Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KAJIAN SOSIOLOGI TENTANG SEKOLAH


Disusun Untuk Memenuhi Tugas kelompok Pada Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan

Dosen Pengampu:

Achmad Abdul Munif M.Pd. I

Disusun Oleh:

Moch. Depi Setyawan


Merhansyah
Irfan Syafi’i
Ahmad Prasojo
M. Muhlasin

PRODI S-1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL-
URWATUL WUTSQO JOMBANG
2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya yang
diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kajian Sosiologi tentang Sekolah”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Sosiologi Pendidikan Islam pada prodi PAI STIT UW Jombang.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan, baik karena keterbatasan ilmu yang dimiliki maupun
kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis menerima segala saran dan kritik yang
berguna untuk perbaikan makalah ini.

Jombang, 17 Januari 2020

Penulis.

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam membangun

sebuah negara. Sumber daya manusia dapat dikembangkan menjadi lebih

berkualitas melalui pendidikan. Pendidikan menjadi motor penggerak

kelangsungan hidup dalam konteks politik, sosial, ekonomi, maupun budaya.

Pendidikan pada hakekatnya dapat ditinjau dari berbagai perspektif.

Pendidikan dapat membawa individu menuju kehidupan yang lebih baik.

Pendidikan dapat pula dipandang sebagai kegiatan yang lebih formal

dilakukan di sekolah.

B. Rumusan masalah
1) Apa pengertian Sekolah ?
2) Apa yang dimaksud sekolah sebagai system interaksi ?
3) Apa yang dimaksud Kelas Dan System Sosial?

C. Tujuan
1) Mengetahui pengertian Sekolah.
2) Mengetahui sekolah sebagai system interaksi.
3) Mengetahui Kelas Dan System Sosial.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sekolah.

Sekolah adalah institusi pendidikan formal yang didalamnya ada komunitas peserta
didik dan pendidik yang berinteraksi, sehingga terbentulah medan interaksi yang diberi
nama proses pembelajaran [ CITATION Rav08 \t \l 1033 ]. Medan interaksi ini bergerak
terus secara dinamis dan tidak pernah berakhir. Bahkan pergerakannya cenderung tak
terukur dan tidak dapat diramalkan.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah juga wahana proses sosialisasi


pengenalan nilai antarpesertadidik, antarpendidik, antara pendidik dan peserta didik dan
sebaliknya. Jejaring yang dibangun ini secara teoritis harus bermakna pendidikan.
Namun jika dekati dengan teori Simmel yang menyatakan bahwa dalam interaksi itu
selalu ada ordinat dan sub-ordinat; maka guru (pendidik) selalu pada posisi ordinat,
sementara murid pada posisi sub-ordinat, Akibatnya bahwa interaksi sekalipun berjalan
dua arah, tetap saja murid ada pada level yang berbeda dengan guru (pendidik). Akibat
lanjut apa yang diberikan oleh guru akan diterima begitu saja oleh murid. Kondisi ini
ditambah lagi dengan sistem nilai yang berkembang dalam masyarakat yang
memposisikan guru sebagai digugu dan ditiru. Jelas guru adalah patron dari murid untuk
proses pembentukan tata nilai melalui proses sosialisasi.

Sedangkan berdasarkan undang-undang no 2 tahun 1989 sekolah adalah satuan


pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan untuk menyelenggarakan
kegiatan belajar mengajar.

v
Menurut Daryanto (1997:544), sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk
belajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.

Jadi, sekolah sebagai suatu sistem sosial dibatasi oleh sekumpulan elemen kegiatan
yang berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan sosial sekolah yang demikian bersifat
aktif kreatif artinya sekolah dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi
masyarakat dalam hal ini adalah orang-orang yang terdidik.

Dari definisi tersebut bahwa sekolah adalah suatu lembaga atau organisasi yang diberi
wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pembelajaran. Sebagai suatu organisasi
sekolah memiliki persyaratan tertentu.

B. Sekolah sebagai sistem Interaksi.


1. Sistem Interaksi di Sekolah

Menurut Horton dan Hunt (1999) sistem interaksi di sekolah dapat ditinjau dengan
menggunakan tiga perspektif yang berbeda, yakni:

a) Hubungan antara warga sekolah dengan masyarakat luar


b) Hubungan di internal sekolah lintas kedudukan dan peranannya.
c) Hubungan antarindividu pengemban status atau kedudukan yang sama.

