Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAGEMEN FARMASI DAN AKUNTASI

DISUSUN OLEH

NAMA :Nadya Agustina

NIM :18.71.019324

KELAS :Farmasi B

PRODI D-III FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA


BAB I PENDAHULUAN

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan


dalam sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan obat bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pelayanan farmasi adalah pelayanan
penunjang sekaligus merupakansalah satu revenue center rumah sakit.Karena lebih dari
90% pelayanan kesehatan di rumahsakit menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan,
bahan kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan habis pakai, alat kedokteran dan gas
medik), dan 50 % dari seluruh pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan
perbekalan farmasi.

Pengelolaan perbekalan farmasi yang hati-hati dan penuh tanggung jawab


diperlukan, agar pendapatan rumah sakit dapat terkontrol dengan baik. Berdasarkan Dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.Saat ini indonesia telah memasuki jaman jaminan kesehatan
nasional (JKN).Jaminan Kesehatan Nasional adalah perlindungan kesehatan agar
peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhikebutuhan dasar kesehatan,yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah yang diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas. Berdasarkan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 111 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan
Pelayanan.Obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai untuk Peserta Jaminan
Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan berpedoman pada daftar dan harga obat, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang ditetapkan oleh Menteri, dan dituangkan
dalam Formularium Nasional dan Kompendium Alat Kesehatan. Hal ini merupakan
tantangan baru bagi pelayanan farmasi dalam mengelola perbekalan farmasi sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Aspek terpenting dalam pelayanan farmasi dalam
mengelola obat adalah mengoptimalkan pengunaan obat termasuk perencanaan obat
untuk menjamin ketersediaaan, keamanan dan keefektifan penggunaan obat.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 tentang standar pelayanan


kefarmasian di rumah sakit, mendefinisikan perencanaan kebutuhan merupakan
kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai seseuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Oleh karena itu
diperlukan perencanaan yang tepat sehingga rumah sakit dapat mengantisipasi
kebutuhan investasinya di masa yang akan datang. Agar optimalnnya pelayanan farmasi
di rumah sakit diperlukan manajemen logistik farmasi yang baik meliputi tahap-tahap
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, evaluasi dan
monitoring yang saling terkait satu sama lain, sehingga harus terkoordinasi dengan baik
agar masing-masing tahapan dapat berfungsi secara optimal. Perencanaan dan
pengadaan obat merupakan tahap awal dari proses pengelolaan obat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta kegiatan


yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang
lebih baik (Le Breton).

Perencanaan kebutuhan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan Jenis, jumlah
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.

2.1 Tujuan perencanaan pengadaan obat adalah untuk mendapatkan:


1) Prakiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang mendekati
kebutuhan.
2) Menghindari terjadinya kekosongan obat.
3) Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
4) Meningkatkan efisiensi penggunaan obat. Adapun yang menjadi pedoman dalam
perencanaan pengadaan obat yaitu DOEN, formularium rumah sakit, standar
terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku; data catatan medik;
anggaran yang tersedia; penetapan prioritas; siklus penyakit; sisa persediaan; data
pemakaian periode yang lalu; serta rencana pengembangan.
2.2 Kegiatan pokok dalam perencanaan pengadaan obat adalah:
1) Seleksi/perkiraan kebutuhan, meliputi memilih obat yang akan dibeli dan
menentukan jumlah obat yang akan dibeli.
2) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana
2.3 Input dalam perencanaan obat
Adapun yang termasuk dalam input perencanaan obat yaitu struktur organisasi IFRS,
ketenagaan IFRS dan prosedur operasional baku di IFRS.
1) Struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit
2) Instalasi farmasi rumah sakit harus mempunyai struktur organisasi yang jelas
dan memadai serta dipimpin oleh seorang apoteker yang mampu dan
professional karena instalasi farmasi rumah sakit mempunyai bermacam-
macam bagian yang melakukan pekerjaan tertentu.

Secara umum struktur organisasi IFRS terdiri atas 5,12 pimpinan dan bagian
administrasi, bagian penelitian, bagian pelayanan penderita rawat inap, bagian penderita
rawat jalan, bagian informasi obat, bagian pengadaan perbekalan kesehatan dan bagian
perbekalan.12 Struktur organisasi IFRS tersebut dibuat dalam suatu bagan organisasi yang
menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan
koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan farmasi yang ditetapkan oleh pimpinan rumah
sakit.
Penyelanggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi
professional yang berwenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari
segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian
adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam
rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan.

