Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN PASIEN ST ELEVASI MIOKARD INFARK

DI PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Di Susun oleh:

Sucy Indah Wulandari

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA

2020
ST ELEVASI MIOKARD INFARK

A. Pengertian
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif
maupun dipengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST Elevasi pada pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat
total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi
tidak dapat nutrisi – oksigen dan mati. infark miokard akut (IMA) merupakan salah
satu diagnosis rawat inap terserang di negara maju. IMA dengan STEMI merupakan
bagian dari spectrum koroner akut yang terdiri atas angka pectoris yang tidak stabil.
IMA tanpa elevasi ST dan dengan elevasi STEMI umumnya secara mendadak setelah
oklusi thrombus pada plak artereosklerosis yang sudah ada pada umumnya.
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard, yang biasanya timbul
sebagai akibat penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk menghasilkan
nekrosis inversibel otot jantung.
Infark miokard akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh
kerusakan darah koroner miokard karena ketidakadekuatan aliran darah.
B. Etiologi
Penyebab utama infark miokard akut adalah kurangnya suplai darah miokard.
Penyebab penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan krisis arteri koroner
karena aterisklerosis atau oklusi arteri komplit / penyumbatan total arteri oleh embolus
atau thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan. Pada kasus ini selalu terjadi
ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen.
Stemi juga terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi
dan akumulasi lipid.
C. Manifestasi Klinis
a. Klinis
1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda,
bagian bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3. Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah
menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4. Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan/bekerja atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6. Nyeri sering disertai dengan sesak napas, pucat, dingin, diaforesis berat, pusing
atau kepala ringan dan mual muntah.
7. Pasien dengan diabetus miletus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(menyimpulkan pengalaman nyeri).
b. Laboratorium
1. Pemeriksaan enzim jantung
- CK (creatini kinase): isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari).
- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam.
- LDH (laktat dehidrogenase), LDHI, dan LDH2: meningkat dalam 24 jam
dan memakan waktu lama untuk kembali normal.
- AST/SGOT: meningkat
2. EKG
Perubahan EKG yang terjadi selama infark miokard akut yaitu
gelombang Q nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik. Perubahan-
perubahan ini tampak pada hantaran yang terletak diatas daerah miokardium
yang mengalami nekrosis. Selang beberapa waktu gelombang ST dan
gelombang T akan kembali normal hanya gelombang Q tetap bertahan sebagai
bukti elektrokardiograf adanya infark lama.
D. Patofisiologi
Penyebab paling sering akut miokard infark adalah penyempitan pembuluh
darah yang disebabkan oleh karena arheromatous. Pecahnya plak menyebabkan
terjadinya agregasi trombosit, pembentukan thrombus dan akumulasi fibrin,
perdarahan dalam plak dan beberapa tingkatan vasospasm. Keadaan ini akan
mengakibatkan sumbatan baik parsial maupun total, yang berakibat iskemi miokard.
Sumbatan total pembuluh darah yang lebih dari 4-6 jam berakibat nekrosis miokard
yang irreversible tapi reperfusi yang dilakukan dalam waktu ini dapat menyelamatkan
miokardium dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Infark miokard atau nnekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan oleh
iskemia pada miokard yang berkepanjangan yang bersifat irreversible. Waktu
diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami kerusakan adalah iskemia selama 15-
20 menit. Infark miokard hampir selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata
mengurangi fungsi ventrikel kiri, makin luas daerah infark, makin kurang daya
kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan: berkurangnya kontraksi
dengan gerak dinding abnormal, terganggunya kepaduan ventrikel kiri, berkurangnya
volume denyutan, berkurangnya waktu pengeluaran dan meningkatnya tekanan akhir
diastole ventrikel kiri.
Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi juga lokasinya
karena berhubungan dengan pasokan darah. Infark juga dinamakan berdasarkan
tempat terdapatnya seperti infark subendokardial, infark intramural, infark
subepkardial, dan infark transmural. Infark transmural meluas dari endokardium
sampai epikardium. Semua infark miokard memiliki daerah pusat yang
nekrotik/infark, dikelilingi daerah cedera, diluarnya dikelilingi lagi lingkaran iskemik.
Masing-masing menunjukan pola EKG yang khas. Saat otot miokard mati, dilepaskan
enzim intramiokard, enzim ini membantu menentukan beratnya infark. Jaringan otot
jantung yang mati, diganti jaringan parut yang dapat mengganggu fungsinya.
E. Pathway

Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi arteri koronaria

Penurunan aliran darah ke jantung

Kekurangan oksigen dan nutrisi

Iskemik pada jaringan miokard

nekrosis

Suplay dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Suplay oksigen ke miokard menurun

metabolisme Seluler hipoksia

Timbunan asam laktat meningkat nyeri Integritas memban sel berubah

Kerusakan pertukaran gas cemas Risiko Kontraksi turun


penurunan
kelemahan curah jantung

Intoleransi aktifitas
COP turun Kegagalan pompa
jantung

Gangguan
perfusi Gagal jantung
jaringan

Risiko kelebihan
volume cairan
ekstravaskuler
F. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan laboratorium pemeriksaan enzim jantung:
- CK (creatini kinase): isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari).
- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam.
- LDH (laktat dehidrogenase), LDHI, dan LDH2: meningkat dalam 24 jam
dan memakan waktu lama untuk kembali normal.
- AST/SGOT: meningkat
b. Elektrikardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik jantung. Melalui
aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung, besarnya jantung, dan
kondisi otot jantung inilah yang memiliki kaitanya dengan PJK.
c. Tes treadmil atau exercise stress testing (uji latih jantung dengan beban)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk
mendiagnosis apakah seseorang menderita penyakit jantung dan juga untuk
menstratifikasi berat ringanya penyakit jantung. Selain itu tes treadmil juga dapat
dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
d. Echocardiography (ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra untuk
mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai fungsi
jantung.
e. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan
kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan diarteri
koroner.
f. Multislice computed tomograpy scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomograpi (irisan) digital dari sinar X yang
menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang
mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk
diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
g. Cardiac magnetic resonance imaging (cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran, yang
menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-frekuensi
dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 tesla) untuk menghasilkan tampilan
penampang (irisan) tubuh.
h. Radionuclear medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan ke dalam tubuh pasien, kemudia
dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera positron, sehingga
pola tampilan yang terjadi berdasarkan pola organ yang memancarkan sinar
gamma.
G. Komplikasi
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikuler kiri mengalami serial perubahan bentuk, ukuran dan
ketebalan pada segment yang mengalami infark miokard dan non infark. Proses ini
disebut remodeling ventrikuler dan pada umumnya mendahulukan berkembangnya
gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun paska infark, segera
setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi secara akut hasil ini berasal dari
ekspansi infark antara lain; slippage serat otot, disfungsi sel miokardial normal dan
hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadinya penampungan
segment non infark mengakibatkan penipisan yang di proporsionalkan dan elegasi
zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi ditentukan
dengan ukuran dalam lokasi infark dengan dilatasi terbesar paska infak pada afeks
ventrikel kiri yang menyebabkan penurunan hemodinamik yang nyata. Lebih
sering terjadi gagal jantung dan prognosis yang lebih buruk progresivitas dilatasi
dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor dan vasodilator
yang lain. Pada pasien dengan fraksi injeksi <40% tanpa melihat ada tidaknya
gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian pada STEMI. Perluasaan
iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas
baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai
adalah ronki basah di paru-paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.
3. Komplikasi mekanik
Rupture muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel rupture dinding ventrikel,
penatalaksanaanya hanya operasi.
H. Penatalaksanaan
a. Medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah memperkecil kerusakan
jantung sehingga kemungkinan mengurangi terjadinya komplikasi. Kerusakan
jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-obatan, pemberian O2, tirah
baring digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2. Hilangnya nyeri merupakan
indikator utama bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah mencapai keseimbangan.
Dan dengan penghentian aktifitas fisik untuk mengurangi beban kerja jantung
membatasi luas kerusakan.
b. Farmakologi
Ada 3 kelas obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen;
vasodilator untuk mengurangi nyeri jantung, misal; NTG (nitrigliserin). Anti
koagulan, misal; heparin (untuk mempertahankan untegritas jantung). Trombolitik
streptokinase (mekanisme pembekuan dalam tubuh).
Referensi:
Tambayong, J (2007). Patofisiologi keperawatan editor Monica Ester, S.Kep.
Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
Hari/tanggal : Senin, 06 Juli 2020
Jam : 10.10 WIB
Tempat : Ruang resusitasi IGD RS PKU Jogja
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
Sumber : tim kesehatan, status pasien
1. Identitas pasien
- Nama : Tn. M
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Umur : 52 thn
- Status perkawinan : Kawin
- Pekerjaaan : Swasta
- Diagnosa Medis : STEMI
- Tanggal masuk RS : 06 Juli 2020
- Tanggal pengkajian : 06 Juli 2020