Dalam kategori pertama, hubungan interaktif antara orang dalam dengan orang luar
mencerminkan keberadaan sekolah sebagai bagian masyarakat. Para guru, murid dan
seluruh warga di sekolah juga pengemban status-status lain di masyarakat. Sehingga
interaksi di sekolah merupakan kombinasi berbagai nilai dari masyarakat yang dibawa
oleh para warga sekolah. Para guru, kepala sekolah, murid-murid juga bagian dari
masyarakat mereka. Mereka membawa sikap dan perilaku ke sekolah, sebagai hasil dari
hubungan dengan tetangga, teman, gereja, partai politik dan berbagai ragam kelompok
kepentingan.

vi
Sementara secara formal, sekolah memiliki pihak-pihak yang bertanggung jawab
mengadakan hubungan antara masyarakat dengan pihak sekolah. Dalam hal ini, pihak
yang paling berkepentingan mengadakan hubungan dengan masyarakat adalah
pengawas sekolah. Pengawas sekolah bertanggung jawab menjamin kualitas
pelaksanaan pendidikan di sekolah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sementara di
tingkat internal pengawas sekolah juga berkewajiban memberikan perlindungan atas
orientasi masyarakat sekolah dari tuntutan-tuntutan luar yang kurang masuk akal.
Sebagai pengamat atau evaluator pengawas sekolah juga memiliki tugas memelihara
keharmonisan hubungan antara kelompok-kelompok yang berbeda di sekolah.

Hubungan antarindividu atau kelompok dalam jenis status yang sama juga tidak
lepas dari bagian interaksi di sekolah. Para guru selain memiliki persamaan peran sesuai
statusnya juga menggambarkan berbagai perilaku guru yang berbeda-beda. Hal ini
sesuai dengan perbedaan karakter, sikap dan pengalaman individu dalam melancarkan
aktivitas di sekolah. Kita ketahui bersama untuk status siswa pun juga telah terbentuk
aneka ragam karakter dan perilaku individu maupun kelompok yang berbeda-beda.

2. Sistem Interaksi di kelas

Interaksi sosial diartikan sebagai suatu tindakan timbal balik atau saling
berhubungan antara dua orang atau lebih melalui suatu kontak dan komunikasi dalam
ketergantungan satu sama lain secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan. Hal ini
berarti hubungan guru dan murid dalam suatu ruang kelas dapat dipandang sebagai
suatu masyarakat, karena hubungan guru dan murid merupakan suatu interaksi sosial.
Selain itu, hubungan guru dan murid dapat dipandang sebagai suatu sistem, yakni
sebagai sekumpulan komponen yang saling berhubungan dalam ketergantungan satu
sama lain secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan. Oleh sebab itu, hubungan
guru dan murid dapat disebut sebagai sistem interaksi sosial.

vii
C. Kelas Dan Sistem Sosial.

Kelas dalam beberapa hal dapat disamakan dengan sekumpulan orang yang
terdiri dari individu- individu. Dalam sekumpulan tersebut terdapat individu-individu
yang saling berinteraksi baik antara siswa dengan siswa, guru dengan guru maupun guru
dengan siswa dalam setiap harinya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kelas merupakan
sebuah mikrososiologi karena didalamnya selalu terdapat proses interaksi meskipun
dalam lingkup yang sempit [ CITATION Zai15 \l 1033 ]

Kelas dapat disebut kelompok atau sistem sosial karena didalam sekelompok
orang tersebut memiliki kesadaran bersama akan keanggotaanya dan saling berinteraksi,
dan Hakikat keberadaan kelompok sosial bukan hanya tergantung dari dekatnya jarak
fisik, melainkan pada kesadaran para individu dalam kelompok tersebut untuk
berinteraksi, sehingga kelas bersifat permanen dan tidak hanya suatu kolektivitas atau
kesatuan semata. Pada akhirnya, peran dan fungsi yang diembannya sebagai peserta
didik dalam struktur pendidikan lebih terjamin [ CITATION Rav05 \l 1033 ]

