Anda di halaman 1dari 14

MASALAH-MASALAH DALAM BELAJAR

MASALAH-MASALAH  DALAM BELAJAR


A. PENDAHULUAN 
Suatu kenyataan yang perlu disadari oleh guru-guru ialah bahwa siswa yang dihadapi di
kelas tidak sama satu dengan yang lainnya. Siswa menpunyai perbedaan dalam
banyak hal seperti : berbeda kemampuan, bakat, minat yang mereka miliki, berbeda
dalam ketajaman melihat dan mendengar serta berbeda latar belakang kehidupannya.
Oleh sebab itu guru tidak boleh menyamaratakan atau beranggapan bahwa semua
anak mempunyai kemampuan dan kecepatan belajar yang sama, sehingga dalam
waktu yang sama semua siswa diangap akan dapat menyelesaikan isi pelajaran yang
sama. Kenyataannya di dalam kelas selalu ada siswa yang cepat dalam belajar, ada
yang sedang atau normal dan ada siswa yang lamban dalam mengikuti pelajaran.

Siswa yang lambat dalam belajar sering mangalami kesulitan, sebab setiap akhir
kegiataan belajar siswa belum mampu untuk menguasai seluruh materi yang
seharusnya sudah dikuasai, guru telah melanjutkan pada materi berikutnya. Akibat lain
yang timbul pada diri  mungkin ia tidak ada perhatian terhadap pelajaran itu atau tidak
punya minat untuk belajar atau tidak bersemangat untuk belajar. Oleh sebab itu guru
hendaknya dapat memberikan perhatian khusus terhadap siswa yang lambat dalam
belajar atau mengalami masalah atau kesulitan dalam mencapai tujuan pelajaran yang
ditetapkan. Pada hakekatnya guru mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dari
peranannya sebagai pengajar atau pembelajar. Guru sebagai pembelajar bertanggung
jawab untuk membantu siswa dalam mencapai perkembangan yang optimal. Oleh
sebab itu guru diharapkan dapat menciptakan situasi kegiatan dalam belajar dan
pembelajaran di sekolah yang efektif dan efisien, sehingga siswa diharapkan mencapai
hasil belajar yang optimal. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal bagi siswa, maka
setiap kesulitan atau masalah yang timbul dalam belajar seyogyanya dapat segera
diidentifikasi dan segera pula diberikan bantuan atau perbaikan. Ini berarti bahwa setiap
guru dituntut kemampuannya untuk mampu memberikan bantuan pada siswa yang
mengalami kesulitan atau masalah dalam belajar, materi yang di bahas dalam masalah-
masalah belajar dan pembelajaran ini meliputi :
1. Jenis-jenis masalah belajar dan pembelajaran.
2. Faktor-faktor penyebabmasalah belajar dan pembelajaran
3. Cara mengungkapkan masalah belajar
4. Upaya pengentasan masalah belajar dan pembelajaran
5. Bentuk layanan yang diberikan

B. PENGERTIAN MASALAH BELAJAR


Jika proses belajar yang diharapkan berjalan tidak sesuai dengan kenyataan, maka hal
inilah yang menyebabkan terjadinya masalah. Masalah belajar adalah suatu kondisi
tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses belajarnya.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-
kelemahan yang dimilikinya dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh
siswa-siswa yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa siswa-
siswa yang pandai atau cerdas.

