Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
18360199
Pembimbing :
SUMATERA UTARA
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
A. Afek : Ekspresi emosi yang teramati, mungkin tidak sesuai dengan deskripsi pasien
tentang emosinya.
1. Afek sesuai : kondisi ketika nada emosi selaras dengan ide, pikiran atau gaya
bicara yang menyertai; juga dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai afek luas atau
penuh, yaitu ketika kisaran emosi yang penuh diekspresikan dengan tepat.
2. Afek tidak sesuai : ketidakharmonisan antara nada perasaan emosional dengan
ide, pikiran atau gaya bicara yang menyertai.
3. Afek tumpul : gangguan afek yang bermanifestasi sebagai sangat berkurangnya
intensitas tonus perasaan yang diungkapkan.
4. Afek terbatas atau menyempit : berkurangnya intensitas nada perasaan yang
kadarnya tidak begitu parah dibanding afek datar namun jelas menurun
5. Afek datar : tidak ada atau hampir tidak ada tanda ekspresi afektif, suara
monoton, wajah tidak bergerak.
6. Afek labil : Perubahan nada perasaan emosional yang cepat dan mendadak, tidak
disebabkan oleh stimulus eksterna.
B. Mood : Emosi yang menetap dan telah meresap yang dialami dan dilaporkan secara
subjektif oleh pasien dan teramati oleh orang lain. Contohnya meliputi depresi, elasi
dan kemarahan.
1. Mood disforik : mood yang tidak menyenangkan
2. Mood eutimik : kisaran mood normal, menyiratkan tidak ada depresi atau elevasi
mood
3. Mood ekspansif : ekspresi perasaan seseorang tanpa ditahan, seringkali disertai
perasaan bahwa dirinya amat berharga dan penting
4. Mood iritabel : keadaan ketika seseorang mudah terganggu dan terprovokasi
untuk marah
5. Mood mengalun (mood labil) : osilasi antara euphoria dengan depresi atau
ansietas
6. Elevasi : aura percaya diri dan keriangan; mood yang lebih ceria daripada
biasanya
7. Euforia : elasi yang intens disertai rasa kebesaran
8. Ekstasi : rasa nikmat yang intens
9. Depresi : rasa sedih yang psikopatologis
10. Anhedonia : hilangnya minat dan menarik diri dari semua aktivitas biasa dan
menyenangkan, sering disebabkan oleh depresi
11. Duka cita atau berkabung : kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang
mendalam, juga disebut kehilangan akibat kematian.
