Anda di halaman 1dari 39

ASKEP ANAK DENGAN KKP

“Kurang Kalori Protein”


Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Keperawatan Anak
Dosen Pengampu: Ns. Ari Setyowati, S. Kep

Disusun Oleh:
1. Gustina Azmia R (2018200041)
2. Fitrianngsih (2018200054)

PRODI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH DI
WONOSOBO
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


KKP adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama
kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot.
Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses
katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi
yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi.
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping
membantu pengaturan metabolisme protein.
Latar belakang Kurang kalori protein merupakan salah satu masalah gizi
masyarakat yang utama di Indonesia. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi
masyarakat telah dilaksanakan melalui berbagai program perbaikan gizi oleh
Departemen Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat. Menurut Survai
Kesehatan tahun 1986 angka kejadian gizi buruk pada anak balita 1,72% dan gizi
kurang sebanyak 11,4. Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah
tipe marasmus. Arif di RS. Dr. Sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di
RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%. Hal ini dapat dipahami karena marasmus
sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang
kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan serta terjadinya krisis
ekonomi di lndonesia.
Malnutrisi merupakan masalah yang menjadi perhatian internasional serta
memiliki berbagai sebab yang saling berkaitan. Penyebab malnutrisi menurut
kerangka konseptual UNICEF dapat dibedakan menjadi penyebab langsung
(immediate cause) penyebab tidak langsung (underlying cause) dan penyebab
dasar (basic cause) .
Di Indonesia, penderita malnutrisi terdapat dikalangan ibu dan masyarakat
yang kurang mampu ekonominya. kondisi anak dengan gejala malnutrisi dianggap
kondisi “biasa” dan dianggap sepele oleh orangtuanya. Masyarakat di Indonesia,
para ibu berpendapat bahwa anak yang buncit perutnya bukan kekurangan nutrisi,
melainkankarena enyakit cacingan.
Kematian akibat malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan
makanan yang mengakibatkan kurangnya jumlah makanan yang diberikan.
kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian makanan yang
salah. Selain itu juga karena adanya penyakit, terutama penyakit infeksi,
mempengaruhi jumlah asupan makanan dan penggunaan nutrient oleh tubuh.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar kita semua tahu terutama kita
sebagai mahasiswa akademi keperawatan lebih mendalami tentang penyakit
KKP juga untuk memenuhi tugas makalah yang diberikan oleh dosen
pembimbing dan supaya mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada
anak dengan penyakit KKP.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat:
a. Mahasiswa mengetahui apa itu KKP
b. Agar mahasiswa mengerti cara merawat pasien dengan KKP
c. Agar mahasiswa dapat memberi asuhan keperawatan kepada klien dengan
KKP sesuai dengan pendidikan yang didapatkannya

1.3 Manfaat Penulisan


1. Bagi Institusi : Sebagai tambahan sumber bacaan atau pengetahuan
2. Bagi Pembaca : Untuk menambah wawasan kita mengenai pengertian,
penyebab, patofisiologi, tanda dan gejala, serta penatalaksanaan KKP
tersebut.
3. Bagi Penulis : Terpenuhinya tugas keperawatan anak yang berupa
makalah dengan KKP.
BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Anatomi Fisiologi


Anatomi fisiologi pada malnutrisi kurang energi protein berupa gangguan
pada sistem pencernaan yang tidak dapat mengabsorbs protein, organ saluran
cerna membentuk suatu lumen lumen kontinyu yang berawal di mulut
berakhir di anus fungsi utama saluran cerna adalah mencerna makanan dan
menyerap cairan dan zat gizi yang diperlukan untuk energi dan sebagai bahan
dasar untuk pertumbuhan. karena lumennya bersambung dengan dunia luar,
saluran cerna juga harus membentuk sawar selektif untuk mencegah penetrasi
oleh bakteri.
Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan
air, mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan
masuk untuk sistem pencernaan yang berakhir di anus, bagian dalam mulut
dilapisi oleh selaput lendir, pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat dipermukaan lidah, terdiri dari manis asam dan pahit, penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius dihidung terdiri dari berbagai macam bau.
Tenggorokan (Faring) merupakan penghubung antara rongga mulut dan
kerongkongan didalam lengkung faring terdpat tonsil (amandel) yaitu
kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosis dan merupakan
pertahanan terhaap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas
dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas tulang belakang ke atas bagian depan berhubungan dengan
rongga hidung.
Esofagus adalah suatu lubang yang merupakan saluran cerna bagi
lewatnya makanan melintasi thoraks menuju lambung. lubang kearah faring
tertutup kecuali saat menelan, sehingga udara tidak tertelan kearah kedalam
saluran pencernaan selama bernafas biasa, demikian juga lubang kearah
lambung tetap tertutup oleh springteresofagus bawah, yang merupakan
penebalan muskularis.
Lambung berfungsi sebagai reservoar dan pencampur bagi makanan yang
tertelan, bagian lambung terbesar adalah badan lambung yang ditandai secara
makroskopis dan lipatan lipatan tebal, merupakan otot berongga yang besar,
yang terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus, dan antrium lambung
berfungsi sebagai gudang makanan yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim.
Usus halus adalah organ terbesar disaluran cerna dan bertanggung jawab
melalukan sebagian besar fungsi pencernaan dan penyerapan. Bagian
pertama, duodenum, berjalan dari pirolus ke ligamentum termasuk
lingkungan c melingkari kaput pankreas. Duktus biliaris komunis dan duktus
pankreatikus masuk ke dudenum di papilla vateri.
Usus halus sisanya memiliki panjang sekitar 200-250 cm pada neonatus
aterm dan mencapau 350-600 pada orang dewasa. Pencernaan protein dimulai
oleh enzim pepsin dilambung yang disekresikan bersama oleh asam lambung.
Beberapa protein pembawa spesifik yang deoenden natrium dan dengan
spesifitas tumpang tindih secara aktif mengangkut asam amino kedalam sel.
Kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi biasanya dibagi menjadi delapan
bagian dalam kategori utama yaitu berupa Air, energi, protein, vitamin,
mineral, lemak, karbohidrat, vitamin dan elemen renik.
Rektum dan anus sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus, organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses, biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan ditempat yang lebih tinggi yaitu pada kolon desendens, jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk kedalam rektum, maka timbul
keinginan untuk Buang Air Besar (BAB)
Sistem Pencernaan atau sistem Gastrointestinal (mulai dari mulut sampai
anus )adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat zat gizi dan energi, menyerap zat zat gizi
kedalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat
dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
2.2 Definisi
Menurut DepKes RI, Malnutrisi energy-protein tidak adekuatnya intake
dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh. Keadaan terang gizi yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam keadaan sehari hari
sehingga tidak memebuhi dalam angka kecukupan gizi pada anak.
KKP adalah penyakit yang disebabkan oleh konsumsi kalori yang tidak
memadai yang mengakibatkan kekurangan protein dan mikronutrisi (zat gizi
yang diperlukan dalam jumlah sedikit, misalnya vitamin dan mineral)
KKP merupakan masalah gizi utama di Indonesia. KKP disebabkan
karena defisiensi makro nutrion (zat gizi makro). Meskipun saat ini terjadi
alsalah dengan defisiensi macro nutrion namun dibeberapa daerah di
prevalensi kep masih tinggi sehingga memerlukan penanganan yang intensif
dalam penurunan prevalensi
Kekurangan Kalori Protein (KKP) adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan karena rendahnya konsumsi energi kalori dan protein dalam
makanan sehari hari sehingga menyebabkan tidak adekuatnya intake kalori
dan protein yang dibutuhkan oleh tubuh (Nelson, 2010)
KKP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi
angka kebutuhan gizi (Mansjoer Arif, 2011)
KKP adalah suatu keadaan dimana tubuh kekurangan protein dan tidak
adekuatnya suplai kalori baik dari segi kualitas dan kuantitas (Whaley &
Wong, 2010)
KKP adalah penyakit yang disebabkan oleh konsumsi kalori yang tidak
memadai yang mengakibatkan kekurangan protein dan mikronutrisi (zat gizi
yang diperlukan dalam jumlah sedikit, misalnya vitamin dan mineral).
Nama Internasional KKP yaitu Calori Protein Malnutrion atau CPM
adalah suatu penyakit defisiensi gizi dari keadaan ringan sampai berat,
disebut juga Protein Energi Malnutrisi (PEM). Secara klinikdibedakan dalam
bentuk yaitu Kwashioskor dan maramus. Diantara kedua betuk tersebut
terdapat bentuk antara atau “Maramus Kwashioskor”
a. Maramus yaitu keadaan kurang kalori
b. Kwashioskor yatu keadaan kekurangan protein yang parah dan pemasukan
kalori yang kurang
c. Maramus kwashioskor yaitu keadaan peralihan antara maraus dan
kwashioskor

