Anda di halaman 1dari 11

MANAJEMEN RISIKO DALAM FINTECH PEER to PEER (P2P)

LENDING

¹ Fernanda Dyah Ayu Ervina, ²Dr. Yeni Kustiyaningsih, S.Kom., M.Kom

¹ Prodi Akuntansi, ² Prodi Sistem Informasi

Universitas Trunojoyo Madura

E-mail : fernandadyah99@gmail.com

ABSTRAK

FinTech Peer to Peer (P2P) Lending merupakan layanan jasa keuangan yang
mempertemukan antara pemilik dana dan peminjam modal melalui sebuah
platform. P2P Lending memiliki berbagai macam risiko didalamnya mulai dari
risiko likuiditas, risiko kredit, risiko akuntansi, dll. Tujuan penulisan artikel ini
adalah untuk mengidentifikasi manajemen risiko pada bisnis fintech Peer to Peer
(P2P) Lending. Manajemen risiko merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh
perusahaan untuk meminimalkan segala risiko yang terjadi pada perusahaan
tersebut. Penggunaan metode dalam penulisan artikel ini adalah studi pustaka.
Manajemen risiko yang dipaparkan dalam artikel ini cukup efektif jika digunakan
untuk meminimalkan sebuah risiko yang terjadi pada bisnis Fintech Peer to Peer
Lending. Hasil penulisan artikel ini menunjukan bahwa penelitian ini ditunjukkan
dengan tidak adanya pembiayaan yang buruk dalam Pembiayaan Bisnis Syariah
ini. Risiko FinTech khususnya bisnis model P2P lending perlu diantisipasi dengan
cepat karena dapat merugikan banyak pihak.

Kata Kunci : FinTech Peer to Peer (P2P) Lending, Risiko, Manajemen Risiko
PENDAHULUAN

Pada era modern saat ini, perkembangan teknologi dan informasi terjadi
perubahan yang sangat cepat dimasyarakat, khususnya dijaman milenial ini.
Penggunaan teknologi sudah menjadi gaya hidup yang dimiliki oleh masyarakat
Indonesia. Manusia semakin mudak untuk mengakses berbagai jenis informasi yang
tersedia serta dapat mempermudah untuk menyelesaikan semua pekerjaanya tanpa
menguras waktu yang lama dengan berbagai jenis layanan elektronik dengen fitur
yang disediakan.

Salah satu perkembangan teknologi yang sedang menjadi tranding topic


adalah Financial Technology (Fintech). Menurut National Digital Research Centre
(NDRC), “Teknologi Finansial adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu
inovasi dibidang jasa finansial, dimana istilah tersebut berasal dari kata “finansial”
dan “technology” (FinTech) yang mengacu pada inovasi finansial dengan melakukan
teknologi modern. Financial Technology hadir sebagai teknologi yang mengarah
financial yang menggunakan prinsip modern”

Pada saat FinTech telah mempunyai payung hukum, dimana telah dikeluarkan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi
Keuangan Digital Di Sektor Jasa Keuangan sebagai ketentuan yang memayungi
pengawasan dan peraturan industry Finansial Technology (FinTech). Menurut data
dari OJK pada tahun 2019, hanya 60% masyarakat yang hanya memiliki rekening
lembaga keungan formal dan 40% masyarakat Indonesia belum memiliki rekening
lembaga keuangan formal atau yang sering disebut Unbanked.

Hasil riset Asosiasi FinTech Indonesia melaporkan bahwa “saat Ini


Perusahaan Fintech di Indonesia masih didominasi oleh perusahaan pembayaran
(44%), aggregator (15%), pembiayaan (15%), perencanaan keuangan untuk personal
maupun perusahan (10%), crowdfunding (8%), dan lainnya (8%). Namun saat ini
Platform FinTech yang saat ini mendapatkan atensi besar adalah Peer to Peer(P2P)
Lending. FinTech jenis ini digunakan oleh masyarakat karena menyediakan layanan
pinjam meminjam uang melalui media internet”.

Menurut Hsueh, (2017), “Peer to Peer Lending merupakan model bisnis yang
berbasis internet yang memenuhi kebutuhan pinjaman antar perantara keuangan.
Platform ini ditujukan untuk perusahaan kecil dan menengah dimana menurut mereka
persyaratan pinjaman Bank mungkin terlalu tinggi. Peer to Peer Lending memiliki
biaya lebih rendah dan efesiensi yang lebih tinggi daripada pinjaman berbasis Bank”.

