Industri Hygiene
Industri Hygiene
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan ekonomi dunia cenderung konstan bahkan beberapa negara mengalami
pertumbuhan yang negatif tetapi berbeda dengan Indonesia yang mengalami pertumbuhan
ekonomi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi suatu negara
didukung oleh perkembangan industrinya, semakin berkembang industri di suatu negara
berpengaruh terhadap perekonomian negara tersebut. Tuntutan dan perkembangan ekonomi
menuntut industri untuk mengembangkan dan meningkatkan produksinya, keadaan tersebut
berpengaruh terhadap proses produksi yang meliputi sumber daya manusia, pemakaian mesin
produksi, peralatan produksi, serta penggunaan bahan-bahan berbahaya dan proses produksi
yang berbahaya untuk menunjang kelancaran produksi. Hal ini sebanding dengan meningkatnya
potensi bahaya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Semakin kuatnya perekonomian Indonesia ditunjang dengan peningkatan di bidang
industri, sehingga standar keamanan proses produksi harus semakin ditingkatkan, rekayasa
teknologi digunakan untuk mengurangi dampak bahaya bagi manusia dan lingkungan akibat
perkembangan teknologi yang semakin meningkat. Tenaga kerja merupakan pelaku yang
sekaligus menjadi sasaran pembangunan, oleh karena itu perlu adanya pengembangan dan
pembinaan sumber daya manusia sehingga produktivitasnya meningkat. Pemerintah mewajibkan
perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk menerapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970
Pasal 3 tentang Keselamatan Kerja, yang salah satu isinya adalah menciptakan keserasian antara
manusia, mesin, dan lingkungan sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan nyaman dan tidak
terjadi kelelahan yang berlebihan serta mencegah timbulnya penyakit akibat kerja. Keselamatan
kerja yang dilaksanakan sebaik-baiknya akan membawa iklim yang aman dan tenang dalam
bekerja sehingga sangat membantu hubungan kerja dan manajemen (Sumamur, 2001).
Semua indutri terutama di pabrik-pabrik yang proses produksinya menggunakan tenaga
manusia rentan akan ancaman terhadap keselamatan kerja karena menggunakan alat-alat kerja
berbahaya. Salah satu indutri yang perlu memperhatikan keselamatan kerja adalah PT Pudak
Scientific yaitu perusahaan pabrikasi yang membuat alat-alat peraga sekolah mulai dari SD,
SMP, SMA dan SMK. Alat yang dibuat digunakan untuk pembelajaran di laboratorium atau
untuk pelatihan otomotif. Pekerjaan di setiap bidang produksi di perusahaan tersebut
mengandung risiko, dapat menimbulkan potensi bahaya, kecelakaan kerja, ketidaknyamanan
dalam bekerja, dan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja, terutama bagi para pekerja di
lokasi produksi alat penunjang produksi dan pembuatan alat laboratorium sekolah. Tahapan yang
dilakukan dalam kunjungan industri ini adalah melakukan indentifikasi dan evaluasi terhadap
kemungkinan potensi bahaya dan gangguan kerja yang mengacu kepada ambang batas di
Indonesia. Prosesnya dengan melakukan pengukuran terhadap beberapa faktor penyebab, seperti
kebisingan, kelembaban, cahaya, suhu, radiasi pada lingkungan kerja, dan kapasitas paru-paru
pada pekerja. Hasil dari proses pengukuran dibandingkan dengan nilai ambang batas sesuai
regulasi yang berlaku di Indonesia, seperti Peraturan Pemerintah atau aturan lainnya yang telah
diterapkan di Indonesia. Terakhir dilakukan evaluasi dan rekomendasi terhadap proses produksi,
hasilnya dapat diberikan kepada perusahaan sebagai saran dan masukan untuk meningkatkan
standar-standar kselematan kerja selama proses produksi.
