Anda di halaman 1dari 112

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan suatu keluhan rasa tidak

nyaman atau nyeri, pada bagian punggung bawah berupa nyeri lokal, nyeri

radikular maupun keduanya yang disebabkan oleh berbagai kondisi. Keluhan ini

merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di kalangan

masyarakat karena hampir setiap orang dalam hidupnya pernah mengalami

keluhan tersebut dan akan menjadi lebih sering disebabkan oleh sejumlah faktor

pada individu seperti faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan

indeks massa tubuh (IMT).

Beberapa penelitian secara internasional dan nasional dilakukan untuk

mengetahui insidensi nyeri punggung bawah diantaranya Institute of Health

Metrics and Evaluation (IHME)1 yang merupakan bagian dari Global Burden of

Disease (GBD) melakukan penelitian tentang karakteristik nyeri punggung bawah

tahun 2010 di wilayah Eropa menunjukkan bahwa tingkat insidensi terbesar nyeri

punggung bawah terjadi di Eropa Barat dengan kisaran usia 45-49 tahun sebagai

penyumbang terbesar angka disabilitas yaitu >900.000 penduduk akibat nyeri

punggung bawah.1 Selain itu penelitian Xu, dkk2 di China yang mengkaji tentang

hubungan tingkat pendidikan dengan insiden nyeri punggung bawah pada


2

penambang batubara menemukan bahwa ternyata prevalensi individu dengan

karakteristik tingkat pendidikan rendah (jenjang 7-10 tahun) yang mengalami

nyeri punggung bawah lebih besar yaitu 63,8% dibandingkan individu dengan

tingkat pendidikan menengah (jenjang 11-14 tahun) 20,7% maupun tingkat

pendidikan tinggi (perguruan tinggi) 10%. Junior, dkk3 dalam penelitiannya tahun

2010 mengatakan bahwa ada beberapa faktor risiko utama yang berperan dalam

terjadinya nyeri punggung bawah yang berhubungan dengan pekerjaan misalnya

pekerjaan yang mengangkat atau membawa beban terus-menerus, kondisi tulang

belakang yang statis atau digerakkan berulang-ulang, kerja fisik berat,

membungkuk atau jongkok.3 Selain itu menurut Darrio, dkk 4 tahun 2015

dilaporkan bahwa terdapat hubungan antara IMT dengan nyeri punggung bawah.

Individu dengan IMT tinggi memiliki risiko 2x lipat dibandingkan dengan

individu yang memiliki IMT rendah untuk mengalami nyeri punggung bawah.4

Nyeri punggung bawah memang tidak menimbulkan kematian sehingga

penderita pada umumnya sering mengacuhkan keluhan ini. Namun keluhan ini

harus dipikirkan sebagai keadaan yang cukup serius karena jika dibiarkan dan

tidak dilakukan penanganan yang tepat, keberadaannya dapat membuat individu

bersangkutan berpotensi menjadi tidak produktif akibat keterbatasan akitivitas

atau disebut disabilitas. Dampak lain yang timbul adalah beban ekonomi yang

dialami oleh individu akibat biaya yang dihabiskan selama menderita nyeri

punggung bawah, termasuk biaya kesehatan maupun biaya karena produktivitas

yang menurun.5
3

Global Burden of Disease1 tahun 2010 menyebutkan bahwa nyeri

punggung bawah merupakan salah satu masalah kesehatan global diantara

penyakit lainnya seperti penyakit jantung iskemik, infeksi saluran respirasi bawah,

penyakit serebrovaskuler, dan kasus kecelakaan yang menjadi penyebab utama

kecacatan global, diukur dengan disability-adjusted life-years (DALYs).

Pengukuran DALYs adalah metrik standar untuk mengukur beban yang dihitung

dengan menggabungkan years of life lost (YLL) dan years lived with disability

(YLD).1 Pada banyak kasus, individu dengan nyeri punggung bawah akan terus

memiliki episode berulang yang dapat bertahan lebih lama dan menyebabkan

kecacatan yang lebih besar sehingga nyeri punggung bawah dapat menjadi

kronis.4

Penelitian lain juga dilakukan Institute of Health Metrics and Evaluation

(IHME)1 tahun 2010 untuk mengevaluasi dampak sosial ekonomi akibat nyeri

punggung bawah dan keluhan ini diidentifikasi sebagai penyebab paling umum

dari kecacatan pada individu dewasa muda serta sebagai alasan umum hilangnya

hari kerja di Amerika Serikat yang diperkirakan mencapai 149 juta hari kerja per

tahun karena nyeri punggung bawah, dengan biaya total antara $100 - $200 miliar

per tahun yang disebabkan oleh penurunan upah dan produktivitas akibat nyeri

punggung bawah.1

Sementara untuk data dari Indonesia belum dapat dipastikan karena

sampai saat ini belum dilakukan penelitian multisenter terbaru. Walaupun

demikian, hasil penelitian Rusdi6 tahun 2015 di Rumah Sakit Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar dari bulan November 2014 - Desember 2015


4

menunjukkan sebanyak 83 penderita nyeri punggung bawah rawat jalan

mempunyai karakteristik dengan persentase tertinggi pada perempuan dengan

kisaran usia 40 – 49 tahun, IMT obesitas, serta pekerjaan sebagai Pegawai Negeri

Sipil (PNS) karena berkaitan dengan posisi duduk lama dan statis saat bekerja

sehingga menyebabkan ketegangan otot sebagai penyebab nyeri punggung

bawah.6

Di kota Ambon sebelumnya pada tahun 2012 pernah dilakukan penelitian

oleh Sahertian7 tentang ‘Hubungan Lamanya Mengemudi Pada Supir Angkutan

Umum di Terminal Angkot Jalur Dalam Kota Ambon dengan Nyeri Punggung

Bawah (Low Back Pain)’. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa resiko

NPB pada supir angkutan umum sebanyak 30%, usia 26-35 tahun dengan lama

mengemudi ± 2 jam sampai lebih dari 2 jam dalam sehari secara terus-menerus.

Menurut data rekam medik RSUD Dr. M. Haulussy Ambon, jumlah pasien

yang mengalami nyeri punggung bawah meningkat tiap tahunnya. Untuk tahun

2012 tercatat jumlah kunjungan penderita nyeri punggung bawah berjumlah 216

kunjungan, tahun 2013 berjumlah 219 kunjungan dan meningkat menjadi 355

jumlah kunjungan pada tahun 2014. Hal ini menjadi tolak ukur bahwa

kemungkinan pada tahun-tahun berikutnya dapat terjadi peningkatan kasus nyeri

punggung bawah. Oleh karena itu, rumah sakit sebagai institusi yang berperan

dalam pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting

untuk mencegah dan menurunkan tingginya angka kejadian penderita nyeri

punggung bawah yaitu dengan cara mengenali dan memahami karakteristik

penderita nyeri punggung bawah.


5

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka perlu

dilakukan penelitian tentang ‘Karakteristik Penderita Nyeri Punggung Bawah di

RSUD Dr. M. Haulussy Ambon’ mengingat belum adanya data terbaru mengenai

karakteristik penderita nyeri punggung bawah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan

masalah yaitu Belum diketahui karakteristik penderita nyeri punggung bawah.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita nyeri punggung bawah di RSUD

Dr. M. Haulussy Ambon periode September – Oktober 2016

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik penderita nyeri punggung bawah berdasarkan

klasifikasi nyeri punggung bawah di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

periode September – Oktober 2016.

b. Mengetahui karakteristik penderita nyeri punggung bawah berdasarkan

usia di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon periode September – Oktober

2016.

c. Mengetahui karakteristik penderita nyeri punggung bawah berdasarkan

jenis kelamin di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon periode September –

Oktober 2016.
6

d. Mengetahui karakteristik penderita nyeri punggung bawah berdasarkan

tingkat pendidikan di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon periode

September – Oktober 2016.

e. Mengetahui karakteristik penderita nyeri punggung bawah berdasarkan

pekerjaan di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon periode September –

Oktober 2016.

f. Mengetahui karakteristik penderita nyeri punggung bawah berdasarkan

IMT di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon periode September – Oktober

2016.

g. Mengetahui karakteristik penderita nyeri punggung bawah berdasarkan

lamanya menderita di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon periode

September – Oktober 2016.

h. Mengetahui karakteristik penderita nyeri punggung bawah berdasarkan

derajat nyeri di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon periode September –

Oktober 2016.

i. Mengetahui karakteristik penderita nyeri punggung bawah berdasarkan

disabilitas di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon periode September –

Oktober 2016.
7

1.4 Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitian lanjutan dengan desain

penelitian analitik.

2. Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi

institusi, tenaga kesehatan, maupun masyarakat mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan nyeri punggung bawah (NPB) sehingga dapat

dilakukan upaya-upaya guna untuk mencegah terjadinya nyeri punggung

bawah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Low Back Pain (LBP) atau nyeri punggung bawah oleh beberapa

sumber didefinisikan sebagai rasa tidak nyaman, nyeri, ketegangan otot,

atau kekakuan lokal di bawah batas costa dan di atas lipatan glutealis

inferior, dengan atau tanpa sciatica.8,9 Beragam keluhan nyeri dapat

dirasakan seperti nyeri lokal, radikular, menjalar (reffered pain) atau

spasmodik. Nyeri lokal biasanya diakibatkan oleh spasme paravertebral

yang merangsang ujung saraf sensorik akibat proses patologik. Nyeri dapat

dipengaruhi posisi, bersifat tajam atau tumpul, umumnya menetap namun

dapat pula intermiten.8

Nyeri alih bersifat tumpul dan terasa lebih dalam, menjalar dari

pelvis atau viscera dan umumnya mengenai dermatom tertentu. Apabila

berasal dari spinal, lebih dirasakan di daerah sakroiliaka, gluteus atau

tungkai atas sebelah belakang. Sedangkan nyeri radikular berhubungan

dengan distribusi radiks saraf spinal. Pada posisi yang mengakibatkan

tarikan seperti posisi membungkuk, keluhan akan terasa lebih berat namun

akan berkurang dengan istirahat. Apabila nyeri yang dirasakan menetap

maka perlu diperhatikan kemungkinan adanya tumor pada korda spinalis.8


9

2.2 Epidemiologi

Global Burden of Disease1 tahun 2010 menyebutkan bahwa nyeri

punggung bawah merupakan salah satu masalah kesehatan global diantara

penyakit lainnya seperti penyakit jantung iskemik, infeksi saluran respirasi

bawah, penyakit serebrovaskuler, dan kasus kecelakaan yang menjadi

penyebab utama kecacatan global, diukur dengan disability-adjusted life-

years (DALYs).1

Gambar 2.1 Penyebab utama Disability Adjusted Life Years (DALYs) secara global

[sumber: Kaplan W, Wirtz VJ, Teeuwissw AM, Stolk P, Duthey B, Laing R. Priority
medicines for Europe and the world 2013 updated. Geneva: World Health Organization;
2013]1

Pengukuran DALYs adalah metrik standar untuk mengukur beban

yang dihitung dengan menggabungkan years of life lost (YLL) dan years

lived with disability (YLD).1 Pada banyak kasus, individu dengan nyeri

punggung bawah akan terus memiliki episode berulang yang dapat


10

bertahan lebih lama dan menyebabkan kecacatan yang lebih besar

sehingga nyeri punggung bawah dapat menjadi kronis.4

Gambar 2.2 Prevalensi disabilitas akibat nyeri punggung bawah berdasarkan usia di
wilayah Eropa
[sumber: Kaplan W, Wirtz VJ, Teeuwissw AM, Stolk P, Duthey B, Laing R. Priority
medicines for Europe and the world 2013 updated. Geneva: World Health
Organization; 2013]1

Institute of Health Metrics and Evaluation (IHME) 1 yang

merupakan bagian dari Global Burden of Disease (GBD) melakukan

penelitian tentang karakteristik penderita nyeri punggung bawah tahun

2010 di wilayah Eropa menunjukkan bahwa tingkat insidensi terbesar

nyeri punggung bawah terjadi di Eropa Barat dengan kisaran usia 45-49

tahun sebagai penyumbang terbesar angka disabilitas yaitu > 900.000

penduduk yang mengalami disabilitas akibat nyeri punggung bawah.


11

Gambar 2.3 Prevalensi disabilitas akibat nyeri punggung bawah berdasarkan jenis kelamin
[sumber: Kaplan W, Wirtz VJ, Teeuwissw AM, Stolk P, Duthey B, Laing R. Priority
medicines for Europe and the world 2013 updated. Geneva: World Health Organization;
2013]1

2.3 Neuroanatomi

1 Keterangan:

1. Vertebrae
cervicales I-
VII
2 2. Vertebrae
thoracicae I-
XII
3. Vertebrae
lumbales
I-V
4. Os sacrum
3 5. Os coccygis

a. tampak
ventral
4 b. tampak
dorsal
c. tampak
5 lateral
a b c

Gambar 2.4. Columna vertebralis dengan diskus diantara vertebra


[sumber: Putz R &Pabst R. Atlas anatomi manusia sobotta. Jilid II. Jakarta:
EGC; 2006]10

Columna vertebralis terdiri atas 33 vertebra yaitu 7 vertebra cervicalis, 12

vertebra thoracalis, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sacralis dan 4 vertebra

coccygis. Columna ini tersusun atas vertebra, sendi-sendi dan discus


12

intervertebralis yang merupakan bantalan fibrocartilago sehingga struktur

columna ini fleksibel serta terdapat ligamentum yang mengikat kuat seluruh

vertebra, tetapi memungkinkan sedikit pergerakan. 12 Diskus paling tebal terdapat

pada daerah vertebra cervical dan lumbal dikarenakan pada daerah ini banyak

terjadi gerakan. Selain itu, apabila terjadi beban mendadak strukturnya

memungkinkan sebagai pereda benturan pada columna vertebralis.11

Diskus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yang dibentuk

oleh jaringan fibrokartilago yang didalamnya terdapat serabut kolagen dan

nukleus pulposus dibentuk oleh zat gelatin yang banyak mengandung air,

sedikit serabut kolagen dan sedikit sel-sel tulang rawan. Apabila terjadi

gerakan kompresi mendadak, maka nukleus pulposus setengah cair ini

akan menjadi gepeng dan dorongan keluar akibat kompresi ditahan oleh

annulus fibrosus yang berada di sekeliling diskus sehingga nukleus

pulposus tidak keluar menonjol ke dalam canalis vertebralis. 11 Dari

foramen intervertebrale keluar saraf-saraf spinal yang mempersarafi sendi-

sendi antar corpus vertebra kemudian masuk kembali melalui foramen

intervertebrale dan mempersarafi meningen, ligament, dan discus

intervertebralis.12

Saraf spinal terdiri dari 31 pasang saraf yang berawal dari chorda

melalui radix dorsal (posterior) dan radix ventral (anterior). Pada bagian

distal ganglion radix dorsal, dua radix bergabung membentuk saraf spinal.

Semua saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik),

membawa informasi ke chorda melalui neuron aferen dan meninggalkan


13

chorda melalui neuron eferen.12 Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai

dengan regio kolumna vertebra tempat munculnya saraf tersebut.

a. Saraf cervicalis: 8 pasang (C1 – C8)

b. Saraf thoracalis: 12 pasang (T1 – T12)

c. Saraf lumbalis: 5 pasang (L1 – L5)

d. Saraf sakralis: 5 pasang (S1 – S5)

e. Saraf coccygea: 1 pasang

Setelah saraf spinal meninggalkan chorda melalui foramen

intervertebral, saraf kemudian bercabang menjadi empat divisi.12

a. Cabang meningeal kecil masuk kembali ke medulla spinalis melalui foramen

sama yang digunakan saraf untuk keluar dan mempersarafi meninges,

pembuluh darah medulla spinalis dan ligament intravertebral.

b. Ramus dorsal (posterior) terdiri dari serabut yang menyebar ke arah posterior

untuk mempersarafi otot dan kulit pada bagian belakang kepala, leher dan

pada trunkus di region saraf spinal.

c. Cabang ventral (anterior) terdiri dari serabut yang mensuplai bagian anterior

dan lateral pada trunkus dan anggota gerak.

d. Cabang visceral adalah bagian dari sistem saraf otonom (SSO). Cabang ini

memiliki ramus komunikans putih dan ramus komunikans abu-abu yang

membentuk hubungan antara medulla spinalis dan ganglia pada trunkus

simpatis SSO.
14

Selain itu, terdapat juga pleksus yang merupakan jaring-jaring

saraf yang terbentuk dari ramus ventral seluruh saraf spinal, kecuali T1

dan T11 yang merupakan awal saraf intercostal.12

a. Pleksus cervical terbentuk dari ramus ventral keempat saraf cervical pertama

(C1, C2, C3, C4 dan sebagian C5). Saraf ini menginervasi otot leher, kulit

kepala, leher serta dada. Saraf terpenting yang berawal pada pleksus ini adalah

saraf phrenicus yang menginervasi diafragma.

b. Pleksus brachial terbentuk dari ramus ventral saraf cervical C5, C6, C7, C8

dan saraf thoraks pertama T1, dengan melibatkan C4 dan T2. Saraf dari

pleksus brakial mensuplai lengan atas dan beberapa otot pada leher dan bahu.

c. Pleksus lumbal terbentuk dari ramus saraf lumbal L1, L2, L3 dan L4 dengan

bantuan T12. Saraf dari pleksus ini menginervasi kulit dan otot dinding

abdomen, paha dan genitalia eksterna. Saraf terbesar adalah saraf femoral,

yang mensuplai otot fleksor paha dan kulit pada paha anterior, region panggul,

dan tungkai bawah.

d. Pleksus sakral terbentuk dari ramus ventral saraf sacral S1, S2 dan S3 serta

kontribusi dari L4, L5 dan S4. Saraf dari pleksus ini menginervasi anggota

gerak bawah, bokong, dan region perineal; saraf terbesar adalah saraf skiatik.

e. Pleksus koksiks terbentuk dari ramus ventral S5 dan saraf spinal koksiks,

dengan kontribusi dari ramus S4. Pleksus ini merupakan awal saraf koksiks

yang mensuplai regio koksiks.