Para pelaku usaha Fintech P2P Lending di Indonesia bergabung dalam satu


wadah organisasi Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia
(AFPI). Melalui surat No. S-5/D.05/2019 AFPI ditunjuk oleh OJK sebagai organisasi
resmi penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi dan
informasi yang ada di Indonesia. Dalam Code of Conduct AFPI, ditetapkan bahwa
untuk bunga pinjaman maksimal sebesar 0.8% per hari. Besaran presentase tersebut
berasal dari bunga, biaya transfer antar bank, biaya verufukasi serta denda yang
diberikan. Akumulasi seluruh biaya tersebut termasuk denda adalah 100% dari nilai
pokok pinjaman.

Perkembangan pengguna FinTech Peer to Peer terus berkembang setiap


tahunnya. Data dari OJK menyebutkan bahwa per 19 februari 2020, Industri
Keuangan FinTech Peer to Peer Lending yang berizin dan terdaftar di OJk sudah
mencapai 161 perusahaan. 12 perusahaan diantaranya adalah FinTech P2P syariah.
Sementara itu dari sisi pinjaman yang disalurkan, hingga akhir tahun 2019, total
penyaluran pinjaman sebanyak Rp. 81,5 triliun dengan jumlah outstanding pinjaman
Rp. 13,6 triliun. Hingga akhir 2019, kenaikan di Jawa sebanyak 255,93% sedangakn
kenaikan diluar jawa sebesar 282,93%.

FinTech P2P menawarkan solusi pembiayaan tanpa agunan bagi peminjam


(Borrower) dan memberikan keleluasaan kepada investor(Lending). Penerima dana
hanya bisa melakukan transaksi pinjam meminjam secara online melalui Platform
FinTech P2P Lending tersebut. Jika peminjam dana tidak mampu mengembalikan
dana tersebut maka kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal(investor). Dan
perusahaan FinTech Peer to Peer (P2P) Lending tidak turut serta menanggung risiko
tersebut.

Semakin meningkatnya transaksi yang dilakukan pada FinTech P2P Lending,


tentunya akan menyebabkan risiko yang dihadapi perusahaan juga semakin tinggi.
Risiko tersebut harus ditangani secara cepat dan tepast untuk menghindari sebuah
konflik dalam kegiatan usaha. Oleh sebab itu manajemen risiko dianggap penting
untuk diterapkan pada perusahaan. Manajemen risiko merupakan proses analisis yang
diterapkan oleh perusahaaan untuk meminimalisir adanya ketidakpastian dalam
kegiatan bisnisnya.

“Manajemen risiko adalah proses identifikasi, pengukuran dan control


keuangan dari sebuah risiko yang mengancam asset dan penghasilan perusahaan atau
proyek yang dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan pada perusahaan tersebut”
(Smith :1990). Manajemen risiko dianggap perusahaan sebagai alat professional untuk
menangani system keuangan agar terciptanya perusahaan yang lebih transparan.
Menurut Committee Of Sponsoring Organization The Treadway Commission
(COSO), menyebutkan ada delapan kerangka yang berkaitan dengan manajemen
risiko korporasi yaitu lingkungan internal, penentuan sasaran, identifikasi peristiwa,
prnilaian ririko, tanggapan risiko aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi
serta pemantauan. Manajemen risiko memiliki hubungan dengan akuntansi karena
dapat menganalisis segala risiko kecurangan pada kegiatan akuntansi perusahaan.
Risiko yang terjadi bisa disebabkan oleh kesalahan perusahaan atau kesalahan
peminjam dana tersebut. Oleh sebab itu dengan adanya berbagai resiko tersebut,
penulis ingin mengetahui seperti apa penerapan dari manajemen risiko yang dilakukan
oleh perusahaan. Dengan adanya risiko yang semakin tinggi maka akan membuat
perusahaan semakin sadar dengan keberlangsungan usaha (going concern).