C. JENIS-JENIS MASALAH BELAJAR


Dari pengertian masalah belajar di atas maka jenis-jenis masalah belajar di Sekolah 
dapat dikelompokkan kepada siswa-siswa yang mengalami:
1.  Keterlambatan akademik, yaitu keadaan siswa yang diperkirakan memiliki
intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkan secara optimal.
2. Kecepatan dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memiliki bakat akademik yang
cukup tinggi atau memilki IQ 130 atau lebih, tetapi masih memerlukan tugas-tugas
khusus untukmemenuhi kebutuhan dan kemampuan belajarnya yang amat tinggi.
3. Sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memilki bakat akademik
yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pendidikan atau
pengajaran khusus.
4. Kurang motivasi belajar, yaitu keadaan siswa yang kurang bersemangat dalam
belajar, mereka seolah-olah tampak jera dan malas.
5.  Bersikap dan kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu kondisi siswa yang kegiatannya
tau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistik dengan seharusnya, seperti suka
menunda-nunda tugas, mengulur-ulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk
hal-hal yang tidak diketahui dan sebagainya.
6. Sering tidak sekolah, yaitu siswa-siswa yang sering tidak hadir atau menderita sakit
dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilanggan sebagian besar kegiatan
belajarnya.
Menurut Modul Diagnostik Kesulitan Belajar Dan Pengajaran Remedial, beberapa ciri-
ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar antara
lain :
a. Menunjukan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau dibawah potensi yang dimilikinya.
b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada
murid yang selalu berusaha untuk belajar dengan giat tetapi nilai yang dicapainya selalu
rendah
c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Ia selalu tertinggal dari
teman-temannya dalam menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan waktu yang
tersedia.
d. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang,berpura-
pura, dusta dan sebagainya.
e. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat,
tidak mengerjakan pekerjaan rumah, menganggu dalam atau di luar kelas, tidak mau
mencatat pelajaran, tidak teratur  dalam kegiatan belajar, mengasingkan diri,
tersisihkan, tidak mau bekerja sama dan sebagainya.
f. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah
tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu
misalnya dalam menghadapi nilai rendah tidak menunjukkan adanya perasaan sedih
atau menyesal, dsb
Burton (1952 : 622-624) mengidentifikasi bahwa seorang siswa itu dapat dipandang
atau dapat diduga sebagai mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan
menunjukkan kegagalan    (failure) tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. 
Kegagalan belajar didefenisikan oleh Burton sebagai berikut :
1. Siswa dikatakan gagal, apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak
mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (mastery level) minimal
dalam pelajaran tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru
(criterion referenced). Dalam kontek sistem pendidikan di Indonesia angka nilai batas
lulus (passing grade, grade-standard-basis) itu ialah angka 6 atau 60% atau C (60%
dari tingkat ukuran yang diharapkan atau ideal), siswa ini dapat digolongkan kepada
lower group.
2. Siswa dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau
mencapai prestasi yang semestinya ( berdasarkan tingkat ukuran kemampuan :
intelegensi : bakat ) ia diramalkan (predicted) akan dapat menyerjakan atau mencapai
prestasi tersebut, siswa ini digolongkan kedalam under achievers.
3. Siswa dikatakan gagal, kalau yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-
tugas perkembangan termasuk penyesuaian sosisal, dengan pola organismik
(his/organismic pattern) pada fase perkembangan tertentu seperti yang berlaku bagi
kelompok sosial dan usia yang bersangkutan (norm referenced) siswa yang
bersangkutan, dapat dikatagorikan ke dalam slow learners.
4. Siswa dikatakan gagal, kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat
penguasaan (mastery level) yang diperlukan sebagai persyaratan (prerequisisi) bagi
kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajaran berikutnya, siswa ini dapat digolongkan
kedalam slow learners atau belum matang (immature) sehingga harus menjadi
pengulang.
Dari keempat pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang siswa dapat
diduga mengalami kesulitan belajar, kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai
taraf kualifikasi hasil belajar tertentu. Seperti ukuran kriteria yang dinyatakan dalam TIK
atau ukran tingkat kapasitas atau kemampuannya. Selain itu juga menurut Prayitno
(1997) ada masalah-masalah belajar yang lain yang dialami siswa yaitu:
