Anda di halaman 1dari 27

Makalah

TANDA DAN GEJALA DALAM PSIKIATRI

Oleh :

Fifit Anggraini, S.Ked

18360199

Pembimbing :

Prof.Dr.H.M.Joesoef Simbolon, Sp.KJ (K)

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RUMAH SAKIT JIWA PROF.DR.MUHAMMAD ILDREM

SUMATERA UTARA

TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

Psikiatrik adalah cabang spesialistik ilmu kedokteran yang mengkhususkan


pendalaman aspek pathogenesis, diagnosis, terapi, rehabilitasi, pencegahan gangguan jiwa dan
peningkatan kesehatan jiwa. Konsep gangguan jiwa adalah adanya gejala klinis yang bermakna
berupa, sindrom atau pola perilaku dan sindrom atau pola psikologik. Gejala klinis tersebut
menimbulkan penderitaan (distress), antara lain rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tenteram,
terganggu, disfungsi organ tubuh, dll. Gejala klinis tersebut juga dapat menimbulkan disabilitas
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan
kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, dll)
Tanda (sign) adalah pengamatan dan temuan objektif yang di peroleh dokter,
misalnya afek menyempit atau retardasi psikomotor pada pasien. Gejala (symptom) adalah
pengalaman subjektif yang dideskripsikan oleh pasien, seringkali diungkapkan sebagai keluhan
utama, contoh, mood depresif. Suatu sindrom adalah kelompok tanda dan gejala yang terejadi
bersama-sama sebagai suatu kondisi yang dapat dikenali yang kurang spesifik dibandingkan
gangguan atau penyakit yang jelas.
Mengenali tanda dan gejala spesifik memudahkan komunikasi dengan dokter lain,
membuat diagnosis yang akurat, pengobatan dengan berhasil, memperkirakan prognosis dengan
dapat dipercaya serta dapat menggali masalah psikopatologi penyebab dan psikodinamika secara
menyeluruh.
Bab ini akan menjelaskan tentang tanda dan gejala dalam psikiatri yang banyak
dijumpai dalam praktik sehari_hari. Lingkup bahasan pada bab ini adalah : kesadaran, emosi,
perilaku motorik (konasi), berpikir, pembicaraan, persepsi, memori, intelegensi, tilikan dan daya
nilai.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TANDA DAN GEJALA DALAM PSIKIATRI

1. Kesadaran : Keadaan siaga

A. Gangguan kesadaran : apresepsi adalh presepsi seseorang yang dimodifikasi oleh


emosi dan pikirannya sendiri. Sensorium adalah keadaan fungsi kognitif indera
(khusus terkadang digunakan sebagai sinonim kesadaran), gangguan kesadaran paling
sering disebabkan oleh patologi otak.

1. Disorientasi : Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat atau orang.


2. Kesadaran berkabut : Kejernihan pikiran yang tidak sempurna disertai gangguan
persepsi dan sikap.
3. Stupor : Kurangnya reaksi atau ketidaksiagaan terhadap sekitar
4. Delirium : Menjadi buas, gelisah, bingung, reaksi disorientasi yang disertai rasa
takut dan halusinasi.
5. Koma : Derajat ketidaksadaran berat
6. Koma vigil : Koma pada pasien yang tampak seperti sedang tidur namun dapat
segera terjaga (juga dikenal sebagai mutisme akinetik)
7. Twilight state : Kesadaran terganggu yang disertai halusinasi
8. Keadaan seperti bermimpi :Sering digunakan sebagai sinonim kejang parsial
kompleks atau epilepsy psikomotor.
9. Somnolen : Rasa mengantuk yang abnormal
10. Kebingungan : Gangguan kesadaran berupa reaksi yang tidak tepat terhadap
rangsang lingkungan, bermanifestasi sebagai gangguan orientasi terhadap waktu,
tempat atau orang.
11. Mengantuk : Keadaan siaga yang terganggu, disebabkan oleh hasrat atau
kecenderungan untuk tidur.
12. Sundowning : Sindrom pada lansia yang biasanya terjadi pada malam hari,
ditandai dengan rasa mengantuk, kebingungan, ataksia dan terjatuh akibat
mengalami sedasi berlebihan oleh obat, juga disebut sebagai sundowner
syndrome.

B. Gangguan Perhatian : Perhatian adalah jumlah usaha yang dikeluarkan untuk


memfokuskan diri pada bagian tertentu dari pengalaman, kemampuan untuk
mempertahankan focus pada suatu aktivitas, kemampuan berkonsentrasi.

1. Perhatian mudah teralih : Ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian,


keadaan ketika perhatian teralihkan ke stimulus eksterna yang tidak penting atau
tidak relevan.
2. Gangguan perhatian selektif : Hanya mengabaikan hal yan g menimbulkan
ansietas
3. Hipervigilans : Perhatian dan focus yang berlebihan terhadap semua rangsang
interna maupun eksterna, biasanya sekunder akibat keadaan waham atau paranoid,
mirip hiperpragia, berpikir dan melakukan aktivitas mental yang berlebihan,
4. Trans : Perhatian yang terpusat dan gangguan kesadaran, biasanya ditemukan
pada hypnosis, gangguan disosiatif dan pengalaman keagamaan yang
menimbulkan kenikmatan
5. Disinhibisi : Penghiulangan efek inhibisi sehingga memungkinkan seseorang
menjadi lepas kendali terhadap impuls seperti yang terjadi pada intoksikasi
alcohol.
C. Gangguan Sugestibilitas : Respon sesuai pertanyaan dan tidak kritis terhadap suatu
idea tau pengaruh.
1. Folie a deux (folie a trios) : Keadaan emosional yang saling berhubungan antara
dua atau tiga orang
2. Hipnosis : Modifikasi kesadaran yang ditimbulkan secara buatan, ditandai dengan
peningkatan sugesti.
2. Emosi : Keadaan perasaan kompleks dengan komponen psikis, somatic dan perilaku yang
terdiri dari afek dan mood.