Maka dari itu penulis tertarik untuk mengangkat judul “Manajemen Risiko
dalam FinTech Peer to Peer (P2P) Lending”

PEMBAHASAN

Risiko
Joel G. Siegel dan Jae K.Shim (1990) mendefinisikan risiko pada tiga hal, pertama,
Keadaan yang mengarah pada pada seuatu hasil khusus dan dari hasil tersebut dapat
diperoleh kemungkinan yang diketahui oleh pengambil keputusan. Kedua, Variasi
dalam keuntungan, penjualan serta variable keuangan lainnya. Ketiga, Ketidakpastian
dari sebuah masalah keuangan yang dapat mempengaruhi kinerja operasional
perusahaan. Secara umum risiko bisnis pada FinTech P2P Lending sama dengan
risiko perbankan pada umumnya sama. Risiko tersebut diantaranya :
1. Risiko Likuiditas
Bagaimana ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya (baik
yang nyata maupun yang dipersepsikan) mengancam posisi keuangan atau
keberadaannya.
2. Risiko Kredit
Risiko kerugian yang disebabkan oleh ketidak mampuan (gagal bayar) dari debitur
atas kewajiban pembayaran utangnya baik utang pokok maupun bunganya
ataupun keduanya.
3. Risiko Hukum
Disebabkan karena adanya tuntutan hukum atauy kelemahan aspek yuridis.
Contohnya Perusahaan P2P Lending yang tidak terdaftar dan memiliki izin dan
terdaftar di OJK.
4. Risiko Akuntansi
Peluang bahwa suatu transaksi lindung nilai tidak dapat dicatat sebagai bagian
dari transaksi yang hendak dilindung nilai.
5. Risiko Operasional
Risiko yang bersumber dari masalah internal perusahaan yang disebabkan oleh
lamanya system control perusahaan. Contohnya seperti kesalahan pencatatan
transaksi pinjam meminjam uang karenan human eror dan system eror.

Regulasi FinTech

1. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


a. Peraturann Otoritas Jasa Keuangan (POJK)
OJK telah mengeluarkan POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi.
b. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK)
OJK telah mengeluarkan peraturan tentang ketentuan tentang pelaksanaan
tata kelola dan menejemen Teknologi Informasi pada layanan Pinjam
meminjam uang berbasis teknologi.dalam SEOJK Nomor :
18/SEOJK.02/2017
2. Bank Indonesia (BI)
BI membentuk Fintech Office (BI-FTO) sebagai wadah untuk mitigasi risiko,
assesmen dan evaluasi atas model layananan keuangan berbasis teknologi. Untuk
mendukung pelaksanaan fintech yang ada di Indonesia, BI telah mengeluarkan
peraturan melalui PBI No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggataan Pemroresan
Transaksi Pembayaran. Peraturan tersebut merupakan salah satu dukungan dari BI
untuk mendukung pelaksanaan transaksi pada e-sommerce yang aman dan efektif.
3. Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
a. UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
UU ITE mewajibkan sebuah penggunaan informasi yang menyangkut data
pribadi harus mendapatkan izin dari yang bersangkutan. UU ITE juga
mewajibkan setiap pelaku usaha harus menyelenggarakan system
elektronik secara handal dan bertanggung jawab terhadap system informasi
yang dijalankannya.
b. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI No 20 Tahun 2006
Peraturan ini tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
Diatur tentang perlindungan data pribadi yang menetapkan batasan dalam
transaksi system elektronik.
c. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI No 4 Tahun 2016
Tentang Sistem Manajemen Pengamanan informasi. Dalam peraturan ini
diatur mengenai batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya.
d. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI No 5 Tahun 2016
Tentang Uji Coba Teknologi Teekomunikasi Informatika dan Penyiaran.
Dalam Peraturan Menteri ini, uji coba dilakukan dengan tujuan untuk
melakukan penelitian kepada aspek teknis dan non teknis.

Pelaku Peer to Peer Lending

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 77/POJK.01/2016 Tentang


Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dijelaskan bahwa
pelaku FinTech P2P Lending ada 3 yaitu :
1. Penyelenggara Layanan (Platform) merupakan badan hukum yang
berkedudukan di Indonesia yang menyediakan, mengelola serta
mengoperasikan Platform tersebut. Platform ini dapat berupa perseroan
terbatas atau koperasi yang memiliki izin beroperasi serta terdaftar resmi di
OJK.
2. Pemberi pinjaman/investor (Lending) merupakan orang, atau badan hukum
serta badan usaha yang mempunyai piutang karena telah memberikan dananya
untuk dipinjamkan oleh bollower melalui Platform tersebut. Batas maksimum
dana yang dipinjamkan adalah 2 miliar rupiah.
3. Penerima Pinjaman (Bollower) Merupakan orang atau badan usaha yang
memiliki hutang dengan melakukan transaksi pinjam meminjam uang melalui
Platform tersebut. Penerima pinjaman yang paling mendominasi adalah
UMKM.