Ruang kelas merupakan sebuah gambaran kecil dari kelompok yang lebih besar,
yaitu masyarakat karena di didalam sebuah ruang kelas berkumpul individu-individu
yang memiliki latar belakang status sosial, ekonomi, agama, maupun budaya yang
berbeda-beda, meskipun memiliki kedudukan dan peran yang sama yaitu sebagai
peserta didik. Beberapa ciri khas struktur kelas yang memiliki kesamaan dengan
masyarakat adalah sebagai berikut (Zaitun, 2015) :

a) Komposisi Anggota
Keberagaman merupakan suatu hal yang selalu adadi dalam lingkungan kelas
maupun dalam kehidupan masyarakat selain latar belakang kehidupan yang berbeda
beda, juga terdapat perbedaan struktur biologis seperti halnya jenis kelamin kecuali di
sekolah khusus yang memberikan ketentuan hanya memerima salah satu jenis kelamin
tertentu saja, keberagaman agama, sampai pada karakteristik individu yang saling

viii
berbeda secara fisik maupun psikis. Keberagaman dalam lingkup ruang kelas
merupakan sebuah hal yang biasa, seperti halnya dalam masyarakat karena pendidikan
berlaku universal yang memberi kebebasan bagi siapa saja yang memenuhi syaratuntuk
mendapatkanya dan hal ini merupakan hak individu yang harus dipenuhi.
b) Struktur kelas berupa peran dan fungsi
Dalam lingkup ruang kelas kita menemukan adanya peraturan atau tata tertib
sekolah yang harus dipatuhi oleh semua siswa yang terdapat dalam ruang kelas, selain
hal tersebut kita juga menjumpai adanya struktur kepengurusan kelas dimana peserta
didik yang menempati sebuah jabatan tertentu haruslah melakukan tugas dan peraturan
yang telah disepakati bersama oleh anggota kelas baik itu sebagai ketua kelas,
sekertaris, bendahara,maupun siswa yang tergabung dalam bidang tertentu.Adanya pola
seperti ini tersusun karena diperlukannya sistem penegakan tata tertib yang ada
disekolah serta pengendalian sosial yang ketat terhadap peserta didikdalam berinteraksi
dalam kelas maupun di sekolah mengingat fungsi dunia pendidikan yang sedemikian
nyata, dan salah satu bentuk untuk mencapai peran danfungsi pendidikan tersebut yaitu
adalah penetapan status jabatan kelas yang menggambarkan peserta didik sebagaiwujud
dari masyarakat kecil.

Adanya penjabaran diatas maka dapat diketahui bahwa ruang kelas terdiri dari
beberapa unsur yang saling fungsional antara satu sama lain seperti guru, murid bahkan
manajemen sekolah. Setiap aktor didalam ruang kelas memperhatikan status dan peran
sebelum bertindak dan berperilaku. Status aktor, apakah ia sebagai guru, murid ataukah
status dalam kepengurusan didalam kelas yaitu sebagai ketua kelas memiliki perilaku
yang diharapkan seseorang untuk dimainkan ini biasa dikenal sebagai peran. Misalya
status sebagai guru diharapkan untuk berperilaku sebagai seorang pendidik, pengayom,
pengasuh, dan pemberi motivasi bagi peserta didik. Adapun status sebagai murid, pada
umumnya diharapkan untuk berperilaku sebagai seorang penuntut ilmu pengetahuan,
pekerja keras, dan pencari kebenaran.

ix
Dalam ruang kelas juga terjadi hubungan dan interaksi antara guru dan murid dengan
status dengan peran mereka masing-masing membentuk suatu jaringan hubungan yang
berpola. Pola jaringan hubungan antara guru dan murid akan memberikan dampak
terhadap perilaku, kompetensi, kapital sosial budaya, dan keberhasilan peserta didik
dimasa yang akan datang. Dalam teori ruang kelas dengan pendekatan interaksi, guru
dan murid dituntun oleh harapan peran yang melekat pada posisi dan status mereka.
Harapan peran dipahami melalui proses sosialisasi yang mereka alami, baik sosialisasi
primer maupun sosialisasi sekunder (Damsar, 2011).

