Anda di halaman 1dari 5

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008

LAMA BUNTING, BOBOT LAHIR DAN DAYA HIDUP


PRASAPIH KAMBING BOERKA-1 (50B;50K)
BERDASARKAN: JENIS KELAMIN,
TIPE LAHIR DAN PARITAS
(Pregnancy Length, Birth Weight and Pre-Weaning Survival Ability of
Boerka-1 Goat Based on Sex, Birth Type and Parity)
FERA MAHMILIA, F.A. PAMUNGKAS dan S. ELIESER

Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Sungei Putih, Galang 20585, Sumatera Utara

ABSTRACT

The aim of this research was to study the age of fetus, birth weight and pre-weaning survival ability of
Boerka-1 goat. This study was conducted at the Research Institute for Goat Production Sungei Putih. Data
were collected from 2005 to 2007. Results showed that the duration of pregnancy of twin birth (146.85 ±
2.83) was shorter (P < 0.05) than that of single birth (148.79 ± 2.89). An Average of birth weight of male
crossbreed kids was (2.21 ± 0.51 kg) heavier (P < 0.01) than that of female goat (2.01 ± 0.52 kg). An Average
weight of single birth kids (2.30 ± 0.48 kg) was heavier (P < 0.01) than that of twin type (1.84 ± 0.46 kg). The
number of pre-weaning life ability of kids decreased by increasing birth type (82.44% for single birth and
67.03% for birth of twin). However, parity did not significantly (P > 0.05) affected the age of fetus, birth
weight and life ability.
Key Words: Goat, Pregnancy, Birth Weight, Survival Ability, Parity

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi yang menyangkut produksi dan reproduksi kambing
dalam rangka peningkatan produktivitas, khususnya mengenai lama bunting, bobot lahir dan daya hidup
prasapih kambing Boerka-1 (50B : 50K). Penelitian ini dilakukan di Stasiun Percobaan Loka Penelitian
Kambing Potong Sungei Putih. Data yang digunakan dalam tulisan ini dikumpulkan sejak awal tahun 2005
sampai akhir 2007. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa rataan lama bunting pada kelahiran kembar dua
(146,85 ± 2,83 hari) lebih singkat (P < 0,05) dibandingkan dengan kelahiran tunggal (148,79 ± 2,89 hari).
Rataan Bobot lahir anak jantan (2,21 ± 0,51 kg) lebih tinggi (P < 0,01) dibandingkan dengan betina (2,01 ±
0,52 kg). Sedangkan rataan bobot lahir kelahiran tunggal (2,30 ± 0,48 kg) lebih tinggi (P < 0,01)
dibandingkan dengan kelahiran kembar dua (1,84 ± 0,46 kg). Daya hidup sapih, anak kelahiran tunggal
(82,44 + 38,19) lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan tipe kelahiran kembar 2 (67,03 + 47,26). Namun
pengelompokan berdasarkan paritas tidak memberi pengaruh berbeda (P > 0,05) terhadap lama bunting, bobot
lahir dan daya hidup prasapih anak.
Kata Kunci: Boerka-1, Lama Bunting, Bobot Lahir, Daya Hidup, Paritas

PENDAHULUAN keunggulan kambing lokal ini memiliki daya


adaptasi dan efisiensi reproduksi yang cukup
Pada umumnya produktivitas kambing baik dengan litter sizenya adalah 1,57 ekor
lokal relatif masih rendah dibandingkan bangsa (SETIADI et al., 2001).
kambing yang berasal dari daerah subtropis. Untuk meningkatkan produktivitas
Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan kambing dapat dilakukan melalui program
karena belum terspesialisasi sesuai dengan pemuliaan, perbaikan efisiensi reproduksi,
fungsi kambing untuk tujuan produksinya tatalaksana pemeliharaan dan perawatan.
(TAMBING et al., 2001). Namun demikian Program pemuliaan dapat dilakukan melalui

