Anda di halaman 1dari 54

OPTIMASI PEMURNIAN MINYAK IKAN TUNA DENGAN

NaCl DAN SUHU MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE


METHODOLOGY

SHAFA SADIDA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Optimasi Pemurnian


Minyak Ikan Tuna dengan NaCl dan Suhu menggunakan Response Surface
Methodology” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi penelitian ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2020

Shafa Sadida
NIM C34150042
ABSTRAK

SHAFA SADIDA. Optimasi Pemurnian Minyak Ikan Tuna dengan NaCl dan Suhu
menggunakan Response Surface Methodology. Dibimbing oleh SUGENG HERI
SUSENO dan AGOES MARDIONO JACOEB .

Minyak ikan tuna yang berasal dari hasil samping industri pengalengan masih mengandung
bahan-bahan non minyak berupa pengotor dan fosfatida sehingga memiliki kualitas yang
rendah dan umumnya digunakan untuk pakan, belum digunakan untuk pangan. Oleh karena
itu, dibutuhkan proses pemurnian lebih lanjut agar kualitas minyak ikan memenuhi standar.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan minyak ikan sesuai IFOS 2014 dan Codex
2017 menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Rancangan eksperimen yang
digunakan yaitu Central Composite Design (CCD) yang terdiri dari dua faktor (konsentrasi
NaCl dan suhu) dengan lima respon (asam lemak bebas, bilangan asam, bilangan peroksida,
anisidin, dan total oksidasi). Kombinasi dari konsentrasi NaCl dan suhu degumming
menunjukkan kondisi respon optimum pada konsentrasi 5% dan suhu 50°C. Validasi
kondisi optimum menghasilkan nilai rendemen 57.1%, asam lemak bebas 0.41±0.07%,
nilai asam 0.62±0.11 mgKOH/g, nilai peroksida 2.30±0.12 meq/kg, nilai anisidin
14.13±0.09 meq/kg, dan nilai total oksidasi 18.73±0.85 meq/kg. Persentase penurunan hasil
respon setelah dilakukan pemurnian, nilai asam lemak bebas 56.38%, nilai asam 61.49%,
nilai peroksida 86.39%, nilai anisidin 71.64%, dan total oksidasi 77.60%. Minyak ikan tuna
murni pada kondisi optimal menghasilkan dokosaheksaenoat (DHA) sebesar 18.49% dan
nilai respon parameter oksidasi yang sesuai IFOS 2014 dan Codex 2017.

Kata kunci : degumming, konsentrasi, penurunan, RSM

ABSTRACT

SHAFA SADIDA. Optimizing Purification Tuna Fish Oil with NaCl and
Temperature using Response Surface Methodology. Supervised by SUGENG
HERI SUSENO and AGOES MARDIONO JACOEB.

Tuna fish oil from a by-product of the canning industry contains non-oil material such as
pollutant and phosphatide, so it has low quality. In addition, it is commonly used for animal
feed and has not been applied to food yet. Therefore, the refining process is needed, so the
quality of fish oil can comply with the standards. The purpose of this study was to produce
fish oil based on IFOS 2014 and Codex 2017 standards using the Response Surface
Methodology (RSM). The experimental design used Central Composite Design (CCD)
which consisted of two factors (NaCl concentration and temperature) with five responses
(free fatty acid, acid value, peroxide value, anisidine value, and total oxidation). A
combination of NaCl concentration factors variable and degumming temperature showed
an optimum response at 5% NaCl concentration and temperature of 50°C. Validation of
optimum condition produced yield 57.1%, free fatty acid 0.41±0.07%, acid value 0.62±0.11
mgKOH/g, peroxide value 2.30±0.12 meq/kg, anisidine value 14.13±0.09 meq/kg, and
total oxidation value 18.73±0.85 meq/kg. Percentage of value reductions after purification
were free fatty acid value 56.38%, acid value 61.49%, peroxide value 86.39%, anisidine
value 71.64%, and total oxidation value 77.60%. Pure tuna oil at optimal conditions
produced 18.49% docosahexaenoic (DHA) and the value of the oxidation response
parameter compatible with the IFOS 2014 and Codex 2017.

Keywords: concentration, degumming, reduction, RSM


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2020

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
OPTIMASI PEMURNIAN MINYAK IKAN TUNA DENGAN
NaCl DAN SUHU MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE
METHODOLOGY

SHAFA SADIDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
Judul Skripsi : Optimasi Pemurnian Minyak Ikan Tuna dengan NaCl dan
Suhu menggunakan Respons e Surface Methodology
Nama : Shafa Sadida
NIM : C34150042

Disetujui oleh

Prof Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSi Dr Ir Aeoes Mardiono Jacoeb,Dipl-Biol


Pembimbing I Pembimbing II

Tanggal lulus: I 4 Nf_ll ll.l!


PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa
terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya,
sahabatnya, kepada umatnya hingga akhir zaman. Doa dan harapan semoga Allah
SWT selalu meridhai upaya yang dilakukan penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Optimasi Pemurnian Minyak Ikan Tuna dengan NaCl dan
Suhu menggunakan Response Surface Methodology”. Penulisan skripsi ini disusun
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, antara lain kepada:

1 Prof Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSi selaku dosen pembimbing I, atas segala
bimbingan, motivasi, dan pengarahan.
2 Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol selaku dosen pembimbing II, atas
segala bimbingan dan arahan yang telah diberikan selama penelitian.
3 Dr Mala Nurilmala, SPi MSi selaku dosen penguji atas saran dan masukan
kepada penulis.
4 Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku perwakilan program studi atas bimbingan
dan arahan yang diberikan kepada penulis.
5 Dr Eng Uju, SPi MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
6 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Komisi Pendidikan Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
7 Orang tua penulis, Bapak Zaenal Abidin dan Ibu Siti Juariyah serta keluarga
besar yang telah memberikan dukungan dan doanya.
8 Teman-teman satu tim penelitian minyak ikan THP 52 dan seluruh teman-teman
Departemen Teknologi Hasil Perairan 52 yang telah memberikan dukungan,
saran, semangat kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

Kritik dan saran yang dapat membangun sangat diharapkan untuk


perbaikan dimasa depan. Demikian penulisan skripsi ini disusun, semoga
bermanfaat.

Bogor, Januari 2020

Shafa Sadida
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
METODE PENELITIAN 3
Waktu dan Tempat 3
Bahan dan Alat 3
Prosedur Penelitian 4
Analisis Nilai Peroksida (PV) (AOAC 2005) 6
Analisis Nilai p-anisidin (AOCS 1998) 7
Analisis Total Oksidasi (AOAC 2005) 7
Analisis Nilai Asam (AV) (AOCS 1998) 7
Analisis Profil Asam Lemak (AOAC 2005) 7
Rancangan Percobaan dan Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Penentuan Kualitas Awal Minyak Tuna 10
Optimasi Proses Tiap Respon Menggunakan RSM 13
Rendemen 14
Asam Lemak Bebas (FFA) 15
Nilai Asam (AV) 16
Nilai Peroksida (PV) 19
Nilai p-Anisidin (AnV) 21
Total Oksidasi (Totox) 23
Optimasi Respon Secara Simultan Menggunakan RSM 25
Validasi Keadaan Optimal 26
Pemurnian Minyak Ikan Kasar Tuna Melalui Tahap Validasi 28
SIMPULAN DAN SARAN 30
Simpulan 30
Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN 34
RIWAYAT HIDUP 38

DAFTAR TABEL

1 Hubungan perlakuan dan kode perlakuan ............................................................ 9


2 Desain rancangan percobaan ................................................................................ 9
3 Karakteristik minyak kasar tuna ......................................................................... 11
4 Profil asam lemak minyak tuna kasar ................................................................. 12
5 Rancangan komposit pusat pemurnian minyak ikan tuna dengan RSM .......... 13
6 Nilai rendemen (%) minyak tuna sesuai rancangan komposit RSM................ 14
7 Nilai parameter penetapan model FFA ............................................................ 15
8 Nilai parameter penetapan model AV .............................................................. 17
9 Nilai parameter penetapan model PV .............................................................. 19
10 Nilai parameter penetapan model p-AnV ........................................................ 21
11 Nilai parameter penetapan model Totox .......................................................... 23
12 Optimasi proses pemurniaan minyak ikan secara simultan ............................. 25
13 Perbandingan hasil nilai respon prediksi dan nilai aktual ................................ 26
14 Persentase reduksi parameter oksidasi minyak ikan tuna ................................ 26
15 Profil asam lemak minyak tuna hasil optimasi ................................................ 27

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian pemurnian minyak ikan 5


2 Minyak ikan tuna kasar 10
3 Grafik kontur respon asam lemak bebas (FFA) 16
4 Grafik 3 dimensi respon asam lemak bebas (FFA) 16
5 Grafik kontur respon nilai asam (AV) 18
6 Grafik 3 dimensi respon nilai asam (AV) 18
7 Grafik kontur respon nilai peroksida (PV) 20
8 Grafik 3 dimensi respon nilai peroksida (PV) 20
9 Grafik kontur respon nilai anisidin (p-AnV) 22
10 Grafik 3 dimensi respon nilai anisidin (p-AnV) 22
11 Grafik kontur respon nilai total oksidasi (Totox) 24
12 Grafik 3 dimensi respon nilai total oksidasi (Totox) 24
13 Grafik plot overlay pemurnian minyak ikan tuna 25
14 Minyak ikan tuna hasil degumming air 28
15 Minyak ikan tuna hasil degumming NaCl 29
16 Minyak ikan tuna hasil netralisasi 29
17 Minyak ikan tuna murni 30

DAFTAR LAMPIRAN

1 ANOVA untuk respon FFA (α= 0.05) 35


2 ANOVA untuk respon AV (α= 0.05) 35
3 ANOVA untuk respon PV (α= 0.05) 35
4 ANOVA untuk respon p-AnV (α= 0.05) 36
5 ANOVA untuk respon Totox(α= 0.05) 36
6 Kromatografi profil asam lemak dengan kromatografi gas 36
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan tuna (Thunnus sp.) banyak ditemukan di paparan laut tropis maupun
subtropis hingga kedalaman 1000 m dan lebih dari suhu 5°C (Schaefer et al. 2007).
Ikan tuna menjadi salah satu target utama dalam perikanan tangkap karena
mengandung asam lemak omega-3 yang tinggi, hal ini dibuktikan dengan penelitian
Suseno et al. (2014) menunjukkan bahwa minyak ikan tuna mengandung asam
lemak omega-3 yaitu DHA (24.56%) dan EPA (7.81%), sedangkan minyak ikan
lemuru DHA (4.6%) dan EPA (14.36%). Asam eikosapentaenoat (EPA) dan asam
dokosaheksaenoat (DHA) yang merupakan asam lemak esensial yang bermanfaat
bagi kesehatan. Asam lemak omega-3 dibutuhkan untuk perkembangan intelektual,
memelihara fungsi dari sistem kardiovaskular, serta pertumbuhan manusia (Pike
dan Jackson 2010).
Kandungan asam lemak omega-3 pada minyak tuna dapat ditemukan dalam
cairan serta padatan hasil samping dari pengolahan industri. Estiasih et al. (2013)
menunjukkan hasil kandungan omega-3 minyak ikan tuna hasil samping industri
pengalengan mengandung DHA (25.41%) dan EPA (6.03%). Minyak ikan kasar
mengandung DHA yang cukup tinggi namun masih mengandung bahan-bahan
pengotor non minyak seperti fosfatida. Minyak kasar bewarna gelap, kadar asam
lemak bebas, dan nilai peroksida dalam jumlah tinggi yang disebabkan oleh metode
pengolahan dan proses yang dilalui (Chakraborty dan Joseph 2015).
Kualitas minyak ikan hasil samping industri dinilai masih rendah sehingga
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dijual kepada peternak sebagai
tambahan pakan ternak (Maulana et al. 2014). Kualitas minyak ikan ditentukan oleh
International Fish Oil Standard (2014) dan Codex Alimentarius (2017) parameter
oksidasi meliputi nilai peroksida ≤ 5.00 meq/kg, nilai anisidin ≤ 20 meq/kg, total
oksidasi ≤ 26 meq/kg dan nilai asam lemak bebas ≤ 1.50 %.
Peningkatan kualitas dan mutu minyak ikan hasil samping industri
dilakukan dengan pemurnian, sehingga mendapat minyak yang diterima oleh
manusia untuk dikonsumsi (Crexi et al. 2010). Pemurnian minyak ikan dapat
menggunakan pemurnian bertingkat (Dari et al. 2017), penggunaan berbagai
adsorben (Suseno et al. 2014), dan netralisasi alkali (Feryana et al. 2014). Tahapan
pemurnian minyak untuk menghilangkan komponen pengotor sehingga
mendapatkan minyak yang diterima untuk pangan melalui degumming, pemurnian
dengan alkali, pemucatan dan deodorisasi (Vaisali et al. 2014).
Penelitian Bija et al. (2017) menunjukkan hasil terbaik pada pemurnian
minyak ikan sardin hasil samping penepungan melalui tahap degumming 5% NaCl
yang dilanjutkan dengan tahap netralisasi pada suhu 50°C dengan penurunan
reduksi asam lemak bebas 83.54%, nilai peroksida 91.03%, nilai anisidin 38.44%,
dan nilai total oksidasi 64.32%. Hasil penelitian Hulu et al. (2017) menunjukkan
hasil terbaik pada pemurnian minyak ikan sardin hasil samping penepungan dengan
degumming larutan NaCl (1:1) (v/v) konsentrasi NaCl 5% (b/v) dengan waktu
degumming 20 menit dengan penurunan reduksi asam lemak bebas 98.25%, nilai
peroksida 78.50%, nilai anisidin 67.19%, dan nilai total oksidasi 85.22%. Hal ini
diduga karena NaCl mampu mengikat pengotor seperti residu logam berat dan air
2