Pola hubungan yang terjadi antara guru dan murid dalam ruang kelas dapat
dipahami dalam ruang kelas sebagai sistem interaksi. Sebagaimana konsep sistem yang
dipahami sebagai sekumpulan dari bagian atau komponen yang saling ketergantungan
satu sama lain secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan. Adapun konsep dari
interaksi sosial diartikan sebagai suatu tindakan timbal balik antara dua orang atau lebih
melalui suatu kontak dan komunikasi dalam ketergantungan satu sama lain. Menurut
Damsar (2011) dengan melihat definisi tersebut maka ruang kelas dapat disebut sebagai
masyarakat, disamping itu hubungan antara guru dan murid dapat dipandang sebagai
suatusistem sosial karena adanya hubungan timbal balik dan saling bergantungan antara
satu sama lain (terikat).

Hubungan antara guru murid terdiri dari dua pihak yang terikat pada suatu ikatan
moral dan etika profesi pendidikan. Sebelum mereka membentuk hubungan guru-murid,
sebagai individu masing-asing mereka memiliki motif, keinginan, kepentingan,
kebutuhan, dan orientasi sendiri tentang berbagai macam hal berkaitan tentang
pendidikan da kependidikan. Pada masa awal pendidikan, hubungan mereka sebagai
guru-murid sedang mengalami penjajakan pembentukan pola, masing-masing individu
baik guru maupun murid memberikan sinyal, tanda, persepsi, sikap, dan tindakan
tentang sesuatu yang berkaitan dengan keberadaan hubungan mereka. Setelah masa
penjajakan berakhir, secara perlahan muncul pola hubungan antara guru dan murid.

x
Damsar menyatakan bahwa dalam pola hubungan antara guru dan murid, tidak
semua motif, keinginan, kepentingan, kebutuhan, dan orientasi yang dimiliki oleh guru
dan masing-masing murid tercakup dalam pola ini. Namun ketika suatu pola hubungan
guru-murid telah terbentuk maka ia menjadi milik bersama, dan menjadi rujukan dalam
perilaku dan tindakan masing-masing individu, baik guru dan murid. Dalam pola
hubungan ini berisi berbagai ”kesepakatan”, seperti tentang disiplin, kebersihan,
kerapihan, pekerjaan rumah, kuis, ulangan. Dalam “kesepakatan” ini terkandung prinsip
bahwa mereka memiliki ketergantungan satu sama lain, anatara guru dan semua murid,
dalam melakksanakan kegiatan proses belajar mengajar. Pola hubungan menjadi
pengontrol perilaku masing masing. Sehingga pola hubungan ini dapat dilihat sebagai
suatu sistem interaksi (sosial).[ CITATION Dam11 \l 1033 ]

xi
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Setelah kita mengetahui pemaparan diatas, dapat kita simpulkan bahwa kajian
sosiologi tentang sekolah, masyarakat, dan dunia pendidikan adalah suatu sistem atau
lembaga didalam sebuah tempat yang memiliki keterkaitan antara satu sama lain, yang
masing-masing memiliki peranan sangat penting didalam sebuah kehidupan.
Tanpa sekolah masyarakat tidak akan tahu membaca maupun menulis, maupun
tidak menutup kemungkinan masyarakat belajar sendiri dirumah, akan tetapi masyarakat
sangat tertinggal dari pengetahuan yang lebih mendalam dan teknologi yang luas.
Sehingga dengan adanya dunia pendidikan yang ada di dalam kalangan
masyarakat akan membuat masyarakat menjadi tahu dari yang tidak tahu, membuat
masyarakat tersebut akan lebih maju dari sebelumnya

xii
Daftar Pustaka

Damsar. (2011). Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Perdana Media Group.

Karsidi, R. (2005). Sosiologi Pendidikan. Surakarta: UNS Press dan LPP UNS.

Karsidi, R. (2005). Sosiologi Pendidikan.

Zaitun. (2015). Sosiologi Pendidikan: Analisis Komprehensif Aspek Pendidikan Dan Proses
Sosial. Pekanbaru: Kreasi Edukasi.

xiii

Anda mungkin juga menyukai