Anda di halaman 1dari 7

A.

Definisi knowledge
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab
pernyataan ‘what’, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya. Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Knowledge atau pengetahuan adalah kesadaran dan pemahaman akan fakta, kebenaran
atau informasi yang diperoleh melalui pengalaman atau pembelajaran (suatu posteriori), atau
melalui introspeksi (suatu priori).
B. Etiologi FAM
Etiologi Penyebab dari fibroadenoma mammae menurut Price (2005), adalah pengaruh
hormonal. Hal ini diketahui karena ukuran fibroadenoma dapat berubah pada siklus menstruasi
atau pada kehamilan. Lesi membesar pada akhir daur haid dan selam hamil.
Fibroadenoma mammae ini terjadi akibat adanya kelebihan hormon estrogen. Namun ada
yang dapat mempengaruhi timbulnya tumor, antara lain: konsituasi genetika dan juga adanya
kecenderungan pada keluarga yang menderita kanker ( Sarjadi, 2007).
Pengaruh hormonal diketahui karena ukuran fibroadenoma dapat berubah pada siklus
menstruasi atau pada kehamilan. Lesi membesar pada akhir daur haid dan selama hamil.
Fibroadenoma mammae ini terjadi akibat adanya kelebihan hormon estrogen Namun, ada yang
dapat mempengaruhi timbulnya tumor, antara lain: konsituasi genetika dan juga adanya
kecenderungan pada keluarga yang menderita kanker. Makanan yang tinggi akan lemak tak
jenuh, protein (hewani), kaya karoten, makanan olahan (siap saji), alkohol, kafein memegang
peranan penting dalam timbulnya bebagai penyakit payudara. Kelebihan estradiol (dapat
terjadi akibat meminum kontrasepsi oral atau bentuk estrogen sintesis lainnya) d) Diabetes
atau disfungsi tiroid (Kimberly, 2014).
Faktor Risiko Fibroadenoma Mammae
 Umur
Umur merupakan faktor penting yang menentukan insiden atau frekuensi terjadinya FAM.
Fibroadenoma biasanya terjadi pada wanita usia muda < 30 tahun, terutama terjadi pada
wanita dengan usia antara 15-25 tahun. Berdasarkan data dari penelitian di Depatemen
Patologi Rumah Sakit Komofo Anyoke Teaching di Ghana (Bewtra, 2009) dilaporkan bahwa
rata-rata umur pasien yang menderita fibroadenoma adalah 23 tahun dengan rentang usia
14-49 tahun.
 Riwayat Perkawinan
Riwayat perkawinan dihubungkan dengan status perkawinan dan usia perkawinan, paritas
dan riwayat menyusui anak. Berdasarkan penelitian Bidgoli, et all (2011) di Iran menyatakan
bahwa tidak menikah meningkatkan risiko kejadian FAM (OR=6.64, CI 95% 2.56-16.31)
artinya penderita FAM kemungkinan 6,64 kali adalah wanita yang tidak menikah. Hasil
penelitian tersebut juga menyatakan bahwa menikah< 21 tahun meningkatkan risiko
kejadian FAM (OR=2.84, CI 95% 1.23-6.53) artinya penderita FAM kemungkinan 2,84 kali
adalah wanita yang menikah pada usia < 21 tahun.
 Paritas dan Riwayat Menyusui Anak
Penurunan paritas meningkatkan insiden terjadinya FAM, terutama meningkat pada
kelompok wanita nullipara. Pengalaman menyusui memiliki peran yang penting dalam
perlindungan terhadap risiko kejadian FAM.
 Penggunaan Hormon
Diperkirakan bahwa fibroadenoma mammae terjadi karena kepekaan terhadap peningkatan
hormon estrogen. Penggunaan kontrasepsi yang komponen utamanya adalah estrogen
merupakan faktor risiko yang meningkatkan kejadian FAM. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Department of Surgery, University of Oklahoma Health Sciences Center (Organ,
1983), dilaporkan proporsi penderita FAM yang menggunakan kontrasepsi dengan
komponen utama estrogen adalah sekitar 60%.
 Obesitas
Berat badan yang berlebihan (obesitas) dan IMT yang lebih dari normal merupakan faktor
risiko terjadinya FAM. Berdasarkan penelitian Bidgoli, et all diketahui bahwa IMT > 30 kg/m2
meningkatkan risiko kejadian FAM (OR=2.45,CI 95% 1.04-3.03) artinya wanita dengan IMT >
30 kg/m2 memiliki risiko 2,45 kali menderita FAM dibandingkan wanita dengan IMT < 30
kg/m2.
