Anda di halaman 1dari 5

Umar bin Khattab

adalah khalifah kedua yang berkuasa pada tahun 634 sampai 644. Dia juga digolongkan sebagai
salah satu Khulafaur Rasyidin. Ibunya bernama Hisyam Hantamah binti bin al-Mughirah. Dan
ayah nya bernama  Al-Khaththab bin Nufail dari Bani 'Adi.
Ia adalah seseorang yang berperawakan tinggi, kepala bagian depannya plontos, selalu
bekerja dengan kedua tangannya, matanya hitam, dan kulitnya kuning. Ia mempunyai julukan
yaitu al-Faruq yang artinya orang yang dapat membedakan yang haq dan bathil. Haq adalah
kebenaran sementara bathil adalah rusak, salah, bohong palsu dan semacamnya.
Umar bin Khattab adalah seorang yang sangat rendah hati dan sederhana, namun
ketegasannya dalam permasalahan agama adalah ciri khas yang kental melekat padanya. Ia suka
menambal bajunya dengan kulit, dan terkadang membawa ember di pundaknya, akan tetapi sama
sekali tak menghilangkan ketinggian wibawanya. Kendaraannya adalah keledai tak berpelana,
hingga membuat heran pastur Jerusalem saat berjumpa dengannya. Umar jarang tertawa dan
bercanda.
Umar bin Khattab adalah penentang Islam paling keras yang kemudian berbalik menjadi
pembela Islam paling gigih, Salah satu keberhasilan dakwah Rasulullah adalah mampu membuat
orang-orang yang semula menentangnya berbalik menjadi pendukung setia. Ada beberapa
sahabat Rasulullah yang melakoni takdir macam itu, salah satunya Umar bin Khattab. Kelak,
setelah Rasulullah wafat, sosok yang dikenal tegas ini menjadi khalifah menggantikan Abu
Bakar. Watak tegas Umar serupa bapaknya, Khattab. Sang bapak pernah mengusir Zaid, anak
saudaranya alias sepupu Umar, karena ia menjadi pengikut ajaran monoteisme Nabi Ibrahim
yang menentang berhala. Sikap Khattab yang kerap menyulitkan Zaid membuatnya terpaksa
melarikan diri ke Gua Hira, meski sesekali ia tetap berkunjung ke Makkah secara diam-diam.
Penentangan terhadap monoteisme yang dilakukan bapaknya, dilakukan juga oleh Umar.
Saat Rasulullah berdakwah di Makkah, Umar menjadi salah satu penentang yang paling
keras. Hal ini membuat Rasulullah berdoa agar salah satu dari dua Umar menjadi pendukungnya.
“Ya, Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua Umar,” ucap Rasulullah. Dua Umar
yang dimaksud adalah Amr bin Hisyam alias Abu Jahal, dan satu lagi adalah Umar bin Khattab.
Beberapa tahun kemudian, keinginan Rasulullah itu terkabul: Umar memeluk Islam dan menjadi
salah satu sahabat Nabi yang paling dekat. Sebelum Umar memeluk Islam, ada sebuah kisah
terkenal yang menunjukkan bagaimana kerasnya Umar dalam menentang agama baru itu.
Disebutkan bahwa sekali waktu Umar berniat membunuh Rasulullah. Ia menyusuri
jalanan Makkah menuju sebuah rumah di bukit Safa sambil membawa pedang. Rumah tersebut
adalah tempat Rasulullah berada. Sementara saat Umar pergi hendak membunuh Rasulullah,
saudarinya yang bernama Fatimah, yang menikah dengan Sa’id (anak Zaid sepupu Umar),
mengundang Khabbab bin al-Arat, seorang pandai besi, untuk membacakan ayat-ayat Alquran.
Keduanya memang telah menjadi Muslim. “Dalam perjalanannya menuju bukit Shafa, Umar
didekati seorang Muslim dari klannya. Orang itu berusaha membelokkannya dari tujuan
membunuh Nabi. Dia menyuruh Umar pulang dan menyaksikan apa yang tengah terjadi di
rumahnya sendiri,” Umar bin Khattab kemudian kembali ke rumahnya. Saat ia memasuki jalan
menuju rumah, ia mendengar ayat-ayat Alquran yang dilantunkan Khabbab bin al-Arat.