Profil Perusahaan
PT Pudak Scientific adalah perusahaan terpercaya dalam bidang alat pendidikan. PT
Pudak melakukan pengembangan produksi dan distribusi berbagai jenis produk alat pendidikan
sekolah dasar, menengah dan kejuruan, universitas dan lembaga pendidikan lainnya. Pudak
menempati areal seluas 3,2 hektar dan bangunan 12.000 m2 untuk kegiatan administrasi, fasilitas
produksi, gudang, dan departemen R&D. Pudak memiliki karyawan ± 2000 orang staff dan
tenaga ahli yang dikombinasikan dengan teknik produksi dan managemen yang modern dan
menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga yang bersaing. PT Pudak Scientific
menyediakan peralatan sains yang terdiri dari:
Ilmu Pengetahuan Alam (Fisika, Kimia, dan Biologi)
Matematika
Alat Pelatihan Vocational
Furnitur untuk Labolatorium
Pabrik Pudak memiliki beberapa divisi atau bagian yang di tempatkan pada ruang-ruang tertentu
yaitu:
Ruang bahan dasar 1
Bahan dasar dalam pembuatan peralatan yang di produksi oleh Pudak scientific diantaranya:
- Bahan kaca Borosilikat yang tahan panas dan tidak pecah jika dibakar. Contoh Produk: tabung
reaksi, gelas kimia, gelas ukur, labu didih, buret, dan alat gelas lainya.
- Bahan kaca optik khusus untuk lensa , bukan kaca biasa yang berwarna kehijauan. Contoh
Produk: lensa-lensa optik, balok kaca.
- Bahan plastik Plastik ABS untuk keseragaman bentuk dan warna dan PS-HI untuk
karakterisitik keras dan tidak mudah pecah dan plastik SAN yang bening dan tidak mudah pecah.
Pudak tidak menggunakan plastik recycle yang getas mudah pecah. Contoh produk : komponen
kit berbahan plastik, lensa plastik dan lainnya.
- Stainless steel adalah besi tahan karat dengan masa pakai seumur hidup, jika dibandingkan
dengan besi krom harganya memang lebih mahal, tapi pada pemakaian umum lapisan krom akan
lepas dan berkarat. Contoh produk: statif set, pembakar spriritus.
- Aluminium diecast, untuk hasil produk yang presisi, kuat dan seragam. Contoh produk: klem
universal, klem bosshead.
- Aluminium extrusion berlapis anodize. Contoh produk : precision rail.
- Desain sekering otomatis elektronik pada unit catu daya, jika catu daya mengalami hubung
singkat atau kelebihan beban maka akan otomatis mati, catu daya akan berfungsi kembali dengan
menekan tombol reset tanpa perlu mengganti sekering seperti pada catu daya umumnya.
- Bahan pelapis pada komponen umum digunakan cat powder coating menggantikan cat biasa
yang mudah tergores/lepas.
Ruang bahan dasar 2
Terdapat dua divisi dalam perakitan yaitu perakitan mekanika dan elektronika, dalam perakitan
mekanika kami dapat melihat tentang perakitan balok untuk alat peraga di tingkat sekolah dasar,
sedangkan perakitan elektronika kami dapat melihat tentang pembuatan trafo, dimulai dari
pembuatan lilitan trafo hingga sampai menjadi trafo.
3. Ruang sablon
Di ruang ini kami dapat melihat tentang pembuatan nama atau jenis perangkat yang di sablonkan
pada tempat perangkat tersebut seperti pada Kit.
4. Ruang Kalibrasi dan printing
Ruangan ini adalah tempat untuk proses kalibrasi dan printing gelas yang biasanya digunkan
untuk pembuatan alat-alat kimia yang mempunyai skala atau ukuran.
5. Ruang CNC
Ruang CNC adalah ruang pembuatan alat-alat yang berbahan dasar logam, terdapat beberapa
mesin yang bekerja dengan bantuan system computer.
6. Ruang pengerjaan plastik
Di ruangan ini terdapat beberapa mesin pembuat alat-alat peraga yang berbahan dasar plastik.
Produk plastik dicetak menggunakan mesin Injeksi Plastik dengan Mold (matres) untuk
keseragaman bentuk dan warna, berbahan plastik ABS dan PS-HI untuk karakterisitik keras L
8. Ruang pengemasan
Sebelum dikirimkan kepada konsumen, barang barang di kemas terlebih dahulu. Barang-barang
dikemas secara manual ataupun menggunakan mesin. Barang yang akan dikirim kebanyakan
berbentuk kemasan Kit, yaitu wadah plastic dengan kompartemen individual untuk masing-
masing komponen sehingga mempermudah peletakan dan pengecekan alat-alat. kotak plastic
atau kotak kayu yang diberi kode warna (color code) juga di gunakan sebgai tempat
penyimpanan kit.
9. Pembuangan limbah
Limbah dari hasil produksi di Pudak scientific di tempatkan pada ruangan tertentu, untuk bahan
dari kayu dan kaca tidak bisa di daur ulang. Pudak Scientifik bekerja sama dengan warga sekitar
dalam usaha industri kecil limbah berupa bahan plastik bisa di daur ulang dan dijadikan alat-alat
keperluan rumah tangga seperti gayung, ember dan yang lainya.