15

2.4 Klasifikasi nyeri punggung bawah

International Statistical Classification of Diseases and Related

Health Problems Codes13 membagi NPB berdasarkan lamanya awitan

gejala:

a. Akut ( < 1 bulan )

b. Subakut ( 2 – 3 bulan )

c. Kronis ( > 3 bulan )

Tabel 2.1 Klasifikasi nyeri punggung bawah

No Klasifikasi nyeri punggung Masalah kesehatan yang


bawah berhubungan
1. NPB akut dan subakut dengan Disfungsi somatik pada segmen
defisit mobilitas lumbosacral
2. NPB akut, subakut dan kronis Instabilitas spinal
dengan kegagalan koordinasi
gerak
3. NPB akut yang berhubungan Sindroma flatback
dengan nyeri tungkai bawah Pergeseran diskus intervertebral

4. NPB akut, subakut, dan kronis Radikulopati lumbar


dengan nyeri radiasi Lumbago dengan siatika
5. NPB akut atau subakut yang Nyeri punggung bawah
berhubungan dengan kognitif Kelainan sistem saraf pusat (SSP)
atau kecenderungan afektif. yang spesifik terhadap nyeri

6. NPB kronik yang berhubungan Kelainan SSP yang spesifik terhadap


dengan nyeri secara umum nyeri
16

Kelainan nyeri somatoform yang


persisten
[sumber: Delitto A, et al. Clinical guidelines low back pain. Journal of Orthopaedic
& Sports Physical Therapy 2012; 42(4)]13

Sedangkan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia

(PERDOSSI), membagi nyeri punggung bawah untuk triage, sebagai

berikut:14

1) NPB dengan tanda bahaya (red flags)

Neoplasma/ karsinoma

Infeksi

Fraktur vertebra

Sindrom kauda equina

NPB dengan kelainan neurologik berat

2) NPB dengan sindroma radikular

3) NBP nonspesifik

Terdapat juga klasifikasi lain yang dibuat oleh para ahli, seperti

Macnab’s Classification yang membagi nyeri punggung bawah (NPB)

atas:15

1) NPB Spondilogenik

Merupakan nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna

vertebralis yang terdiri dari unsur tulang (osteogenik), diskus intervertebralis

(diskogenik) dan miofasial (miogenik) dan proses patologik di artikulasio

sakroiliaka.

a) NPB osteogenik disebabkan oleh:


17

Infeksi misalnya osteomielitis vertebral.

Adanya trauma yang mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis

(bergesernya korpus vertebra terhadap korpus vertebra di bawahnya).

b) NPB diskogenik disebabkan oleh:

Spondilosis yang disebabkan proses degenerasi yang progresif pada diskus

vertebralis sehingga mengakibatkan menyempitnya jarak antara vertebra

sehingga terjadi osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan foramen

intervertebrale dan iritasi persendian posterior. Rasa nyeri pada

spondilosis ini disebabkan oleh terjadinya osteoarthritis dan tertekannya

radiks oleh kantong duramater yang mengakibatkan iskemia dan radang.

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) terjadi akibat rupturnya annulus fibrosus

sehingga nukleus pulposus mengalami herniasi atau menonjol dan

menekan akar saraf spinal yang menimbulkan nyeri dan defisit neurologis.

Vertebra lumbal merupakan area yang paling sering terpengaruh oleh

rupturnya annulus fibrosus sehingga hernia nukleus pulposus dapat

menjadi salah satu penyebab terjadinya nyeri punggung bawah.

Spondilitis ankilosa menimbulkan nyeri akibat terbatasnya gerakan pada

kolumna vertebralis, artikulus sakroiliaka, artikulus kostovertebralis dan

penyempitan foramen intervertebralis.

c) NPB miogenik disebabkan oleh ketegangan otot, spasme otot dan

hipersensitif.

Ketegangan otot disebabkan oleh sikap tegang yang konstan atau

berulang-ulang pada posisi yang sama akan memendekan otot yang


18

akhirnya akan menimbulkan perasaan nyeri. Keadaan ini tidak akan

terlepas dari kebiasaan buruk atau sikap tubuh yang tidak atau kurang

fisiologik. Spasme otot atau kejang otot disebabkan oleh gerakan yang

tiba-tiba dimana jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau

kaku atau kurang pemanasan. Spasme otot ini memberi gejala khas,

dengan adanya kontraksi otot yang disertai nyeri yang hebat. Setiap

gerakan akan memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi.

Otot yang hipersensitif akan menciptakan satu daerah kecil apabila

dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar kedaerah tertentu

yang disebut sebagai noctah picu (trigger point).

2) NPB Neurogenik

Keadaan patologik pada saraf dapat menyebabkan nyeri punggung

bawah, yaitu:

a) Neoplasma

Nyeri yang diakibatkan neoplasma ini sering sulit dibedakan dengan nyeri

akibat HNP. Gejala pertama yang dirasakan pada umumnya adalah rasa

nyeri baru kemudian timbul gejala neurologi yaitu gangguan motorik,

sensibilitas dan vegetatif. Rasa nyeri sering timbul waktu sedang tidur

sehingga membangunkan penderita, namun rasa nyeri berkurang dengan

berjalan.

b) Araknoiditis

Terjadi perlengkatan sehingga menimbulkan nyeri apabila terjadi

penyempitan terhadap radiks akibat perlengketan tersebut.


19

c) Stenosis kanalis spinalis

Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari penyempitan osteoligamentous

vertebral kanal dan atau intervertebral foramina yang menyebabkan

penekanan pada thecal sac dan atau akar saraf. Gejala klinis yang muncul

yaitu pasien akan mengalami nyeri punggung bawah dan juga nyeri pada

ekstremitas bawah berupa rasa terbakar hilang timbul maupun kesemutan

saat berjalan dan lama-kelamaan akan menyebabkan kelemahan tungkai

dan kehilangan fungsi sensorik.

3) NPB Viserogenik

Disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau viscera di

daerah pelvis serta tumor retroperitoneal. Nyeri viserogenik ini tidak

bertambah berat dengan aktivitas tubuh dan sebaliknya tidak berkurang

dengan istirahat. Penderita NPB viserogenik yang mengalami nyeri hebat

akan menggeliat dalam upaya untuk meredakan perasan nyeri tersebut.

4) NBP Vaskulogenik

Aneurisma atau penyakit vaskular perifer dapat menimbulkan NPB

di bagian dalam dan aktivitas tubuh tidak mempengaruhi nyeri.

5) NPB Psikogenik

NPB psikogenik pada umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa

atau kecemasan dan depresi atau campuran antara kecemasan dan depresi

sebab biasanya setelah dilakukan pemeriksaan lengkap hasilnya tidak


20

memberikan jawaban yang pasti dan semua kemungkinan faktor organik

tidak dapat dibuktikan sebagai faktor etiologi dari NPB.

2.5 Faktor risiko

1) Usia

Setiap orang berpotensi untuk mengalami nyeri punggung bawah,

akan tetapi risikonya akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia

karena terjadi penurunan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional. Salah

satunya yaitu terjadi degenerasi yang menyebabkan stabilitas pada tulang

berkurang, kekuatan dan ketahanan otot berkurang yang menimbulkan

nyeri punggung bawah.16 Selain itu, dengan semakin meningkatnya usia,

terjadi penurunan fungsi dari diskus intervertebralis sebagai pereda

benturan apabila ada beban mendadak dikarenakan kandungan air dalam

diskus intervertebralis berkurang. Sehingga hal ini dapat menyebabkan

terjadinya hernia nukleus pulposus (HNP) yang merupakan salah satu

faktor penyebab terjadinya nyeri punggung bawah pada orang yang

berusia lebih tua, dan cenderung pada dekade 50 – 60 tahun.3

2) Jenis kelamin

Penelitian yang dilakukan Hoy, dkk17 tahun 2012 menyatakan

bahwa perempuan lebih berisiko mengalami nyeri punggung bawah

dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan pada perempuan

terjadi menstruasi dan kehamilan yang menyebabkan nyeri punggung

bawah serta osteoporosis pascamenopause.17


21

3) Indeks masa tubuh

Pada orang-orang yang mengalami obesitas atau kelebihan berat

badan akan terjadi peningkatan berat pada vertebra sehingga menekan

diskus, strukur vertebra rawan terjadi herniasi pada diskus lumbalis yang

menyebabkan penderita akan mengeluh nyeri punggung bawah.17

4) Pekerjaan

Karakteristik pekerjaan yang dilakukan seseorang turut

mempengaruhi nyeri punggung bawah diantaranya seperti faktor postur

atau posisi dalam melakukan kerja. Dibandingkan dengan posisi berdiri,

posisi duduk menurunkan lordosis dari lumbal dan meningkatkan aktivitas

dari otot punggung bawah, menambah tekanan pada diskus dan tekanan

pada iskium yang berperan dalam terjadinya keluhan nyeri punggung

bawah. Itulah mengapa diskus intervertebralis lumbal dianggap sebagai

penyebab umum dari nyeri punggung bawah. Hal lain yang juga turut

berperan yaitu postur tubuh yang membungkuk ataupun memutar yang

berkepanjangan merupakan postur tubuh yang buruk yang secara

signifikan berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah. Postur

statis dalam kerja fisik memungkinkan pergerakan yang terjadi sangat

minimal sehingga menimbulkan kelelahan akibat peningkatan beban pada

otot tendon. Sama halnya dengan kerja yang memerlukan tenaga yang

besar seperti, aktivitas menahan beban yang berat, mendorong, dan

mengangkat yang mengakibatkan peregangan otot yang berlebihan

sehingga mempertinggi risiko terjadinya keluhan nyeri punggung bawah.17


22

5) Tingkat pendidikan

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan di Norwegia oleh

Vedoy tahun 2013 disebutkan bahwa individu dengan tingkat pendidikan

yang lebih tinggi atau dengan gelar sarjana memiliki resiko yang rendah

untuk mengalami nyeri punggung bawah. Hal ini dikaitkan dengan tingkat

pengetahuan mereka yang menyadari akan pentingnya kesehatan sehingga

mendorong mereka untuk memungkinkan gaya hidup sehat seperti

berjalan, berolahraga, cukup minum, dan menghindari kelebihan berat

badan. Juga dari penelitian yang dilakukan Mullahy tahun 2008, dikatakan

bahwa individu yang terdidik memiliki waktu untuk terlibat dalam latihan

fisik dibandingkan dengan individu yang kurang berpendidikan. Sehingga

dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan memiliki korelasi yang kuat

dengan timbulnya keluhan nyeri punggung bawah pada tiap individu.18

2.6 Penyakit yang berhubungan dengan keluhan NPB

1) Proses degeneratif

a) Hernia Nucleus Pulposus

Herniasi
lumbal

Gambar 2.5. Herniasi pada vertebra lumbal


[sumber: Chou R. Low back pain (Chronic). Clinical evidence
handbook a publication of BMJ publishing group, 2011; 84 (4):
437-438]9
23

Keadaan ini terjadi akibat rupturnya annulus fibrosus sehingga

nukleus pulposus mengalami herniasi atau menonjol dan menekan akar

saraf spinal yang menimbulkan nyeri dan defisit neurologis. Vertebra

lumbal merupakan area yang paling sering terpengaruh oleh rupturnya

annulus fibrosus sehingga hernia nukleus pulposus dapat menjadi salah

satu penyebab terjadinya nyeri punggung bawah.19

Kandungan air diskus berkurang seiring bertambahnya usia (dari

90% pada masa bayi menjadi 70% pada usia lanjut). Selain itu, serat-serat

menjadi lebih kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut berperan

menimbulkan perubahan yang menyebabkan herniasi nukleus pulposus

melalui annulus disertai penekanan akar saraf spinalis.19

Sebagian besar herniasi diskus terjadi di daerah lumbal di antara

ruang lumbal IV ke V (L4 ke L5) atau lumbal kelima ke sakral pertama

(L5 ke S1). Arah tersering herniasi nukleus pulposus adalah posterolateral.

Karena akar saraf di daerah lumbal miring ke bawah sewaktu keluar

melalui foramen saraf, herniasi diskus antara L5 dan S1 lebih

mempengaruhi akar saraf S1 daripada L5.19

Gejala klinis bergantung pada lokasi herniasi. Apabila lokasi

herniasi L4 ke L5 maka akar saraf yang terkena adalah L5 dan nyeri akan

terasa di atas sendi sakroiliaka, panggul, aspek lateral paha dan betis,

aspek medial kaki (nyeri yang menyebar ke panggul dan tungkai disebut

sciatika). Dapat menyebabkan kaki lunglai (footdrop), kesulitan dorsifleksi


24

kaki dan atau jempol kaki, kesulitan berjalan dengan tumit serta parestesia

tungkai lateral, bagian distal kaki, di antara jari kaki pertama dan kedua.19

Apabila lokasi herniasi L5 ke S1 maka akar saraf yang terkena

adalah S1 dengan nyeri di atas sendi sakroiliaka, bagian posterior seluruh

tungkai sampai ke tumit, aspek lateral kaki. Dapat menyebabkan

melemahnya fleksi plantar, abduksi jari kaki dan otot hamstring; kesulitan

berjalan jinjit serta parestesia pada pertengahan betis dan aspek lateral

kaki, termasuk jari kaki keempat dan kelima, terjadi atrofi gastrocnemius.19

b) Spondilosis

Spondilosis terjadi akibat perubahan degeneratif pada korpus

vertebra, arkus, prosesus artikularis serta ligament yang menghubungkan

ruas-ruas tulang belakang. Penderita akan mengeluh nyeri pada punggung

bagian bawah atau paraestesia karena menyempitnya foramina

intervertebralis sebagai hasil dari menyempitnya diskus dan timbulnya

osteofit-osteofit yang biasanya terlihat pada bagian anterior dan lateral

dari margin superior dan inferior korpus vertebra. Osteofit merupakan

hasil dari formasi tulang baru dalam respon terhadap penekanan pada

ligament dan sering terjadi pada usia >50 tahun. Osteofit sendiri tidak

menimbulkan nyeri. Jika saluran dari akar saraf menyempit, hal ini dapat

menimbulkan kompresi akar saraf dan pasien akan mengalami nyeri, atau

mungkin ada mati rasa, paraestesia, atau kelemahan lower motor neurone

dalam distribusi saraf yang relevan.20


25

c) Stenosis kanal spinal lumbalis

Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari penyempitan

osteoligamentous vertebral canal dan atau intervertebral foramina yang

menyebabkan penekanan pada thecal sac dan atau akar saraf. Gejala

klinis yang muncul yaitu pasien akan mengalami nyeri punggung bawah

dan juga nyeri pada ekstremitas bawah berupa rasa terbakar hilang timbul

maupun kesemutan saat berjalan dan lama kelamaan akan menyebabkan

kelemahan tungkai dan kehilangan fungsi sensorik. Stenosis spinal sering

ditemukan pada pria maupun wanita berusia >50 tahun karena seiring

dengan peningkatan usia maka jaringan pendukung vertebra menjadi tebal

dan keras, tulang dan sendi membesar, permukaan tulang menonjol keluar

(disebut tulang taji).21

2) Inflamasi

a) Arthritis rheumatoid

Artrhitis rheumatoid termasuk penyakit autoimun yang menyerang

persendian tulang. Sendi yang terjangkit mengalami peradangan, sehingga

terjadi pembengkakan, nyeri dan kemudian sendi mengalami kerusakan.

