Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KULIAH KERJA PRAKTEK

Kantor Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Sulawesi Tenggara

Oleh
Muh. Adzam
F1A2 15 101

PROGRAM STUDI STATISTIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis hanturkan kehadirat Allah Subhanahu Wa


Ta’ala karenaatas limpahan Rahmat, Taufik dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Kuliah kerja Profesi (KKP) dan menyusun laporan Kuliah kerja Profesi
(KKP) sebagai salah satu syarat penilaian dengan tepat waktu dan tanpa hambatan
yang berarti.
Laporan Kuliah kerja Profesi (KKP) ini disusun berdasarkan apa yang telah
penulis lakukan pada saat melakukan KKP di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi
Sulawesi Tenggara. Namun, demikian tidak menutup kemungkinan masih adanya
kekurangan dalam penyusunan laporan KKP. Oleh karena itu, segala saran dan
masukan dari semua pihak diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan laporan
ini. Kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi demi terwujudnya laporan ini saya
ucapkan terima kasih.

Kendari, Mei 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Gambaran Umum Pelaksanaan KKP .................... 1
1.2 Capaian dan Tujuan .............................................................................. 5
1.3 Waktu dan Tempat ................................................................................ 6
BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN
2.1 Kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) .................................................. 7
2.2 Kegiatan-Kegiatan Yang Berkaitan dengan KKP ................................. 7
BAB III FAKTOR PENUNJANG DAN PENGHAMBAT
3.1 Faktor Penunjang (Sarana dan Prasarana, Situasi dan Kondisi Obyektif di
Tempat KKP) ........................................................................................ 8
3.2 Upaya Mengatasi Hambatan ................................................................. 8
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ........................................................................................... 9
4.2 Saran-saran ............................................................................................ 9
4.3 Kesan dan Pesan ................................................................................... 9
LAMPIRAN-LAMPIRAN

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Gambaran Umum Pelaksanaan Kuliah Kerja Profesi
(KKP)
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari
beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang
melatarbelakangi pembentukan OJK, yaitu perkembangan industri sektor jasa
keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan
amanat Pasal 34 Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, Pasal ini
merupakan respon dari krisis Asia yang terjadi pada 1997-1998 yang berdampak pada
Indonesia mengakibatkan banyak bank yang mengalami koleps sehingga timbul
keresahan terhadap Bank Indonesia dalam mengawasi bank-bank di Indonesia. Ide
awal pembentukan OJK sebenarnya hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu
pembahasan Undang-undang tentang Bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Secara historis gagasan pembentukan otoritas terjadi pasca krisis ekonomi pada
tahun 1997 yang melumpuhkan industri perbankan, kondisi ini memperlihatkan
lemahnya perlindungan terhadap konsumen perbankan yang menyebabkan Bank
Indonesia harus mengeluarkan talangan liquidity support atau dana bantuan likuiditas
Bank Indonesia (BLBI) dengan total Rp. 218,3 trilliun. Dana yang diberikan tidak
hanya kepada bank swasta namun kepada Bank Exim yang sekarang sudah dilebur ke
dalam Bank Mandiri. Gagasan pembentukan otoritas baru dimasukkan dan menjadi
perintah oleh Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Namun pada tahun 2004 pemerintahan dan DPR tidak juga melahirkan otoritas
baru tetapi merevisi Undang-Undang Bank Indonesia, pemerintah mengajukan RUU
tentang Bank Indonesia yang memberikan idependensi kepada bank sentral tujuannya
agar Bank Indonesia (yang selanjutnya disebut BI) dengan pengelolaan moneter
Negara tidak perlu dipusingkan lagi dengan masalah pengawasan perbankan yang
selalu bersifat teknis.
Pada akhir tahun 2010 Undang-undang OJK belum juga selesai perencanaan
awal yang akan disahkan pada rapat paripurna 17 Desember 2010 tidak terlaksana.
Pemerintah dan DPR tidak sepakat mengenai struktur dan tata cara pembentukan