386
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008

seleksi maupun persilangan, dengan pejantan Sumber makanan pokok bagi kambing
unggul dari luar (INOUNU et al., 2002). Loka induk adalah hijauan pakan ternak yang
Penelitian Kambing Potong Sei Putih telah diambil dari lapangan dalam bentuk cut dan
melaksanakan program persilangan kambing carry (sekitar 10% dari bobot hidup). Pakan
Kacang dengan kambing pejantan Boer dan tambahan berupa konsentrat (sekitar 350 g)
dari persilangan tersebut dihasilkan kambing yang diberikan pada waktu pagi hari,
Boerka-1 (50B : 50K). sedangkan hijauan diberikan siang dan sore
Salah satu bagian menarik dalam fisiologi hari. Air minum disediakan ad libitum.
reproduksi adalah tentang proses kelahiran.
Secara normal biasanya fetus tidak akan lahir
sampai benar-benar siap untuk keluar dari HASIL DAN PEMBAHASAN
uterus. Mempercepat kejadian ini, bahkan
dalam waktu singkat antara 48 – 72 jam saja, Lama bunting berdasarkan : jenis kelamin,
kadang-kadang dapat memperburuk daya hidup tipe lahir dan paritas
anak yang lahir. Fetus membentuk cadangan
energinya, terutama glikogen di dalam hati dan Mekanisme untuk memulai terjadinya
otot, paling cepat pada masa kebuntingan kelahiran berbeda antara spesies. Akan tetapi
paling akhir. Berbagai bukti menunjukkan untuk ternak peliharaan adalah sama, yaitu
bahwa fetus menjadi faktor yang dominan fetus sebagai faktor yang mengontrol
dalam memulai terjadinya rangkaian kejadian dimulainya proses kelahiran (WODZIKCKA-
endokrin yang berakhir dengan partus, TOMASZEWSKA et al., 1991).
diantaranya dengan peningkatan yang cepat Lama bunting berdasarkan jenis kelamin
dalam ukuran dan perkembangan aktif anggota dan paritas relatif sama (P > 0,05). Rataan
gerak dan paru-paru. Sehingga fetus berupaya lama bunting untuk anak jantan adalah 148,32
keras untuk menyatakan kemampuan ± 3,05 dan anak betina 147,53 ± 2,95 hari.
hormonnya sendiri (HUNTER, 1995). Pengamatan lama bunting terhadap paritas, dari
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh paritas satu sampai paritas tiga juga tidak
informasi data dasar yang menyangkut menunjukkan adanya perbedaan.
produksi dan reproduksi kambing dalam
rangka peningkatan produktivitas, khususnya Tabel 1. Lama bunting berdasarkan jenis kelamin,
tipe lahir dan paritas
mengenai lama bunting, bobot lahir dan daya
hidup prasapih kambing Boerka-1 (50B : 50K). Uraian Lama bunting (hari)
Jenis kelamin anak
MATERI DAN METODE Jantan 148,32 ± 3,05a
Betina 147,53 ± 2,95a
Data yang digunakan untuk penelitian ini
Tipe lahir anak
diambil dari pengamatan yang dilakukan awal
tahun 2005 sampai akhir 2007, yang Tunggal 148,79 ± 2,89a
dilaksanakan di Stasiun Percobaan Loka Kembar dua 146,85 ± 2,83b
Penelitian Kambing Potong, Sei Putih. Paritas
Data penelitian yang dikoleksi meliputi Satu 147,80 ± 2,61a
data kambing pedet (50B : 50K) hasil Dua 148,44 ± 3,18a
perkawinan antara kambing betina Kacang (95
ekor) dengan pejantan Boer. Peubah yang Tiga 148,57 ± 3,15 a
diamati adalah: lama bunting (dihitung dari ab
Superskrip berbeda pada baris yang sama
tanggal perkawinan terakhir induk sampai menunjukan perbedaan nyata (P < 0,05)
dengan partus), bobot lahir, daya hidup anak,
jenis kelamin, litter size dan paritas. Seluruh Sedangkan berdasarkan tipe lahir, lama
peubah dianalisis dengan uji rata-rata bunting berbeda (P < 0,05) antara kelahiran
menggunakan metode linear dari paket SPSS tunggal dengan kelahiran kembar dua. Rataan
versi 10 (SANTOSO, 2002). lama bunting pada kelahiran kembar dua lebih
singkat (146,85 ± 2,83 hari) dibandingkan
dengan kelahiran tunggal (148,79 ± 2,89 hari).

