Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pola Makan

1. Definisi Pola Makan

Pola makan dapat diartikan suatu kebiasaan menetap dalam hubungan dengan konsumsi

makan yaitu berdasarkan jenis bahan makanan : makanan pokok, sumber protein, sayur,

buah, dan berdasarkan frekuensi : harian, mingguan, pernahm dan tidak pernah sama

sekali. Dalam hal pemilihan makanan dan waktu makan manusia dipengaruhi oleh usia,

selera pribadi, kebiasaan, budaya dan social ekonomi (Almatsier, 2011). Pola makan juga

dapat diartikan sebagai berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam

dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan cirri

khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu ( Bidjuni H et al, 2014).

2. Pola Makan Sehat dan Seimbang

Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam jumlah

dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna

pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan

perkembangan (Almatsier, 2011).

3. Pedoman Pola Makan Sehat

Pedoman pola makan sehat untuk masyarakat secara umum yang sering digunakan

adalah pedoman Empat Sehat Lima Sempurna, Makanan Triguna, dan pedoman yang

paling akhir diperkenalkan adalah 13 Pesan dasar Gizi Seimbang. Pedoman 13 Pesan
5
Dasar Gizi Seimbang menyampaikan pesan-pesan untuk mencegah
masalah gizi ganda dan mencapai gizi seimbang guna menghasilkan kualitas sumber

daya manusia yang andal. Garis besar pesan-pesan tersebut antara lain:

a. Makanlah makanan yang beraneka ragam. Makanan yang beraneka ragam harus

mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan bahkan serat

makanan dalam jumlah dan proporsi yang seimbang menurut kebutuhan masing-

masing kelompok 17 (bayi, balita, anak, remaja, ibu hamil dan menyusui, orang

dewasa dan lansia).

b. Makanlah makanan untuk memenuhi kebutuhan energi. Energi dan tenaga dapat

diperoleh dari makanan sumber karbohidrat, lemak serta protein. Energi

dibutuhkan untuk metabolisme dasar (seperti untuk menghasilkan panas tubuh

serta kerja organ-organ tubuh) dan untuk aktivitas sehari-hari seperti belajar,

bekerja serta berolah raga. Kelebihan energi akan menghasilkan obesitas,

sementara kekurangan energi dapat menyebabkan kekurangan gizi seperti

marasmus.

c. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi.

Karbohidrat sederhana, seperti gula dan makanan manis sebaiknya dikonsumsi

dengan memperhatikan azas tepat waktu, tepat indikasi dan tepat jumlah. Makanan

ini sebaiknya dimakan pada siang hari ketika kita akan atau sedang melakukan

aktivitas dan jumlahnya tidak melebihi 3-4 sendok makan gula/hari. Karbohidrat

kompleks sebaiknya dikonsumsi bersama makanan yang merupakan sumber unsur

gizi lain seperti protein, lemak/minyak, vitamin dan mineral. Seyogyanya 50-60%

dari kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat kompleks.


6

d. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi.

Konsumsi lemak dan minyak berlebihan, khususnya lemak/minyak jenuh dari

hewan, dapat beresiko kegemukan atau dislipidemia pada orang-orang yang

mempunyai 18 kecenderungan ke arah tersebut. Dislipidemia atau kenaikan kadar

lemak (kolesterol atau trigliserida) dalam darah merupakan faktor untuk terjadinya

penyakit jantung koroner dan stroke. Konsumsi lemak/minyak dianjurkan tidak

melebihi 20% dari total kaori dan perlu diingat bahwa unsur gizi ini juga memiliki

peran tersendiri sebagai sumber asam lemak esensial serta juga membantu

penyerapan beberapa vitamin yang larut dalam lemak.

e. Gunakan garam beryodium. Penggunaan garam beryodium dapat mencegah

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Namun, penggunaan garam yang

berlebihan juga tidak dianjurkan karena garam mengandung natrium yang bisa

meningkatkan tekanan darah. Sebaiknya konsumsi garam tidak melebihi 6 gram

atau 1 sendok teh per hari.

f. Makanlah makanan sumber zat besi. Makanan seperti sayuran hijau, kacang-

kacangan, hati, telur dan daging banyak mengandung zat besi dan perlu dikonsumsi

dalam jumlah yang cukup untuk mencegah anemia gizi.

g. Berikan ASI saja pada bayi sampai berumur 4 bulan. Untuk dapat memberikan

ASI dengan baik, ibu menyusui harus meningkatkan jumlah dan mutu gizi

makanannya selama hamil dan menyusui. Makanan Pendamping ASI (PASI) hanya

boleh diberikan setelah usia bayi lebih dari 4 bulan dan pemberiannya harus

bertahapmenurut umur, pertumbuhan badan serta perkembangan kecerdasan.