PT Pudak Scientifik memiliki banyak produk, yaitu berupa alat peraga sederhana sampai
dengan trainer system yang canggih. Mulai dari alat tunggal (single item) sampai dengan
perangkat atau set alat peraga berupa Kit yang terdiri dari komponen-komponen untuk
memenuhi pengajaran berdasarkan kurikulum tertentu.
Pelanggan atau konsumen bisa lebih fleksibel dalm pemelihan produk sesuai dengan
kebutuhan menerut jenjang pendidikan. Selain itu PT Pudak Scientifik memenuhi kebutuhan set
peralatan sesuai dengan kurikulum sekolah.
Komponen-komponen peralatan di Pudak Scientific dibuat dari material yang berkualitas
sehingga menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang baik dan tahan lama. Seluruh
produk Pudak memiliki garansi selama 1 tahun termasuk suku cadang dan biaya service. Selain
itu Pudak juga menjamin ketersediaan suku cadang selama 5 tahun.
Teori Dasar
Literatur Mengenai Potensi Bahaya di Industri PT PUDAK Scientific
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.
Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian,
kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang
berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau
lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering
dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya.
Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang
merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
ILO memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal karena kecelakaan
dan penyakit di lingkungan kerja termasuk didalamnya 360.000 kecelakaan fatal dan
diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di ligkungan kerja. Hal
tersebut berarti bahwa pada akhir tahun hampir 1 juta pekerja akan mengalami kecelakaan kerja
dan sekitar 5.500 pekerja meninggal akibat kecelakaan atau penyakit di lingkungan kerja. Dalam
sudut pandang ekonomi, 4% atau senilai USD 1,25 Trilyun dari Global Gross Domestic Prodct
(GDP) dialokasikan untuk biaya dari kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan dan penyakit di
lingkungan kerja, kompensasi untuk para pekerja, terhentinya produksi, dan biaya-biaya
pengobatan pekerja. Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan menyebabkan 651.000 angka
kematian, terutama di negara-negara berkembang. Bahkan angka tersebut mungkin dapat lebih
besar lagi jika sistem pelaporan dan notifikasi nya lebih baik. Data ILO menyebutkan ada 1 juta
orang di Asia yang meninggal karena penyakit akibat kerja.
Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan
oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari:
bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan. Potensi bahaya
keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta bahan yang digunakan dalam proses produksi, seperti
forklift (tertabrak), gancu (tertusuk), pallet (tertimpa), dan bahan baku (tertimpa, terjatuh dari
tumpukan bahan baku), feed additive (kerusakan mata akibat terkena debu feed additive), cutter,
mesin bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet akibat terkena part panas, dan
kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka bakar akibat kebocoran gas, terjepit part,
semburan panas dari blow down otomatis, kebakaran, dan peledakan. Berkut ini adalah referensi
literature dalam pengukuran potensi bahaya bagi para pekerja.
Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak
kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan (Slamet,
2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk menyatakan suara yang
tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas alam (Schilling,
1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat
memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu
populasi.
Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain: jumlah energi bunyi, distribusi
frekuensi, dan lama pajanan.
Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi,
yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.
Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.
Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak diklaim.
Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan
dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang
yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah
gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas
biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel (dB). Berdasarkan frekuensi,
tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori:
1) Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang
disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
2) Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi
antara 31,5 . 8.000 Hz.
3) Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi
yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu
bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di
sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki atau bising.
Bising diukur dengan menggunakan alat Sound Level Meter dengan satuan desibel (dB).
Karena yang ditinjau adalah efek kebisingan terhadap manusia, maka skala yang digunakan
adalah pembobotan A. Desibel digunakan dalam lingkup polusi suara (environmental noise
pollution) untuk menyatakan suatu besaran tingkat daya, tingkat intensitas, dan tingkat tekanan
suara. Alat Sound Level Meter terdiri dari mikropon, sirkuit elektronik, dan tampilan pembacaan.
Mikropon akan mendeteksi tekanan udara yang bervariasi yang kemudian bersama-sama dengan
bunyi akan mengubahnya menjadi sinyal elektrik. Sinyal ini kemudian akan diproses oleh sirkuit
elektronik yang terdapat di dalam alat. Pembacaan akan terlihat dalam satuan desibel. Untuk
pengukuran, Sound Level Meter digenggam dan diletakkan setinggi telinga manusia yang
terpapar bising (Woodside dan Kocurek, 1997).
Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen
Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang
Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:
1) Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah
tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama
dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.
2) Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai
modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
3) Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan
adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat
dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-
95.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada
indera pendengaran sampai kepada ketulian.
a. Dampak Kebisingan pada Kesehatan
Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan yang dapat dikelompokkan
secara bertingkat sebagai berikut:
Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau
yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10
mmHg), peningkatan nadi, konstruksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan
kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Bising dengan intensitas
tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.
Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan
cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit
psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan, dan lain-lain.
Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau
melayang yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)
atau mual-mual.
Efek pada Pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran,
yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum
dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan
pemulihan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi
apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat
normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas ke
frekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk
percakapan.
b. Dampak Kebisingan pada Daya Kerja
Kebisingan mempunyai efek merugikan kepada daya kerja. Pengaruh-pengaruh negatif
demikan adalah sebagai berikut (Sumamur, 1996):
Gangguan
Kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki, maka dari itu kebisingan sering
mengganggu, walau pun terdapat variasi di antara penerangan dalam besarnya gangguan
atas jenis dan kekerasan suatu kebisingan. Pada umumya, kebisingan bernada tinggi sangat
mengganggu, terlebih lagi yang terputus-putus atau yang datangnnya secara tiba-tiba dan
tak terduga.
Komunikasi dengan pembicaraan
Resiko potensial kepada pendengaran terjadi jika komunikasi pembicaraan harus
dijalankan dengan berteriak. Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya
pekerjaan bahkan mungkin terjadi kesalahan terutama pada penggunaan tenaga baru.
Pengaruh pada komunikasi dengan pembicaraan dapat dilakukan dengan mengukur rata-
rata intensitas oktaf-oktaf di antara 600-1200, 1200-2400, dan 2400-4800 Hz. Nilai ini
disebut Tingkat Gangguan Pembicaraan (Speech Interferrence Level).
Kriteria Kantor
Kebutuhan pembicaraan, baik langsung atau pun lewat telepon adalah sangat penting di
kantor dan ruang sidang. Oleh karena itu telah ditemukan bahwa tingkat gangguan
pembicaraan saja tidak selalu memadai sebagai pedoman untuk menentukan tepat tidaknya
tingkat kegaduhan.
Efek pada Pekerjaan
Kebisingan mengganggu perhatian yang perlu terus-menerus dicurahkan. Maka dari itu,
tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi
atau hasil dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat dari terganggunya konsentrasi.
Reaksi masyarakat
Pengaruhnya akan besar apabila kebisingan akibat suatu proses produksi membuat
masyarakat sekitar protes agar kegiatan produksi tersebut dihentikan.
Peraturanperaturan yang berhubungan dengan lingkup kebisingan di industri antara lain:
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan. Nilai baku tingkat kebisingan untuk tiap kawasan yang ada pada peraturan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Baku Mutu Tingkat Kebisingan
Tingkat kebisingan dB(A)
Peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan
a. Peruntukan kawasan
1. Perumahan dan pemukiman 55
2. Perdagangan dan jasa 70
3. Perkantoran dan perdagangan 65
4. Ruang terbuka hijau 50
5. Industri 70
Tingkat kebisingan dB(A)
Peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan
6. Pemerintahan dan fasilitas umum 60
7. Rekreasi 70
8. Khusus
Bandar udara
Stasiun kereta api 60
Pelabuhan laut 70
Cagar budaya
b. Lingkungan kegiatan
1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55
2. Sekolah atau sejenisnya 55
3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika di Tempat Kerja. Salah satu faktor fisik yang diatur adalah kebisingan. Dalam
peraturan tersebut diatur nilai ambang batas kebisingan dimana diambil hubungan antara
waktu pemajanan kebisingan dan besaran intensitas kebisingan. Rata-rata eksposur yang
diterima seseorang dengan pembebanan waktu kerja disebut Time-Weight Average (TWA).
Nilai ambang batas pada keputusan Menteri tersebut dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Intensitas Kebisingan
Waktu Pemajanan per hari
dalam dB (A)
8 Jam 85
4 88
2 91
1 94
30 Menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
1.3.6. Debu
Salah satu tipe pencemar udara adalah partikel debu. Debu adalah salah satu partikel yang
melayang di udara, berukuran 1-500 µm. Debu umumnya timbul karena aktivitas mekanis seperti
aktivitas mesin-mesin industri,
transportasi, bahkan aktivitas manusia lainnya.