1
Dewan Komisioner OJK, pemerintah mengusulkan Dewan Komisioner terdiri atas
tujuh anggota dan dua orang di antaranya merupakan ex-officio yang otomatis berasal
dari Kementerian Keuangan dan BI.
Pada tahun 2011 parlemen (DPR) yang diketuai Priyo Budi Santoso menyetujui
pengesahan RUU OJK menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR pada
Oktober 2011, dengan hasil: (1) fungsi penyelidikan dan penyidikan OJK disepakati;
(2) masa transisi BI yaitu 3 tahun sejak OJK diundangkan atau akhir 2014, untuk
Bapepam-LK harus sudah melebur pada akhir 2012; (3) Dewan Komisioner harus
sudah dipilih pada Juni 2012 yang mana panitia penyeleksi calon DK dipimpin oleh
Menteri Keuangan.
Pada bulan Januari 2012 Presiden telah membentuk Panitia Seleksi pemilihan
sembilan calon anggota Dewan Komisioner OJK dan pada Juli 2012 terpilihlah ketua
dewan komisioner merangkap anggota dan delapan dewan komisoner merangkap
anggota lainnya. OJK memiliki struktur dengan unsur check and balance terlihat dari
pemisahan jelas antara fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan bertujuan untuk: (1)
menciptakan ketegasan pemisahan antara tanggung jawab regulator (Dewan
Komisioner) dengan tanggung jawab supervisor (kepala eksekutif masing-masing
pengawas perbankan, pasar modal dan industri keuangan non-bank); (2) menghindari
pemusatan kekuasaan yang terlalu besar pada satu pihak agar tidak terjadi
penyalahgunaan kewenangan; (3) mendorong terjadinya pembagian kerja (division of
labor) sehingga tercipta profesionalisme dari spesialisasi di masing-masing fungsi
pengaturan dan pengawasan.
Pengalihan pengawasan perbankan dan non-perbankan akhirnya secara resmi
dilimpahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan pada 1 Januari 2014, agenda OJK di awal
tahunnya mengawasi pasar modal, perbankan, reksa dana dan dana pensiun dengan
masalah penarikan dana stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat atau taping off
yang mempengaruhi kinerja ekonomi dan pasar modal Indonesia.
Dalam naskah akademik yang menjadi landasan yuridis pembentukan OJK yaitu
Pasal 34 Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia yang
menyatakan bahwa: (1) tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan
undangundang, (2) pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana yang dimaksud

2
ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Pada hakikatnya
Pasal 34 dimaksud memberikan otoritas pengaturan dan pengawasan kepada lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan terhadap industri perbankan, pasar modal
(sekuritas), dan industri keuangan non-bank (asuransi, dana pensiun, modal ventura
dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang menyelenggarakan
pengelolaan dana masyarakat). Menurut penjelasan Pasal 34 UU No. 3 Tahun 2004,
OJK akan bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada
di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Adapun landasan filosofis pembentukan Otoritas Jasa Keuangan bahwa OJK
harus merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan urusan kenegaraan yang
terintegrasi secara baik dengan lembaga-lembaga Negara dan pemerintahan lainnya di
dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam
konstitusi Republik Indonesia. Di mana pengawasan terhadap perbankan, pasar modal,
dan industri keuangan non-bank perlu dilakukan secara terpisah karena adanya
perbedaan karakteristik dari masing-masing industri jasa keuagan tersebut, diharapkan
dapat tercapainya spesialisasi dalam pengawasan, pengembangan metode pengawasan
yang tepat, serta mengurangi luasnya rentang kendali pengawasan agar proses
pengambilan keputusan dan pelaksanaan atas keputusan tersebut menjadi lebih efisien
dan efektif.
Dengan dibentuknya OJK, fungsi, tugas, dan wewenang pembinaan dan
pengawasan atas sektor jasa keuangan beralih ke institusi ini. OJK akan mengambil
alih sebagian tugas dan wewenang Bank Indonesia, Ditjen Lembaga Keuangan, Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), dan institusi
pemerintah lain yang memang mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat. OJK
menjadi lembaga pengawas perbankan dan lembaga keuangan non-bank, sebelum
OJK terbentuk pengawasan perbankan dilakukan oleh BI dan pengawasan (supervisi)
pasar modal dan lembaga keuangan non-bank dilakukan oleh BAPEPAMLK, yang
merupakan perwakilan dari Kementerian Keuangan. Tugas yang tetap dipegang BI
adalah pengaturan kegiatan bank yang terkait dengan kewenangan otoritas moneter.
Sedangkan landasan sosiologis dari pembentukan OJK adalah peran pengaturan
dan pengawasan yang dilakukan OJK harus diarahkan untuk menciptakan efisiensi,

