·A. Pendahuluan Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama bagi kelompok wanita usia reproduksi (WUS). Anemia paa WUS dapat menimbulkan kelelahan, badan lemah, penurunan kapasitas/kemampuan atau produktivitas kerja. Bagi ibuhamil, anemia berperan pada peningkatan prevalensi kematian dan kesakitan ibu, dan bagi bayi dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi, serta BBLR. Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang (developing countries) dan pada kelompok sosio-ekonomi rendah. Pada kelompok dewasa, anemia terjadi pada wanita usia reproduksi, terutama wanita hamil dan wanita menyusui karena mereka banyak yang mengalami defesiensi Fe. Secara keseluruhan, anemia terjadi pada 45 persen wanita di Negara berkembang dan 13 persen di Negara maju (developed countries). Di Amerika, terdapat 12 persen wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun, 11 persen wanita hamil usia subur mengalami anemia. Sementara persentase wanita hamil dari keluarga miskin terus meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan (8 persen anemia di trimester I, 12 persen anemia di trimester II, dan 29 persen anemia pada trimester III). Anemia pada wanita masa nifas (pascapersalinan) juga umum terjadi, sekitar 10 persen dan 22 persen terjadi pada wanita post-partum dari keluarga miskin. Untuk mencegah dan mengobati anemia, maka penentuan faktor-faktor penyebab sangat diperlukan. Jika penyebabnya adalah masalah nutrisi, penilaian status gizi dibutuhkan untuk mengindentifikasi nutrient yang berperan dalam kasus anemia. Anemia gizi dapat disebabkan oleh berbagai macam nutrient penting pada pembentukan Hb. Tahapan defisiensi Fe yang mengarah pada anemia terjadi sebagai berikut: deplesi/penipisan Fe ditandai dengan penurunan cadangan Fe yang tercermin dari berkurangnya konsentrasi serum ferritin. Selanjutnya terjadi peningkatan absorpsi Fe akibat menurunnya level Fe tubuh. Manifestasi keadaan ini menimbulkan eritropoiesis defisiensi Fe (defisiensi Fe tanpa anemia), cadangan Fe menipis dan produksi Hb terganggu. Meskipun konsentrasi Hb di atas cut off point kategori anemia, namun terjadi pengurangan transferrin saturasi yaitu jumlah suplai Fe ke sumsum tulang tidak cukup, meningkatnya konsentrasi eritrosit protoforfirin karena kekurangan Fe untuk membentuk Hb. Di akhir tahapan defisiensi Fe, anemia ditandai dengan konsentrasi Hb atau hematocrit di bawa range normal. Tabel Nilai Cut of Points Kategori Anemia Kelompok umur Nilai (g/dL) Anak usia 6 bulan – 5 thn 11,0 Anak usia 5-11 tahun 11,5 Anak usia 12-13 tahun 12,0 Wanita dewasa 12,0 Wanita hamil 11,0 Laki-laki 13,0
·B. Batasan Anemia, Defesiensi Fe, dan Anemia Defisiensi Fe Anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia) adalah kondisi tubuh yang kekurangan jumlah sel darah merah karena tidak menerima cukup asupan zat besi. Zat besi adalah nutrisi penting yang dibutuhkan tubuh untuk menghasilkan cukup sel darah merah dalam keadaan normal dan sehat. Sel darah merah itu sendiri bertugas untuk mengangkut dan mengalirkan oksigen serta nutrisi lainnya ke seluruh jaringan tubuh secara efektif (https://hellosehat.com/kesehatan/penyakit/anemia-defisiensi-besi/) Anemia didefenisikan sebagai keadaan dimana level Hb rendah karena kondisi patologis. Defisiensi Fe merupakan salah satu penyebab anemia, tetapi bukanlah satu-satunya penyebab anemia. Penyebab lainnya adalah infeksi kronik, khususnya malaria dan defisiensi asam folat. Sementara defisiensi Fe diartikan sebagai keadaan biokimia Fe yang abnormal disertai atau tanpa keberadaan anemia. Biasanya defisiensi Fe merupakan akibat dari rendahnya biovailabilitas intake Fe, peningkatan kebutuhan Fe selama periode kehamilan dan menyusui, dan peningkatan kehilangan darah karena penyakit dan menyusui dan pengkatan kehilangan darah karena penyakit cacingan atau schistosomisiasis. Anemia defisiensi Fe terjadi pada tahap anemia tingkat berat (severe) yang berakibat paa rendahnya kemampuan tubuh memelihara yang berakibat pada rendahnya kemampuan tubuh memelihara suhu, bahkan dapat mengancam kematian.