Debu memiliki sifat-sifat berikut, antara lain :
Debu dapat mengendap karena dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi.
Debu memiliki permukaan yang selalu basah karena dilapisi oleh air.
Debu mampu membentuk gumpalan atau koloni karena permukannya yang selalu basah.
Debu bersifat listrik statis, artinya debu mampu menangkap partikel lain yang
berlawanan.
Debu bersifat opsis, artinya debu mampu memancarkan cahaya pada saat gelap
Sedangkan menurut macamnya, debu diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu :
Debu organik, yaitu debu yang berasal dari makhluk hidup
Debu metal, yaitu debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam (Pb, Hg, Cd,
dan As)
Debu mineral, yaitu debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks
Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain
Debu fisik (debu tanah, batu, dan mineral),
Debu kimia (debu organic dan anorganik),
Debu biologis (virus, bakteri, kista),
Debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb),
Debu radioaktif (Uranium, Titanium),
Debu Inert (debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain)
Debu industri yang terdapat dalam udara terbagi dua, yaitu :
Deposit particulate matter yaitu partikel debu yang hanya berada sementara di udara,
partikel ini segera mengendap karena daya tarik bumi.
Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah
mengendap.
Pengukuran total suspended particulate (TSP) dilakukan untuk mengetahui seluruh kadar
particulate matter (PM) yang terdapat di udara. PM merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
menunjukkan campuran partikel padat dan cairan droplet yang tersuspensi di udara. Partikel-
partikel ini terbentuk dari berbagai sumber, seperti pembangkit listrik, proses industri, dan mesin
kendaraan bermotor. Particulate matter tersusun atas partikel kasar dan halus.
Partikel kasar memiliki diameter aerodinamis antara 2.5 µm hingga 10 µm (PM 10).
Terbentuk dari berbagai proses industri seperti crushing, grinding, abrasion of surfaces,
evaporation of sprays, dan suspension of dust. Waktu tinggal PM10 di udara berkisar dari mulai
menit hingga jam, dan memiliki jarak tempuh bervariasi antara <1km hingga 10 km.
Partikel halus memiliki diameter aerodinamis kurang dari 2.5 µm (PM 2.5). PM 2.5
berbeda dari PM 10 dari segi ukuran dan komposisi kimia. Partikel ini terbentuk dari gas dan
kondensasi uap temperatur tinggi selama pembakaran, dan pada umumnya tersusun atas senyawa
sulfat, senyawa nitrat, senyawa karbon, ammonium, ion hidrogen, senyawa organik, logam (Pb,
Cd, V, Ni, Cu, Zn, Mn, dan Fe), dan partikel air. Sumber utama dari PM 2.5 adalah pembakaran
bahan bakar fosil, pembkaran vegetasi, dan pemrosesan logam. Waktu tinggal di udara berkisar
dari hari hingga minggu dan memiliki jarak tempuh yang berkisar antara 100 hingga >1000 km.
Debu yang berukuran 5-10 μm akan tertangkap pernafasan bagian atas, 3-5 μm
tertangkap pernafasan bagian tengah, 1-3 μm tertangkap pada alveoli (paru-paru bagian dalam).
Sedangkan debu yang berukuran 0,1-1 μm akan mengikuti gerak brown dan terbawa keluar
kembali.
Pengaruh debu terhadap kesehatan dapat berupa pneumoconiosis (silicosis, asbestosis,
dan fibrosis parah), keracunan sistemik (debu yang mengandung logam berat), metal fume fever,
alergi, iritasi pada hidung dan tenggorokan, infeksi bakteri dan jamur, serta kerusakan jaringan
organ dalam.
1.3.7. WBGT
Iklim kerja merupakan kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan
dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor tersebut bila dihubungkan dengan produksi panas
oleh tubuh dapat disebut dengan tekanan panas. Indeks tekanan panas disuatu lingkungan kerja
adalah perpaduan antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan panas
metabolisme sebagai hasil aktivitas seseorang.
Suhu tubuh manusia dapat dipertahankan secara stabil oleh sistem termoregulator pada
tubuh. Suhu dapat stabil karena adanya keseimbangan antara panas yang dihasilkan didalam tubuh
sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas diantara tubuh dengan lingkungan sekitar.
Produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24-
27°C. Iklim kerja dibagi menjadi iklim kerja panas dan iklim kerja dingin serta terdapat berbagai
macam jenisnya, yaitu:
A. Iklim Kerja Panas
Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat disebabkan
oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi dan sinar matahari. Panas merupakan
energi kinetik gerak molekul yang secara terus menerus dihasilkan dalam tubuh sebagai hasil
sampingan dari metabolisme dan panas tubuh yang dikeluarkan kelingkungan sekitar. Agar tetap
seimbang antara pengeluaran dan pembentukan panas maka tubuh mengadakan usaha pertukaran
panas dari tubuh ke lingkungan sekitar melalui kulit dengan cara konduksi, konveksi, radiasi dan
evaporasi.
1. Konduksi, merupakan pertukaran keadaan antara tubuh dan benda-benda sekitar melalui
sentuhan atau kontak. Konduksi akan menghilangkan panas dari tubuh apabila benda-benda
sekitar lebih dingin suhunya, dan akan menambah panas kepada tubuh apabila benda-benda sekitar
lebih panas dari tubuh manusia.
2. Konveksi, adalah petukaran panas dari badan dengan lingkungan melalui kontak udara dengan
tubuh. Pada proses ini pembuangan panas terbawa oleh udara sekitar tubuh.
3. Radiasi, merupakan tenaga dari gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih
panjang dari sinar matahari.
4. Evaporasi, adalah keringat yang keluar melalui kulit keudian menguap bila udara diluar badan
kering dan terdapat aliran angin sehingga terjadi pelepasan panas dipermukan kulit, sehinggat
terjadi penguapan yang cepat dan akhirnya suhu badan menurun.
Lingkungan kerja panas dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:
1. Lingkungan panas lembab ditandai dengan temperatur bola kering yang tinggi disertai tekanan
uap air yang tinggi.
2. Lingkungan panas kering ditandai dengan temperatur bola kering mencapai 40°C disertai beban
panas radiasi tinggi.
Terdapat beberapa contoh tempat kerja dengan iklim kerja panas diantaranya:
1. Proses produksi yang menggunakan panas, misalnya peleburan, pengeringan dan pemanasan.
2. Pekerjaan yang langsung terkena sinar matahari, misalnya pekerjaan jalan raya, bongkar muat,
nelayan dan petani.
3. Tempat kerja dengan ventilasi udara kurang.
B. Iklim Kerja Dingin
Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi kerja disertai keluhan kaku atau
kurangnya koordinasi otot. Kondisi semacam ini dapat meningkatkan tingkat kelelahan seseorang.
Terdapat beberapa contoh tempat kerja dengan iklim kerja dingin diantaranya di pabrik es, kamar
pendingin, laboratorium, ruang komputer dan lain-lain. Masalah kesehatan yang berhubungan
dengan iklim dingin, yaitu:
Chilblains : Bagian tubuh yang membengkak, merah, panas dan sakit diselingi gatal. Penyakit
ini diderita akibat bekerja ditempat dingin dengan waktu lama dan akibat defisiensi besi.
Trench foot : Kerusakan anggota badan terutama kaki akibat kelembaban atau dingin walaupun
suhu diatas titik beku. Stadium ini diikuti tingkat hyperthermis yaitu kaki membengkak, merah,
dan sakit. Penyakit ini berakibat cacat semetara.
Frosbite : Akibat suhu rendah dibawah titik beku, kondisi sama seperti trench foot namun
stadium akhir penyakit frosbite adalah gangrene dan bisa berakibat cacat tetap.
Efek panas terhadap kesehatan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, obesitas,
keseimbangan air dan elektrolit serta kebugaran. Ada 2 cara tubuh untuk menghasilkan panas yang
terdiri dari panas metabolisme dimana tubuh menghasilkan panas pada saat mencerna makanan,
bekerja dan latihan, kemudian panas lingkungan dimana tubuh menyerap panas dari lingkungan
sekeliling, berupa panas matahari atau panas ruangan.
Apabila tubuh terpapar cuaca kerja panas, secara fisiologis tubuh akan berusaha
menghadapinya dengan maksimal, dan bila usaha tersebut tidak berhasil akan timbul efek yang
membahayakan. Karena kegagalan tubuh dalam menyesuaikan dengan lingkungan panas maka
timbul keluhan-keluhan seperti kelelahan yang dijelaskan sebagai berikut :
Ruam panas (prickly heat), dapat terjadi dilingkungan panas, lembab dimana keringat
tidak dapat dengan mudah menguap dari kulit. Keadaan ini dapat mengakibatkan ruam yang
dalam beberapa kasus menyebabkan rasa sakit yang hebat. Prosedur untuk mencegah atau
memperkecil kondisi ini adalah beristirahat berulang kali ditempat yang dingin dan mandi secara
teratur untuk memastikan dengan seksama kekeringan pada kulit.