sehingga menyebabkan nilai peroksida menurun. Beberapa jenis logam seperti besi
merupakan katalisator dalam proses oksidasi (Ketaren 2012). Peningkatan kualitas
minyak juga dipengaruhi oleh adanya suhu. Suhu berpengaruh terhadap parameter
oksidasi primer dan sekunder, semakin tinggi suhu maka oksidasi semakin
meningkat (Bija et al. 2017).
Metode respon permukaan mampu menganalisa suatu kondisi serta respon
yang berpengaruh untuk mencapai proses yang optimal untuk meningkatkan nilai
industri (Mongomery 2009). Metode respon permukaan dapat diaplikasikan pada
proses optimasi pemurnian minyak ikan tuna dengan penambahan konsentrasi NaCl
dan suhu yang berbeda saat degumming. Penelitian Fitriana (2016) dan Nurnafisah
(2016) menggunakan metode ini untuk mengoptimasi proses netralisasi pemurnian
minyak ikan lemuru (Sardinella sp.) kombinasi variabel respon ini menghasilkan
titik optimal pada konsentrasi NaOH (X1) 18 °Be dan suhu netralisasi (X2) 40°C
dapat menurunkan asam lemak bebas sebesar 90.83% dan nilai peroksida 34.97%.
Penggunaan Response Surface Methodology dari program Design Expert versi 12
trial diharapkan menghasilkan proses yang optimal dalam proses degumming
minyak ikan tuna dengan penambahan konsentrasi NaCl dan suhu degumming yang
berbeda agar sesuai IFOS 2014 dan Codex Alimentarius 2017.

Perumusan Masalah

Minyak ikan tuna (Thunnus sp.) hasil samping pengalengan ikan berupa
minyak kasar dengan kualitas rendah pada parameter oksidasi disebabkan
adanya pengotor non minyak yang masih bercampur, namun minyak ikan kasar
ini mengandung asam lemak omega-3 yang bermanfaat bagi manusia. Hasil
penelitian Chantachum et al. (2000) minyak ikan tuna hasil pemasakan awal
mengandung DHA (25.5%). Suseno et al. (2014) menunjukkan bahwa minyak
ikan tuna mengandung DHA (24.56%) yang lebih tinggi dari sumber ikan
lainnya. Usaha memperbaiki kualitas minyak ikan tuna kasar hasil samping
industri perlu dilakukan untuk menghasilkan minyak ikan siap dikonsumsi.
Peningkatan kualitas minyak ikan dapat dilakukan dengan pemurnian.
Tahapan pemurnian, yang meliputi tahap degumming, netralisasi dan
pemucatan. Tahap degumming merupakan tahap awal untuk menghilangkan
fosfolipid. Proses degumming dengan NaCl berfungsi untuk menyerap air serta
melarutkan partikel-partikel fosfolipid yang tersuspensi kemudian terendapkan
(Murray et al. 2006). Suhu berpengaruh terhadap parameter oksidasi primer dan
sekunder, semakin tinggi suhu maka oksidasi semakin meningkat (Bija et al.
2017), sehingga perlu dilakukan optimalisasi proses degumming pada faktor
konsentrasi NaCl dan suhu yang digunakan menggunakan Response Surface
Methodology untuk mendapatkan kondisi optimal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kualitas parameter oksidasi


minyak ikan tuna kasar dan murni hasil samping industri pengalengan, serta
mengoptimalisasi proses degumming NaCl dan suhu yang berbeda menggunakan
3

metode Response Surface Methodology pada tahap pemurnian minyak kasar untuk
menghasilkan minyak ikan tuna sesuai standar parameter oksidasi IFOS 2014 dan
Codex Alimentarius 2017.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan manfaat berupa informasi mengenai proses


pemurnian minyak ikan tuna, karakteristik kualitas parameter oksidasi minyak
kasar dan murni, serta mendapatkan informasi perlakuan yang optimum dengan
pemodelan Response Surface Methodology pada pemurnian melalui tahap
degumming NaCl dan suhu yang berbeda agar sesuai dengan parameter oksidasi
IFOS 2014 dan Codex Alimentarius 2017.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah penentuan karakteristik awal minyak


ikan tuna kasar, pemurnian dengan mengoptimasi proses degumming dengan
penambahan konsentrasi NaCl dan suhu berbeda serta penentuan sifat minyak tuna
murni. Analisis yang digunakan yaitu asam lemak bebas, nilai peroksida, nilai
ansidin, total oksidasi, nilai asam, dan profil asam lemak.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Agustus 2019. Penelitian


dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Laboratorium Minyak Ikan Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium
Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium Terpadu Kimia, Sekolah
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu minyak ikan tuna kasar hasil
samping industri pengalengan tuna dari PT Bali Maya Canning Industry, Bali
ditempatkan ke dalam jeriken 25L yang dikirim pada tanggal 30 Juni 2019. Bahan
baku yang digunakan berasal dari tahap pemasakan awal dengan menguapkan ikan
tuna dengan uap panas 95°C selama 50 menit. Hasil dari uap panas berupa cairan
yang dialirkan oleh pipa-pipa kedalam bak penampungan. Bak penampungan hasil
samping industri juga menampung sisa-sisa jeroan dan isi perut ikan.
Bahan yang digunakan dalam pemurnian minyak ikan yaitu aquades, NaCl
(Refina), NaOH dan magnesol XL. Bahan yang digunakan dalam pengujian nilai
peroksida asam asetat, kloroform, Kalium Iodide (KI) jenuh, akuades, larutan pati
4

1%, dan Na2S2O3 0.1N. Pengujian nilai p-anisidin menggunakan larutan p-anisidin
dan isooktan. Pengujian nilai asam lemak bebas menggunakan alkohol 95%,
indikator phenolphthalein, KOH 0.1 N. Pengujian profil asam lemak yaitu larutan
standar, larutan natrium hidroksida (NaOH) 0.5 mL dalam metanol, BF3 20%,
natrium klorida (NaCl) jenuh, isooktan, dan natrium sulfat (Na2S2O3) anhidrat.
Peralatan yang digunakan dalam pemurnian minyak ikan adalah stirrer
(CORNING PC-4200), magnetic stirrer, sentrifugasi (Himac CR 21G, Hitachi,
Japan), erlenmeyer, timbangan dan gelas ukur. Peralatan yang digunakan dalam
analisis asam lemak adalah GC (Gas Chromatography) tipe Shimadzu GC 2010
Plus dengan standar SupelcoTM37 Component FAME Mix, syringe 10 µL,
penangas air, dan pipet mikro. Alat yang digunakan dalam pengujian nilai
peroksida, p-anisidin, nilai asam lemak bebas antara lain erlenmeyer, beaker glass,
gelas ukur, pipet volumetrik, bulb, alat titrasi, kompor listrik, dan spektrofotometer
UV-VIS.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian diawali dengan penyiapan bahan utama minyak ikan


tuna kasar. Tahapan pertama karakterisasi minyak ikan tuna kasar meliputi
pengujian profil asam lemak, kadar asam lemak bebas (FFA), nilai peroksida (PV),
nilai asam (AV), nilai p-anisidin (p-AnV), dan total oksidasi (Totox).
Prosedur penelitian mengacu pada Bija et al. (2017), Kulkarni et al. (2014)
tahap pemurnian meliputi degumming, netralisasi, dan bleaching. Tahap
degumming pertama yaitu pemanasan minyak ikan tuna hingga suhu 50°C,
kemudian ditambah air 5% (v/v), diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 15
menit. Fraksi minyak ikan semi murni 1 dan pengotor dipisahkan dengan setrifugasi
(27.600 g) selama 10 menit. Tahapan kedua yaitu degumming dengan larutan NaCl
yang ditambah minyak dengan rasio 1:1 (v/v) dengan konsentrasi yang disarankan
oleh program Design Expert 12.0 versi trial yaitu 2.17%, 3%, 5%, 7%, dan 7.83%
(b/v), suhu degumming yang digunakan 35.85°C, 40°C, 50°C, 60°C dan 64.14°C
diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 20 menit selanjutnya disentrifugasi
(27.600 g) selama 10 menit. Tahap ketiga yaitu menetralkan minyak ikan semi
murni 2, ditambah dengan larutan NaOH 16°Be dan diaduk menggunakan magnetic
stirrer selama 10 menit, kemudian disentrifugasi (27.600 g) untuk memisahkan
fraksi minyak dan fraksi padat (pengotor).
Tahap selanjutnya yaitu bleaching. Tahap ini dilakukan penambahan
adsorben (magnesol XL) sebanyak 5% (b/v), kemudian dipanaskan dengan suhu
50°C dan diaduk selama 20 menit menggunakan magnetic stirrer. Adsorben dan
minyak kemudian dipisahkan menggunakan sentrifugasi (27.600 g). Minyak ikan
tuna murni yang dihasilkan kemudian dianalisis karakteristiknya. Karakterisasi
yang dilakukan yaitu pengujian profil asam lemak dan parameter oksidasi.
Parameter oksidasi yang diuji yang meliputi analisis asam lemak bebas, nilai asam,
nilai peroksida, nilai anisidin, dan total oksidasi. Diagram alir karakterisasi minyak
ikan tuna dan proses pemurnian dapat dilihat pada Gambar 1.
5

Minyak tuna kasar Analisis:


Profil asam lemak, FFA,
AV, PV, AnV, totox
Degumming H2O (v/v) 5% (v/v), 15,
menit, 50◦C (Hulu et al. 2017)

Sentrifugasi (27.600 g),10 menit, 10 oC Fraksi padatan

Minyak ikan semi murni 1

Optimasi tahap degumming NaCl dengan


RSM (*modifikasi Bija et al. 2017)

Sentrifugasi (27.600 g),10 menit, 10 oC Fraksi padatan

Minyak ikan semi murni 2

Netralisasi NaOH 16°Be, 10 menit,


50°C (modifikasi Bija et al. 2017)

Sentrifugasi (27.600 g),10 menit, 10 oC Fraksi padatan

Minyak ikan semi murni 3

Bleaching magnesol XL 5%, 20


menit,50°C (Bija et al. 2017)

Sentrifugasi (27.600 g),10 menit, 10 oC Fraksi padatan

Minyak ikan murni Analisis:


Profil asam lemak, FFA,
AV, PV, AnV, totox

Gambar 1 Diagram alir pemurnian minyak ikan modifikasi *Bija et al.


2017, Kulkarni et al. 2014.
6

Prosedur Analisis

Kualitas minyak ikan dapat ditentukan dengan analisis pengujian yang


meliputi kadar asam lemak bebas (FFA), nilai asam (AV), nilai peroksida (PV),
nilai p-anisidin (AnV), total oksidasi, dan profil asam lemak. Pengujian kualitas
mengacu pada sumber yakni kadar lemak bebas (FFA) mengacu pada AOAC 2005,
nilai asam mengacu pada AOCS 1998, nilai peroksida mengacu pada AOAC 2005,
analisis p-anisidin mengacu pada AOCS 1998, analisis total oksidasi AOAC 2005,
dan analisis profil asam lemak mengacu pada AOAC 2005.