C. Tanda dan Gejala Kelelahan Tampak lemah, lesu, dan tidak bertenaga Sesak napas Kulit pucat Nyeri dada akibat detak jantung cepat Sakit kepala atau pusing Tangan dan kaki terasadingin Peradangan atau nyeri lidah Anda Kuku jadi rapuh Mengidam makanan aneh, misalnya ingin makan seperti es batu Nafsu makan yang buruk, terutama pada bayi dan anak-anak dengan anemia defisiensi besi (https://hellosehat.com/kesehatan/penyakit/anemia-defisiensi-besi/)
D. Akibat Anemia Akibat anemia pada wanita dihubungkan dengan defisiensi Fe dan anemia yang dapat menimbulkan efek kematian, hasil kelahiran kemampuan dan kapasitas kerja. Severe anemia (Hb < 4 g/dl) dikaitkan dengan peningkatan kematian, umumnya terjadi pada kondisi stress pascapersalinan karena fungsi oksifen dan jantung terganggu oleh menurunnya kadar Hb. Kosentrasi Hb ibu hamil dapat mempengaruhi berat lahir bayi atau kelahiran premature. Akibat lailn yang ditimbulkan oleh anemia adalah penurunan performa kerja pada kelompok usia dewasa. Wanita penderita anemia kurang produktif bekerja dibanding wanita tanpa anemia karena pada kelompok pertama mengalami penurunan kapasitas transportasi oksifen dan terganggunya fungsi otot dikaitkan dengan deficit Fe. Peningkatan produktivitas kerja ini dapat dicapai melalui intervensi suplementasi Fe bagi wanita pekerja penderita anemia. Pada kelompok bayi dan anak-anak, anemia dihubungkan dengan gangguan perilaku dan pengembangan kecerdasan. Kurang jelas diketahui efek anemia terhadap perilaku dan kecerdasan pada orang dewasa. E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya asupan makanan sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil dan menyusui (perubahan fisiologi) dan kehilangan banyak darah. Anemia yang disebabkan oleh ketiga faktor itu terjadi secara cepat saat cadangan Fe tidak mencukupi peningkatan kebutuhan Fe. Wanita usia subur (WUS) adalah salah satu kelompok risiko tinggi terpapar anemia karena mereka tidak memiliki asupan atau cadangan Fe yang cukup terhadap kebutuhan dan kehilangan Fe. Dari kelompok WUS tersebut yang paling tinggi berisiko menderita anemia adalah wanita hami, wanita nifas, dan wanit ayang banyak kehilangan darah saat menstruasi. Pada wanita yang mengalami menopause dengan defisiensi Fe, yang menjadi penyebabnya adalah perdarahan gastrointestinal. 1. Asupan Fe yang Tidak Memadai Hanya sekitar 25 persen WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai AKG (26 mikogram/hari). Secara rata-rata, wanita mengonsumsi 6,5 µg Fe per hari melalui diet makanan. Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan sumber Fe (daging sapi, ayam, ikan, telur, dan lain-lain), tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Variasi ini disebabkan oleh perubahan fisiologi tubuh seperti hamil dan menyusui sehingga meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe yang dikonsumsi, dan faktor diet yang mempercepat (enhancer) dan menghambat (inhibitor) penyerapan Fe. Jenis Fe yang dikonsumsi jauh lebih penting daripada jumlah Fe yang dicerna dan tidak dipengaruhi oleh inhibitor Fe. Non heme iron yang membentuk 90 persen Fe dari makanan nondaging (termasuk membentuk 90 persen dari makanan non daging (termasuk biji-bijian, sayuran, buah, telur) tidak mudah diserap oleh tubuh. Bioavailabilitas non heme iron dipengaruhi oleh beberapa faktor inhibitor dan enhancer. Inhibitor utama penyerapan Fe adalah fitat dan polifenol. Terutama ditemukan pada biji- bijian sereal, dan polifenol. Fitat terutama ditemukan pada biji-biji sereal, kacang, dan beberapa sayuran seperti bayam. Polifenol dijumpai dalam minuman kopi, teh, sayuran, dan kacang-kacangan. Enhancer dalam minuman kopi, teh, sayuran, dan kacang-kacangan. Enhancer penyerapan Fe antara lain asam askorbat atau vitamin C dan protein hewani dalam daging sapi, ayam, ikan karena mengandung asam amino pengikat Fe untuk meningkatkan absorpsi Fe. Alkohol dan asam laktat kurang mampu meningkatkan penyerapan Fe. 2. Peningkatan kebutuhan Fisiologi Kebutuhan Fe meningkatkan selama hamil untuk memenuhi kebutuhan Fe akibat peningkatan volume darah, untuk menyediakan Fe bagi janin dan plasenta, dan untuk menggantikan kehilangan darah saat persalinan. Peningkatakan absorpsi Fe selama trimester II kehamilan membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi menggambarkan hubungan antara suplementasi Fe selama kehamilan dan peningkatan konsentrasi Hb pada trimester III kehamilan dapat meningkatkan berat bayi lahir dan usia kehamilan. 3. Kehilangan Banyak Darah Kehilangan darah terjadi melalui operasi, penyakit, dan donor darah. Pada wanita, kehilangan darah terjadi melalui menstruasi. Wanita hamil juga mengalami perdarahan saat dan setelah melahirkan. Efek samping atau akibat kehilangan saat darah ini tergantung pada jumlah darah yang keluar dan cadangan Fe dalam tubuh. Rata-rata seorang wanita mengeluarkan darah 27 ml setiap siklus menstruasi 28 hari. Diduga 10 persen wanita kehilangan darah lebih dari 80 ml per bulan. Banyaknya darah yang keluar berperan pada kejadian anemia karena wanita tidak mempunyai persediaan Fe yang cukup dan absorpsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi. Jumlah Fe yang hilang/keluar saat menstruasi juga bervariasi dengan tipe alat KB yang dipakai. IUD atau spiral dapat meningkatkan pengeluaran darah 2 kali saat menstruasi dan pil mengurangi kehilangan darah sebesar 1,5 kali ketika menstruasi berlangsung.
F. Pencegahan dan Pengobatan Anemia Pencegahan Anemia defisiensi Fe dicegah dengan memelirahara keseimbangan antara asupan Fe dengan kebutuhan dan kehilangan Fe. Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk memelihara keseimbangan ini bervariasi antara satu wanita dengan lainnya, tergantung pada riwayat reproduksi dan jumlah kehilangan darah selama menstruasi. Peningkatan konsumsi Fe untuk memenuhi kebutuhan Fe dilakukan melalui peningkatan konsumsi makanan yang mengandung heme iron (zat besi dalam makanan hewani seperti ikan, unggas, daging merah), bersifat mempercepat (enhancer) non-heme iron (zat besi dari tanaman), dan meminimalkan konsumsi makanan yang mengandung faktor penghambat absorpsi Fe (inhibitor). JIka kebutuhan Fe tidak cukup terpenuhi dari diet makanan, dapat ditambah dengan suplemen Fe teruma bagi wanita hamil dan masa nifas. Screening dan Pengobatan Screening diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang harus diobati dalam mengurangi morbiditas anemia. CDC menyarankan agar remaja putri dan wanita dewasa yang tidak hamil harus di-screning tiap 5-10 tahun melalui uji kesehatan, meskipun tidak ada faktor risiko anemia seperti perdarahan, rendahnya intake Fe, dan sebagainya. Namun, jika disertai adanya faktor risiko anemia, maka screening harus dilakukan secara tahunan. Penderita anemia harus mengonsumsi 60-120 mg Fe per hari dan meningkatkan asupan makanan sumber Fe. Satu bulan kemudian harus dilakukan screening ulang. Bila hasilnya menunjukkan peningkatan konsentrasi Hb minimal 1 g/dl atau hematocrit minila 3 persen, pengobatan harus diterukan sampai tiga bulan.