Kelelahan. Pekerja bekerja maksimal 40 jam/minggu atau 8 jam sehari. Tenaga kerja
akan merasa cepat lelah karena pengaruh lingkungan kerja yang tidak nyaman akibat tekanan
panas.
Heat cramps, terjadi karena bertambahnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam
natrium dari dalam tubuh, sehingga bisa menyebabkan kejang otot, lemah dan pingsan.
Heat exhaustion, terjadi karena cuaca panas terutama bagi pekerja yang belum terbiasa
terhadap udara panas.
Heat stroke, terjadi karena pengaruh suhu panas yang sangat tinggi, sehingga suhu badan naik,
kulit kering dan panas. Kondisi ini dapat diatasi dengan mendinginkan tubuh penderita dengan
air atau menyelimutinya dengan kain basah (Budiono dkk., 2003).
Tabel 5. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola yang diperkenankan di
Indonesia.
Beban kerja setiap jam ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola) °C
Beban Kerja
Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas radiasi :
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu kering.
lndeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas radiasi:
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,3 Suhu bola.
Catatan:
- Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kilo kalori/jam.
- Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan kurang dari 350 Kilo
kalori/jam.
- Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang dari 500 Kilo
kalori/jam.
Gambar 4. Grafik volume dan laju udara pada waktu tertentu (OSHA, 2013)
Ketika seorang pekerja menghembuskan udara, maka grafik volume-waktu (Gambar 1-
kiri) menunjukkan peningkatan volume yang cepat di awal ekshalasi. Volume ini kemudian
berangsur meningkat perlahan hingga ekshalasi berhenti dan FVC diketahui. Grafik aliran-
volume (Gambar 1-kanan) dalam periode ekshalasi yang sama, menunjukkan PEF (Peak
Expiratory Flow) yang merupakan kecepatan maksimal udara yang dihembuskan pertama kali
dan berangsur turun perlahan hingga FVC tercapai.
Beberapa jenis data yang diperoleh dari pengukuran spirometry, diantaranya (Pierce, R.
dan Johns, D.P., 2008):
VC (Vital Capacity) yaitu volume maksimal dimana udara dapat dihirup dan dihembuskan
selama maximally forced (FVC) ataupun secara perlahan (VC).
FVC yaitu volume udara total yang dihembuskan setelah inspirasi maksimal.
FEV1 yaitu volume udara yang dihembuskan pada detik pertama dari ekspirasi maksimal setelah
inspirasi maksimal dan sangat berguna untuk melihat seberapa cepat paru-paru dapat
dikosongkan.
Rasio FEV1/FVC yaitu FEV1 yang ditampilkan sebagai perbandingan dengan FVC (dengan
volume yang lebih besar) dan memberikan nilai klinis yang menunjukkan pembatasan dalam
aliran udara.
Berbagai jenis hasil analisis spirometri yang dapat diperoleh (Pierce, R. dan Johns, D.P.,
2008):
Obstructive impairment
Ketika FEV1/FVC dan FEV1 berada di bawah batas normal, menunjukkan adanya
airways obstruction. Pekerja dengan obstructive lung diseases, seperti Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) atau asma kronis seringkali memiliki nilai FEV1/FVC dan FEV1 di
bawah normal.
Ketika FEV1/FVC berada di bawah nilai normal, namun FEV1 berada di atas batas
normal, maka pekerja mungkin mengalami borderline obstruction atau normal physiologic
variant. Borderline obstruction terjadi ketika FEV1 berada di bawah 100% dari FEV 1 normal.
Pekerja dengan hasil uji ini harus dipantau terus menerus dan dilihat riwayat pemeriksaan paru-
parunya. Namun jika FEV1 dan FVC berada di atas rata-rata, maka dapat disebut sebagai normal
physiologic variant.
Orang-orang yang memiliki obstructive lung disease memiliki nafas yang lebih pendek
karena kesulitan mengeluarkan seluruh udara dari dalam paru-paru. Karena rusaknya paru-paru
atau terjadi penyempitan jalur udara di dalam paru-paru, maka udara yang dikeluarkan lebih
sedikit dengan laju yang rendah. Pada akhir ekshalasi, sejumlah udara abnormal masih terdapat
dalam paru-paru.
