I. PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB anak adalah penyakit TB yang terjadi
pada anak usia 0-14 tahun.1
Lembaga kesehatan dunia WHO memperkirakan pada tahun 2015 terdapat 10,4
juta kasus baru TB di dunia. Asia Tenggara menempati posisi pertama dengan angka
kejadian TB tertinggi pada anak, yaitu 40% dari kasus di tahun 2015. Indonesia
termasuk dalam tiga negara dengan angka kejadian TB tertinggi di dunia, bersama
India dan Cina.2 Angka prevalensi tuberkulosis (TB) pada anak diperkirakan sekitar
500.000 setiap tahunnya dengan angka kematian berkisar 70.000 anak. Di Indonesia,
di antara semua kasus TB yang ternotifikasi dalam program TB, proporsi kasus TB
anak adalah 8%-11%.3
Salah satu TB ekstra paru yg sering terjadi adalah Meningitis Tuberkulosis.
Meningitis tuberkulosis adalah peradangan selaput otak atau meningen yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Meningitis tuberkulosis
merupakan hasil dari penyebaran hematogen dan limfogen bakteri Mycobacterium
tuberculosis dari infeksi primer pada paru.(4)
gejala klinis meningitis hampir selalu sama pada setiap tipenya, sehingga diperlukan
pengetahuan dan tindakan lebih untuk menentukan tipe meningitis. Hal ini berkaitan
dengan penanganan selanjutnya yang disesuaikan dengan etiologinya. Untuk
meningitis tuberkulosis dibutuhkan terapi yang lebih spesifik dikarenakan
penyebabnya bukan bakteri yang begitu saja dapat diatasi dengan antibiotik spektrum
luas. (5)
World Health Organization (WHO) pada tahun 2009 menyatakan meningitis
tuberkulosis terjadi pada 3,2% kasus komplikasi infeksi primer tuberkulosis, 83%
disebabkan oleh komplikasi infeksi primer pada paru. Penyakit ini dapat menyerang
semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dengan dewasa terutama pada 5 tahun
pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak
pernah ditemukan pada usia dibawah 3 bulan (2).
Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis
yang tidak diobati. Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-
20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali
(6)
normal secara neurologis dan intelektual . Angka kejadian TB paru di Indonesia
dilaporkan terus meningkat setiap tahun dan sejauh ini menjadi negara dengan urutan
ketiga dengan kasus TB paru terbanyak, pada tahun 2001, dilaporkan perubahan dari
tahun sebelumnya, penderita TB paru dari 21 orang menjadi 43 oreng per 100.000
penduduk, dan pasien BTA aktif didapatkan 83 orang per 100.000 penduduk (6,7).
Terjadinya penyakit TB bergantung pada sistem imun untuk menekan
multiplikasi kuman. Kemampuan tersebut bervariasi sesuai dengan usia, yang paling
rendah adalah pada usia yang sangat muda. HIV dan gangguan gizi menurunkan daya
tahan tubuh; campak dan batuk rejan secara sementara dapat mengganggu sistem
imun. Dalam keadaan seperti ini penyakit TB lebih mudah terjadi.(8)
dibantu oleh bidan. Berat badan lahir (BBL) tidak diketahui, panjang badan lahir
(PBL) tidak diketahui.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Dapat mengangkat kepala usia 3
bulan, dapat duduk usia 7 bulan, berjalan usia 11 bulan, bicara lancar usia 2 tahun.
Riwayat makanan :
- ASI Eksklusif: 0-6 bulan, ASI diteruskan hingga usia 2 tahun + MPASI
- Usia 6 bulan : MPASI seperti bubur ditambah sayur-sayuran, ikan, telur,daging
dan buah-buahan.
- Usia 1 tahun : Makanan keluarga sehari-hari nasi,ikan, sayur, daging, telur.
Riwayat Imunisasi: Imunisasi yang telah didapat HB0 usia 0 hari, BCG usia 1 bulan,
Polio 1, 2, 3, 4; DPT HB-HIB 1,2,3, dan campak usia 9 bulan, campak lanjutan, DPT
HB-HIB usia 18 bulan, DT kelas 1 SD, Td kelas 2 dan kelas 5 SD.