Jenis ketenagaan yang dibutuhkan di IFRS yaitu:

 Untuk pekerjaan kefarmasian, tenaga yang dibutuhkan adalah apoteker, sarjana


farmasi, dan asisten apoteker.
 Untuk pekerjaan administrasi di IFRS, tenaga yang dibutuhkan adalah operator
komputer / teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi.
 Pembantu pelaksana
 Prosedur operasional baku

Instalasi farmasi rumah sakit memerlukan berbagai prosedur yang terdokumentasi. Salah satu
golongan prosedur yang diperlukan oleh IFRS adalah prosedur operasional baku (POB). POB
harus selalu mutakhir mengikuti perkembangan pelayanan dan kebijakan rumah sakit.

Inti POB perencanaan perbekalan kesehatan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok,
serta pembelian perbekalan kesehatan yaitu:

1) Semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, yang digunakan dirumah sakit harus


sesuai dengan formularium rumah sakit.
2) Semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, yang digunakan dirumah sakit harus
dikelola hanya oleh IFRS.
3) Instalasi farmasi rumah sakit harus menetapkan spesifikasi produk semua perbekalan
kesehatan/sediaan farmasi yang akan diadakan berdasarkan persyaratan resmi
(Farmakope Indonesia edisi terakhir) dan atau persyaratan lain yang ditetapkan oleh
PFT.
4) Pemasok perbekalan kesehatan/sediaan farmasi harus memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh PFT.
5) Jika perbekalan kesehatan/sediaan farmasi diadakan dari suatu pemasok atau industri,
apoteker rumah sakit harus mengujungi pemasok/industri tersebut untuk memeriksa
kesesuaian penerapan sistem mutu dan jaminan mutu.

Proses dalam perencanaan obat

Adapun yang termasuk proses dalam perencanaan obat yaitu pemilihan jenis obat,
perhitungan jumlah kebutuhan obat dan efisiansi dalam penggunaan dana anggaran.

1) Pemilihan jenis obat


Pemilihan jenis obat berfungsi untuk menentukan apakah obat benar-benar
diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit
didaerah.Keanekaragaman obat-obatan yang tersedia serta kompleksnya masalah
keamanan dan efektivitas penggunaan obat menyebabakan pentingnya suatu rumah
sakit membentuk program untuk memaksimalkan rasionalisasi pengunaan obat,
sehingga pasien dapat menerima perawatan yang terbaik. Organisasi yang menyusun
dan menjalankan program ini adalah Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), yang
mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dan staf farmasi. Anggotanya
terdiri atas dokter yang mewakili spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker wakil
farmasi rumah sakit serta tenaga kesehatan lainnya. PFT berfungsi mengkaji
penggunaan obat, menetapkan kebijakan penggunaan obat, serta mengelola sistem
formularium dan standar terapi.
2) Adapun dasar-dasar seleksi kebutuhan obat untuk mendapat pengadaan obat yang
baik yaitu:
 Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan
efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan
ditimbulkan.
 Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi
dan kesamaan jenis.
 Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih
baik.
 Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai
efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.
 Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan drug of choice dari
penyakit yang prevalensinya tinggi.
3) Perhitungan kebutuhan obat
Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi
oleh Apoteker yang bekerja di pelayanan kesehatan dasar ataupun di unit pengelolaan
obat/gudang farmasi. Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi
apabila informasi semata-mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan
pengobatan. Melalui koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara
terpadu, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis, jumlah serta
waktu.
4) Ada 3 metode perencanaan perbekalan farmasi, yaitu:
a. Metode Konsumsi
Metode konsumsi ini didasarkan atas analisis data konsumsi obat tahun
sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan
metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Pengumpulan dan pengolahan data
 Sumber data adalah melalui pencatatan, pelaporan, dan informasi yang
ada. Jenis data yang dikumpulkan adalah mengenai alokasi dana, daftar
obatobatan yang dibutuhkan, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa
stok, obat hilang/rusak atau kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian
rata-rata tahunan, indeks maksimum, waktu tunggu, stok pengaman,
dan perkembangan pola kunjungan.
b. Analisis data untuk informasi dan evaluasi
Untuk melihat lebih mendalam pola penggunaan obat-obatan, perlu dilakukan
analisis data konsumsi tahun sebelumnya. Hasil analisis ini dapat digunakan
sebagai panduan perencanaan kebutuhan obat-obatan tahun berikutnya.
c. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat-obatan, dengan 9 langkah berikut:
 Menghitung pemakaian nyata per tahun
 Menghitung pemakaian rata-rata per bulan
 Menghitung kekurangan obat
 Menghitung kebutuhan obat sesungguhnya per tahun
 Menghitung kebutuhan obat tahun yang akan dating
 Menghitung waktu tunggu
 Menghitung stok pengaman
 Menghitung kebutuhan obat yang akan diprogramkan untuk tahun
yang Menghitung jumlah obat yang perlu diadakan pada tahun
anggaran yang akan datang
d. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.