Klasifikasi KKP

Berdasarkan berat dan tidaknya, KKP dabagi menjadi :

a. KKP ringan atau sedang disebut juga sebagai gizi kurang (undernutrition)
ditandai dengan adanya hambatan pertumbuhan.
b. KKP Berat, meliputi
1. Kwashioskor
2. Maramus
3. Marasmik-Kwashioskor.

Kwashioskor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh


defisiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori tubuh
yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwshioskor atau busung lapar adalah salah
satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi
Protein (MEP). Dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan
pertumbuhan, depigemntasi, hyperkeratosis (sebab utama ialah defisiensi
protein, tetapi karna biasanya makanan kurang mengandung nutrien lainya,
maka defisiensi protein disertai defisiensi kalori sehingga sering penderita
menunjukkan gejal baik kwashioskor maupun maramus..

Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori protein yang berat, keadaan ini
merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit
infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak
sendiri yang dibawa sejak lahir diduga berpengaruh terhadap terjadinya
marasmus.

(Buku Asuhan Keperawatan Praktis Jilid II 2016)


2.3 Etiologi

a. Faktor Ekonomi
Protein yang bermutu baik terutama terdapat pada bahan makanan yang
berasal dari hewan seperti protein susu, keju, telur, daging dan ikan.
Bahkan makanan tersebut mahal harganya, sehingga tidak terbayar oleh
mereka yang berpenghasilan menengah ke bawah.
b. Pengetahuan yang kurang tentang nilai bahan makanan, cara pemeliharaan
anak.
c. Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat
zat giziensesial, yang bisa disebabkan oleh : asupan yang kurang karena
makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi).
penggunaan berlebihan zat zat gizi oleh tubuh . Kehilangan zat zat gizi
yang abnormal memlalui diare, pendarahan, gagal ginjal atau keringat
yang berlebihan. Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya
KKP adalah konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada
orang dewasa, KKP timbul pada anggota keluarga rumah tangga miskin
oleh karena kelaparan akibat gagal panen atau hilang mata pencaharian.
Bentuk berat dari KKP dibeberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai
penyakit busung lapar atau HO (Honger Oedeem)
Penyebab Langsung
a. Kurangnya asupan makanan : kurangnya supan makanan sendiri dapat
disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya
kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian makanan yang salah.
b. Adanya penyakit : terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah
asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh.
Infeksi apapun dapat memperburuk keadaan gizi, malnutrisi walaupun
masih ringan mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh
terhadap infeksi.
Penyebab Tidak Langsung
a. Kurangnya ketahanan pangan keluarga : keterbatasan keluarga untuk
menghasilkan atau mendapatkan makanan. Penyakit kemiskinan
malnutrisi merupakan problem bagi golongan bawah masyarakat tersebut.
b. Kualitas perawatan ibu dan anak
c. Buruknya pelayanan kesehatan
d. Sanitasi lingkungan yang kurang
e. Faktor keadaaan penduduk
Dalam World Food Conference di Roma dikemukakan bahwa kepadatan
jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan tambahnya persediaan
bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis
pangan. Ms. Lorents memperkirakan bahwa maramus terdapat dalam jumlah
yang banyak jika suatu daerah terlalu padat daerahnya dengan hygiene yang
buruk. (Iskandar, 2012)
1. Maramus
a. Masukan kalori yang kurang akibat kesalahan pemberian
b. Makanan
c. Penyakit metabolik
d. Kelainan kongenital
e. Infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lainnya
2. Kwashioskor
a. Diare yang kronik
b. Malabsorbsi protein
c. Sindrom nefrotik
d. Infeksi menahun
e. Luka bakar
f. Penyakit hati
Keadaan marasmus merupakan hasil akhir dari interaksi antara
kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada
beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar, penyebab
marasmus (Nurarif & Kusuma, 2015) ialah sebagai berikut:
a. Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang
tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu
encer.
b. Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi
enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis
dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas
palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus
Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek
mengisap yang kurang kuat.
e. Pemberian ASI
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan
yang cukup.
f. Gangguan metabolik
Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose
intolerance.
g. Tumor hypothalamus
Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain
telah disingkirkan.
h. Penyapihan
Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang
kurang akan menimbulkan marasmus.
i. Urbanisasi
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan
susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu; dan bila
disertai dengan infeksi berulang, terutama gastro enteritis akan
menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
2.4 Patofisiologi
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang
sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori
dalam dietnya. Kelainanan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan
perubahan sel yang meyebabkan edema dan lemak dalam hati. Kekurangan
protein dalam diet akan terjadi karena kekurangan berbagai asam amino esensial
dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme yang akan
disalurkan ke jaringan otot. Semakin asam amino berkurang dalam serum ini
akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian
berakibat edema. Lemak dalam hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-
lipoprotein sehingga transport lemak dari hati terganggu dan berakibat terjadinya
penimbunan lemak dalam hati.
Pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan
manghilangkan lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian
merupakan prosesn fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan tubuh
memerlukan energi, namun tidak didapat sendiri dan cadangan protein
digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Penghancuran
jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan
energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial
lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu, pada
marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal,
sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.
(Ngastiyah, 2012).
2.5 Pathway
1. status sosial ekonomi
(Kwashioskor) rendah
2. kurang pengetahuan
3. sistem dukungan sosial
Defisiensi Protein Defisiensi sumber kalori tidak memadai

