Masalah Belajar Dan Cara Belajar
Masalah Belajar Dan Cara Belajar
Siswa yang lambat dalam belajar sering mangalami kesulitan, sebab setiap akhir
kegiataan belajar siswa belum mampu untuk menguasai seluruh materi yang
seharusnya sudah dikuasai, guru telah melanjutkan pada materi berikutnya. Akibat lain
yang timbul pada diri mungkin ia tidak ada perhatian terhadap pelajaran itu atau tidak
punya minat untuk belajar atau tidak bersemangat untuk belajar. Oleh sebab itu guru
hendaknya dapat memberikan perhatian khusus terhadap siswa yang lambat dalam
belajar atau mengalami masalah atau kesulitan dalam mencapai tujuan pelajaran yang
ditetapkan. Pada hakekatnya guru mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dari
peranannya sebagai pengajar atau pembelajar. Guru sebagai pembelajar bertanggung
jawab untuk membantu siswa dalam mencapai perkembangan yang optimal. Oleh
sebab itu guru diharapkan dapat menciptakan situasi kegiatan dalam belajar dan
pembelajaran di sekolah yang efektif dan efisien, sehingga siswa diharapkan mencapai
hasil belajar yang optimal. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal bagi siswa, maka
setiap kesulitan atau masalah yang timbul dalam belajar seyogyanya dapat segera
diidentifikasi dan segera pula diberikan bantuan atau perbaikan. Ini berarti bahwa setiap
guru dituntut kemampuannya untuk mampu memberikan bantuan pada siswa yang
mengalami kesulitan atau masalah dalam belajar, materi yang di bahas dalam masalah-
masalah belajar dan pembelajaran ini meliputi :
1. Jenis-jenis masalah belajar dan pembelajaran.
2. Faktor-faktor penyebabmasalah belajar dan pembelajaran
3. Cara mengungkapkan masalah belajar
4. Upaya pengentasan masalah belajar dan pembelajaran
5. Bentuk layanan yang diberikan
F. PENUTUP
Kenyataan didalam kelas selalu ada murid yang cepat didalam belajar, ada yang
sedang atau normal dan ada murid yang lambat dalam belajar. Murid yang lambat
dalam belajar sering mengalami masalah atau kesulitan dalam memahami atau
menguasai materi pelajaran yang diberikan guru. Kesulitan belajar dapat diartikan
sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-
hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan itu bisa ada yang
disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh yang mengalami, dan hambatan itu dapat
bersipat psikologis, sosiologis dan fisiologis dalam keseluruhan proses belajar. Orang
yang mengalami kesulitan belajar akan mengalami hambatan dalam mencapai hasil
belajarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud ( 1982/1983) Buku II : Modul Diagnostik Kesulitan Belajar Dan Pengajaran
Remedial, Depdikbud Dikti Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
Koestoer Partowisastro, (1982), Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar, Jilid I,
Tarsito Bandung.
Oemar Hamalik, (1983), Metode Belajar Dan Kesulitan Belajar, Penerbit Tarsito
Bandung
Slameto, (1988), Belajar Dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Penerbit Bina
Aksara, Jakarta.
Prayitno, (1994), Dasar-dasar Bimbingan Dan Konseling, Buku I, Jurusan PPB FIP IKIP
Padang
2. Pagi Hari
Biasakan belajar saat masih pagi hari, karena otak kita masih dalam
keadaan segar untuk menerima tetapi jangan lupa sarapan terlebih dahulu.
Buka pelajaran yang akan dipelajari nanti, baca-baca sekedarnya saja,
jangan dihafal, tetapi dimengerti saja.
4. Buat Jadwal
Buatlah jadwal belajar di rumah dengan baik, yang tidak mengganggu
aktifitas sehari-hari, misalnya acara televisi favorit, acara olahraga dan lain-
lain. Hal ini perlu dilakukan agar Anda juga belajar disiplin memanfaatkan
waktu dengan sebaik-baiknya sehingga menjadi efektif. Dan jika tiba
waktunya untuk belajar tidak memikirkan hal yang lain selain pelajaran
yang akan mengganggu konsentrasi.
5. Latihan Soal
Upayakan selalu melakukan latihan menjawab / mengerjakan soal-soal
sebagai bahan latihan yang akan membuat daya rekam otak menjadi lebih
tajam. Jika terjadi kesulitan, tanyakan kepada yang bisa membantu baik di
rumah maupun di sekolah.
6. Ulangi Pelajaran
Saat sore hari atau malam hari, upayakan membuka pelajaran yang
dibahas di sekolah, hal ini perlu dilakukan karena sangat efektif untuk
menambah daya ingat akan pelajaran yang baru di dapat. Dan jika di
sekolah ada bagian yang kurang paham maka Anda bisa berusaha untuk
mempelajari / mengingatnya lagi. Dan Anda bisa mengupayakan untuk
membuat ringkasan yang akan membantu mempermudah mempelajarinya
lagi.
