Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DIABETES MELITUS
SLO
1. Definisi + Klasifikasi DM
2. Epidemiologi DM
3. Etiologi DAN Faktor Resiko DM
4. Patofisiologi DM
5. Manifestasi Klinis DM
6. Pemeriksaan Diagnostik DM
7. Penatalaksanaan Medis DM
8. Komplikasi DM
9. Pencegahan KPD
10. Asuhan keperawatan KPD
I. DEFINISI
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (Smeltzer and Bare, 2002)
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai
oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan
efektifitas insulin. Gangguan metabolik ini mempengaruhi metabolisme dari
karbohidrat, protein, lemak, air dan elektrolit. Gangguan metabolisme
tergantung pada adanya kehilangan aktivitas insulin dalam tubuh dan pada
banyak kasus, akhirnya menimbulkan kerusakan selular, khususnya sel
endotelial vaskular pada mata, ginjal dan susunan saraf (Soegondo, 2004).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi klinisi berupa hilangnya
toleransi glukosa (Price, 2005)
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia (peningkatan gula darah
puasa dan gula darah post pandrial) yang disebabkan karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya yang dapat menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf. Dikatakan diabetes
mellitus jika kadar gula darah puasa >126 mg/dl, tes sewaktu >200 mg/dl
Klasifikasi DM
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi
Diabetes Melitus adalah sbb:
1. Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau
“Insulin dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi
kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile
onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4
tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi
pada akhir usia 30 atau menjelang 40.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi
sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta
pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan
sekresi insulin. DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit
autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi
leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi
sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta
pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan
penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau
myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen
(HLA) DR3 atau HLA DR4. Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya
dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan
kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang
‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi
insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel
beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin,
dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses
yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe
1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya
pada ras tertentu Afrika dan Asia.
2. Diabetes Melitus tipe 2
Penyebab utamanya adalah pada Diabetes Mellitus Tipe II terjadi pada
volume reseptor (penerima) hormon insulin, yakni sel-sel darah. Dalam
kondisi ini produktivitas hormone insulin bekerja dengan baik, namun tidak
terdukung oleh kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah,
keadaan ini dikenal dengan resistensi insulin. Dibawah ini terdapat beberapa
fakor-faktor yang memiliki peranan penting terjadinya hal tersebut :
a. Obesitas.
b. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat.
c. Kurang gerak badan (olahraga).
d. Faktor keturunan.
Perbedaan DM tipe 1 dan 2 dapat digambarkan didalam tabel 2.2 di bawah ini
: Sumber arisman 2011
Tabel 2.2 Perbedaan antara DM 1 DM tipe 2
Onset Anak/dewasa muda Biasanya setelah usia
(<25 tahun) pertengahan
Proporsi <10% dari semua >90% dari semua
penyandang DM penyandang DM
Riwayat Keluarga Tidak lazim Sangat lazim
Gejala Akut/sub-akut Lambat
Ketoasidosis Sering sekali Jarang, kecuali jika
sakit/stress
Antibodi ICA, GAD Sangat sering positif Biasanya negative
Obesitas saat onset Tidak obes Obes sebelum onset
Kaitan dengan HLA tipe Ada Tidak ada
tertentu
Kaitan dengan penyakit Kadang-kadang ada Tidak ada
autoimun
C-peptida darah/urin Sangat rendah Rendah/normal/tinggi
Kegunaan insulin Penyelamat nyawa Kadang-kadang diperlukan
sebagai pengawasan gula
darah
Penyebab Pankreas tidak mampu Produksi insulin masih ada,
membuat insulin tetapi sel target tidak peka
Kegunaan diet Mengawasi gula darah Menurunkan BB (jadwal
(makan/jajan harus diatur tidak harus ketat, kecuali
seputar pemberian insulin kalau insulin juga
agar tidak terjadi diberikan)
hipoglisemia)
Kegunaan latihan fisik Merangsang sirkulasi dan Membuat tubuh menjadi
membantu tubuh dalam lebih peka terhadap
penggunaan insulin insulinnya sendiri, di
samping menggunakan
energi untuk mengurangi
II. EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO (2007) Indonesia masuk ke dalam sepuluh Negara dengan
jumlah kasus DM terbanyak di dunia. Indonesia berada pada peringkat
keempat pada tahun 2000 dengan jumlah kasus sebesar 8,4 juta orang dan
diprediksi akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta orang. (dalam
Riskesdas, 2007). International Diabetes Federation 2012 mencatat bahwa
terjadi lonjakan jumlah penderita DM dalam satu tahun terakhir. Pada periode
2011-2012, terdapat kenaikan jumlah penyandang DM sebanyak 5 juta orang.
Peningkatan angka kejadian DM ini terjadi di hamper semua Negara, termasuk
Indonesia. Peringkat Indonesia bahkan naik dari peringkat 9 menjadi peringkat
7 negara dengan penderita DM terbanyak di dunia. 50% penderita DM ternyata
tidak mengetahui bahwa mereka mengidap DM. Di Indonesia, ketidaktahuan
tersebut ada pada 74% pasien DM. Maka dari itu edukasi mempunyai peranan
sangat penting dalam manajemen penyakit metabolik ini.
Menurut data organisasi persatuan rumah sakit indonesia (2008)tahun
2008 indonesia kini mnempati urutan ke 4 terbesar dalam jumlah penderita
diabetes melitus di dunia pada tahun 2006 jumlah penyandang diabetes di
inonesia mencapai 14 juta orang dari jumlah itu baru 50% penderita yang sadar
mengidap dan sekitar 30% diantaranya melakukan pengobatan secara teratur.
Etiologi Lainnya
a. Hipotesis Sinar Matahari
Pengurangan paparan sinar matahari pada anak, akan mengakibatkan
berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D
memainkan peran integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin.
b. Hipotesis Higiene “Hipotesis Kebersihan”
Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi pathogen,
dimana kita menjaga anak anak kita terlalu bersih, dapat menyebabkan
hipersensitivitas autoimun, yaitu kehancuran sel beta yang memproduksi
insulin di dalam tubuh oleh leukosit.
c. Hipotesis Susu Sapi
Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu
formula pada 6 bulan pertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan
pada system kekebalan tubuh dan meningkatkan resiko untuk
mengembangkan diabetes mellitus type 1 di kemudian hari.
d. Hipotesis POP
Bahwa eksposur terhadap (polutan organik yang persisten) meningkatkan
resiko kedua jenis diabetes.
e. Hipotesis Akselerator
Peningkatan berat dan tinggi anak anak pada abad terakhir ini telah
“dipercepat”, sehingga kecenderungan mereka untuk mengembangkan tipe 1
dengan menyebabkan sel beta di pancreas dibawah tekanan untuk
memproduksi insulin
Faktor Resiko
Gejala DM tipe 2:
1. Trias DM
2. Biasanya bertubuh gemuk saat didiagnosis
3. Tidak ada antibody pada pulau langerhans
Trias DM :
1. Poliuria
Akibat kekurangan insulin untuk mengangkit glukosa melalui membrane sel
menyebabkan hiperglikemia. Sehingga serum plasma meningkat,
hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel difusi ke sirkulasi. Aliran darah
ke ginjal meningkat terjadi dieresis osmotic (Bare, 2002)
2. Polidipsi
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi
sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia)
( Bare, 2002).
3. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi
rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak
makan (poliphagia) ( Bare, 2002).
DM 2: tanpa keluhan, mudah infeksi, sukar sembuh dari luka, penglihatan
buruk (Bruner& Sudarth, 2002)
Gejala kronik
1. Kesemutan
2. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk jarum
3. Rasa tebal di kulit
4. Kram
5. Capek
6. Mudah mengantuk
7. Gatal di kemaluan terutama wanita
8. Gigi mudah lepas , penurunan seks, impotensi
b. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).
d. Tes Laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tesdiagnostik, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksikomplikasi.
1. TES SARING
Tes-tes saring pada DM adalah:
GDS
GDS
Tes Glukosa Urin:
- Tes konvensional (metode reduksi/Benedict)
- Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase
2. TES DIAGNOSTIK
Tes-tes diagnostik pada DM adalah:1.GDP2.GDS3.GD2PP (Glukosa Darah 2
Jam Post Prandial)4.Glukosa jam ke-2 TTGO
3. ES MONITORING TERAPI
Tes-tes monitoring terapi DM adalah
GDP : plasma vena, darah kapiler
GD2 PP : plasma vena
A1c : darah vena, darah kapiler
4. TES UNTUK MENDETEKSI KOMPLIKASI
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah:
a) Mikroalbuminuria : urin
b) Ureum, Kreatinin, Asam Urat
c) Kolesterol total : plasma vena (puasa)
d) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e) Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f) Trigliserida : plasma vena (puasa)
5. Pemeriksaan C peptide
DM tipe 1 normal, DM tipe 2 hasilnya tinggi
6. Rothrea Test
Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai,
Rothera agents, dan amonium hidroxida pekat. Test ini untuk berguna untuk
mendeteksi adanya aceton dan asam asetat dalam urin, yang
mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis akibat DM kronik
yang tidak ditangani. Zat – zat tersebut terbentuk dari hasil pemecahan lipid
secara masif oleh tubuh karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai
sumber energi dalam keadaan DM, sehingga tubuh melakukan mekanisme
glukoneogenesis untuk menghasilkan energi. Zat awal dari aceton dan asam
asetat tersebut adalah Trigliseric Acid/TGA, yang merupakan hasil
pemecahan dari lemak.
Cara kerja :
IX. PENCEGAHAN
a. Perubahan Gaya Hidup
Gaya hidup instan yang cendrung mengonsumsi makanan instant dimana
mengandung bahan pengawet, pewarna buatan,pemanis buatan bahkan
penyedap yang tidak baik bagi tubuh. Jika terus menerus mengkonsumsi
makanan tersebut akan dapat memicu kerusakan seldan jaringan
b. Pengaturan pola makan
Usahakan untuk makan teratur agar kebutuhan nutrisi tetap dapat terpenuhi
dengan baik.Hal ini karena malnutrisi akan dapat menganggu fungsi ginjal
tubuh
c. Olahraga Teratur
Selain membantu membakar lemak berlebih, yang terpenting adalah olahraga
teratur dpat menstabilkan gula darah anda
d. Menjaga berat badan
Penimbunan lemak di dalam tubuh terutaa pada daerah sekitar perut dan
pinggang dapat menghambat kerja pankreas dan memicu resistensi sel
terhadap insulin
e. Memperbanyak mengkonsumsi sayur dan buah
Hal ini mengingat serat daapat mengurangi penimbunan lemak di dalam
tubuh
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : An.Kurnia
Usia : 17 tahun
Tanggal masuk : 11 November 2013
B. Status Kesehatan Saat Ini
Keluhan utama : panas mencapai 40oC, MENGELUH LEMAH DAN
PUSING
Lama Keluhan : 8 hari
Faktor pencetus : tidak terkaji
Faktor Pemberat : Tidak terkaji
Upaya yang dilakukan : tidak terkaji
C. Riwayat kesehatan saat ini
An.Kurnia di rawat di rs karena panas sudah 8 hari, 2 hari kemudian mengalami
polidipsi dan poliuria dengan normal
Diagnosa medis : DM tipe1
D. Pemeriksaan fisik
TTV : - SUHU 40O
- nadi 130x/menit
- keadaan uum : terlihat sadar
E. Hasil pemeriksaan pennjang
Lab : keton (+) dalam urin dan darah
HbA1C 5,7 %
Glucosa plasma 50,5 mm0l/L
F. Terapi
Cairan intravena normalsaline dari insulin
Injeksi insulin 4x dalam 24 jam
G. Presepsi kllien terhadap penyakitnya
Klien dan orangtua sudah di jelaskan tentang apa penyakitnya, namun asih
bingung penatalaksanaan selanjutnya seperti apa dan bagaimana kehidupan
selanjutnya
Analisa Data
Data etiologi Problem
DS : Kien mengeluh Etiologi →destruksi sel Resiko cedera
lemah dan pusing beta →insulin terganggu
DO: nadi 130x/menit (biocemical
dan terlihat tremor disfungtion)→DM type 1
Glukosa 50,6 mmol/l →uptake glukosa oleh
jaringan meningkat
→lipolisis
glukoneogenesi→asam
lemak meningkat
→memicu proses
sterosklerosis→resiko
cedera
Do: glukosa plasma= Faktor resiko +etiologi Resiko ketidakstabilan
50,6 mmol/L, Hb ↓ kadar glukosa darah
A1C=5,7 % dan terdapat Kelainan metabolik
keton positif di darah ↓
dan urin Glukosa darah
meningkat
↓
Resiko ketidakstabilan
kadar glukosa darah
Ds: Gangguan dalam Keletihan
Pasien mengeluh lemas regulasi insulin -> insulin
Do: kurang -> glucagon
- HbA1c 5,7% tinggi -> penggunaan
(normal > 6,5%) glukosa oleh sel sedikit
- Gula darah -> produksi metabolisme
plasma 50,5 energy menurun ->
mmol (normal lemah
11,1 mmol untuk
gula darah
sewaktu)
- Pasien
terdiagnosis DM
tipe 1
DS:Klien dan orang tua Diabets mellitus Defisit pengetahuan
sudah dijelaskan
tentang apa penyakitnya Kuluarga khawatir
namun masih bingung dengan penyakit dan
penatalaksanaan penatalaksanaan
selanjutnya seperti apa selanjutnya
dan bagaimana
kehidupan selanjutnya. Deficit pengetahuan
Diagnosa
1. resiko cedera b.d disfungsi biokimiA
2. Resiko ketidakstabilan glukosa darah b.d kurang manejemen diabetes
RENPRA
1. Diagnosa : resiko cedera b.d disfungsi biokimia
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 resiko cedera
berkurang KH:
NOC :
fall prevention behavior
No. Indicator 1 2 3 4 5
1. Places barrier to prevent falls √
Intervensi (nic) :
No. Indicaror 1 2 3 4 5
1. Blood glucose √
2. Glycolisis hemoglobin √
3. Urin keton √
Intervensi (NIC):
Hypoglicemia management
1. Monitor for signs and symptoms of hypoglycemia (tremor, sweating,
headache, palpitation)
2. Collaborate with patient and health care system to make change in insuin
program
3. Memberitahukan ke pasien bahwa setelah pemberian insulin harus makan
agar tidak terjadi hipoglikemia
4. Monitor blood glucose
Hyperglikemia management
1. Monitor urin keton
2. Monitor tanda gejala hiperglikemi
3. Monitor iV access
4. Review blood glucose record with patient and family
5. Facility to adherense to diet & exercise regimen
6. Batasi exrcise jika glukosa darah >250mg/dl
7. Instruksikan pasien untuk manejemn penyakit termasuk penggunaan oral
agent dan insulin, monitor cairan, karbohidrat.
3. Diagnosa : Keletihan berhubungan dengan DM tipe 1 ditandai dengan pasien
mengeluh lemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam keletihan
klien terkontrol KH :
NOC :
Fatigue Level
No. Indicaror 1 2 3 4 5
1. Balance of activity and rest √
2. lassitude √
3. headache √
4 metabolism √
Intervensi (NIC)
Energy Management
1. Use valid instrument to measure fatigue as indicated
2. Assist patient to understand energy conservation principle
3. Monitor patient to understand energy conservation principle
4. Selec intervention for fatigue reduction using combination of
pharmachologic and non
. NO INDICATOR 1 2 3 4 5
.
1 Specific disease process √
2 Effects of disease √
3 Sign & symtoms of disease √
4 Strategies to minimize √
disease progression
5 Precaution to prevent √
complication of disease
6 Benefits of disease √
management
No. INDICATOR 1 2 3 4 5
1 Role of diet in blood glucose
2 Role of exercise in blood glucose
3 Correct use of prescribed medication
4 hyperglicemia and related symptoms
5 hypoglycemia and related symptoms
Intervensi (NIC)
1. Teaching disease process
a. Provide information to the patient about condition, as appropriate
b. Discuss therapy treatment
c. Describe common sign and symtoms of the disease, as appropriate
d. Describe possible chronic complication, as appropriate
2. Teaching: Prescribe Medication
a. Explain how health care provide choose the most appropriate
medication
b. Provide information on medication reimbursement as appropriate
3. Teaching: Procedure/treatment
a. Explain the purpose of procedure/ treatment
b. Explain the procedure/ treatment
c. Discuss alternative treatment, as appropriate
DAFTAR PUSTAKA
13. Majalah Kesehatan. 2011. 10 Tips Mencegah Diabetes Melitus diambil dari
(Online) http://majalahkesehatan.com tanggal 10 November jam 06.00
14. Mogensen C.E., Viberti G.C., Peheim E., Kutter D., et al, Multicenter
Evaluation of Micral-Test II Test Strip, an Immunologic Rapid Test for the
Detection of Microalbuminuria, Diabetes Care, 20:11, 1997:1642-1646
15. Price, Sylvia. (2005) Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
16. Peterson, K.P., Pavlovich J.G., Goldstein D., et al., What is Hemoglobin A1c?
An Analysis of Glycated Hemoglobins by Electrospray Ioni-zation Mass
Spectrometry, Clinical Chemistry, 44:9, 1998:1951-1958
17. RPK FM . 2013 . Selamat Hari Diabetes Sedunia 2013 : Yuk Kita Edukasi Diri
Kita & Sesama diambil dari (Online) http://radiopelitakasih.com diakses pada
tanggal 15 November 2013 jam 16.00
18. Sacher, Ronald. (2004). Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta : EGC
19. Smeltzer, S., Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta: EGC
20. Soebardi. (2006). Terapi Farmakologis Diabetes Mellitus. dalam : Aru W, dkk,
editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi 4., Jakarta: FK UI.
21. Soegondo, S, dkk, 2004. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.
Jakarta: FKUI.
22. Tjokroprawiro, A. 2001. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes,
Jakarta: PT Gramedia
23. Tabaei B.P., Al-Kassab A.S., Ilag L.L., et al, Does Microalbuminuria Predict
Diabetic Nephropathy?, Diabetes Care, 24:9, 2001:1560-1566