Riwayat Pengobatan :
Kulit : Ruam (-), petekie (-), turgor kulit baik (-), sianosis (-).
Kepala : Bentuk normocephal (+), rambut hitam-agak kuning di
ujungrambut, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera tidak ikterik, edema palpebra
(-/-)
Hidung : Rhinorrhea (-)
Telinga : Otorrhea (-)
Mulut : Mukosa bibir kering (-), Tonsil T1–T1 non hiperemis, karies (+)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-)
Thorax : retraksi (-), iga mengambang
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral, retraksi dinding dada
(-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan sama dengan kiri, tidak teraba massa, tidak
teraba krepitasi, tidak ada nyeri tekan
Perkusi paru : Sonor pada lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi :Suara napas vesikuler menurun pada hemithorax dextra, ronchi
(-/-), wheezing (-/-).
Jantung
Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :Teraba pulsasi ictus cordis pada ICS V linea axilaris anterior
sinistra
Perkusi : Batas jantung kiri : ICS V linea axilaris anterio sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, gallop (-), murmur (-)
6
Abdomen
Inspeksi :Tampak sedikit cembung
Auskultasi :Peristaltik usus (+)kesan normal
Perkusi : Timpani, Shifting dullnes (-)
Palpasi:Nyeri tekan (+),supel, hepar tidakteraba
Anggota gerak :- Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-)
- Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-)
Genital :-
Punggung : Tidak ada kelainan, lordosis (-), kifosis (-), scoliosis (-).
Otot-otot : Eutrofi
IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratoriumtanggal 25/12/19
Hasil Satuan Nilai rujukan Ket
Hemoglobin 12,3 g/dL 12,8-16,8 L
Eritrosit 5,47 10^6/uL 4,50-6,20
Hematrokrit 37,1 % 40,0-54,0 L
MCV 67,8 fL 81,0-96,0 L
MCH 22,5 Pg 22,0-34,0 L
MCHC 33,2 g/L 31,0-37,0 L
Leukosit 13,85 10^3/uL 4.5-13.00 H
Neutrofil 90,1 % 25-60 H
Limfosit 7,7 % 25-50 L
Trombosit 557 10^3/ul 184-488 H
Kesan :
Cor : CTR : 54 %
Pulmo : Infiltrat kedua paru
- Susp. KP Primer
- Kardiomegali
V. RESUME
9
kesadaran sejak 1 hari SMRS. Keluhan ini diawali oleh pasien demam ± 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan demam ini terus menerus setiap hari, dan
menurun jika diberikan parasetamol namun tidak bertahan lama dan demam muncul
lagi. Selain demam pasin juga mengeluh nyeri kepala.Nyeri kepala yg dirasakan terus
menerus. Nyeri kepala yg dirasakan timbul bersamaan dengan demam. Pasien juga
terlihat mengantuk dan kurang berespon jika dipanggil dan lemas 1 hari sebelum
masuk rumah sakit Naibonat. Menurut keluaraga pasien, sejak 1 tahun yang lau
pasien mengalami penurunan berat badan dan sering berkeringat dimalam. Keluhan
batuk lama (-), Kejang (-), mimisan (-), perdarahan gusi (-), nyeri menelan (-), nyeri
dada (-), mual (+), muntah (+) 1 kali, nyeri perut (+), BAB cair 1 x, buang air kecil
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kaku kuduk (+). Pada pemeriksaan lumbal
pungsi, dtemukan LCS tidak berwarna dan jernih, terdapat peningkatan sel dengan
jumlah 163 dan rasio glukosa CSS: glukosa serum yaitu 0,28. Pada pemeriksaan foto
thorax diperoleh gambaran infiltrate pada kedua lapang paru dengan kesan susp.Kp
Primer.
Tanggal Follow up
28-12-2019 S: Demam (-), keringat malam (+), sesak
(+),pasien menegeluh nyeri perut, mual muntah
(-), pasien belum BAB sejak 1 minngu yg lalu.
BAK tidakada keluhan.