 Riwayat Keluarga
Tidak ada faktor genetik diketahui mempengaruhi risiko fibroadenoma. Namun, riwayat
keluarga kanker payudara pada keluarga tingkat pertama dilaporkan oleh beberapa peneliti
berhubungan dengan peningkatan risiko tumor ini. Dari beberapa penelitian menunjukkan
adanya risiko menderita FAM pada wanita yang ibu dan saudara perempuan mengalami
penyakit payudara. Dilaporkan 27 % dari penderita FAM memiliki riwayat keluarga
menderita penyakit pada payudara (Organ, 1983). Tidak seperti penderita dengan
fibroadenoma tunggal, penderita multiple fibroadenoma memiliki riwayat penyakit keluarga
yang kuat menderita penyakit pada payudara.
 Stress
Stress berat dapat meningkatkan produksi hormon endogen estrogen yang juga akan
meningkatkan insiden FAM. Berdasarkan penelitian Bidgoli, et all diketahui orang yang
mengalami stress memiliki risiko lebih tinggi menderita FAM (OR=1.43 CI 95%1.16-1.76)
artinya orang yang mengalami stress memiliki risiko 1,43 kali menderita FAM dibandingkan
dengan orang yang tidak stress.
 Faktor Lingkungan
Tinggal di dekat pabrik yang memproduksi Polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) juga
dapat menjadi faktor risiko terjadinya FAM. Berdasarkan penelitian Bidgoli, et all pada tahun
2011 di Iran dilaporkan 38% dari penderita FAM memiliki riwayat tinggal di dekat pabrik
yang memproduksi PAHs. Penelitian tersebut menggunakan desain case control dimana
diketahui OR=3.7,CI95%1.61-7.94 yang artinya orang yang tinggal didekat pabrik yang
memproduksi zat PAHs memiliki risiko 3,7 kali menderita FAM. PAHs adalah salah satu
pencemar organik yang paling luas. PAHs dibentuk oleh pembakaran tidak sempurna dari
karbon yang mengandung bahan bakar seperti kayu, batu bara, diesel, lemak, tembakau,
dan dupa. Banyak senyawa-senyawa aromatik, termasuk PAHs, yang bersifat karsinogenik.
Hal ini berdasarkan sifatnya yang hidrofobik (tidak suka akan air), dan tidak memiliki gugus
metil atau gugus reaktif lainnya untuk dapat diubah menjadi senyawa yang lebih polar.
Akibatnya senyawa PAHs sangat sulit diekskresi dari dalam tubuh dan biasanya terakumulasi
pada jaringan hati, ginjal, maupun adiposa atau lemak tubuh. Dengan struktur molekul yang
menyerupai basa nukleat (adenosin, timin, guanin, dan sitosin), molekul PAHs dapat dengan
mudah menyisipkan diri pada untaian DNA. Akibatnya fungsi DNA akan terganggu dan
apabila kerusakan ini tidak dapat diperbaiki dalam sel, maka akan menimbulkan penyakit
kanker.
C. Perawatan Luka Post Operasi
Perawatan luka merupakan salah satu teknik yang harus dikuasai oleh tenaga kesehatan
Prinsip menyebabkan angka morbiditas utama dalam manajemen perawatan luka adalah
pengendalian infeksi karena infeksi menghambat proses penyembuhan luka sehingga dan
mortalitas bertambah besar, Infeksi luka post operasi merupakan salah satu masalah utama
dalam praktek pembedahan.
Ada dua prinsip utama dalam perawatan luka, yang pertama menyangkut
pembersihan/pencucian luka, prinsip kedua menyangkut pemilihan balutan. Luka kering
dibersihkan dengan teknik swabbing yaitu ditekan dan digosok pelan-pelan menggunakan kassa
steril yang dibasahi dengan air steril atau NaCl 0,9%. Sedangkan luka basah dan mudah
berdarah dibersihkan dengan teknik irigasi yaitu disemprot lembut dengan air steril atau NaCl
0,9%.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
Perbaikan status gizi pada pasien yang memerlukan tindakan bedah sangat penting
untuk mempercepat penyembuhan luka operasi, Selain nutrisi, penyakit Diabetes Mellitus (DM)
berpengaruh besar dalam proses penyembuhan luka. Jika mengalami luka akan sulit sembuh
karena diabetes mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri dan melawan
infeksi. Personal hygiene juga mempengaruhi proses penyembuhan luka karena kuman setiap
saat dapat masuk melalui luka bila kebersihan diri kurang.