Akibatnya terjadi sinovitis (radang pada sinovium) yang menahun, akan

terjadi kerusakan pada tulang rawan, sendi, tulang, tendon dan ligament

dalam sendi.22 Arthritis rheumatoid juga dapat melibatkan vertebra karena

terjadi perubahan patologi pada sendi diartroidal sendi facet dan sendi

sakroiliaka serta ruang ampiartroidal diskus intervertebral sehingga dapat

menimbulkan nyeri akibat proses peradangan pada sendi facet. Destruksi


26

rheumatoid dari sendi facet lumbal memungkinkan terjadi subluksasi

anterior ringan dari vertebra.22

b) Spondilitis ankilopoetika

Kelainan pada artikulus sakroiliaka merupakan bagian dari

poliartritis rheumatoid yang juga didapatkan di tempat lain. Kelainan

tersebut menimbulkan nyeri setempat dan nyeri rujukan. Kelainan ini

terutama ditemukan pada anak laki-laki usia 20-30 tahun, berlangsung

secara kronik progresif sampai terjadi ankilosis. Rasa nyeri pada

spondilitis ankilopoetika timbul akibat terbatasnya gerakan pada kolumna

vertebralis, artikulus sakroiliaka, artikulus costovertebralis dan

penyempitan foramen intervertebralis. Proses nyeri didaerah pinggang

biasanya lambat laun akan menjalar ke atas. Diagnosis dari spondilitis

ankilopoetika ini berdasarkan kriteria New York yang telah dimodifikasi

yang terdiri dari kriteria klinik terdapat nyeri punggung bawah dan

kekakuan lebih dari 3 bulan yang dipicu oleh aktivitas namun tidak reda

saat istirahat, keterbatasan gerak dari vertebra lumbal, dan keterbatasan

ekspansi dada. Kriteria radiologik yaitu sakroilitis grade 3-4 unilateral.23

3) Gangguan metabolisme

a) Osteoporosis

Osteoporosis merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan

menurunnya massa tulang oleh karena berkurangnya matriks dan mineral

tulang disertai dengan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, dengan

akibat menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi kecenderungan


27

tulang mudah patah. Menurunnya massa tulang dan memburuknya

arsitektur jaringan tulang berhubungan erat dengan proses remodeling

tulang. Pada proses tersebut tulang mengalami penyerapan dan

pembentukan sel yang berperan dalam pembentukan tulang disebut

osteoblas, sedangkan osteoklas bertanggung jawab untuk penyerapan

tulang. Pada osteoporosis, akan terjadi abnormalitas bone turnover, yaitu

terjadinya proses penyerapan tulang lebih banyak daripada proses

pembentukan tulang.24

Sedangkan pada wanita pascamenopause terjadi defisiensi hormon

estrogen, yang merangsang keluarnya mediator-mediator yang

berpengaruh terhadap aktivitas sel osteoklas, yang berfungsi sebagai sel

penyerap tulang. Gangguan metabolik dapat menimbulkan fraktur

kompresi hanya karena trauma ringan. Penderita menjadi bungkuk dan

pendek dengan nyeri yang tajam atau radikular di daerah pinggang.24

4) Neoplasma

Neoplasma menyebabkan nyeri punggung bawah yang lebih dirasakan

pada waktu berbaring atau pada waktu malam. Dapat disebabkan oleh tumor

jinak seperti osteoma, penyakit paget, osteoblastoma, hemangioma,

neurinoma, meningioma atau tumor ganas baik primer (myeloma multiple)

maupun sekunder: metastasis karsinoma payudara, prostat, paru, tiroid, ginjal,

dll. Metastasis tumor ganas sangat sering ke corpus vertebra karena banyak

mengandung pembuluh darah vena. Tumor-tumor ini merangsang ujung-ujung


28

saraf sensibel dalam tulang dan menimbulkan rasa nyeri lokal atau menjalar ke

sekitarnya, dan dapat terjadi fraktur patologik.25

5) Kelainan congenital

a) Facet tropismus

Sendi facet adalah perpanjangan dari lamina dan dilindungi oleh

tulang rawan hialin pada permukaannya, serta terdapat pada persendian

posterolateral di antara dua vertebra. Facet tropismus didefinisikan sebagai

asimetri antara sudut sendi facet kiri dan kanan vertebra lumbal. Sudut

yang berbeda dapat menyebabkan peningkatan beban geser dalam rotasi

aksial segmen gerak yang sangat penting dalam proses degenerasi diskus.

Sendi facet yang tidak simetris menyebabkan beban geser yang lebih

dalam rotasi aksial dan mengakibatkan peningkatan tekanan torsi pada

annulus fibrosus. Pada keadaan ini, arah sendi faset yang berlawanan akan

membatasi gerakan dan dapat menyebabkan subluksasi karena degenerasi

sendi faset, serta dapat menimbulkan nyeri punggung bawah terutama pada

gerakan mendadak.26

b) Kelainan vertebra seperti sakralisasi dan lumbalisasi

Secara anatomis, jumlah vertebra lumbal (VL) adalah 5 ruas yang

dihitung dari VL I dibawah vertebra thoracal (V Th) XII yang mempunyai

costa. Variasi jumlah ruas VL mempunyai beberapa kepentingan klinis

seperti apabila jumlah VL hanya 4 ruas disebut sebagai sakralisasi yaitu

vertebra L5 seluruhnya atau sebagian menjadi satu dengan os sakrum

sehingga pergerakan menjadi terbatas (sindrom Bertolotti), akibatnya


29

setiap pergerakan yang berlebihan atau melampaui batas akan

menimbulkan nyeri punggung bawah. Pada sakralisasi prolaps VL4 dan

sacrum menyebabkan sindroma L5. Apabila terdapat 6 ruas VL disebut

sebagai lumbalisasi yang menyebabkan kolumna vertebralis lumbal

menjadi lebih panjang, sehingga tekanan dan tarikan pada otot dan

ligament menjadi lebih besar. Pada lumbalisasi, prolaps diskus

intervertebral VL 5 – VL 6 mengakibatkan sindrom S1 (sacral-1).27

2.7 Diagnosis

A. Anamnesis19

Pada anamnesis perlu ditanyakan beberapa hal seperti:

1. Lokasi:

Dibagian manakah anda merasakan nyeri?

Apakah nyerinya menyebar?

Apakah nyeri di permukaan atau di dalam?

Umumnya penderita nyeri punggung bawah akan mengalami nyeri

pada daerah lumbosakral. Apabila nyeri menyebar ke tungkai bawah

mengindikasikan adanya iritasi pada akar saraf.

2. Cara awitan:

Kapan anda merasakan nyeri?

Apakah timbulnya mendadak atau secara perlahan?


30

Nyeri pada sore atau malam hari biasanya timbul akibat aktivitas

berkepanjangan karena postur dan menghilang saat istirahat. Adanya lesi

pada tulang yang menimbulkan nyeri seperti kanker metastatik dirasakan

pada malam hari sedangkan nyeri arthritis dirasakan pada gerakan-gerakan

pertama biasanya pagi hari saat bangun tidur.

3. Faktor yang memperberat dan memperingan

Apakah ada kejadian tertentu yang tampaknya menimbulkan nyeri?

Apa yang menyebabkan nyeri bertambah parah (misalnya gerakan atau

perubahan posisi, batuk atau mengejan, minum atau makan?)

Apa yang menyebabkan nyerinya berkurang? (misalnya istirahat:tidur,

perubahan posisi seperti berdiri, duduk, berbaring atau membungkuk)

Apabila nyeri berkurang saat istirahat dan bertambah berat saat

beraktifitas, biasanya disebabkan oleh lesi mekanis. Sedangkan jika nyeri

menetap ketika beristirahat, merupakan indikasi adanya tumor. Pada HNP,

nyeri bertambah berat dirasakan terutama saat batuk, bersin atau saat

melakukan valsava manuver.

4. Kualitas:

Bagaimanakah sifat nyeri yang anda rasakan? (misalnya berdenyut,

tumpul, pegal, tajam, seperti tertusuk, perih, seperti terbakar)

5. Derajat nyeri:

Seberapa hebat nyeri yang anda rasakan? (pasien diminta untuk mengukur

derajat nyeri)
31

Derajat nyeri yang tinggi pada penderita nyeri punggung bawah

secara signifikan mengalami disabilitas yang lebih berat dibandingkan

dengan derajat nyeri yang rendah sehingga dibutuhkan obat-obatan.

Penilaian derajat nyeri dibagi atas pasien dengan ketidakmampuan

verbal karena terganggu kognitifnya, dalam keadaan tersedasi maupun

dalam penggunaan mesin ventilator dan pasien yang memiliki kemampuan

verbal sehingga dapat mengungkapkan sendiri rasa sakitnya. Penilaiannya

dilakukan dengan berbagai macam cara baik dengan skala numerik

maupun dengan skala verbal. Skala numerik terdiri dari verbal dan tulisan.

a. Pasien dapat berkomunikasi

1) Numerical Rating Scale (NRS)

Gambar 2.6.Numerical Rating Scale


[sumber: Yudiyanta, Khoirunnisa N, Novitasari RW. Assessment
nyeri. CDK, 2015; 42(3): 1-21]28

Derajat nyeri diukur dengan mengobyektifkan pendapat

subyektif nyeri dari skala 0 merupakan keadaan tanpa atau bebas

nyeri hingga 10 merupakan keadaan nyeri yang sangat hebat dalam

24 jam terakhir. Skala ini digunakan pada pasien dewasa atau

untuk anak diatas 10 tahun. Kekurangannya yaitu skala ini tidak

dapat memastikan sifat kompleks nyeri atau adanya perbaikan

karena fluktuasi dari gejala. Intrpretasi hasil penilaian yaitu, 0=


32

tidak nyeri, 1-3= nyeri ringan, 4-6= nyeri sedang, 7-10= nyeri

berat.29

2) Verbal Descriptor Scale (VDS)

Verbal descriptor scale juga disebut sebagai verbal rating

scale yang pengukurannya menggunakan enam poin lisan

penilaian kategoris. Pasien diminta untuk memilih salah satu

dari enam deskriptor yang paling akurat mendeskripsikan

intensitas rasa nyeri pasien. Deskriptor lisan yaitu ‘tidak ada

nyeri’, ‘sedikit nyeri’, ‘nyeri ringan’, ‘nyeri sedang’, ‘nyeri berat’,

‘nyeri sangat ekstrim’. Pengukuran derajat nyeri menggunakan

skala ini dapat dilakukan dalam satu menit.30

3) Visual Analogue Scale (VAS)

Gambar 2.7.Visual Analogue Scale


[sumber: Yudiyanta, Khoirunnisa N, Novitasari RW. Assessment
nyeri. CDK, 2015; 42(3): 1-21]28

Skala ini berupa penggambaran verbal dengan garis lurus

yang panjangnya 10cm (100mm) dan pasien diminta untuk menilai

derajat nyeri dalam satu menit. Penilaian VAS diukur

menggunakan penggaris dengan nilai 0 – 4 mm= tidak nyeri, 5 –

44 mm= nyeri ringan, 45 – 74mm= nyeri sedang dan 75 –100mm=

nyeri berat. VAS merupakan pengukuran derajat nyeri yang lebih

sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada garis

daripada dipaksa memilih satu kata atau satu angka dan apabila
33

terdapat sedikit perubahan dalam intensitas nyeri dapat dideteksi

serta penggunaannya sangat mudah dan sederhana.28 Namun pada

pasien lanjut usia dengan gangguan keterampilan motorik dan

untuk periode pascabedah tidak bermanfaat karena dibutuhkan

koordinasi visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi dalam

penggunaan VAS.28 Walaupun demikian, VAS merupakan

pengukuran derajat nyeri yang paling sering digunakan serta

direkomendasikan oleh American College of Rheumatology.29

b. Pasien tidak dapat berkomunikasi

1) Skala FLACC (Faces, Legs, Activity, Cry and Consolability)

Skala ini merupakan skala perilaku yang tiap kategorinya

diberi nilai 0-2 dan dijumlahkan untuk mendapat nilai total 0-10.

Digunakan pada anak mulai usia 2 bulan-7 tahun dengan

penilaian ekspresi muka 0-2, gerakan kaki 0-2, aktivitas 0-2,

menangis 0-2, kemampuan dihibur 0-2. Hasil penilaiannya yaitu

0= rileks dan nyaman, 1-3= nyeri ringan, 4-6= nyeri sedang, 7-

10= nyeri hebat. Selain pada anak, skala ini juga dapat digunakan

pada orang dewasa yang tidak mampu berbicara karena intubasi.31

2) Skala wajah Wong Baker


34

Gambar 2.8. Skala Wong Baker


[sumber: Arsyawina. Perbandingan skala critical-care pain
observation tool (CPOT) dan Wong-Baker faces rating scale
dalam menilai derajat nyeri pada pasien dengan ventilasi
mekanik di ruang ICU RSUD Tugurejo Semarang.[Tesis].
Program Studi Epidemiologi Universitas Diponegoro Semarang:
2014]32
Skala ini merupakan skala wajah yang terdiri dari enam

wajah dengan ekspresi berbeda, dari wajah bahagia hingga wajah

sedih digunakan untuk mengekspresikan rasa nyeri. Penelitian

yang dilakukan pada anak berkulit hitam 3-18 tahun yang

dilakukan untuk menguji reliabilitas Wong-Baker dengan jumlah

sampel 100 orang, menunjukkan bahwa penggunaan Wong-Baker

belum memuaskan walaupun reliabilitasnya cukup baik dengan

nilai inter-raterrealiability (ICC=0,67) dikarenakan skala ini

digunakan pada pasien anak > 3 tahun dan pasien dewasa yang

tidak dapat mendeskripsikan intensitas nyerinya dengan

angka.28

3) Behavioral Pain Scale (BPS)

Tabel 2.2 Behavioral Pain Scale


35

[sumber: Arsyawina. Perbandingan skala critical-care pain


observation tool (CPOT) dan Wong-Baker faces rating scale dalam
menilai derajat nyeri pada pasien dengan ventilasi mekanik di ruang
ICU RSUD Tugurejo Semarang.[Tesis]. Program Studi Epidemiologi
Universitas Diponegoro Semarang: 2014]32

Skala ini terdiri dari tiga indikator yaitu: ekspresi wajah,

pergerakan ekstremitas atas, dan toleransi terhadap ventilasi

mekanik. Penggunaan indikator pergerakan dikarenakan saat

dilakukan suatu prosedur biasanya dianggap sebagai indikator

nyeri perilaku dan sering disertakan dalam skala nyeri perilaku

anak. Sedangkan ekspresi wajah digunakan sebagai indikator

karena dihubungkan dengan berbagai stimulai nosiseptif yang

menunjukkan bukti untuk ekspresi wajah dapat diterima sebagai

indikator nyeri. Namun, untuk indikator toleransi terhadap

ventilasi mekanik seperti batuk atau melawan belum mendapat

banyak perhatian.32

4) Critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT)

Skala ini merupakan skala sikap untuk menilai nyeri pada

pasien kritis yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal. Terdiri

dari 4 bagian kategori berbeda yaitu ekspresi wajah, pergerakan

badan, tegangan otot dan keteraturan dengan ventilator untuk

pasien yang tidak terintubasi maupun pasien terintubasi. Tiap

kategori memiliki skor 0 - 2 dengan jangkauan kemungkinan 0 - 8.

Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa skala CPOT

cukup reliabel untuk menilai nyeri pada pasien dengan penurunan

kesadaran.32
36

Tabel 2.3 Skala CPOT

Indikator Skor Deskripsi


Ekspresi Santai, netral (0) Tidak ada ketegangan otot yang terlihat
wajah Tegang (1) Merengut, alis menurun, orbit menegang
dan terdapat kerutan levator atau
perubahan lainnya (misalnya membuka
mata atau menangis selama prosedur
nosiseptif)
Meringis (2) Semua gerakan wajah sebelumnya
ditambah kelopak mata tertutup rapat
(pasien dapat mengalami mulut terbuka
atau menggigit tabung endotrakeal)
Gerakan Tidak adanya Tidak bergerak sama sekali (tidak berarti
Tubuh gerakan (0) atau tidak adanya rasa sakit) atau posisi
posisi normal normal (gerakan tidak dilakukan
terhadap bagian yang terasa nyeri atau
tidak dilakukan untuk tujuan
perlindungan)
Perlindungan (1) Lambat, gerakan hati-hati, menyentuh
atau menggosok bagian yang nyeri,
mencari perhatian melalui gerakan
Kegelisahan/ Menarik tabung, mencoba untuk duduk,
agitasi (2) menggerakkan tungkai/ meronta-ronta,
tidak mengikuti perintah, menyerang
staf, mencoba turun dari tempat tidur
Kepatuhan Menoleransi Alarm tidak dimatikan, ventilasi muda
dengan ventilator atau
ventilator gerakan (0)
(pasien Batuk tapi Batuk, alarm dapat diaktifkan tapi
diintubasi) menoleransi (1) berhenti secara spontan
Melawan Tidak ada sinkronisasi: menghalangi
ventilator (2) ventilasi, alarm sering diaktifkan
Vokalisasi Berbicara dalam Berbicara dalam suara normal atau tidak
(pasien nada normal atau ada suara sama sekali
diekstubasi) tidak ada suara (0)
Menghela napas, Menghela napas, merintih
37

merintih (1)
Menangis, terisak- Menangis, terisak-isak (2)
isak (2)
Ketegangan Santai (0) Tidak ada perlawanan pada gerakan
otot pasif
Tegang kaku (1) Perlawanan pada gerakan pasif
Sangat tegang atau Perlawanan kuat sampai gerakan pasif
kaku (2) atau ketidakmampuan mereka untuk
menyelesaikannya
Jumlah

[sumber: Arsyawina. Perbandingan skala critical-care pain observation tool


(CPOT) dan Wong-Baker faces rating scale dalam menilai derajat nyeri pada
pasien dengan ventilasi mekanik di ruang ICU RSUD Tugurejo Semarang
[Tesis] Program Studi Epidemiologi Universitas Diponegoro Semarang: 2014]32

6. Efek pada kehidupan sehari-hari: apakah nyeri mengganggu aktivitas

keseharian anda seperti makan, tidur, aktivitas seksual, menyetir?