Analisis Asam Lemak Bebas (FFA) (AOAC 2005)


Minyak ikan hasil pemurnian sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam Erlemenyer
250 mL kemudian ditambah 25 mL alkohol 95%. Minyak dipanaskan dalam
penangas air selama 10 menit sambil diaduk, kemudian setelah dingin campuran
tersebut ditetesi indikator PP (fenolftalein) sebanyak 2 mL. Setelah itu campuran
tersebut dikocok dan dititrasi dengan KOH 0.1 N hingga timbul warna merah muda
yang tidak hilang dalam 10 detik. Persentase FFA dihitung berdasarkan persamaan
berikut:

AxNxM
%FFA=
10 x G

Keterangan:
FFA = Asam lemak bebas (%)
A = Jumlah titrasi KOH (mL)
N = Normalitas larutan KOH
M = Bobot molekul DHA (328.488 g/mol)
G = Bobot contoh (g)

Analisis Nilai Peroksida (PV) (AOAC 2005)


Minyak ikan ditimbang 5 g dimasukkan ke dalam Erlemenyer 250 mL
bertutup. Sampel ditambah dengan 30 mL campuran larutan asam asetat dan
kloroform (3:2). Penambahan larutan KI jenuh sebanyak 0.5 mL dan akuades 30
mL sambil dikocok. Penambahan indikator pati 1% dalam larutan tersebut sebanyak
0.5 mL dan dilakukan titrasi dengan Na2S2O3 (Natrium tiosulfat) 0.1 N hingga
larutan yang sebelum dititrasi berwarna biru kehitaman sehingga menjadi kuning
jernih. Perhitungan nilai peroksida dilakukan dengan persamaan berikut:

A x N x 1000
Nilai peroksida =
Bobot sampel (g)

Keterangan :
A = Jumlah titrasi Na2S2O3 (mL)
N = Normalitas Na2S2O3
7

Analisis Nilai p-anisidin (AOCS 1998)


Larutan uji 1 disiapkan dengan cara melarutkan 1 g sampel ke dalam labu
takar 25 mL, kemudian dilarutkan dengan isooktan sampai tanda batas dan dikocok.
Larutan uji 2 disiapkan dengan cara menambahkan 5 mL pelarut ke dalam tabung
reaksi kemudian ditambah larutan p-anisidin (2.5 g/L) ke dalam 1 mL pereaksi p-
anisidin, kemudian dikocok hingga larut dan dibungkus dengan alumunium foil agar
terhindar dari cahaya. Larutan diukur nilai absorbansinya. Larutan uji 1 pada
panjang gelombang 350 nm dengan menggunakan isooktan sebagai larutan
kompensasi. Larutan uji 2 pada 350 nm tepat 10 menit setelah larutan disiapkan.
dengan menggunakan larutan referensi sebagai kompensasi. Perhitungan nilai p-
anisidin yaitu:
25 x (1.2 A2-A1)
Nilai anisidin=
M

Keterangan :
A1 = Adsorben larutan uji 1
A2 = Adsorben larutan uji 2
M = Massa sampel yang digunakan pada larutan uji 1

Analisis Total Oksidasi (AOAC 2005)


Total oksidasi dihitung dari nilai peroksida dan nilai anisidin. Nilai total
oksidasi dengan rumus:
Total oksidasi = 2 nilai peroksida + nilai anisidin

Analisis Nilai Asam (AV) (AOCS 1998)


Penentuan nilai asam dilakukan dengan titrasi KOH terhadap sampel yang
menggunakan prinsip jumlah KOH yang diperlukan (mg) untuk menetralkan 1 g
lemak. Berikut persamaan untuk mendapatkan nilai asam mgKOH/g lipida:

V x N x 56.1
Nilai Asam=
G
Keterangan:
V = Jumlah titrasi KOH (mL)
N = Normalitas KOH (0.1 N)
56.1 = Berat molekul KOH
G = Berat sampel (g)

Analisis Profil Asam Lemak (AOAC 2005)


Minyak ikan sebanyak 25 mg dimasukkan ke dalam tabung bertutup,
kemudian ditambah 1 mL NaOH dalam metanol lalu dipanaskan pada penangas air
selama 20 menit sampai mendidih. Penambahan sebanyak 2 mL BF3 20% dan 5
mg/mL standar internal ditambahkan ke dalam campuran. Campuran tersebut
dipanaskan lagi selama 20 menit. Campuran didinginkan, kemudian ditambahkan
2 mL NaCl jenuh dan 1 mL isooktan lalu dikocok. Lapisan isooktan yang terbentuk
dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung berisi sekitar 0.1 gram
Na2SO4 anhidrat, lalu dibiarkan 15 menit. Fase cair yang terbentuk dipisahkan,
sedangkan fase minyak yang terbentuk diinjeksikan ke instrumen GC atau
8

kromatografi gas sebanyak 1μL, yang sebelumnya sudah dilakukan penginjeksian


1 μL campuran standar FAME (Supelco 37 component FAME mix). Waktu retensi
dan puncak masing-masing komponen diukur lalu dibandingkan dengan waktu
retensi standar untuk mendapatkan informasi mengenai jenis dan komponen-
komponen dalam contoh. Kondisi alat Gas Chromatography (GC) pada saat
digunakan:
a) Kolom : Cyanopropil methyl sil (capilary column)
b) Dimensi kolom : P = 60 m, Ø dalam = 0.25 mm, 0.25 μm film Thickness
c) Laju alir N2: 30 mL/menit
d) Laju alir He : 30 mL/menit
e) Laju alir H2 : 40 mL/menit
f) Laju alir udara : 400 mL/menit
g) Suhu injektor : 220 ºC
h) Suhu detektor : 240 ºC
i) Suhu kolom: suhu program
j) Volume injek: 1 μL

Jumlah kandungan komponen dalam minyak dihitung dengan rumus:


Ax Vcontoh
X C standar X 100 X 100%
Asam lemak (%) = As
Bobot contoh (g)
Keterangan :
Ax = Luas area sampel
As = Luas area standar
Cstandar = Konsentrasi standar
Vcontoh = Volume contoh

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan gabungan terpusat


(CCD) dari Response Surface Method. Rancangan penelitian menggunakan dua
variabel bebas yaitu konsentrasi NaCl sebagai X1 dan suhu degumming sebagai X2
sedangkan variabel respon adalah parameter oksidasi yaitu nilai asam lemak bebas,
nilai peroksida, nilai anisidin, angka asam, dan totak oksidasi. Desain rancangan
percobaan seperti pada Tabel 1 dan 2 diperoleh dengan menggunakan bantuan
software Design Expert versi 12 Trial. Central Composite Design (CCD) terdiri
dari tiga bagian berikut (Jeff dan Hamada 2011):
i. Titik sudut (corner points) = 𝑛𝑓 dengan 𝑥𝑖 = −1,1 ; 𝑖 = 1, …, k membentuk
bagian faktorial pada desain.
ii. Titik pusat (center points) = 𝑛𝑐 dengan 𝑥𝑖 = 0 ; 𝑖 = 1, …, k
iii.Titik aksial (axial points) = 𝛼 dengan 𝑥𝑖 = −𝛼, 𝛼 ; 𝑖 = 1, …, k. Nilai ini
ditentukan oleh jumlah variabel faktor, 𝛼 = (2𝑘 )1/4
Titik aksial (𝛼) penelitian ini menggunakan dua variabel faktor sehingga
nilai aksialnya (𝛼) = (22)¼= 1,414. Hubungan perlakuan konsentrasi NaCl, suhu
degumming dan kode perlakuannya serta desain rancangan percobaan dicantumkan
pada Tabel 1 dan 2.
9

Tabel 1 Hubungan perlakuan dan kode perlakuan


Kode perlakuan
Perlakuan
-21/2 -1 0 1 21/2
Konsentrasi NaCl (X1) (%) 2.17 3 5 7 7.83
o
Suhu degumming (X2) ( C) 35.86 40 50 60 64.14

Running software menghasilkan 11 perlakuan dengan 3 titik tengah (center


point) yang menghasilkan variabel respon (Y). Variabel respon pada penelitian ini
adalah FFA, AV, PV, AnV, dan Totox. Desain rancangan percobaan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Desain rancangan percobaan
Kode faktor Aktual faktor
Run Suhu Parameter oksidasi
X1 X2 NaCl (%)
(°C)
1 -1 1 3 60 Y1
2 -1 -1 3 40 Y2
3 -2 1/2
0 2.17 50 Y3
4 2 1/2
0 7.83 50 Y4
5 1 1 7 60 Y5
6 0 0 5 50 Y6
7 0 0 5 50 Y7
8 0 0 5 50 Y8
9 1 -1 7 40 Y9
10 0 -2 1/2
7 35.86 Y10
11 0 2 1/2
5 64.14 Y11

Data hasil eksperimen di laboratorium dioptimasi untuk mengetahui


pengaruh linier, kuadrat dan interaksi dari variabel bebas selama proses pemurnian
yang dinyatakan dalam persamaan orde ke-1 linier dan orde ke-2 kuadrat sebagai
barikut:

Desain model orde 1


k

Y = β0 + ∑ βi Xi + εij
i=1

Desain model orde 2


k k

Y = β0 + ∑ βi Xi + ∑ βii Xi 2 + ∑ ∑ βij Xi Xj + εij


i=1 i=1 i j
Keterangan:
Y = Hasil perkiraan respon yang diinginkan (parameter oksidasi)
Xij = Peubah yang meliputi konsentrasi NaCl dan suhu degumming
β0 = Koefisien model
βi = Pengaruh linier peubah terhadap respon
10

βij = Pengaruh interaksi antar peubah terhadap respon


βii = Pengaruh kuadratik peubah terhadap respon
εij= Gangguan error

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Kualitas Awal Minyak Tuna

Minyak tuna kasar yang diperoleh dari hasil samping industri pengalengan
dari PT Bali Maya Canning Industry, Bali memiliki wujud cair, beraroma amis, dan
bewarna coklat kehitaman. Adanya fosfatida dalam minyak dapat menyebabkan
minyak berwarna coklat ketika dipanaskan (Estiasih 2009). Kenampakan minyak
tuna kasar ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Minyak ikan tuna kasar

Lipida yang termasuk asam-asam lemak tak jenuh dapat mengalami


oksidasi yang dapat mempengaruhi citarasa dan bau dari minyak (Damongilala
2008). Minyak ikan yang dihasilkan dari hasil samping proses pemasakan awal
industri pengalengan, proses pemanasan dalam industri, dan pengepresan pada
proses penepungan mempunyai warna yang gelap serta mutu minyak yang rendah
dan belum dapat diterima sebagai makanan (Ahmadi dan Mushollaeni 2007).
Warna coklat kehitaman ini dapat dipengaruhi oleh sisa jeroan dan kepala
yang tercampur di dalam bak penampungan. Warna keruh pada minyak ikan
dipengaruhi oleh struktur heme yang ada di mioglobin dan hemoglobin protein.
Kandungan heme tersusun atas unsur besi (Fe) (Sathivel et. al 2003). Warna minyak
ikan kasar dapat juga dipengaruhi suhu tinggi yang digunakan dalam pemasakan
awal di proses produksi pengalengan sehingga memicu terjadinya proses oksidasi
dan mengakibatkan warna gelap pada minyak (Ketaren 2012).
Pengujian awal bahan baku minyak ikan kasar selanjutnya adalah pengujian
parameter oksidasi yang menggunakan pembanding International Fish Oil
Standard (IFOS) dan Codex Alimentarius dengan nilai parameter yang sama.
Pengujian parameter oksidasi yang digunakan dalam menentukan kualitas minyak
awal meliputi asam lemak bebas (FFA), nilai asam (AV), nilai peroksida (PV), nilai
11

p-anisidin (AnV), dan total oksidasi (Totox). Hasil karakterisasi minyak kasar tuna
dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik minyak kasar tuna


Parameter Minyak Tuna *IFOS Codex
2014 Alimentarius
2017
Asam Lemak Bebas (FFA) (%) 0.94±0.04 ≤ 1.5 -
Nilai Asam (AV) (mgKOH/g) 1.61±0.07 ≤3 ≤3
Nilai Peroksida (PV) (meq/kg) 16.90±1.45 ≤5 ≤5
Nilai p-anisidin(AnV) (meq/kg) 49.83±0.29 ≤ 20 ≤ 20
Total Oksidasi (Totox) (meq/kg) 83.63±2.62 ≤ 26 ≤ 26
*International Fish Oil Standard

