CRANIOTOMY
DI OK BEDAH RSPAD GATOT SOEBROTO
DISUSUN OLEH :
DENI NURROHMAN
1510721005
II. INDIKASI
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :
Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
Mengurangi tekanan intrakranial.
Mengevakuasi bekuan darah .
Mengontrol bekuan darah, dan
Pembenahan organ-organ intrakranial.
Tumor otak
Perdarahan (hemorrage)
Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
Peradangan dalam otak
Trauma pada tengkorak.
2. PASCAOPERASI
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk
memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak diintubasi
dan mendapat terapi oksigen tambahan.
Mengurangi Edema Serebral : Terapi medikasi untuk mengurangi edema
serebral meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan
menarik air bebas dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian
dieksresikan malalui diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan melalui
intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ; selanjutnya dosisnya dikurangi
secara bertahap.
Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang : Asetaminofen biasanya diberikan
selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit
kepala setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan
dan diiritasi selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup
untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin, deazepam)
diresepkan untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko
tinggi epilepsi setelah prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau
untuk mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.
Memantau Tekanan Intrakranial : Kateter ventrikel, atau beberapa tipe
drainase, sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa
posterior. Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter
diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan menyusun
sistem dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser. TIK dalam
dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa
sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi
yang tepat untuk menghindari drainase cairan serebrospinal, yang dapat
mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak dikeluarkan. Kateter
diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Ahli bedah neuro diberi tahu
kapanpun kateter tanpak tersumbat.
Pirau ventrikel kadang dilakuakan sebelum prosedur bedah tertentu untuk
mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada pasien tumor fossa posterior
V. KOMPLIKASI PASCABEDAH
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pascabedah intrakranial atau
kraniotomi adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Perdarahan dan syok hipovolemik
3. Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit
4. Infeksi
5. Kejang
(Brunner & Suddarth. 2002).
VI. PENGKAJIAN
a) Primery survey (ABCDE) meliputi :
1. Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun.
Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi kesan
adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh
kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit
sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan
yang apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway. Airway
(jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan memperhatikan kontrol
servikal, pasang servikal kollar untuk immobilisasi servikal sampai terbukti tidak
ada cedera servikal, bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing,
darah dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi
(orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8, pertimbangan juga
untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak mencapai 90%.
Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi (suara
napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
Feel (raba)
2. Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang
adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap
pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus
dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus segera di
evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan
dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu
ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara ke dalam paru.
Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau
tidak terdengarnya suara napas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda akan
adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-
takipneu mungkin menunjukkan kekurangan oksigen
Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang saturasi
oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi
yang adekuat.
3. Circulation dengan kontrol perdarahan
a. Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b. Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan sistolik-
tekanan diastolik)
c. Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d. Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut tekan
pada daerah tersebut
e. Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE
(Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan
atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK
(Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f. Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari terjadinya
koagulopati dan gangguan irama jantung.
4. Disability.
a. GCS setelah resusitasi
b. Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c. Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5. Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang menutupi tubuh
penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan selama pemeriksaan.
Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling dengan harus
menghindari terjadinya hipotermi (America College of Surgeons ; ATLS)
b) Secondary survey
1. Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi rambut
kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa,
pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut, massa),
tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher.
2. Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan
ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada
bergerak atau pada saat diem, terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan
pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding
dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus
(vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal
selama seseorang berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan udara
(pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapatb pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal
dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna
untuk mengkaji kondisi paru-paru dan rongga pleura.
3. Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan untuk
mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan (heaves). Palpasi
dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta,
area pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan tetapi
dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang dilakukan
karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
(Priharjo, 1996)
4. Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas bersangkutan,
antara lain yaitu ;
a. Cedera pembuluh darah
b. Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku
c. Crush injury
d. Sindroma kompartemen
e. Dislokasi sendi panggul
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a. Pusasi arteri tidak teraba
b. Pucat (pallor)
c. Dingin (coolness)
d. Hilangnya fungsi sensorik dan motorik
e. Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala sedapat
mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat
meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory Disstress Syndrom) sampai 5 kali
lipat. Fiksasi dini pada fraktur tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat
menurunkan insidensi ARDS.