A. Afek : Ekspresi emosi yang teramati, mungkin tidak sesuai dengan deskripsi pasien
tentang emosinya.
1. Afek sesuai : kondisi ketika nada emosi selaras dengan ide, pikiran atau gaya
bicara yang menyertai; juga dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai afek luas atau
penuh, yaitu ketika kisaran emosi yang penuh diekspresikan dengan tepat.
2. Afek tidak sesuai : ketidakharmonisan antara nada perasaan emosional dengan
ide, pikiran atau gaya bicara yang menyertai.
3. Afek tumpul : gangguan afek yang bermanifestasi sebagai sangat berkurangnya
intensitas tonus perasaan yang diungkapkan.
4. Afek terbatas atau menyempit : berkurangnya intensitas nada perasaan yang
kadarnya tidak begitu parah dibanding afek datar namun jelas menurun
5. Afek datar : tidak ada atau hampir tidak ada tanda ekspresi afektif, suara
monoton, wajah tidak bergerak.
6. Afek labil : Perubahan nada perasaan emosional yang cepat dan mendadak, tidak
disebabkan oleh stimulus eksterna.

B. Mood : Emosi yang menetap dan telah meresap yang dialami dan dilaporkan secara
subjektif oleh pasien dan teramati oleh orang lain. Contohnya meliputi depresi, elasi
dan kemarahan.
1. Mood disforik : mood yang tidak menyenangkan
2. Mood eutimik : kisaran mood normal, menyiratkan tidak ada depresi atau elevasi
mood
3. Mood ekspansif : ekspresi perasaan seseorang tanpa ditahan, seringkali disertai
perasaan bahwa dirinya amat berharga dan penting
4. Mood iritabel : keadaan ketika seseorang mudah terganggu dan terprovokasi
untuk marah
5. Mood mengalun (mood labil) : osilasi antara euphoria dengan depresi atau
ansietas
6. Elevasi : aura percaya diri dan keriangan; mood yang lebih ceria daripada
biasanya
7. Euforia : elasi yang intens disertai rasa kebesaran
8. Ekstasi : rasa nikmat yang intens
9. Depresi : rasa sedih yang psikopatologis
10. Anhedonia : hilangnya minat dan menarik diri dari semua aktivitas biasa dan
menyenangkan, sering disebabkan oleh depresi
11. Duka cita atau berkabung : kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang
mendalam, juga disebut kehilangan akibat kematian.
12. Aleksitimia : ketidakmampuan seseorang untuk mendeskripsikan atau kesulitan
mendeskripsikan atau meyadari emosi atau mood nya
13. Ide bunuh diri : pikiran atau tindakan mengakhiri hidupnya sendiri
14. Elasi : perasaan gembira, euphoria, kemenangan, kepuasan diri yang intens atau
optimism
15. Hipomania : abnormalitas mood yang ditandai cirri kualitatif mania namun
kurang intens
16. Mania : keadaan mood yang ditandai dengan elasi, agitasi, hiperaktivitas,
hiperseksualitas serta percepatan berpikir dan berbicara
17. Melankolia : keadaan depresi berat; digunakan dalam istilah melankolia
involusional baik secara deskriptif maupun untuk merujuk kesuatu entitas
diagnosisi tersendiri
18. La belle indifference : sikap kalem yang tidak tepat atau kurang perhatian
terhadap ketidakmampuan seseorang

C. Emosi lain

1. Ansietas : rasa takut yang timbul akibat antisipasi terhadap bahaya, yang dapat
bersifat internal maupun eksternal
2. Ansietas mengambang bebas : ketakutan pervasive yang tidak terfokus dan tidak
tertambat pada suatu ide
3. Ketakutan : ansietas yang disebabkan oleh bahaya yang nyata dan dikenali secara
sadar
4. Agitasi : ansietas berat yang disertai kegelisahan motorik; serupa dengan
iritabilitas yang ditandai dengan eksitabilitas berlebih disertai kemarahan atau
rasa terganggu yang mudah terpicu
5. Ketegangan : aktivitas motorik dan psikologis yang meningkat dan tidak
menyenangkan
6. Panik : serangan ansietas yang intens, episodic dan akut yang ditandai dengan
rasa ngeri yang berlebihan dan pelepasan otonom
7. Apati : nada emosional yan menumpul disertai rasa terlepas atau tak acuh
8. Ambivalensi : koeksistensi dua impuls yang bertolakbelakang terhadap satu hal
pada orang yang sama dan saat yang sama
9. Abreaksi : pembebasan atau pelepasan emosional setelah mengingat pengalaman
menyakitkan
10. Rasa malu : kegagalan untuk mencapai hal yang diharapkan oleh diri sendiri
11. Rasa bersalah : emosi yang timbul akibat melakukan sesuatu yang dianggap salah
12. Pengendalian impuls : kemampuan untuk menahan impuls, dorongan atau godaan
untuk melakukan suatu tindakan
13. Inefabilitas : keadaan ekstasi yang tidak dapat dijelaskan, tidak dapat
diungkapkan dan mustahil disampaikan ke orang lain
14. Akateksis ; kurangnya perasaan terhadap suatu subjek yang biasanya
menimbulkan emosi; pada kateksis perasaannya terhubung
15. Dekateksis : terlepasnya emosi dari pikiran, ide atau orang.

D. Gangguan fisiologis yang menyertai gangguan mood :


Tanda disfungsi somatik (biasanya otonom), paling sering diakibatkan oleh
depresi ( juga disebut sebagai tanda vegetative ).
1. Anoreksia : hilang atau menurunnya selera makan
2. Hiperfagia : peningkatan asupan makanan
3. Insomnia : kehilangan atau berkurangnya kemampuan untuk tidur.
a. Awal : kesulitan untukm jatuh tertidur
b. Tengah : kesulitan tidur di malam hari tanpa terbangun dan kesulitan untuk
kembali tidur
c. Akhir : terbangun pada dini hari
4. Hipersomnia : tidur berlebihan
5. Variasi diurnal : mood biasanya paling buruk pada pagi hari, segera setelah
bangun dan membaik seiring dengan berjalannya hari
6. Penurunan libido : berkurangnya minat, dorongan, performaseks (peningkatan
libido sering dikaitkan dengan keadaan manic)
7. Konstipasi : ketidakmampuan defekasi atau kesulitan defekasi
8. Kelelahan : rasa letih, mengantuk atau iritabilitas yang timbul setelah suatu
periode aktivitas tubuh atau mental
9. Pika : mengidam dan memakan bahan yang bukan makanan, contohnya cat atau
tanah liat
10. Pseudosiesis : kondisi yang jarang, yaitu pasien menunjukkan tanda dan gejala
kehamilan, seperti distensi abdomen, pembesaran payudara, pigmentasi,
terhentinya menstruasi dan morning sicknes
11. Bulimia : lapar yang tak terpuaskan dan makan berlebih ;dapat dilihat pada
bulimianervosa dan depresi atipikal
12. Adinamia : kelemahan dan kelelahan