7. Metode untuk mengurangi nyeri:

Apa yang pernah anda lakukan untuk menolong mengurangi nyeri?

Apa yang anda lakukan tetapi tidak bermanfaat untuk mengurangi nyeri?

B. Pemeriksaan fisik20

Pada inspeksi dilihat bentuk dari kolumna vertebralis, apakah ada kelainan

seperti skoliosis atau tidak. Jika lordosis berkurang, menunjukkan adanya

spasme otot paravertebral. Kemudian pada palpasi, dengan melakukan

penekanan pada ruang intervertebralis, kadang-kadang dapat menentukan

letak segmen yang menyebabkan nyeri. Fraktur pada vertebra dapat diketahui

dengan melakukan penekanan menggunakan jempol pada prosesus spinosus.

C. Pemeriksaan khusus

1. Well leg raise test


38

Gambar 2.9.Well leg raise test


[sumber: Cook CE & Hegedus EJ. Orthopedic physical
examination tests. An evidence based approach. 2nd Ed
New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2013]33

Pemeriksaan ini dilakukan dengan membaringkan pasien posisi supinasi

pada plinth. Kemudian pemeriksa memegang kalkaneus pada tungkai yang

tidak bersangkutan dengan keadaan nyeri punggung dan menempatkan tangan

yang lain pada permukaan anterior paha pasien untuk mencegah fleksi dari

lutut. Setelah itu, pemeriksa melakukan fleksi pasif dari panggul pasien sambil

mempertahankan lutut dalam keadaan ekstensi. Interpretasi well leg raise test

positif apabila pasien merasakan nyeri pada sisi yang bersangkutan, dan

mengindikasikan kerusakan diskus intervertebralis.33

2. Slump sit test

Gambar 2.10.Slump sit test


[sumber: Cook CE & Hegedus EJ. Orthopedic
physical examination tests. An evidence based
39

approach. 2nd Ed New Jersey: Pearson Prentice Hall,


2013]33

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien duduk pada ujung meja

pemeriksa dengan lengan dibelakang. Kemudian pasien melunjurkan kaki dan

membentuk tubuh dalam keadaan fleksi maksimal. Jika tidak ada perubahan,

pemeriksa meminta pasien untuk meluruskan lututnya atau salah satu lutut

diluruskan pasif dan nilai gejalanya. Jika tetap tidak ada perubahan, pemeriksa

melakukan dorsifleksi pergelangan kaki dengan ekstensi lutut dan nilai

gejalanya. Selain itu, juga dapat dilakukan fleksi leher untuk tambahan

penilaian gejala, kemudian lihat apakah gejala mereda. Hal ini harus dilakukan

pada ekstremitas inferior bilateral. Interpretasi positif apabila timbul gejala,

sensitisasi dan asimetrik.34

3. Valsalva manuver

Gambar 2.11.Valsalva manuver


[sumber: Cook CE & Hegedus EJ. Orthopedic physical
examination tests. An evidence based approach. 2nd Ed
New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2013]33

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien duduk dan pemeriksa

berada disamping pasien. Kemudian pasien diminta untuk menahan napas dan

mengejan. Tes ini dianggap positif apabila nyeri meningkat akibat

peningkatan tekanan intratekal yang merupakan indikasi untuk herniasi

diskus, tumor atau osteofit di kanal lumbal. Nyeri mungkin terlokalisasi atau

menimbulkan nyeri alih ke dermatom yang sesuai.35,36


40

4. Faber test (Patrick Test)

Gambar 2.12.Faber test


[sumber: Cook CE & Hegedus EJ. Orthopedic physical
examination tests. An evidence based approach. 2nd Ed
New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2013]33

Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan abnormalitas iliopsoas,

sakroiliaka, dan sendi panggul. Pasien berbaring supinasi pada meja

pemeriksaan dan pemeriksa melakukan fleksi pasif, abduksi, dan rotasi

eksternal pada ekstremitas terkait sampai kaki bertumpu pada lutut yang

berlawanan. Kemudian pemeriksa memberikan tekanan di lutut pada sisi yang

nyeri dan pada SIAS sisi yang tidak nyeri. Nyeri dinilai sesuai lokasi dan jenis

nyerinya.33

D. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium

Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu

pemeriksaan LED dan morfologi darah tepi. Pada pemeriksaan ini dapat

diketahui adanya infeksi atau myeloma. Selain itu, dapat dilakukan

pemeriksaan elektroforesis protein serum untuk mengetahui protein

myeloma.25

b. Pemeriksaan radiologis
41

Dari pemeriksaan ini dapat diketahui adanya penyempitan ruang diskus

intervertebral, pergeseran korpus vertebra, dan infiltrasi tulang oleh tumor.25

2.8 Penatalaksanaan

Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri punggung

bawah ini terdiri atas penanganan nonfarmakologi dan farmakologi,

sebagai berikut:

A. Nonfarmakologi

1. Terapi Manual

Prosedur ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi rasa sakit dan

mencegah timbulnya kecacatan pada penderita nyeri punggung bawah

dengan defisit mobilitas, dan meningkatkan mobilitas vertebra dan

pinggul.13 Terapi ini dapat dilakukan jika memenuhi syarat berikut ini:13

a) Tidak ada gejala dari distal tungkai sampa lutut

b) Durasi gejala <16 hari

c) Setidaknya satu pinggul dengan >35⁰ rotasi internal

d) Hipomobilitas lumbal

e) Skor FABQ-W < 19

2. Latihan koordinasi tubuh dan penguatan


42

Tujuan dilakukannya latihan ini adalah untuk membantu

mengembalikan keseimbangan di vertebra. Untuk teknik fleksibilitas harus

dilakukan setidaknya 5 kali seminggu, sedangkan bagian penguatan harus

dilakukan 3-4 kali seminggu.37

3. William’s flexion exercise

Williams flexion exercise (WFE) merupakan program back exercise

yang ditujukan untuk memperkuat kelompok otot fleksor punggung dan

memperbaiki lingkup gerak atau fleksibilitas lumbal.38

4. Mobilisasi saraf

Mobilisasi saraf adalah teknik manipulatif dengan menggerakan

jaringan saraf dan meregangkannya. Penanganan sebaiknya tidak

memprovokasi nyeri. Relaksasi maksimal pasien dan daerah nyeri akan

memungkinkan gerakan saraf yang lebih baik. Jika teknik ini mulai

mengiritasi nyeri sebaiknya kurangi amplitudo, interval, atau kecepatan

dari teknik ini.39

5. Traksi

Traksi manual lumbal yaitu, traksi yang diberikan oleh terapis, yang

bertujuan untuk menghambat impuls nyeri (nosiseptif), meningkatkan

mobilitas, mengurangi stress mekanik, mengurangi kejang otot atau

kompresi akar saraf. Saat dilakukan traksi lumbal, sering dijumpai bunyi

yang mengikuti manipulasi tersebut. Bunyi yang muncul saat manipulasi

traksi lumbal dapat berupa kembalinya posisi sendi ke posisi semula dan
43

kemungkinan pergeseran dari tendon atau ligamentum. Efek terapeutik

dari traksi lumbal yaitu mengurangi nyeri dimana saat pemberian traksi

terdapat gerak kejut yang akan meningkatkan cairan intraartikular dalam

sendi sehingga terjadi peningkatan sirkulasi jaringan dan iritasi jaringan

dan nyeri pun menjadi berkurang. Selain itu, traksi lumbal yang diberikan

akan mengakibatkan regangan pada permukaan facet sehingga

menyebabkan jarak permukaan sendi menjauh atau regang serta traksi

dapat merangsang reseptor sendi yaitu mekanoreseptor yang dapat

menginhibisi pengiriman stimulus nosiseptif pada medulla spinalis melalui

modulasi level spinal. Indikasi dilakukannya traksi lumbal yaitu penderita

yang mengalami herniasi diskus dengan protursi, disfungsi sendi, penyakit

diskus degeneratif, penyakit sekunder oleh tumor atau infeksi, dan

vascular compromise. Sedangkan wanita hamil, pasien dengan instabilitas

spinal, osteoporosis, hiatal hernia dan claustrophobia merupakan

kontraindikasi dilakukannya traksi lumbal.40

B. Farmakologi

Penggunaan jenis obat dalam manajemen nyeri ditentukan mengikuti

tipe nyeri dan kuantitas nyeri. Mengikuti kuantitas nyeri, obat diberikan

apabila nyeri semakin parah. Tujuan pengobatan pada nyeri akut yaitu

untuk mengurangi nyeri agar rehabilitasi aktif dapat dilakukan dalam

upaya membantu penyembuhan. Sedangkan pada nyeri kronis, obat akan

menjadi kurang efektif.41


44

Acetaminophen di Indonesia lebih dikenal dengan nama Paracetamol

dan tersedia sebagai obat bebas. Efek analgesik paracetamol yaitu

mengurangi nyeri ringan sampai sedang sehingga dijadikan lini pertama

pengobatan terutama jika nyeri punggung ringan. Penggunaan paracetamol

sebaiknya tidak diberikan terlalu lama dan tidak melebihi 4 gram dalam

sehari karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesik. Jika

penggunaan analgesik sederhana seperti paracetamol ini tidak efektif,

maka dapat digunakan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDS)/

cyclooxygenase-2 (COX-2) selektif inhibitor. Obat ini hanya digunakan

untuk pengobatan jangka pendek dengan durasi pengobatan hingga 3

bulan. Apabila pasien memerlukan penggunaan analgesik jangka panjang

atau terdapat kontraindikasi terhadap NSAID maka dapat dipertimbangkan

pemberian opioid lemah seperti tramadol.41

2.9 Hubungan Disabilitas dengan Nyeri Punggung Bawah

WHO mendefinisikan disabilitas atau keterbatasan aktivitas sebagai

kurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas yang dianggap normal pada

manusia.42 Keterbatasan aktivitas secara fisik sering dikeluhkan oleh penderita

yang mengalami nyeri punggung bawah. Sehingga dalam perawatannya,

direkomendasikan bagi penderita nyeri punggung bawah untuk meningkatkan

aktivitas fisik agar membantu pemulihan dan mengurangi kecacatan. Sama halnya

bagi penderita nyeri punggung bawah akut, disarankan untuk tetap aktif dan

menghindari istirahat. Sedangkan bagi penderita nyeri punggung bawah kronis,


45

lebih banyak dilakukan pendekatan aktif dengan terapi perilaku kognitif dan

latihan dibandingkan dengan penanganan pasif.43

Untuk menentukan indeks disabilitas pada penderita nyeri

punggung bawah dipakailah skala disabilitas Oswestry44 yang merupakan

standar ‘emas’ untuk disabilitas fungsional pada penderita nyeri punggung

bawah. Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan mengenai intensitas nyeri,

perawatan diri, mengangkat barang, berjalan, duduk, berdiri, tidur,

kehidupan seks, kehidupan sosial dan bepergian. Setiap pokok pertanyaan

terdiri dari 6 pertanyaan pilihan mulai dari tingkat terendah dengan skor 0

sampai pada skor tertinggi 5. Skor yang diberikan pada kuesioner yang

telah diisi oleh subyek penelitian dinyatakan dalam persen (%) merupakan

hasil bagi antara jumlah nilai jawaban dibagi jumlah skor tertinggi yang

mungkin ada pada kuesioner.44

2.10 Kerangka Teori

Faktor Risiko

A. Usia
B. Jenis kelamin
C. Tingkat pendidikan
D. Pekerjaan
E. Obesitas
46

Nyeri Punggung Bawah

Lamanya Derajat nyeri Klasifikas Disabilitas


menderit i NPB
a

Gambar 2.13 Kerangka teori


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional menggunakan desain

penelitian deskriptif-kategorik dengan pendekatan cross-sectional.

Pengukuran variabel dilakukan pada satu waktu tertentu untuk mengetahui

karakteristik pasien dengan nyeri punggung bawah.45,46

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian: RSUD Dr. M. Haulussy, Ambon

3.2.2 Waktu Penelitian: September 2016 – Oktober 2016

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah penderita dengan keluhan nyeri punggung

bawah di RSUD Dr. M. Haulussy, Ambon terhitung sejak September 2016 –

Oktober 2016.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi

yaitu penderita dengan keluhan nyeri punggung bawah yang datang ke RSUD Dr.

M. Haulussy, Ambon terhitung sejak September 2016 – Oktober 2016 yang

memiliki seluruh data variabel yang diteliti dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
47

Penelitian ini menggunakan rumus sampel untuk penelitian deskriptif kategorik

dengan rumus sebagai berikut:

Z a2 × P× Q
n=

Gambar 3.1 Rumus besar sampel deskriptif kategorik


[sumber: Dahlan, S. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan
Kesehatan. Ed.2. Jakarta: Sagung Seto. 2012]46

Ket:

Zα= Deviat baku alfa 0,05= 1,96

P= Proporsi nyeri punggung bawah dari penelitian Purnamasari (2010)47=0,911

Q= 1- P

d= Presisi, ditentukan oleh peneliti= 0,0925

Zα ² × P ×Q
Perhitungan minimal sampel: n=

( 1,96 )2 × 0,911× 0,089


n=
0,0925
0,311
n=
0,0085
n=36,58 (37 orang)

Untuk mengantisipasi kemungkinan drop out, maka besar sampel ditambahkan

n
10% dengan rumus: n' =
1−0,1

36,58
¿
0,9

= 40,64 (41 orang)


48

Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan metode

consecutive sampling yaitu semua subyek yang datang ke RSUD Dr. M.

Haulussy, Ambon dengan keluhan nyeri punggung bawah dan memenuhi kriteria

pemilihan sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

3.4 Kriteria subyek penelitian

3.4.1 Kriteria Inklusi

Pada penelitian ini yang termasuk kriteria inklusi yaitu penderita dengan

keluhan nyeri punggung bawah yang datang berobat di klinik saraf RSUD Dr. M.