2. Metode Epidemiologi

Metode epidemiologi didasarkan pada pola penyakit, data jumlah kunjungan, frekuensi
penyakit dan standar pengobatan yang ada. Langkah-langkah pokok dalam metode ini adalah
sebagai berikut:

1) Pengumpulan dan pengolahan data


Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan cara :
a) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani Untuk menentukannya
sangat diperlukan data perkiraan realistik dari jumlah penduduk yang akan
diobati serta distribusi umur dari penduduk.
b) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit Jumlah
kunjungan kasus masing-masing penyakit atau yang memerlukan pelayanan
kesehatan harus diketahui dengan tepat yaitu data-data mengenai gejala,
diagnosa atau jenis pelayanan.
c) Menyediakan standar/pedoman pengobatan yang digunakan untuk
perencanaan. Standar pengobatan sangat diperlukan untuk menghitung jumlah
kebutuhan obat. Selain itu penyusunan dan penggunaan standar pengobatan
dapat berperan sangat penting dalam memperbaiki pola penggunaan obat. (i) =
kebutuhan obat yang diprogramkan – sisa stok
d) Menghitung perkiraan kebutuhan obat.Dalam menghitung perkiraan
kebutuhan obat berdasarkan metode epidemiologi perlu dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
 Perhitungan jumlah setiap obat dengan menghitung jumlah masing-
masing obat yang diperlukan perpenyakit serta pengelompokkan dan
penjumlahan masing masing obat.
 Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan
mempertimbangkan peningkatan kunjungan, kemungkinan hilang,
rusak atau kadaluarsa.
 Menghitung kebutuhan obat yang diprogramkan untuk tahun yang
akan datang dengan mempertimbangkan waktu tunggu dan stok
pengaman.
 Menghitung jumlah yang harus diadakan tahun anggaran yang akan
datang.
 Menghitung jumlah obat yang dibutuhkan per kemasan.
2) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.

3. Metode Kombinasi

Metode kombinasi merupakan kombinasi metode konsumsi dan metode epidemiologi.


Adapun kelebihan dan kekurangan metode konsumsi dan metode epidemiologi

1) Kelebihan metode konsumsi:


 Data konsumsi akurat (metode paling mudah).
 Tidak membutuhkan data epidemiologi maupun standar pengobatan.
 Jika data konsumsi dicatat dengan baik, pola preskripsi tidak berubah dan
kebutuhan relative konstan.
2) Kekurangan metode konsumsi:
 Data konsumsi, data obat dan data jumlah kontak pasien kemungkinan sulit
untuk didapat.
 Tidak dapat dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dan
perbaikan pola preskripsi.
 Tidak dapat diandalkan jika terjadi kekurangan stok obat lebih dari 3 bulan,
obat yang berlebih atau adanya kehilangan.
 Pencatatan data morbiditas yang baik tidak diperlukan.
3) Kelebihan metode epidemiologi:
 Perkiraan kebutuhan mendekati kebenaran.
 Program-program yang baru dapat digunakan.
 Usaha memperbaiki pola penggunaan obat dapat didukung oleh standar
pengobatan.
4) Kekurangan metode epidemiologi:
 Memerlukan waktu yang banyak dan tenaga yang terampil.
 Data penyakit sulit diperoleh secara pasti dan kemungkinan terdapat
penyakit yang tidak termasuk dalam daftar/tidak melapor.
 Memerlukan sistem pencatatan dan pelaporan.
 Pola penyakit dan pola preskripsi tidak selalu sama.
 Dapat terjadi kekurangan obat karena ada wabah atau kebutuhan insidentil
tidak terpenuhi.
 Variasi obat terlalu luas.
Efisiensi dana

Untuk mengefisiensikan penggunaan dana dalam pengadaan obat dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu:

 Pemilihan obat yang dibutuhkan dengan teliti.


