Allah, Yang

Mahapertama, Yang Maha Terakhir, Yang Mahatampak dan Yang Maha Tersembunyi. Tak

ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung.

Salawat dan salam atas Nabi Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat beliau semua.

PPa Semutan.

Muharrom 1436

H.

Oktober 2014

M.

Anda mungkin juga menyukai