O:
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
T: 36,8oC RR: 30x/m, N: 90x/m
Mata : Anemis -/-, ikterik -/-
Thoraks : simetris, retraksi intercosta (-), iga
mengambang
Pulmo : Ves +/+, rh -/-, wh -/-
Cor : BJ I/II tunggal, reguler, murmur (-),gallop(-)
Abdomen : Datar, nyeri epigastrium (+)
Eks: akral hangat, CRT < 3”
A:
Meningitis TB
P:
1. IVFD D5 1/2 NS 20 tpm
2. Ceftriaxone 2x 850 gr
3. Rifampisin 1x225 mg
4. INH 1x175
5. PZA 2x250
6. Etambutol 1x300
7. B6 1x1
8. Prednison 3xII
8. Prednison 3xII
9.F75 8x100 cc
batuk lebih dari 2 minggu dan terjadi penurunan berat badan disertai keringat
diperlukan gejala klinis saat akut adalah defisit saraf kranial, penurunan
Gejala prodromal yang dapat dijumpai adalah nyeri kepala, muntah, fotofobia,
dan demam. Adapun Trias Meningitis yaitu demam, sakit kepala, kaku kuduk
(4)
. Pada kasus ini gejala klinis sesuai dengan teori yaitu pasien mengalami
ke Meningitis Tb.
dan makrofag untuk memproduksi pirogen endogen seperti IL-1, IL-6, TNF-α,
Glasgow coma score (GCS) 15 dengan tanpa defisit neurologi fokal, Tingkat 2
MTB dengan GCS 15 dan defisit neurologi fokal, atau GCS 11-14, Tingkat 3
MTB dengan GCS ≤10.(9)Pada kasus ini pasien masuk kedalam tingkat 3
MTB karena GCS pasien pada saat masuk yaitu GCS E3V2M5
apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Temuan yang
bisa didapatkan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
meningeal dan Defisit neurologis fokal lebih sering dijumpai pada pasien
neuritis optik juga lebih sering dijumpai pada kasus meningitis TB, hal ini
banyak, sehingga mempengaruhi struktur ganglia basal, batang otak dan saraf
kranialis.(4) Pada pasien ini ditemukan adanya tanda rangsang meningeal yaitu
MRI khususnya pada daerah basal otak, dengan gambaran lesi parenkim,
gambaran CT Scan tidak ditemukan kelainan. Pada kasus ini pada Rontgen
thorax ditemukan adanya infiltrat pada kedua lapang paru (4). Pada Pemeriksan
lumbal; (2) peningkatan jumlah hitung leukosit antara 10-500 sel/mm3 dengan
mg/dl), (5) Rasio glukosa CSS: serum ≤ 0,4 dan (6) kultur positif
PCR dan diagnostik molekular lainnya. Sensitivitas teknik PCR untuk deteksi
positif-palsu juga dapat terjadi sekitar 3-20% kasus.(10) Pemberian terapi tidak
perlu menunggu hasil pemeriksaan basil tahan asam melalui apusan atau
kultur, baik dari sputum, darah maupun CSS.(10,11) Hal ini karena bahkan
tuberkulosis pada pasien meningitis tuberkulosis, infeksi HIV dan anak kecil.
Oleh karena itu, pada kondisi seperti ini atau pada pasien dengan sakit berat
seperti kultur yang membutuhkan waktu lama atau bahkan ketika hasil
Pada kasus ini dilakukan pungsi lumbal dan analisis CSS terdapat
peningkatan jumlah sel, rasio glukosa serum : CSS adalah 0,28 diamana
Pemberian rifampisin dan isoniazid pada fase lanjutan dalam kasus meningitis
etambutol diberikan juga vit. B6. Pada kasus diberikan Vitamin B6 1x1 tablet yang
21
dimaksudkan untuk mencegah efek samping INH berupa neuritis perifer yang timbul
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua
jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh
isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat
perut kosong (1 jam sebelum makan) dan kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam.
Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan
keadaan selaput otak yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan normal.