3
persaingan yang sehat, perlindungan konsumen, serta memelihara mekanisme pasar
yang sehat. Untuk itu, prinsip kesetaraan pengaturan dan pengawasan yang didasarkan
pada prinsip-prinsip keadilan dan transparansi harus ditetapkan sedemikian rupa untuk
menciptakan suatu aktifitas dan transaksi ekonomi yang teratur, efisien dan produktif,
dan menjamin adanya perlindungan nasabah dan masyarakat. Saat ini sektor keuangan
di Indonesia didominasi oleh bank umum, banyaknya permasalahan lintas sektoral di
sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan moral hazard. belum optimalnya
perlindungan konsumen jasa keuangan dan tergantungnya stabilitas sistem keuangan
semakin mendorong diperlakukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor
jasa keuangan yang teintegrasi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki visi dan misi sebagai berikut:
a) Visi OJK
Menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa
keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat
memajukan kesejahteraan umum.
b) Misi OJK
1. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel.
2. Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
3. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Adapun dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan yakni:
1. Ketua merangkap Anggota
2. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap Anggota
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Merangkap Anggota
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap Anggota
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap Anggota
6. Ketua dewan Audit merangkap Anggota
7. Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen
8. Anggota Ex-Officio dari Bank Indonesia yang merupakan Anggota Dewan
Gubernur Bank Indonesia

4
9. Anggota Ex-Officio dari Kementrian Keuangan yang merupakan pejabat
setingkat eselon I Kementrian Keuangan.

1.2 Capaian dan Tujuan


1.2.1 Capaian Kuliah Kerja Profesi (KKP)
1. Mampu memelihara dan mengembangkan jaringan kerja dengan pembimbing,
kolega dan sejawat baik di dalam maupun di luar lembaganya.
2. Mampu bertanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok, melakukan
supervise dan evaluasi terhadap penyelesaian pekerjaan yang ditugaskan kepada
pekerja yang berada di bawah tanggung jawabnya.
3. Mampu berkolaborasi dalam team, menunjukkan kemampuan kreatif (creativity
skill), inovatif (innovation skill), berpikir kritis (critical thinking) dan
pemecahan masalah (problem solving skill) dalam pengembangan keilmuan dan
pelaksanaan tugas di dunia kerja.

1.2.2 Tujuan Kuliah Kerja Profesi (KKP)


1. Mendapatkan pengalaman langsung mengenai pemeliharaan dan pengembangan
jaringan kerja dengan pembimbing, kolega dan sejawat baik di dalam maupun
di luar lembaga.
2. Memliliki tanggungjawab atas pencapaian hasil kerja kelompok, mampu
melakukan supervise dan evaluasi terhadap penyelesaian pekerjaan yang
ditugaskan kepada pekerja yang berada di bawah tanggung jawabnya.
3. Memiliki kemampuan kolaborasi dalam team, kemampuan kreatif (creativity
skill), inovatif (innovation skill), berpikir kritis (critical thinking) dan
pemecahan masalah (problem solving skill) dalam pengembangan keilmuan dan
pelaksanaan tugas di dunia kerja.

1.3 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan Kuliah Kerja Profesi dilaksanakan pada tanggal 17 Januari 2019 s/d
17 Maret 2019 di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Tenggara
yang bertempat di Jl. Drs. H. Abdullah Silondae No.95A, Korumba, Mandonga, Kota
Kendari, Sulawesi Tenggara.

5
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
2.1 Kegiatan Praktek Kuliah Kerja Profesi (KKP)

Ada beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan Kuliah Kerja


Profesi (KKP) selama sebulan di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi
Sulawesi Tenggara dan salah satunya adalah membuat makalah tentang keterkaitan
antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Statistika. Pembuatan makalah ini memakan
waktu yang cukup lama karena beberapa kali di revisi oleh supervisor mulai dari
judulnya yang kurang sesuai sehingga harus diubah beberapa kali, selanjutnya setelah
judul makalah di acc barulah masuk ke rumusan masalah dan pembahasan. Kemudian
di akhir pelaksanaan KKP makalah tersebut di persentasikan.

2.2 Kegiatan-Kegiatan Yang Berkaitan Dengan KKP


Selain membuat makalah kegiatan lain yang dilakukan selama pelaksanaan KKP
yaitu: (1) mempelajari dan menerima materi tentang dasar-dasar Otoritas Jasa
Keuangan seperti latar belakang, fungsi, tujuan dan lain-lain, setelah penerimaan
materi biasanya akan diadakan kuis dadakan oleh supervisor untuk menguji
pemahaman tentang materi yang telah disampaikan sebelumnya, (2) mengikuti
seminar yang dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan yang bertempat di Learning
Centre OJK, (3) Mengikuti morning coffee yang mengundang berbagai lembaga jasa
keuangan baik perbankan dan non-bank yang ada di Kendari. (4) melakukan arsip
termasuk di dalamnya scan, print dan fotocopy berkas-berkas.

6
BAB III
FAKTOR PENUNJANG DAN PENGHAMBAT
3.1 Faktor Penunjang (Sarana dan Prasarana, Situasi dan Kondisi Obyektif di
Tempat KKP)
Selama melaksanakan kegiatan KKP faktor penunjang sarana dan prasarana-nya
cukup lengkap. Disediakan ruangan yang cukup nyaman untuk menerima materi EPK
(Edukasi Perlindungan Konsumen) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), selain itu ada
mesin fotocopy yang canggih sehingga memudahkan ketika melakukan fotocopy, print
ataupun scan berkas-berkas untuk kemudian di arsipkan dan setiap mahasiswa/i KKP
ditempatkan di dua ruangan yang berbeda yaitu ruang atas yang terletak dilantai dua
dan ditempati oleh tiga orang sedangkan ruangan yang berada dilantai bawah ditempati
dua orang, masing-masing diberi meja untuk digunakan belajar lengkap dengan buku
saku Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

3.2 Upaya Mengatasi Hambatan


Dalam melaksanakan KKP ini tidak selalu berjalan mulus karena ada beberapa
hambatan yang sempat dialami. Akan tetapi, hambatan-hambatan tersebut akhirnya
dapat diatasi dengan baik, seperti saat melakukan arsip yang mana penulis terhambat
ketika hendak memfotocopy berkas-berkas karena tidak tahu cara menggunakan mesin
fotocopy dan upaya yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan meminta
bantuan staff di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengajari.

7
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kuliah Kerja Profesi (KKP) yang berlangsung selama kurang lebih dua bulan
memberikan pengalaman yang sangat berarti terkait dengan dunia kerja sekaligus
melatih penulis selaku mahasiswa peserta KKP untuk bertanggung jawab dengan
tugas-tugas yang diberikan serta berkolaborasi dengan team selama di tempat KKP
yang bertempat di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Tenggara.
Selain itu kemampuan adaptasi dalam jaringan kerja juga menjadi salah satu hal
yang penting untuk dikembangkan. Karena ketika melaksanakan KKP mahasiswa/i
bertemu dengan orang-orang baru dengan karakter yang berbeda-beda. Dengan adanya
pelaksanaan KKP inilah kemampuan tersebut di asah untuk kemudian dikembangkan.

4.2 Saran-Saran
Penulis menyarankan agar monitoring untuk mahasiswa yang melaksanakan
KKP lebih ditingkatkan lagi.

4.3 Kesan dan Pesan


Lingkungan kerja yang nyaman dilengkapi dengan fasilitas yang memadai,
pejabat dan staf yang ramah serta profesional dan saling menghormati satu sama lain
memberikan kesan tersendiri bagi penulis selama melaksanakan KKP di kantor
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Tenggara.

8
LAMPIRAN-LAMPIRAN

9
1. Suasana STORY yang Merupakan Budaya Kerja di KOJK Prov. Sultra.

2. Presentasi Makalah Ilmiah di Hadapan Pimpinan KOJK Prov. Sultra

3. Edukasi SBR (Saving Bonds Retail) 005

10
4. Edukasi Peran OJK dalam dunia Jasa Keuagan.

5. Bakti Sosial di Lingkungan Learnig Center KOJK SULTRA

11

Anda mungkin juga menyukai