Katabolisme Protein dan Defisiensi Energi Fisik


Lemak naik

Defisiensi Asam Amino Hipoproteinemia, Gangguan pola aktifitas/ bermain


Esensial Hipoalbiminemia (cengeng / apatis )

Gangguan Sintesis Sel Edema Intoleransi Aktifitas

Resiko Kerusakan Integritas


Kulit

1. status sosial Gangguan Pertumbuhan fisik-


ekonomi rendah ukuran antroprometik
2. kurang
pengetahuan
3. sistem dukungan Resiko Pertumbuhan yang
sosial tdk tidak proporsional Resiko
memadai Keterlambatan Perkembangan

Ggn sintesis sel2 darah :


Pencernaan Pernafasan
anemia gizi, gangguan
imunitas seluler mual atau muntah, bronkhitis,
gastroenteritis, malabsorbsi bronkhopneumonia,
Resiko Infeksi Sistemik tuberculosis

Tindakan Infasif : Sonde Defisit Nutrisi semakin berat


Ketidakefektifan
atau Infus Defisit Cairan dan elektrolit bersihan jalan nafas

Resiko Infeksi Sekunder Ketidakseimbangan nutrisi


Resiko Aspirasi kurang dari kebutuhan
tubuh
(Marasmus)

Malabsorbsi, infeksi, Kegagalan melakukan


anoreksia sintesis protein dan kalori

Resiko Infeksi
Social ekonomi rendah,
Intake kurang dari kurang asupan makanan
Keadaan Umum Lemah kebutuhan bergizi

Daya tahan tubuh Defisiensi protein dan Defisiensi Pengetahuan


menurun kalori

Hilangnya lemak Fungsi saluran cerna Asam amino esensial


dibantalan kulit terganggu menurun dan produksi
albumin menurun

Turgor kulit menurun Gangguan peristaltik dan


Atrofi atau pengecilan otot
dan keriput penyerapan diusus

Kerusakan integritas Peristaltik meningkat, air Keterlambatan


kulit dan garam terbawa ke pertumbuhan dan
usus perkembangan

Anoreksia, diare

Cairan dan eletrolit


terbuang

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan cairan
2.6 Manifestasi Klinis
a. Edema, umumnya seluruh tubuh terutama pada punggung kaki
(dorsum pedis)
b. Wajah membulat dan sembab
c. Pandangan mata sayu
d. Perubahan status mental, apatis dan rewel
e. Rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rasa sakit dan rontok
f. Pembesaran hati
g. Otot mengecil (hipotrofi) lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri
atau duduk

Gambaran klinik antara marasmus dan kwashioskor sebenarnya


berbeda walaupun dapat terjadi bersama-sama

a. Kwashioskor
1) Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan
mudah terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan
koma
2) Pertumbuhan terganggu (BB dan TB kurang dari standart)

Perkiraan Berat Badan (Kg)


Lahir 3,25
3-12 bulan (bln+9) / 2
1-6 tahun (thn x 2) + 2
6-12 tahun {(thn x 7)} – 5/2

Perkiraan Tinggi Badan (Cm)