Tabel 3 menunjukkan bahwa parameter asam lemak bebas dan nilai asam
yang memenuhi standar sedangkan nilai peroksida, nilai anisidin, dan total oksidasi
masih jauh dari IFOS 2014 dan Codex Alimentarius 2017. Perlakuan yang
dilakukan dalam industri pada tahap pemasakan awal proses pengalengan serta
pemasakan dengan suhu tinggi, dan pengepresan pada proses penepungan
mempunyai jumlah asam lemak bebas dan bilangan peroksida yang tinggi (Ahmadi
dan Mushollaeni 2007).
Asam lemak bebas ditandai dengan terputusnya ikatan ester pada trigliserida
oleh reaksi hidrolisis membentuk asam lemak bebas dan gliserol. Pemanasan yang
digunakan dalam pengolahan industri mempercepat terbentuknya asam lemak
bebas dan mempercepat kerusakan minyak (Ketaren 2012). Hasil penelitian pada
Tabel 3 menunjukkan nilai asam lemak bebas 0.94±0.04%. Hasil ini lebih rendah
dari hasil penelitian yang dilaporkan oleh Sari et al. (2015) minyak ikan lemuru
hasil samping pemasakan awal industri pengalengan memperoleh hasil asam lemak
bebas sebesar 24.03±0.14%. Perbedaan nilai asam lemak bebas dapat terjadi karena
pengaruh komposisi minyak, metode ekstraksi, jenis ikan, dan kesegaran bahan
baku (Mohanarangan 2012). Angka asam berkorelasi dengan kandungan asam
lemak bebas didalam minyak. Semakin besar angka asam maka kualitas minyak
akan semakin rendah (Maulana et al. 2014).
Parameter oksidasi lainnya yang dapat menentukan kualitas minyak ikan
dengan memperhatikan angka peroksida. Angka peroksida yang semakin tinggi
maka kualitas minyak ikan yang semakin rendah (Haas 2005). Hasil penelitian Sari
et al. (2015) menunjukkan bahwa minyak ikan lemuru hasil samping pemasakan
awal industri pengalengan memperoleh hasil nilai peroksida sebesar 6.97±0.17
meq/kg, hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan nilai peroksida yang lebih tinggi.
Nilai peroksida yang tidak sesuai IFOS (2014) dan Codex Alimentarius (2017)
disebabkan adanya proses pemasakan dengan suhu tinggi serta pengolahan yang
dilakukan saat industri.
Nilai p-anisidin merupakan nilai dari pengukuran produk oksidasi sekunder
yang dihasilkan dari proses dekomposisi hidroperoksida sehingga menghasilkan
aldehida, keton, asam, alkohol yang merupakan produk oksidasi sekunder (Panagan
et al. 2012). Hasil penelitian Hulu et al. (2017) menunjukkan bahwa minyak ikan
sardin kasar hasil samping industri penepungan sebesar 9.48±0.01 meq/kg, hasil
analisis pada Tabel 3 menunjukkan nilai anisidin lebih tinggi. Nilai anisidin
dipengaruhi oleh waktu simpan, semakin lama waktu simpan maka semakin tinggi
12

pula p-anisidin yang terbentuk karena proses dekomposisi hidroperoksida (Estiasih


et al. 2009). Hasil uji profil asam lemak tuna kasar yang digunakan dalam penelitian
dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Profil asam lemak minyak tuna kasar


Asam Lemak (% w/w)
Asam laurat (C12:0) 0.04
Asam tridekanoat (C13:0) 0.02
Asam miristat (C14:0) 2.20
Asam pentadekanoat (C15:0) 0.52
Asam palmitat (C16:0) 13.88
Asam heptadekanoat (C17:0) 0.43
Asam stearat (C18:0) 4.06
Asam arakidat (C20:0) 0.26
Asam heneikosanoat (C21:0) 0.05
Asam behenat (C22:0) 0.13
Asam trikosanoat (C23:0) 0.05
Asam lignoserat (C24:0) 0.13
Total Saturated Fatty Acid (SFA) 21.77
Asam miristoleat (C14:1) 0.04
Asam palmitoleat (C16:1) 3.94
Asam cis-10- heptadekanoat (C17:1) 0.43
Asam elaidat (C18:1n-9t) 0.14
Asam oleat (C18:1n-9c) 12.96
Asam cis-11- eikosenoat (C20:1) 1.65
Asam erukat metil ester (C22:1n-9) 0.26
Asam nervonat (C24:1) 0.48
Total Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) 19.90
Asam linoleat (C18:2n-6c) 1.40
Asam linolenat (C18:3n-3) 0.50
Asam ɣ-linolenat (C18:3n-6) 0.09
Asam cis-11.14- eikosedieoat (C20:2) 0.24
Asam cis-11.14-17-eicosatrienoic metil ester (C20:3n-3) 0.13
Asam cis-8.11.14-eikosantrienoat (C20:3n-6) 0.13
Asam rakidonat (C20:4n-6) 1.55
Asam cis-5.8.11.14.17-eikosapentaenoat (C20:5n-3) 2.75
Asam cis-13.16- dokosadinoat (C22:2) 0.04
Asam cis-4.7.10.13.16.19-dekosaheksaenoat (C22:6n-3) 15.86
Total Poli Unsaturated Fatty Acid (PUFA) 22.69
Total Asam lemak 64.35

Tabel 4 menunjukkan pengujian asam lemak bebas minyak hasil samping


industri sebelum pemurnian dianalisis menggunakan kromatografi gas. Hasil
analisis profil asam lemak menunjukkan bahwa bahan baku minyak ikan tuna kasar
memiliki kandungan saturated fatty acid (SFA) dengan asam lemak tertinggi
berupa asam palmitat (13.88%). Kandungan monounsaturated fatty acid (MUFA)
dengan asam lemak tertinggi berupa asam oleat (12.96%). Total kandungan
polyunsaturated fatty acid (PUFA) dengan asam tertinggi adalah DHA (15.86%)
dan EPA (2.75%). Kandungan omega-3 yang tinggi dalam minyak ikan ikan tuna
13

ini bersumber dari pakannya. Sumber pakan yang mengandung asam lemak omega-
3 adalah fitoplankton dan zooplankton (Som dan Radhakrishnan 2013).
Penelitian Chantachum (2000) menyatakan bahwa minyak ikan tuna kasar
hasil pre-cooking memiliki kandungan asam lemak dominan, yakni asam palmitat
(27.9%), asam oleat (14.1%), dan DHA (25.5%). Perbedaan komposisi asam lemak
pada minyak ikan dapat disebabkan perbedaan bahan baku dan proses pembuatan
minyak. Ikan tuna mengandung asam lemak tak jenuh omega-3, antara lain EPA
dan DHA, yang bermanfaat bagi kesehatan, yakni mencegah terjadinya
penggumpalan keping-keping darah sehingga mengurangi resiko terkena
asteroklerosis dan mencegah jantung coroner. Selain itu EPA dan DHA berfungsi
sebagai pembangun sebagian besar korteks serebral otak (bagian yang digunakan
untuk berpikir) dan untuk pertumbuhan normal organ ini (Thoha 2004). Kualitas
awal minyak ikan tuna hasil samping industri ini belum memenuhi IFOS 2014 dan
Codex Alimentarius 2017, oleh sebab itu perlu adanya tahap pemurnian.

Optimasi Proses Tiap Respon Menggunakan RSM

Response surface methodology merupakan sekumpulan teknik matematika


dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan beberapa variabel
independen mempengaruhi variabel respon dan bertujuan untuk mengoptimalkan
respon. Metode ini pertama kali diajukan sejak tahun 1951 dan sampai saat ini telah
banyak dimanfaatkan baik dalam dunia penelitian maupun aplikasi industri. Metode
ini mampu menganalisa suatu respon y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel
bebas atau faktor guna mengoptimalkan respon (Montgomery 2009). Hasil
pengujian dari 11 prerlakuan tersebut dimasukkan ke aplikasi Design Expert dapat
dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Rancangan komposit pusat pemurnian minyak ikan tuna dengan RSM
Variabel Respon
terkode
Run X1 X2 FFA AV PV AnV Totox
1 -1 1 0.54±0.15 1.03±0.19 2.51±0.007 20.67±2.23 25.67±2.23
2 -1 -1 0.54±0.007 1.35±0.02 2.74±0.64 22.08±0.66 27.55±0.62
3 -1.414 0 0.57±0.04 0.48±0.09 2.37±0.13 19.55±0.55 24.29±0.29
4 1.414 0 0.42±0.01 1.06±0.08 4.10±0.33 27.13±0.14 35.38±0.86
5 1 1 0.64±0.13 0.49±0.10 2.66±0.09 16.86±0.52 22.16±0.69
6 0 0 0.49±0.07 0.67±0.01 1.84±0.23 16.99±0.35 20.66±0.11
7 0 0 0.44±0.007 0.59±0.21 1.61±0.07 17.12±0.46 20.34±0.61
8 0 0 0.49±0.08 0.70±0.18 1.47±0.23 15.66±1.54 18.59±1.08
9 1 -1 0.69±0.07 0.77±0.16 2.72±0.23 19.47±0.19 24.91±0.25
10 0 -1.414 0.49±0.09 0.72±0.02 2.80±0.25 17.23±0.77 22.83±1.28
11 0 1.414 0.59±0.07 1.09±0.007 3.74±0.35 23.88±0.43 31.36±0.27
Keterangan: X1= NaCl(%), X2= suhu(Celcius), FFA (%), PV (meq/kg), p-AV (meq/kg),
dan Totoks (meq/kg).

Running software menghasilkan 11 perlakuan dengan 3 titik tengah (center


point). Setelah pemurniaan dilakukan sebanyak 11 perlakuan sesuai dengan
rancangan gabungan terpusat (CCD/ Central Composite Design) dengan metode
14

respon permukaan, maka masing-masing perlakuan tersebut diuji kualitasnya


meliputi parameter FFA, AV, PV, AnV, dan Totox.
Penentuan kondisi proses optimum menggunakan metode RSM meliputi
beberapa analisis yaitu penentuan model, analisis ragam (ANOVA) dan respon
permukaan parameter oksidasi. Penentuan model terbaik didasarkan pada beberapa
parameter diantaranya nilai signifikansi harus (p <0.05), uji ketidaksesuaian model
harus tidak signifikan (p >0.05) untuk menunjukkan model telah sesuai. Nilai R2
yang semakin tinggi menunjukkan semakin kuatnya hubungan variabel bebas dan
respon dan selisih nilai R2 dan koefisien determinasi-R2 terkecil. Nilai koefisien
determinasi-R2 digunakan untuk melihat kesesuaian R2 yang dihasilkan, semakin
kecil selisih antara R2 dan koefisien determinasi-R2, maka nilai R2 semakin baik
(Montgomery 2009). Rancangan ini dibantu dengan software Design Expert 12.
Optimasi proses pemurnian minyak ikan tuna bertujuan untuk meminimalkan
semua respon parameter oksidasi. Tabel 5 menunjukkan bahwa kisaran nilai FFA
0.42 hingga 0.69%, AV 0.48 hingga 1.35 mgKOH/g, PV 1.47 hingga 4.10 meq/kg,
AnV 15.66 hingga 27.13 meq/kg, dan totox 18.59 hingga 35.38 meq/kg.

Rendemen
Rendemen merupakan presentase banyaknya minyak ikan yang diperoleh
dari minyak ikan awal setelah melalui proses pemurnian. Setelah dilakukan proses
pemurnian sesuai run yang didapat, maka rendemen minyak yang dihasilkan
berkisar 50% dari berat awalnya. Tabel 6 menunjukkan hasil rendemen berdasarkan
run dari software Design Expert 12.0.

Tabel 6 Nilai rendemen (%) minyak tuna sesuai rancangan komposit RSM
Variabel terkode Variabel asli
Run X1 X2 Konsentrasi Suhu Rendemen (%)
NaCl (%) (°C)
1 -1 1 3 60 44.1
2 -1 -1 3 40 46.8
3 -1.414 0 2.17 50 40.1
4 1.414 0 7.83 50 44.5
5 1 1 7 60 40.3
6 0 0 5 50 50.1
7 0 0 5 50 51.7
8 0 0 5 50 50.6
9 1 -1 7 40 44.1
10 0 -1.414 5 35.65 38.9
11 0 1.414 5 64.14 40.1
Keterangan: X1= NaCl(%), X2= suhu(Celcius)

Tabel 6 menunjukkan nilai rendemen yang tertinggi pada kondisi


penambahan NaCl 5% dan suhu 50°C. Penelitian Bija et al. (2017) menunjukkan
hasil bahwa pemurnian ikan sardin dengan perlakuan suhu 50°C, 60°C, 70°C, dan
80°C rendemen cenderung menurun dan meningkat pada suhu 80°C. Suhu ini
berpengaruh pada laju reaksi. Semakin tinggi suhu maka laju reaksi semakin cepat
sehingga dapat menaikkan hasil rendemen. Kenaikan suhu telah melebihi optimal,
maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan
akan turun. Suseno et al. (2016) hasil penelitian yang didapatkan dari pemurnian
15

minyak ikan sardin dengan perlakuan degumming asam sirat dan NaCl nilai
rendemen tertinggi pada asam sitrat dengan suhu 60°C sebesar 58.57%. Metode
degumming dalam industri yang banyak digunakan dengan metode kimia.
Penambahan air dapat menghilangkan fosfolipid terhidrasi, serta penambahan asam
maupun garam dapat menghilang fosfolipid tidak terhidrasi (Vaisali et al. 2014).

