Anda di halaman 1dari 11

BAB II

RANCANGAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH (HOME CARE)

2.1 Pelayanan Farmasi Klinik dan Home Care

Pelayanan Farmasi Klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker


kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya
efek samping karena Obat, dengan tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas
hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan Farmasi Klinik Meliputi:

a. Pengkajian dan pelayanan Resep;


b. Penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. Rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. Konseling;
f. Kisite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. Dispensing sediaan steril;
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).

A. Pengkajian dan Pelayanan Resep


Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila
ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep. Apoteker
harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

B. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Adalah proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi
lain yang pernah dan sedang digunakan dapat diperoleh dari hasil wawancara ataupun data
rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien. Informasi yang harus didapatkan yaitu nama
Obat (termasuk Obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan, indikasi dan lama
penggunaan Obat, kemudian reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi, Serta
kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang tersisa).

C. Rekonsiliasi Obat
Adalah proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat
pasien dengan tujuam untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti
Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Jika mendapatkan
ketidaksesuaian, maka sebagai Apoteker harus menghubungi dokter kurang dari 24 jam untuk
mengkonfirmasi apakah perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja, kemudian
mengkonfirmasi hal tersebut kepada pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat mengenai
perubahan terapi yang terjadi.

D. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi Obat yang
independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada
dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah
Sakit.

E. Konseling
Merupakan suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker
(konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-
effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient
safety).

F. Visit
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara
mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara
langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat
kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Visit juga dapat dilakukan pada pasien
yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program
Rumah Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy
Care).
Menurut PMK No.9 tahun 2014 tentang Home care merupakan bagian atau lanjutan dari
pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada individu
dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan
atau memulihkan kesehatan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan
dampak penyakit. Pelayanan kefarmasian di rumah oleh apoteker adalah pendampingan pasien
oleh apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah dengan persetujuan pasien atau
keluarganya..
Manfaat
1. Bagi Pasien
• Terjaminnya keamanan, efektifitas dan keterjangkauan biaya pengobatan
• Meningkatkan pemahaman dalam pengelolaan dan penggunaan obat dan/atau alat kesehatan
2. Apoteker
• Pengembangan kompetensi apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah
• Pengakuan profesi farmasi oleh masyarakat kesehatan, masyarakat umum dan pemerintah
Apoteker disarana pelayanan kesehatan mempunyai tanggung jawab dalam memberikan
informasi yang tepat tentang terapi obat kepada pasien.Apoteker berkewajiban menjamin bahwa
pasien mengerti dan memahami serta patuh dalam penggunaan obat sehingga diperoleh
pengobatan yang optimal. Bentuk pelayanan kefarmasian yang dapat diberikan yakni home
pharmacy care kepada pasien tertentu seperti pasien lanjut usia, pasien penyakit kronis, dan
pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit.

Peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah meliputi :

1. Penilaian sebelum dilakukan pelayanan kefarmasian dirumah (Pre- admission


Assessment)

a) Pasien, keluarga, dan pendamping pasien setuju dengan keputusan pemberian pelayanan
kefarmasian dirumah.
b) Pasien, keluarga, dan pendamping pasien adalah orang yang akan diberikan pendidikan
tentang cara pemberian pengobatan yang benar.
c) Apoteker memiliki akses kerumah pasien
d) Dokter ikutserta dalam penilaian dan pengobatan pasien secara terus menerus
e) Obat yang diberikan tepat indikasi, dosis, rute, dan cara pemberian obat
f) Monitoring menggunakan uji laboratorium
g) Dukungan finansial dari keluarga pasien untuk pelaksanaan pelayanan kefarmasian di
rumah.
Penilaian diatas dilakukan sebelum melaksanakan pelayanan kefarmasian di rumah dimulai.
Informasi tersebut digunakan untuk menentukan ketepatan dalam memberikan pelayanan.
Penilaian disampaikan kepada tenaga medis yang terlibat dalam pelayanan kefarmasian di
rumah.