1 tahun 1,5 x TB lahir
4 tahun 2 x TB lahir
6 tahun 1,5 x TB 1 tahun
13 tahun 3 x TB lahir
Dewasa 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 Th
3) Udema
4) Anoreksia dan diare
5) Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis
dan lembek
6) Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku serta
mudah dicabut
7) Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dan garis-garis
kulit yang dalam dan lebam, disertai defesiensi vitamin B
kompleks, defesiensi eritropoitin dan kerusakan hati
8) Anak mudah terjangkit infeksi
9) Perubahan mental (cegeng atau apatis)
10) Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai
berat
11) Gejala gastrointestinal (anreksia dan diare)
12) Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering,
halus, jarang dan mudah dicabut)
13) Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba
kenyal, licin dengan batas yang tegas)
14) Anemia akibat gangguan eritropoesis
15) Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia
dengan kadar globulin normal, kadar kolesterol serum darah
16) Pada biopsy hati ditemukan perlemakan, sering ditandai dengan
fibrosis, nekerosis, infiltrasi semononukleus
17) Hasil autopsy yang berat menunjukkan terjdinya perubahan
degenerative pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi
fili usus, osteoporosis)
b. Marasmus
1) Anak cengeng dan rewel
2) Diare
3) Mata besar dan dalam
4) Akral dingin dan tampak sianosis
5) Wajah seperti orang tua
6) Pertumbuhan dan perkembangan terganggu
7) Terjadi pantat begi karena terjadi atrofi otot
8) Jaringan lemak dibawah kulit aka menghilang, kulit keriput
dan tugor kulit jelek
9) Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usu yang
jelas
10) Nadi lambat dan metabolism basal menurun
11) Vene supervisialis tampak lebih jelas
12) Ubun-ubun besar cekung
13) Tulang ipi dan dagu kelihatan meninjol
14) Anoreksia
15) Sering bangun malam
(Buku Asuhan Keperawatan Praktis Jilid II, 2016)

2.7 Pemerisaan Diagnostik


Kwashioskor :
a. Pemeriksaan darah : albumin, globulin, protein total, elektrolit serum,
biakan darah
b. Pemeriksaan urine : urine lengkap dan kultur urine
c. Uji faal hati
d. EKG
e. X Foto Paru
f. Konsul THT : adanya otitis media

Maramus

a. Pemeriksaan Fisik
b. Mengukur TB dan BB
c. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi
dengan BB (dalm meter)
d. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang
(lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak
dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dengan menggunakan jangka
lengkung (kaliper) lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari
lemak tubuh. lipatan lemak normal sekitar 1,25cm pada laki laki dan
sekitar 2,5cm pada wanita

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Kwashioskor mengikuti 10 langkah utama
penatalaksanaan gizi buruk yaitu sebagai berikut :
a. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia
b. Pengobatan dan pencegahan hipotermia
c. Pengobatan dan pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak KEP berat dengan
dehidrasi adalah ada riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan,
mata cekung, nadi lemah, tangan dan kaki teraba dingin, anak tidak
buang air kecil dalam waktu cukup lama. Tindakan yang dapat
dilakukan adalah :
1. Jika anak tidak menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah
jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan
tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50ml (3
sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi
oral khusus KEP disebut ReSoMal.
2. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2x. Jika anak tidak dapat
minum, lakukan rehidrasi intravena (infus) Rl/ Glukosa 5% dan
NaCl dengan perbandingan 1:1
d. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat atau gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit diantaranya :
1. Kelebihan Natrium (Na) Tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah
2. Defisiensi Kalium (K) dan Magnesium (Mg)
Ketidakmampuan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu minimal 2
minggu. Berikan makanan tanpa diberi garam atau rendah garam,
untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2x
(dengan per+an 1 liter air) ditambah 4gr kecil dan 50gr gula atau
bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak
mengandung mineral bentuk makanan lumat.
e. Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak. Pada semua KEP berat secara
rutin diberikan antibiotik sprektum luar.
f. Pemberian makanan, balita KEP berat.
Pemberian diet KEP berat dibagi 3 fase :
Fase Stabilisasi (1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati hati, akrena
Perhatikan masa tumbuh kejar balita keadaan faali anak sangat lemah
dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus
dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa
sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal
saja. Formula khusus seperti formula WHO 75/modifikasi/ modisko ½
yang dilanjutkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun agar
dapat mencapai prinsip tersebut dengan persyaratan diet sbb : porsi
kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa, energi 100 kkal/ kg/hari,
protein 1-1,5gr/ kgBB/hari, cairan 130ml/kgBB/hari (jika ada edema
berat 100 ml/kgBB/hari) Bila anak mendapat ASI teruskan, dianjurkan
memberi formula WHO 75 /pengganti/ modisco ½ dengan gelas, bila
anak terlalu lemah berikan dengan sendok atau pipet. Pemberian
formula WHO 75/ pengganti/ modisco ½ atau pengganti dengan jadwal
pemmberian makanan harus sesuai dengan kebutuhan anak.

Fase ini meliputi 2 Fase : Transisi dan Rehabilitasi


1. Fase Transisi (Minggu II)
a) Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlaham
untuk menghindari resiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila
anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara
mendadak.
b) Ganti formula khusus awal (energi 75 kal dan protein 0.9-1.0gr/
100ml) dengan formula khusus lajutan (energi 100kkal dan
protein 2.9gr/100ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi
bubur atau makanan keluarga dapat digunakan asal kandungan
energi dan protein sama
c) Naikkan dengan 10ml seriap kali sampai hanya sedikit formula
tersissa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30ml/kgBB/ kali
pemberian (200ml/kgBB/hari)
2. Fase Rehabilitasi (Minggu III-VII)
a) Formula WHO-F 135/pengganti/modisco 1 ½ dengan jumlah
tidak terbatas dan sering
b) Energi : 150-220kkal/kgBB/hari
c) Protein : 4-6 gr/kgBB/hari
d) Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan
makanan formula karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh kejar.
e) Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga.
g. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP berat mengalami kurang vitamin dan mineral,
walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa gesa memberikan
preparat besi (Fe) Tunggu sampai anak mau makan dan BB nya mulai
naik (pada minggu II ) Pemberian Fe pada masa stabilisasi dpat
memperburuk keadaan infeksinya.