Asam Lemak Bebas (FFA)


Asam lemak bebas adalah hasil dari proses hidrolisis triasilgliserol yang
terjadi di dalam minyak (Panagan et al. 2012). Hasil analisis respon FFA
menggunakan Design Expert versi 12 trial diperoleh model yang di
rekomendasikan yaitu linier. Penetapan model didasarkan pada nilai parameter
Signifikansi (p<0.05), Uji ketidaksesuaian model (p>0.05), R2 dan koefisien
determinasi-R2. Penetapan model pada respon FFA dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Nilai parameter penetapan model FFA


Uji
Koefisien
Model Signifikansi ketidaksesuaian R2 Ket
determinasi-R2
model
Linier 0.0397 0.3411 0.6589 0.5452 Disarankan
Kuadratik 0.2175 0.4011 0.7330
Kubik 0.4011 0.7432

Hasil analisis ragam (ANOVA α= 0.05) respon FFA (Lampiran 1)


menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh signifikan (p<0.05) terhadap respon
FFA adalah pengaruh linier dari konsentrasi NaCl. Faktor tersebut berpengaruh
signifikan terhadap respon FFA dengan “Prob>F” yang lebih kecil dari 0.05
(0.0224). Persamaan linier yang mengoptimalkan respon FFA sebagai berikut:

Y = 0.503323–0.024892X1+0.002357X2
Keterangan:
Y = Nilai respon FFA (%)
X1 = Efek linier konsentrasi NaCl (%)
X2 = Efek linier suhu (°C)

Persamaan model menunjukkan bahwa nilai FFA akan menurun seiring


dengan peningkatan konsentrasi NaCl dan penurunan suhu. Proses degumming
akan semakin baik dengan bertambahnya konsentrasi NaCl sampai batas optimal,
setelah konsentrasi NaCl optimal didapat maka proses degumming cenderung
berkurang. Suhu yang digunakan saat degumming berkisar 50-80°C. Suhu tersebut
merupakan suhu saat viskositas minyak cukup rendah untuk memudahkan fosfatida
terhidrasi (Estiasih 2009).
Penelitian Bija et al. (2017) menyatakan bahwa nilai viskositas pada
pemurnian minyak ikan sardin dengan degumming NaCl 5% dan suhu 50°C sebesar
51cP. Semakin meningkatnya viskositas maka jumlah ikatan CH2 dalam rantai ester
minyak ikan juga semakin meningkat. Viskositas minyak semakin tinggi membuat
minyak semakin kental hal ini disebabkan kerapatan akan semakin besar (El-
Rahman et al. 2018). Semakin rendah nilai viskositas minyak maka semakin bagus
kondisi kondisi minyak. Nilai viskositas untuk minyak ikan belum memiliki
16

standar. Grafik kontur permukaan dan 3D surface asam lemak bebas (FFA) dapat
dilihat pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 3 Grafik kontur pengaruh konsentrasi NaCl dan suhu degumming


terhadap respon asam lemak bebas (FFA)

Gambar 4 Grafik 3 dimensi pengaruh konsentrasi NaCl dan suhu degumming


terhadap respon asam lemak bebas (FFA)

Gambar 3 menunjukkan garis-garis kontur horizontal dengan satu titik merah


ditengah. Daerah biru menunjukkan asam lemak terbaik dengan kadar asam lemak
bebas minyak ikan semakin kecil. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai
respon terbaik tidak pada titik pusat tetapi bergeser ke kanan bawah menuju daerah
bewarna biru. Gambar 4 merupakan grafik 3 dimensi respon permukaan asam
lemak bebas. Solusi optimasi yang direkomendasikan program Design Expert 12.0
untuk respon tunggal kadar asam lemak bebas yaitu X1 = 7% dan X2 = 40°C.

Nilai Asam (AV)


Nilai asam merupakan parameter untuk menentukan keberadaan nilai angka
asam lemak bebas dan komponen asam non-lemak lainnya. Nilai asam sangat
17

tergantung pada komposisi minyak, metode ekstraksi, dan kesegaran bahan mentah
(Aidos et al. 2002). Nilai asam berkaitan dengan jumlah KOH yang digunakan
untuk menetralkan 1 gram minyak (Rozi et al. 2016). Hasil analisis respon AV
menggunakan Design Expert versi 12 trial diperoleh model yang di
rekomendasikan yaitu kuadratik. Penetapan model didasarkan pada nilai parameter
Signifikansi (p<0.05), Uji ketidaksesuaian model (p>0.05), R2 dan koefisien
determinasi-R2. Penetapan model pada respon AV dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Nilai parameter penetapan model AV


Uji ketidaksesuaian Koefisien
Model Signifikansi R2 Ket
model determinasi-R2
Linier 0.3214 0.1027 0.2770 0.0704
Kuadratik 0.0396 0.2774 0.8894 0.0512 Disarankan
Kubik 0.2774

Hasil analisis ragam (ANOVA α= 0.05) respon AV (Lampiran 2)


menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh signifikan (p<0.05) terhadap respon
AV adalah linier suhu, interaksi konsentrasi dan suhu, dan kuadratik suhu
degumming. Faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap respon AV dengan
“Prob>F” yang lebih kecil dari 0.05 berturut-turut yaitu 0.0203, 0.0399, dan 0.0394.
Persamaan linier yang mengoptimalkan respon AV sebagai berikut:

Y=3.80124-0.291300X1-0.099109X2+0.005865X1X2-0.001498X12+0.00079X22

Keterangan:
Y = Nilai respon AV (mgKOH/g)
X1 = Efek linier konsentrasi NaCl (%)
X2 = Efek linier suhu (°C)
X1X2 = Efek interaksi konsentrasi NaCl dan suhu
X12 = Efek kuadratik konsentrasi NaCl
X22 = Efek kuadratik suhu

Persamaan model menunjukkan bahwa nilai AV akan menurun seiring


dengan peningkatan efek linier konsentrasi NaCl dan suhu degumming, penurunan
efek interaksi konsentrasi NaCl dengan suhu, peningkatan efek kuadratik
konsentrasi NaCl, serta penurunan efek kuadratik suhu. Proses degumming akan
semakin baik dengan bertambahnya konsentrasi NaCl sampai batas optimal, setelah
konsentrasi NaCl optimal didapat maka proses degumming cenderung berkurang.
Suhu yang digunakan saat degumming berkisar 50-80°C. Suhu tersebut merupakan
suhu saat viskositas minyak cukup rendah untuk memudahkan fosfatida terhidrasi
(Estiasih 2009).
Penelitian Bija et al. (2017) menyatakan bahwa nilai viskositas pada
pemurnian minyak ikan sardin dengan degumming NaCl 5% dan suhu 50°C sebesar
51cP. Semakin meningkatnya viskositas maka jumlah ikatan CH2 dalam rantai ester
minyak ikan juga semakin meningkat. Viskositas minyak semakin tinggi membuat
minyak semakin kental hal ini disebabkan kerapatan akan semakin besar (El-
Rahman et al. 2018). Semakin rendah nilai viskositas minyak maka semakin bagus
kondisi kondisi minyak. Nilai viskositas untuk minyak ikan belum memiliki
18

standar. Grafik kontur permukaan dan 3D surface nilai asam (AV) dapat dilihat
pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 5 Grafik kontur pengaruh konsentrasi NaCl dan suhu degumming


terhadap respon nilai asam (AV)

Gambar 6 Grafik 3 dimensi pengaruh konsentrasi NaCl dan suhu degumming


terhadap respon nilai asam (AV)

Gambar 5 menunjukkan garis-garis kontur melingkar dengan satu titik merah


ditengah. Daerah biru menunjukkan nilai asam terbaik, nilai asam yang dihasilkan
pada minyak ikan semakin kecil. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai respon
terbaik tidak pada titik pusat tetapi bergeser ke arah kanan menuju daerah bewarna
biru. Gambar 6 merupakan grafik 3 dimensi respon permukaan nilai asam. Solusi
optimasi yang direkomendasikan program Design Expert 12.0 untuk respon tunggal
nilai asam yaitu X1 = 6.5% dan X2 = 44°C.
19

Nilai Peroksida (PV)


Nilai peroksida sangat tergantung pada suhu ekstraksi, semakin rendah suhu
ekstraksi maka semakin baik kualitas minyak ikan. Analisis nilai peroksida dapat
menentukan jumlah hidroperoksida pada minyak yang merupakan hasil proses
oksidasi primer (Aidos et al. 2002). Nilai oksidasi sangat penting sebagai indikator
mutu minyak, semakin rendah nilai oksidasi maka kualitas minyak akan semakin
baik (Rozi et al. 2016). Hasil analisis respon PV menggunakan Design Expert versi
12 trial diperoleh model yang di rekomendasikan yaitu kuadratik. Penetapan model
didasarkan pada nilai parameter Signifikansi (p<0.05), Uji ketidaksesuaian model
(p>0.05), R2 dan koefisien determinasi-R2. Penetapan model pada respon PV dapat
dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Nilai parameter penetapan model PV


Uji ketidaksesuaian Koefisien
Model Signifikansi R2 Ket
model determinasi-R2
Linier 0.8814 0.0442 0.0354 0.2402
Kuadratik 0.0134 0.1552 0.8885 0.1492 Disarankan
Kubik 0.1552

Hasil analisis ragam (ANOVA α= 0.05) (Lampiran 3) menunjukkan bahwa


faktor yang berpengaruh signifikan (p<0.05) terhadap respon PV adalah kuadratik
suhu degumming. Faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap respon AV
dengan “Prob>F” yang lebih kecil dari 0.05 (0.0057). Persamaan linier yang
mengoptimalkan respon PV sebagai berikut:

Y=23.01081-0.854548X1-0.781758X2+0.00225X1X2+0.07371X12+0.00783X22

Keterangan:
Y = Nilai respon PV (meq/kg)
X1 = Efek linier konsentrasi NaCl (%)
X2 = Efek linier suhu (°C)
X1X2 = Efek interaksi konsentrasi NaCl dan suhu
X12 = Efek kuadratik konsentrasi NaCl
X22 = Efek kuadratik suhu

Persamaan model menunjukkan bahwa nilai PV akan menurun seiring dengan


peningkatan efek linier konsentrasi NaCl dan suhu degumming, serta penurunan
efek interaksi konsentrasi NaCl dengan suhu, penurunan efek kuadratik konsentrasi
NaCl, serta penurunan efek kuadratik suhu. Proses degumming akan semakin baik
dengan bertambahnya konsentrasi NaCl sampai batas optimal, setelah konsentrasi
NaCl optimal didapat maka proses degumming cenderung berkurang. Suhu yang
digunakan saat degumming berkisar 50-80°C. Suhu tersebut merupakan suhu saat
viskositas minyak cukup rendah untuk memudahkan fosfatida terhidrasi (Estiasih
2009).
Penelitian Bija et al. (2017) menyatakan bahwa nilai viskositas pada
pemurnian minyak ikan sardin dengan degumming NaCl 5% dan suhu 50°C sebesar
51cP. Semakin meningkatnya viskositas maka jumlah ikatan CH2 dalam rantai ester
minyak ikan juga semakin meningkat. Viskositas minyak semakin tinggi membuat
minyak semakin kental hal ini disebabkan kerapatan akan semakin besar (El-
20

Rahman et al. 2018). Semakin rendah nilai viskositas minyak maka semakin bagus
kondisi kondisi minyak. Nilai viskositas untuk minyak ikan belum memiliki
standar.Grafik kontur permukaan dan 3D surface nilai peroksida (PV) dapat dilihat
pada Gambar 7 dan 8.