 Cara pengadaan obat yang efisien.
 Penggunaan obat yang rasional.
 Pengelolaan yang baik khususnya perencanaan obat sebagai tahap awal dari
manajemen pengelolaan obat

Output dalam perencanaan obat

Output dari perencanaan obat ini adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang tepat
sesuai kebutuhan dengan mutu yang terjamin dan tersebar secara merata dan teratur, sehingga
mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat.Adapun tanda-tanda ketidaktepatan
perhitungan kebutuhan obat antara lain:

 Kekurangan obat-obat yang sering dipakai.


 Kelebihan obat-obat tertentu.
 Bentuk dan dosis yang tersedia tidak disukai oleh dokter atau pasien.
 Efektifitas penggunaan dana yang tidak memadai karena kecenderungan
mengadakan/menggunakan obat-obatan yang lebih mahal dari pada obat-obatan yang
lebih murah dengan efektifitas yang sama.
 Penyesuaian yang tidak rasional terhadap kendala anggaran.
 Preskripsi yang tidak rasional dan tidak efektif.
BAB III ANALISIS KASUS

1. Kasus
 Rumah sakit UM Palangkaraya yang terletak didaerah perumahan padat
penduduk. Setitap tahunnya kasus penyakit yang sering menjadi wabah adalah
diare, batuk dan flu. Selain itu penyakit-penyakit degeneratif yang paling
banyak adalah Hipertensi, Diabetes Melitus dan Koleterol
 Lakukan analisis Evaluais Perencaan Dengan Metode ABC, VEN dan
Kombinasi keduanya berdasarkan Perhitungan Stok Kerja Tahun 2019 yang
telah diberikan.
 Dana pembelian Rp.800.000.000;
2. Analisis Melakukan pengelompokan dengan metode epidemilogi terlebih dahulu
yaitu pengelompokkan obat-obatan sesuai penyakit (dalam hal ini penyakit yang
paling banyak menjadi wabah dan penyakit degeneratif sesuai kasus)

Penyakit Nama obat Harga(box/botol/tube)


Diare Garam oralit 200 ml 2.500
Dextromethorphan 15.000
HBr 10 mg/ 5 ml-sirup
Dextromethorpan HBr 40.000
Batuk 15 mg
Obat batuk hitam. 15.000
OBH
Cetirizine 10 mg; 45.000
Klorfeniramin maleat 4 76.000
mg
Parasetamol 500 mg 54.000
Flu Parasetamol sirup 5.000
Clonidin 0,15 mg 60.000
Diltiazem 30 mg 90.000
furosemide 40 mg 85.000
Nifedipin 10 mg 68.000
Propranolol 10 mg 54.000
Propranolol 40 mg
Hipertensi 60.000

Reserpin 0,25 mg 80.000


Glibenklamide 5 mg 80.000
Glimepirida 1 mg 85.000
Diabetes Melitus
Metformin 500 mg 65.000
Obat Kolesterol Simvastatin 10 mg 85.000

Untuk mengetahui total harga yang dipelukan untuk bulan juni-oktober maka
harga masing-masing obat dikalikan dengan jumlah penggunaan obat 5 bulan
sebelumyna yaitu januari-mei.
Contoh harga obat garam oralit 200ml × jumlah penggunaan obat oralit jan-mei (Rp
2.500×22.1 = Rp 561.875)

 Selanjutnya menghitung jumlah dana total dari pembelian obat di atas


 Jumlah total dana obat yang terpakai untuk pembelian obat mewabah dan
penyakit degeneratif adalah Rp 250.640.155
 Jumlah dana yang ada adalah Rp 800.000.000
 Sisa dana obat yang tidak terpakai yaitu Rp 549.359.845