387
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008

Hasil yang sama didapatkan oleh ARTININGSIH 0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan betina
et al. (1996), yaitu 145,5 ± 2,10 hari dan 149,0 (2,01 ± 0,52 kg). Perbedaan bobot lahir diduga
± 2,70 hari. Selanjutnya SETIADI et al. (2001) disebabkan oleh mekanisme hormonal pada
menyatakan bahwa dengan semakin kedua jenis kelamin (HAFEZ, 1969) dan
meningkatnya jumlah anak yang dilahirkan, kecepatan pertumbuhan pralahir kambing
maka lama bunting cendrung menjadi lebih jantan yang lebih cepat dibandingkan dengan
singkat. kambing betina (SUTAMA et al., 1995).
Pada Gambar 1. terlihat bahwa partus pada Perbedaan bobot lahir antara jantan dan betina
kelahiran tunggal terjadi dengan rentang waktu pada penelitian ini adalah 9,95%. Hasil yang
yang lebih panjang (144 sampai 158 hari), lebih tinggi didapat SETIADI et al. (2001) pada
dimana persentase tertinggi (16,90%) terjadi persilangan Kacang dengan Boer (semen)
pada lama bunting 150 hari. Sedangkan partus dengan nilai 12,12%. Perbedaan tersebut
pada kelahiran kembar 2 terjadi dengan rentang disebabkan oleh faktor genetik (pejantan yang
waktu yang lebih singkat (142 sampai 151 digunakan) dan lingkungan (makanan,
hari), dan persentase terbanyak (29,62%) kesehatan dan tatalaksana).
terjadi saat lama bunting 148 hari. Pada
pengamatan ini didapatkan kisaran umur fetus Tabel 2. Bobot lahir berdasarkan jenis kelamin, tipe
142 sampai 158 hari. Berbeda dengan yang lahir dan paritas
didapat SUTAMA (2004) yaitu berkisar antara
Uraian Bobot lahir (kg)
147 – 155 hari. Menurut GUPTA et al. (1964)
dalam DEVENDRA dan BURN (1994), penyebab Jenis kelamin anak
keragaman tersebut dipengaruhi oleh musim, Jantan 2,21 ± 0,51A
tahun, pejantan yang digunakan dan interaksi Betina 2,01 ± 0,52B
diantaranya. Tipe lahir anak
Tunggal 2,30 ± 0,48 A
Bobot lahir Boerka-1 (50B : 50K) Kembar dua 1,84 ± 0,46 B
berdasarkan: jenis kelamin, tipe lahir dan Paritas
paritas
Satu 2,09 ± 0,55 a
Bobot lahir mempunyai arti penting karena Dua 2,11 ± 0,54 a
sangat berkorelasi dengan laju pertumbuhan, Tiga 2,14 ± 0,48 a
ukuran dewasa dan daya hidup anak. Hasil AB
Superskrip berbeda pada baris yang sama
analisis statistik menunjukkan bahwa bobot menunjukan perbedaan sangat nyata (P < 0,01)
lahir anak jantan (2,21 ± 0,51 kg) nyata (P <

30

25

20
Persentase (%)
15
Tunggal
10 Kembar 2

0
142 144 146 148 150 152 154 156 158
Lama bunting (hari)

Gambar 1. Frekuensi distribusi lama bunting pada kelahiran tunggal dan kembar dua