Gambar 7 Grafik kontur pengaruh konsentrasi NaCl dan suhu degumming


terhadap respon nilai peroksida (PV)

Gambar 8 Grafik 3 dimensi pengaruh konsentrasi NaCl dan suhu degumming


terhadap respon nilai peroksida (PV)

Gambar 7 menunjukkan garis-garis kontur melingkar dengan satu titik merah


berada ditengah. Daerah biru menunjukkan nilai peroksida terbaik, nilai tersebut
yang dihasilkan pada minyak ikan semakin kecil. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa nilai respon terbaik diperoleh dengan mengkondisikan faktor berada pada
titik pusat. Gambar 8 merupakan grafik 3 dimensi respon permukaan nilai
21

peroksida. Solusi optimasi yang direkomendasikan program Design Expert 12.0


untuk respon tunggal nilai peroksida yaitu X1 = 5% dan X2 = 50°C.

Nilai p-Anisidin (AnV)


Nilai p-Anisidin merupakan salah satu parameter pengukuran oksidasi
sekunder pada minyak. Nilai ini berkaitan dengan kualitas selama masa simpan
minyak ikan. Senyawa p-anisidin merupakan turunan dari senyawa hidroperoksida
pada oksidasi primer berupa senyawa aldehid dan keton. Senyawa tersebut yang
menyebabkan perubahan bau dari minyak ikan dan menjadi parameter ketengikan
ikan (Feryana et al. 2014). Hasil analisis respon p-AnV menggunakan Design
Expert versi 12 trial diperoleh model yang di rekomendasikan yaitu kuadratik.
Penetapan model didasarkan pada nilai parameter Signifikansi (p<0.05), Uji
ketidaksesuaian model (p>0.05), R2 dan koefisien determinasi-R2. Penetapan
model pada respon p-AnV dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai parameter penetapan model p-AnV


Uji ketidaksesuaian Koefisien
Model Signifikansi R2 Ket
model determinasi-R2
Linier 0.2186 0.0680 0.3976 0.1968
Kuadratik 0.0085 0.8761 0.9788 0.1435 Disarankan
Kubik 0.8761

Hasil analisis ragam (ANOVA α= 0.05) (Lampiran 4) menunjukkan bahwa


faktor yang berpengaruh signifikan (p<0.05) terhadap respon p-AnV adalah
konsentrasi, suhu, interaksi konsentrasi NaCl dan suhu, serta kuadratik konsentrasi
dan suhu degumming. Faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap respon p-
AnV dengan nilai “Prob>F” yang lebih kecil dari 0.05 berturut-turut yaitu 0.0033,
0.0057, 0.0127, 0.0286, dan 0.0065. Persamaan linier yang mengoptimalkan respon
p-AnV sebagai berikut:

Y=91.2487-4.88144X1-2.48367X2+0.151456X1X2-0.517261X12+0.019600X22

Keterangan:
Y = Nilai respon p-AnV (meq/kg)
X1 = Efek linier konsentrasi NaCl (%)
X2 = Efek linier suhu (°C)
X1X2 = Efek interaksi konsentrasi NaCl dan suhu
X12 = Efek kuadratik konsentrasi NaCl
X22 = Efek kuadratik suhu

Persamaan model menunjukkan bahwa nilai p-AnV akan menurun seiring


dengan peningkatan efek linier konsentrasi NaCl dan suhu degumming, serta
penurunan efek interaksi konsentrasi NaCl dengan suhu, peningkatan efek
kuadratik konsentrasi NaCl, serta penurunan efek kuadratik suhu. Proses
degumming akan semakin baik dengan bertambahnya konsentrasi NaCl sampai
batas optimal, setelah konsentrasi NaCl optimal didapat maka proses degumming
cenderung berkurang. Suhu yang digunakan saat degumming berkisar 50-80°C.
Suhu tersebut merupakan suhu saat viskositas minyak cukup rendah untuk
memudahkan fosfatida terhidrasi (Estiasih 2009).
22

Penelitian Bija et al. (2017) menyatakan bahwa nilai viskositas pada


pemurnian minyak ikan sardin dengan degumming NaCl 5% dan suhu 50°C sebesar
51cP. Semakin meningkatnya viskositas maka jumlah ikatan CH2 dalam rantai ester
minyak ikan juga semakin meningkat. Viskositas minyak semakin tinggi membuat
minyak semakin kental hal ini disebabkan kerapatan akan semakin besar (El-
Rahman et al. 2018). Semakin rendah nilai viskositas minyak maka semakin bagus
kondisi kondisi minyak. Nilai viskositas untuk minyak ikan belum memiliki
standar. Grafik kontur permukaan dan 3D surface nilai anisidin (p-AnV) dapat
dilihat pada Gambar 9 dan 10.

Gambar 9 Grafik kontur pengaruh konsentrasi NaCl dan suhu degumming


terhadap respon nilai anisidin (p-AnV)

Gambar 10 Grafik 3 dimensi pengaruh konsentrasi NaCl dan suhu degumming


terhadap respon nilai anisidin (p-AnV)
23

Gambar 9 menunjukkan garis-garis kontur melingkar dengan satu titik merah.


Daerah biru menunjukkan nilai anisidin terbaik, nilai tersebut yang dihasilkan pada
minyak ikan semakin kecil. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai respon
terbaik diperoleh dengan mengkondisikan faktor berada tidak pada titik pusat.
Gambar 10 merupakan grafik 3 dimensi respon permukaan nilai anisidin. Solusi
optimasi yang direkomendasikan program Design Expert 12.0 untuk respon tunggal
nilai anisidin yaitu X1 = 6.7% dan X2 = 51.9°C.

Total Oksidasi (Totox)


Nilai total oksidasi merupakan penentu dari semua parameter oksidasi
(Feryana et al. 2014). Analisis nilai ini dilakukan untuk mengetahui pembentukan
produk oksidasi primer dan sekunder. Nilai total oksidasi diperoleh dari
penjumlahan dua kali nilai peroksida dan satu kali nilai anisidin. Nilai oksidasi
primer dan sekunder yang tinggi menyebabkan nilai total oksidasi semakin
meningkat, begitupun sebaliknya (Bija et al. 2017). Hasil analisis respon Totox
menggunakan Design Expert versi 12 trial diperoleh model yang di
rekomendasikan yaitu kuadratik. Penetapan model didasarkan pada nilai parameter
Signifikansi (p<0.05), Uji ketidaksesuaian model (p>0.05), R2 dan koefisien
determinasi-R2. Penetapan model pada respon Totox dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Nilai parameter penetapan model Totox


Uji ketidaksesuaian Koefisien
Model Signifikansi R2 Ket
model determinasi-R2
Linier 0.6895 0.0443 0.1166 0.8779
Kuadratik 0.0130 0.2304 0.9515 0.1706 Disarankan
Kubik 0.2304

Hasil analisis ragam (ANOVA α= 0.05) (Lampiran 5) menunjukkan bahwa


faktor yang berpengaruh signifikan (p<0.05) terhadap respon Totox adalah suhu,
serta kuadratik konsentrasi dan suhu degumming. Faktor tersebut berpengaruh
signifikan terhadap respon Totox dengan nilai “Prob>F” yang lebih kecil dari 0.05
berturut-turut yaitu 0.0269, 0.0252, dan 0.0082. Persamaan linier yang
mengoptimalkan respon Totox sebagai berikut:

Y=170.4223-19.38525X1-4.50429X2+0.18199X1X2+0.1.16338X12+0.03879X22

Keterangan:
Y = Nilai respon totox (meq/kg)
X1 = Efek linier konsentrasi NaCl (%)
X2 = Efek linier suhu (°C)
X1X2 = Efek interaksi konsentrasi NaCl dan suhu
X12 = Efek kuadratik konsentrasi NaCl
X22 = Efek kuadratik suhu

Persamaan model menunjukkan bahwa nilai total oksidasi akan menurun


seiring dengan peningkatan efek linier konsentrasi NaCl dan suhu degumming,
serta penurunan efek interaksi konsentrasi NaCl dengan suhu, penurunan efek
kuadratik konsentrasi NaCl, serta penurunan efek kuadratik suhu. Proses
degumming akan semakin baik dengan bertambahnya konsentrasi NaCl sampai
24

batas optimal, setelah konsentrasi NaCl optimal didapat maka proses degumming
cenderung berkurang. Suhu yang digunakan saat degumming berkisar 50-80°C.
Suhu tersebut merupakan suhu saat viskositas minyak cukup rendah untuk
memudahkan fosfatida terhidrasi (Estiasih 2009).
Penelitian Bija et al. (2017) menyatakan bahwa nilai viskositas pada
pemurnian minyak ikan sardin dengan degumming NaCl 5% dan suhu 50°C sebesar
51cP. Semakin meningkatnya viskositas maka jumlah ikatan CH2 dalam rantai ester
minyak ikan juga semakin meningkat. Viskositas minyak semakin tinggi membuat
minyak semakin kental hal ini disebabkan kerapatan akan semakin besar (El-
Rahman et al. 2018). Semakin rendah nilai viskositas minyak maka semakin bagus
kondisi kondisi minyak. Nilai viskositas untuk minyak ikan belum memiliki
standar. Grafik kontur permukaan dan 3D surface nilai total oksidasi (Totox) dapat
dilihat pada Gambar 11 dan 12.

Gambar 11 Grafik kontur pengaruh konsentrasi NaCl dan suhu degumming


terhadap respon nilai total oksidasi (Totox)

Gambar 12 Grafik 3 dimensi pengaruh konsentrasi NaCl dan suhu degumming


terhadap respon nilai total oksidasi (Totox)
25

Gambar 11 menunjukkan garis-garis kontur melingkar dengan satu titik


merah. Daerah biru menunjukkan nilai total oksidasi terbaik, nilai tersebut yang
dihasilkan pada minyak ikan semakin kecil. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
nilai respon terbaik diperoleh dengan mengkondisikan faktor berada tidak pada titik
pusat. Gambar 12 merupakan grafik 3 dimensi respon permukaan nilai total
oksidasi. Solusi optimasi yang direkomendasikan program Design Expert 12.0
untuk respon tunggal nilai total oksidasi yaitu X1 = 4.6% dan X2 = 50°C.

Optimasi Respon Secara Simultan Menggunakan RSM

Optimasi respon secara simultan dilakukan untuk mendapatkan hasil yang


diinginkan dengan penggabungan seluruh variabel respon dan variabel bebas.
Parameter respon optimasi yaitu parameter asam lemak bebas (FFA), nilai asam
(AV), nilai peroksida (PV), angka anisidin (p-AnV), dan total oksidasi (Totox).
Penentuan optimasi respon secara simultan dilakukan dengan meminimasi semua
respon. Optimasi hasil pemurnian minyak ikan secara simultan dapat dilihat pada
Tabel 12.

Tabel 12 Optimasi proses pemurniaan minyak ikan secara simultan


Parameter Capaian Terendah Tertinggi
Konsentrasi NaCl (%) Dalam skala 3 7
Suhu degumming (°C) Dalam skala 40 60
FFA (%) Minimum 0.42 0.69
AV (mgKOH/g) Minimum 0.72 1.36
PV (meq/kg) Minimum 1.47 4.10
AnV (meq/kg) Minimum 15.66 27.13
Totoks (meq/kg) Minimum 18.59 35.38

Plot overlay dipilih program dengan memprediksi wilayah optimal untuk


mendapatkan nilai maksimum respon-respon serta variabel yang diinginkan
(Montgomery 2009). Grafik plot overlay pemurnian minyak dapat dilihat pada
Gambar 13.

Gambar 13 Grafik plot overlay pemurnian minyak ikan tuna


26

Solusi optimasi seluruh variabel respon pada proses pemurnian minyak ikan
mendapatkan hasil pada konsentrasi NaCl 5% dan suhu degumming 50°C menurut
program Design Expert 12 versi trial memperoleh hasil respon asam lemak bebas
0.459%, nilai asam 0.721 mgKOH/g, nilai peroksida 1.860 meq/kg, nilai anisidin
12.172 meq/kg, dan total oksidasi 20.911 meq/kg. Nilai desirability yang dihasilkan
sebesar 0.877 menunjukkan bahwa kondisi proses optimum memiliki kemungkinan
untuk menghasilkan nilai respon yang diinginkan sebesar 87.7%.

