Anda di halaman 1dari 5

Pelecehan Seksual yang Terjadi di Lingkungan Sekolah

- detikNews

Kasus ini mencuat setelah salah seorang siswi SMP di Jakarta Pusat membuat
laporan ke Polres Jakarta Pusat pada Minggu (13/10/2013) lalu. Siswi kelas IX itu
mengaku dipaksa oleh salah orang temannya untuk melakukan adegan seks kepada
adik kelasnya yang masih duduk di kelas VIII.

Adegan tersebut disaksikan dan direkam video oleh 5 orang perempuan lain yang
juga merupakan teman seangkatan korban. Korban bahkan diancam dengan
menggunakan senjata tajam jika menolak permintaan teman-temannya tersebut.

Polisi kemudian melakukan penyelidikan terhadap kasus pelecehan seksual


tersebut. Setelah diselidiki ternyata siswa pemeran video ini telah merencanakan
pembuatan video mesum ini.

"Mereka bersama-sama membuat rencana setelah sekolah bubar, murid-muridnya


pulang sehingga cari kelas yang kosong, dan itu sudah 3 kali dan terakhir itu tanggal 9
Oktober itu dengan kelompok yang sama," jelas Kadiv Humas Polda Metro Jaya
Kombes Rikwanto kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Senin (21/10/2013).

Reaksi Cepat (TRC) Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas) PA,


dipimpin oleh Arist Merdeka Sirait mendatangi Mapolda Metro Jaya, melaporkan
Jakarta International School
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas


PA) mencatat laporan tindak kekerasan anak yang terjadi pada tahun 2014 mulai
Januari-April 2014, terdapat 342 kasus. Dari angka tersebut, banyak kasus terjadi di
lingkungan sekolah.
"Dari 342 laporan ke Komnas PA, daerah paling rawan Jakarta Timur. Tahun ini
cukup menakutkan karena terjadi justru di lingkungan sekolah dan pelakunya adalah
pengelola sekolah itu maupun peserta didik," kata Ketua Komnas PA, Arist Merdeka
Sirait saat dihubungi, Senin (12/5/2014).
Arist menjelaskan, pada tahun 2013, Komnas PA mencatat sebanyak 3.339 kasus
kekerasan anak, 58 persen dari laporan tersebut merupakan kejahatan seksual. Dirinya
memprediksi, untuk tahun 2014 tingkat kejahatan seksual akan meningkat.
"Kalau empat bulan saja hampir 300-400 laporan maka akan lebih tinggi nanti
jumlahnya. Perbedaannya, tahun 2013 lebih banyak kejahatan seksual di lingkungan
keluarga, di tahun ini lebih banyak di lingkungan sekolah," jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan Arist, kejahatan yang terjadi di lingkungan sekolah merupakan
tanggung jawab sekolah sepenuhnya. Sekolah mestinya menjadi rumah kedua bagi
anak yang nyaman dan aman.
"Sekolah tidak boleh membiarkan adanya tindak kekerasan kepada anak. Itu tanggung
jawab sekolah sepenuhnya," lanjutnya.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi

Sumber http://m.tribunnews.com/nasional/2014/05/12/komnas-anak-2014-kekerasan-
seksual-paling-tinggi-terjadi-di-sekolah

Murid SD Mengaku Mendapat Pelecehan Seksual di Sekolah


Rabu, 07 Mei 2014 | 18:25
Jakarta - Kekerasan seksual kembali terjadi dalam lingkungan pendidikan di Jakarta.
Seorang murid kelas III SDN 06 Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur mengaku
dilecehkan seorang oknum guru di dalam toilet sekolah yang sudah tidak terpakai.
Akibat peristiwa yang menimpanya, murid bernisial W (10) itu trauma dan belum
dapat melanjutkan sekolah kembali.
Pelecehan seksual ini terungkap saat M (40) ibu dari W, curiga dengan cara berjalan
putri keduanya itu saat pulang dari sekolah pada Rabu (30/4) lalu. Saat ditanyakan, W
mengaku hanya digigit semut.
"Waktu pulang anak saya berjalan mengangkang, tapi dibilangnya digigit semut," kata
M saat ditemui di kediamannya di kawasan Cimanggis, Depok, Rabu (7/5).
Keesokan harinya, W yang libur sekolah, menghabiskan waktu dengan menonton
televisi. Namun, pada sore hari, W mengeluhkan kemaluannya yang terasa semakin
sakit.
"Dia mengeluh kemaluannya sakit, waktu saya lihat ternyata sudah bengkak," tutur
M.
Seorang bidan di klinik terdekat yang didatangi W untuk memeriksakan anaknya,
menyarankan agar M diperiksa di Rumah Sakit Ibu dan Anak yang terletak tak jauh
dari rumah. Saat diperiksa dokter, W menjerit kesakitan.
"Empat jam anak saya tidak berhenti menangis. Dokter yang memeriksa
menyimpulkan anak saya telah jadi korban penganiayaan, dan saya disarankan
membawa anak saya divisum," ungkapnya.
W yang sehari-hari berprofesi sebagai buruh cuci dan berpenghasilan Rp 300 ribu
perbulan kebingungan lantaran tak memiliki biaya untuk visum. M diantar seorang
kenalan anggota kepolisian ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres
Jakarta Timur dan membuat surat rujukan visum. Namun, sang anak yang trauma
masih enggan untuk divisum.
"Katanya gratis untuk visumnya, tapi sekarang anak saya yang tidak mau divisum
karena trauma," katanya.
W hingga kini masih trauma dan belum dapat menuturkan secara rinci peristiwa yang
menimpanya. Namun, kepada sang ibu, W mengatakan peristiwa itu terjadi di toilet
dan menyebut nama seorang guru sebagai pelakunya.
"Dia hanya bilang sadar-sadar sudah di dalam toilet sekolah dan bilang nama seorang
guru. Saya ulang terus pertanyaannya dan jawabannya tetap sama," ungkapnya.
Setelah mendapat keterangan itu, M kemudian melapor kepada pihak sekolah.
Namun, pihak sekolah justru meminta agar M tak melaporkan kasus ini ke pihak
kepolisian.
"Ibu jangan lapor dulu ke polisi," kata M menirukan ucapan pihak sekolah.
Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Sukirno, Kepala SDN 06 Petang Pondok Rangon,
Cipayung, Jakarta Timur, membantah dugaan kekerasan seksual tersebut. Dia
mengaku telah menggelar rapat dengan para guru. Dalam rapat tersebut, guru yang
disebut M menegaskan tidak melakukan tindak pelecehan seksual yang dimaksud.
"Semua guru sudah dikumpulkan dan tidak ada yang mengakui. Guru yang dimaksud
juga berani bersumpah tidak melakukannya. Sekarang saya sedang membuat draft
surat pernyataannya," kata Sukirno saat ditemui di kantornya.
Berdasar keterangan penjaga sekolah, Sukirno menuturkan, pada Rabu (30/4), sekitar
pukul 11.00 WIB, W turut membantu teman sekelasnya mengangkat bangku dari
ruangan toilet yang kini gunakan sebagai gudang ke ruangan yang akan digunakan
untuk tryout murid kelas VI. Saat itu, di sekolah hanya ada seorang guru yang
mengajar pendalaman materi untuk kelas VI.

"Dan saat keluar dari toilet W biasa saja, terlihat riang dan ketawa-ketawa sama
temannya," tutur Sukirno.
Sukirno yang mengetahui peristiwa ini dari salah seorang staf guru pada Sabtu (3/5)
malam langsung menemui korban dan keluarga. Saat itu, Sukirno mempertanyakan
langkah orangtua yang sudah melapor ke kepolisian tanpa sepengetahuannya.
"Saya tanya kenapa tidak bilang dulu ke saya. Saya tidak ingin menyudutkan sesuatu
yang belum jelas. Apalagi ini anak buah saya," katanya.
Meski demikian, Sukirno menegaskan dukungannya terhadap penyelidikan yang
dilakukan pihak kepolisian. Selain memberikan dispensasi kepada WDitegaskan, jika
nantinya ada guru yang terbukti bersalah, pihaknya akan memberikan sanksi tegas.
"Saya mendukung penyelidikan ini. Saya juga kasih dispensasi untuk W sementara
waktu kalau dia belum mau masuk sekolah, diberi ijin dulu," jelasnya.
Ditemui terpisah, Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur, AKBP Didik Sugiarto
mengaku telah mendapat informasi adanya dugaan kekerasan seksual yang dilakukan
ooknum guru tersebut. Saat ini, kata Didik, pihaknya masih mendalami dan
mengembangkan kasus ini.
"Kami sudah mendapat informasi mengenai ini dan sedang menyelidikinya," katanya

Fana Suparman/CAH

Sumber http://m.beritasatu.com/hukum-kriminalitas/182639-lagi-murid-sd-mengaku-
mendapat-pelecehan-seksual-di-sekolah.html
Bila Anak Alami Pelecehan Seksual di Sekolah
Mungkin ini tidak pernah ada dalam mimpi terburuk Anda sekalipun. Tapi, bila anak
mengalami pelecehan atau bahkan hingga tindak kekerasan seksual di sekolah, apa
yang bisa Anda lakukan?