Berikan setiap harinya :


1. Tambahan multivitamin lain
2. Bila BB mulai naik, berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat
atau sirup besi
3. Bila anak diduga menderita cacingan berikan pirantel pamoat dosis
tunggal
4. Vitamin A oral 1 kali
5. Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian
kapsul vitamin A
i. Berikan stimulasi dan dukungan emosional
j. Persiapan untuk tindak lanjut dirumah

Prinsip pengobatan adalah pemberianmakanan yang banyak mengandung


protein bernilai biologik, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan mineral.
Makanan tersebut dalam bentuk mudah dicerna dan diserap, diberikan secara
bertahap. Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian
parenteral adalah sebgaai berikut :

a. Jumlah Cairan adalah : 200 ml/kgBB/hari untuk kwashioskor atau


marasmus kwashioskor.
b. 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus
c. Makanan tinggi kalori tinggi protein 3,0 – 5,0 g/kgBB
d. Kalori 150-200 kkal/kgBB/hari
e. Vitamin dan mineral, asam folat peroral 3x5 mg/hari pada anak besar
f. KCL oral 75-150 mg/kgBB/hari
g. Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/kgBB/hari
Penatalaksanaan Marasmus mengikuti 10 langkah utaman penatalaksanaan
gizi buruk sebagai berikut :
a. Pengobatan atan Pencegahan Hipoglikemia
Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak
sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan sering
atau cair 2-3 jam sekali, Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat
minum) berikan air gula dengan sendok.
b. Pengobatan dan Pencegahan Hipotermia.
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah <36 Celcius. Pada
keadaan ini anak harus dihangatkan dengan cara ibu atau orang dewasa
lain mendekap anak didadanya lalu ditutupi selimut atau dengan
membungkus anak dengan selimut tebal dan meletakkan lampu
didekatnya. Selama masa penghangatan dilakukan pengukuran suhu anak
pada dubur setiap 30 menit sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil
tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar tidak jatuh
kembali pada keadaan hipotermia
c. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak KEP berat dengan dehidrasi
adalah ada riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan, mata cekung,
nadi lemah, tangan dan kaki teraba dingin, anak tidak buang air kecil
dalam waktu yang cukup lama. Tindakan yang dapat dilakukan :
1. Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap ½ jam
sekali tanpa berhenti, Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan
rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50ml(3 sendok makan)
setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus KEP
disebut ReSoMal
2. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat dpat
menggunakan oralit yang diencerkan 2x. Jika anak tidak dapat minum,
lakukan rehidrasi intravena (infus) Rl/ Glukosa 5% dan NaCl dengan
perbandingan 1:1
d. Lakukan Pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pade semua KEP Berat atau gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit diantaranya :
1. Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasmarendah.
2. Defisiensi Kalium (K) dan Magnesium (Mg)
Keridaknyamanan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu minimal 2
minggu. Berikan makanan tanpa diberi garam atau rendah garam,
untuk rehiidrasi berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2x
(dengan per+an 1 liter air) ditambah 4gr kecil dan 50gr gula atau bila
balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak
mengandung mineral bentuk makanan lumat.
e. Lakukan pengobatan dan pencegahan Infeksi
Pada KEP berat tanda yang umumnya menujukkan adanya infeksi seperti
demam seringkali tidak tampak. Pada semua KEP berat secara rutin
diberikan antibiotik spektrum luar.
f. Pemberian makanan, balita KEP berat
Pemberian diet KEP berat bisa dibagi menjadi 3 fase :
1. Fase Stabilisasi (1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekanatan yang sangat hati hati
sekali, karena keadaan faali anak yang sangat lemah dan kapasitas
homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera
setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi
dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja. Formula
khusus seperti formula WHO 75/modifikasi/modisco ½ yang
dilanjutkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun agar dpaat
mencapai prinsip tersebut dengan persyaratan diet sbb : porsi kecil,
sering, rendah serat dan rendah laktosa, energi 100kkl/kg/hari, protein
1-1,5 gr/kgBB/hari, cairan 130 mlkgBB/hari (jika ada edema berat
100 ml/kgBB/hari ), bila anak mendapat ASI terusan, dilanjutkan
memberi formula WHO 75/pengganti/modisco ½ dengan gelas, bila
anak terlalu lemah berikan dengan sendok atau pipet. Pemberian
formula WHO 75/engganti/modisco ½ atau pengganti dan jadwal
pemberian makanan harus sesuai dengan kebutuhan anak.
Perhatikan masa tumbuh kejar balita
Fase ini meliputi 2 fase : Transisi dan Rehabilitasi :
2. Fase Transisi (Minggu II)
a) Pemberian makanan pada fase ini transisi diberikan secara
perlahan untuk menghindari resiko gagal jantung yang dapat
terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang
banyak secara mendadak
b) Ganti formula khusus awal (energi 75 kal dan protein 0.9-1.0gr
/100ml) dengan formula khusus lanjutan (energi100kkal dan
protein 2.9 gr/100ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi
bubur atau makanan keluarga dapat digunakan asal kandungan
energi dan protein sama.
c) Naikkan dengan 10ml setiap kali sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30ml/kgBB/hari
pemberian (200ml/kgBB/hari)
3. Fase Rehabilitasi (Minggu III-VII)
a) Formula WHO-F 135/pengganti/modisco 1 ½ dengan jumlah
tidak terbatas dans sering
b) Energi : 150-220 kkal/kgBB/hari
c) Protein : 4-6 gr/kgBB/hari
d) Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI ditambah dengan
makanan formula karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh kejar
e) Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
g. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP berat mengalami kurang vitamin dan mineral,
walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa gesa memberikan preparat
besi (Fe) Tunggu sampai anak mau makan dan BB nya mulai naik (pada
minggu II) Pemberian Fe pada masa stabilisasi dapat memperburuk
keadaan infeksinya
Berikan setiap hari :
1. Tambahan multivitamin lain.
2. Bila BB mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat
atau sirup besi
3. Bila anak menduga atau diduga menderita cacingan berikan pirantel
pamoat dosis tunggal
4. Vitamin A oral 1 kali.
5. Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul
vitamin A
h. Berikan stimulasi dan dukungan emosional
Pada KEP anak berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan
perilaku karenanya diberikan : kasih sayang, ciptakan lingkungan
menyenangkan, lakukan terapi bermain terstruktur 15-30 menit/hari
rencanakan aktifitas fisik setelah sembuh, tingkatkan keterlibatan ibu
(memberi makan, memandikan dan bermain)
i. Persiapan untuk tindak lanjut dirumah
Bila BB anak sudah berada digaris warna kuning anak dapat dirawat
dirumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di
desanya.