Haulussy Ambon dari bulan September 2016 – Oktober 2016

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Dalam penelitian ini yang termasuk kriteria eksklusi yaitu:

a. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden

b. Pasien yang tidak kooperatif

c. Pasien dengan kunjungan berulang yang sebelumnya pernah mengisi

kuesioner
49

3.5 Kerangka Konsep

Usia

Jenis
Kelamin

Tingkat
Pendidikan

Pekerjaan
Nyeri Punggung
IMT Bawah

Lamanya
menderita

Derajat nyeri

Disabilitas

Klasifikasi
NPB

Gambar 3.2 Bagan kerangka konsep

Keterangan:

Variabel utama Variabel


tambahan
50

3.6 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel utama:

Nyeri punggung bawah

b. Variabel tambahan:

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Tingkat pendidikan

4. Pekerjaan

5. IMT

6. Lamanya menderita

7. Derajat nyeri

8. Disabilitas

9. Klasifikasi NPB
51

3.7 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Hasil ukur Skala

pengukuran ukur

Nyeri Rasa tidak nyaman, Diagnosis 1 Ya, jika Nominal


punggung nyeri, ketegangan
bawah otot, atau kekakuan dokter mengalami
(NPB) lokal di bawah batas
costa dan di atas pemeriksa keluhan NPB
lipatan glutealis
inferior, dengan atau 2 Tidak, jika
tanpa sciatica apapun
penyebabnya. tidak

mengalami

keluhan NPB
Usia Lama waktu hidup Kuesioner 1 < 20 tahun Ordinal
sejak dilahirkan 2 20 – 44 tahun
sampai dengan waktu 3 45 – 60 tahun
dilakukannya 4 >60 tahun
penelitian

Pembagian usia
sesuai dengan
penelitian
sebelumnya
olehYanra48
Jenis Identitas subyek Kuesioner 1 Laki-laki Nominal
kelamin berdasarkan organ 2 Perempuan
reproduksi saat
pengambilan data
dilakukan.
Pekerjaan Kerja yang dilakukan Kuesioner 1 PNS Nominal
oleh pasien secara 2 Wiraswasta
terus-menerus setiap 3 Petani/ buruh
hari. 4 Pensiunan
Pembagian kategori 5 Siswa
pekerjaan sesuai
penelitian
sebelumnya
olehYanra48
Tingkat Tingkat pendidikan Kuesioner 1 SD Ordinal
52

Pendidikan yang telah diikuti 2 SMP


oleh responden. 3 SMA
4 PT
Pembagian kategori
tingkat pendidikan
sesuai penelitian
sebelumnya oleh
Perdani & Husni49
IMT Keadaan tubuh yang Timbangan 1 < 17,0 (sangat Ordinal
diukur dengan injak dan kurus)
menggunakan rumus meteran 2 17 – <18,5
Index Massa Tubuh tinggi badan (kurus)
(IMT) dengan satuan 3 18,5 – 25,0
BB (kg) dan TB (m) Perhitungan (normal)
IMT dengan 4 >25,0 – 27,0
Pembagian kategori rumus: (gemuk)
IMT sesuai dengan 5
BB (kg) > 27 (obesitas)
klasifikasi DEPKES IMT=
Indonesia50 TB ²(m2 )
Klasifikasi Klasifikasi nyeri Kuesioner 1 NPB dengan Nominal
NPB punggung bawah tanda bahaya
berdasarkan (red flags)
klasifikasi 2 NPB dengan
PERDOSSI14 sindroma
radikular
3 NPB
nonspesifik
Derajat Derajat nyeri yang Kuesioner 1 0–4mm= tidak Ordinal
nyeri dirasakan pasien nyeri
dalam 24 jam terakhir 2 5–44mm= nyeri
diukur dengan visual ringan
analogue scale (VAS) 3 45–74mm=
nyeri sedang
Pembagian kategori 4 75–100mm=
derajat nyeri sesuai nyeri berat
penelitian
sebelumnya oleh
Wibowo51
Lamanya Keterangan yang Kuesioner 1 <6 minggu Ordinal
menderita menunjukkan periode (akut)
sakit dimulai dari 2 6 minggu – 12
pertama kali keluhan minggu
dirasakan sampai (subakut)
dengan penelitian ini 3 >12
dilakukan. minggu(kronis)

Pembagian kategori
lamanya menderita
sesuai penelitian
sebelumnya oleh
Kalangi P, Angliadi
E, Gessal J52
Disabilitas Kurangnya Kuesioner 1 0-20% Ordinal
kemampuan untuk disabilitas (Disabilitas
melakukan aktivitas Oswestry minimal)
53

yang dianggap 2 21-40%


normal pada manusia (Disabilitas
seperti perawatan sedang)
diri mengangkat 3 41-60%
barang, berjalan, (Disabilitas
duduk, berdiri, tidur, berat)
kehidupan seks (bila 4 61-80%
memungkinkan), (Disabilitas
kehidupan sosial, sangat berat)
bepergian serta 5 81-100%
intensitas nyeri. (Disabilitas
sangat berat
Pembagian kategori sekali)
disabilitas sesuai
dengan kuesioner
disabilitas oswestry44

3.8 Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa pertanyaan

tentang identitas responden, derajat nyeri diukur menggunakan Visual Analog

Scale (VAS) (seperti yang terlihat pada Lampiran 3) dan disabilitas diukur dengan

menggunakan kuesioner disabilitas nyeri punggung bawah Oswestry44 (seperti

yang terlihat pada lampiran 3) karena berdasarkan uji reliability analysis memiliki

nilai r=0,99. Pengisian kuesioner Oswestry dilakukan melalui wawancara

berdasarkan pertanyaan kuesioner yang terdiri atas 10 pertanyaan mengenai

intensitas nyeri, perawatan diri, mengangkat barang, berjalan, duduk, berdiri,

tidur, kehidupan seks, kehidupan sosial dan bepergian. Setiap pokok pertanyaan

terdiri dari 6 pertanyaan pilihan mulai dari tingkat terendah dengan skor 0 sampai

pada skor tertinggi 5. Skor yang diberikan pada kuesioner yang telah diisi oleh

subyek penelitian dinyatakan dalam persen (%) merupakan hasil bagi antara

jumlah nilai jawaban dibagi jumlah skor tertinggi. Kuesioner Oswestry yang asli

dalam bahasa inggris telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, kemudian


54

dibandingkan hasil terjemahan tersebut dengan bentuk aslinya dan setelah dinilai

banyak kesepadanannya.44

3.9 Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah data primer yang didapatkan langsung

melalui wawancara berdasarkan pertanyaan kuesioner dari responden. Kuesioner

yang digunakan adalah kuesioner yang dibuat sesuai dengan variabel yang akan

diteliti. Namun sebelum memulai pengisian kuesioner, peneliti akan meminta

persetujuan setelah penjelasan (informed consent).

3.10 Pengolahan & Analisis Data

3.10.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Editing. Tahap ini dapat dilakukan saat pengumpulan data maupun setelah data

terkumpul. Data yang telah terkumpul akan diperiksa kembali kelengkapan

datanya.

2. Coding. Pada tahap ini data yang telah diedit akan dilakukan pengkodean

berupa kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas kategori sesuai

dengan definisi operasional.

3. Data entry. Merupakan kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

dalam komputer sesuai dengan kode masing-masing.

4. Cleaning data. Pada tahap ini dilakukan pengecekan kembali data yang sudah

dimasukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kesalahan.

3.10.2 Analisis Data


55

Analisis data yang dilakukan dengan bantuan perangkat lunak komputer

Microsoft Excel 2010 dan Statistical Packages for Social Science (SPSS) vers. 16

for windows, dengan metode analisis univariat yang memberikan gambaran

distribusi variabel dalam jumlah (n) dan persentase bagi variabel berskala nominal

sedangkan hasil analisis data kategorik disajikan dalam bentuk tabel.

3.11 Alur Penelitian

Berikut ini adalah alur jalannya penelitian yang akan dilaksanakan:

Pemilihan pasien nyeri punggung bawah berdasarkan diagnosis dokter di


klinik saraf RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

Memenuhi kriteria inklusi

Informed
consent

Wawancara dan pengisian kuesioner

Pemasukan data dalam program komputer SPSS

Penyajian data & penyusunan


laporan penelitian

Gambar 3.3 Kerangka alur penelitian

3.12 Aspek Etik Penelitian


56

Secara garis besar, dalam penelitian ini ada 4 aspek etik penelitian, yaitu :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for person).

Peneliti menghormati harkat dan martabat subjek penelitian dalam

bentuk mempersiapkan formulir persetujuan subjek (informed

consent) yang mencakup :

a. Penjelasan tujuan penelitian

b. Penjelasan manfaat penelitian

c. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek

penelitian kapan saja.

d. Jaminan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang

diberikan oleh responden.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian dalam bentuk

tidak menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan

identitas subjek. Peneliti hanya menggunakan coding sebagai pengganti

identitas responden.

3. Keadilan dan inklusivikasi/ keterbukaan (Justice).

Prinsip keterbukaan dan adil dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan dan kerhati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu

dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan

menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa

semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan kuntungan yang

sama, tanpa membedakan agama, etnis dan sebagainya.


57

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (Benefience

and maleficence). Penelitian ini hendaknya memperoleh manfaat

semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya dan subjek

penelitian pada khususnya. Peneliti berusaha meminimalisasi dampak

yang merugikan bagi subjek.

3.13 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Tabel 3.2 Jadwal pelaksanaan penelitian

No Kegiatan 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Penyusunan
proposal
2 Perbaikan
proposal
3 Seminar
proposal
4 Pelaksanaan
penelitian
5 Pengolahan
data, analisis
data,
penyusunan
laporan
6 Seminar hasil
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

I.1 Hasil Penelitian

1. Deskripsi Umum Subyek Penelitian

Responden dalam penelitian ini berjumlah 41 orang yang telah diperiksa

oleh dokter spesialis saraf dan merupakan pasien dengan keluhan nyeri punggung

bawah.

Pengambilan data dilakukan pada bulan September hingga Oktober 2016

di Klinik Saraf RSUD Dr. M. Haulussy yang beralamat di Jl. Dr. Kayadoe

Kotamadya Ambon Provinsi Maluku, untuk mengetahui karakteristik penderita

nyeri punggung bawah berdasarkan usia, jenis kelamin, IMT, tingkat pendidikan,

pekerjaan, lamanya menderita, derajat nyeri, klasifikasi nyeri punggung bawah

dan disabilitas. Hasil penelitian didapatkan dari data umum responden, Visual

Analogue Scale (VAS) untuk derajat nyeri, dan untuk disabilitas menggunakan

kuesioner disabilitas Oswestry.

2. Hasil Analisis Data Univariat

Setelah dilakukan pengolahan data didapatkan hasil distribusi frekuensi

dan persentase berdasarkan variabel yang diteliti.

Hasil analisis data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tabel sebagai

berikut:
59

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik penderita nyeri punggung
bawah

Karakteristik Responden n (%)


Usia (tahun)
- < 20 - (0%)
- 20 – 44 10 (24,4%)
- 45 – 60 11 (26,8%)
- > 60 20 (48,8%)
Jenis Kelamin
- Laki-laki 19 (46,3%)
- Perempuan 22 (53,7%)
Pekerjaan
- PNS 3 (7,3%)
- Wiraswasta 22 (53,7%)
- Petani/ buruh 8 (19,5%)
- Pensiunan 8 (19,5%)
- Siswa - (0%)
Tingkat Pendidikan
- SD 10 (24,4%)
- SMP 8 (19,5%)
- SMA 19 (46,3%)
- PT 4 (9,8%)
IMT
- Sangat kurus 1 (2,4%)
- Kurus 4 (9,8%)
- Normal 20 (48,8%)
- Gemuk 7 (17,1%)
- Obesitas 9 (22,0%)
Lamanya menderita
- akut 6 (14,6%)
- subakut 5 (12,2%)
- kronis 30 (73,2%)
Klasifikasi NPB
- NPB dengan tanda bahaya 3 (7,3%)
- NPB dengan sindrom radikular 21 (51,2%)
- NPB nonspesifik 17 (41,5%)
Derajat nyeri
- Ringan 16 (39,0%)
- Sedang 18 (43,9%)
- Berat 7 (17,1%)

Disabilitas
- minimal 4 (9,8%)
- sedang 27 (65,9%)
- berat 7 (17,1%)
- sangat berat 2 (4,9%)
- sangat berat sekali 1 (2,4%)

Nilai % dihitung berdasarkan jumlah responden


60

Hasil penelitian yang ditunjukkan tabel 4.1 pada 41 responden yang

menderita nyeri punggung bawah berdasarkan usia menunjukkan bahwa

persentase tertinggi pada usia > 60 tahun sebanyak 20 orang (48,8%) dan terendah

pada usia < 20 tahun yaitu tidak ada responden yang berusia < 20 tahun (0%).

Berdasarkan jenis kelamin didapatkan hasil yaitu persentase tertinggi pada

kelompok perempuan sebanyak 22 responden (53,7%) sedangkan kelompok laki-

laki sebanyak 19 responden (46,3%). Berdasarkan pekerjaan didapatkan

persentase tertinggi pada wiraswasta sebanyak 22 responden (53,7%) dan tidak

ada responden siswa (0%). Berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan penderita

NPB dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 10 responden (24,4%), tingkat

pendidikan SMP sebanyak 8 responden (19,5%), tingkat pendidikan SMA

sebanyak 19 responden (46,3%) dan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (PT)

sebanyak 4 responden (9,8%). Berdasarkan IMT didapatkan persentase tertinggi

pada penderita dengan IMT normal sebanyak 20 responden (48,8%) sedangkan

persentase terendah pada penderita dengan IMT sangat kurus yaitu 1 responden

(2,4%). Berdasarkan lamanya menderita NPB, didapatkan data responden dengan

NPB akut sebanyak 6 responden (14,6%), NPB subakut sebanyak 5 responden

(12,2%) dan NPB kronis sebanyak 30 responden (73,2%). Berdasarkan derajat

nyeri, 18 responden (43,9%) mengalami nyeri sedang sedangkan 7 responden

(17,1%) mengalami nyeri berat. Berdasarkan klasifikasi NPB, 21 responden

(51,2%) mengalami nyeri punggung bawah dengan sindroma radikular, 17

responden (41,5%) mengalami nyeri punggung bawah nonspesifik, dan 3

responden (7,3%) mengalami nyeri punggung bawah dengan tanda bahaya.


61

Berdasarkan disabilitas, penderita NPB paling banyak mengalami disabilitas

sedang yaitu sebanyak 27 responden (65,9%) sedangkan penderita NPB paling

sedikit yang mengalami disabilitas sangat berat sekali yaitu sebanyak 1 responden

(2,4%).

a) Karakteristik tipe nyeri punggung bawah berdasarkan usia

Tabel 4.2. Distribusi frekuensi dan persentase tipe nyeri punggung bawah berdasarkan
usia

Tipe NPB Total


NPB dengan NPB dengan NPB
Usia tanda bahaya sindroma radikular nonspesifik
1 4 5 10
20-44 10,0% 40,0% 50,0% 100%

1 7 3 11
45-60 9,1% 63,6% 27,3% 100%

1 10 9 20
>60 5,0% 50,0% 45,0% 100%
3 21 17 41
Total 7,3% 51,2% 41,5% 100%

Karakteristik tipe nyeri punggung bawah berdasarkan usiapada tabel 4.2

menunjukkan bahwa kelompok usia 20-44 tahun cenderung mengalami NPB

nonspesifik yaitu sebanyak 50,0%, sedangkan kelompok 45-60 tahun paling

banyak yang mengalami NPB dengan sindroma radikular sebanyak 63,6% dan

kelompok >60 tahun sebanyak 50,0% cenderung mengalami NPB dengan

sindroma radikular.

b) Karakteristik tipe nyeri punggung bawah berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik tipe nyeri punggung bawah berdasarkan jenis kelamin seperti

yang ditunjukkan tabel 4.3 memperoleh hasil bahwa kelompok laki-laki

cenderung mengalami NPB dengan sindroma radikular sebanyak 52,6% sama


62

halnya dengan kelompok perempuan yang cenderung mengalami NPB dengan

sindroma radikular sebanyak 50,0%.

Tabel 4.3. Distribusi frekuensi dan persentase tipe nyeri punggung bawah berdasarkan
jenis kelamin

Tipe NPB
NPB
Jenis NPB dengan NPB dengan nonspesifi
Kelamin tanda bahaya sindroma radikular k Total
1 10 8 19
Laki-laki 5,3% 52,6% 42,1% 100%
Perempua 2 11 9 22
n 9,1% 50,0% 40,9% 100%
3 21 17 41
Total 7,3% 51,2% 41,5% 100%

c) Karakteristik tipe nyeri punggung bawah berdasarkan pekerjaan

Tabel 4.4. Distribusi frekuensi dan persentase tipe nyeri punggung bawah berdasarkan
pekerjaan

Tipe NPB
NPB dengan NPB dengan NPB
Pekerjaan tanda bahaya sindroma radikular nonspesifik Total
0 3 0 3
PNS 0% 100% 0% 100%

2 12 8 22
Wiraswasta 9,1% 54,5% 36,4% 100%

1 2 5 8
Petani/ buruh 12,5% 25,0% 62,5% 100%

0 4 4 8
Pensiunan 0% 50,0% 50,0% 100%
3 21 17 41
Total 7,3% 51,2% 41,5% 100%

Karakteristik tipe nyeri punggung bawah berdasarkan pekerjaan (seperti

yang terlihat pada tabel 4.4) menunjukkan bahwa kelompok PNS pada penelitian

ini cenderung mengalami NPB dengan sindroma radikular yaitu 3 responden

(100%). Sama halnya dengan kelompok wiraswasta yang cenderung mengalami


63

NPB dengan sindroma radikular yaitu 12 responden (54,5%). Sedangkan

kelompok petani/buruh cenderung mengalami NPB nonspesifik (62,5%).

d) Karakteristik tipe nyeri punggung bawah berdasarkan tingkat pendidikan

Adapun tingkat pendidikan dalam penelitin ini dikelompokkan atas SD,

SMP, SMA dan PT. Hasil penelitian seperti yang terlihat pada tabel 4.5

menunjukkan bahwa persentase NPB dengan sindroma radikular dan NPB

nonspesifik sama pada penderita NPB kelompok SD. Sedangkan kelompok

penderita NPB dengan tingkat pendidikan SMP cenderung mengalami NPB

nonspesifik yaitu sebanyak 50% dan untuk kelompok penderita NPB dengan

tingkat pendidikan SMA cenderung mengalami NPB dengan sindroma radikular

yaitu sebanyak 52,6%. Sedangkan kelompok penderita NPB dengan tingkat

pendidikan PT cenderung mengalami NPB dengan sindroma radikular (75,0%).

Tabel 4.5. Distribusi frekuensi dan persentase tipe nyeri punggung bawah berdasarkan
tingkat pendidikan

Tingkat Tipe NPB


Pendidika NPB dengan NPB dengan NPB
n tanda bahaya sindroma radikular nonspesifik Total
10
0 5 5 100
SD 0% 50,0% 50,0% %
8
1 3 4 100
SMP 12,5% 37,5% 50,0% %
19
2 10 7 100
SMA 10,5% 52,6% 36,8% %
4
0 3 1 100
PT 0% 75,0% 25,0% %
41
3 21 17 100
Total 7,3% 51,2% 41,5% %
64

e) Karakteristik tipe nyeri punggung bawah berdasarkan IMT

Kelompok penderita NPB dengan IMT sangat kurus cenderung mengalami

NPB nonspesifik sedangkan kelompok penderita NPB dengan IMT normal paling

banyak mengalami NPB dengan sindroma radikular yaitu sebanyak 50% sama

halnya pada penderita NPB dengan IMT gemuk sebanyak 57,1% dan obesitas

sebanyak 55,6%.