1) Tugas-tugas pelajaran tidak dapat dikerjakan dengan baik karena materi  pelajaran
yang  menunjang penyelesaian tugas itu tidak dikuasai.
2) Tidak mengulang kembali materi yang diberikan oleh guru pada pelajaran
sebelumnya sebagai persiapan untuk menghadapi pelajaran berikutnya.
3) Apabila terpaksa tidak dapat mengikuti pelajaran, tidak berupaya mengejar
ketinggalan agar materi pelajaran berikutnya dapat diikuti dengan baik.
4) Tidak dapat mengkaitkan atau melihat urutan yang teratur dan saling menunjang
antara materi pelajaran terdahulu dengan materi pelajaran berikut-nya.
5) Tidak berusaha menguasai materi pelajaran terdahulu sebagai persiapan untuk
menghadapi materi berikutnya.
6) Mengalami kesulitan dalam belajar karena materi pelajaran tidak berurutan, sehingga
materi pelajaran terdahulu tidak menunjang untuk mempelajari materi pelajaran berikut.
7) Tidak dapat memahami materi pelajaran secara lengkap dan menyeluruh.
Mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas pelajaran karena tidak mengerti
perintah/petujuk mengerjakan tugas tersebut.
9) Tidak menpelajari kembali materi pelajaran terdahulu untuk menunjang penguasaan
materi pelajaran berikutnya.
10) Dalam belajar untuk mempersiapkan ulangan/ujian, materi pelajaran tidak disusun
sedemikian rupa sehingga materi yang terdahulu tidak membantu menguasai materi
berikutnya.
11) Kesulitan membaca buku pelajaran karena materi tidak berurutan
12) Terhalang untuk mengikuti pelajaran dan /atau kegiatan sekolah tertentu karena
tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar untuk menguasai materi
pelajaran/kegiatan tersebut.
13) Ketidakmampuan siswa dalam menjawab soal-soal ulangan/ujian disebabkan
karena kurangnya pengetahuan dasar yang menunjang terhadap jawaban soal-soal
ulangan/ujian tersebut.
14) Mengalami kesulitan memahami bahan pelajaran baru karena bahan-bahan
terdahulu tidak atau kurang dikuasai.
15) Siswa kesulitan memahami kesulitan pelajaran karena tidak memahami konsep-
konsep dasar, ungkapan-ungkapan dan /atau istilah-istilah yang harus dikuasai terlebih
dahulu.
Dalam kegiatan belajar mengajar yang dilalui atau dijalani murid-murid disekolah
maupun diluar sekolah terdapat berbagai kesulitan yang dapat ber-sumber dari dirinya
sendiri, pelajaran yang diterima, guru-guru, teman-teman, kelurga dan sebagainya.
Menurut Oemar Hamalik (1983:112) Pada garis besarnya faktor-faktor timbulnya
masalah belajar pada siswa dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu:
a. Faktor-faktor internal (faktor-faktor yang berada pada diri siswa itu sendiri), antara
lain:
1. Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat
bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahun.
2. Ketidakseimbangan mental (adanya gangguan dalam fungsi mental), seperti
menampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasan cenderung kurang.
3. Kelemahan emosional, seperti merasa tidak  aman, kurang bisa menyusuaikan diri
(maladjusment), tercekam rasa takut, benci dan antipati, serta ketidak matangan emosi.
4. Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap yang salah, seperti kurang
perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos
atau tidak mengikuti pelajaran.
b. Faktor-faktor eksternal (faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu), yaitu berasal
dari:
1. Lingkungan sekolah, antara lain:
-  Sifat kurikulum  yang kurang fleksibel
 - Terlalu berat beban belajar (siswa) dan untuk mengajar (guru)
-  Metode mengajar yang kurang memadai dan tidak menarik
-  Hubungan guru dengan guru, guru dengan siswa, serta siswa dengan 
   siswa yang kurang harmonis
-  Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar. 
2. Lingkungan keluarga (rumah), antara lain:
-  Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis misal orang tua sering bertengkar didepan
anak, orang tua sering marah pada anak, orang tua otoriter, peraturan dalam keluarga
kaku, orang tua keras dan sebagainya. Hal ini semua dapat mengangu anak belajar,
sebagai akibatnya mungkin anak mungkin anak tidak bisa berkonsentrasi belajar, anak
sering melamun waktu belajar atau anak mencari perhatian guru dengan menganggu
teman dan sebagainya
-  Tuntutan orang tua yaitu bila tuntutan orang tua itu tidak sesuai dengan kemampuan
anak. Misalnya orang tua menuntut anaknya supaya juara dikelasnya, sedangkan anak
sendiri tidak mampu atau ada orang tua menuntut agar nilai matematika, IPA harus
tinggi, sedangkan anak tidak mampu atau anak tidak punya minat atau bakat untuk
bidang studi itu.
-  Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
-  Keadaan ekonomi.
-  Siswa tulang punggung keluarga
3. Lingkungan masyarakat, antara lain: 
- Media cetak seperti komik, buku-buku pornografi
- Media elektronik seperti TV, VCD, Playstation, dsb
- Media cetak seperti komik, buku-buku pornografi, dan sebagainya.