2.9 Komplikasi
Anak dengan kwashioskor akan lebih mudah untuk terkena infeksi
dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kemajuan potensial
untuk tumbuh tidak akan pernah dpat dicapai oleh anak dengan riwayat
kwashioskor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa kwashioskor yang
terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak ) saat menurunkan IQ secara
permanen.
Kwashiorkor yang tidak cepat diatasi akan mengakibatkan marasmus bahkan
marasmus-kwashiorkor. Anak akan mudah terserang infeksi, seperti diare, ISPA
(infeksi saluran pernapasan atas), TBC, polio, dan lain-lain. Lebih dari 40%
anak-anak yang menderita Kwashiorkor meninggal karena gangguan elektrolit,
infeksi, hipotermia, dan kegagalan jantung. Keterbelakangan mental yang
bersifat ringan bisa menetap sampai anak mencapai usia sekolah dan mungkin
lebih. Anak dengan Kwashiorkor dapat terjadi penurunan IQ secara permanen.
Diperlukan waktu sekitar 2-3 bulan agar berat badan anak kembali ke berat
badan ideal. Komplikasi jangka pendek yang akan terjadi bagi penderita
kwashiorkor adalah diare, hipoglikemia, anemia, hipokalemia, shock, hipotermi,
dehidrasi, gangguan fungsi vital, gangguan keseimbangan elektrolit asam-basa,
infeksi berat, serta hambatan penyembuhan penyakit penyerta. Sedangkan
komplikasi jangka panjang adalah tubuh pendek dan berkurangnya potensi
tumbuh kembang.
Adapun komplikasi yang terjadi pada penderita marasmus antara lain infeksi,
tuberculosis, parasitosis, disentri, malnutrisi kronik, gangguan tumbuh kembang.
Komplikasi yang mungkin terjadi menurut (Nurarif & Kusuma, 2015),
diantaranya :
a. Defisiensi Vitamin A
b. Infestasi Cacing
c. Dermatis
d. Tuberkulosi
e. Bronkhopneumonia
f. Noma (Penyakit mulut )
g. Anemia
h. Gagal tumbuh
i. Keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Fokus Pengkajian


a. Identitas Pasien
Biodata anak terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, no medrec, diagnosa medis, alamat. Kwashiorkor paling
seringnya pada usia antara 1 – 4 tahun, namun dapat pula terjadi pada
bayi.
b. Riwayat sakit dan Kesehatan
1.  Keluhan utama:
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan
pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak
pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan
terjadinya gangguan kekurangan gizi.
2.  Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan kwashiorkor biasanya mengalami gangguan
pertumbuhan (BB < 80% dari BB normal seusianya), bengkak, serta
mengalami keterbelakangan mental yaitu apatis dan rewel.  Pada anak
kwarshiorkor juga mengalami penurunan nafsu makan ringan sampai
berat.
3. Riwayat Peri natal
a) Tahap Prenatal:
Hal yang dikaji adalah terkait asupan nutrisi pada ibu selama
kehamilan. Kekurangan nutrisi pada ibu selama kehamilan jugan
memungkinkan anak juga akan mengalami malnutrisi. Setelah itu,
infeksi yang mungkin dapat timbul pada ibu dan menyalur ke anak
dan menjadi infeksi kronis bagi anak.
b)  Tahap Intranatal:
Hal yang dikaji adalah proses selama persalinan. Bayi mungkin
dapat lahir dengan berat badan rendah, dan karena pengetahuan
ibu yang kurang sehingga kwarshiorkor dapat timbul saat bayi.
c) Tahap Post natal
Hal yang dikaji adalah asupan nutrisi seperti pemberian ASI
eksklusif dan pemberian nutrisi setelah asi eksklusif. Beberapa
ibu terkadang tidak memberikan asi eksklsif pada bayinya setelah
melahirkan. Hal ini beresiko anak mengalami malnutrisi.
4. Riwayat penyakit keluarga.
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan
terjadinya kwarshiorkor. Namun, sebagian besar tidak ada pengaruh
genetik yang dapat menyebabkan kwarshiorkor. Penyebab
kwarshiorkor dikaitkan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat.
5. Pengkajian Psikososial :
Ibu dengan anak yang menderita kwarshiorkor dapat mengalami
cemas dikarenakan penurunan berat badan anak, penurunan nafsu
makan serta anak yang sering rewel.
6. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas:
Lingkungan yang buruk, dapat memicu timbulnya infeksi. Anak dapat
terkena kwarshiorkor dikarenakan infeksi yang kronik misalnya diare
yang membuatnya mengalami gangguan penyerapan protein.
7. Riwayat nutrisi :
Anak dengan kwarshiorkor akan mengalami malnutrisi terutama
defisiensi protein. Ana juga kekurangan asupan karbohidrat, lemak,
vitamin, dan mineral penting yang diperlukan tubuh. Vitamin yang
kurang diantaranya pembentuk darah seperti Ferum, vitamin B
kompleks (B12, folat, B6) dan vitamin A yang penting untuk
pertumbuhan mata
8. Riwayat pertumbuhan perkembangan :
a) Anak yang menderita kwarshiorkor mengalami keterlambatn
pertumubuhan akibat defisiensi protein dan gangguan
penglihatan.
b) Kecerdasan anak dengan kwarshiorkor juga akan menurun akibat
keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan.
c) Anak CP yang mengalami gangguan anoreksia dapat memperberat
gangguan nutrisi sehingga intake nutrisi semakin berkurang
c. Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon:
1. Persepsi kesehatan dan Pola manajemen
Orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya mengalami gangguan
malnutrisi atau kwarshiorkor namun tidak mengetahui perawatan pada
anak dan bagaiamana mengasuh anak yang menderita kwarshiorkor.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Anak dengan kwarshiorkor akan mengalami defisiensi nutrisi seperti
protein, karbohidrat, lemak, dan mineral yang penting untuk
tubuh.metabolisme akan terganggu akibat zat – zat yang tidak
tersedia, contohnya adalah pembesaran hati karena kekurangan asam
amino.
3. Pola Eliminasi
Pasien dapat memiliki gangguan gastointestinal seperti diare dan
anoreksia. Diare dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu infeksi dapa
saluran cerna, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak.
4. Pola aktivitas dan latihan
Anak akan mengalami gangguan aktivitas akibatstatus mental yang
apatis dan rewel. Aktifitas jugan akan terganggu akibat udem yang
ada pada ekstremitas, serta penurunan fungsi otot.
5. Pola istirahat dan tidur
Anak akan mengalami gangguan tidur akibat edema.
6. Pola persepsi dan kognitif
Anak akan mengalami gangguan kgonitif akibat asupan nutrisi yang
kurang, keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan serta
gangguan penglihatan akibat defisiensi vitamin A.
7. Pola konsep diri
Anak akan merasa malu untuk berkomunikasi dengan dunia luar
akibat gangguan penglihatan dan ketidaknormalan tubunhnya.
8. Pola peran dan hubungan
Hubungan sosial anak dengan dunia luar akan terhambat akibat
keterbelakangan mental dan gangguan pertumbuhan yang dirasakan.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien tidak mengalami kelainan apapun.
10. Pola keyakinan dan nilai
Keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Penampilan Umum
     Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi
pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka
penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema. Biasanya
penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut
bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak
menjadi pasif
2. Pengukuran Antopometri
Berat badan menurut usia < 80 % dari berat badan normal usianya.
LLA (Lingkar Lengan Atas)  <14cm
3. Otot
     Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah terus-menerus,
tidak mampu berjalan dengan baik
4. Kontrol Sistem Saraf
     Kurang perhatian, iritabilitas, bingung.