2. Diskusi Kelompok
Sebenarnya saya tidak suka dengan belajar kelompok ini, karena
biasanya banyak waktu yang dihabiskan untuk mengobrol. Tetapi
saat belajar kelompok ada sisi baik yang bisa dipergunakan dengan
benar, ajaklah siswa yang memiliki prestasi lebih baik untuk
melakukan pembahasan suatu pelajaran yang kurang dimengerti,
Jika ada pertanyaan tentu akan lebih nyaman dan lebih santai untuk
bertanya ke sesama teman.
3. Catatan Cepat
Catatlah dengan cepat jika ada bagian yang penting saat guru
sedang menerangkan, tidak perlu bagus-bagus tulisannya. Dan buka
kembali saat belajar di rumah, buat ringkasan yang merupakan
intisari pelajaran. Yang akan sangat bermanfaat untuk menambah
daya ingat. Tetapi jangan dimanfaatkan untuk bahan contekan loh.
^=^
Nah, saya kira itulah beberapa metode / cara belajar yang baik dan
efektif, jangan memiliki kebiasaan buruk mencontek ke sebelah atau
mengupayakan hal yang bisa dijadikan untuk mencontek. Karena
mencontek akan menyebabkan Anda menjadi malas berpikir, sifat
yang tidak dimiliki orang yang berprestasi.
Cara belajar mana yang lebih efektif adalah pertanyaan yang menarik didiskusikan, bukan hanya di Indonesia tapi juga di
dunia. Efektif berarti tepat untuk mencapai tujuan belajar, yang seringkali diartikan sebagai pencapaian nilai ujian setinggi-
ting1ginya.
Bayangkan ada sejumlah murid yang dibagi menjadi dua kelompok: Kelompok A dan Kelompok B. Kelompok A belajar
dengan cara mendengar ceramah dan mengerjakan latihan soal ujian (drill). Kelompok B belajar dengan cara berdiskusi,
menggubah lirik lagu dan bermain drama. Meski beda cara, kedua kelompok mempelajari topik pelajaran yang sama.
Setelah belajar sekian waktu, kedua kelompok diminta mengerjakan ujian yang sama.
Apakah Kelompok A atau Kelompok B yang mendapat nilai ujian lebih tinggi? Apakah cara belajar A atau B yang
lebih efektif?
Saya tebak kebanyakan dari Anda menjawab A lebih efektif dibandingkan B. Kalau pun tebakan saya benar, bukan berarti
saya berbakat menjadi peramal. Saya menebak kebanyakan Anda menilai cara belajar A karena mayoritas orang di dunia
akan menebak hal yang sama. Itulah yang membuat dunia kaget ketika pada tahun 2003, hasil pemetaan pendidikan global
PISA menempatkan Finlandia di peringkat 1 untuk sains dan membaca, dan peringkat 2 untuk matematika. Capaian
Finlandia ini menjungkirbalikkan pandangan umum. Cara belajar B yang diterapkan Finlandia justru menunjukkan
keunggulan, bukan cara belajar A yang diyakini lebih efektif.1
Ada dua respon yang berbeda dalam menyikapi fenomena Finlandia: (1) belajar dari Finlandia tentang cara belajar B; (2)
memperbaiki cara belajar A seperti perbaikan kualitas soal ujian yang dikenal sebagai soal high order thinking skills.
Indonesia memilih yang mana? Seperti biasa, memilih kedua respon tersebut meskipun keduanya berbeda arah.
Di Indonesia sendiri keyakinan terhadap cara belajar A mengakar kuat. Meski banyak usaha termasuk penggantian
kurikulum, tetap saja cara belajar A yang dipraktikkan di banyak sekolah di Indonesia. Terlebih lagi cara belajar A digunakan
kebanyakan sekolah favorit. Guru masuk kelas, memberi penjelasan sesuai buku teks dan meminta murid mengerjakan
latihan soal ujian. Jawaban murid dinilai berdasarkan kesesuaian dengan isi buku teks. Dan terbukti, murid-murid sekolah
favorit mencapai nilai UN di atas rata-rata dan diterima di sekolah favorit pada jenjang pendidikan selanjutnya.
Pertanyaan yang penting diajukan apakah capaian murid sekolah favorit berkat cara belajar A atau faktor lain semisal
kualitas murid yang memang lebih baik? Apakah cara belajar B memang lebih buruk dibandingkan A dalam mencapai nilai
ujian? Mari kita simak hasil risetnya
Penting bagi kita melihat hasil riset karena akan membantu kita melihat dampak cara belajar secara jangka panjang dan
lebih utuh. Karena bila berdasarkan pengamatan pribadi, kita seringkali mudah puas dengan capaian jangka pendek dan
melihat hanya satu sisi semata-mata, dalam hal ini sebatas nilai ujian.
Ada banyak riset pendidikan, namun sedikit riset pendidikan yang bersifat longitudinal, riset yang memperhatikan perubahan
subyek riset dalam rentang waktu tertentu. Riset yang dilakukan Lawrence J.Schweinhart dan kawan-kawan merupakan
salah satu riset longitudinal yang mengkaji dampak perbedaan cara belajar. Pada tahun 1962, mereka mengirimkan
sekelompok anak-anak dari keluarga miskin Afro-Amerika ke 3 jenis kelas yang berbeda: Instruksi langsung (cara belajar
A), bermain bebas, dan konstruktivis (cara belajar B). Perkembangan anak-anak dipantau sejak usia 3 – 4 hingga 11 tahun
dan dilakukan pengambilan data kembali pada saat mereka telah berusia 15 dan 23 tahun. Apa kesimpulannya?
Pertama, capaian akademis anak-anak kelas instruksi langsung (menanamkan) pada awalnya lebih tinggi tetapi
setelah itu menjadi sama dan tidak bisa dibedakan dengan anak-anak dari dua kelas lainnya. Kedua, pada usia 15
tahun, anak-anak dari kelas instruksi langsung terlibat tindakan melanggar aturan dua kali lebih banyak, kurang
dari setengahnya yang suka membaca, dan menunjukkan tanda-tanda masalah sosial-psikologis dibandingkan
anak-anak dari kelas bermain bebas dan konstruktivis (menumbuhkan). Sumber: Lawrence J. Schweinhart.
Apakah hanya satu riset? Ada banyak, saya akan rangkum kesimpulan sejumlah riset yang dikutip Alfie Kohn dalam
bukunya The Schools Our Children Deserve. Riset-riset menunjukkan bahwa prestasi akademik murid yang belajar dengan
cara B sama baiknya, atau bahkan lebih baik, dibandingkan murid yang belajar dengan cara A. Namun bila pengukuran
dilakukan pada aspek-aspek yang lain, maka cara A menunjukkan sejumlah dampak negatif, yaitu:
1. Minat belajar lebih rendah. Murid-murid yang dibiasakan dengan cara belajar A cenderung mempunyai minat
belajar lebih rendah, termasuk dalam membaca dan melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi. Mereka lebih
terfokus pada hasil belajar dibandingkan aktivitas belajarnya.
2. Kualitas belajar lebih rendah. Fokus pada hasil belajar membuat murid-murid dengan cara belajar A belajar belajar
mendalam terkait dengan topik pelajarannya. Mereka cenderung puas dan menghentikan usaha ketika sudah
mengetahui satu jawaban benar. Sama baiknya dalam menghafal, namun mereka lebih buruk dalam mempelajari
hal-hal konseptual (high order thinking skills)
3. Menghindar dari tantangan sulit. Cara belajar A yang terfokus pada penilaian ujian membuat anak-anak cenderung
menghindar tantangan yang sulit. Ketika diminta menetapkan sendiri tantangan belajarnya, mereka memilih lebih
rendah dibandingkan anak yang menggunakan cara belajar B.
4. Keterampilan sosial kurang berkembang. Anak-anak yang menggunakan cara belajar A kurang berkembang
keterampilan sosialnya. Lebih tergantung pada orang dewasa dan kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan
baru atau berbeda.
5. Persoalan psikologi – emosional. Cara belajar A membuat anak-anak lebih mudah cemas terhadap sekolah,
kurang mengelola emosi dan pada akhirnya menghasilkan perilaku bermasalah.
Hasil riset tersebut dengan telak membantah pandangan umum bahwa cara belajar A lebih efektif dibandingkan cara belajar
B. Buktinya, cara belajar B bisa sama baiknya dengan cara belajar A dalam capaian prestasi akademik. Bonusnya, cara
belajar B memberi stimulasi dan kesempatan lebih kaya bagi anak-anak untuk tumbuh berkembang sebagai pribadi yang
mandiri dan bahagia. Sementara cara belajar A dalam jangka panjang justru berdampak negatif terhadap anak-anak.
Dalam buku Memilih Sekolah untuk Anak Zaman Now, cara belajar A disebut sebagai menanamkan, sementara cara belajar
B disebut menumbuhkan. Buku ini menyediakan panduan praktis bagi orangtua untuk memilih sekolah dengan cara belajar
menumbuhkan. Dapatkan segera di MemilihSekolah.com.
Apakah Anda pernah merasakan dampak negatif cara belajar di sekolah favorit?
http://temantakita.com/cara-belajar-sekolah-favorit/