12. Aleksitimia : ketidakmampuan seseorang untuk mendeskripsikan atau kesulitan
mendeskripsikan atau meyadari emosi atau mood nya
13. Ide bunuh diri : pikiran atau tindakan mengakhiri hidupnya sendiri
14. Elasi : perasaan gembira, euphoria, kemenangan, kepuasan diri yang intens atau
optimism
15. Hipomania : abnormalitas mood yang ditandai cirri kualitatif mania namun
kurang intens
16. Mania : keadaan mood yang ditandai dengan elasi, agitasi, hiperaktivitas,
hiperseksualitas serta percepatan berpikir dan berbicara
17. Melankolia : keadaan depresi berat; digunakan dalam istilah melankolia
involusional baik secara deskriptif maupun untuk merujuk kesuatu entitas
diagnosisi tersendiri
18. La belle indifference : sikap kalem yang tidak tepat atau kurang perhatian
terhadap ketidakmampuan seseorang
C. Emosi lain
1. Ansietas : rasa takut yang timbul akibat antisipasi terhadap bahaya, yang dapat
bersifat internal maupun eksternal
2. Ansietas mengambang bebas : ketakutan pervasive yang tidak terfokus dan tidak
tertambat pada suatu ide
3. Ketakutan : ansietas yang disebabkan oleh bahaya yang nyata dan dikenali secara
sadar
4. Agitasi : ansietas berat yang disertai kegelisahan motorik; serupa dengan
iritabilitas yang ditandai dengan eksitabilitas berlebih disertai kemarahan atau
rasa terganggu yang mudah terpicu
5. Ketegangan : aktivitas motorik dan psikologis yang meningkat dan tidak
menyenangkan
6. Panik : serangan ansietas yang intens, episodic dan akut yang ditandai dengan
rasa ngeri yang berlebihan dan pelepasan otonom
7. Apati : nada emosional yan menumpul disertai rasa terlepas atau tak acuh
8. Ambivalensi : koeksistensi dua impuls yang bertolakbelakang terhadap satu hal
pada orang yang sama dan saat yang sama
9. Abreaksi : pembebasan atau pelepasan emosional setelah mengingat pengalaman
menyakitkan
10. Rasa malu : kegagalan untuk mencapai hal yang diharapkan oleh diri sendiri
11. Rasa bersalah : emosi yang timbul akibat melakukan sesuatu yang dianggap salah
12. Pengendalian impuls : kemampuan untuk menahan impuls, dorongan atau godaan
untuk melakukan suatu tindakan
13. Inefabilitas : keadaan ekstasi yang tidak dapat dijelaskan, tidak dapat
diungkapkan dan mustahil disampaikan ke orang lain
14. Akateksis ; kurangnya perasaan terhadap suatu subjek yang biasanya
menimbulkan emosi; pada kateksis perasaannya terhubung
15. Dekateksis : terlepasnya emosi dari pikiran, ide atau orang.
3. Perilaku Motorik (konasi) : Aspek psikis yang mencakup impuls, motivasi, keingi9nan,
dorongan, insting dan hasrat yang ditunjukkan melalui aktivitas motorik atau perilaku
seseorang.
1. Ekopraksia : peniruan gerakan seseorang oleh orang lain secara patologis
2. Katatonia dan abnormalitas postur : ditemukan pada skizofrenia katatonik dan
beberapa kasus penyakit otak seperti ensefalitis
a. Katalepsi : istilah umum untuk posisi tidak bergerak yang dipertahankan
secara konstan
b. Eksitasi katatonik : aktivitas motorik yang tak bertujuan dan teragitasi, tidak
dipengaruhi oleh stimulus eksternal
c. Stupor katatonik : aktivitas motorik yang melambat secara nyata, seringkali
hingga mencapai suatu titik imobilitas dan tampak tak sadar akan sekitar.
d. Rigiditas katatonik : mempertahankan suatu postur rigid secara volunteer,
meski telah dilakukan semua usaha untuk menggerakkannya
e. Postur katatonik : mempertahankan suatu postur aneh dan tidak pada
tempatnya secara volunteer, biasanya dipertahankan dalam jangka waktu lama
f. Fleksibilitas serea (fleksibiitas lilin) : keadaan seseorang yang dapat dibentuk
menjadi posisi tertentu kemudian dipertahankan ; ketika pemeriksa
menggerakkan anggota gerak orang tersebut, anggota gerak itu terasa seperti
terbuat dari lilin
g. Akinesia : tidak adanya gerakan fisik, seperti yang terdapat pada imobilitas
ekstrim pada penderita skizofrenia katattonik ; juga dapat terjadi akibat efek
simpang ekstrapiramidal dari pengobatan antipsikotik
3. Negativisme : tahanan tanpa motif terhadap semua usaha untuk menggerakkan
atau terhadap semua instruksi
4. Katapleksi : hilangnya tonus otot dan kelemahan sementara yang dipicu oleh
berbagai keadaan emosional
5. Stereotipi : pola tindakan fisik atau berbicara yang tetap dan berulang
6. Manerisme : gerakan involunter yang menjadi kebiasaan dan mendarah daging
7. Otomatisme : tindakan dilakukan secara otomatis yang biasanya melambangkan
aktivitas simbolik bawah sadar
8. Otomatisme perintah : secara otomatis mengikuti saran (juga disebut kepatuhan
otomatis)
9. Mutisme: menjadi bisu tanpa abnormalitas structural
10. Overaktivitas :
a. Agitasi psikomotor : overaktivitas motorik dan kognitif yang berlebihan,
biasanya bersifat non produktif dan merupakan respon terhadap ketegangan
dari dalam
b. Hiperaktivitas (hiperkinesis) : aktivitas yang merusak, agresif dan gelisah
sering disebabkan oleh sejumlah patologi otak yang mendasari.
c. Tik : gerakan motorik spasmodic yang involunter
d. Berjalan dalam tidur (somnnabulisme) : aktivitas motorik saat tidur
e. Akatisia : perasaan subjektif berupa rasa tegang pada otot sekunder akibat
antipsikotika atau obat lain, yang dapat mengakibatkan kegelisahan, berjalan
mondar mandir, duduk-berdiri berulang kali, dapat disalah artikan sebagai
agitasi psikotik
f. Kompulsi : impuls tak terkendali untuk melakukan suatu tindakan secara
repetitive
1. Dipsomania : kompulsi untuk minum alcohol
2. Kleptomania : kompulsi untuk mencuri
3. Nimfomania : keinginan kompulsif dan berlebih untuk melakukan
koitus pada wanita
4. Satiriasis : keinginan kompulsif dan berlebih untuk melakukan koitus
pada pria
5. Trikotilomania : kompulsi untuk menarik rambut
6. Ritual : aktivitas otomatis, bersifat kompulsif, bertujuan untuk
mengurangi ansietas
g. Ataksia : kegagalan koordinasi otot, iregularitas kerja otot
h. Polifagia :makan berlebihan yang patologis
i. Tremor : perubahan gerakan secara ritmis, biasanya lebih cepat dari satu
ketukan per detik, biasanya tremor berkurang selama periode relaksasi dan
tidur serta meningkat pada periode kemarahan dan peningkatan tegangan
j. Floksilasi : gerakan mencabuti yang tidak bertujuan, biasanya pakaian atau
sprei, sering terlihat pada delirium
11. Hipoaktivitas (hipokinesis) : penurunan aktivitas motorik dan kognitif, seperti
pada retardasi psikomotor, perlambatan secara nyata pada proses pikir, bicara dan
gerakan
12. Mimikri : aktibvitas motorik imitative sederhana pada masa kanak kanak
13. Agresi : tindakan penuh tenaga dan bertujuan yang dapat bersifat verbal maupun
fisik; lawan motorik dari afek gusar, marah dan benci
14. Berlagak : ekspresi keinginan bawah sadar atau impuls tindakan secara langsung;
menunjukkan fantasi bawah sadar secara impulsive dalam perilaku
15. Abulia : penurunan rangsang untuk bertindak dan berpikir, akibat sikap tidak
peduli akan konsekuensi dari tindakannya; akibat defisit neurologic
16. Anergia : tidak berenergi
17. Astasia abasia : ketidakmampuan untuk berdiri atau berjalan secara normal, meski
gerakan tungkai normal dapat dilakukan pada posisi duduk atau berbaring. Cara
berjalannya aneh dan tidak mengarah ke suatu lesi organic spesifik; terdapat pada
gangguan konversi
18. Koprofagia : memakan kotoran atau feses
19. Diskinesia : kesulitan melakukan gerakan volunteer, seperti pada gangguan
ekstrapiramidal
20. Rigiditas otot : keadaan ketika otot tetap tak dapt digerakkan, ditemui pada
skizofrenia
21. Berputar : tanda yang terdapat pada anak autistic yang terus menerus berputar
kearah kepalanya yang dimiringkan
22. Bradikinesia : kelambanan aktivitas motorik disertai penurunan gerakan spontan
normal
23. Khorea : gerakan acak, menyentak, cepat, involunter dan tak bertujuan
24. Konvulsi : kontraksi atau spasme otot yang hebat dan involunter
a. Konvulsi klonik : konvulsi berupa otot yang berkonstraksi dan berelaksasi
secara bergantian
b. Konvulsi tonik : konvulsi berupa kontraksi otot yang tertahan
25. Kejang : serangan atau awitan gejala tertentu yang mendadak, contohnya
konvulsi, hilang kesadaran serta gangguan psikis atau sensorik. Ditemui pada
epilepsy dan dapat diinduksi oleh zat.
a. Kejang tonik klonik menyeluruh : awitan gerakan tonik klonik pada
ekstremitras yang menyeluruh, menggigit lidah dan inkontinensia dan diikuti
oleh pemulihan kesadaran dan kognisi secara lambat dan bertahap; disebut
juga kejang grand mal dan kejang psikomotor
b. Kejang parsial sederhana : awitan kejang iktal local tanpa gangguan kesadaran
c. Kejang parsial komplek : awitan kejang iktal local dengan gangguan
kesadaran
26. Distonia : konstraksi badan atau ekstremitas yang lambat dan tertahan; dapat
ditemui pada distonia akibat obat
27. Aminia : ketidakmampuan untuk membuat gerakan isyarat atau memahami
gerakan isyarat yang dilakukan oleh orang lain
4. Berpikir : aliran ide, symbol dan asosiasi yang bertujuan, diawali sebuah masalah atau
tugas dan berakhir pada kesimpulan yang berorientasi pada kenyataan. Bila terdapat
urutan yang logis, cara berpikir, dianggap normal. Parapraksis (meleset dari logika secara
tisak sadar, disebut juga Freudian slip) dianggap sebagai bagian cara berpikir normal.
Cara berpikir abstrak adalah kemampuan untuk menangkap esensi suatu keseluruhan,
memecah keseluruhan menjadi bagian dan mencerna isyarat umum
6. Persepsi : proses transfer stimulus fisik menjadi informasi psikologis; proses mental yang
membawa stimulus sensorik ke alam sadar.