Validasi Keadaan Optimal

Validasi terhadap prediksi variabel respon dilakukan setelah mendapatkan


hasil optimasi respon secara simultan. Nilai respon aktual pada tahapan ini akan
dibandingkan dengan nilai respon prediksi yang diberikan oleh program. Program
memberikan nilai respon prediksi yang diikuti dengan selang prediksinya 95%.
Selang prediksi dibagi menjadi dua yaitu 95% PI low dan 95% PI high. PI low
adalah nilai terendah dari interval yang diprediksikan sedangkan PI high adalah
nilai tertinggi dari interval yang diprediksikan. Nilai pada kolom aktual didapatkan
dari hasil pengamatan laboratorium sedangkan nilai pada kolom prediksi didapat
dari hasil pengolahan program Design Expert versi 12 trial. Perbandingan hasil
nilai respon pada prediksi dan aktual dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Perbandingan hasil nilai respon prediksi dan nilai aktual


Selang prediksi 95%
Respon Aktual Prediksi
Rendah Tinggi
FFA (%) 0.41±0.07 0.45 0.41 0.50
AV (mgKOH/g) 0.62±0.11 0.72 0.61 0.82
PV (meq/kg) 2.30±0.12 1.86 1.35 2.37
AnV (meq/kg) 14.13±0.09 12.16 9.96 14.37
Totox (meq/kg) 18.73±0.85 20.91 18.33 23.49

Pemurnian minyak ikan tuna menggunakan metode respon permukaan


menghasilkan kondisi optimal yang dapat menurunkan variabel respon. Persentasi
reduksi parameter kualitas minyak ikan setelah pemurnian pada kondisi optimal
dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Persentase reduksi parameter oksidasi minyak ikan tuna


Sebelum
Parameter Setelah pemurniaan % reduksi
pemurniaan
Asam Lemak Bebas (%) 0.94±0.04 0.41±0.07 56.38
Nilai Asam (mgKOH/g) 1.61±0,07 0.62±0.11 61.49
Nilai Peroksida (meq/kg) 16.90±1.46 2.30±0.12 86.39
Nilai Anisidin (meq/kg) 49.83±0.28 14.13±0.09 71.64
Total Oksdidasi (meq/kg) 83.63±2.62 18.73±0.85 77.60

Tabel 14 menunjukkan kondisi optimal pada pemurnian minyak ikan tuna


konsentrasi NaCl 5% dan suhu degumming 50°C menghasilkan dengan nilai
peroksida, nilai anisidin, dan nilai total oksidasi sudah memenuhi IFOS 2014 dan
Codex Alimentarius 2017. Penelitian Bija et al. (2017) menunjukkan hasil terbaik
27

pada pemurnian minyak ikan sardin hasil samping penepungan melalui tahap
degumming 5% NaCl yang dilanjutkan dengan tahap netralisasi pada suhu 50°C
dengan penurunan reduksi asam lemak bebas 83.54%, nilai peroksida 91.03%, nilai
anisidin 38.44%, dan nilai total oksidasi 64.32%. Hasil penelitian Hulu et al. (2017)
menunjukkan hasil terbaik pada pemurnian minyak ikan sardin hasil samping
penepungan dengan degumming NaCl 5% (b/v) dengan waktu degumming 20 menit
dengan penurunan reduksi asam lemak bebas 98.25%, nilai peroksida 78.50%, nilai
anisidin 67.19%, dan nilai total oksidasi 85.22%.
Minyak ikan hasil samping industri dengan parameter oksidasi yang sudah
sesuai standar ini dapat diterima masyarakat sebagai makanan (edible oil). Minyak
ikan hasil pemurnian pada kondisi optimal dilakukan analisis profil asam lemak.
Komposisi asam lemak yang teridentifikasi sebanyak 31. Hasil uji profil asam
lemak tuna murni dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Profil asam lemak minyak tuna hasil optimasi


Asam Lemak (% w/w)
Asam laurat (C12:0) 0.04
Asam tridekanoat (C13:0) 0.03
Asam miristat (C14:0) 2.78
Asam pentadekanoat (C15:0) 0.66
Asam palmitat (C16:0) 16.68
Asam heptadekanoat (C17:0) 0.52
Asam stearat (C18:0) 4.89
Asam arakidat (C20:0) 0.35
Asam heneikosanoat (C21:0) 0.06
Asam behenat (C22:0) 0.16
Asam trikosanoat (C23:0) 0.06
Asam lignoserat (C24:0) 4.72
Total Saturated Fatty Acid (SFA) 30.95
Asam miristoleat (C14:1) 0.05
Asam palmitoleat (C16:1) 4.56
Asam cis-10- heptadekanoat (C17:1) 0.53
Asam elaidat (C18:1n-9t) 0.17
Asam oleat (C18:1n-9c) 15.39
Asam cis-11- eikosenoat (C20:1) 1.96
Asam erukat metil ester (C22:1n-9) 0.29
Asam nervonat (C24:1) 0.53
Total Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) 23.48
Asam linoleat (C18:2n-6c) 1.68
Asam linolenat (C18:3n-3) 0.58
Asam ɣ-linolenat (C18:3n-6) 0.10
Asam cis-11.14- eikosedieoat (C20:2) 0.26
Asam cis-11.14-17-eicosatrienoic metil ester (C20:3n-3) 0.14
Asam cis-8.11.14-eikosantrienoat (C20:3n-6) 0.14
Asam arakidonat (C20:4n-6) 1.78
Asam cis-5.8.11.14.17-eikosapentaenoat (C20:5n-3) 0.10
Asam cis-13.16- dokosadinoat (C22:2) 0.02
Asam cis-4.7.10.13.16.19-dekosaheksaenoat (C22:6n-3) 18.49
Total Poli Unsaturated Fatty Acid (PUFA) 23.29
Total Asam lemak 77.75
28

Hasil analisis profil asam lemak menunjukkan bahwa minyak tuna murni
memiliki kandungan Saturated Fatty Acid (SFA) sebesar 30.95% dengan asam
lemak tertinggi berupa asam palmitat sebesar 16.68%. Kandungan Mono
Unsaturated Fatty Acid (MUFA) sebesar 23.48% dengan asam lemak tertinggi
berupa asam oleat sebesar 15.39%. Total kandungan Poly Unsaturated Fatty Acid
(PUFA) sebesar 23.29% dengan asam tertinggi adalah DHA sebesar 18.49% dan
EPA sebesar 0.10%.
Penelitian Hulu et al. (2017) menunjukkan profil asam lemak minyak ikan
sardin hasil samping penepungan yang sudah dimurnikan dengan proses
degumming NaCl 5% dengan waktu 20 menit memiliki kandungan Saturated Fatty
Acid (SFA) sebesar 25.87% dengan asam lemak tertinggi berupa asam palmitat
sebesar 13.75%. Kandungan Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) sebesar
13.35% dengan asam lemak tertinggi berupa asam palmitoleat sebesar 6.21%. Total
kandungan Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) sebesar 22.21% dengan asam
tertinggi adalah DHA sebesar 9.76%. Hasil analisi profil asam lemak berbeda
dengan penilitian dapat dikarenakan asam lemak penyusun pada minyak ikan
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu spesies, musim, letak geografis, tingkat
kematangan (umur) dan jenis makanan yang dikonsumsi ikan tersebut (Saito et al.
1997).

Pemurnian Minyak Ikan Kasar Tuna Melalui Tahap Validasi

Pemurnian minyak ikan tahap validasi menggunakan perlakuan terbaik yang


didapatkan dari nilai overlay, yaitu konsentrasi NaCl 5% dan suhu degumming
50°C. Tujuan tahap degumming untuk memisahkan senyawa-senyawa protein,
fosfatida, karbohidrat, dan air. Tahap degumming pada penelitian ini menggunakan
degumming air dan garam. Pemisahan pengotor pertama berupa fosfatida
hydratable (dapat terhidrat) dapat menggunakan degumming air lalu di sentrifugasi
(Ketaren 2012). Penggunaan air dapat memisahkan pengotor fosfatida yang dapat
terhidrat dengan minyak (Kulkarni et al. 2014). Minyak hasil dari degumming
menggunakan air dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Minyak ikan tuna hasil degumming air

Tahap degumming dilakukan untuk menghilangkan fosfolipid hidrasi


maupun nonhidrasi yang dianggap sebagai pengotor yang ada dalam minyak ikan
kasar. Proses ini dapat dilakukan secara enzimatis, degumming membran, dan
29

proses kimia. Metode degumming dalam industri yang banyak digunakan dengan
metode kimia. (Vaisali et al. 2014). Proses degumming menggunakan larutan NaCl
dipilih karena memiliki kemampuan dalam mengikat pengotor, diizinkan untuk
makanan, dan mudah didapat dengan harga terjangkau (Ketaren 2012). Tahap
degumming NaCl untuk validasi dengan penambahan NaCl 5% dan suhu 50°C yang
merupakan kondisi paling optimal. Minyak hasil dari degumming menggunakan
NaCl dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Minyak ikan tuna hasil degumming NaCl

Tahap pemurnian selanjutnya yaitu proses netralisasi. Proses netralisasi


dengan NaOH berfungsi untuk menurunkan nilai asam lemak bebas dan bilangan
peroksida pada minyak (Olsen et al. 2010). Netralisasi dengan natrium hidroksida
memiliki keuntungan karena harga terjangkau, mudah, dan efisien (Sari et al. 2015).
Prinsip dari tahap netralisasi merupakan proses untuk memisahkan asam lemak
bebas dari minyak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa dan
membentuk sabun (soap stock). Reaksi ini disebut reaksi saponifikasi. Sabun dan
fraksi tidak tersabunkan dipisahkan, sehingga kadar asam lemak bebas dalam
minyak berkurang (Estiasih 2009). Hasil ini sesuai dengan Feryana et al. (2014)
yang menyatakan bahwa minyak hasil netralisasi lebih cerah dibanding minyak
degumming. Minyak hasil dari netralisasi dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Minyak ikan tuna hasil netralisasi

Tahap pemurnian yang terakhir adalah pemucatan menggunakan absorben.


Absorben yang dapat di gunakan dari bahan alami seperti lempung, bentonit,
atalpugit, da kitosan. Absorben sintetik silika gel, magnesium silika. Minyak ikan
tuna murni dapat dilihat pada Gambar 17.
30

Gambar 17 Minyak ikan tuna murni

Proses pemucatan berfungsi untuk menghilangkan zat warna dan residu


dengan menggunakan absorben sebagai bahan penyerap. Aborsen dapat dari bahan
alami, arang aktif, dan karbon aktif. Tahap pemucatan ini dapat meningkatkan
penampilan, rasa, dan aroma pada produk akhir (Olsen et al. 2010). Proses
pemucatan dalam penelitian ini menggunakan absorben sintetik dengan merek
dagang magnesol XL. Suseno et al. (2011) menyatakan bahwa pemucatan
menggunakan absorben (magnesol XL) yang mengandung magnesium silika 1%
dapat menurunkan nilai asam lemak bebas, nilai peroksida, nilai logam berat, serta
pemucatan warna minyak ikan. Minyak tuna yang sudah murni memiliki
kenampakan kuning cerah (Suseno et al. 2011).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kombinasi dari variabel faktor konsentrasi NaCl dan suhu degumming


menghasilkan respon optimum pada 5% dan 50°C. Nilai rendemen tertinggi
didapatkan pada konsentrasi NaCl 5% dan suhu 50°C sebesar 51.7%. Presentasi
penurunan hasil respon setelah dilakukan pemurnian nilai asam lemak bebas
56.38%, nilai asam 61.49%, nilai peroksida 86.39%, nilai anisidin 71.64%, dan total
oksidasi 77.60%. Nilai aktual dari setiap respon berada pada selang prediksi 95%.
Kondisi optimum ini menghasilkan minyak ikan telah sesuai IFOS 2014 dan Codex
Alimentarius 2017 berdasarkan parameter oksidasinya.