388
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008

Tipe kelahiran berpengaruh sangat nyata (P Tabel 3. Daya hidup prasapih berdasarkan jenis
< 0,01) terhadap bobot lahir anak. Pada kelamin, tipe lahir dan paritas
kelahiran tunggal bobot lahir anak 2,30 kg,
Uraian Daya hidup anak (%)
atau 25% lebih berat dibandingkan dengan
bobot lahir anak dari tipe kelahiran kembar. Jenis kelamin anak
Sedangkan perbedaan yang didapatkan SETIADI Jantan 74,53 ± 43,77 a
et al. (2001) adalah sebesar 28,11%. Betina 81,89 ± 38,67a
Rendahnya bobot lahir pada kelahiran kembar
diakibatkan adanya persaingan dalam Tipe lahir anak
menyerap makanan dari induknya selama Tunggal 84,73 ± 36,10a
pertumbuhan embrio dalam uterus, sedangkan Kembar dua 69,23 ± 46,40b
anak yang dilahirkan tunggal dapat menyerap
Paritas
makanan secara penuh dari induknya (ATKINS
dan GILMOUR, 1981). Satu 70,88 ± 45,71a
Rataan bobot lahir tidak dipengaruhi oleh Dua 82,60 ± 38,18a
paritas, tetapi ada kecendrungan terjadinya Tiga 84,06 ± 36,87a
peningkatan dengan bertambahnya paritas
ab
induk. Pada paritas satu rataan bobot lahir Superskrip berbeda pada baris yang sama
sebesar 2,09 kg, kemudian meningkat menjadi menunjukan perbedaan nyata (P < 0,05)
2,11 kg dan 2,14 kg pada paritas 3. Hasil
pengamatan INOUNU et al. (2003) pada domba Kenyataan menunjukkan bahwa persentase
juga memperlihatkan adanya peningkatan daya hidup anak cenderung menurun (P <
bobot lahir dari paritas 1 sampai paritas 3. 0,05) dengan meningkatnya jumlah anak
Semakin dewasa induk, semakin bertambah sekelahiran. Persentase daya hidup anak tipe
bobot hidupnya yang diikuti dengan kelahiran tunggal (84,73%) lebih tinggi
kematangan fungsi dan mekanisme hormonal dibanding dengan daya hidup anak tipe
pada organ tubuh dan organ reproduksi, kelahiran kembar 2 (69,23%). Hal ini
sehingga meningkatkan daya tampung uterus disebabkan karena anak yang terlahir tunggal
dan memungkinkan perkembangan fetus secara akan memperoleh perhatian dan susu yang
maksimal (HAFEZ, 1969). Kondisi tersebut lebih baik bila dibandingkan dengan anak yang
akan mengakibatkan induk melahirkan anak terlahir kembar, sehingga daya hidupnya jadi
dengan bobot lahir individual yang lebih berat. meningkat. Bila dihubungkan dengan bobot
lahir, maka anak dengan bobot lahir lebih berat
akan mempunyai daya hidup yang lebih tinggi
Daya hidup prasapih Boerka-1 berdasarkan: dibanding anak dengan bobot lahir rendah.
jenis kelamin, tipe lahir dan paritas Namun kadang-kadang bobot lahir yang tinggi
dapat menjadi kematian terutama karena
Daya hidup anak berdasarkan jenis kelamin distokia, khususnya pada induk yang baru
dan paritas adalah relatif sama (P > 0,05). pertama melahirkan. SETIADI et al. (2001)
Daya hidup anak jantan 74,53% dan anak menyatakan bahwa daya hidup prasapih
betina 81,89%. Bila dilihat dari urutan tergantung pada litter size, produksi susu serta
kelahiran ternyata ada kecendrungan terjadinya kemampuan induk merawat anaknya selama
peningkatan daya hidup dari 70,88, 82,60 dan priode menyusui.
84,06%. Hal ini dapat dimungkinkan karena
tingkat naluri keindukan yang dimiliki setelah
beranak beberapa kali akan semakin tinggi, KESIMPULAN
sehingga untuk mengasuh anak akan semakin
baik. Naluri keindukkan sangat berhubungan Lama bunting pada tipe kelahiran kembar
terhadap tingkat kedewasaan tubuh, sebagai dua lebih singkat (146,85 ± 2,83 hari)
mana yang dikatakan FARID dan FAHMI (1996) dibanding tipe kelahiran tunggal (148,79 ±
dengan semakin dewasanya induk akan 2,89 hari). Bobot lahir dipengaruhi oleh jenis
bertambah sempurnanya mekanisme hormonal kelamin dan tipe kelahiran. Bobot lahir jantan
organ reproduksi. (2,21 ± 0,51 kg) lebih tinggi dibandingkan

389
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008

dengan betina (2,01 ± 0,52 kg) dan tipe INOUNU, I., N. HIDAYATI, SUBANDRIYO, B.
kelahiran tunggal (2,30 ± 0,48 kg) lebih tinggi TIESNAMURTI dan L.O. NAFIU. 2003. Analisis
keunggulan relatif domba garut anak dan
dibanding kelahiran kembar (1,84 ± 0,46 kg). persilangannya. JITV 8(3): 170 – 182.
Daya hidup anak kelahiran tunggal (82,44 +
38,19) lebih tinggi dibanding kelahiran kembar SANTOSO, S. 2002. SPSS versi 10 Mengolah Data
2 (67,03 + 47,26). Statistik Secara Profesional. Edisi ketiga.
Gramedia, Jakarta.
SETIADI, B. SUBANDRIYO, M. MARTAWIDJAJA, D.
DAFTAR PUSTAKA
PRIYANTO, D. YULISTIANI, T. SARTIKA, B.
TIESNAMURTI, K. DIWYANTO dan L.
ARTININGSIH, N.M., B. PURWANTARA, R.K. ACHYADI PRAHARANI. 2001. Karakterisasi Kambing
dan I-K. Sutama. 1996. Pengaruh penyuntikan Lokal. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian
PMSG terhadap kelahiran kembar pada Peternakan APBN Tahun Anggaran
kambing dara PE. JITV 2: 11 – 16. 1999/2000. Balai Penelitian Ternak. Pusat
ATKINS, K.D. and A.R. GILMOUR. 1981. The Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
comparative productivity of five ewe breeds, Bogor. hlm. 157 – 178.
4. Growth and carcase characteristics of SUTAMA, I-K. 2004. Tantangan dan peluang
purebred and cossbreed lambs. Aust, J. Exp. peningkatan produktivitas kambing melalui
Agr. Anim. Husb. 21: 172 – 178. inovasi teknologi reproduksi. Pros. Lokakarya
DEVENDRA, C. dan M. BURN. 1994. Produksi nasional kambing potong. Puslitbang
Kambing di daerah Tropis. Institut Teknologi Peternakan, Bogor.
Bandung, Bandung. SUTAMA, I-K., I.G.M. BUDIARSANA, H. SETIANTO
FARID, A.H. and M.H. FAHMY. 1996. The East and A. PRIYANTI. 1995. Produtive and
Friesian and other European breeds. In: reproductive performance of young Peranakan
Prolific Sheep FAHMY, M.H. (Ed.). CAB Etawah does. JITV 1: 81 – 85.
International. TAMBING, S.N., M. GAZALI dan B. PURANTARA.
HAFEZ, E.S.E. 1969. Prenatal growth. In: Animal 2001. Pemberdayaan teknologi inseminasi
Growth and Nutrition. HAFEZ, E.S.E. and I.A. buatan pada ternak kambing. Wartazoa 11(1).
DYER (Ed.). Lea and Febiger. Philadelphia. WODZIKCKA-TOMASZEWSKA, MANIKA., I-K.
pp. 21 – 39. SUTAMA, I-G. PUTU dan T.D. CHANIAGO.
HUNTER, R.H.F. 1995. Fisiologi dan teknologi 1991. Reproduksi , tingkah laku dan produksi
reproduksi hewan betina domestik. Penerbit ternak di Indonesia. PT Gramedia Pustaka
Institut Teknologi Bandung, Bandung. Utama, Jakarta.

INOUNU, I., N. HIDAYATI, A. PRIYANTI dan B.


TIESNAMURTI. 2002. Peningkatan produktivitas
domba melalui pembentukan rumpun
komposit. T.A. 2001. Buku I. Ternak
Ruminansia. Balai Penelitian Ternak, Ciawi,
Bogor.

390

Anda mungkin juga menyukai