Tabel 4.6. Distribusi frekuensi dan persentase tipe nyeri punggung bawah berdasarkan
IMT

Tipe NPB
NPB dengan
NPB dengan sindroma NPB
IMT tanda bahaya radikular nonspesifik Total
0 0 1 1
Sangat kurus 0% 0% 100% 100%

0 2 2 4
Kurus 0% 50,0% 50,0% 100%

1 10 9 20
Normal 5,0% 50,0% 45,0% 100%

1 4 2 7
Gemuk 14,3% 57,1% 28,6% 100%

1 5 3 9
Obesitas 11,1% 55,6% 33,3% 100%
3 21 17 41
Total 7,3% 51,2% 41,5% 100%

f) Karakteristik tipe nyeri punggung bawah berdasarkan derajat nyeri

Pada penelitian ini derajat nyeri dikelompokkan menjadi nyeri ringan,

nyeri sedang dan nyeri berat. Seperti yang ditunjukkan oleh tabel 4.7, kelompok

penderita NPB dengan derajat nyeri ringan paling banyak disebabkan oleh NPB

dengan sindroma radikular sebanyak 50%, serupa dengan penderita NPB dengan

derajat nyeri sedang 61,1% sedangkan penderita NPB dengan derajat nyeri berat

paling banyak disebabkan oleh NPB nonspesifik sebanyak 57,1%.


65

Tabel 4.7. Distribusi frekuensi dan persentase tipe nyeri punggung bawah berdasarkan
derajat nyeri

Tipe NPB
NPB dengan
NPB dengan sindroma NPB
Derajat nyeri tanda bahaya radikular nonspesifik Total
1 8 7 16
Nyeri ringan 6,2% 50,0% 43,8% 100%

1 11 6 18
Nyeri sedang 5,6% 61,1% 33,3% 100%

1 2 4 7
Nyeri berat 14,3% 28,6% 57,1% 100%
Total 3 21 17 41

g) Karakteristik tipe nyeri punggung bawah berdasarkan lamanya menderita

Tabel 4.8. Distribusi frekuensi dan persentase tipe nyeri punggung bawah berdasarkan
lamanya menderita

Tipe NPB
NPB dengan
Lamanya NPB dengan sindroma NPB
menderita tanda bahaya radikular nonspesifik Total
0 2 4 6
Akut 0% 33,3% 66,7% 100%

0 2 3 5
Subakut 0% 40,0% 60,0% 100%

3 17 10 30
Kronis 10% 56,7% 33,3% 100%
3 21 17 41
Total 7,3% 51,2% 41,5% 100%

Karakteristik tipe nyeri punggung bawah berdasarkan lamanya menderita

seperti yang terlihat pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa kelompok penderita NPB

akut paling banyak disebabkan oleh NPB nonspesifik 66,7% serupa dengan

kelompok penderita NPB subakut juga cenderung disebabkan oleh NPB


66

nonspesifik 60%. Sedangkan kelompok penderita NPB kronis cenderung

disebabkan oleh NPB dengan sindroma radikular yaitu sebanyak 56,7%.

h) Karakteristik tipe nyeri punggung bawah berdasarkan disabilitas

Karakteristik tipe nyeri punggung bawah berdasarkan disabilitas (seperti

yang terlihat pada tabel 4.9) menunjukkan bahwa kelompok penderita NPB

dengan disabilitas minimal paling banyak disebabkan oleh NPB dengan sindroma

radikular yaitu sebanyak 75% serupa dengan kelompok penderita NPB dengan

disabilitas sedang sebanyak 48,1% dan kelompok penderita NPB dengan

disabilitas berat sebanyak 57,1%.

Tabel 4.9. Distribusi frekuensi dan persentase tipe nyeri punggung bawah berdasarkan
disabilitas

Tipe NPB
NPB
NPB dengan NPB dengan nonspesifi
Disabilitas tanda bahaya sindroma radikular k Total
0 3 1 4
Minimal 0% 75,0% 25,0% 100%

2 13 12 27
Sedang 7,4% 48,1% 44,4% 100%

0 4 3 7
Berat 0% 57,1% 42,9% 100%

0 1 1 2
Sangat berat 0% 50,0% 50,0% 100%

Sangat berat 1 0 0 1
sekali 100% 0% 0% 100%
3 21 17 41
Total 7,3% 51,2% 41,5% 100%
67

I.2 Pembahasan

a) Karakteristik penderita NPB berdasarkan klasifikasi NPB

Karakteristik penderita NPB berdasarkan klasifikasi NPB menunjukkan

bahwa persentase tertinggi terjadi pada penderita NPB dengan sindroma

radikular yaitu sebanyak 21 responden (51,2%). Nyeri punggung bawah

dengan sindroma radikular ditandai dengan nyeri memancar pada salah satu

atau lebih dermatom lumbal atau sakral yang disebabkan oleh iritasi akar

saraf, inflamasi atau kompresi.53

Boxem KV et al53 melaporkan prevalensi tahunan dari NPB dengan

sindroma radikular bervariasi dari 9,9% hingga 25% dan merupakan nyeri

neuropatik yang paling sering terjadi. Sedangkan untuk NPB nonspesifik

dilaporkan oleh Kaplan et al1 bahwa prevalensi seumur hidup NPB

nonspesifik diperkirakan 60%-70% di negara-negara industri dengan

prevalensi tiap tahunnya berkisar 15%-45%. NPB nonspesifik ditandai dengan

tidak adanya perubahan struktural seperti kompresi akar saraf, cedera tulang

atau sendi yang ditandai dengan skoliosis atau lordosis yang dapat

menyebabkan nyeri punggung bawah.54

b) Karakteristik penderita NPB berdasarkan usia

Karakteristik penderita NPB berdasarkan usia (seperti yang terlihat pada

tabel 4.1) menunjukkan bahwa yang paling banyak mengalami nyeri punggung

bawah adalah kelompok usia >60 tahun yaitu sebanyak 48,8%. Berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Yanra EP48 di poliklinik bedah RSUD Raden
68

Mattaher Jambi yang memperoleh hasil penelitian karakeristik penderita NPB

menurut usia yang terbanyak yaitu penderita usia 45-60 tahun sebanyak 30

responden (44,8%), sedangkan penderita usia >60 tahun sebanyak 13 responden

(19,4%) dan terendah yaitu penderita usia <20 tahun sebanyak 2 responden

(3,0%) dari total 67 responden. Setiap orang berpotensi untuk mengalami nyeri

punggung bawah, akan tetapi risikonya akan meningkat seiring dengan

meningkatnya usia karena terjadi penurunan kapasitas fisik dan kemampuan

fungsional. Salah satunya yaitu terjadi degenerasi yang menyebabkan stabilitas

pada tulang berkurang, kekuatan dan ketahanan otot berkurang yang

menimbulkan nyeri punggung bawah.16

Pada penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa kelompok usia > 60 tahun

cenderung mengalami NPB dengan sindroma radikular yaitu sebanyak 50,0%.

Menurut teori, insidens NPB dengan sindroma radikular meningkat dengan usia.

Itulah sebabnya insidens NPB dengan sindroma radikular lebih banyak dijumpai

pada penderita NPB kelompok usia > 60 tahun. 5 Hal ini dihubungkan dengan

proses degeneratif yang terjadi pada individu yang mengalami nyeri punggung

bawah.

c) Karakteristik penderita NPB berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik penderita NPB berdasarkan jenis kelamin (seperti yang

terlihat pada tabel 4.1) menunjukkan bahwa persentase antara kelompok

perempuan dan kelompok laki-laki tidak jauh berbeda. Dari total 41 responden, 22

responden (53,7%) diantaranya kelompok perempuan dan kelompok laki-laki

sebanyak 19 responden (46,3%). Berdasarkan teori, pada perempuan terjadi


69

menstruasi dan kehamilan yang menyebabkan nyeri punggung bawah serta

osteoporosis pascamenopause.17 Selain itu, bisa juga karena subjek pada penelitian

ini banyak berjenis kelamin perempuan. Hasil penelitian ini sepadan dengan

penelitian Yanra48 di Jambi, didapatkan bahwa persentase penderita NPB pada

kelompok perempuan lebih besar yaitu 42 responden (62,7%) dibandingkan

dengan kelompok laki-laki yaitu 25 responden (37,3%) dari total 67 responden.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perempuan cenderung

mengalami NPB dengan sindroma radikular (seperti yang terlihat pada tabel 4.3).

Sepadan dengan hasil penelitian Boxem KV55, yang memperoleh hasil bahwa

perempuan lebih dominan mengalami NPB dengan sindroma radikular yaitu

sebanyak 47 responden (72,3%) dari total 65 responden. Hal ini berhubungan

dengan gangguan keseimbangan endokrin dan osteoporosis pada perempuan.56

d) Karakteristik penderita NPB berdasarkan pekerjaan

Karakteristik penderita NPB berdasarkan pekerjaan (seperti yang terlihat

pada tabel 4.1) menunjukkan bahwa NPB lebih sering terjadi pada penderita

dengan pekerjaan wiraswasta yaitu sebanyak 22 responden (53,7%). Serupa

dengan penelitian Rahmadini57 di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang

memperoleh hasil penelitian dengan persentase tertinggi penderita NPB dengan

pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 34 responden (59,6%) dari total 57

responden. Berbeda dengan penelitian Yanra48 di RSUD Raden Matahher Jambi,

dari 67 responden diperoleh persentase penderita NPB tertinggi pada PNS

sebanyak 26 responden (38,8%) sedangkan wiraswasta hanya 11 responden

(16,4%). Hal ini berkaitan dengan sikap duduk yang lama dan statis pada PNS.48
70

Dalam penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa penderita NPB dengan

pekerjaan wiraswasta cenderung mengalami NPB dengan sindroma radikular

yaitu sebanyak 54,5%. Hal ini dapat disebabkan karena melakukan aktivitas

dengan posisi yang kurang baik. Sikap tubuh yang tidak baik akan mengakibatkan

cepat kelelahan, ketegangan otot dan akhirnya timbul nyeri punggung bawah.57

e) Karakteristik penderita NPB berdasarkan tingkat pendidikan

Karakteristik penderita NPB berdasarkan tingkat pendidikan (seperti yang

terlihat pada tabel 4.1) menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan

SMA lebih sering mengalami NPB yaitu sebanyak 19 responden (46,3%)

dibandingkan dengan responden yang memiliki tingkat pendidikan SD (24,4%),

SMP (19,5%) maupun PT (9,8%). Serupa dengan hasil penelitian Perdani &

Husni49 di RSUP Dr. Kariadi Semarang yang memperoleh persentase tertinggi

pada responden dengan tingkat pendidikan SLTA/SMA yaitu 25 responden (45%)

sedangkan responden dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 7 responden (13%),

SLTP sebanyak 15 responden (27%), PT sebanyak 8 responden (15%). Berbeda

dengan Andini58, dalam review artikelnya menyebutkan bahwa riwayat pendidikan

terakhir pekerja menunjukkan pengetahunnya dalam melakukan pekerjaan dengan

postur yang tepat dan diharapkan penderita dengan tingkat pendidikan SMA

memiliki pengetahuan yang baik dalam melakukan pekerjaan dengan postur yang

tepat. Namun, nyeri punggung bawah yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh

faktor tingkat pendidikan penderita melainkan juga dapat disebabkan oleh faktor

lain seperti melakukan aktivitas dengan posisi yang kurang baik sehingga

menyebabkan nyeri punggung bawah.


71

Dalam penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa penderita NPB dengan tingkat

pendidikan SMA cenderung mengalami NPB dengan sindroma radikular yaitu

sebanyak 52,6% (seperti yang terlihat pada tabel 4.5). Hal ini dihubungkan

dengan posisi yang kurang baik saat melakukan aktivitas atau kerja sehingga

dapat menyebabkan nyeri punggung bawah.

f) Karakteristik penderita NPB berdasarkan IMT

Karakteristik penderita NPB berdasarkan IMT menunjukkan bahwa

penderita dengan IMT normal (48,8%) lebih sering untuk mengalami NPB

(seperti yang terlihat pada tabel 4.1) dan hasil yang sama ditunjukkan dalam

penelitian Septadina & Legiran59 di poliklinik penyakit dalam Rumah Sakit Dr.

Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang yaitu bahwa persentase tertinggi

penderita NPB terjadi pada penderita dengan IMT normal yaitu sebanyak 39

responden (70,9%) dari 55 responden penelitian.

Dalam penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa penderita NPB dengan

IMT normal cenderung mengalami NPB dengan sindroma radikular yaitu

sebanyak 50,0%. Berbeda dengan penelitian Shiri et al5 pada beberapa Universitas

di Finnlandia yang menunjukkan bahwa NPB dengan sindroma radikular

cenderung terjadi pada penderita NPB yang obesitas. IMT yang tinggi merupakan

salah satu faktor risiko seseorang mengalami nyeri punggung bawah. Namun

tidak menutup kemungkinan nyeri punggung bawah juga disebabkan oleh faktor

lain seperti melakukan aktivitas atau kerja dengan posisi yang kurang baik

sehingga dapat menyebabkan nyeri punggung bawah.


72

g) Karakteristik penderita NPB berdasarkan lamanya menderita

Karakteristik penderita NPB berdasarkan lamanya menderita menunjukkan

bahwa persentase tertinggi terjadi pada penderita dengan NPB kronis yaitu

sebanyak 73,2% (seperti yang terlihat pada tabal 4.1). Hal yang sama juga

ditunjukkan oleh penelitian Shonafi43 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang

menunjukkan bahwa persentase tertinggi terjadi pada penderita dengan NPB

kronis sebanyak 43 responden (82,7%) dari total 52 responden. NPB kronis

umumnya disebabkan oleh masalah otot maupun faktor psikologis dan dapat

menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari.57 Nyeri termasuk salah satu

stressor psikososial yang apabila berkepanjangan dapat menimbulkan kecemasan

pada penderitanya. Penderita yang cemas cenderung akan menilai lebih terhadap

derajat bahaya dan cenderung menilai rendah kemampuan dirinya untuk

mengatasi ancaman yang datang dalam hal ini nyeri punggung bawah yang

dialami penderita. Sehingga kecemasan akan memperpanjang rasa nyerinya49.

Dalam penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa NPB kronis cenderung

disebabkan oleh NPB dengan sindroma radikular (seperti yang terlihat pada tabel

4.8). Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Balague et al60, yang

menunjukkan bahwa nyeri kronis paling banyak disebabkan oleh NPB nonspesifik

dengan prevalensi sekitar 23%.

h) Karakteristik penderita NPB berdasarkan derajat nyeri

Karakteristik penderita NPB berdasarkan derajat nyeri menunjukkan

bahwa persentase tertinggi penderita NPB terjadi pada responden dengan derajat

nyeri sedang yaitu sebanyak 43,9%. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh
73

penelitian Shonafi43 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yaitu sebanyak 22

responden (42,3%) penderita NPB mengalami nyeri sedang dari total 52

responden.

Dalam penelitian ini juga dikemukakan bahwa penderita NPB dengan derajat

nyeri sedang cenderung disebabkan oleh NPB dengan sindroma radikular (seperti

yang terlihat pada tabel 4.7). Berbeda dengan penelitian Trinidad et al 61, yang

menunjukkan bahwa rata-rata penderita NPB dengan sindroma radikular memiliki

derajat nyeri berat berdasarkan pengukuran VAS61. Derajat nyeri sedang yang

dialami oleh penderita NPB dengan sindroma radikular dapat disebabkan karena

adanya konsumsi obat-obatan yang menurunkan derajat nyeri.

i) Karakteristik penderita NPB berdasarkan disabilitas

Penderita NPB yang datang berobat ke klinik saraf RSUD Dr. M.

Haulussy paling banyak mengalami disabilitas sedang yaitu sebanyak 27

responden (65,9%). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Shonafi31 dalam

penelitiannya di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yaitu persentase tertinggi

penderita NPB yang mengalami disabilitas sedang sebanyak 19 responden

(36,5%) dari total 52 responden. Disabilitas pada penderita nyeri punggung bawah

disebabkan oleh banyak faktor antara lain nyeri baik intensitas dan durasinya

maupun faktor lain seperti kurangnya aktivitas fisik dan gerakan lumbal,

faktorpsikososial, stress dan depresi terutama pada NPB kronis serta

ketidakpuasan dalam pekerjaan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penderita NPB yang mengalami

disabilitas sedang cenderung disebabkan oleh NPB dengan sindroma radikular


74

sebanyak 48,1% (seperti yang terlihat pada tabel 4.9) dan menurut Shiri et al 63,

NPB dengan sindoma radikular memiliki prognosis yang buruk dibandingkan

dengan NPB nonspesifik, sehingga dapat menyebabkan disabilitas yang

berkepanjangan.