2. Primery Survey
a. Airway
Jalan napas paten, tidak ada obstruksi, tidak ada snooring, tidak ada wheezing,
tidak ada krekles, tidak ada sumbatan atau penumpukan secret
b. Breathing
RR : 21x/menit, SPO2: 99% (menggunakan nasal 4lpm)
c. Circulation
Nadi teraba lemah, HR 83x/menit, TD 178/106 mmHg, akral dingin, S 36
d. Disability
Kesadaran composmentis, GCS E4V5M6

3. Sekundery Survey
a. Keluhan : nyeri dada
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh nyeri dada menjalar ke bahu sejak kemarin malam, jika
digunakan untuk istirahat nyeri hilang sendiri, pagi hari masih merasa nyeri
lalu hilang, sore ± 2jam smrs nyeri kambuh lagi lalu pasien dibawa ke IGS RS
PKU Jogja sampai jam 10.00 pagi
c. Riwayat penyakit yang dahulu
Pasien mempunyai riwayat penyakit jantung coroner dan hipertensi.
e. Riwayat penyakit keluarga
ada anggota keluarga yang hipertensi.

4. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran umum
Kesadaran: Composmentis, GCS: E4 V5 M6
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 178/106 mmHg
HR : 83 x/menit
Respirasi : 21 x/menit
Suhu Tubuh : 37,2
SPO2 : 99%
c. Sistem integumen
Turgor kulit baik, elastis, lembab, tidak ada sianosis, ada akral dingin
d. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : wajak tidak pucat, konjungtiva tidak anemis, bibir dan kulit tidak
sianosis, bentuk dada simetris, gerakan dinding dada simetris, pernafasan dada
tidak ada retraksi dinding dada
Palpasi : tidak teraba adanya masa/benjolan didaerah dada, akral dingin
Perkusi : - Auskultastasi : -
f. Sistem pencernaan
Tidak ada nyeri telan, tidak ada nyeri tekan
g. Sistem urogenetal
Pasien dipasang DC
h. Sistem muskuloskeletal
Tidak ada fraktur maupun luka, tidak ada oedem. Tangan kiri terpasang IV cath
no 22 sejak tanggal 06 Juli 2020 dengan cairan infus Nacl 0,9% kecepatan 20
tpm
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan EKG
6. Terapi Konsulan IGD
Aspilet 320 mg/oral, oksigenasi 3lpm, Nacl 0,9% 20tpm, fibrion 1,5 jt IU dan
pasang DC.
J. Dignosa keperawatan

Data Fokus Etiologi Problem

DS : Agen cidera Risiko


- Pasien mengatakan nyeri biologis Ketidak
P : nyeri muncul saat beraktivitas efektifan
Q : nyeri terasa seperti tertindih perfusi
R : nyeri menjalar ke bahu jaringan
S : skala 4 serebral
T : nyeri hilang timbul

DO :
- Pasien tampak menahan nyeri
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak bernapas panjang
Tekanan darah : 178/106 mmHg
HR : 83 x/menit
Respirasi : 21 x/menit
Suhu Tubuh : 37,2
SPO2 : 99%

DS : Penurunan
- Pasien mengatakan sesak napas curah jantung

DO :
- Pasien tampak lelah
- Kulit pucat
- Pasien tampak sesak napas dan terpasang
oksigen 3L/m menggunakan nasal canul
- HR : 58 x/menit
DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM

DS: - pasien mengeluh sesak napas dan nyeri Perubahan irama Penurunan curah jantung
dada skala 4 jantung (00240)

DO:
Tekanan darah : 178/106 mmHg
HR : 83 x/menit
Respirasi : 21 x/menit
Suhu Tubuh : 37,2
SPO2 : 99%
Hasil EKG: STEMI

DS: - pasien mengatakan nyeri dada Agen cedera Nyeri akut (00132)
biologis
P : nyeri muncul saat beraktivitas (iskemia)
Q : nyeri terasa seperti tertindih
R : nyeri menjalar ke bahu
S : skala 4
T : nyeri hilang timbul
DO:
- Pasien tampak menahan nyeri
- Pasien tampak meringis
Tekanan darah : 178/106 mmHg
HR : 83 x/menit
Respirasi : 21 x/menit
Suhu Tubuh : 37,2
SPO2 : 99%

A. PRIORITAS DIAGNOSA
1. Penurunan Curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (iskemia)
K. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC

Resiko penurunan curah Setelah dilakukan tindakan selama 1x3 jam, diharapkan Cardiac care (4044) dengan aktifitas:
jantung b.d perubahan tidak terjadi penurunan curah jantung pada pasien dengan - Evaluasi nyeri dada
irama jantung kriteria hasil: - Monitor status kardiovaskular
- Perfusi jaringan kardiak (0405) dengan kriteria hasil: - Lakukan pencatatan EKG 12 LEAD
- Temuan elektrokardiogram normal skala 4 ke 5 - Monitor tanda-tanda vital
- Tekanan darah sistolik skala 2 ke 4
- Tekanan darah diastolik 2 ke 4
- Tidak ada nyeri dada skala 2 ke 3 Shock management (4254) dengan aktifitas:
- Berikan oksigen tambahan
- Monitor dan evaluasi indikator hipoksia
Keefektifan pompa jantung (0400) dengan kriteria hasil: - Kolaborasi dalam pemberian penurunan afterload
- Dyspnea saat istirahat skala 4 ke 5 dengan vasodilator (aspirin) ACE inhibitor bila
diperlukan
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan

Nyeri akut b,d Agen cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit Manajemen Nyeri (1400)
biologis (iskemia) diharapkan pasien dapat melakukan Kontrol Nyeri (1605) - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
dengan kriteria hasil: - Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
a. Menggunakan tindakan pengurang nyeri non ketidaknyamanan
farmaklogi skala 2 ke 4 - Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri
Tingkat Nyeri (2102) dapat berkurang dengan krteria: - Kolaborasi pemberian obat-obatan
a. Ekspresi nyeri wajah skala 3 ke 4 Monitor TTV
b. Frekuensi nafas skala 5 ke 5 Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan
c. Tekanan darah skala 2 ke 4 dengan tepat.
L. Implementasi dan Evaluasi

Dx Tanggal Implementasi Evaluasi


Nyeri akut Senin, 06 1. melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif S:
berhubungan juli 2020 - pasien mengatakan nyeri
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
ketidakseimbangan Jam dibagian dada dan bahu
suplay dan 10.30 dan faktor prespitasi berkurang
kebutuhan O2 O:
2. mengobservasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
- pasien tampak menahan nyeri
3. mengajarkan napas dalam A:
Nyeri akut teratasi
4. memonitor vital sign
P:
Lanjutkan intervensi
Monitor TTV

(Mahasiswa/perawat)

Penurunan curah Senin, 06 1. memonitor status pernapasan S: pasien mengatakan nyeri dada
jantung b.d juli 2020 2. memonitor vital sign berkurang, tidak sesak nafas
gangguan irama Jam 3. memberikan Aspilet 320 mg/oral, Fibrion 1,5 jt IU O:
jantung 10.20 habis dalam 2 jam, oksigenasi 4lpm - pasien tampak lemah
- Pasien terpasang nasal canul
3L/m
A:
Penurunan curah jantung tidak teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Monitor TTV

(Mahasiswa/perawat)

Anda mungkin juga menyukai