Manajemen Risiko

Menurut Harity E Zigbo (2013, 156-153), “ manajemen risiko adalah proses


identifikasi, analisis serta mitigasi sebuah ketidakpastian dalam keputusan investasi.
Adanya manajemen risiko diakibatkan oleh investor atau manajer melakukan analisis
dan mengukur potensi yang diakibatkan oleh kerugian yang dilakukan dalam kegiatan
tersebut. Yang kemudian investor mengambil sebuah tindakan keputusan dengan
memberikan tujuan investasi dan toleransi atas risiko tersebut. “Perusahaan
menganggap manajemen risiko sangat tepat diterapkan. Eksekutif keuangan
perusahaan menganggap manajemen risiko sebagai salah satu tujuan perushaan yang
penting sehingga harus diterapkan. Masyarakat banyak yang bertanya-tanya bahwa
topic manajemen risiko akan menarik perhatian dari praktisi keuangan. Karena
dengan berbagai macam kelebihan yang dimiliki. Para praktisi akan memiliki
berbagai kebijaksanaan yang berkembang dengan bgaik dan tentunya akan menarik
dalam merumuskan sebuah analisis manejemen risikko” (Kenneth dkk, 993:1629-
1658).

Menurut laporan Economist Intelligence Unit, (Christoper Watts & Kim


Benjamin, 2008) yang melakukan survey terhadap 316 perusahaan jasa keuangan,
lebih dari 70% responden mengaku nilai kerugian timbul dari krisis pengkreditan
terutama disebabkan oleh kegagalan menangani masalah sebuah manajemen risiko.
Dan sebanyak 59% responden mengatakan dari krisis pengkreditan yang terjadi
membuat mereka harus menilai kembali manajemen risiko yang dipergunakan di
perusahaan. Manajemen risiko juga dibutuhkan evaluasi secara periodik melalui
aktivitas pengendalian.

Dalam penelitian praktis, konsep manajemen risiko dapat didefinisikan


sebagau suatu proteksi yang ekonomis terhadap suatu kerugian yang mungkin timbul
atas asset dan pendapatan perusahaan. Manajemen risiko mempunyai lingkup yang
lebih luas, jika tidak terbatas pada insurable risk saja(risiko yang dapat diasuransikan)
melainkan semua jenis risiko yang dihadapi oleh perusahaan.

Proses manajemen Risiko

Berdasarkan ISO 31000:2009, proses manajemen risiko merupakan bagian yang


penting dari manajemen risiko karena merupakan penerapan atas prinsip dan kerangka
kerja manajemen risiko yang telah dibangun. Adapun proses manajemen risiko terdiri
atas tiga proses utama, yaitu penetapan konteks, penilaian risiko, dan penanganan
risiko.

Berdasarkan ISO 31000:2009, proses manajemen risiko merupakan bagian yang


penting dari manajemen risiko karena merupakan penerapan atas prinsip dan kerangka
kerja manajemen risiko yang telah dibangun. Adapun proses manajemen risiko terdiri
atas tiga proses utama, yaitu penetapan konteks, penilaian risiko, dan penanganan
risiko.

1. Penetapan Konteks
Bertujuan untuk mengidentifikasi serta mengungkapkan sasaran organisasi,
lingkungan dimana sasaran hendak dicapai, stakeholders yang berkepentingan,
dan keberagaman kriteria risiko. Hal-hal tersebut akan membantu untuk
mengungkapkan dan menilai sifat dan kompleksitas dari risiko.
2. Penilaian Resiko
Meliputi tahapan identifikasi risiko yang bertujuan untuk mengidentifikasi
risiko-risiko yang dapat memengaruhi pencapaian sasaran organisasi.
Berdasarkan risiko-risiko yang telah teridentifikasi dapat disusun sebuah daftar
risiko untuk kemudian dilakukan pengukuran risiko untuk melihat tingkatan
risiko.
3. Penanganan Resiko
Perencanaan atas mitigasi risiko-risiko untuk mendapatkan alternatif solusinya
sehingga penanganan risiko dapat diterapkan secara efektif dan efisien.
Beberapa alternatif penangangan risiko yang dapat diambil antara lain yang
bertujuan untuk menghindari risiko, memitigasi risiko untuk mengurangi
kemungkinan atau dampak, mentransfer risiko kepada pihak ketiga (risk
sharing) dan menerima risiko (risk acceptance).