3. Perilaku Motorik (konasi) : Aspek psikis yang mencakup impuls, motivasi, keingi9nan,
dorongan, insting dan hasrat yang ditunjukkan melalui aktivitas motorik atau perilaku
seseorang.
1. Ekopraksia : peniruan gerakan seseorang oleh orang lain secara patologis
2. Katatonia dan abnormalitas postur : ditemukan pada skizofrenia katatonik dan
beberapa kasus penyakit otak seperti ensefalitis
a. Katalepsi : istilah umum untuk posisi tidak bergerak yang dipertahankan
secara konstan
b. Eksitasi katatonik : aktivitas motorik yang tak bertujuan dan teragitasi, tidak
dipengaruhi oleh stimulus eksternal
c. Stupor katatonik : aktivitas motorik yang melambat secara nyata, seringkali
hingga mencapai suatu titik imobilitas dan tampak tak sadar akan sekitar.
d. Rigiditas katatonik : mempertahankan suatu postur rigid secara volunteer,
meski telah dilakukan semua usaha untuk menggerakkannya
e. Postur katatonik : mempertahankan suatu postur aneh dan tidak pada
tempatnya secara volunteer, biasanya dipertahankan dalam jangka waktu lama
f. Fleksibilitas serea (fleksibiitas lilin) : keadaan seseorang yang dapat dibentuk
menjadi posisi tertentu kemudian dipertahankan ; ketika pemeriksa
menggerakkan anggota gerak orang tersebut, anggota gerak itu terasa seperti
terbuat dari lilin
g. Akinesia : tidak adanya gerakan fisik, seperti yang terdapat pada imobilitas
ekstrim pada penderita skizofrenia katattonik ; juga dapat terjadi akibat efek
simpang ekstrapiramidal dari pengobatan antipsikotik
3. Negativisme : tahanan tanpa motif terhadap semua usaha untuk menggerakkan
atau terhadap semua instruksi
4. Katapleksi : hilangnya tonus otot dan kelemahan sementara yang dipicu oleh
berbagai keadaan emosional
5. Stereotipi : pola tindakan fisik atau berbicara yang tetap dan berulang
6. Manerisme : gerakan involunter yang menjadi kebiasaan dan mendarah daging
7. Otomatisme : tindakan dilakukan secara otomatis yang biasanya melambangkan
aktivitas simbolik bawah sadar
8. Otomatisme perintah : secara otomatis mengikuti saran (juga disebut kepatuhan
otomatis)
9. Mutisme: menjadi bisu tanpa abnormalitas structural
10. Overaktivitas :
a. Agitasi psikomotor : overaktivitas motorik dan kognitif yang berlebihan,
biasanya bersifat non produktif dan merupakan respon terhadap ketegangan
dari dalam
b. Hiperaktivitas (hiperkinesis) : aktivitas yang merusak, agresif dan gelisah
sering disebabkan oleh sejumlah patologi otak yang mendasari.
c. Tik : gerakan motorik spasmodic yang involunter
d. Berjalan dalam tidur (somnnabulisme) : aktivitas motorik saat tidur
e. Akatisia : perasaan subjektif berupa rasa tegang pada otot sekunder akibat
antipsikotika atau obat lain, yang dapat mengakibatkan kegelisahan, berjalan
mondar mandir, duduk-berdiri berulang kali, dapat disalah artikan sebagai
agitasi psikotik
f. Kompulsi : impuls tak terkendali untuk melakukan suatu tindakan secara
repetitive
1. Dipsomania : kompulsi untuk minum alcohol
2. Kleptomania : kompulsi untuk mencuri
3. Nimfomania : keinginan kompulsif dan berlebih untuk melakukan
koitus pada wanita
4. Satiriasis : keinginan kompulsif dan berlebih untuk melakukan koitus
pada pria
5. Trikotilomania : kompulsi untuk menarik rambut
6. Ritual : aktivitas otomatis, bersifat kompulsif, bertujuan untuk
mengurangi ansietas
g. Ataksia : kegagalan koordinasi otot, iregularitas kerja otot
h. Polifagia :makan berlebihan yang patologis
i. Tremor : perubahan gerakan secara ritmis, biasanya lebih cepat dari satu
ketukan per detik, biasanya tremor berkurang selama periode relaksasi dan
tidur serta meningkat pada periode kemarahan dan peningkatan tegangan
j. Floksilasi : gerakan mencabuti yang tidak bertujuan, biasanya pakaian atau
sprei, sering terlihat pada delirium
11. Hipoaktivitas (hipokinesis) : penurunan aktivitas motorik dan kognitif, seperti
pada retardasi psikomotor, perlambatan secara nyata pada proses pikir, bicara dan
gerakan
12. Mimikri : aktibvitas motorik imitative sederhana pada masa kanak kanak
13. Agresi : tindakan penuh tenaga dan bertujuan yang dapat bersifat verbal maupun
fisik; lawan motorik dari afek gusar, marah dan benci
14. Berlagak : ekspresi keinginan bawah sadar atau impuls tindakan secara langsung;
menunjukkan fantasi bawah sadar secara impulsive dalam perilaku
15. Abulia : penurunan rangsang untuk bertindak dan berpikir, akibat sikap tidak
peduli akan konsekuensi dari tindakannya; akibat defisit neurologic
16. Anergia : tidak berenergi
17. Astasia abasia : ketidakmampuan untuk berdiri atau berjalan secara normal, meski
gerakan tungkai normal dapat dilakukan pada posisi duduk atau berbaring. Cara
berjalannya aneh dan tidak mengarah ke suatu lesi organic spesifik; terdapat pada
gangguan konversi
18. Koprofagia : memakan kotoran atau feses
19. Diskinesia : kesulitan melakukan gerakan volunteer, seperti pada gangguan
ekstrapiramidal
20. Rigiditas otot : keadaan ketika otot tetap tak dapt digerakkan, ditemui pada
skizofrenia
21. Berputar : tanda yang terdapat pada anak autistic yang terus menerus berputar
kearah kepalanya yang dimiringkan
22. Bradikinesia : kelambanan aktivitas motorik disertai penurunan gerakan spontan
normal
23. Khorea : gerakan acak, menyentak, cepat, involunter dan tak bertujuan
24. Konvulsi : kontraksi atau spasme otot yang hebat dan involunter
a. Konvulsi klonik : konvulsi berupa otot yang berkonstraksi dan berelaksasi
secara bergantian
b. Konvulsi tonik : konvulsi berupa kontraksi otot yang tertahan
25. Kejang : serangan atau awitan gejala tertentu yang mendadak, contohnya
konvulsi, hilang kesadaran serta gangguan psikis atau sensorik. Ditemui pada
epilepsy dan dapat diinduksi oleh zat.
a. Kejang tonik klonik menyeluruh : awitan gerakan tonik klonik pada
ekstremitras yang menyeluruh, menggigit lidah dan inkontinensia dan diikuti
oleh pemulihan kesadaran dan kognisi secara lambat dan bertahap; disebut
juga kejang grand mal dan kejang psikomotor
b. Kejang parsial sederhana : awitan kejang iktal local tanpa gangguan kesadaran
c. Kejang parsial komplek : awitan kejang iktal local dengan gangguan
kesadaran
26. Distonia : konstraksi badan atau ekstremitas yang lambat dan tertahan; dapat
ditemui pada distonia akibat obat
27. Aminia : ketidakmampuan untuk membuat gerakan isyarat atau memahami
gerakan isyarat yang dilakukan oleh orang lain