I.3 Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak dibuatnya tabulasi

silang antar variabel selain variabel tipe nyeri punggung bawah.


75

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang ada maka dapat dibuat beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

1. Berdasarkan usia, yang paling banyak mengalami nyeri punggung bawah

yaitu kelompok >60 tahun sebesar 48,8% dan paling banyak disebabkan

oleh NPB dengan sindroma radikular sebesar 50,0%.

2. Berdasarkan jenis kelamin, yang paling banyak mengalami nyeri

punggung bawah yaitu kelompok perempuan sebesar 53,7% dan paling

banyak disebabkan oleh NPB dengan sindroma radikular sebesar 50,0%

3. Berdasarkan pekerjaan, yang paling banyak mengalami nyeri punggung

bawah yaitu wiraswasta sebesar 53,7% dan paling banyak disebabkan oleh

NPB dengan sindroma radikular sebesar 54,5%.

4. Berdasarkan tingkat pendidikan, yang paling banyak mengalami nyeri

punggung bawah yaitu penderita NPB dengan tingkat pendidikan SMA

sebesar 46,3% dan paling banyak disebabkan oleh NPB dengan sindroma

radikular sebesar 52,6%.

5. Berdasarkan IMT, yang paling banyak mengalami nyeri punggung bawah

yaitu penderita NPB dengan IMT normal sebesar 48,8% dan paling

banyak disebabkan oleh NPB dengan sindroma radikular sebesar 50,0%.


76

6. Berdasarkan lamanya menderita, yang paling banyak mengalami

nyeri punggung bawah yaitu penderita NPB kronis sebesar 73,2% dan

paling banyak disebabkan oleh NPB dengan sindroma radikular sebesar

56,7%.

7. Berdasarkan derajat nyeri, yang paling banyak mengalami nyeri punggung

bawah yaitu penderita NPB dengan derajat nyeri sedang sebesar 43,9%

dan paling banyak disebabkan oleh NPB dengan sindroma radikular

sebesar 61,1%.

8. Berdasarkan klasifikasi, yang paling banyak mengalami nyeri punggung

bawah yaitu penderita NPB dengan sindroma radikular sebesar 51,2%.

9. Berdasarkan disabilitas, penderita NPB paling banyak mengalami

disabilitas sedang sebesar 65,9% dan paling banyak disebabkan oleh NPB

dengan sindroma radikular sebesar 48,1%.

5.2 Saran

1. Bagi mahasiswa diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan dengan

desain penelitian analitik untuk menentukan hubungan antar variabel dan

dengan jumlah sampel yang lebih besar agar hasil penelitiannya lebih

optimal.

2. Bagi masyarakat diharapkan dapat memahami pentingnya kesehatan

dengan cara menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan nyeri

punggung bawah seperti kelebihan berat badan maupun postur tubuh

membungkuk, posisi duduk statis atau mengangkat beban yang berat saat

kerja.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan W, Wirtz VJ, Teeuwissw AM, Stolk P, Duthey B, Laing R.

Priority medicines for Europe and the world 2013 updated. Geneva:

World Health Organization; 2013

2. Xu G, Pang D, Liu F, Pei D, Wang S, Li L. Prevalence of low back pain

and associated occupational factors among chinesecoal miners. BMC

Public Health, 2012;12(1):149

3. Junior MH, Goldenfum MA, Siena C. Occupational low back pain.

Medica Brasileira. 2010; 56(5): 583-589

4. Dario AB, Ferreira ML, Refshauge KM, Lima TS, Ordonana JR, Ferreira

PH. The relationship between obesity, low back pain, and lumbar disc

degeneration when genetics and the environment are considered: a

systematic review of twin studies. The Spine Journal. 2015;15(5):1106-

1117

5. Shiri R, Solovieva S, Pursiainen KH, Telama R, Yang X, Viikari J. The

role of obesity and physical activity in non-specific and radiating low back

pain: the young finns study. Seminars in Arthritis and Rheumatism.

2013;42(6):640-650

6. Rusdi A. Karakteristik penderita nyeri punggung bawah di poliklinik

RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo periode November 2014 - Oktober 2015.

[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar: 2015


78

7. Sahertian M. Hubungan lamanya mengemudi pada supir angkutan umum

di terminal angkot jalur dalam kota Ambon dengan penyakit nyeri

punggung bawah (low back pain) tahun 2012. [skripsi]. Fakultas

Kedokteran Universitas Pattimura, Ambon: 2012

8. Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6 jilid 3. Jakarta:

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2014

9. Chou R. Low back pain (chronic). British Medical Journal. 2011;84(4):

437-438.

10. Putz R, Pabst R. Atlas anatomi manusia sobotta jilid II. Jakarta: EGC;

2006

11. Snell R. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta:

EGC; 2006

12. Snell R. Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 5.

Jakarta: EGC; 2006

13. Delitto A, George SZ, Dillen LV, Whitman JM, Sowa G, Shekelle P, et al.

Clinical guidelines low back pain. Journal of Orthopaedic & Sports

Physical Therapy. 2012; 42(4): A7

14. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Buku pedoman standar

pelayanan medis dan standar prosedur operasional neurologi. Jakarta:

PERDOSSI; 2006

15. Wong DA, Transfeldt E. Macnab’s backache [e-book] 4th Edition.

Philadelphia: Lipincott & Wilkins Wolters Kluwer business, 2007: 19-22


79

16. Widjaya MP, Aswar H, Pala’langan S. Faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian low back pain pada pekerja furniture. Fakultas

Kedokteran Universitas Halu Oleo, Kendari; 2015

17. Hoy D, Bain C, Williams G, March L, Brooks P, Blyth F, et al. A

systematic review of the global prevalence of low back pain. Arthtrits

Rheumatism. 2012; 64(6): 2028-37

18. Lionel J. Risk factors for chronic low back pain. Journal Community

Medicine & Health Education, 2014; 4(2): 1-4

19. Price SA & Wilson LM. Buku patofisiologi konsep klinis proses - proses

penyakit. Jakarta: EGC; 2006

20. Rinsho N. Lumbar spondylosis. Japanese Journal of Clinical Medicine,

2014; 72(10): 1750-1754

21. Siebert E, Pruss H, Klingebiel R, Failli V, Einhaupl KM, Schwab JM.

Lumbar spinal stenosis syndrome, diagnostic and treatment. Nature

Reviews Neurology, 2009; 5: 392–403

22. McInnes IB & Schett G. The pathogenesis of rheumatoid arthritis. The

New England Journal of Medicines, 2011; 365: 2205-2219

23. Tuylu T, Sari I, Solmar D, Kozaci DL, Akar S, Gunay N, et al. Fetuin-a is

related to syndesmophytes in patients with ankylosing spondylitis: a case

control study. Clinics, 2014;69(10):1-7

24. Chou YC, Shih CC, Lin JG, Chen TL, Liao CC. Low back pain associated

with sociodemographic factors, lifestyle and osteoporosis: a population

based study. Journal Of Rehabilitation Medicine, 2013; 45(1): 76-80


80

25. Thakur NA, Daniels AH, Schiller J, Valdes MA, Czerwein JK, Schiller A,

et al. Benign tumors of the spine. Journal of the American Academy of

Orthopaedic Surgeons, 2012;20(11):715-724

26. Pakadang R. Hubungan derajat facet tropism dengan derajat penekanan

radiks saraf pada penderita Hernia Nukleus Pulposus berdasarkan

pemeriksaan MRI lumbosakral. [Tesis]. Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin Makassar: 2014.

27. Dachlan LM. Pengaruh back exercise pada nyeri punggung bawah.

[Tesis]. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta: 2009.

28. Yudiyanta, Khoirunnisa N, Novitasari RW. Assessment nyeri. CDK, 2015;

42(3): 1-21

29. Hawker GA, Mian S, Kendzerska T, French M. Measures of adult pain.

Arthritis Care & Research. 2011; 63(11): 240-252

30. Lecka M. Pain assessment and the role of verbal descriptor of pain in the

English language. Ann Academic Medical Siles, 2013; 67(4): 268-275

31. Lewis VT, Zanotti J, Dammeyer JA, Merkel S. Reliability and validity of

the face, legs, activity, cry, consolability behavioral tool in assessing

acute pain in critically III patients. American journal of critical care.

2010; 19(1): 55-61

32. Arsyawina. Perbandingan skala critical-care pain observation tool

(CPOT) dan Wong-Baker faces rating scale dalam menilai derajat nyeri

pada pasien dengan ventilasi mekanik di ruang ICU RSUD Tugurejo


81

Semarang [Tesis] Program Studi Epidemiologi Universitas Diponegoro

Semarang: 2014

33. Cook CE, Hegedus EJ. Orthopedic physical examination tests: an

evidence based approach. 2nd ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall; 2013

34. Konin JG, Wiksten DL, Isear JA, Brader H. Special tests for orthopedic

examination. 3rd ed. Thorofare New Jersey: Slack Inc; 2006

35. Dutton M. Orthopaedics for the physical therapist assistant. Pittsburgh:

Jones & Bartlett Learning LLC; 2012

36. Shankman GA, Manske RC. Fundamental orthopedic management for the

physical therapist assistant. 3rd Ed. St Louis Missouri: Elsevier; 2016

37. Javadian Y, Akbari M, Talebi G, Darzi MT, Janmohammadi N. Influence

of core stability exercise on lumbar vertebral instability in patients

presented with chronic low back pain: a randomized clinical trial. Caspian

Journal of Internal Medicin, 2015; 6(2): 98-102

38. Khalid MU, Rafiq M, Zehra N. Effectiveness of william’s flexion exercises

in management of low back pain. Pakistan Journal of Medicine and

Dentistry, 2013; 1(1):21-33

39. Ellis R, Phty B, Dip PG, Hing WA. Neural Mobilization: a systematic

review controlled trials with an analysis of therapeutic efficacy. The

Journal Of Manual & Manipulative Therapy, 2008;16(1):8-22

40. Macfarlane GJ, Beasley M, Jones EA, Prescott GJ, Docking R, Keeley P,

et al. The prevalence and management of low back pain across adulthood:
82

results from a population-based cross-sectional study. International

Association For The Study Of Pain, 2011;153 (1): 27-32

41. Chou R, Qaseem A, Snow V, Casey D, Cross JT, Shekelle P, et al.

Diagnosis and treatment of low back pain: a joint clinical practice

guideline from the American college of physicians and the American pain

society. Ann Intern Med, 2007;147: 478-491

42. World Health Organization. Steps to health: a european framework to

promote physical activity for health. Copenhagen: WHO Regional Office

for Europe; 2007

43. Shonafi KA. Hubungan antara intensitas nyeri dengan disabilitas aktivitas

sehari-hari pada pasien nyeri punggung bawah (NPB) di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta. [naskah publikasi]. Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Surakarta: 2012

44. Pramita I. Core stability exercise lebih baik meningkatkan aktivitas

fungsional dari pada william’s flexion exercise pada pasien nyeri

punggung bawah miogenik. [Tesis]. Universitas Udayana Denpasar: 2014

45. Sastroasmoro M & Imail S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.

Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto; 2011.

46. Dahlan S. Langkah - langkah membuat proposal penelitian bidang

kedokteran dan kesehatan. Ed.2. Jakarta: Sagung Seto; 2012.

47. Purnamasari H, Gunarso U, Rujito L. Overweight sebagai faktor resiko

low back pain pada pasien polisaraf RSUD prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto. Mandala of Health, 2010;4(1):1-7


83

48. Yanra EP. Gambaran penderita nyeri punggung bawah di poliklinik bedah

RSUD Raden Mattaher Jambi. [artikel ilmiah]. Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Jambi: 2013

49. Perdani, Husni. Pengaruh postur dan posisi tubuh terhadap timbulnya

nyeri punggung bawah. [artikel karya ilmiah]. Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro Semarang: 2010

50. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang pedoman gizi

seimbang. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2014

51. Wibowo GA. Hubungan tingkat kecemasan dengan intensitas nyeri pada

penderita nyeri punggung bawah (low back pain) di polisaraf RSUD

Banyumas. [skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Surakarta: 2012

52. Kalangi P, Angliadi E, Gessal J. Perbandingan kecepatan berjalan pada

pasien nyeri punggung bawah mekanik subakut dan kronik menggunakan

timed up and go test. [skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas

Samratulangi. Jurnal e-Clinic, 2015; 3(1)

53. Boxem KV, Cheng J, Patijn J, Kleef M, Lataster A, Mekhail N, et al.

Lumbosacral radicul ar pain. Pain Practice, 2010; 10(4): 339-358

54. Lizier DT, Perez MV, Sakata RK. Exercises fot treatment of nonspecific

low back pain. Rev Bras Anestesiol, 2012; 62(6): 838-846


84

55. Boxem KV, de Meij N, Kessels A, Kleef MV, Zundert JV. Pulsed

radiofrequency for chronic intractable lumbosacral radicular pain: a six

month cohort study. Pain Medicine 2015, 16;1155-1162

56. Kostova V & Koleva V. Back disorders (low back pain, cervicobrachial

and lumbosacral radicular syndromes) and some related risk factors.

Journal of the Neurological Sciences. 2001, 192: 17-25

57. Rahmadini. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan intensitas nyeri

punggung bawah (NPB) di poliklinik saraf RSUD dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh. [skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Darussalam Banda Aceh: 2014

58. Andini F. Risk factors of low back pain in workers. J Majority Volume 4

Nomor 1: Januari 2015. Faculty of Medicine. Universitas Lampung

59. Septadina IS & Legiran. Nyeri pinggang dan faktor-faktor risiko yang

mempengaruhinya. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya Palembang; 2012

60. Balague F, Mannion AF, Pellise F, Cedraschi C. Nonspecific low back

pain. The Lancet Journals, 2012; 379(9814): p482-491

61. Trinidad JM, Carnota AI, Failde I, Torres LM. Radiofrequency for the

treatment of lumbar radicular pain: impact on surgical indications. Pain

Research and Treatment, 2015

62. Shiri R, Lalluka T, Karppinen J, Juntura EV. Obesity as a risk factor for

sciatica: a meta analysis. American Journal of Epidemiology, 2014


85

LAMPIRAN
86

Lampiran 1
87

Lampiran 2
88

Lampiran 3

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS PATTIMURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
Jl. Ir. M. Putuhena Kampus UNPATTI, Poka-Ambon 97233; Telepon/Fax: 0911-
344982, email: fkunpatti@yahoo.com

LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Judul Penelitian: Karakteristik Penderita Nyeri Punggung Bawah Di RSUD


Dr. M. Haulussy, Ambon Tahun 2016
Peneliti:
Nama : Vicentia Pical
Status : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon
Alamat : Batu Gajah, Ambon

Peneliti memohon kesediaan untuk berpartisipasi menjadi responden tersebut di


atas. Sebelumnya peneliti akan menjelaskan tentang penelitian tersebut sebagai
berikut:

Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita nyeri punggung
bawah di RSUD Dr. M. Haulussy, Ambon Tahun 2016

Prosedur:

Responden diharapkan menjawab sejumlah pertanyaan berdasarkan daftar isian

(kuesioner) yang ditanyakan peneliti dan nantinya akan dikumpulkan dan

dianalisa oleh peneliti. Kuesioner terdiri atas tiga bagian, yaitu data umum

responden, Visual Analogue Scale (VAS) dan kuesioner disabilitas nyeri punggung

bawah Oswestry. Adapun cara mengisi kuesioner ini adalah peneliti memberikan

tanda [ √ ]pada kolom yang dianggap paling sesuai dengan kondisi responden.
89

Manfaat bagi subjek penelitian:

Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada responden

mengenai hal-hal yang berhubungan dengan nyeri punggung bawah, dampak yang

ditimbulkannya serta faktor risiko yang berhubungan dengan keluhan tersebut

sehingga responden dapat mencegah terjadinya nyeri punggung bawah pada

dirinya sendiri.

Segala informasi yang diperoleh selama penelitian ini dijamin kerahasiaannya dan

tidak ada sedikitpun biaya yang akan memberatkan responden. Demikian

informasi ini peneliti sampaikan. Atas bantuan dan partisipasinya peneliti ucapkan

terima kasih.

Ambon,……………………

Peneliti

Vicentia Pical
90

Lampiran 4

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS PATTIMURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
Jl. Ir. M. Putuhena Kampus UNPATTI, Poka-Ambon 97233; Telepon/Fax: 0911-
344982, email: fkunpatti@yahoo.com

LEMBARAN PERSETUJUAN RESPONDEN

Judul Penelitian: Karakteristik Penderita Nyeri Punggung Bawah di


RSUD Dr. M. Haulussy, Ambon Tahun 2016

Peneliti
Nama : Vicentia Pical
Status : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon
Alamat : Batu Gajah, Ambon
Responden
Nama :
Alamat :
Saya (responden) telah memahami tujuan, manfaat, prosedur dan penjaminan
kerahasiaan identitas saya dalam penelitian ini. Oleh karena itu, tanpa ada paksaan
dari pihak lain saya bersedia secara sukarela untuk menjadi responden dalam
penelitian ini, serta mengikuti semua proses yang dibutuhkan menjadi responden
dalam penelitian ini.
Ambon…………………

Tanda tangan peneliti Tanda tangan responden

Vicentia Pical ………………………...