VII. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa
NO Tujuan / Kriteria hasil Rencana Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Gangguan perfusi Meningkatkan Mandiri
jaringan perifer tingkat kesadaran biasa / 1. Tentukan faktor-faktor yang o Menentukan pilihan
perbaikan, ognisi dan berhubungan dengan keadaan intervensi. Penurunan tanda dan gejala
fungsi motorik-sensori. tertentu atau yang menyebabkan neurologis atau kegagalan dalam
Mendemonstrasika koma/penurunana perfusi pemulihannya setelah serangan awal
n tanda vital stabil dan jaringan otak dan potensial mungkin menunjukkan bahwa pasien
tanda-tanda peningkatan peningkatan TIK. itu perlu dipindahkan ke perawatan
TIK intensif untuk memantau tekanan TIK
dan atau pembedahan
2. Pantau/catat status neurologis o Mengkaji adanya
secara teratur dan bandingkan kecenderungan pada tingkat kesadaran
dengan nilai standar (misalnya dan potensial peninkatan TIK dan
skala koma Glascow). bermanfaat dalam menentukan lokasi,
perluasan dan perkembangan kerusakan
3. Evaluasi kemampuan membuka SSP.
mata, seperti spontan (sadar o Menentukan tingkat
penuh) membuka hanya jika kesadaran.
diberi rangsangan nyeri, atau
tetap tertutup (koma).
4. Kaji respon verbal ; catat apakah
pasien sadar, orientasi terhadap
orang, tempat dan waktu baik o Mengukur kesesuaian dalam
atau malah bingung; berbicara dan menunjukkan tingkat
menggunakan kata-kata/ frase kesadaran. Jika kerusakan (dari
yang tidak sesuai. pembedahan/insisi) yang terjadi sangat
kecil pada korteks serebral, pasien
mungkin akan bereaksi dengan baik
terhadap rangsangan verbal yang
diberikan tetapi mungkin juga
memperlihatkan seperti ngantuk berat
atau tidak kooperatif. Kerusakan yang
lebih luas pada korteks serebral
mungkin akan berespon lambat pada
perintah atau tetap tertidur ketika tidak
ada perintah, mengalami disorientasi
dan stupor. Kerusakan pada batang
otak, pons dan medulla ditandai dengan
adanya respon yang tidak sesuai
terhadap rangsang.
5. Kaji respon motorik terhadap
perintah yang sederhana, gerakan
yang bertujuan (patuh terhadap o Mengukur kesadaran secara
perintah, berusaha untuk keseluruhan dan kemampuan untuk
menghilangkan rangsang nyeri berespon pada rangsangan eksternal
yang diberikan) dan gerakan dan merupakan petunjuk keadaan
yang tidak bertujuan (kelainan kesadaran terbaik pada pasien yang
postur tubuh). Catat gerakan metanya tertutup sebagai akibat dari
anggota tubuh dan catat sisi kiri trauma atau pasien yang afasia. Pasien
dan kanan secara terpisah. dikatakan sadar apabila paien dapat
meremas atau melepaskan tangan
pemeriksa ata dapat menggerakkan
tangan sesuai dengan perintah. Gerakan
yang bertujuan dapat meliputi mimik
kesakitan atau gerakan
menarik/menjauhi rangsangan nyeri
atau gerakan yang disadari paien
(seperti duduk, fleksi abnormal dari
ekstremitas tubuh). Tidak adanya
gerakan spontan pada salah satu sisi
tubuh menandakan kerusakan pada
6. Pantau TD ; catat adanya jalan motorik pada himisfes otak yang
hipertensi sistolik secara menerus berlawanan.
dan tekanan nadi yang semakin
berat. o Peningkatan tekanan darah
sistemik yang diikuti oleh penurunan
tekanan darah diastolik (nadi yang
membesar) merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, jika diikuti oleh
penurunan tingkat kesadaran.