4. Berpikir : aliran ide, symbol dan asosiasi yang bertujuan, diawali sebuah masalah atau
tugas dan berakhir pada kesimpulan yang berorientasi pada kenyataan. Bila terdapat
urutan yang logis, cara berpikir, dianggap normal. Parapraksis (meleset dari logika secara
tisak sadar, disebut juga Freudian slip) dianggap sebagai bagian cara berpikir normal.
Cara berpikir abstrak adalah kemampuan untuk menangkap esensi suatu keseluruhan,
memecah keseluruhan menjadi bagian dan mencerna isyarat umum

A. Gangguan menyeluruh dalam bentuk atau proses piker


1. Gangguan mental: sindrom perilaku atau psikologis yang nyata sccala klinis dan
disertai distres atau disabilitas, bukan sekedar respons yang diharapkan terhadap
peristiwa tertentu atau terbatas dalam hubungan antara seseorang dengan
masyarakat.
2. Psikosis: ketidakmarnpuan untuk menmbedakan kenyataan dari khayalan; uji
realitas tcrganggu, disertai pembentukan realitas baru (berlawanan dengan
neurosis: gangguan mental dengan uji realitas yang tetap baik: pcrilaku dapat
tidak bertentangan dengan norma social umum, tapi berlangsung lama atau
berulang tanpa terapi)
3. Uji realitas: evaluasi dan penilaian objektif terhadap dunia di Iuar dirinya.
4. Gangguan bentuk pikir: kelainan dalam bentuk pikir dan bukannya isi piker, cara
berpikir ditandai dengan asosiasi longgar, neologisme dan konstruksi yang tidak
logis. Proses pikir terganggu dan orangnya disebut psikotik.
5. Pikiran tak logis: pikiran yang mengandung kesimpulan yang salah atau
kontradiksi internal, hanya dianggap psikopatologis bila sangat nyata dan tidak
disebabkan oleh nilai budaya atau defisit intelektual
6. Dereisme: aktivitas mental yang tidak sejalan dengan logika atau pengalaman.
7. Pernikiran autistik: preokupasi dengan dunia pribadi di dalam dirinya sendiri.
istilah yang biasa digunakan cukup bersinonim dengan dereisme
8. Pemikiran magis: bentuk pikiran dereistik, cara berpikir yang menyerupai fase
preoperasional pada anak (Jean Piaget), ketika pikiran, kata-kata, atau tindakan
dianggap merniliki kekuatan (contohnya, menyebabkan atau mencegah suatu
peristiwa).
9. Proses pikir primer: istilah umum untuk cara berpikir dereistik, tidak logis, magis;
normal terdapat dalam mimpi, terdapat secara abnormal pada psikosis.
10. Tilikan emosional: tingkat pemahaman atau kesadaran yang mendalam yang
cenderung mengarah ke perubahan kepribadian dan perilaku yang positif

B. Gangguan positif dalam bentuk piker

1. Neologisme: kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan


menggabungkan suku kata dari kata- kata lain, untuk alasan psikologis yang
idiosinkratik.
2. Word salad: pencampuran kata atau frase yang inkoheren.
3. Sirkumstansialitas: gaya bicara tak langsung yang terlambat mencapai poin
tertentu narnun akhirnya dapat berangkat dari poin asal ke tujuan yang dike-
hendaki, ditandai oleh detail dan kata-kata sisipan yang berlebihan
4. Tangensialitas: ketidakmampuan untuk mencapai asosiasi pikiran yang mengarah
ke tujuan; pembicara tidak pernah beranjak dari poin awal ke tujuan yang di
inginkan.
5. Inkoherensi: pikiran yang secara umum tidak dapat dipahami; pikiran atau kata-
kata yang keluar tanpa hubungan logis maupun tidak sesuai tata bahasa,
mengakibatkan disorganisasi
6. Perseverasi: respons yang menetap terhadap stimulus sebelumnya meski telah
diberikan stimulus baru; sering disebabkan oleh gangguan kognisi
7. Verbigerasi: pengulangan kata atau kalimat tertentu tanpa makna.
8. Ekolalia: pengulangan kata atau kalimat yang diucapkan seseorang yang bersifat
psikopatologis; cenderung berulang dan persisten; dapat diucapkan dengan
intonasi mengejek atau terputus-putus
9. Kondensasi: penggabungan berbagai konsep meniadi satu.
10. Jawaban tidak relevan: jawaban yang tidak selaras dengan pertanyaan yang
diajukan (orang tersebut tampak mengabaikan atau tidak memperhatikan
pertanyaan).
11. Asosiasi longgar: aliran pikiran berupa perpindahan ide dari satu subjek ke subjek
lain dalam cara yang sama sekali tidak berhubungan; bila parah, pembicaraan
dapat menjadi inkoheren
12. Derailment: deviasi alur berpikir yang terjadi secara berangsur atau mendadak
tanpa bloking; kadang digunakan sebagai sinonim asosiasi longgar.
13. Flight of ideas: permainan kata-kata atau verbalisasi kontinu dan cepat yang
menghasilkan perpindahan konstan dari satu ide ke ide lain , ide cenderung
berhubungan dan pada keadaan yang tidak begitu parah, pendengar masih dapat
mengikutinya
14. Clang association : keterkaitan kata-kata dengan bunyi yang mirip namun berbeda
arti; kata-kata tersebut tidak memiliki hubungan logis; dapat mencakup
pembentukan rima dan sajak
15. Bloking: interupsi alur pikiran secara mendadak sebelum suatu pikiran atau ide
tuntas; setelah jeda sejenak. seseorang tampak tidak ingat hal yang sedang atau
akan dikatakan (disebut juga sebagai deprivasi pikiran).
16. Glosolalia: pengungkapan wahyu melalui kata-kata yang tidak dapat dimengerti
artinya (juga disebut sebagai bicara dalam lidah); tidak dianggap sebagai
gangguan berpikir bila dikaitkan dengan praktik agama Pantekosta tertentu;
disebut juga sebagai kriptolalia, bahasa tutur pribadi

C. Gangguan isi pikir spesifik


1. Miskin isi: pikiran yang hanya memberi sedikit informasi karena hampa,
pengulangan kosong, atau kalimat yang samar
2. lde berlebihan: kepercayaan salah yang menetap dan tidak masuk akal.
dipertahankan tidak seteguh waham.
3. Waham: kepercayaan yang salah, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang
realitas eksterna, tidak konsisten dengan latar belakang inteligensi dan budaya
pasien, tidak dapat dikoreksi dengan penalaran
a. Waham bizar: kepercayaan yang salah dan aneh, sangat tidak masuk akal.
(contohnya, penyusup dari angkasa luar telah menanamkan elektroda ke
dalam otaknya).
b. Waham sistematik: kepercayaan yang salah atau kepercayaan yang disatukan
oleh satu peristiwa atau tema tunggal (contohnya, seseorang merasa dikejar-
kejar oleh CIA, FBI atau mafia)
c. Waham yang kongruen-mood : waham yang isinya sesuai dengan mood
(contohnya, pasien depresi yang percaya bahwa dirinya bertanggung.jawab
akan kchancuran dunia).
d. Waham yang tidak kongruen-mood: waham dengan isi yang tidak sesuai
dengan mood atau netral terhadap mood (misalnya, seorang pasien depresi
yang memiliki waham kendali pikir atau siar isi pikir).
e. Waham nihilistik: perasaan yang salah bahwa dirinya, orang lain, dan dunia
ini tidak ada atau akan mengalami kiamat.
f. Waham kerniskinan: kepercayaan yang salah pada seseorang bahwa ia
bangkrut atau akan kehilangan semua harta bendanya.
g. Waham sornatik: kepercayaan salah yang melibatkan fungsi tubuh
(contohnya, kepercayaan bahwa otaknya membusuk atau meleleh).
h. Waham paranoid: termasuk di antaranya adalah waham kejar dan waham
rujukan, kendali, dan kebesaran (dibedakan dari ide paranoid, yaitu
kecurigaan dengan kadar lebih rendah dari proporsi waham)
 Waham kejar: kepercayaan yang salah pada seseorang yang merasa
dirinya dilecehkan, dicurangi, atau dikejar; sering ditemukan pada pasien
dengan kasus hokum yang memiliki kecenderungan patologis untuk
mengambil tindakan hokum karena adanya suatu perlakuan salah yang
imajiner
 Waham kebesaran: konsep seseorang akan arti penting diri, kekuatan atau
identitasnya yang terlalu dilebih-lebihkan.
 Waham rujukan: kepercayaan yang salah dalam diri seseorang bahwa
perilaku orang lain ditujukan kepada dirinya: bahwa peristiwa, objek atau
orang lain memiliki kepentingan tertentu dan luar biasa, biasanya dalam
konotasi negative, berasal darim ide rujukan, yaitu ketika seseorang salah
merasa bahwa orang lain membicarakan dirinya ( contohnya, kepercayaan
bahwa orang di tv dan radio berbicara kepada atau mengenai dirinya)
i. Waham menyalahkan diri: perasaan mcnyesal dan rasa bersalah yang tidak
pada tempatnya.
j. Waham kendali: perasaan yang salah bahwa keinginan, pikiran, atau perasaan
seseorang dikendalikan oleh kekuatan dari luar.
 Penarikan pikiran: waham bahwa pikiran seseorang dihilangkan dari
dirinya oleh orang atau kekuatan lain.
 Insersi pikiran: waham bahwa suatu pemikiran ditanamkan ke otak
seseorang oleh orang atau kekuatan lain
 Siar pikiran: waham bahwa pikiran seseorang dapat didengar oleh orang
lain. seolah-olah pikiran tersebut disiarkan di udara.
 Kendali pikiran: waham bahwa pikiran seseorang dikendalikan oleh orang
atau kekuatan lain.
k. Waham ketidaksetiaan (waham cemburu): kepercayaan salah yang berasal
dari kecemburuan patologis seseorang bahwa kekasihnya tidak setia.
l. Erotomania: kepercayaan delusional, lebih sering ditemukan pada wanita
daripada pria, bahwa seseorang sedang jatuh cinta pada dirinya
m. Pseudologia fantastika: bentuk kebohongan ketika seseorang tampaknya
memercayai bahwa khayalannya menjadi nyata dan terjadi pada dirinya; di-
kaitkan dengan sindrom Munchausen, berulang kali memalsukan penyakit.
4. Kecenderungan atau preokupasi pikiran: pemusatan isi pikir pada ide tertentu,
dikaitkan dengan nada afektif yang kuat, seperti kecenderungan paranoid atau
preokupasi bunuh diri atau membunuh.
5. Egomania: preokupasi patologis mengenai diri sendiri.
6. Monomania: preokupasi terhiidap suatu objek tunggal.
7. Hipokondria: kekhawatiran yang berlebihan akan kesehatan yang tidak didasarkan
atas patologi organik yang nyata. melainkan interpretasi yang tidak realistis atas
tanda atau sensasi fisik yang dianggap abnormal
8. Obsesi: menetapnya secara patologis suatu pikiran atau perasaan kuat yang tidak
dapat dihilangkan dari kesadaran dengan usaha yang logis; dikaitkan dengan
ansietas.
9. Kornpulsi: kebutuhan patologis untuk bertindak berdasarkan sebuah impuls yang,
bila ditahan. akan menimbulkan ansietasi perilaku repetitif sebagai respons
terhadap suatu obsesi atau dilakukan berdasarkan aturan terteutu, tanpa maksud
tujuan lertentu untuk mcngakhirinya sclain untuk mencegah sesuatu terjadi di
masa yang akan dating
10. Koprolalia: secara kornpulsif mcngeluarltan kata- kata kotor.
11. Fobia: kengerian patologis yang tidak bcrvariasi. berlebihan, tidak rasional. Dan
rnenetap akan suatu stimulus atau situasi spesifik; sehingga timbul hasrat yang
kuat untuk menghindari stimulus yang ditakutkan tersebut
a. Fobia spesifik: rasa takut yang terbatas pada suatu objek atau situasi yang
jelas (contohnya, takut akan laba-laba atau ular).
b. Fobia sosial: takut dipermalukan oleh orang banyak, cotohnya takut berbicara
di depan umum, takut tampil atau makan di tempat umum
c. Akrofobia: takut akan ketinggian.
d. Agorafobia: takut akan tempat tcrbuka.
e. Algofobia: takut akan rasa nyeri.
f. Ailurofobia: takut akan kucing.
g. Eritrofobia: takut akarr warna rnerah (merujuk kepada takut mukanya akan
bersemi merah)
h. Panfobia : takut akan segala hal
i. Klaustrofobia : takut akan tempat tertutup
j. Xenophobia : takut akan orang asing
k. Zoophobia ; takut akan hewan
l. Fobia jarum : ketakutan patologis yang intens dari menetap akan disuntik
12. Noesis: wahyu berupa pencerahan yang terjadi menimbulkan perasaan bahwa
seseorang terpilih untuk memimpin atau memerintah.
13. Unio mysstica: perasaan berlebih mengenai kesatuan mistis dan suatu kekuatan
tak terbatas, tidak dianggap sebagai gangguan isi pikir bila sejalan dengan
lingkungan agama atau budaya pasien