Efek samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum, dan
kuman intrasel dan ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan
tubuh, termasuk cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa,
dan memiliki adverse reaction yang rendah. Isoniazid mempunyai dua efek toksik
baik pada jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinal. Obat ini bersifat
bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diabsorbsi baik pada saluran
cerna. Efek samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna,
bersifat bakterisid jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain
itu, berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap
obat-obat lain. Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis optik dan
kortikosteroid berupa deksametason atau prednisolon yang ditappering off selama 6-8
sebaiknya diberikan intravena pada awalnya dan dilanjutkan dengan pemberian per
oral sesuai klinis pasien. Respon jaringan terhadap inflamasi pada meningitis
tuberkulosis adalah eksudat inflamasi mendorong struktur pada bagian dasar otak,
Willisi, sistem vertebrobasiler, dan cabang kecil dari arteri serebri media
intrakranial, gangguan aliran darah otak, vaskulitis, dan cedera neuron. Selain itu,
23
Timbulnya penyakit TB paru tidak lepas dari peranan faktor risiko. Status gizi
kekurusan,lemah dan rentan terserang infeksi TB. Hal ini dikarenakan sistem
kekebalan tubuh yang berkurang pada anak.(17) Status giziyang buruk dapat
adanya kuman penyakit. Pembentukan ini memerlukan bahan baku protein dan
karbohidrat, sehingga pada anak dengan gizi buruk produksi antibodi dan limfosit
Pemberian antibiotik menurut World Health Organization (WHO) pada anak gizi
hari, untuk gizi buruk tanpa komplikasi. Sedangkan pemberian amoksisilin, serta
gabungan ampisilin dan gentamisin untuk gizi buruk dengan komplikasi. Berdasarkan
penelitian dan data epidemiologi pada pasien gizi buruk tanpa komplikasi lebih baik
Pasien ini juga ditemukan gizi buruk dan diberikan terapi susu formula F75 dan
dilanjutkan dengan F100. Pada kasus ini, anak sudah dapat menghabiskan F75
24
pemberian 4 jam dan F100 pemberian minimum sehingga dilanjutkan bertahap 10-
15ml setiap harinya dan saat ini pasien sudah mendapatkan F100 6x100. Hal ini
sesuai dengan teori yaitu pada fase stabilisasi diberikan F75 sesuai kondisi dan berat
badan anak. F75 dapat diganti ke F100 jika anak mampu menghabiskan F75 dalam
waktu 4 jam. Setelah fase stabilisasi dilanjutkan dengan fase trasnsisi dan rehabilitasi
dimana anak diberikan susu F100 dosis maksimal ditambah cairan dan makanan
KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu laporan kasus anak laki-laki berusia 12 tahun dengan
diagnosis meningitis TB dan gizi buruk. Dari kasus di atas, pendekatan dalam
penuntun terapi.
25
DAFTAR PUSTAKA
2007.
11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional pelayanan
kedokteran tata laksana tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
12. TB CARE I Organizations. International standards for tuberculosis care. Edisi
ke-3. TB CARE I, The Hague; 2014. hlm. 28.
13. Thamrin APY. Pria 31 tahun dengan suspek meningitis tuberkulosis dan AIDS.
MEDULA. 2015; 4(1):1-7.
14. Persatuan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis & penatalaksanaan
tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: PDPI; 2006.
15. Van De Beek D, Brouwer M, Thwaites G. Advances in treatment of bacterial
meningitis. Lancet. 2012; 380:1693-702.
16. Thwaites GE, Bang ND, Dung NH et al. Dexamethasone for the treatment of
tuberculous meningitis in adolescents and adults. NEJM. 2004; 351(17):1741-5.
17. Husna CA, Yani FF, Masri M. Gambaran status gizi pasien tuberkulosis anak di
RSUP dr. M. Djamil Padang. JKes Andalas.2016; 5(1):228-32.
18. Dubray. Treatment of severe malnutrition with 2-day intramuscular ceftriaxone
vs 5-day amoxicilin. Annals tropic ped. 2008; 28(13):1322.
19. Departemen kesehatan Republik Indonesia.,Dalam: Bagan Tatalaksana Anak Gizi
Buruk.,Edisi Revisi, cetakan 7., Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.,2013., pp:7-14