D.  CARA PENGUNGKAPAN MASALAH BELAJAR


Menurut Prayitno (1995:90-94) siswa yang mengalami masalah belajar dapat dikenali
melalui prosedur pengungkapan melalui :
1. Tes kemampuan dasar
Setiap siswa memiliki kemampuan dasar atau intelegensi tertentu. Tingkat kemampuan
dasar ini biasanya diukur atau diungkapkan dengan mengadministra-sikan tes
intelegensi yang sudah baku.
2. Melalui Pengisian AUM PTSDL
Siswa mengisi alat ungkap masalah yang berkenan dengan masalah belajar. Alat ini
dapat mengungkapkan prasyarat penguasaan materi, keterampilan belajar, sarana
belajar, diri pribadi dan lingkungan belajar.
3. Tes Diagnostik
Tes diagnostik merupakan instrumen untuk mengungkapkan adanya kesalahan-
kesalahan yang dialami oleh siswa dalam bidang pelajaran tertentu, misalnya untuk
bidang studi matematika, apakah dijumpai kesalahan-kesalahan dalam operasi
matematika atau dalam pemakaian rumus.
Dengan tes diagnostik sebenarnya sekaligus dapat diketahui kekuatan dan kelemahan
siswa dalam bidang studi tertentu.
4. Analisis Hasil Belajar
Tujuan analisis hasil belajar sama dengan tujuan tes diagnostik, yaitu untuk
mengungkapkan kesalahan-kesalahan yang dialami oleh siswa dalam mata pelajaran
atau bidang studi tertentu. Analisis hasil belajar prosedur dan pelaksanaannya di-
lakukan dengan jalan memeriksa secara langsung materi hasil belajar yang ditampilkan
siswa, baik melalui tulisan, bentuk grafik atau gambar, bentuk tiga dimensi berupa
model, maket, dan bentuk tiga dimensi hasil kerajinan dan keterampilan tangan, gerak
gerik suara, bentuk hasil belajar lainnya dapat berupa foto, film, ataupun rekaman
video.
Di samping pengungkapan masalah belajar tersebut di atas, dapat juga dilakukan
melalui pengamatan langsung dan mengunakan tes bakat dan minat terhadap siswa 
5. langkah-langkah atau prosedur dan teknik pengunaan masalah (diagnosa kesulitan
belajar)
a. Identifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar. Cara yang dapat ditempuh
dalam mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar ialah
dengan menandai siswa dalam satu kelas yang diperkirakan mengalami kesulitan
belajar dalam satu bidang studi
b. Melokalisasi letaknya kesulitan ( permasalahan), setelah menemukan kelas atau
individu siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, maka selanjutnya yang
ditelaah adalah :
 1) Dalam bidang studi manakah kesulitan itu terjadi ? ,
 2) Pada kawasan tujuan ( aspek prilaku ) yang manakah kesulitan itu terjadi ?, 
3) Pada bagian (ruang lingkup bahan) yang manakah kesulitan itu terjadi ?,
 4) Dalam segi proses belajar manakah kesulitan itu terjadi?.
c. Lokalisasi jenis faktor sifat yang menyebabkan mereka mengalami berbagai
kesulitan. Pada garis besarnya sebab kesulitan timbul oleh dua hal yaitu :
1) Faktor internal yaitu faktor yang berada dan terletak pada diri murid itu sendiri, antara
lain disebabkan :
- Kelemahan mental, faktor kecerdasan, intelegensi, atau kecakapan/bakat khusus
tertentu dapat diketahui melalui tes tertentu.
- Kelemahan fisik, pancaindera, syaraf, kecacatan, karena sakit dan sebagainya.
- Gangguan yang bersifak emosional.
- Sikap dan kebiasaan yang salah dalam mempelajari bahan pelajaran –pelajaran
tertentu.
- Belum memiliki pengetahuan dan kecakapan dasar yang dibutuhkan untuk memenuhi
bahan lebih lanjut.
Faktor eksternal yaitu faktor yang datang dari luar yang menyebabkan timbulnya
kesulitan belajar, faktor ini meliputi :
- Situasi atau proses belajar mengajar yang tidak merangsang murid untuk aktif
antisitatif.
- Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
- Ketidak seragaman pola dan dan standard administrasi
- Beban studi terlalu berat
- Metoda mengajar yang kurang memadai
- Sering pindah sekolah
- Kurangnya alat dan sumber belajar
- Situasi rumah kurang mendukung untuk aktifitas belajar
d. Perkiraan kemungkinan bantuan
Kalau sudah ditelaah letak kesulitan, jenis dan sifat kesulitan dengan latar belakang,
faktor-faktor yang menyebabkan, maka akan dapat memperkirakan :
1) Apakah siswa tersebut mungkin dapat dibantu untuk mengatasi kesulitan atau tidak
2) Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membantu mengatasi kesulitan siswa
tersebut
3) Kapan dan dimana pertolongan itu diberikan
4) Siapa yang dapat memberikan pertolongan
5) Bagaimana cara memberikan pertolongan secara efektif
6) Siapa sajakah yang harus dilibatkan dalam memberikan pertolongan itu
e. Penetapan kemungkinan cara mengatasinya.
Langkah kelima ini adalah langkah menyusun satu rencana atau beberapa alternatif
rencana untuk mengatasi kesulitan yang dialami siswa tertentu, rencana hen-daknya
berisi cara-cara yang harus ditempuh untuk mengatasi kesulitan yang dialami siswa
tersebut menjaga agar kesulitan yang serupa jangan sampai terulang.
f. Tindak lanjut
Kegiatan tindak lanjut dapat berupa :
1) melaksanakan bantuan berupa pemberian pengajaran perbaikan pada bidang studi
yang mengalami kesulitan
2) Membagi tugas dan peranan pada orang-orang tertentu : guru bidang studi, guru
pembimbing.
3) Senantiasa mencek kemajuan siswa yang diberi bantuan
4) Mereveral siswa yang menurut perkiraan tidak bisa dibantu oleh guru studi atau guru
pembimbing.