5. Pembicaraan : ide, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui bahasa; komunikasi


dengan menggunakan kata- kata dan bahasa.

 Gangguan cara berbicara


1. Tekanan berbicara: gaya bicara cepat yang meningkat dalam jumlah dan sulit
diinterupsi.
2. Suka mengoceh (logorea): gaya bicara logis, koheren. dan banyak.
3. Miskin bicara: restriksi jumlah pcmbicaraan yang digunakan; jawaban dapat
hanya terdiri dari satu suku kata
4. Gaya bicara tidak spontan: jawaban verbal hanya diberikan bila ditanya atau
diajak bicara langsung; tidak ada inisiatif untuk memulai pembicaraan
5. Miskin isi pernbicaraan: gaya bicara dalam jumlah yang adekuat namun hanya
menyampaikan sedikit informasi akibat banyaknya kehampaan, kekosongan, dan
kalimat stereotip.
6. Disprosodi: hilangnya irama berbicara normal (disebul prosodi)
7. Disartria: kesulitan dalam artikulasi, bukan dalam menemukan kata atau tata
bahasa.
8. Gaya bicara yang sangat keras atau sangat pelan: hilangnya modulasi volume
bicara normal, mungkin mencerminkan berbagai keadaan patologis mulai dari
psikosis sampai depresi atau ketulian.
9. Gagap: pengulangan yang sering atau pemanjangan suatu bunyi atau suku kata,
mengarah ke gangguan kelancaran bicara yang cukup nyata.
10. Latah: gaya bicara serampangan dan tidak berirama, terdiri atas seruan spontan
dan cepat.
11. Akulalia: gaya bicara tak masuk akal terkait dengan gangguan pemahaman yang
cukup bermakna.
12. Bradilalia: gaya bicara larnbat yang abnormal
13. Disfonia : kesulitan atau nyeri saat berbicara

 Gangguan afasik : gangguan hasil akhir bahasa

1. Afasia motorik: kesulitan berbicara yang disebabkan oleh gangguan kognitif


berupa pemahaman yang tetap namun kemampuan berbicara sangat terganggu;
gaya bicara terputus-putus, susah payah, dan tidak akurat (disebut juga afasia
Broca, nonfluent, dan ekspresif)
2. Afasia sensorik: hilangnya kemampuan untuk memahami arti kata dengan
penyebab organik; gaya bicara lancar dan spontan tapi tidak koheren dan tidak
masuk akal (dikenal juga sebagai afasia wernicke, lfuent, dan reseptif).
3. Afasia nominal: kesulitan menemukan nama suatu objek dengan benar (disebut
juga afasia anomia dan amnesik).
4. Afasia sintaktis: ketidakmampuan menyusun kata- kata dalam urutan yang benar.
5. Afasia jargon: kata-kata yang dikeluarkan seluruhnya neologistik, kata-kata tak
bermakna diulang dengan berbagai intonasi dan perubahan nada suara.
6. Afasia global: kombinasi afasia nonfluent berat dengan afasia fluent parah
7. Alogia: ketidakmampuan berbicara akibat suatu defisiensi mental atau episode
demensia.
8. Koprofasia: penggunaan bahasa yang vulgar atau kasar secara involunter; terdapat
pada gangguan Tourette dan beberapa kasus skizofrenia