2. Penilaian dan pencatatan data awal pasien


a) Data pribadi ( nama pasien, alamat, nomor telepon,dan tanggal lahir)
b) Tinggi, berat badan, dan jenis kelamin
c) Pendidikan terakhir pasien
d) Hasil diagnosa
e) Hasil uji laboratorium
f) Riwayat penyakit pasien
g) Riwayat alergi
h) Profil pengobatan pasien yang lengkap
i) Nama dokter, alamat, dan nomor telepon
j) Institusi atau tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam pelayanan
k) Rencana pelayanan dan daftar masalah terkait obat
l) Tujuan pengobatan dan perkiraan lama pengobatan
m) Indikator keberhasilan pelayanan kefarmasian di rumah
3. Penyeleksian produk dan alat kesehatan yang diperlukan
Apoteker bertugas menyeleksi alat-alat infus, obat tambahan, dan alat-alat tambahan
(dressing kit, syringes, dan administration set). Adapun faktor-faktor dalam memilih alat infus
dan alat tambahan yakni stabilitas dan kompaktibilitas, kemampuan alat infus menerima
sejumlah volume obat yang tepat, kemampuan pasien atau pemberi layanan dalam
mengoprasikan infus, adanya potensi komplikasi, ketidakpatuhan pasien, waktu pemberian
infus,dan keamanan peralatan infus.
4. Menyusun Rencana Pelayanan
Rencana pelayanan kefarmasian berisi gambaran masalah terkait obat dan cara
mengatasinya, gambaran dari hasil terapi yang dilakukan, konseling untuk pasien dan keluarga
pasien , dan monitoring secara terus menerus terhadap terapi yang dijalan dan hasil dari terapi
tersebut. Rencana pelayanan kerfarmasian dapat diperbaharui oleh tim kesehatan dan
dikomunikasikan ke semua tenaga kesehatan yang terlibat.

5. Melakukan koordinasi penyediaan pelayanan


Apoteker melakukan koordinasi penyediaan pelayanan dengan tenaga kesehatan lain.
Kegiatan yang dilakukan seperti memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang
pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan , membuat kesepakatan dengan pasien dan keluarga
tentang pelayanan kesehatan yang akan diberikan, kemudian mengkoordinasikan rencana
pelayanan kefarmasian kepada tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan kefarmasian di
rumah kepada pasien berdasarkan jadwal kunjungan yang telah dibuat. Selain bekerjasama
dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
6. Melakukan pendidikan pasien dan konseling
Apoteker bertanggung jawab mengedukasi dan memberikan konseling kepada pasien
tentang terapi pasien. Apoteker perlu menyediakan informasi tambahan untuk memperkuat
informasi yang diberikan secara lisan. Dalam menentukan informasi yang diberikan, apoteker
membutuhkan pendapat dari para professional kesehatan terkait gambaran pengobatan,
mencakup obat, dosis, cara pemberian, interval dosis, dan lama pengobatan ,tujuan pengobatan ,
monitoring efektivitas terapi, pentingnya mengikuti rencana perawatan . Bila menggunakan
peralatan kesehatan di rumah perlu edukasi tentang cara penggunaan serta cara perawatannya.
Kemudian perlu disampaikan juga mengenai potensi munculnya efek samping obat, interaksi
obat, interaksi obat – makanan, kontra indikasi, reaksi yang tidak diharapkan dan cara
mengatasinya . Dalam keadaan gawat darurat perlu diberitahukan informasi cara menghubungi
tenaga kesehatan yang terlibat dalam pengobatan pasien.
7. Pemantauan Terapi Obat
Apoteker melakukan pemantauan terapi obat dan evaluasi penggunaan obat pasien sesuai
rencana pelayanan kefarmasian dan disampaikan semua hasilnya kepada tenaga kesehatan yang
terlibat dalam pengobatan pasien. Apoteker bekerjasama dengan dokter dan tenaga kesehatan
lain membuat protokol pemantauan terapi obat didalam rencana pelayanan kefarmasian.
Apoteker diperkenankan mengetahui hasil laboratorium kemudian menyiapkan analisis
interpretasi dari informasi dan membuat rekomendasi untuk penyesuaian dosis dan keputusan
apakah terapi dilanjutkan atau dihentikan. Hasil pemantauan didokumentasikan dalam catatan
penggunaan obat pasien.
8. Melakukan pengaturan dalam penyiapan pengiriman, penyimpanan dan cara
pemberian obat
Apoteker harus memiliki keterampilan dalam hal pencampuran,pemberian, penyimpanan,
pengiriman dan cara pemberian obat dan panggunaan peralatan kesehatan yang dibutuhkan. Pada
sediaan steril pencampuran produk harus sesuai dengan standar yang ada. Kemudian apoteker
menjamin bahwa pengobatan dan peralatan yang dibutuhkan pasien diberikan secara benar, tepat
waktu untuk mencegah terhentinya terapi obat serta menjamin kondisi penyimpanan obat dan
peralatan harus konsisten sesuai dengan petunjuk pemakaian baik selama pengiriman obat dan
saat disimpan di rumah pasien.
9. Pelaporan Efek Samping Obat dan cara mengatasinya
Pemantauan dan melaporkan hasil monitoring efek samping obat dan kesalahan
pengobatan dilakukan oleh apoteker yang melakukan pelayanan kefarmasian di rumah. Selain
memonitoring apoteker juga memastikan bahwa dokter telah menginformasikan setiap
kemungkinan munculnya efek samping obat. Efek samping yang muncul dapat dijadikan
indikator mutu pelayanan dan monitoring efek samping obat. Reaksi efek samping yang serius
dan masalah terkait obat harus dilaporkan ke Badan POM RI (form Pelaporan Efek Samping
Obat terlampir).
10. Berpartisipasi dalam penelitian klinis obat di rumah
Apoteker berpartisipasi dalam penelitian klinis penggunaan obat di rumah yang diawali
dengan penelitian di pelayanan kesehatan dan dilanjutkan selama dilakukan pelayanan
kefarmasian di rumah. Dalam melakukan penelitian klinis obat di rumah, apoteker sebaiknya
telah memperoleh dan memiliki informasi yang cukup tentang protokol penelitian obat.
11. Proses penghentian pelayanan kefarmasian di rumah
Penghentian pelayanan kefarmasian di rumah dapat dilakukan jika hasil pelayanan
tercapai sesuai tujuan, kondisi pasien stabil, keluarga sudah mampu melakukan pelayanan di
rumah, pasien dirawat kembali di rumah sakit, pasien menolak pelayanan lebih lanjut, pasien
pindah tempat ke lokasi lain, atau pasien meninggal dunia. Melihat peran apoteker diatas
diperlukan kompetensi khusus dan komitmen dalam melakukan pelayanan kefarmasian di
rumah. Sebagai tim kesehatan apoteker bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang
berkualitas agar dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien secara bermakna.