1. Halusinasi : persepsi sensorik palsu yang tidak dikaitkan dengan stimulus eksternal
yang nyata; mungkin terdapat interpretasi berupa waham atas pengalaman halusinasi
tersebut namun mungkin pula tidak.
a. Halusinasi hipnagogik: persepsi palsu yang terjadi saat akan jatuh tertidur,
umumnya dianggap sebagai fenomena yang tidak patologis.
b. Halusinasi hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat bangun dari tidur;
biasanya dianggap tidak patologis
c. Halusinasi auditorik: persepsi palsu akan bunyi, biasanya berupa suara-suara
namun dapat pula berupa bunyi-bunyian lain, contohnya musik, merupakan
halusinasi yang paling sering ditemukan pada gangguan psikiatri.
d. Halusinasi visual: persepsi palsu yang melibatkan penglihatan baik suatu citra
yang berbentuk (misalnya, orang) dan citra tak berbentuk (misalnya. kilatan
cahaya); paling sering ditemukan pada gangguan medis.
e. Halusinasi olfaktorik: persepsi palsu akan bau; paling sering terdapat pada
gangguan medis
f. Halusinasi gustatorik : persepsi palsu akan rasa, misalnya rasa yang tidak enak,
disebabkan oleh kejang unsinatus; paling sering terjadi pada gang guan medis
g. Halusinasi taktil (haptik): persepsi palsu akan sentuhan atau sensasi permukaan,
contohnya pada ekstremitas yang diamputasi, sensasi merayap pada atau di bawah
kulit
h. Halusinasi somatik: sensasi palsu akan adanya sesuatu yang terjadi pada atau
ditujukan ke tubuhnya, paling sering berasal dari visera (disebut juga halusinasi
senestesik).
i. Halusinasi liliput: persepsi palsu bahwa ukuran obyek terlihat mengecil
j. Halusinasi yang kongruen mood : halusinasi yang isinya konsisten dengan mood
depresif atau manik (contohnya, pasien depresi mendengar suara yang
mengatakan bahwa dirinya adalah orang jahat; seorang pasien manik mendengar
suara yang mengatakan dirinya amat berharga, berkuasa dan berpengetahuan
tinggi)
k. Halusinasi yang tidak kongruen mood: halusinasi yang isinya tidak konsisten
dengan mood depresif maupun manik (misalnya, pada depresi halusinasi tidak
melibatkan tema seperti rasa bersalah. berhak dihukum, atau perasaan rendah diri;
pada manik, halusinasi tidak melibatkan tema seperti harga diri dan kekuasaan
yang tinggi)
l. Halusinosis: halusinasi, paling sering auditorik. akibat penyalahgunaan alkohol
kronik dan yang terjadi pada kesadaran yang jernih, berlawanan dengan delirium
tremens, yaitu halusinasi yang terjadi pada kesadaran berkabut.
m. Sinestesia: sensasi atau halusinasi yang ditimbulkan oleh sensasi lain (contohnya,
sensasi auditorik yang disertai atau memicu sensasi visual, suara yang dianggap
terlihat atau kejadian visual yang dianggap sebagai sesuatu yang terdengar)
n. Fenomena trailing : abnormalitas persepsi terkait obat halusinogenik berupa
obyek bergerak terlihat sebagai serangkaian citra yang terpisah dan terputus.
o. Halusinasi perintah: persepsi palsu akan perintah yang membuat seseorang
merasa wajib mematuhi atau tak kuasa menolak
2. Ilusi : persepsi atau interpretasi yang salah akan stimulus eksterna yang nyata
A. Gangguan memori
Amnesia: ketidakmampuan parsial atau total untuk mengingat kejadian masa lalu;
dapat bersifat organik atau emosional.
a. Anterograd: amnesia mengenai kejadian yang terjadi sesudah waktu tertentu.
b. Retrograd: amnesia mengenai kejadian yang terjadi sebelum waktu tertentu
Paramnesia: pemalsuan memori akibat distorsi dalam rnengingat kembali.
a. Fausse reconnaissance: pengenalan yang salah
b. Falsifikasi retrospektif: memori menjadi terdistorsi di luar keinginan (tanpa
sadar), dipengaruhi oleh kondisi pengalaman, kognisi dan emosi seseorang
saat itu
c. Konfabulasi: pengisian kekosongan memori secara tidak sadar dengan
pengalaman yang dibayangkan atau bukan yang sebenarnya yang dipercayai
oleh seseorang namun hal tersebut tidak sesuai kenyataan; paling sering
disebabkan oleh patologi organik.
d. Dejavu : ilusi pengenalan visual yaitu suatu situasi yang baru dikenali secara
salah sebagai pengulangan memori yang telah dialami sebelumnya.