Penyebab utama dari obstructive lung disease diantaranya:
COPD
Kondisi COPD merujuk kepada suatu kelompok kondisi berupa berkembangnya
keterbatasan aliran udara yang pada umumnya tidak akan pulih seperti semula dengan
pengobatan medis. Emphysema dan chronic obstructive bronchitis merupakan dua
penyebab utama COPD. Pada chronic obstructive bronchitis, pembatasan aliran udara
disebabkan karena inflamasi dan keluarnya mucus secara berlibihan yang mengganggu
aliran udara kecil di dalam paru. Sedangkan pada emphysema, pembatasan aliran udara
disebabkan karena destruksi jaringan elastis pada paru-paru dimana terjadi pertukaran gas
(bagian respiratory branchioles dan alveoli).
Asthma
Bronchiectasis
Cystic fibrosis
Obstructive lung disease membuat pernapasan semakin sulit untuk dilakukan, terutama
ketika adanya peningkatan aktivitas atau eksersi. Ketika laju pernapasan meningkat, tidak
terdapat cukup waktu untuk mengeluarkan seluruh udara yang ada di paru-paru sebelum inhalasi
berikutnya.
Restrictive impairment
Jika FVC berada di bawah batas normal, maka restrictive impairment mungkin dapat
terjadi. Pulmonary function test yang lebih jauh untuk mengevaluasi volume paru-paru mungkin
diperlukan untuk memastikan restrictive impairment. Riwayat pemeriksaan klinis dan uji
gambaran berupa X-ray dada juga sangat direkomendasikan. Pekerja dengan gangguan paru
fibrosis, seperti asbestosis, terkadang memiliki nilai FVC dan FEV 1 yang rendah, tetapi rasio
FEV1/FVC secara umum akan berada di atas nilai normal.
Orang-orang dengan restrictive lung disease tidak dapat mengisi paru-paru mereka
dengan udara sepenuhnya. Paru-paru tersebut terbatas untuk melakukan pembesaran volume.
Restrictive lung disease seringkali disebabkan karena kaku yang terjadi di dalam paru-paru
tersebut. Kaku juga dapat terjadi pada dinding dada, otot yang lemah, atau saraf yang rusak dapat
menyebabkan kegagalan dalam perluasan volume paru.
Beberapa kondisi yang menyebabkan restrictive lung disease diantaranya:
Interstitial lung disease, seperti idiopathic pulmonary fibrosis
Sarcoidosis, sebuah penyakit autoimun
Obesity, termasuk obesity hypoventilation syndrome
Scoliosis
Neuromuscular disease, seperti muscular dystrophy atau amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
Pneumonia
Asbestosis
Lung cancer
Mixed impairment
Jika obstruction dan restriction ada, maka disebut dengan mixed impairment. Uji fungsi
paru yang lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah terjadi mixed impairment.
Normal respiration
Jika FEV1/FVC lebih besar daripada batas normal, maka tidak terdapat obstructive
impairment. Jika FVC juga berada di atas batas normal, maka tidak terdapat restrictive
impairment, dan pekerja dinyatakan memiliki hasil spirometry normal.
Alatas, Zubaidah. 2004. Efek Radiasi Pengion dan Non Pengion pada Manusia. IPTEK.
Semarang.
Djlante, S. 2010. Analsisis Tingkat Kebisingan Pabrik Studi Kasus Pabrik Industri Gula.
Erwin, Dyah. 2004. WBGT As The Threshold Limit Value of Heat Stress in The Work Place.
Jakarta.
Tentang Nilai Ambang Batas Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja di Kantor dan
di Industri.
Kementerian Tenaga Kerja RI. 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja KepMen/Kep-
Salami, dkk. (2015): Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan Kerja. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
OSHA (2013) : Spirometry Testing in Occupational Health Programs. Best Practices for
Department of Labor.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 51 Tahun1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di
Tempat Kerja.
Pierce, R dan Johns, D.P. (2008) : Spirometry. The Measurement and Interpretation of
Prayudi, Teguh. (2001): Kualitas Debu dalam Sebagai Dampak Industri Pengolahan Logam.
Sumamur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: Sagung Seto.
WHO. 1995. Guidelines for Community Noise. World Health Organization, Jenewa, Swiss.
Woodside, Gayle and Dianna Kocurek. 1997. Environmental, Safety, and Health Engineering.