5. Sistem Gatrointestinal
Terjadi anoreksia, diare tampak pada sebagian besar penderita.
6. Sistem Kardiovaskuler
Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung
disebabkan hipokalemi dan hipomagnesemia.
7. Rambut
Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang
mudah tercabut tanpa rasa sakit, warna menjadi kemerahan. Pada
penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus,
kering, jarang dan berubah warna menjadi putih.
8. Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit
yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi
dan persisikan kulit. Perubahan kulit lain pun dapat ditemui, seperti
kulit yang keringdengan garis kulit yang mendalam. Kadang-kadang
pada kasus yang sangat lanjut ditemui petehia tanpa trombositopenia
dengan prognosis yang buruk bagi si penderita
9. Gigi
Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita
10. Tulang
Pada tulang penderita kwashioskor didapatkan dekalsifikasi,
osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan
11. Edema
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun
berat. Edemanya bersifat pitting. Edema bisa terjadi disebabkan
hipoalbuminea, gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari
gangguan eliminasi ADH
12. Hati
Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan.
Kadang-kadang batas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang
membesar dengan mudah dapat diraba.
13. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila
disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis,
amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi
disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah
seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari
pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang
disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein
juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh.
Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem
komplimen.
14. Pankreas dan Kelenjar Lain
Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal,
saliva dan usus halus terjadi perlemakan.
15. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan  terutama
jenis normositik normokrom karena adanya gangguan sistem
eritropoesis akibat hipoplasia kronis sumsum tulang di samping
karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati
dan gangguan absorbsi. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan
untuk menemukan adanya kelainan pada paru. Selain itu juga
ditemukan:
a. Penurunan kadar albumin (Kadar Albumin normal : 3.5-5.0 g/dl)

b. Penurunan kadar kratinin


c. Kurangnya kadar kalsium, kalium dan magnesium

d. Penurunan kolesterol (Kadar kolesterol (Kadar kolesterol normal


:<200 mg/dl)
e. Kadar globulin dalam serum kadang kadang menurun akan tetapi
tidak sebanyak menurunnya albumin serum, hingga pada
kwashioskor terdapat rasio albumin/ globulin yang biasanya
menjadi lebih rendah. bahkan pada kwashioskor yang berat
ditemukan rasio yang terbalik (Kadar globulin normal : 2.0 -3,5
g/dl)
f. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari
pada asam amino non essensial
g. Kadar amylase, esterase, kolinasterase, transaminase, lipase, dan
alkali fostase menurun
h. Anemia
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
Definisi: asuan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolic
Batasan karakteristik:
1. Nyeri abdomen
2. Gangguan sensasi rasa
3. Berat badab 20% atau lebih dibawah rentang berat badan ideal
4. Enggan makan
5. Asupan makanan kurang dari recommended daily allowance
(RDA)
6. Kurang minat pada makanan
7. Membrane mukosa pucat
8. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat

Faktor yang berhubungan:


Asupan diet kurang

b. Ketidakefektifan pola napas (00032)


Definisi: Inspiras dan / atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
adekuat
Batasan karakteristik:
1. Pola napas abnormal
2. Dyspnea
3. Pernapasan cuping hidung
4. Pernapasan bibir
5. Penggunaan otot bantu pernapasan

Factor yang berhubungan

1. Ansietas
2. Hiperventilasi
3. Nyeri
4. Keletihan otot pernapasan
c. Resiko Kerusakan Intergritas Kulit (00047)
Definisi: rentan mengalami kerusakan epidermis dan / atau dermis
yang dapat mengganggu kesehatan
Factor resiko:
1. Eksternal
a) Ekskresi
b) Egens cidera kimiawi
c) Sekresi
2. Internal
a) Gangguan volume cairan
b) Nutrisi tidak adekuat
c) Fakto psikogenik

Kondisi terkini

1. Gangguan metabolisme
2. Gangguan sensasi
3. Gangguan tugor kulit
d. Intoleransi aktivitas (00092)
Definisi: ketidakcukupan energy psiologis atau fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari
yang harus atau yang ingin dilakukan
Batasan karakteristik:
1. Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
2. Respon frekuens jantung abnormal terhadap aktivitas
3. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
4. Keletihan
5. Kelemahan umum

