Anda di halaman 1dari 4

SEJARAH HARI KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL

MAY 16, 2014 ADMINKESETIAKAWANANSOSIAL LEAVE A COMMENT

Perang mempertahankan kemerdekaan yang terjadi dari tahun 1945 hingga tahun 1948 mengakibatkan
permasalah sosial semakin bertambah jumlahnya.Kementerian Sosial menyadari bahwa untuk
menanggulangi dan mengatasi permasalahan sosial tersebut diperlukan dukungan menyeluruh dari
unsur masyarakat. Oleh sebab itu, maka pada bulan Juli 1949 di kota Yogyakarta, Kementerian Sosial
mengadakan Penyuluhan Sosial bagi tokoh-tokoh masyarakat dan Kursus Bimbingan Sosial bagi Calon
Sosiawan atau Pekerja Sosial, dengan harapan dapat menjadi mitra bagi pemerintah dalam
menanggulangi dan mengatasi permasalahan sosial yang sedang terjadi.

Para Sosiawan atau Pekerja Sosial telah bekerja dengan jiwa dan semangat kebersamaan,
kegotongroyongan, kekeluargaan serta kerelaan berkorban tanpa pamrih yang tumbuh di dalam
masyarakat dapat diperkokoh, sehingga masyarakat dapat menanggulangi dan mengatasi permasalahan
sosial yang timbul saat itu dalam rangka mencapai kesejahteraan sosial bagi masyarakat.

Nilai kesetiakawanan sosial yang telah tumbuh didalam masyarakat perlu dilestarikan dan
diperkokoh.Begitu juga dengan kinerja dan persatuan para sosiawan atau pekerja sosial perlu
ditingkatkan. Untuk hal tersebut,maka Kementerian Sosial berinisiatif membuat Lambang Pekerjaan
Sosial dan Kode Etik atau Sikap Sosiawan. Lambang Pekerjaan Sosial dan Kode Etik Sosiawan diciptakan
pada tanggal 20 Desember 1949, tanggal tersebut dipilih karena bertepatan dengan peristiwa
bersejarah bersatunya seluruh lapisan masyarakat untuk mengatasi permasalahan dalam
mempertahankan kedaulatan negara, yaitu pada tanggal 20 Desember 1948, sehari setelah tentara
kolonial Belanda menyerbu dan menduduki ibukota negara Yogyakarta.Maka tanggal tersebut oleh
Kementerian Sosial dijadikan sebagai HARI SOSIAL.

Hari Sosial atau Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) diperingati pada tanggal 20 Desember
setiap tahun sebagai rasa syukur dan hormat atas keberhasilan seluruh lapisan masyarakat Indonesia
dalam menghadapi ancaman bangsa lain yang ingin menjajah kembali bangsa kita.

Peringatan Hari Sosial atau Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) tersebut merupakan upaya
untuk mengenang, menghayati dan meneladani semangat persatuan, kesatuan, kegotongroyongan dan
kekeluargaan rakyat Indonesia yang secara bahu membahu mengatasi permasalahan dalam
mempertahankan kedaulatan bangsa atas pendudukan kota Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik
Indonesia oleh tentara Belanda pada tahun 1948.
Adapun sejarah lahirnya Hari Sosial yang pada akhirnya berubah menjadi Hari Kebhaktian Sosial, dan
berganti lagi menjadi Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional adalah sebagai berikut :

1. HARI SOSIAL ke I atau pertama kali diperingati pada tanggal 20 Desember 1958 dicetuskan oleh
Menteri Sosial Bapak H. Moeljadi Djojomartono.

2. Pada Peringatan yang ke XIX tanggal 20 Desember 1976, oleh Menteri Sosial Bapak HMS.
Mintardja, SH. Nama HARI SOSIAL diubah menjadi HARI KEBAKTIAN SOSIAL.

3. Dan pada Peringatan yang XXVI tanggal 20 Desember 1983, oleh Menteri Sosial Ibu Nani
Soedarsono, SH. nama HARI KEBAKTIAN SOSIAL diubah lagi menjadi HARI KESETIAKAWANAN SOSIAL
NASIONAL.