Analisa dengan metode ABC

No A B C
1. . Deltiazem 30 mg Dextromethorphan HBr 15 Garam Olarit 200 ml
mg
2. Glimepirida 1 mg Dextromethorphan HBr 10
mg/ 5 ml - sirup
3. Furosemide 40 mg Obat Batuk Hitam
4. Reserpin 0,25 mg Paracetamol sirup
5. Glibenklamide 5 mg
6. Simpastatin 10 mg
7. . Kloramfeniramin maleat 4
mg
8. . Metformin 500 mg
9. Propanolol 40 mg
10. . Nifedipin 10 mg
11. . Clonidine 0,15 mg
12. Paracetamol 500 mg
13. Propanolor 10 mg
14. . Cetirizine 10 mg

Analisis dengan Metode VEN

No V E N
1. Deltiazem 30 mg - -
2. Glimepirida 1 mg - -
3. Furosemide 40 mg - -
4. Reserpin 0,25 mg Reserpin 0,25 mg -
5. - Glibenklamide 5 mg -
6. - Simpastatin 10 mg -
7. - Kloramfeniramin maleat 4 -
mg
8. - Metformin 500 mg -
9. Propanolol 40 mg - -
10. Nifedipin 10 mg - -
11. Clonidine 0,15 mg - -
12. - Paracetamol 500 mg -
13. Propanolor 10 mg -
14. - Cetirizine 10 mg -
15. - Dextromethorphan HBr 15 -
mg
16. - Dextromethorphan HBr 10 -
mg/ 5 ml
17. - Obat Batuk Hitam -
18. - Paracetamol sirup -
19. - Garam Olarit 200 ml -

Kombinasi ABC dan VEN

1. Deltiazem 30 mg = VA

2. Glimepirida 1 mg = VA

3. Furosemide 40 mg = VA

4. Reserpin 0,25 mg = VA

5. Glibenklamide 5 mg = EA

6. Simpastatin 10 mg = EA

7. Kloramfeniramin maleat 4 mg =EA 8. Metformin 500 mg = EA

9. Propanolol 40 mg = VA

10. Nifedipin 10 mg = VA

11. Clonidine 0,15 mg = VA

12. Paracetamol 500 mg = EA

13. Propanolor 10 mg = VA

14. Cetirizine 10 mg = EA

15. Dextromethorphan HBr 15 mg = EB

16. Dextromethorphan HBr 10 mg/ 5 ml – sirup = EB

17. Obat Batuk Hitam = EB

18. Paracetamol sirup = EB

19. Garam Olarit 200 ml = EC


BAB IV KESIMPULAN

Kasus penyakit yang sering menjadi wabah adalah diare, batuk dan flu. Selain itu
penyakitpenyakit degeneratif yang paling banyak adalah Hipertensi, Diabetes Melitus dan
Kolesterol. Obat-obat yang dianalisa berjumlah 19 obat. Jumlah dana dari RS UMP
Palangkaraya yaitu Rp 800.000.000 total dana obat yang terpakai yaitu Rp 250.640.155 sisa
dana yang tidak terpakai yaitu Rp 549.359.845. Obat yang termasuk Golongan A (70%)
berjumlah 14 obat, obat termasuk golongan B (20%) berjumlah 5 obat dan obat yang
termasuk golongan C (10%) berjumlah 1 obat. Semua obat yang telah dianalisa termasuk obat
esensial.
DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud.1990.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.

Depkes RI.2002.Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor :1426/Menkes /SK/XI/2002


tanggal 21 Nopember 2002 tentang Pedoman Pengelolaan Obat Publik Dan
Perbekalan Kesehatan.

Depkes 2002.Keputusan Menteri Kesehatan RI.No.128/SK/II/2004 tgl 10 Februari 2004


tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.

Depkes 2004.Pedoman Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan Di


Pukesmas.Jakarta ;Ditjen Yanfar dan Alkes.

Depkes 2005. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1330/Menkes /SK/IX/2005 tanggal 8


September 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan
Di Pukesmas, Rujukan Rawat Jalan Dan Rawat Inap KelasIII Rumah Sakit Dijamin
Pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai