Anda di halaman 1dari 25

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

HIPERTENSI ESENSIAL

OLEH
Sri Rahayu MK 1210312023
Lily Fajriati 1210312054

PRESEPTOR
Dr. dr. Irza Wahid, Sp.PD, KHOM, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR M DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2017
BAB 1

PENDAHULLUAN

1.1 Latar Belakang

Adanya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan

transisi teknologi di Indonesia, telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari

penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif

dan man made diseases yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan

mortalitas. Terjadinya transisi epidemiologi ini disebabkan terjadinya perubahan

sosial ekonomi, lingkungan dan perubahan struktur penduduk, saat masyarakat

telah mengadopsi gaya hidup tidak sehat, misalnya merokok, kurang aktivitas

fisik, makanan tinggi lemak dan kalori, serta konsumsi alkohol yang diduga

merupakan faktor risiko PTM. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan

menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia.1

Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini

adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Menurut NHLBI (National

Heart, Lung, and Blood Institute) 1 dari 3 pasien menderita hipertensi. Riset

kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi


1,2
di Indonesia adalah sebesar 26,5 %. Sekitar 90% pasien yang menderita

hipertensi dikategorikan sebagai hipertensi esensial. Hipertensi esensial

merupakan kondisi peningkatan tekanan darah karena sebab yang belum

diketahui.3

Hipertensi timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor resiko yang

dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat
dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat

dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola

konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh.4

Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target seperti jantung

(penyakit jantung iskemik, hipertropi ventrikel kiri, gagal jantung), otak (stroke),

ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati hipertensi) dan arteri perifer (claudikasio

intermitten).2

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor

risiko, klasifikasi, patogenesis dan patofisiologi, gejala klinis, diagnosis,

tatalaksana, dan komplikasi dari hipertensi esensial.


1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami definisi,

epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, klasifikasi, patogenesis dan patofisiologi,

gejala klinis, diagnosis, tatalaksana, dan komplikasi dari hipertensi esensial.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140

mmHg atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan

selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi

didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and

Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90

mmHg.4

2.2 Epidemiologi

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi

gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit

jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit

ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di

Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya

populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar

juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi

terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun

2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini

didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk

saat ini.5,6

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan

pasti.Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus.

Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Faktor-faktor

yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan

etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan

nutrisi.6,7

2.2.1 Faktor genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Individu dengan orang

tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk

menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga

dengan riwayat hipertensi.8

2.3.2 Umur

Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur.

Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah

lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh

degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi

merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi

berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan

meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami

penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot,

sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi

kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah


besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh

sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai decade kelima dan

keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur

akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi

peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan

darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah

berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran

darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.9,10

2.3.3 Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.

Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum

menopause.10 Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh

hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density

Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor

pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek

perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita

pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan

sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh

darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen

tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang

umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.11

2.3.4 Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada

yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti

penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang

lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar. 5

2.3.5 Obesitas

Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada

kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for

Health USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang

dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria

dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan

17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut

standar internasional). 11

Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan

hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu

terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan

sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal.Peningkatan

konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik

potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan

tekanan darah secara terus menerus.11

2.3.6 Pola asupan garam dalam diet


World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi

garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium

yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram

sodium atau 6 gram garam) perhari.9

2.3.7 Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat

dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan

risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. 5

Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari

Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek

yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36%

merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari

dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus

diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini

yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan

kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.12

2.4 Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi menurut JNC 7 sebagai berikut:13

Klasifikasi Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik


Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Prehipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Derajat 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Derajat 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg

2.5 Patogenesis dan Patofisiologi

Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral resistance.

Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak

terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi (gambar 1). Tubuh

memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut

yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan

darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.

Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler

melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat

yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem

pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler

dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin.

Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang

dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan

berbagai organ.14
Gambar 2

Faktor

yang

mempengaruhi tekanan darah16

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang

peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin

(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang

terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II

inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua

aksi utama.17 Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik

(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan

bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan

meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh

(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk

mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara

menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi

sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid

yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan

ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara

mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan

kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada

gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.14

Renin

Angiotensin I

Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)

Angiotensin II
↑ Sekresi hormone ADH rasa haus
Stimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal

Urin sedikit → pekat & ↑osmolaritas


↓ Ekskresi NaCl (garam) dengan
mereabsorpsinya di tubulus ginjal

Mengentalkan

↑ Konsentrasi NaCl
di pembuluh darah
Menarik cairan intraseluler → ekstraseluler

Diencerkan dengan ↑ volume


Volume darah ↑ ekstraseluler

↑ Tekanan darah
↑ Volume darah

↑ Tekanan darah

Gambar 3. Patofisiologi hipertensi.15

2.6 Gejala Klinis

Pada kebanyakan kasus, hipertensi bersifat asimptomatis dan terdiagnosis

secara tidak sengaja melalui pengukuran tekanan darah. Dahulu, terdapat gejala

klasik hipertensi seperti sakit kepala, epistaksis, dan pusing. Namun gejala klasik

ini tidak digunakan lagi karena menurut penelitian, gejalatersebut tidak muncul

lebih sering dibandingkan dengan populasi normal.3


2.7 Diagnosis

1. Anamnesis7
Anamnesis yang perlu ditanyakan kepada seorang penderita hipertensi

meliputi:
a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah.
b. Indikasi adanya hipertensi sekunder.
 Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
 Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuri,

pemakaian oba-obatan analgesik dan obat/bahan lain.


 Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi

(feokromositoma).
c. Faktor-faktor resiko (riwayat hipertensi/ kardiovaskular pada

pasien atau keluarga pasien, riwayat hiperlipidemia, riwayat

diabetes mellitus, kebiasaan merokok, pola makan, kegemukan,

insentitas olahraga).
d. Gejala kerusakan organ
 Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,

transient ischemic attacks, defisit neurologis.


 Jantung: Palpitasi,nyeri dada, sesak, bengkak di kaki.
 Ginjal: Poliuria, nokturia, hematuria.
e. Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk memeriksa tekanan darah dan

juga mengevaluasi adanya penyakit penyerta, kerusakan organ target serta

kemungkinan adanya hipertensi sekunder.Pengukuran tekanan darah di

kamar periksa dokter atau rumah sakit dilakukan pada penderita yang

sudah bebas dari minuman yang mengandung alcohol, kafein dan merokok

minimal 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan.Pasien diminta duduk

dikursi setelah beristirahat selam 5 menit, kaki di lantai dan lengan

setinggi jantungPemilihan manset sesuai ukuran lengan pasien (dewasa:

panjang 12-13, lebar 35 cm). Stetoskop diletakkan di tempat yang tepat


(fossa cubiti tepat diatas arteri brachialis).Pompa cuff sampai tekanan di

atas 20 mmHg dari menghilangnya nadi pada pemeriksaan a. radialis

(gunakan suara Korotkoff fase I dan V untuk menentukan sistolik dan

diastolik).Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1-5 menit, boleh diulang

kalau pemeriksaan pertama dan kedua bedanya terlalu jauh.7

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:7


 Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit).
 Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein dan gula.
 Profil lipid (total kolesterol(kolesterol total serum, HDL serum, LDL

serum, trigliserida serum).


 Elektrolit (kalium).
 Fungsi ginjal (Ureum dan kreatinin).
 Asam urat (serum).
 Gula darah (sewaktu/ puasa dengan 2 jam PP).
 Elektrokardiografi (EKG).

Beberapa tes anjuran lainnya seperti:1

 Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ sasaran seperti

adanya LVH.
 Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin.
 Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral).
 Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal.
 Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak.
 Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata.
 Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin.
 Foto thoraks.
2.9 Tatalaksana

Skema 2. Algoritma tatalaksana hipertensi menurut JNC 8


Penatalaksaan hipertensi terdiri dari pengobatan nonfarmakologis dan

farmakologis. Pengobatan nonfarmakologis harus dilakukan oleh semua penderita

hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor

risiko serta penyakit-penyakit penyerta lainnya.1

a.Pengobatan nonfarmakologis5

 Penurunan berat badan.


Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran

dan buah-buahan.Selain dapat menurunkan berat badan, juga dapat

menghindari diabetes dan dislipidemia.


 Mengurangi asupan garam.
Asupan garam yang dianjurkan tidak melebihi 2 gram/hari.Di negara kita,

makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan tradisional pada

kebanyakan daerah.Kandungan garam juga banyak terdapat pada makanan

cepat saji, makanan kaleng dan daging olahan.


 Olahraga.
Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30-60 menit/hari,

minimal 3 hari/minggu, dapat menurunkan tekanan darah. Pada pasien

yang tidak memiliki waktu berolahraga secara khusus, sebaiknya harus

tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki

tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.


 Berhenti merokok.
Rokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler.
 Membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol.
Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari

pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah.

b. Pengobatan farmakologi

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi

antara lain:1,5
a. Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald

Ant).
b. Beta Blocker (BB).
c. Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB).
d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI).
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker

(ARB).

Adapun tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 dapat dilihat pada

tabel berikut:1

Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Tanpa indikasi Dengan


Tekanan (mmHg) (mmHg) Pola yang memaksa indikasi
Darah Hidup yang
memaksa
Normal < 120 dan <80 Dianjurkan

Prehipertensi 120-139 atau Ya Tidak indikasi Obat-obatan


80-89 obat untuk
indikasi yang
memaksa
Hipertensi 140-159 Atau Ya Diuretic jenis Obat-obatan
derajat 1 90-99 Thiazide untuk untuk
sebagian besar indikasi yang
kasus, dapat memaksa
dipertimbangkan Obat
ACEI, ARB, BB, antihipertensi
CCB, atau lain
kombinasi (diuretika,
ACEI, ARB,
BB, CCB)
sesuai
kebutuhan

Hipertensi ≥160 Atau Ya Kombinasi 2 obat


derajat 2 ≥100 untuk sebagian
besar kasus
umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan
ACEI atau ARB
atau BB atau
CCB
Masing-masing obat antihipertensi memliki efektivitas dan

keamanan dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi

juga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:1

a. Faktor sosio ekonomi


b. Profil faktor resiko kardiovaskular
c. Ada tidaknya kerusakan organ target
d. Ada tidaknya penyakit penyerta
e. Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
f. Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk

penyakit lain
g. Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam

menurunkan resiko kardiovasskular.

Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan

hipertensi menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah

penurunan tekanan darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat

antihipertensi yang digunakan. Tetapi terdapat pula bukti-bukti yang

menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi tertentu memiliki kelebihan

untuk kelompok pasien tertentu.Untuk keperluan pengobatan, ada

pengelompokan pasien berdasar yang memerlukan pertimbangan khusus

(special considerations), yaitu kelompok indikasi yang memaksa

(compelling indication) dan keadaan khusus lainnya (special situations).1

Indikasi yang memaksa meliputi:1

a. Gagal jantung
b. Pasca infark miokardium
c. Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
d. Diabetes
e. Penyakit ginjal kronis
f. Pencegahan strok berulang.

Keadaan khusus lainnya meliputi:1

a. Populasi minoritas
b. Obesitas dan sindrom metabolik
c. Hipertrofi ventrikel kanan
d. Penyakit arteri perifer
e. Hipertensi pada usia lanjut
f. Hipotensi postural
g. Demensia
h. Hipertensi pada perempuan
i. Hipertensi pada anak dan dewasa muda
j. Hipertensi urgensi dan emergensi.

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara

bertahap, dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa

minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa

kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian

sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat

antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal

dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan

dalam dosis rendah, dan kemudian darah belum mencapai target, maka

langkah selanjutnya adalah meningkatnya dosis obat tertentu, atau

berpindah ke antihipertensi lain dengan rendah. Efek samping umumnya

bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun

kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat

antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi kombinasi dapat

meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena

jumlah obat yang harus diminum bertambah.1

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien

adalah:1

a. Diuretik dengan ACEI atau ARB


b. CCB dengan BB
c. CCB dengan ACEI atau ARB
d. CCB dengan diuretika
e. AB dengan BB
f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

Diuretika

β Bloker ARB

α Bloker CCB

ACE I

Skema 3. Kombinasi obat antihipertensi

Dosis obat antihipertensi berdasarkan JNC 8:6

Obat Antihipertensi Dosis inisial (mg) Dosis target (mg) Frekuensi pemberian
ACE Inhibitor
Captopril 50 150-200 2
Enalapril 5 20 1-2
Lisinopril 10 40 1
Angiotensin receptor
blockers
Eprosartan 400 600-800 1-2
Candesartan 4 12-32 1
Losartan 50 100 1-2
Valsartan 40-80 160-320 1
Irbesartan 75 300 1
β-blockers
Atenolol 25-50 100 1
Metoprolol 50 100-200 1-2
Calcium channel
blockers
Amlodipine 2,5 10 1
Diltiazem extended 120-180 360 1
release
Nitrendipine 10 20 1-2
Thiazide-type diuretics
Bendroflumethiazide 5 10 1
Chlorthalidone 12,5 12,5-25 1
Hydrochlorothiazide 12,5-25 25-100 1-2
Indapamide 1,25 1,25-2,5 1
Tatalaksana hipertensi menurut rekomendasi JNC 8:6

Rekomendasi 1

Pada populasi yang berusia ≥60 tahun, tatalaksana farmakologis dimulai jika TDS

≥150 mmHg atau TDD ≥90 mmHg. Target pengobatan sampai TDS <150 mmHg

dan TDD <90 mmHg. (Rekomenasi A)

Corollary Recommendation

Pada populasi yang berusia ≥60 tahun, jika terapi farmakologi mengakibatkan

penurunan TDS lebih rendah (<140 mmHg) dan pengobatan ditoleransi baik tanpa

efek samping maka pengobatan dapat diteruskan. (Rekomendasi E)

Rekomendasi 2

Populasi yang berusia <60 tahun, tatalaksana farmakologi dimulai jika TDD ≥90

mmHg dan target pengobatan sampai TDD <90 mmHg. (Usia 30-59 tahun:

rekomendasi A, usia 18-29 tahun: rekemendasi E).

Rekomendasi 3

Pada populasi yang berusia <60 tahun, terapi farmakologi dimulai jika TDS ≥140

mmHg dan target pengobatan sampai TDS <140 mmHg. (Rekomendasi E)

Rekomendasi 4

Populasi yang berusia ≥18 tahun dengan Penyakit Ginjal Kronik (CKD), terapi

farmakologi dimulai jika TDS ≥140 mmHg atau TDD ≥90 mmHg. Terget TDS

<140 mmHg dan TDD <90 mmHg.

Rekomendasi 5
Populasi yang berusia ≥18 tahun dengan diabetes, terapi farmakologi dimulai jika

TDS ≥140 mmHg atau TDD ≥90 mmHg. Terget TDS <140 mmHg dan TDD <90

mmHg.

Rekomendasi 6

Populasi bukan kulit hitam termasuk dengan diabetes, terapi antihipertensi harus

dimulai dengan obat thiazide type diuretic, CCB, ACE I, atau ARB.

(Rekomendasi B)

Rekomendasi 7

Populasi kulit hitam termasuk dengan diabetes, pengobatan antihipertensi dimulai

dengan thiazide type diuretic atau CCB. (Untuk populasi kulit hitam: rekomendasi

B, untuk populasi kulit hitam dengan diabetes: rekomendasi C)

Rekomendasi 8

Populasi yang berusia ≥18 tahun dengan CKD, pengobatan awal atau tambahan

antihipertensi harus dimulai dengan ACE I atau ARB untuk memperbaiki kerja

ginjal. Ini diaplikasikan untuk semua pasien CKD dengan hipertensi tanpa

memperhatikan ras atau diabetes. (Rekomendasi B)

Rekomendasi 9

Tujuan utama pengobatan hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan

target tekanan darah. Apabila target TD tidak tercapai dalam 1 bulan, naikkan

dosis atau tambahkan obat kedua dari salah satu diantara obat rekomendasi 6

(thiazide type diuretic, CCB, ACE I atau ARB). Jika target TD tidak tercapai

dengan 2 obat, tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar obat yang disarankan.

Jangan menggunakan ACE I dan ARB pada satu pasien. Jika target TD masih

belum tercapao dengan obat-obat rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau


membutuhkan >3 jenis obat, obat antihipertensi dari kelas lain dapat digunakan.

Rujukan ke spesialis hipertensi diperbolehkan dengan indikasi untuk pasien yang

masih belum tercapai target TD atau untuk manajemen komplikasi. (Rekomendasi

E).

Tatalaksana hipertensi pada angina pectoris stabil adalah dengan

pemberian beta bloker yang merupakan obat pilihan utama pada pasien dengan

penyakit jantung koroner. Obat ini akan bekerja dengan mengurangi iskemia dan

angina. Beta blocker juga menghambat terjadinya gagal jantung. CCB akan

digunakan sebagai obat tambahan setelah optimalisasi dosis beta blocker bila

terjadi:

 TD yang tetap tinggi


 Angina yang persisten
 Atau adanya kontraindikasi absolute pemberian beta blocker

CCB berkerja mengurangi kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan

resistensi vascular perifer dan menurunkan tekanan darah. Selain itu, CCB juga

akan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan efek vasodilatasi koroner.5

Penggunaan ACE I pada pasien penyakit jantung koroner yang disertai

diabetes mellitus dengan atau tanpa gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri

merupakan pilihan utama. ACE I memperbaiki hasil akhir kardivaskular bila

dibandingkan dengan pemberian diuretic walaupun kedua obat memiliki

penurunan tekanan darah yang sama. Indikasi pemberian ARB adalah pada pasien

yang intoleran terhadap ACE I.5

2.10 Komplikasi

Hipertensi mempengaruhi beberapa organ, yaitu3:

a. Jantung
Hipertensive heart disease (HHD) disebabkan karena adaptasi struktural

dan fungsional yang menyebabkan hipertrofi vaskular, disfungsi

diastolik, gagal jantung kronik, gangguan aliran koroner dan aritmia.

b. Otak

Hipertensi merupakn faktor resiko penting terhadap kejadian stroke

infark maupun stroke hemoragik. Hipertensi juga berhubungan dengan

gangguan kognitif pada lansia. Otak merupakan salah satu organ yang

memiliki kemampuan autoregulasi terhadap aliran darah, namun hanya

bisa terjadi jika MAP 50-150 mmHg.

c. Ginjal

Penyakit renal primer merupakan penyeba tersering hipertensi sekunder.

Sebaliknya, hipertensi merupakan faktor resiko kerusakan renaldan

ESRD (end-stage renal disease).

d. Arteri perifer

Pembuluh darah merupakan salah stau target organ pada hipertensi.

Pembuluh arteri perifer pada penderita hipertensi dapat mengalami PAD

atau peripheral artei disease. PAD ditandai dengan nyeri pada betis atau

pantat ketika berjalan dan membaik dengan sitirahat. Ankle-brachial

index digunakan untuk mengevaluasi PAD . jika ABI <0,9 maka

diagnosis PAD, hal ini terjadi karena telah terjadi penyempitan/stenosis

sekitar 50% pada minimal satu pembuluh darah utama tungkai.


Gambar 2.1 Patogenesis kerusakan organ target3

2.11 Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang

tepat. Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan

antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan

menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari

komplikasi serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan mengobati sebelum

kerusakan terjadi.1

Anda mungkin juga menyukai