Dokumentasi dilakukan dalam setiap kegiatan pelayanan kefarmasian untuk


mengevaluasi kegiatan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dan tersedianya data/profil
pasien. Adapun manfaat dokumentasi memberikan bukti dan kepastian hukum bagi apoteker dan
pasien , pedoman untuk pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah bagi . Data yang diperoleh
dalam dokumen digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahun melalui penelitian .
Beberapa dokumentasi yang diperlukan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian, antara lain :
Prosedur tetap pelayanan kefarmasian di rumah yakni melakukan penilaian awal, menjelaskan
permasalahan dan manfaat home care,memberi penawaran pelayanan,menyiapkan lembar
persetujuan,bekerjasama dengan tenaga kesehatan yang terlibat, membuat rencana pelayanan
home care. Catatan penggunaan obat pasien bersifat rahasia dan hanya boleh ditulis oleh
apoteker. Lembar persetujuan ( informed consent) untuk apoteker dan pasien berupa kesepakatan
antara pasien dan apoteker. Pembuatan kartu kunjungan sebagai bukti kehadiran apoteker dalam
melakukan pelayanan kefarmasian di rumah dan membuat catatan sederhana .
LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) Lembar Persetujuan merupakan bukti
tertulis kesepakatan bersama antara pasien dan apoteker untuk pelayanan kefarmasian di rumah.

G. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang
aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Kegiatan dalam PTO
meliputi pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi Obat
yang Tidak Dikehendaki (ROTD); Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;
dan pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
H. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring dan evaluasi untuk menilai perkembangan pasien, tercapainya tujuan dan sasaran
serta kualitas pelayanan kefarmasian yang diberikan sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan
kefarmasian di rumah perlu dilakukan. Monitoring dan evaluasi memiliki fungsi memberikan
informasi kinerja yang berbeda terhadap fase pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada
pasien.

Monitoring efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat
yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. MESO bertujuan untuk menemukan Efek Samping Obat
(ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang; Menentukan
frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan; Mengenal semua
faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO;
Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki; dan Mencegah terulangnya
kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.

I. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


Merupakan program evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan
secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan EPO yaitu mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas
pola Obat; membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu; memberikan
masukan untuk perbaikan penggunaan Obat; dan menilai pengaruh intervensi atas pola
penggunaan Obat.

J. Dispensing Sediaan Steril


Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik aseptik
untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat
berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat. Dispensing sediaan steril
bertujuan untuk menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan;
menjamin sterilitas dan stabilitas produk; melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan
menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat. Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi :
pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral dan penanganan sediaan sitostatik.
K. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan
kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit
atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. PKOD bertujuan untuk mengetahui kadar Obat
dalam darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat. Kegiatan PKOD yaitu
melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan Pemeriksaan Kadar Obat dalam
Darah (PKOD); mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan Pemeriksaan Kadar
Obat dalam Darah (PKOD); dan menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD) dan memberikan rekomendasi.
2.2 ASPEK ALAT DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI
Standar alat home care
a. Alat kesehatan
1. Tas/kit
2. Pemeriksaan fisik
3. Set perawatan luka
4. Set emergency
5. Set pengambilan preparat
6. Set pemeriksaan lab sederhana
7. Set infus/injeksi
8. Perlengkapan oksigen
9. Kursi roda
10. Tiang infus
11. Penghisap lendir
12. Tempat tidur khusus orang sakit
13. Pot/urinal
b. Alat habis pakai
1. Obat emergency
2. Perawatan luka
3. Suntik/pengambilan
4. Set infus
5. Huknah
6. Sarung tangan, masker
7. Kateter
8. NGT dengan berbagai ukuran

2.3 ASPEK LEGALITAS HOME CARE


Menurut PerMenKes No. 9 TAHUN 2014 tentang klinik, Pelayanan kesehatan yang
bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan,
rawat inap, pelayanan satu hari (one day care) dan/atau home care sehingga pelayanan ini hanya
dapat dilakukan oleh pemberi layanan yang memiliki kompetensi dan kelayakan. Sehingga
sebagai Apoteker yang berkompetensi dalam pelayanan Farmasi Klinis seperti Home Care harus
bertanggungjawab dalam memberikan informasi yang tepat tentang terapi obat dan penggunaan
alat kesehatan serta BMHP kepada pasien dengan harapan dapat meningkatkan keberhasilan
terapi.
Perizinan yang menyangkut operasional pengelolaan pelayanan kesehatan rumah dan
praktik yang dilaksanakan oleh tenaga profesional dan non professional diatur sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Persyaratan perizinan:
1) Berbadan hukum yang ditetapkan di badan kesehatan akte notaris tentang yayasan di badan
kesehatan.
2) Mengajukan permohonan izin usaha pelayanan kesehatan rumah kepada Dinas Kesehatan
Kota setempat dengan melampirkan:
3) Rekomendasi dari organisasi profesi.
4) Izin lokasi bangunan.
5) Izin lingkungan.
6) Izin usaha.
7) Persyaratan tata ruangan bangunan melipti ruang direktur, ruang manajemen pelayanan,
gudang sarana dan peralatan, sarana komunikasi,dan sarana transportasi.
8) Izin persyaratan tenaga meliputi izin praktik profesional dan sertifikasipelayanan kesehatan
rumah.
9) Memiliki SIP, SIK dan SIPP.
Komponen evaluasi meliputi:
1) Pelayanan masyarakat
2) Organisasi dan admnistrasi
3) Program
4) Staf/personal
5) Evaluasi
6) Rencana yang akan datang
Standar penilaian akreditasi khusus home care yang dikeluarkan oleh Komite Joint Commission
International (JCI) ini merupakan standar penilaian penerapan home care berfokus pada pasien.
Penilaian tersebut meliputi keselamatan pasien, akses dan asesmen pasien, hak dan tanggung
jawab pasien, perawatan pasien dan kontinuitas pelayanan, manajemen obat pasien dan keluarga.
Hal – hal tersebut diatas dapat ditunjang dengan pengetahuan terkait penerapan danpelaksanaan
pendidikan pada pasien dak keluarga di unit pelayanan home care.

Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Penerapan Formularium Nasional,
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta.
Departemen Kesehatan, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2008. Pedoman
Pelayanan Kefarmasian Di Rumah (Home  Pharmacy  Care).Jakarta

Anda mungkin juga menyukai