e. Deja entendu : ilusi pengenalan auditorik.
f. Deja pense : ilusi bahwa suatu pikiran yang baru dikenali sebagai pikiran yang
sebelumnya telah dialami atau diungkapkan
g. Jamais vu : perasaan yang salah yaitu seseorang tidak merasa familiar dengan
situasi yang telah ia alami
h. Memori palsu :pengingatan kembali dan keyakinan oleh seseorang mengenai
suatu kejadian yang sebenarnya tidak terjadi
Hipermnesia : derajat retensi dan pengingatan kembali memori yang berlebihan
Citra eidetik: memori visual yang sangat jelas, hampir seperti halusinasi.
Memori layar: memori yang ditoleransi secara sadar untuk menutupi suatu
memori yang menyakitkan.
Represi: mekanisme defensi yang ditandai dengan melupakan secara sadar ide
atau impuls yang tak dapat diterima
Lethologika: ketidakmampuan sementara untuk mengingat nama atau kata benda
yang benar.
Blackout : amnesia yang dialami oleh alkoholik tentang perilaku selama ia
minum-minum, biasanya mengindikasikan terjadinya kerusakan otak reversibel.
B. Tingkatan Memori
Segera: reproduksi atau pengingatan materi yang baru diterima dalam jangka
waktu detik atau menit.
Jangka pendek: mengingat peristiwa yang terjadi selama beberapa hari
sebelumnya.
Jangka menengah: mengingat peristiwa yang terjadi dalam beberapa bulan
sebelumnya.
Jangka panjang: mengingat peristiwa yang terjadi jauh di masa lampau.
9. Tilikan : kemampuan seseorang untuk memahami peny bab sejati dan makna suatu situasi
(contohnya sekumpulan gejal a ).
A. Tilikan intelektual: pemahaman kenyataan obJektif suatu kelompok keadaan tanpa
disertai kemampuan untuk menerapkan pemahaman tersebut dalam cara yang
berguna untuk mengatasi situasi
B. Tilikan sejati: pemahaman akan kenyataan objektif suatu situasi disertai motivasi dan
dorongan emosional untuk menguasai situasi.
C. Tilikan terganggu: berkurangnya kemampuan untuk memahami kenyataan objektif
dari suatu situasi
10. Daya nilai : kemampuan untuk rnengkaji suatu situasi dengan benar dan bertindak sesuai
situasi tersebul.
A. Daya nilai kritis: kemampuan untuk merangkaji, mencerna, dan memilih di antara
berbagai opsi dalam suatu situasi.
B. Daya nilai otomatis: kinerja refleks suatu tindakan.
C. Daya nilai terganggu: berkurangnya kemampuan untuk memahami suatu situasi
dengan benar dan mengambil tindakan yang sesuai
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Gangguan jiwa merupakan psikologik atau pola perilaku yang ditujukan pada individu
yang menyebabkan distress, menurunkan kualitas kehidupan dan disfungsi. Hal tersebut
mencerminkan disfungsi psikologis, bukan sebagai akibat dari penyimpangan social maupun
konflik dengan masyarakat. Gangguan mental dapat dikenali dengan perubahan pola pikir,
tingkah laku dan emosi yang berubah secara mendadak tanpa disertai alas an yang jelas. Stress
yang menjadi pemicu awal terjadinya gangguan jiwa akan membuat seseorang tidak mampu
beraktivitas secara normal. Jika stress ini tidak ditangani secara cepat maka akan berlanjut pada
gejala gangguan kejiwaan.
Banyak para ahli yang memberikan metode upaya pencegahan mulai dari factor yang
mempengaruhi sampai akibat yang ditimbulkan. Pada dasarnya upaya pencegahan ialah
didasarkan pada prinsip-prinsip kesehatan mental. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah
gambaran dan sikap baik terhadap diri sendiri, keterpaduan atau integrasi diri, perwujudan diri
(aktualisasi) diri, kemampuan menerima orang lain, melakukan aktivitas social dan
menyerasikan diri dengan lingkungan tempat tinggal, agama dan falsafah hidup dan pengawasan
diri.
3.2 SARAN
Disarankan kepada tenaga medis bahwa kepada pasien psikiatri harus ditangani dengan
cepat, tepat dan utamakan keselamatan dan keamanan diri, sehingga petugas harus melakukan
pendekatan dengan cara yang tidak menakutkan dan tidak mengancam, harus selalu memberikan
informasi kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan, dengan pendekatan yang tepat,
penanganan yang tepat maka akan menjadikan prognosis yang baik bagi pasien.