Jiwa dan semangat kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan dan kerelaan berkorban tanpa
pamrih yang tumbuh di dalam masyarakat tersebut harus dikembangkan, direvitalisasi, didayagunakan
dalam kehidupan berbangsa.

Pada saat ini bangsa Indonesia masih berhadapan dengan berbagai masalah kesejahteraan sosial yang
meliputi kemiskinan, keterlantaran, ketunaan, keterpencilan dan kebencanaan yang jumlahnya tidak
kecil. Sementara pemerintah memiliki kemampuan terbatas, sehingga diperlukan peran serta
masyarakat.

Kesetiakawanan sosial masa kini adalah instrumen menuju kesejahteraan masyarakat melalui gerakan
peduli dan berbagi oleh, dari dan untuk masyarakat baik sendiri-sendiri maupun secara bersamaan
berdasarkan nilai kemanusiaan, kebersamaan, kegotongroyongan dan kekeluargaan yang dilakukan
secara terencana, terarah dan dan berkelanjutan menuju terwujudnya Indonesia Sejahtera (INDOTERA).

Peringatan HKSN diharapkan dapat menjadi “alat pengungkit” untuk menggerakkan kembali nilai-nilai
kesetiakawanan sosial yang ada dimasyarakat, yang dilaksanakanditingkat pusat, propinsi dan
kabupaten/kota dengan berdasarkan pada tiga prinsip, yaitu :
1. Prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat,yang berarti bahwa kegiatan Peringatan HKSN
memerlukan peran aktif seluruh unsur masyarakat, antara lain TNI dan Polri, organisasi sosial/lembaga
swadaya masyarakat, unsur generasi muda, lembaga pendidikan, dunia usaha, media massa, pemuka
masyarakat dan agama, relawan sosial dan masyarakat secara umum yang didayagunakan untuk
kepentingan masyarakat.

2. Prinsip Tri Daya, yaitu bahwa penyelenggaraan HKSN diharapkan dapat memberdayakan
manusia, usaha, dan lingkungan sosial sebagai satu kesatuan.

3. Prinsip berkelanjutan, bahwa kegitan-kegiatan dalam rangka Kesetiakawanan Sosial Nasional


hendaknya dilaksanakan secara terus menerus sepanjang tahun (No Day Without Solidarity) dengan
berdasarkan pada kedua prinsip tersebut di atas.

Peringatan Hari Kesetiakawanan sosial Nasioal saat ini dilaksanakan dalam bentuk Gerakan Indonesia
Setiakawan yang dimaksudkan sebagai upaya mengarahkan percepatan gerakan Indonesia Peduli
menuju terwujudnya Indonesia baru, dengan tujuan menumbuhkan kesadaran dan tanggungjawab
sosial masyarakat untuk mengkristalisasikan kesetiakawanan sosial serta meningkatkan jumlah
masyarakat peduli dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Peringatan HKSN diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan sosial yang ada, dengan
mengacu pada parameter kesejahteraan :

Terpenuhinya kebutuhan dasar setiap warga negara Indonesia (sandang, pangan, papan, pendidikan
dan kesehatan).

Terlindungi hak sipil setiap warga negara (hak memperoleh KTP, Akte Kelahiran, hak berorganisasi, hak
mengemukakan pendapat dll).

Terlindunginya setiap warga negara dariberbagai resiko yang bertautan dengan siklus hidup,
ketidakpastian ekonomi, resiko kerusakan lingkungan dan resiko sosial maupun politik (kecacatan,
konflik, bencana, pengangguran).

Terdapatnyakemudahan memperoleh berbagai aksespelayanan dasar (pendidikan, kesehatan,


ekonomi/keuangan, politik dll).
Terpenuhinya jaminan keberlangsungan hidup bagi setiap warga negara (asuransi, jaring pengamanan
sosial, bantuan sosial dan lain-lain).

Anda mungkin juga menyukai