E. UPAYA-UPAYA PENANGANAN MASALAH DALAM BELAJAR 


Murid yang mengalami masalah belajar perlu mendapat bantuan agar masalahnya tidak
berlarut-larut nantinya dan siswa yang mengalami masalah belajar ini dapat
berkembang secara optimal. Beberapa upaya yang dapat dilakukan menurut Prayitno
( 1994 ; 94-99) sebagai berikut : a) Pengajaran perbaikan, b) Ke-giatan pengayaan, c)
Peningkatan motivasi belajar, dan d) Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang
efektif.
1. Pengajaran perbaikan
Pengajaran perbaikan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada
seseorang atau sekelompok siswa yang menghadapi masalah-masalah belajar dengan
maksud untuk memperbaiki kesalah-kelasalahan dalam proses dan hasil belajar siswa.
Bentuk kesalahan yang paling pokok berupa salah pengertian, salah pemahaman,
salah menafsirkan dan tidak menguasai konsep-konsep dasar. Dengan memperbaiki
kesalahan-kesalahan itu maka siswa mempunyai kesempatan untuk mencapai hasil
belajar yang optimal.
2. Kegiatan pengayaan
Kegiatan pengayaan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada
seseorang atau beberapa orang siswa yang sangat cepat dalam belajar. Siswa yang
cepat dalam belajar mempunyai sisa waktu yang berlebih dalam belajar, untuk itu
mereka memerlukan tugas-tugas tambahan yang terencana untuk menambah atau
memperluas pengetahuan dan keterampilan yang telah dimilikinya dalam kegiatan
belajar sebelumnya.
3. Peningkatan motivasi belajar
Di sekolah sebagian siswa mungkin, telah memiliki motif yang kuat, untuk belajar, tetapi
sebagian lain mungkin belum. Disisi lain, mungkin juga ada siswa yang semula motifnya
amat kuat, tetapi menjadi pudar. Tingkah laku seperti kurang bersemangat, jera, malas,
bosan dan sebagainya dapat dijadikan indikator kurang kuatnya motif ( motivasi) dalam
belajar.
Guru bidang studi, guru pembimbing dan staf sekolah lainnya berkewajiban membantu
siswa meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.
Prosedur-prosedur yang dapat dilakukan menurut Prayitno (1994) adalah :
a. Memperjelas tujuan-tujuan belajar, siswa akan didorong untuk lebih giat belajar
apabila ia mengetahui tujuan-tujuan atau sasaran yang hendak dicapai
b. Menyesuaikan pengajaran dengan bakat, kemampuan dan minat siswa
c. Menciptakan suasana pembelajaran yang menantang, merangsang dan
menyenangkan
d. Memberikan hadiah ( penguatan dan hukuman bila perlu)
e. Menciptakan suasana hubungan yang hangat dan dinamis antara guru dan murid,
serta antara murid dengan murid.
f. Menghindari tekanan-tekanan dan suasana yang tidak menentu ( seperti suasana
yang menakutkan, mengecewakan, membingungkan, menjengkelkan)
g. Melengkapi sumber dan peralatan mengajar.
4. Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik
Setiap siswa diharapkan menerapkan sikap dan kebiasaan yang belajar yang efektif.
Tetapi masih ada siswa yang yang mengamalkan sikap dan kebiasaan belajar yang
tidak diharapkan dan tidak efektif. Bila siswa tidak memiliki sikap dan kebiasaan belajar
yang baik maka dikhwatirkan siswa tersebut tidak akan mencapai hasil belajar yang
baik. Prestasi belajar yang baik itu diperoleh melalui usaha atau bahkan kerja keras.
5. Layanan konseling individual
Konseling dimaksud sebagai pelayanan khusus dalam hubungan langsung tatap muka
antara konselor dan klien. Dalam hubungan tata muka ini klien dapat menyampaikan
masalah-masalah yang dirasakan pada konselor dan masalah itu bisa dicermati dan
diupayakan pengentasannya melalui pembahasan dengan konselor.

F. PENUTUP
Kenyataan didalam kelas selalu ada murid yang cepat didalam belajar, ada yang
sedang atau normal dan ada murid yang lambat dalam belajar. Murid yang lambat
dalam belajar sering mengalami masalah atau kesulitan dalam memahami atau
menguasai materi pelajaran yang diberikan guru. Kesulitan belajar dapat diartikan
sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-
hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan itu bisa ada yang
disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh yang mengalami, dan hambatan itu dapat
bersipat psikologis, sosiologis dan fisiologis dalam keseluruhan proses belajar. Orang
yang mengalami kesulitan belajar akan mengalami hambatan dalam mencapai hasil
belajarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud ( 1982/1983) Buku II : Modul Diagnostik Kesulitan Belajar Dan Pengajaran
Remedial, Depdikbud Dikti Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
Koestoer Partowisastro, (1982), Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar, Jilid I,
Tarsito Bandung.
Oemar Hamalik, (1983), Metode Belajar Dan Kesulitan Belajar, Penerbit Tarsito
Bandung
Slameto, (1988), Belajar Dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Penerbit Bina
Aksara, Jakarta.
Prayitno, (1994), Dasar-dasar Bimbingan Dan Konseling, Buku I, Jurusan PPB FIP IKIP
Padang

Cara belajar yang baik dan efektif ~


Setiap siswa tentunya ingin memiliki prestasi yang baik dan
membanggakan di sekolahnya, yang bisa memboyong berbagai prestasi
demi masa depannya kelak. Dan hal itu tidak serta merta sesuatu yang
hanya kebetulan belaka. Harus dilandasi dengan cara belajar yang baik
dan efektif, agar bisa menunjang pelajaran yang didapatinya di sekolah.
Baik itu pelajaran matematika, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa
Indonesia, dan lain-lain.

