TINJAUAN PUSTAKA
A. Pola Makan
Pola makan dapat diartikan suatu kebiasaan menetap dalam hubungan dengan konsumsi
makan yaitu berdasarkan jenis bahan makanan : makanan pokok, sumber protein, sayur,
buah, dan berdasarkan frekuensi : harian, mingguan, pernahm dan tidak pernah sama
sekali. Dalam hal pemilihan makanan dan waktu makan manusia dipengaruhi oleh usia,
selera pribadi, kebiasaan, budaya dan social ekonomi (Almatsier, 2011). Pola makan juga
dapat diartikan sebagai berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam
dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan cirri
Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam jumlah
dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna
pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan
Pedoman pola makan sehat untuk masyarakat secara umum yang sering digunakan
adalah pedoman Empat Sehat Lima Sempurna, Makanan Triguna, dan pedoman yang
paling akhir diperkenalkan adalah 13 Pesan dasar Gizi Seimbang. Pedoman 13 Pesan
5
Dasar Gizi Seimbang menyampaikan pesan-pesan untuk mencegah
masalah gizi ganda dan mencapai gizi seimbang guna menghasilkan kualitas sumber
daya manusia yang andal. Garis besar pesan-pesan tersebut antara lain:
a. Makanlah makanan yang beraneka ragam. Makanan yang beraneka ragam harus
makanan dalam jumlah dan proporsi yang seimbang menurut kebutuhan masing-
masing kelompok 17 (bayi, balita, anak, remaja, ibu hamil dan menyusui, orang
b. Makanlah makanan untuk memenuhi kebutuhan energi. Energi dan tenaga dapat
serta kerja organ-organ tubuh) dan untuk aktivitas sehari-hari seperti belajar,
marasmus.
dengan memperhatikan azas tepat waktu, tepat indikasi dan tepat jumlah. Makanan
ini sebaiknya dimakan pada siang hari ketika kita akan atau sedang melakukan
aktivitas dan jumlahnya tidak melebihi 3-4 sendok makan gula/hari. Karbohidrat
gizi lain seperti protein, lemak/minyak, vitamin dan mineral. Seyogyanya 50-60%
d. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi.
lemak (kolesterol atau trigliserida) dalam darah merupakan faktor untuk terjadinya
melebihi 20% dari total kaori dan perlu diingat bahwa unsur gizi ini juga memiliki
peran tersendiri sebagai sumber asam lemak esensial serta juga membantu
berlebihan juga tidak dianjurkan karena garam mengandung natrium yang bisa
f. Makanlah makanan sumber zat besi. Makanan seperti sayuran hijau, kacang-
kacangan, hati, telur dan daging banyak mengandung zat besi dan perlu dikonsumsi
g. Berikan ASI saja pada bayi sampai berumur 4 bulan. Untuk dapat memberikan
ASI dengan baik, ibu menyusui harus meningkatkan jumlah dan mutu gizi
makanannya selama hamil dan menyusui. Makanan Pendamping ASI (PASI) hanya
boleh diberikan setelah usia bayi lebih dari 4 bulan dan pemberiannya harus
h. Biasakan makan pagi. Makan pagi dengan makanan yang beraneka ragam akan
i. Minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya. Air minum harus bersih dan
bebas kuman. Minumlah air bersih sampai 2 liter per hari sehingga metabolisme
tubuh kita bisa berjalan lancar mengingat air sangat dibutuhkan sebagai pelarut
unsur gizi bagi keperluan metabolisme tersebut. konsumsi air yang cukup dapat
menghindari dehidrasi dan akan menurunkan resiko infeksi serta batu ginjal.
j. Lakukan kegiatan fisik atau olah raga yang teratur. Kegiatan itu akan membantu
obatan terlarang lainnya harus dihindari karena dapat membawa risiko untuk
l. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. Makanan yang tidak tercemar,
tidak mengandung kuman atau parasit lain, tidak mengandung bahan kimia
berbahaya dan makanan yang diolah 20 dengan baik sehingga unsur gizi serta cita
m. Bacalah label pada makanan yang dikemas. Label pada makanan kemasan harus
berisikan tanggal kadaluwarsa, kandungan gizi dan bahan aktif yang digunakan.
Konsumen yang berhati-hati dan memperhatikan label tersebut akan terhindar dari
makanan rusak, tidak bergizi dan makanan berbahaya. Selain itu, konsumen dapat
8
Indonesia, 2014).