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: usia, anemia, penyakit
penyerta, vaskularisasi, nutrisi, kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stress (Nurani, 2015).
Sedangkan menurut Potter (2011) Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
antara lain faktor stres, nutrisi/gizi, perfusi jaringan, gangguan sirkulasi, perubahan
metabolisme, mobilisasi dini, usia dan obesitas. Menurut Maryunani (2014), faktor yang
mempengaruhi penyembuhan luka seperti oksigenisasi, hematoma, usia, nutrisi, sepsis, obat-
obatan, gaya hidup dan mobilisasi. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka (Hidayat,
2009) Vaskularisasi, anemia, usia, penyakit lain, nutrisi dan kegemukan.
Faktor yang mempengaruhi pada penyembuhan luka sebagai berikut:
1. Usia Dengan bertambahnya usia, acapkali mudah untuk terjadinya gangguan sirkulasi dan
koagulasi berkaitan dengan mulai menurunnya beberapa fungsi tubuh. Selain itu, respons
inflamasi yang lebih padat dan penurunan aktivitas fibroblast. Hal tersebut berpengruh
terhadap semua penyembuhan luka. (Solehati, 2017) Usia dapat menganggu semua tahap
penyembuhan luka seperti: perubahan vaskuler menganggu sirkulasi ke daerah luka,
penurunan fungsi hati menganggu sintesis faktor pembekuan, respons inflamasi lambat,
pembentukan antibody dan limfosit menurun, jaringan kolagen kurang lunak, jaringan parut
kurang elastis. Usia reproduksi sehat adalah usia yang aman bagi seorang wanita untuk
hamil dan melahirkan yaitu usia 20- 35 tahun. Kulit utuh pada dewasa muda yang sehat
merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan juga infeksi, begitupun
yang berlaku pada efisiensi sistem imun, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi yang
memungkinkan penyembuhan luka lebih cepat. Seiring dengan bertambahnya usia,
perubahan yang terjadi di kulit yaitu frekuensi penggunaan sel epidermis, respon inflamasi
terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis, dan fungsi barier kulit. Kecepatan
perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau kematangan usia seseorang,
namun selanjutnya proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat
memperlambat proses penyembuhan luka. (Nurani, 2015)
2. Tipe tubuh kemungkinan dapat memengaruhi proses penyembuhan luka. Pada pasien yang
bertubuh gemuk dengan jumlah lemak subkutan dan jaringan lemak yang memiliki sedikit
pembuluh darah berpengruh terhdap kelancaran sirkulasi dan oksigenisasi jaringan sel yang
akan memengaruhi proses penyembuhan luka. Hal ini berbeda pada pasien yang memiliki
berat badan ideal.
3. Pasien dengan status kesehatan yang baik memiliki persediaan imunitas yang memadai yang
digunakan dalam proses penyembuhan luka. Sebaliknya, pasien dengan status kesehatan
yang kurang baik apalagi buruk memiliki persediaan imunitas yang tidak memadai sehingga
tidak cukup jumlahnya untuk digunakan dalam proses penyembuhan luka. Hal tersebut
dapat mempersulit proses penyembuhan luka.
4. Nutrisi yang berperan penting dalam penyembuhan luka terutama nutrisi yang mengandung
protein, lemak, dan karbohidrat. Nutrisi yang mengandung protein akan meningkatkan
perbaikan sel-sel yang rusak serta meningkatkan daya imunitas tubuh. Hal ini sesuai dengan
fungsi protein, yaitu sebagai zat pembentukan antibody, pengangkut zat gizi, dan pengganti
jaringan yang rusak. Nutrisi yang mengandung lemak penting dalam pembentukan energy
dan sebagai zat pelarut vitamin A, D, E, dan K. Vitamin A, D dan E memiliki peranan dalam
imunitas tubuh. Vitamin K berperan penting dalam pembekuan darah dan pembentukan
tulang. Nutrisi yang mengandung karbohidrat berperan penting dalam memenuhi
kebutuhan energy selama proses penyembuhan luka dan menghindarkan protein dan lemak
untuk melakukan katabolisme. Status Nutrisi merupakan ekpresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variable tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variable tertentu. Contohnya gondok endemik merupakan keadaan ketidak seimbangan
antara pemasukan dan pengeluarkan yodium dalam tubuh yang merupakan akibat dari
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dengan 4 klasifikasi, status gizi buruk,
kurang, baik dan lebih. Metode penilaian status gizi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
penelitian secara langsung diantaranya adalah antropometri, klinis, biokimia dan bio fisik,
sedangkan penilaian secara tidak langsung diantaranya adalah survey konsumsi pangan,
statistik vital, dan factor ekologi. Metode penilaian status gizi secara langsung yaitu,
penilaian antropometri dan penilaian status gizi berdasarkan indeks massa tubuh dengan
rumus berikut IMT = BB(kg)/TB(m)2. Nutrisi dalam perawatan luka nutrisi sangat berperan
dalam proses penyembuhan luka. Kita ketahui bahwa status nutrisi pada seseorang adalah
factor utama yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan mempertahankan jaringan
tubuh agar tetap sehat.(Naesee, 2015).
Penyembuhan luka normal adalah tingkat yang diukur dengan pengurangan luas luka seiring
dengan perjalanan waktu dimana dapat dibandingkan dari masing-masing individual.
Penyembuhan luka terhambat adalah penyembuhan yang memakan waktu lebih lama dari
yang diantisipasi atau diberikan terapi yang tepat (White R, 2010).
Penyembuhan luka 5 normal pada fase proliferasi akan sembuh dalam waktu 3 minggu, jika
ada perpanjangan waktu satu sampai dua minggu pada fase proliferasi maka luka dikatakan
terhambat ringan dan jika perpanjangan waktu sampai tiga minggu maka luka dikatakan
terhambat sedang, dan jika luka lebih dari 4 minggu maka luka dikatakan terhambat berat
(Weledji, 2014 dan Yunita, 2015).

Terhambatnya penyembuhan luka dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
kebiasaan merokok, nutrisi, sirkulasi, dan obesitas (Guo dan DiPietro, 2010; Handayani.
2016).
 Kebiasaan merokok dapat berpengaruh terhadap penyembuhan luka, diperkirakan
bahwa asap rokok mengandung lebih dari 4000 senyawa beracun. Racun utama yang
menyebabkan gangguan penyembuhan luka adalah nikotin, gas karbon monoksida dan
hidrogen sianida. Racun yang paling sering dari tembakau dan erat kaitannya dengan
hipoksia jaringan adalah nikotin. Nikotin adalah alkaloid berwarna yang cepat diserap
selama merokok, hal ini diduga bertindak sebagai komponen utama dari berkurangnya
aliran darah karena vasokonstriksi. Beberapa studi menunjukkan bahwa nikotin
berbahaya bagi kulit dan jaringan subkutan karena merangsang sistem saraf simpatik
untuk melepaskan katekolamin, yang memicu vasokonstriksi perifer dan mengurangi
jaringan perfusi. Adanya gangguan aliran darah menyebabkan proses penyembuhan luka
terhambat (McDaniel, 2014).
 Nutrisi merupakan faktor yang memengaruhi penyembuhan luka. Nutrisi memiliki
peranan penting dalam proses penyembuhan luka, yaitu pada seseorang yang gizinya
tidak tercukupi atau malnutrisi maka penyembuhan luka akan terhambat, hal ini
dikarenakan pada keadaan malnutrisi seseorang mengalami kurangnya konsumsi
protein, karbohidrat dan lemak. Zat-zat tersebut sangat dibutuhkan dalam penyembuhan
luka (Ekaputra, 2013).
 Faktor lain yang menghambat penyembuhan luka yaitu sirkulasi. Sirkulasi yang tidak
baik dapat memengaruhi gangguan aliran dalam pembuluh darah, sehingga jaringan
akan sedikit memiliki oksigen. Dalam konteks penyembuhan, ketika jaringan memiliki
sedikit oksigen maka akan terjadi hipoksia. Sirkulasi yang baik sangat dibutuhkan untuk
mempertahankan proses penyembuhan luka yang adekuat. Tampak secara klinik, pada
daerah yang vaskularisasi nya baik seperti bagian tubuh wajah dan lidah, luka sembuh
dengan cepat, pada jaringan yang memiliki vaskularisasi yang buruk seperti bagian tubuh
tendon dan kartilago, luka sembuh dengan lambat (Guo dan DiPietro, 2010).
 Beberapa penelitian juga mengatakan obesitas merupakan faktor risiko yang menjadi
gangguan penyembuhan, jaringan adiposa yang terdapat pada orang obesitas memiliki
vaskularisasi yang buruk, disamping itu fungsi jantung sering terganggu pada pasien
obesitas dan mengurangi perfusi jaringan. Perlunya dukungan oleh perawat dalam
mengoptimalkan penyembuhan luka pada pasien luka kaki dengan obesitas (Guo dan
DiPietro, 2010).

Anda mungkin juga menyukai