Pada akhirnya, ketiga proses tersebut disertai dengan dua proses pendukung
lainnya yaitu komunikasi dan konsultasi, untuk menjamin tersedianya dukungan
yang memadai dari setiap kegiatan manajamen risiko, dan menjadikan setiap
kegiatan mencapai sasarannya dengan tepat. Proses lainnya adalah monitoring
dan review yang bertujuan untuk memastikan bahwa implementasi manajemen
risiko berjalan sesuai dengan perencanaan serta sebagai dasar untuk melakukan
perbaikan secara berkala terhadap proses manajemen risiko.

KESIMPULAN

Fintech P2P yang digunakan dalam oleh masyarakat untuk transaksi pinjam
meminjam uang memiliki berbagai risiko. Dengan adanya risiko-risiko yang terjadi
pada perusahaan Fintech Peer to Peer (P2P) lending, perusahaan pun juga harus di
tuntut memiliki manajemen risiko yang baik untuk meminimalkan risiko tersebut.
Selain itu juga telah dikeluarkannya peraturan dari OJK dan Bank Indonesia sebagai
panduan perundang-undangan dalam menjalankan usahanya. Proses manajemen
risiko merupakan bagian karena merupakan penerapan atas prinsip dan kerangka
kerja manajemen risiko yang telah dibangun.

DAFTAR PUSTAKA

Attar, D., & Islahuddin, M. S. (2014). Pengaruh Penerapan Manajemen Risiko terhadap
Kinerja Keuangan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal
Administrasi Akuntansi: Program Pascasarjana Unsyiah, 3(1).

Manan, Y. (2019). Sistem Integrasi Proteksi & Manajemen Resiko Platform Fintech peer to
peer (P2P) Lending dan Payment Gateway untuk Meningkatkan Akslerasi
Pertumbuhan UMKM 3.0. Ihtifaz: Journal of Islamic Economics, Finance, and
Banking, 2(1), 73-87.
Kristiani, D. L. (2020). Implementasi Perpajakan dalam Transaksi Finanscial Technologi
(FinTech) di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 8(1).

Pratiwi, Y. W., & Wi Endang NP, M. G. (2016). Analisis Manajemen Risiko Kredit Untuk
Meminimalisir Kredit Modal Kerja Bermasalah (Studi Pada Pt. Bank Rakyat
Indonesia (Persero), Tbk Cabang Ponorogo). Jurnal Administrasi Bisnis, 38(1),
157-163.

Muzdalifa, I., Rahma, I. A., & Novalia, B. G. (2018). Peran fintech dalam meningkatkan
keuangan inklusif pada UMKM di Indonesia (pendekatan keuangan
syariah). Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan
Syariah, 3(1).

Tampubolon, H. R. (2019). Seluk Beluk Peer to Peer Lending Sebagai Wujud Keuangan di
Indonesia. Jurnal Bina Mulia Hukum, 3(2), 188-198.

Wijayanti, Bayu (2018) Model Pendekatan manajemen Risiko. Jurnal Ekonomi Akuntansi


dan Manajemen, Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 19/12/PBI/2017 tentang
Penyelenggaraan Teknologi Finansial

Darmawan , Muh. Taufiq Al Hidayah (2019) Manajemen Risiko FinTech Dalam Pembiayaan
Syariah. Bussines Journal, 5(2)

Ryandono, M. N. H. (2018). Fintech Waqaf: solusi permodalan perusahaan startup wirausaha


muda. Jurnal Studi Pemuda, 7(2), 111-121.

Haptari, V. D., & Aribowo, I. (2019). Analisis Aspek Perpajakan Pada FinTech Khususnya
Peer to Peer(P2P) Lending Untuk Menyusun Aturan perpajakan (Jurnal Pajak
dan Keuangan Negara), 1(1), 11.

Otoritas Jasa keuangan, (2007), Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa keuangan:
Perlindungan Konsumen Pada Fintech

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam


Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggataan Pemroresan


Transaksi Pembayaran.
.

Anda mungkin juga menyukai