Saran

Penelitian berikutnya disarankan untuk menguji logam berat dan uji toksik
lingkungan. Penelitian dapat mengoptimasi dengan penambahan asam seperti asam
sitrat dan asam fosfat untuk degumming selanjutnya.
31

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi K, Mushollaeni W. 2007. Aktivitasi kimiawi zeolit alam untuk pemurnian


minyak ikan dari hasil samping penepungan ikan lemuru (Sardinella
longiceps). Jurnal Teknologi Pertanian. 8(2): 71-79.
Aidos I, Padt AVD, Luten JB, Boom RM. 2002. Seasonal change in crude and lipid
composition of herring fillets, byproducts, and respective produced oils.
Journal of Agricultural and Food Chemistry. 50: 4589-4599.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Virginia
(US): Published by The Association of Analytical Chemist. inc.
[AOCS] American Oil Chemists Society. 1998. Official Method Recommended
Practices of the American Oil Chemist Society 5th ed. Campaign (US):
AOCS Press .
Bija S, Suseno SH, Uju. 2017. Pemurnian minyak ikan sardin dengan tahapan
degumming dan netralisasi. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia. 20(1): 143-152.
[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2017. Standard for Fish Oils CODEX
STAN 329-2017. CAC (ITA): Roma.
Chakraborty K, Joseph D. 2015. Cooking and pressing is an effective and eco
friendly technique for obtaining high quality oil from Sardinella longiceps.
European Journal of Lipid Science and Technology. 117(6): 837-850.
Crexi VT, Grunennvaldt FL, Soares LADS. Pinto LAA. 2009. Deodorisation
process variable for croaker (M. furnieri) oil. Food Chemistry. 114: 369-401.
Damongilala LJ. 2008. Kandungan asam lemak tak jenuh minyak hati ikan cucut
botol (Cenctriphorus sp.) yang diekstraksi dengan cara pemanasan. Jurnal
Ilmiah Sains. 8(2):249-253.
Dari DW, Astawan M, Wulandari N, Suseno SH. 2017. Karakteristik minyak ikan
sardin (Sardinella sp.) pemurnian bertingkat. Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia. 20(3): 456-467.
El-Rahman FA, Mahmoud NS, Badawy AEK, Youns SM. 2018. Extraction of fish
oil from fish viscera. Egypt Journal Chemistry. 61(2):225-235
Estiasih T. 2009. Minyak ikan: Teknologi dan Penerapannya untuk Pangan dan
Kesehatan Cetakan Pertama. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Estiasih T, Ahmadi K, Nisa FC. 2013. Optimizing conditions for the purification of
omega-3 fatty acids from the by-product of tuna canning processing.
Advance Journal of Food Science and Technology. 5(5): 522-529
Feryana IWK, Suseno SH, Nurjanah. 2014. Pemurnian minyak ikan makerel hasil
samping penepungan dengan netralisasi alkali. Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia. 17(3): 207-214.
32

Fitriana N. 2016. Netralisasi Minyak Ikan Kasar Hasil Samping Penepungan Ikan
Lemuru (Sardinella sp.). [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Haas MJ. 2005. Bailey’s Industrial Oil and Fats Product 6th edition. John Wiley
and Sons Inc Publication.
Hulu DPC, Suseno SH, Uju. 2017. Peningkatan mutu minyak ikan sardin dengan
degumming menggunakan larutan NaCl. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia. 20(1): 199-210.
[IFOS] International Fish Oil Standard. 2014. Fish Oil Purity Standars.
http://www.omegavia.com/best-fish-oil-supplement-3/ [diunduh 6 Januari
2019].
Jeff W, Hamada MS. 2011. Experiments: Planning, Analysis anda Parameter
Design Optimization 2nd edition. New York (USA): John Wiley and Sons.
Ketaren S. 2012. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI Press.
Kulkarni V, Jain S, Khatri F, Vijayakumar T. 2014. Degumming of pongamia
pinnata by acid and water degumming methods. International Journal of
Chemical Technology Research. 6(8): 3969-3978.
Maulana IT, Sukraso, Damayanti S. 2014. Kandungan asam lemak dalam minyak
ikan Indonesia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 6(1):121-130.
Montgomery DCl 2009. Design and Analysis of Experiment 7th Edition. New York
(NY): Wiley.
Nurnafisah I. 2016. Optimasi pemurniaan minyak ikan lemuru (sardinella sp.) hasil
netralisasi menggunakan metode permukaan respon. [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Olsen RE, Waagbo R, Melle W, Ringo E, Lall SP. 2010. Alternative Marine
Resource dalam Fish Oil Replacement and Alternative Lipid Sources in
Aquaculture Feeds. Boca Raton (FL): CRC Press.
Panagan AT, Yohandini H, Wulandari M. 2012. Analisis kualitatif dan kuantitatif
asam lemak tak jenuh omega-3. omega-6 dan karakterisasi minyak ikan
patin (Pangasius pangasius). Junal Penelitian Sains. 15(3): 102-106.
Pike IH, Jackson AJ. 2010. Fish Oil: Production and Use Now and In The Future.
Lipid Technology. 22(3): 354-375.
Rozi A, Suseno SH, Jacoeb AM. 2016. Ektraksi dan karakterisasi minyak hati cucut
pisang. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 19(2): 100-109.
Saito H, Ishihara K, Murase T. 1997. The fatty acid composition in tuna (Bonito,
Euthynnus pelamis) caught at three different localities from tropics to
temperature. Journal Science Food Agriculture. 73 :53-59.
Sari RN, Utomo BSB, Basmal J, Kusumawati R. 2015. Pemurnian ikan hasil
samping (pre-cooking) industri pengalengan ikan lemuru (Sardinella
lemuru). Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 18(3): 276-286.
33

Sathivel S, Prinyawiwatkul W, King JM, Grimm CC, Lloyd S. 2003 Oil production
from Catfish viscera. Jounal of the American Oil Chemists’ Society. 80(4):
277-382.
Schaefer. KM, Fuller DW, Block BA. 2007. Movements, behaviour, and habitat
utilization of yellowfin tuna (Thunnus albacares) in the northeastern
Pacific Ocean, ascertained through archival tag data. Marine Biology.
152:503–525.
Som RSC, Radhakrishman CK. 2013. Seasonal variation in the fatty acid
composition of Sardinella longiceps and Sardinella fmbriata: Implication For
Nutrients and Pharamaceutical Industry. Indian Journal of Geo-Marine
Scinces. 42(2): 206-210.
Suseno SH, Tajul AY, Wan Nadiah WA, Noor AF. 2011. Improved of color
properties on sardinella lemuru oil during adsorbent refining using magnesol
XL. International Food Research Journal 19(4): 1383-1386.
Suseno SH, Saraswati, Hayati S, Izaki AF. 2014. Fatty acid composition of some
potential fish oil from production centers in Indonesia. Oriental Journal of
Chemistry. 30(3): 975-980.
Suseno SH, Jacoeb AM, Bija S, Fitriana N, Ruspatti NP. 2016. The effect of citric
acid and sodium chloride (NaCl) to quality of sardine oil (Sardinella Sp.).
Pakistan Journal of Biotechnology. 13(3):181-186.
Thoha. 2004. Asam lemak esensial untuk optimalisasi fungsi otak balita [Tesis].
Program Pasca Sarjana. Program Studi Gizi Masyrakat. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Vaisali C, Charanyaa S, Belur PD, Regupathi I. 2014. Refining of edible oil: a
critical appraisal of current and potential technologies. International
Journal of Food Science and Technology. 50(1):13-23.
34

LAMPIRAN
35

Lampiran 1 ANOVA untuk respon FFA (α= 0.05)

Jumlah
Sumber Keragaman df Kuadrat Rerata F-hitung Prob>F
kuadrat
Model 0.0171 2 0.0086 5.80 0.0397 Signifikan
A-Konsentrasi 0.0138 1 0.0138 9.33 0.0224
B-Suhu 0.0033 1 0.0033 2.26 0.1835
Nilai residu 0.0089 6 0.0015
Uji ketidaksesuaian Tidak
0.0072 4 0.0018 2.16 0.3411
model signifikan
Nilai Eror 0.0017 2 0.0008
Total 0.0260 8
α: signifikan (p<0.05)

Lampiran 2 ANOVA untuk respon AV (α= 0.05)

Jumlah
Sumber Keragaman df Kuadrat Rerata F-hitung Prob>F
kuadrat
Model 0.1179 5 0.0236 6.43 0.0477 Signifikan
A-Konsentrasi 0.0041 1 0.0041 1.11 0.3517
B-Suhu 0.0511 1 0.0511 13.93 0.0203
AB 0.0330 1 0.0330 9.01 0.0399
A² 0.0002 1 0.0002 0.0523 0.8304
B² 0.0333 1 0.0333 9.08 0.0394
Nilai Residu 0.0147 4 0.0037
Uji ketidaksesuaian Tidak
0.0106 2 0.0053 2.60 0.2774
model signifikan
Nilai Eror 0.0041 2 0.0020
Total 0.1326 9
α: signifikan (p<0.05)

Lampiran 3 ANOVA untuk respon PV (α= 0.05)


Jumlah
Sumber Keragaman df Kuadrat Rerata F-hitung Prob>F
kuadrat
Model 3.58 5 0.7170 6.38 0.0484 Signifikan
A-Konsentrasi 0.0005 1 0.0005 0.0040 0.9524
B-Suhu 0.1324 1 0.1324 1.18 0.3388
AB 0.0081 1 0.0081 0.0721 0.8016
A² 0.3210 1 0.3210 2.86 0.1663
B² 3.27 1 3.27 29.11 0.0057
Nilai Residu 0.4497 4 0.1124
Uji ketidaksesuaian Tidak
0.3799 2 0.1899 5.44 0.1552
model signifikan
Nilai Eror 0.0698 2 0.0349
Total 4.03 9
α: signifikan (p<0.05)
36

Lampiran 4 ANOVA untuk respon p-AnV (α= 0.05)

Jumlah F-
Sumber Keragaman df Kuadrat Rerata Prob>F
kuadrat hitung
Model 61.31 5 12.26 27.74 0.0103 Signifikan
A-Konsentrasi 32.89 1 32.89 74.39 0.0033
B-Suhu 22.43 1 22.43 50.74 0.0057
AB 12.69 1 12.69 28.71 0.0127
A² 6.96 1 6.96 15.74 0.0286
B² 20.37 1 20.37 46.07 0.0065
Nilai Residu 1.33 1 0.4421
Uji ketidaksesuaian Tidak
0.0204 3 0.0204 0.0312 0.8761
model signifikan
Nilai eror 1.31 2 0.6529
Total 62.63 8
α: signifikan (p<0.05)

Lampiran 5 ANOVA untuk respon Totox(α= 0.05)

Jumlah
Sumber Keragaman df Kuadrat Rerata F-hitung Prob>F
kuadrat
Model 119.42 5 23.88 11.77 0.0347 Signifikan
A-Konsentrasi 9.71 1 9.71 4.79 0.1165
B-Waktu 33.54 1 33.54 16.52 0.0269
AB 18.33 1 18.33 9.03 0.0575
A² 35.19 1 35.19 17.34 0.0252
B² 79.81 1 79.81 39.32 0.0082
Nilai Residu 6.09 3 2.03
Uji ketidaksesuaian Tidak
3.61 1 3.61 2.90 0.2304
model signifikan
Pure Error 2.48 2 1.24
Cor Total 125.51 8
α: signifikan (p<0.05)

Lampiran 6 Kromatografi profil asam lemak dengan kromatografi gas


37

Standar

Minyak tuna kasar

Minyak tuna murni


38

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ponorogo, Jawa Timur pada tanggal 12 September 1997.


Penulis merupakan anak pertama dari Bapak H. Zaenal Abidin, Msi dan Ibu Hj.Siti
Juariyah, SPd. Penulis memiliki 1 saudara kandung yaitu adik perempuan bernama
Shofia Sandiaryani. Penulis telah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD
Negeri Pondok Ranggon 03 pada tahun 2009. Penulis melanjutkan pendidikannya
di SMP Negeri 9 Jakarta hingga tahun 2012, kemudian melanjutkan di SMA Negeri
58 Jakarta hingga lulus pada tahun 2015. Penulis melanjutkan pendidikannya
sebagai mahasiswa jurusan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN.
Selama berada di jenjang perkuliahan, penulis sempat mengikuti beberapa
kegiatan untuk menambah softskill serta pengalaman bendahara umum di Campus
Fair SMA 58 Jakarta pada tahun 2016, anggota di beberapa kegiatan seperti
International Scholarship Expo and Education dan MPKMB 53 sebagai anggota
divisi komisi disiplin. Penulis aktif dalam kegiatan fakultas perikanan dan ilmu
kelautan pada acara Fisheries and Marine Art Contest dan Pekan Olahraga Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan sebagai Kepala Divisi Kesekretariatan tahun 2018.
Pengalaman organisasi penulis yakni Gugus Disiplin Asrama divisi Pengembangan
Sumber Daya Mahasiswa tahun 2016-2017. Penulis aktif dalam kepengurusan
Himpunan Profesi Mahasiwa Teknologi Hasil Perikanan sebagai staff pada tahun
2016-2017 dan sebagai sekertaris divisi PSDM pada tahun 2017-2018.
Penulis pernah mengikuti kegiatan praktik lapangan di PT Jala Lautan Mulia,
Sidoarjo, Jawa Timur. Penulis pernah menjadi koordinator asisten praktikum mata
kuliah Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan. Tugas akhir dalam pendidikan
tinggi pada program sarjana diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul
“Optimasi Pemurnian Minyak Ikan Tuna dengan NaCl dan Suhu menggunakan
Response Surface Methodology” di bawah bimbingan Prof Dr Sugeng Heri Suseno,
Spi Msi dan Dr Ir Agoes M Jacoeb, Dipl-Biol.

Anda mungkin juga menyukai