Setiap siswa juga berbeda-beda kemampuannya, Tetapi penguasaan


pelajaran di sekolah dapatlah dicapai dengan metode belajar yang baik
dan benar. Biarpun seorang siswa yang dikategorikan kurang pintar dapat
menggunakan cara belajar yang baik dan efektif agar dapat bersaing
dengan yang lain. Nah , ada beberapa tips yang bisa Anda coba, silahkan
dicicipi aja ya .

Cara Belajar yang Baik di Rumah


1. Katakan Bisa
Hal pertama yang perlu Anda ketahui adalah tidak ada seorang pun yang
bodoh di dunia ini, yang ada hanya orang malas berpikir, malas berusaha,
enggan mau maju. Dan dengan cara belajar yang baik Anda bisa
menguasai pelajaran yang sebelumnya dianggap sulit. Karena itu memulai
belajar dari saat ini dan katakan "Saya Bisa", "Saya Akan Mengalahkan
Juara Kelas", "Gampang Pelajaran ini".

2. Pagi Hari
Biasakan belajar saat masih pagi hari, karena otak kita masih dalam
keadaan segar untuk menerima tetapi jangan lupa sarapan terlebih dahulu.
Buka pelajaran yang akan dipelajari nanti, baca-baca sekedarnya saja,
jangan dihafal, tetapi dimengerti saja.

3. Rileks dan Nyaman


Posisikan diri Anda pada posisi yang rileks dan nyaman, agar Anda tidak
tertidur saat belajar, jauhkan dari suasana berisik yang mungkin Anda tidak
menyukainya. Jika memang tidak memungkinkan, maka baca seadanya
saja dahulu untuk memulai belajar. Jika musik bisa membantu
meningkatkan konsentrasi maka belajarlah didampingi musik, dan ACTION
!!!

4. Buat Jadwal
Buatlah jadwal belajar di rumah dengan baik, yang tidak mengganggu
aktifitas sehari-hari, misalnya acara televisi favorit, acara olahraga dan lain-
lain. Hal ini perlu dilakukan agar Anda juga belajar disiplin memanfaatkan
waktu dengan sebaik-baiknya sehingga menjadi efektif. Dan jika tiba
waktunya untuk belajar tidak memikirkan hal yang lain selain pelajaran
yang akan mengganggu konsentrasi.

5. Latihan Soal 
Upayakan selalu melakukan latihan menjawab / mengerjakan soal-soal
sebagai bahan latihan yang akan membuat daya rekam otak menjadi lebih
tajam. Jika terjadi kesulitan, tanyakan kepada yang bisa membantu baik di
rumah maupun di sekolah.

6. Ulangi Pelajaran
Saat sore hari atau malam hari, upayakan membuka pelajaran yang
dibahas di sekolah, hal ini perlu dilakukan karena sangat efektif untuk
menambah daya ingat akan pelajaran yang baru di dapat. Dan jika di
sekolah ada bagian yang kurang paham maka Anda bisa berusaha untuk
mempelajari / mengingatnya lagi. Dan Anda bisa mengupayakan untuk
membuat ringkasan yang akan membantu mempermudah mempelajarinya
lagi.

7. Baca pelajaran esok hari


Upayakan pelajari bahasan yang akan dipelajari esok hari di sekolah untuk
mempermudah menjawab pertanyaan, atau bahkan bisa berupa bekal
untuk mempersiapkan diri kalau-kalau ada ulangan dadakan. Dan jika ada
bagian yang kira-kira kurang paham, Anda bisa menanyakannya kepada
Guru saat pelajaran sudah dimulai.

8. Jangan belajar berlebihan


Belajar janganlah berlebihan karena tidak akan menambah efektif rekaman
otak, apalagi jika sampai larut malam yang tentunya akan membuat waktu
istirahat yang terganggu.

Cara Belajar Efektif di Sekolah


1. Jangan malu untuk bertanya
Jika ada hal yang kurang mengerti sebaiknya ditanyakan langsung
kepada guru, ingat pepatah "lebih baik malu bertanya daripada sesat
dijalan", Lebih baik ditertawakan sekarang daripada ditertawakan
mendapat prestasi buruk.

2. Diskusi Kelompok
Sebenarnya saya tidak suka dengan belajar kelompok ini, karena
biasanya banyak waktu yang dihabiskan untuk mengobrol. Tetapi
saat belajar kelompok ada sisi baik yang bisa dipergunakan dengan
benar, ajaklah siswa yang memiliki prestasi lebih baik untuk
melakukan pembahasan suatu pelajaran yang kurang dimengerti,
Jika ada pertanyaan tentu akan lebih nyaman dan lebih santai untuk
bertanya ke sesama teman. 