6. Persepsi : proses transfer stimulus fisik menjadi informasi psikologis; proses mental yang
membawa stimulus sensorik ke alam sadar.
1. Halusinasi : persepsi sensorik palsu yang tidak dikaitkan dengan stimulus eksternal
yang nyata; mungkin terdapat interpretasi berupa waham atas pengalaman halusinasi
tersebut namun mungkin pula tidak.
a. Halusinasi hipnagogik: persepsi palsu yang terjadi saat akan jatuh tertidur,
umumnya dianggap sebagai fenomena yang tidak patologis.
b. Halusinasi hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat bangun dari tidur;
biasanya dianggap tidak patologis
c. Halusinasi auditorik: persepsi palsu akan bunyi, biasanya berupa suara-suara
namun dapat pula berupa bunyi-bunyian lain, contohnya musik, merupakan
halusinasi yang paling sering ditemukan pada gangguan psikiatri.
d. Halusinasi visual: persepsi palsu yang melibatkan penglihatan baik suatu citra
yang berbentuk (misalnya, orang) dan citra tak berbentuk (misalnya. kilatan
cahaya); paling sering ditemukan pada gangguan medis.
e. Halusinasi olfaktorik: persepsi palsu akan bau; paling sering terdapat pada
gangguan medis
f. Halusinasi gustatorik : persepsi palsu akan rasa, misalnya rasa yang tidak enak,
disebabkan oleh kejang unsinatus; paling sering terjadi pada gang guan medis
g. Halusinasi taktil (haptik): persepsi palsu akan sentuhan atau sensasi permukaan,
contohnya pada ekstremitas yang diamputasi, sensasi merayap pada atau di bawah
kulit
h. Halusinasi somatik: sensasi palsu akan adanya sesuatu yang terjadi pada atau
ditujukan ke tubuhnya, paling sering berasal dari visera (disebut juga halusinasi
senestesik).
i. Halusinasi liliput: persepsi palsu bahwa ukuran obyek terlihat mengecil
j. Halusinasi yang kongruen mood : halusinasi yang isinya konsisten dengan mood
depresif atau manik (contohnya, pasien depresi mendengar suara yang
mengatakan bahwa dirinya adalah orang jahat; seorang pasien manik mendengar
suara yang mengatakan dirinya amat berharga, berkuasa dan berpengetahuan
tinggi)
k. Halusinasi yang tidak kongruen mood: halusinasi yang isinya tidak konsisten
dengan mood depresif maupun manik (misalnya, pada depresi halusinasi tidak
melibatkan tema seperti rasa bersalah. berhak dihukum, atau perasaan rendah diri;
pada manik, halusinasi tidak melibatkan tema seperti harga diri dan kekuasaan
yang tinggi)
l. Halusinosis: halusinasi, paling sering auditorik. akibat penyalahgunaan alkohol
kronik dan yang terjadi pada kesadaran yang jernih, berlawanan dengan delirium
tremens, yaitu halusinasi yang terjadi pada kesadaran berkabut.
m. Sinestesia: sensasi atau halusinasi yang ditimbulkan oleh sensasi lain (contohnya,
sensasi auditorik yang disertai atau memicu sensasi visual, suara yang dianggap
terlihat atau kejadian visual yang dianggap sebagai sesuatu yang terdengar)
n. Fenomena trailing : abnormalitas persepsi terkait obat halusinogenik berupa
obyek bergerak terlihat sebagai serangkaian citra yang terpisah dan terputus.
o. Halusinasi perintah: persepsi palsu akan perintah yang membuat seseorang
merasa wajib mematuhi atau tak kuasa menolak
2. Ilusi : persepsi atau interpretasi yang salah akan stimulus eksterna yang nyata

B. Gangguan yang berkaitan dengan gangguan kognitif dan penyakit medis


1. Agnosia: ketidakmampuan untuk mengenali dan menginterpretasi impresi
sensorik.
2. Anosognosia (pengabaian penyakit): ketidakmampuan seseorang untuk mengenali
suatu defisit neur logis yang terjadi pada dirinya.
3. Somatopagnosia (pengabaian tubuh): ketidakmampuan seseorang untuk
mengenali bagian tubuh sebagai miliknya sendiri (juga disebut ototopagnosia).
4. Agnosia visual: ketidakmampuan untuk mengenali obyek atau orang
5. Astereognosis: ketidakmampuan untuk mengenali obyek melalui sentuhan.
6. Prosopagnosia: ketidakmampuan untuk mengenali wajah.
7. Apraksia: ketidakmampuan untuk melakukan tugas spesifik
8. Simultagnosia: ketidakmampuan untuk memahami , lebih dari satu elemen
pemandangan visual pada suatu waktu atau untuk mengintegrasi bagian tersebut
sebagai suatu kesatuan.
9. Adiadokhokinesia: ketidakmampuan untuk melakukan gerakan cepat bergantian
10. Aura: sensasi peringatan berupa otomatisme, rasa penuh pada perut, pipi
memerah, perubahan napas, sensasi kognitif, dan keadaan afektif yang biasanya
dialami sebelum serangan kejang, suatu prodromal sensorik yang mendahului
nyeri kepala migren klasik.

C. Gangguan yang berkaitan dengan konversi dan fenomena disosiatif : somatisasi


materi yang direpresi atau timbulnya gejala fisik dan distorsi yang melibatkan otot
volunter atau organ indera tertentu; bukan di bawah kendali volunter dan tidak dapat
djelaskan oleh gangguan fisik lain
1. Anestesia histeris: hilangnya modalitas sensorik akibat konflik emosional.
2. Makropsia: keadaan ketika obyek tampak lebih besar daripada sebenarnya.
3. Mikropsia: keadaan ketika obyek tampak lebih kecil daripada sebenarnya (baik
makropsia maupun mikropsia juga dapat disebabkan oleh penyakit organik yang
jelas, contohnya kejang parsial kompleks).
4. Depersonalisasi: sensasi subjektif pada seseorang bahwa dirinya terasa tidak
nyata, asing atau tidak familiar
5. Derealisasi: sensasi subjektif bahwa lingkungan tampak aneh atau tak nyata,
perasaan bahwa kenyataan telah berubah.
6. Fugue: mengambil identitas baru disertai amnesia akan identitas yang lama;
seringkali melibatkan perjalanan atau berkelana ke lingkungan baru
7. Kepribadian ganda: seseorang yang pada saat yang berbeda tampak memiliki dua
atau lebih kepribadian dan karakter yang sama sekali berbeda (disebut sebagai
gangguan identitas disosiatif dalam DSM-lV- TR).
8. Disosiasi: mekanisme pertahanan bawah sadar yang meliputi pemisahan seluruh
kelompok proses mental atau perilaku dari aktivitas psikis lain pada orang
tersebut; dapat nrencakup pemisahan suatu ide dari nada emosional yang
menyertainya, seperti yang tampak pada gangguan konversi dan disosiasi
7. Memori : fungsi penyimpanan informasi di dalam otak yang kemudian diingat kembali ke
alam sadar. Orientasi adalah keadaan normal seseorang terhadap sekitarnya dalam hal
waktu, tempat, dan orang