7. Frekuensi jantung; catat adanya Hipovelemia atau hipertensi dapat
bradikardi, takikardia, atau mengakibatkan kerusakan / iskemia
bentuk disritmia lainnya. serebral.
o Perubahan pada ritme (paling
serig bradikardi) dan disritmia dapat
timbul yang mencermikan adanya
depresi atau trauma pada batang otak
8. Pantau pernafasan meliputi pola pasien (berhubungan dengan luasnya
dan iramanya, seperti adanya insisi) yang tidak mempunyai kelainan
periode apnea setelah jantung sebelumnya.
hiperventilasi yang disebut o Nafas yang tidak teratur
pernafasan Cheyne Sroke. dapat menunjukkan lokasi adanya
gangguan serebral/peningkatan TIK dan
9. Kaji perubahan pada penglihatan, memerlukan intervensi yang lebih
seperti adanya penglihatan yang lanjut termasuk kemungkinan dukungan
kabur, ganda, lapang pandang
menyempit dan kedalaman nafas buatan.
persepsi. o Gangguan penglihatan yang
dapat diakibatkan oleh kerusakan
Kolaborasi
1. Berikan antibiotik sesuai o Terapi profilaktik dapat
indikasi. digunakan pada pasien yang mengalami
trauma (luka, kebocoran CSS atau
setelah dilakukan pembedahan untuk
menurunkan risiko terjasdinya infeksi
nasokomial).
2. Ambil bahan pemeriksaan o Kultur/sensivitas. Pewarnaan
(spesimen) sesuai indikasi. Gram dapat dilakukan untuk
memastikan adanya infeksi dan
mengidentifikasi organisme penyebab
dan untuk menentukan obat pilihan
yang sesuai.
3. Gangguan rasa o Melaporkan nyeri Mandiri
nyaman Nyeri hilang/terkontrol. 1. Kaji intensitas, o Mungkin sedang sampai
o Mengungkapkan gambaran dan lokasi/penyebaran berat dengan penyebaran ke daerah
metode yang nyeri, atau adanya perubahan seluruh kepala atau intrakranial, daerah
memberikan sensasi. oksipital. Kesemutan yang tidak
penghilangan. nyaman mungkin merupakan cerminan
o Mendemontrasika kembalinya sensasi setelah dekompresi
n penggunaan saraf atau sebagai akibat dari
keterampilan relaksasi perkembangan edema dari penekanan
dan aktivias hiburan. saraf/daerah operasi.
o Perkembangan/resolusi
2. Kaji kembali edema dan inflamasi pada fase awal
manifestasi yang pascaoperasi dapat mempengaruhi
timbul/perubahan dalam intensitas penekanan pada berbagai saraf dan
nyeri. menyebabkan perubahan pada derajat
nyeri (terutama 3 hari setelah operasi),
ketika spasme otot/perbaikan sensasi
saraf mengintesifkan nyeri.
o Posisi disesuaikan dengan
kebutuhan fisiologis tipe operasinya.
3. Izinkan pasien Posisi yang sesuai membantu dalam
untuk mendapatkan posis yang menghilangkan menurunkan kelemahan
nyaman jika diperlukan. Gunakan otot dan rasa tidak nyaman (nyeri).
rogroll selama melakukan o Dengan menfokuskan kepala
perubahan posisi. perhatian tertentu, menurunkan
4. Demonstrasikan ketegangan otot, meningkatkan rasa
penggunaan keterampilan memiliki dan kontrol / menurunkan rasa
relaksasi, seperti bernapas dalam kurang nyaman.
atau visualisasi. o Menurunkan rasa tidak
nyaman yang berhubungan dengan
sakit pada daerah kranial dan kesulitan
5. Berikan diet menelan.
makanan lunak, pelembab
ruangan, anjurkan untuk tdak o Sebagai tanda adanya
berbicara setelah dilakukan bedah. komplikasi kolaps intrakranial.
6. Teliti keluhan
pasien mengenai munculnya
kembali nyeri. o Diberikan untuk
menghilangkan / menurunkan nyeri.
Kolaborasi Narkotik digunakan selama beberapa
1. Berikan obat analgesik, sesuai hari pertama pascaoperasi, kemudian
kebutuhan. diberikan obat bukan dari jenis narkotik
Narkotik, seperti morfin, kodein,
meperidin (demerol) :oksikodom sesuai dengan penurunan intensitas
(Tylox :hidrokondon (vieodine): nyeri.
asetamenofen (tylenol) dengan Dapat digunakan untuk menghilangkan
kodein. spasme otot sebagai akibat iritasi saraf
Relaksan otot, seperti intraoperasi.
siklobenzaprin (flexeril): o Memberikan kontrol
diazepam (valium). terhadap pengobatan (biasanya
2. Bantu dengan ADP. narkotik) untuk mendapatkan tingkat
kenyamana yang lebih konstan yang
selanjutnya dapat meningkatkan proses
penyembuhan.
o Dapat digunakan untuk nyeri
3. Pasang unit TENS sesuai insisi atau ketika saraf tetap terkena
kebutuhan. setelah penyembuhan.
4. Syok hivopolemik Setelah dilakukan 1. Auskultasi nadi apical. Awasi o Perubahan disritmia dan
berhubungan tindakan asuhan kecepatan jantung atau irama bila iskemia dapat terjadi sbagai akibat
dengan resiko keperawatan selama 1 X EKG kontinue ada. hipotensi, hipoksia, asidosis,
perdarahan 24 jam diharapkan tidak ketidakseimbangan elektrolit atau
terjadi syok pendinginan dekat area jantung bila
laase air dingin digunakan untuk
2. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, mengontrol perdarahan.
berkeringat, pengisian kapiler o Asokonstriksi adalah respon
lambat dan nadi perifer lemah. simpatis terhadap penurunan volume
sirkulasi dan atau dapat terjadi sebagai
3. Catat keluaran urin dan berat efek vasopressin.
jenis. o Penurunan perfusi sistemik
dapat menyebabkan iskemia atau gagal
ginjal dimanifestasikan dengan
penurunan keluaran urin, ATN dapat
4. Catat laporan nyeri abdomen terjadi jika hipovolemik memanjang.
khususnya tiba-tiba, nyeri hebat o Nyeri disebabkan ulkus
menyebar ke bahu. gaster sering hilang setelah perdarahan
akut karena efek buffer darah. Nyeri
berat berlanjut atau tiba-tiba dapat
menunjukkan iskemia sehubungan
dengan terapi asokonstriksi, perdarahan
kedalam traktus bilier (hematobilia),
5. Observasi kulit untuk pucat, atau perforasi atau timbulnya
kemerahan. Pijat dengan minyak, peritonitis.
ubah posisi dengan sering.. o Gangguan pada sirkulasi
6. Beri oksigen tambahan sesuai perifer meningkatkan resiko kerusakan
indikasi. kulit.
7. Awasi GDA atau nadi oksimetri.
8. Berikan cairan IV sesuai indikasi. o Mengobati hipoksia dan
asidosis laktat selama perdarahan akut.
o Mengidentifikasi
hipoksemia, keefektifan atau kebutuhan
untuk terapi.
o Mempertahankan volume
sirkulasi dan perfusi.
Pembedahan “Craniotomy”
Trauma
Penurunan Penekanan Penekanan pada
Mengaktivasi jaringan Ganguan
Paralisis Penurunan tonus Suplay O2 ke pusat
reseptor nyeri metabolism
otak sistem cardiovaskuler
otot sensori
Penurunan Asam Penurunan kerja
Melalui sistem Penurunan cardiac
kelembaban Kelemahan laktat Hipoksia jaringan organ pernafasan
Merangsang
saraf ascenden out put (COP)
pergerakan Perubahan
thalamus
Gangguan & koteks
Muncul sensasi
rasa Gangguan Ganguan perfusi Ketidakadekuatan
Penurunan
Pola nafas Gangguan
Suplai
Penurunan
darah
perfusi
serebri Resiko
Infasi bakteri
infeksi Kontraktur persepsi sensori Oedem otak Penurunan RR
nyaman
nyeri
: nyeri mobilisasi fisik jaringan ekspansi
tidak
suplai
efektif
O
paru
2 aliran
berkurang
jaringan
darah
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 3.EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E., Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. 1999.Rencana Asuhan
Keperawatan. EGC: Jakarta.
Poppy Kumala dkk. 1996. Kamus Kedokteran Dorland. Copy editor, edisi Bahasa
Indonesia; Dyah Nuswantari. Ed.25. EGC: Jakarta
http://en.wikipedia.org/wiki/Craniotomy
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/criteria.html
health.discovery.com/diseasesandcond/encyclopedia/3223.html
www.healthopedia.com/craniotomy
http://www.dhs.vic.gov.au/copyright.htm
http://www.cinn.org/treattech/
http://www.neuro-onkologi.com/?page=home