3. Catatan Cepat
Catatlah dengan cepat jika  ada bagian yang penting saat guru
sedang menerangkan, tidak perlu bagus-bagus tulisannya. Dan buka
kembali saat belajar di rumah, buat ringkasan yang merupakan
intisari pelajaran. Yang akan sangat bermanfaat untuk menambah
daya ingat. Tetapi jangan dimanfaatkan untuk bahan contekan loh.
^=^

4. Mendengarkan Penjelasan Guru


Saat pelajaran sudah dimulai, upayakan berkonsentrasi penuh
mendengarkan penjelasan guru, jangan berdiskusi hal yang lain
dengan teman sebangku. Jika ada hal penting, lekaslah mencatat
cepat dan bertanya jika ada hal yang kurang dimengerti.

Nah, saya kira itulah beberapa metode / cara belajar yang baik dan
efektif, jangan memiliki kebiasaan buruk mencontek ke sebelah atau
mengupayakan hal yang bisa dijadikan untuk mencontek. Karena
mencontek akan menyebabkan Anda menjadi malas berpikir, sifat
yang tidak dimiliki orang yang berprestasi.

Saya kira demikianlah beberapa metode cara belajar yang baik dan


efektif, mudah-mudahan dapat memberikan manfaat untuk Anda,
salam sukses, salam blogger.
http://www.hengkikristianto.com/2014/10/cara-mudah-belajar-yang--baik-dan-efektif.html

Cara Belajar Sekolah Favorit Ternyata Menimbulkan


Dampak Negatif (Hasil Riset)
Kebanyakan sekolah favorit menerapkan belajar dengan mengerjakan latihan soal. Hasilnya, nilai murid sekolah di atas
rata-rata. Namun, rupanya ada dampak negatifnya. Apa itu? 

Cara belajar mana yang lebih efektif adalah pertanyaan yang menarik didiskusikan, bukan hanya di Indonesia tapi juga di
dunia. Efektif berarti tepat untuk mencapai tujuan belajar, yang seringkali diartikan sebagai pencapaian nilai ujian setinggi-
ting1ginya.

Bayangkan ada sejumlah murid yang dibagi menjadi dua kelompok: Kelompok A dan Kelompok B. Kelompok A belajar
dengan cara mendengar ceramah dan mengerjakan latihan soal ujian (drill). Kelompok B belajar dengan cara berdiskusi,
menggubah lirik lagu dan bermain drama. Meski beda cara, kedua kelompok mempelajari topik pelajaran yang sama.
Setelah belajar sekian waktu, kedua kelompok diminta mengerjakan ujian yang sama.

Apakah Kelompok A atau Kelompok B yang mendapat nilai ujian lebih tinggi? Apakah cara belajar A atau B yang
lebih efektif? 

Saya tebak kebanyakan dari Anda menjawab A lebih efektif dibandingkan B. Kalau pun tebakan saya benar, bukan berarti
saya berbakat menjadi peramal. Saya menebak kebanyakan Anda menilai cara belajar A karena mayoritas orang di dunia
akan menebak hal yang sama. Itulah yang membuat dunia kaget ketika pada tahun 2003, hasil pemetaan pendidikan global
PISA menempatkan Finlandia di peringkat 1 untuk sains dan membaca, dan peringkat 2 untuk matematika. Capaian
Finlandia ini menjungkirbalikkan pandangan umum. Cara belajar B yang diterapkan Finlandia justru menunjukkan
keunggulan, bukan cara belajar A yang diyakini lebih efektif.1

Ada dua respon yang berbeda dalam menyikapi fenomena Finlandia: (1) belajar dari Finlandia tentang cara belajar B; (2)
memperbaiki cara belajar A seperti perbaikan kualitas soal ujian yang dikenal sebagai soal high order thinking skills.
Indonesia memilih yang mana? Seperti biasa, memilih kedua respon tersebut meskipun keduanya berbeda arah.

Di Indonesia sendiri keyakinan terhadap cara belajar A mengakar kuat. Meski banyak usaha termasuk penggantian
kurikulum, tetap saja cara belajar A yang dipraktikkan di banyak sekolah di Indonesia. Terlebih lagi cara belajar A digunakan
kebanyakan sekolah favorit. Guru masuk kelas, memberi penjelasan sesuai buku teks dan meminta murid mengerjakan
latihan soal ujian. Jawaban murid dinilai berdasarkan kesesuaian dengan isi buku teks. Dan terbukti, murid-murid sekolah
favorit mencapai nilai UN di atas rata-rata dan diterima di sekolah favorit pada jenjang pendidikan selanjutnya.

Pertanyaan yang penting diajukan apakah capaian murid sekolah favorit berkat cara belajar A atau faktor lain semisal
kualitas murid yang memang lebih baik? Apakah cara belajar B memang lebih buruk dibandingkan A dalam mencapai nilai
ujian? Mari kita simak hasil risetnya
Penting bagi kita melihat hasil riset karena akan membantu kita melihat dampak cara belajar secara jangka panjang dan
lebih utuh. Karena bila berdasarkan pengamatan pribadi, kita seringkali mudah puas dengan capaian jangka pendek dan
melihat hanya satu sisi semata-mata, dalam hal ini sebatas nilai ujian. 