Pola makan dapat dinilai secara langsung dari kualitas dan kuantitas hidangan. Jika
makan tubuh akan mendapat kondisi kesehatan yang sebaik - baiknya dan keadaan
gizi yang baik pun dapat tercapai (Miko A, Dina PB. 2016).
frequency). Metode ini bertujuan untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi
sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari,
minggu bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar
makanan yang ada dalam kesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi
bagian dari pertumbuhan dan perkembangan anak yang terus meningkat, hal ini akan
berdampak pada pola konsumsi anak tersebut. Faktor yang dapat mempengaruhi pola
makan dibagi menjadi faktor internal yang terdiri dari IMT, umur, jenis kelamin,
pengetahuan gizi, keyakinan, nilai dan norma, pemilihan dan arti makanan, kebutuhan
fisiologis tubuh, citra diri, konsep diri, perkembangan psikososial, dan kesehatan. Faktor
eksternal yang meliputi tingkat ekonomi keluarga, pekerjaan, pendidikan orang tua, sosial
9
dan budaya, peran orang tua, teman sebaya, pengalaman individu, dan pengaruh media
B. Status Gizi
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat
dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh (Almatsier,
2011).
Zat Gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut
selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam cairan tubuh (Almatsier,
2011).
kepada standar WHO (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Klasifikasi status gizi dapat
a. Gizi lebih (Overweight) Gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam
(Almatsier, 2011).
b. Gizi baik (well nourished) Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila
tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga
10
c. Gizi kurang (underweight) Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami
d. Gizi buruk (severe PCM) Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang
dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di
bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan
Berat badan ( kg )
C. Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT =
Tinggi badan(m2 )
Indeks massa tubuh adalah alat ukur yang digunakan untuk mendefinisikan status berat
badan anak, remaja, dan dewasa. Interpretasi indeks massa tubuh tergantung usia dan jenis
kelamin anak, karena anak laki-laki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda.
Indeks massa tubuh pada anak berubah sesuai usia, peningkatan panjang, dan berat badan.
Indeks Massa Tubuh dihitung dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan
kuadrat tinggi badan (dalam meter). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator
sederhana dari korelasi antara tinggi dan berat badan. Indeks massa tubuh ini adalah
indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat
badan lebih dan obesitas pada orang dewasa (Kemenkes RI, 2013).
Penggunaan IMT pada dewasa berbeda dengan anak-anak dan remaja yang sedang
berada pada proses pertumbuhan, kategori IMT pada anak-anak dibagi atas dibawah
World Health Organization (WHO) tahun 2005, setelah dilakukan perhitungan IMT,
sesuaikan dengan tabel usia dan jenis kelamin dalam Z-score (terlampir). Peneliti juga
membagi kategori IMT menjadi tiga yaitu di bawah normal (sangat kurus dan kurus),
normal, dan di atas normal (gemuk dan sangat gemuk). (Kemenkes RI, 2011).
Score)
Sangat Kurus <-3 SD
SD
Normal -2 SD sampai dengan 1
SD
Gemuk >1 SD sampai dengan 2
SD
Sangat Gemuk >2 SD
12
Tabel 2.1. Kategori Indeks Massa Tubuh Menurut Usia oleh Kemenkes RI 2011.
berlebihan, sederhana dan dapat digunakan dalam penelitian populaso berskala besar.
Pengukurannya hanya menggunakan 2 hal, yakni berat badan dan tinggi badan, yang
kedua nya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Salah satu
kelemahan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak otot atau
tulang.
IMT juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi lemak tubuh, sehingga beberapa
penelitian menyatakan bahwa standar cut off point untuk mengidentifikasi obesitas
berdasarkan IMT mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi
D. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Lida KS (2016) tentang hubungan pola makan dengan
status gizi anak pra sekolah di PAUD Tunas Mulia Claket Kecamatan Pacet Mojokerto
menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan status gizi
pada anak. Anak dengan pola makan buruk 2 (33,3%) tergolong kurus, 4 (66,7%)
tergolong normal dan tidak ditemukan (0%) yang tergolong gemuk. Sedangkan responden
dengan pola makan normal tidak ditemukan (0%) dengan status gizi kurus, 9 (81.8%)
dengan status gizi normal dan 2 (18.2%) dengan status gizi gemuk.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sari G dkk (2014) yang berjudul hubungan pola
makan dengan status gizi anak usia 3-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo
Padang menunjukan bahwa dari 85 responden terdapat 9 (34.6%) responden dengan status
13
gizi kurus dan sangat kurus, dan 17 (65.4%) responden dengan status gizi normal yang
berpola makan tidak baik. Sedangkan responden dengan status gizi normal terdapat 58
E. Kerangka Teori
14
F. Hipotesis Kerja
15
Hipotesis kerja adalah suatu rumusan hipotesis dengan tujuan untuk membuat ramalan
tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala muncul. Biasanya menggunakan