91

Lampiran 5

Kuesioner Penelitian

Isilah kolom dibawah ini dan berikan tanda cek (√) pada salah satu pilihan

jawaban dari pertanyaan yang bertanda bintang (*)

A. Data Umum Responden

Nama :

Usia : tahun

Jenis Kelamin* : Laki – laki Perempuan

Berat Badan : kg

Tinggi Badan : meter

Tingkat Pendidikan*: SD SMA

SMP Perguruan Tinggi

Pekerjaan* : PNS Pensiunan

Wiraswasta Siswa

Petani/ Buruh

Lamanya menderita*: < 6 minggu 6 – 12 minggu >12 minggu

Klasifikasi nyeri punggung bawah (Diisi oleh dokter pemeriksa)

NPB dengan tanda bahaya (red flags)

NPB dengan sindroma radikular

NBP nonspesifik
92

B. Derajat nyeri menggunakan Visual Analogue Scale (VAS)

Tidak ada rasa nyeri Sangat nyeri

Interpretasi Hasil

0–4 mm = Tidak nyeri

5–44 mm = Nyeri ringan

45–74 mm = Nyeri sedang

75–100 mm = Nyeri berat


93

C. Kuesioner Disabilitas Nyeri Punggung Bawah Oswestry

Berikan tanda (√) pada salah satu pilihan jawaban yang paling menggambarkan

keadaan anda saat ini sebagai akibat dari nyeri punggung bawah yang anda derita!

Intensitas nyeri

 Saya tidak merasa nyeri pada saat ini (Nilai: 0)

 Nyeri yang saya rasakan saat ini ringan (Nilai: 1)

 Nyeri yang saya rasakan sedang saja (Nilai: 2)

 Nyeri yang saya rasakan agak berat (Nilai: 3)

 Nyeri yang saya rasakan sangat berat (Nilai: 4)

 Nyeri yang saya rasakan adalah yang terburuk dari yang pernah terjadi

(Nilai: 5)

Perawatan pribadi

 Saya dapat merawat diri saya sendiri secara normal tanpa menimbulkan nyeri

(Nilai:0)

 Saya dapat merawat diri saya sendiri secara normal tetapi disertai rasa nyeri

(Nilai:1)

 Saya merasa nyeri bila merawat diri saya sendiri, saya menjadi lamban dan

hati-hati (Nilai: 2)
94

 Saya memerlukan beberapa bantuan untuk sebagian besar perawatan diri saya

(Nilai: 3)

 Setiap memerlukan bantuan setiap hari bagi setiap segi perawatan diri saya

(Nilai: 4)

 Saya tidak dapat berpakaian, susah mencuci dan tinggal di tempat tidur

(Nilai:5)

Mengangkat

 Saya dapat mengangkat beban berat tanpa nyeri yang berarti (Nilai: 0)

 Saya dapat mengangkat beban berat namun menimbulkan nyeri (Nilai: 1)

 Karena nyeri saya tidak dapat mengangkat benda yang berat dari lantai, tetapi

saya dapat melakukannya bila letak benda tersebut mudah dicapai, misalnya di

atas meja (Nilai: 2)

 Karena nyeri saya tidak dapat mengangkat benda yang berat dari lantai, tetapi

saya dapat mengangkat benda yang tidak terlalu berat bila letaknya mudah

dicapai (Nilai: 3)

 Saya hanya dapat mengangkat benda yang tidak terlalu berat bila letaknya

mudah dicapai (Nilai: 4)

 Saya tidak dapat mengangkat benda apapun (Nilai: 5)


95

Berjalan

 Saya dapat berjalan lebih dari 1 mil karena nyeri (Nilai: 0)

 Saya tidak dapat berjalan lebih dari 2 kilometer karena nyeri (Nilai: 1)

 Saya tidak dapat berjalan lebih dari 1 kilometer karena nyeri (Nilai:2)

 Saya tidak dapat berjalan lebih dari 500 meter karena nyeri (Nilai:3)

 Saya hanya bisa berjalan menggunakan tongkat atau kruk (Nilai: 4)

 Saya berada di tempat tidur sebagian besar waktu dan harus merangkak

menuju kamar mandi atau WC (Nilai: 5)

Duduk

 Saya dapat duduk pada setiap kursi selama mungkin sesuka saya (Nilai: 0)

 Saya dapat duduk dikursi saya selama mungkin sesuka saya (Nilai: 1)

 Karena nyeri saya tidak dapat duduk lebih dari 1 jam (Nilai: 2)

 Karena nyeri saya tidak dapat duduk lebih dari ¼ jam (Nilai: 3)

 Karena nyeri saya tidak dapat duduk lebih dari 10 menit (Nilai: 4)

 Karena nyeri saya tidak dapat duduk sama sekali (Nilai: 5)

Berdiri

 Saya bisa berdiri selama saya inginkan tanpa nyeri yang berat (Nilai: 0)

 Saya bisa berdiri selama saya inginkan, tetapi menimbulkan nyeri (Nilai: 1)
96

 Saya tidak dapat berdiri selama lebih dari 1 jam (Nilai: 2)

 Saya tidak dapat berdiri selama lebih dari 30 menit (Nilai: 3)

 Saya tidak dapat berdiri lebih dari 10 menit (Nilai:4)

 Saya tidak dapat berdiri sama sekali (Nilai: 5)

Tidur

 Tidur saya tidak pernah terganggu karena nyeri (Nilai: 0)

 Tidur saya jarang terganggu karena nyeri (Nilai: 1)

 Karena nyeri saya tidur kurang dari 6 jam (Nilai: 2)

 Karena nyeri saya tidur kurang dari 4 jam (Nilai: 3)

 Karena nyeri saya tidur kurang dari 2 jam (Nilai: 4)

 Karena nyeri saya tidak dapat tidur sama sekali (Nilai: 5)

Kehidupan Seksual (bila memungkinkan)

 Kehidupan seksual saya normal dan tidak menimbulkan nyeri (Nilai:0)

 Kehidupan seksual saya normal tetapi menimbulkan sedikit nyeri (Nilai:1)

 Kehidupan seksual saya normal tetapi lebih nyeri (Nilai: 2)

 Kehidupan seksual saya sangat terbatas karena nyeri (Nilai: 3)

 Kehidupan seksual saya hampir tidak ada karena nyeri (Nilai: 4)


97

 Kehidupan seksual saya tidak ada sama sekali karena nyeri (Nilai: 5)

Kehidupan Sosial

 Kehidupan sosial saya normal dan tidak menimbulkan nyeri yang berarti

(Nilai: 0)

 Kehidupan sosial saya normal tetapi meningkatkan derajat nyeri (Nilai: 1)

 Nyeri tidak memberikan pengaruh yag berarti terhadap kehidupan sosial saya

selain dari minat yang lebih besar yang memerlukan tenaga misalnya olahraga

(Nilai: 2)

 Nyeri telah membatasi kegiatan sosial saya dan saya sering tidak dapat keluar

rumah (Nilai: 3)

 Nyeri telah membatasi kegiatan sosial saya dan hanya dirumah saja (Nilai: 4)

 Nyeri menyebabkan hilangnya kehidupan sosial saya (Nilai: 5)

Bepergian

 Saya dapat melakukan perjalanan kemana saja tanpa nyeri (Nilai: 0)

 Saya dapat melakukan perjalanan kemana saja tetapi menimbulkan nyeri

tambahan (Nilai: 1)

 Nyeri yang saya rasakan hebat, tetapi saya dapat melakukan perjalanan lebih

dari 2 jam (Nilai: 2)


98

 Nyeri memperpendek waktu bepergian saya sehingga kurang dari satu jam

(Nilai: 3)

 Nyeri memperpendek waktu bepergian saya sehingga kurang dari 30 menit

(Nilai: 4)

 Nyeri menyebabkan saya tidak bepergian sama sekali kecuali untuk berobat

(Nilai: 5)

Interpretasi Hasil

Skor yang diberikan pada kuesioner yang telah diisi dinyatakan dalam persen (%),

Jumlah nilai jawaban


dihitung dengan rumus : x 100
Jumlah skor tertinggi

Jika semua 10 bagian selesai skor dihitung sebagai berikut:

16(skor total jawaban)


×100=32 %
50(skor total pertanyaan)

Jika satu bagian yang tidak terjawab atau tidak berlaku skor dihitung:

16 ( sjor total jawaban )


×100=35,5 %
45(skor total pertanyaan)

Interpretasi: 0-20% : Disabilitas minimal

21-40% : Disabilitas sedang

41-60% : Disabilitas berat

61-80% : Disabilitas sangat berat

81-100%: Disabilitas sangat berat sekali


99

Lampiran 6 : Hasil analisis dari SPSS 16.0

Frequency Table

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 20-44 10 24.4 24.4 24.4

45-60 11 26.8 26.8 51.2

>60 20 48.8 48.8 100.0

Total 41 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid Laki-laki 19 46.3 46.3 46.3

Perempuan 22 53.7 53.7 100.0

Total 41 100.0 100.0


100

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD 10 24.4 24.4 24.4

SMP 8 19.5 19.5 43.9

SMA 19 46.3 46.3 90.2

PT 4 9.8 9.8 100.0

Total 41 100.0 100.0

IMT

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid Sangat kurus 1 2.4 2.4 2.4

Kurus 4 9.8 9.8 12.2

Normal 20 48.8 48.8 61.0

Gemuk 7 17.1 17.1 78.0

Obesitas 9 22.0 22.0 100.0

Total 41 100.0 100.0


101

Pekerjaan
Derajat nyeri
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Cumulative
Valid Percent
Frequency Percent Percent Percent
Valid PNS 3 7.3 7.3 7.3
Valid Nyeri ringan 16 39.0 39.0 39.0
Wiraswasta 22 53.7 53.7 61.0
Nyeri
Petani/buruh 18 8 43.9
19.5 43.9
19.5 82.9
80.5
sedang

Pensiunan
Nyeri berat 78 17.1 17.1 100.0
19.5 19.5 100.0
PNS
Total 41 100.0 100.0
Total 41 100.0 100.0

Lamanya menderita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Akut 6 14.6 14.6 14.6

subakut 5 12.2 12.2 26.8

kronis 30 73.2 73.2 100.0

Total 41 100.0 100.0


102

Klasifikasi NPB

Frequenc Valid Cumulative


y Percent Percent Percent

Valid NPB dengan tanda


3 7.3 7.3 7.3
bahaya

NPB dengan
21 51.2 51.2 58.5
sindroma radikular

NPB nonspesifik 17 41.5 41.5 100.0

Total 41 100.0 100.0


103

Disabilitas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Minimal 4 9.8 9.8 9.8

Sedang 27 65.9 65.9 75.6

Berat 7 17.1 17.1 92.7

Sangat berat 2 4.9 4.9 97.6

Sangat berat sekali 1 2.4 2.4 100.0

Total 41 100.0 100.0


104

Umur * Klasifikasi NPB Crosstabulation

Klasifikasi NPB

NPB dengan
NPB dengan sindroma NPB
tanda bahaya radikular nonspesifik Total

Umur 20-44 Count 1 4 5 10

% within
10.0% 40.0% 50.0% 100.0%
Umur

45-60 Count 1 7 3 11

% within
9.1% 63.6% 27.3% 100.0%
Umur

>60 Count 1 10 9 20

% within
5.0% 50.0% 45.0% 100.0%
Umur

Total Count 3 21 17 41

% within
7.3% 51.2% 41.5% 100.0%
Umur
105

Jenis Kelamin * Klasifikasi NPB Crosstabulation

Klasifikasi NPB

NPB NPB
dengan dengan
tanda sindroma NPB
bahaya radikular nonspesifik Total

Jenis Laki-laki Count 1 10 8 19


Kelamin
% within Jenis
5.3% 52.6% 42.1% 100.0%
Kelamin

Perempuan Count 2 11 9 22

% within Jenis
9.1% 50.0% 40.9% 100.0%
Kelamin

Total Count 3 21 17 41

% within Jenis
7.3% 51.2% 41.5% 100.0%
Kelamin
106

Pekerjaan * Klasifikasi NPB Crosstabulation

Klasifikasi NPB

NPB
dengan NPB dengan
tanda sindroma NPB
bahaya radikular nonspesifik Total

Pekerjaan PNS Count 0 3 0 3

% within
.0% 100.0% .0% 100.0%
Pekerjaan

Wiraswasta Count 2 12 8 22

% within
9.1% 54.5% 36.4% 100.0%
Pekerjaan

Petani/buruh Count 1 2 5 8

% within
12.5% 25.0% 62.5% 100.0%
Pekerjaan

Pensiunan Count 0 4 4 8

% within Pekerjaan .0% 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 3 21 17 41

% within
7.3% 51.2% 41.5% 100.0%
Pekerjaan

Pendidikan * Klasifikasi NPB Crosstabulation


107

Klasifikasi NPB

NPB dengan
NPB dengan sindroma NPB
tanda bahaya radikular nonspesifik Total

Pendidikan SD Count 0 5 5 10

% within
0% 50.0% 50.0% 100.0%
Pendidikan

SMP Count 1 3 4 8

% within
12.5% 37.5% 50.0% 100.0%
Pendidikan

SMA Count 2 10 7 19

% within
10.5% 52.6% 36.8% 100.0%
Pendidikan

PT Count 0 3 1 4

% within
.0% 75.0% 25.0% 100.0%
Pendidikan

Total Count 3 21 17 41

% within
7.3% 51.2% 41.5% 100.0%
Pendidikan

IMT * Klasifikasi NPB Crosstabulation


108

Klasifikasi NPB Total

NPB dengan
NPB dengan sindroma NPB
tanda bahaya radikular nonspesifik

IMT Sangat kurus Count 0 0 1 1

% within
.0% .0% 100.0% 100.0%
IMT

Kurus Count 0 2 2 4

% within
.0% 50.0% 50.0% 100.0%
IMT

Normal Count 1 10 9 20

% within
5.0% 50.0% 45.0% 100.0%
IMT

Gemuk Count 1 4 2 7

% within
14.3% 57.1% 28.6% 100.0%
IMT

Obesitas Count 1 5 3 9

% within
11.1% 55.6% 33.3% 100.0%
IMT

Total Count 3 21 17 41

% within
7.3% 51.2% 41.5% 100.0%
IMT
109

Derajat nyeri * Klasifikasi NPB Crosstabulation

Klasifikasi NPB

NPB dengan NPB dengan


tanda sindroma NPB
bahaya radikular nonspesifik Total

Derajat Nyeri Count 1 8 7 16


nyeri ringan
% within Derajat
6.2% 50.0% 43.8% 100.0%
nyeri

Nyeri Count 1 11 6 18
sedang
% within Derajat
5.6% 61.1% 33.3% 100.0%
nyeri

Nyeri berat Count 1 2 4 7

% within Derajat
14.3% 28.6% 57.1% 100.0%
nyeri

Total Count 3 21 17 41

% within Derajat
7.3% 51.2% 41.5% 100.0%
nyeri
110

Lamanya menderita * Klasifikasi NPB Crosstabulation

Klasifikasi NPB Total

NPB NPB
dengan dengan
tanda sindroma NPB
bahaya radikular nonspesifik

Lamanya Akut Count 0 2 4 6


menderita
% within Lamanya
.0% 33.3% 66.7% 100.0%
menderita

subakut Count 0 2 3 5

% within Lamanya
.0% 40.0% 60.0% 100.0%
menderita

kronis Count 3 17 10 30

% within Lamanya
10.0% 56.7% 33.3% 100.0%
menderita

Total Count 3 21 17 41

% within Lamanya
7.3% 51.2% 41.5% 100.0%
menderita

Disabilitas * Klasifikasi NPB Crosstabulation


111

Klasifikasi NPB

NPB dengan NPB dengan


tanda sindroma NPB
bahaya radikular nonspesifik Total

Disabilitas Minimal Count 0 3 1 4

% within
.0% 75.0% 25.0% 100.0%
Disabilitas

Sedang Count 2 13 12 27

% within
7.4% 48.1% 44.4% 100.0%
Disabilitas

Berat Count 0 4 3 7

% within
.0% 57.1% 42.9% 100.0%
Disabilitas

Sangat berat Count 0 1 1 2

% within
.0% 50.0% 50.0% 100.0%
Disabilitas

Sangat berat Count 1 0 0 1


sekali
% within
100.0% .0% .0% 100.0%
Disabilitas

Total Count 3 21 17 41

% within
7.3% 51.2% 41.5% 100.0%
Disabilitas

Anda mungkin juga menyukai