Ada banyak riset pendidikan, namun sedikit riset pendidikan yang bersifat longitudinal, riset yang memperhatikan perubahan
subyek riset dalam rentang waktu tertentu. Riset yang dilakukan Lawrence J.Schweinhart dan kawan-kawan merupakan
salah satu riset longitudinal yang mengkaji dampak perbedaan cara belajar. Pada tahun 1962, mereka mengirimkan
sekelompok anak-anak dari keluarga miskin Afro-Amerika ke 3 jenis kelas yang berbeda: Instruksi langsung (cara belajar
A), bermain bebas, dan konstruktivis (cara belajar B). Perkembangan anak-anak dipantau sejak usia 3 – 4 hingga 11 tahun
dan dilakukan pengambilan data kembali pada saat mereka telah berusia 15 dan 23 tahun. Apa kesimpulannya?

Pertama, capaian akademis anak-anak kelas instruksi langsung (menanamkan) pada awalnya lebih tinggi tetapi
setelah itu menjadi sama dan tidak bisa dibedakan dengan anak-anak dari dua kelas lainnya. Kedua, pada usia 15
tahun, anak-anak dari kelas instruksi langsung terlibat tindakan melanggar aturan dua kali lebih banyak, kurang
dari setengahnya yang suka membaca, dan menunjukkan tanda-tanda masalah sosial-psikologis dibandingkan
anak-anak dari kelas bermain bebas dan konstruktivis (menumbuhkan). Sumber: Lawrence J. Schweinhart.

Apakah hanya satu riset? Ada banyak, saya akan rangkum kesimpulan sejumlah riset yang dikutip Alfie Kohn dalam
bukunya The Schools Our Children Deserve. Riset-riset menunjukkan bahwa prestasi akademik murid yang belajar dengan
cara B sama baiknya, atau bahkan lebih baik, dibandingkan murid yang belajar dengan cara A. Namun bila pengukuran
dilakukan pada aspek-aspek yang lain, maka cara A menunjukkan sejumlah dampak negatif, yaitu:

1. Minat belajar lebih rendah. Murid-murid yang dibiasakan dengan cara belajar A cenderung mempunyai minat
belajar lebih rendah, termasuk dalam membaca dan melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi. Mereka lebih
terfokus pada hasil belajar dibandingkan aktivitas belajarnya.
2. Kualitas belajar lebih rendah. Fokus pada hasil belajar membuat murid-murid dengan cara belajar A belajar belajar
mendalam terkait dengan topik pelajarannya. Mereka cenderung puas dan menghentikan usaha ketika sudah
mengetahui satu jawaban benar.  Sama baiknya dalam menghafal, namun mereka lebih buruk dalam mempelajari
hal-hal konseptual (high order thinking skills)

3. Menghindar dari tantangan sulit. Cara belajar A yang terfokus pada penilaian ujian membuat anak-anak cenderung
menghindar tantangan yang sulit. Ketika diminta menetapkan sendiri tantangan belajarnya, mereka memilih lebih
rendah dibandingkan anak yang menggunakan cara belajar B.

4. Keterampilan sosial kurang berkembang. Anak-anak yang menggunakan cara belajar A kurang berkembang
keterampilan sosialnya. Lebih tergantung pada orang dewasa dan kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan
baru atau berbeda.

5. Persoalan psikologi – emosional. Cara belajar A membuat anak-anak lebih mudah cemas terhadap sekolah,
kurang mengelola emosi dan pada akhirnya menghasilkan perilaku bermasalah.

Hasil riset tersebut dengan telak membantah pandangan umum bahwa cara belajar A lebih efektif dibandingkan cara belajar
B. Buktinya, cara belajar B bisa sama baiknya dengan cara belajar A dalam capaian prestasi akademik. Bonusnya, cara
belajar B memberi stimulasi dan kesempatan lebih kaya bagi anak-anak untuk tumbuh berkembang sebagai pribadi yang
mandiri dan bahagia. Sementara cara belajar A dalam jangka panjang justru berdampak negatif terhadap anak-anak.

Dalam buku Memilih Sekolah untuk Anak Zaman Now, cara belajar A disebut sebagai menanamkan, sementara cara belajar
B disebut menumbuhkan. Buku ini menyediakan panduan praktis bagi orangtua untuk memilih sekolah dengan cara belajar
menumbuhkan. Dapatkan segera di MemilihSekolah.com.

Apakah Anda pernah merasakan dampak negatif cara belajar di sekolah favorit?

http://temantakita.com/cara-belajar-sekolah-favorit/

Anda mungkin juga menyukai