Mengetahui kedatangan Umar, sang pelantun Alquran buru-buru bersembunyi. “Suara apa itu?!”
serunya sambil memasuki rumah. Fatimah menjawab pertanyaan Umar itu. Fatimah mengatakan
suara itu bukan apa-apa dan tidak ada artinya. “Jangan mencoba menyembunyikan apapun
dariku. Aku telah mengetahui segala sesuatunya. Aku telah mendengar bahwa engkau berdua
telah ingkar agama,” bentak Umar. Umar kemudian menyerang Fatimah dan suaminya. Ia
memukuli saudarinya sampai jatuh ke tanah dan berdarah. Mengetahui Fatimah terluka, Umar
menghentikan perbuatannya. “Umar! Lakukan apa yang kau kehendaki, Islam tidak akan pernah
lepas dari hati kami,” ucap Fatimah. Umar kemudian memungut manuskrip Alquran yang
ditinggalkan Khabbab. Umar meminta Fatimah untuk menunjukkan apa yang tadi ia dengar. Lalu
Fatimah menyodorkan manuskrip Alquran yang sebelumnya ia sembunyikan. Umar yang yang
dapat membaca dan menulis dengan fasih itu lalu mulai membaca ayat-ayat pembuka dalam
surat Thaha. “Betapa indah dan agungnya ucapan ini!” gumamnya. Itulah momen ketika Umar
tergerak dan mulai tertarik kepada agama yang dipeluk saudarinya. Ia lalu meraih pedangnya dan
berlari menuju bukit Safa untuk menemui Rasulullah. Sesampainya di tempat yang dituju,
Rasulullah segera menarik jubah Umar sambil bertanya, “Apa yang telah membawamu kemari,
hai anak Khattab?” Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, aku datang kepadamu untuk percaya
kepada Allah dan Rasul-Nya, dan pesan yang dibawanya dari Allah.
Setelah masuk Islam, tidak seperti kaum Muslimin lain yang sembunyi-sembunyi dalam
memeluk keyakinan baru mereka, Umar justru terang-terangan mengumumkan keislamannya di
depan kaum Quraisy yang menentang dakwah Rasulullah. Ia memang sosok yang disegani,
sehingga para penentang dakwah Rasulullah tidak ada yang berani menyentuhnya. Hal ini
membuat kaum Muslimin yang semula tidak berani melaksanakan salat di dekat Kakbah menjadi
leluasa beribadah di sana. “Ketika Umar memeluk Islam, ia berperang dengan Quraisy sampai ia
memenangkan perjuangan itu demikian jauh sehingga ia masuk Ka’bah di mana ia salat dan kita
bersamanya. Keberanian Umar juga tergambar saat kaum Muslimin hijrah ke Yatsrib atau yang
kemudian bernama Madinah. Mereka berangkat diam-diam karena menghindari gangguan kaum
Quraisy yang tak menghendaki ajaran Islam. Ali bin Abi Thalib, menyebutkan bahwa ketika
semua kaum Muhajirin (Muslim Makkah yang melakukan hijrah) melakukannya secara diam-
diam, Umar justru melakukannya dengan terang-terangan sambil membawa pedang dan
menyelempangkan busur panah. Sementara tangannya menggenggam anak panah dan sebatang
tongkat komando. Sebelum hijrah, ia pergi ke Kakbah melakukan tawaf, sementara orang-orang
Quraisy berada di beranda Kakbah. Ia tawaf sebanyak tujuh kali, menuju Maqom Ibrahim, dan
salat. Kepada kaum Quraisy yang menentang Islam, yang ia datangi satu-persatu, Umar berkata:
“Wajah-wajah celaka! Allah menista orang-orang ini! Barang siapa ingin diratapi ibunya, ingin
anaknya menjadi yatim atau istrinya menjadi janda, temui aku di balik lembah itu.
Umar berangkat hijrah secara diam-diam, sama seperti kaum Muslimin lainnya. “Dia
melakukan itu bukan karena lemah atau takut, yang memang tak pernah dikenalnya selama
hidupnya, tetapi dia laki-laki yang penuh disiplin. Dia mengikuti jemaah dan meminta yang lain
juga mengikuti mereka.
Dalam perjalanan Umar sebagai seorang Muslim, bersama Rasulullah ia turut dalam
perbagai peperangan antara kaum Muslimin dengan para penentang mereka. Umar terlibat dalam
Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang Khaibar, dan Perang Hunain. Perang
Badar yang dimenangkan kaum Muslimin sempat melahirkan perbedaan pendapat soal perlakuan
terhadap para tawanan. Abu Bakar berpendapat untuk melepaskan para tawanan perang harus
melalui mekanisme uang tebusan. Sementara Umar dengan tegas menyatakan bahwa para
tawanan sepatutnya dipenggal lehernya, dengan ketentuan setiap Muslimin memenggal
kerabatnya sendiri. “Umar menentang dan menyatakan bahwa pertalian keluarga tidak harus
berurusan dengan masalah-masalah mengenai kepentingan Islam yang vital,” Pada akhirnya,
pendapat Abu Bakar lah yang disetujui Rasulullah. Sementara dalam Perang Uhud yang berakhir
dengan kekalahan kaum Muslimin, Umar termasuk dalam 30 orang sahabat yang melindungi
Rasulullah yang terluka saat kaum Quraisy memburunya di celah bukit Uhud. “Umar dan
beberapa orang Muhajirin serta Ansar menerjang ke depan dan menghalau kembali para
penyerbu,” Akhirnya khalifah pertama pengganti Rasulullah tersebut meninggal dunia. Umar
yang menjadi khalifah kedua meneruskan apa yang telah dilakukan khalifah pendahulunya. Di
masa kekhalifahannya, Islam berhasil menaklukkan Irak, Suriah, Yerusalem, Persia, Mesir, dan
lain-lain.