Faktor yang berhubungan

1. Ketidakseimbanngan antara suplai dan kebutuhan oksigen


2. Fisik tdak bugar
3. Gaya hidup kurang gerak

3.3 Intervensi Keperawatan

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuuhan


NOC: Status Nutrisi Bayi (1020)
1. Intake nutrisi
2. Toleransi makanan
3. Perbandingan berat/tinggi
4. Pertumbuhan
5. Glukosa darah
6. Serum albumin
7. Intake vitamin
NIC: Manajemen Nutrisi (1100)
1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan [pasien] untuk
memenuhi kebutuhan gizi
2. Berikan pilihan makanan sambil menawarkan bimbingan terhadap
pilihan [makanan] yang lebih sehat, ika diperlukan
3. Beri obat-obatan sebelum makan (misalnya penghilang rasa sakit,
antiematik), jika diperlukan
4. Pastikan makanan disajikakan dengan cara yang menarik dan pada
suhu yang paling cocok untuk konsumsi secara optimal
5. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien
sementara [pasien] berada dirumah sakkit atau fasilitas erawatan,
yang sesuai
b. Ketidakefektifan pola napas
NOC: Status Pernafasan (0451)
1. Frekuensi pernafasan
2. Irama pernafasan
3. Suara auskultasi nafas
4. Penggunaan otot bantu nafas
5. Sianosis
6. Pernafasan cuping hidung
NIC: Monitor Pernafasan (3350)
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas
2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-
otot bantu nafas dan retraksi pada otot supraclaviculas dan
interkosta
3. Monitor secara ketat pasien-pasien yang beresiko tinggi mengalami
gangguan respirasi (misalnya pasien dengan terapi opioid, bayi
baru lahir, pasien dengan ventilasi mekanik, pasien dengan luka
bakar diwajah dan dada, gangguan neuromuscular)monitor hasil fiti
thoraks
4. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (misalnya nebulizer)

NIC: Manajemen Jalan Nafas (3140)

1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


2. Gunakan teknik yang menyenangkan untuk memotivasi nafas
dalam kepada anak-anak (misalnya; meniup gelembung, meniup
kincir, peluit, harmonica, balon, meniup layaknya pesta; buat
lomba meniup balon ping pong meniup bulu)
3. Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya

c. Resiko kerusakan integritas kulit


NOC: Integritas Jaringan: Kulit & Membran Mukosa (1101)
1. Suhu kulit
2. Elastisitas
3. Ketebalan
4. Pertumbuhan rambut pada kulit
5. Integritas kulit
6. Wajah pucat
7. Nekrosis
NIC: Pengecekan Kulit (3590)
1. Periksa kulit dan selaput lender terkait dengan adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim, edema atatu drainase
2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema dan
ulserasi pada ekstremitas
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap area perubahan warna,
memar, dan pecah
5. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
6. Dokumentasi perubahan membrane mukosa
7. Ajarkan anggota keluarga/pemberi asuhan mengenai tanda-tanda
kerusakan kulit dengan tepat
d. Intoleransi aktivitas
NOC: Toleransi Terhadap Aktivitas (0005)
1. Frekuensi nadi ketika beraktivitas
2. Freuensi pernafasan ketika beraktivitas
3. Kemudahan bernafas ketika beraktivitas
4. Temuan/hasil EKG (Elektrokardiogram)
5. Warna kulit
6. Kemampuan untuk berbicara ketika melakukan akivitas fisik

NIC: Manajemen Energi (0180)


1. Kaji status fisiologis yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan
konteks usia dan perkembangan
2. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan bik secara
farmakologis maupun nonfarmakologis dengan tepat
3. Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energy
yang adekuat
4. Konsulkan dengan ahli gizi mengenai cara meningkatkan asupan
energy dari makanan
5. Kurangi ketidaknyamanan fisik yang dialami pasien yang bisa
mempengaruhi fungsi kognitif, pemantauan diri dan pengaturan
aktivitas pasien
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
KKP adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama
kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot.Energi yang diperoleh
oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang
tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam
makanan yang kita konsumsi.

Nama Internasional KKP yaitu Calori Protein Malnutrion atau CPM adalah
suatu penyakit defisiensi gizi dari keadaan ringan sampai berat, disebut juga
Protein Energi Malnutrisi (PEM). Secara klinikdibedakan dalam bentuk yaitu
Kwashioskor dan maramus. Diantara kedua betuk tersebut terdapat bentuk
antara atau “Maramus Kwashioskor”. Kwashioskor adalah satu bentuk
malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat bisa dengan
konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwshioskor
atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang
dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP). Marasmus ialah suatu bentuk
kurang kalori protein yang berat, keadaan ini merupakan hasil akhir dari
interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor
lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak
lahir diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.

4.2 Saran
Mengingat semakin banyaknya bayi dan anak-anak yang menderita
penyakit KKP, hendaknya orang tua bisa lebih memberikan makanan yang
bergizi untuk sang anak untuk memenuhi gizi mereka, anak pun dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik, dan agar tidak terjadi gizi buruk pada anak. Pada
saat hamilpun seorang ibu sudah harus memenuhi kebutuhan dasarnya untuk
perkembangan dan pertumbuhan anaknya kelak, makan-makanan bergizi, tidak
mengkonsumsi minum-minuman yang mengandung alcohol.
DAFRAT PUSTAKA

Syaifuddin., 2014. Anatomi Fisiologi. EGC, Jakarta


Huda Amin, Hardin Kusuma., 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2.
Yogyakrta
Herdman, T. Heather, Shigemi Kamitsuru., 2018. Nanda Diagnosa
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. EGC,
Jakarta
Bulechek, Gloria M, Dkk., 2016. Nursing Interventions Classification
(NIC). Elsevier Inc, Singapore
Moorhead Sue, 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Elsevier
Inc, Singapore
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem
Gastrointestinal dan Hepatobilier. Jakarta: Selemba Medika.
Sodikin. 2012. Kerawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawata. Alih
bahasa : Esty Wahyuningsih, editor bahasa Indonesia, Dwi
Widharti. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Selemba Medika
Ngastiyah. 2012. Asuhan Keperawatan Anak Kwashioskor dan Maramus.
Jakarta : EGC
Mansjoer Arif, 2011 Malnutrisi Keperawatan Medikal Bedah.

Anda mungkin juga menyukai