A. Gangguan memori
 Amnesia: ketidakmampuan parsial atau total untuk mengingat kejadian masa lalu;
dapat bersifat organik atau emosional.
a. Anterograd: amnesia mengenai kejadian yang terjadi sesudah waktu tertentu.
b. Retrograd: amnesia mengenai kejadian yang terjadi sebelum waktu tertentu
 Paramnesia: pemalsuan memori akibat distorsi dalam rnengingat kembali.
a. Fausse reconnaissance: pengenalan yang salah
b. Falsifikasi retrospektif: memori menjadi terdistorsi di luar keinginan (tanpa
sadar), dipengaruhi oleh kondisi pengalaman, kognisi dan emosi seseorang
saat itu
c. Konfabulasi: pengisian kekosongan memori secara tidak sadar dengan
pengalaman yang dibayangkan atau bukan yang sebenarnya yang dipercayai
oleh seseorang namun hal tersebut tidak sesuai kenyataan; paling sering
disebabkan oleh patologi organik.
d. Dejavu : ilusi pengenalan visual yaitu suatu situasi yang baru dikenali secara
salah sebagai pengulangan memori yang telah dialami sebelumnya.
e. Deja entendu : ilusi pengenalan auditorik.
f. Deja pense : ilusi bahwa suatu pikiran yang baru dikenali sebagai pikiran yang
sebelumnya telah dialami atau diungkapkan
g. Jamais vu : perasaan yang salah yaitu seseorang tidak merasa familiar dengan
situasi yang telah ia alami
h. Memori palsu :pengingatan kembali dan keyakinan oleh seseorang mengenai
suatu kejadian yang sebenarnya tidak terjadi
 Hipermnesia : derajat retensi dan pengingatan kembali memori yang berlebihan
 Citra eidetik: memori visual yang sangat jelas, hampir seperti halusinasi.
 Memori layar: memori yang ditoleransi secara sadar untuk menutupi suatu
memori yang menyakitkan.
 Represi: mekanisme defensi yang ditandai dengan melupakan secara sadar ide
atau impuls yang tak dapat diterima
 Lethologika: ketidakmampuan sementara untuk mengingat nama atau kata benda
yang benar.
 Blackout : amnesia yang dialami oleh alkoholik tentang perilaku selama ia
minum-minum, biasanya mengindikasikan terjadinya kerusakan otak reversibel.

B. Tingkatan Memori
 Segera: reproduksi atau pengingatan materi yang baru diterima dalam jangka
waktu detik atau menit.
 Jangka pendek: mengingat peristiwa yang terjadi selama beberapa hari
sebelumnya.
 Jangka menengah: mengingat peristiwa yang terjadi dalam beberapa bulan
sebelumnya.
 Jangka panjang: mengingat peristiwa yang terjadi jauh di masa lampau.

8. Intelegensi : kemampuan untuk memahami, mengingat kembali, memobilisasi, dan


mengintegrasikan secara kon struktif pelajaran di masa lalu dalam menghadapi situasi
baru
A. Retardasi mental: kurangnya inteligensi hingga menCapai suatu derajat terdapatnya
gangguan kinerja sosial dan pekerjaan. ringan (IQ 50 atau 55 sampai 70), sedang (lQ
35 atau 40 sampai 50 atau 55), berat (lQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40), atau sangat
berat (lQ di bawah 20 atau 25); istilah kunonya idiot (usia mental di bawah 3 tahun),
imbisil (usia mental antara 3 sampai 7 tahun), dan moron (usia mehtal sekitar 8
tahun).
B. Demensia: penurunan fungsi intelektual yang bersifat global dan organik tanpa
kesadaran berkabut.
a. Diskalkulia (akalkulia): hilangnya kemampuan untuk melakukan kalkulasi, bukan
disebabkan oleh ansietas atau gangguan konsentrasi.
b. Disgrafia (agrafia): hilangnya kemampuan untuk menulis miring, hilangnya
struktur kata.
c. Aleksia: hilangnya kemampuan membaca yang semula dimiliki: bukan
disebabkan oleh kecacatan pada ketajaman visual
C. Pseudodemensia: gambaran klinis yang menyerupai demensia namun bukan
disebabkan oleh kondisi organik; paling sering disebabkan oleh depresi (sindrom
demensia pada depresi).
D. Pemikiran konkret : cara berpikir secara harfiah; penggunaan metafora yang terbatas
tanpa memahami nuansa maknanya; pemikiran satu dimensi.
E. Pemikiran abstrak: kemampuan untuk memahami nuansa makna; pemikiran
multidimensi dengan kemampuan untuk menggunakan metafora dan hipotesis secara
tepat

9. Tilikan : kemampuan seseorang untuk memahami peny bab sejati dan makna suatu situasi
(contohnya sekumpulan gejal a ).
A. Tilikan intelektual: pemahaman kenyataan obJektif suatu kelompok keadaan tanpa
disertai kemampuan untuk menerapkan pemahaman tersebut dalam cara yang
berguna untuk mengatasi situasi
B. Tilikan sejati: pemahaman akan kenyataan objektif suatu situasi disertai motivasi dan
dorongan emosional untuk menguasai situasi.
C. Tilikan terganggu: berkurangnya kemampuan untuk memahami kenyataan objektif
dari suatu situasi

10. Daya nilai : kemampuan untuk rnengkaji suatu situasi dengan benar dan bertindak sesuai
situasi tersebul.
A. Daya nilai kritis: kemampuan untuk merangkaji, mencerna, dan memilih di antara
berbagai opsi dalam suatu situasi.
B. Daya nilai otomatis: kinerja refleks suatu tindakan.
C. Daya nilai terganggu: berkurangnya kemampuan untuk memahami suatu situasi
dengan benar dan mengambil tindakan yang sesuai
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Gangguan jiwa merupakan psikologik atau pola perilaku yang ditujukan pada individu
yang menyebabkan distress, menurunkan kualitas kehidupan dan disfungsi. Hal tersebut
mencerminkan disfungsi psikologis, bukan sebagai akibat dari penyimpangan social maupun
konflik dengan masyarakat. Gangguan mental dapat dikenali dengan perubahan pola pikir,
tingkah laku dan emosi yang berubah secara mendadak tanpa disertai alas an yang jelas. Stress
yang menjadi pemicu awal terjadinya gangguan jiwa akan membuat seseorang tidak mampu
beraktivitas secara normal. Jika stress ini tidak ditangani secara cepat maka akan berlanjut pada
gejala gangguan kejiwaan.

Banyak para ahli yang memberikan metode upaya pencegahan mulai dari factor yang
mempengaruhi sampai akibat yang ditimbulkan. Pada dasarnya upaya pencegahan ialah
didasarkan pada prinsip-prinsip kesehatan mental. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah
gambaran dan sikap baik terhadap diri sendiri, keterpaduan atau integrasi diri, perwujudan diri
(aktualisasi) diri, kemampuan menerima orang lain, melakukan aktivitas social dan
menyerasikan diri dengan lingkungan tempat tinggal, agama dan falsafah hidup dan pengawasan
diri.

3.2 SARAN

Disarankan kepada tenaga medis bahwa kepada pasien psikiatri harus ditangani dengan
cepat, tepat dan utamakan keselamatan dan keamanan diri, sehingga petugas harus melakukan
pendekatan dengan cara yang tidak menakutkan dan tidak mengancam, harus selalu memberikan
informasi kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan, dengan pendekatan yang tepat,
penanganan yang tepat maka akan menjadikan prognosis yang baik bagi pasien.

Anda mungkin juga menyukai