Pada tahun 23 Hijriyah atau 644 Masehi, di Madinah terdapat budak Persia bernama
Firoz atau Fairuz yang nama keluarganya adalah Abu Lu’lu’i atau Abu Lu’lu’ah. Dialah orang
yang membunuh Umar. nama pembunuh yang kerap dipakai adalah Abu Lu’lu’ah. Menurut
sebagian sumber, motivasi Abu Lu’lu’ah membunuh Umar adalah dendam atas ditaklukkannya
Persia oleh pasukan Muslim. Namun, terlepas dari benar tidaknya motivasi tersebut, berdasarkan
catatan Syibli Nu’mani, pembunuhan terhadap Umar dilatari persoalan pajak. Sekali waktu, Abu
Lu’lu’ah datang menghadapi khalifah. Ia mengeluhkan pajak yang dibebankan tuannya,
Mughirah bin Syubah. Ia meminta kepada Umar untuk mendesak tuannya agar menurunkan nilai
pajak tersebut. Umar bertanya kepadanya ihwal pekerjaan yang ia lakoni. Abu Lu’lu’ah
menjawab bahwa ia bekerja sebagai tukang kayu, tukang cat, dan pandai besi. Menurut Umar,
pekerjaan tersebut layak untuk dibebani pajak sebesar yang ia keluhkan. “Jumlah [pajak] itu
tidak banyak dibandingkan dengan pekerjaan yang menguntungkan ini,” kata Umar. Abu
Lu’lu’ah tidak terima dengan jawaban itu. Ia pun marah dan merencanakan untuk menghabisi
Umar.
Keesokan harinya, Umar pergi ke masjid hendak salat Subuh berjamaah. Di sisi lain, Abu
Lu’lu’ah yang Majusi pun pergi ke masjid dengan membawa sebilah belati. Saat Umar mulai
mengimami salat Subuh, Abu Lu’lu’ah tiba-tiba menerobos dari belakang dan menghunjamkan
belatinya sebanyak enam kali ke tubuh Umar. Salah satunya mengenai panggul. Sang khalifah
terkapar dan berlumuran darah. Sementara Abu Lu’lu’ah, dalam kondisi terpojok, juga melukai
jemaah lain dan akhirnya bunuh diri. Umar kemudian dibawa ke rumah. Ia lalu bertanya, “Siapa
pembunuhku?” “Firoz,” jawab orang-orang. “Segala puji bagi Allah bahwa aku tidak dibunuh
oleh seorang Muslim!” jawab Umar kembali. Mulanya kaum Muslimin sedikit terhibur karena
mereka mengira Umar akan pulih. Namun, saat tabib yang memeriksanya memberikan minuman
hangat berupa campuran kurma dan susu yang diberikan kepada khalifah, minuman itu keluar
dari luka-lukanya. Sebelum meninggal, Umar menyuruh anaknya, Abdullah, untuk meminta izin
kepada Aisyah, istri Rasulullah, agar ia dikuburkan disamping makam Rasulullah. “Aku
mempunyai pikiran untuk mencadangkan tempat ini bagi diriku, tetapi hari ini aku mengizinkan
Umar didahulukan dari padaku,” ucap Aisyah. Setelah mendapat jawaban dari Aisyah, Abdullah
buru-buru kembali menemui ayahnya. “Berita apa yang kau bawa kepadaku, oh anakku?” tanya
Umar. “Yang diharapkan memberikan kepuasan kepadamu,” jawab Abdullah. “Itu adalah
keiginanku yang paling besar,” kata Umar. Pada 25 Zulhijah 23 Hijriyah atau 3 November 644,
tepat hari ini 1374 tahun lalu, Umar bin Khattab, sahabat Rasulullah yang semula amat keras
menentang Islam dan berbalik menjadi pembela Islam yang gigih itu, akhirnya meninggal dunia,
pemakaman Umar dilakukan oleh Shuhaib bin Sinan, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan,
Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqas, dan Abdurrahman bin Auf yang menurunkan
jenazah sang khalifah ke liang lahat.

Anda mungkin juga menyukai