1. Pulihkan dulu fisiknya. Menurut psikolog Dr. Rose Mini Adi Prianto,MPsi (Romy),
karena sakit fisik itu yang paling dirasa anak. “Yang penting fisiknya diobati dulu,
karena anak dalam kondisi tidak nyaman terutama fisiknya. Kalau hatinya
(mentalnya), itu dengan berjalannya waktu bisa dilakukan terapi-terapi tertentu.
Memang, belum ada penelitian yang mengungkap anak akan bisa melupakan masa-
masa gelapnya.”

2. Buat kehidupannya senatural mungkin. “Bantu anak melewati masa-masa itu


sampai dia bisa melanjutkan hidup dan bisa tumbuh dan berkembang sesuai usianya.
Dekati anak senatural mungkin, tidak perlu terlalu ‘parno’ atau makin
‘overprotective’, anak tidak boleh bertemu orang dll.

Jangan membuat anak malah mengalami ketakutan dan kekhawatiran, bukan karena
kejadian pelecehan itu, tetapi karena lingkungannya yang tidak mendukungnya. Anak
tetap harus berkembang kemampuan sosialisasinya,” kata Romy.

3. Berdialog dengan anak. “Ubah paradigma pola pengasuhan otoriter menjadi


pendekatan dialogis. Lebih dengarkan keluhan anak. Anak-anak yang mengalami
pelecehan seksual kebanyakan orang tuanya otoriter, tidak mau mendengarkan
pendapat anak. Tapi, juga jangan terus menerus bertanya pada anak soal kejadian,”
ungkap Arist M. Sirait, ketua Komnas Perlindungan Anak.

4. Orang tua introspeksi diri dan jangan menyalahkan anak. Karena, menurut Arist,
anak berada di bawah perlindungan orang tuanya. “Tarik kesimpulan, apa yang
terjadi pada anak adalah kesalahan orang tua, sehingga dengan begitu kita tidak
menyalahkan anak. Tanya pada diri sendiri, apa yang kurang saya lakukan sehingga
anak menderita begini.”

5. Minta pertanggungjawaban sekolah. Secara pribadi, anak adalah tanggung jawab


orang tuanya. Tetapi, saat kejadian di sekolah, maka itu menjadi tanggung jawab
sekolah, karena lalai menjaga anak. Lakukan dialog dengan pihak sekolah, tuntut
sekolah membuat sistem lebih baik jika memang sistem di sekolah yang tidak baik.

Anda juga bisa melaporkan pihak sekolah kepada pihak berwenang (polisi) dan
menempuh jalur hukum. “Sekolah harus siap menghadapi tanggung jawab
pidananya jika memang terbukti ada kelalaian. Jika Anda mau minta
pertanggungjawaban pidana, bisa dilaporkan dengan 2 laporan berbeda: minta
pertanggungjawaban sekolah karena lalai menjaga anak dari ancaman-ancaman
kekerasan atau kejahatan seks dan laporan terhadap si pelaku. Pengelola sekolah (jika
terbukti lalai, membiarkan) dan pelaku bisa dihukum jika terbukti bersalah,” kata
Arist.

6. Pindahkan sekolahnya. Bagaimana pun, kata Romy, lingkungan sekolah tempat


terjadi tindak kekerasan menyimpan masa-masa gelap anak. Pindahkan ke sekolah
baru, agar dia menemukan suasana baru. Jika anak tidak mau sekolah, untuk
sementara waktu dia boleh tinggal di rumah, anggap sama seperti anak sakit. “Tapi,
jangan sampai di rumah dia tidak dapat apa-apa. Di rumah, ajak dia melakukan
kegiatan yang kaitannya untuk menstimulasi dirinya,” kata Romy. (Grc

http://www.parenting.co.id/usia-
sekolah/bila+anak+alami+pelecehan+seksual+di+sekolah

Anda mungkin juga menyukai