7

h. Biasakan makan pagi. Makan pagi dengan makanan yang beraneka ragam akan

memenuhi kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesegaran tubuh dan

meningkatkan produktifitas dalam bekerja. Pada anak-anak, makan pagi akan

memudahkan konsentrasi belajar sehingga prestasi belajar bisa lebih ditingkatkan.

i. Minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya. Air minum harus bersih dan

bebas kuman. Minumlah air bersih sampai 2 liter per hari sehingga metabolisme

tubuh kita bisa berjalan lancar mengingat air sangat dibutuhkan sebagai pelarut

unsur gizi bagi keperluan metabolisme tersebut. konsumsi air yang cukup dapat

menghindari dehidrasi dan akan menurunkan resiko infeksi serta batu ginjal.

j. Lakukan kegiatan fisik atau olah raga yang teratur. Kegiatan itu akan membantu

mempertahankan berat badan normal disamping meningkatkan kesegaran tubuh,

memperlancar aliran darah dan mencegah osteoporosis khususnya pada lansia.

k. Hindari minum minuman beralkohol. Alkohol bersama-sama rokok dan obat-

obatan terlarang lainnya harus dihindari karena dapat membawa risiko untuk

terjadinya berbagai penyakit degeneratif, vaskuler dan kanker.

l. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. Makanan yang tidak tercemar,

tidak mengandung kuman atau parasit lain, tidak mengandung bahan kimia

berbahaya dan makanan yang diolah 20 dengan baik sehingga unsur gizi serta cita

rasanya tidak rusak, merupakan makanan yang aman bagi kesehatan.

m. Bacalah label pada makanan yang dikemas. Label pada makanan kemasan harus

berisikan tanggal kadaluwarsa, kandungan gizi dan bahan aktif yang digunakan.

Konsumen yang berhati-hati dan memperhatikan label tersebut akan terhindar dari

makanan rusak, tidak bergizi dan makanan berbahaya. Selain itu, konsumen dapat
8

menilai halal tidaknya makanan tersebut (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2014).

4. Penilaian Pola Makan

Pola makan dapat dinilai secara langsung dari kualitas dan kuantitas hidangan. Jika

susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik kuantitas maupun kualitasnya,

makan tubuh akan mendapat kondisi kesehatan yang sebaik - baiknya dan keadaan

gizi yang baik pun dapat tercapai (Miko A, Dina PB. 2016).

Penilaian pola makan dapat menggunakan metode frekuensi makanan (food

frequency). Metode ini bertujuan untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi

sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari,

minggu bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar

makanan dan frekuensi penggunaanmakanan tersebut pada periode tertentu. Bahan

makanan yang ada dalam kesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi

yang cukup sering oleh responden (Khairiyah EL, 2016).

5. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pola makan, diantaranya adalah

meningkatnya partisipasi dalamkehidupan sosial dan aktivitas anak sekolah merupakan

bagian dari pertumbuhan dan perkembangan anak yang terus meningkat, hal ini akan

berdampak pada pola konsumsi anak tersebut. Faktor yang dapat mempengaruhi pola

makan dibagi menjadi faktor internal yang terdiri dari IMT, umur, jenis kelamin,

pengetahuan gizi, keyakinan, nilai dan norma, pemilihan dan arti makanan, kebutuhan

fisiologis tubuh, citra diri, konsep diri, perkembangan psikososial, dan kesehatan. Faktor

eksternal yang meliputi tingkat ekonomi keluarga, pekerjaan, pendidikan orang tua, sosial
9

dan budaya, peran orang tua, teman sebaya, pengalaman individu, dan pengaruh media

(Putri AY, 2011).

B. Status Gizi

1. Definisi status gizi

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat

dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh (Almatsier,

2011).

Zat Gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan

fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta

mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses

pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut

selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam cairan tubuh (Almatsier,

2011).

2. Klasifikasi status gizi

Pengukuran baku antropomentri yang sekarang digunakan di Indonesia mengacu

kepada standar WHO (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Klasifikasi status gizi dapat

dibedakan menjadi empat yaitu:

a. Gizi lebih (Overweight) Gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam

jumlah berlebihan sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan

(Almatsier, 2011).

b. Gizi baik (well nourished) Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila

tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga
10

memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan

kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2011).

c. Gizi kurang (underweight) Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami

kekurangan satu atau lebih zat-zat esensial (Almatsier, 2011).

d. Gizi buruk (severe PCM) Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang

dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di

bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan

kalori (Almatsier, 2011).

Berat badan ( kg )
C. Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT =
Tinggi badan(m2 )

Indeks massa tubuh adalah alat ukur yang digunakan untuk mendefinisikan status berat

badan anak, remaja, dan dewasa. Interpretasi indeks massa tubuh tergantung usia dan jenis

kelamin anak, karena anak laki-laki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda.

Indeks massa tubuh pada anak berubah sesuai usia, peningkatan panjang, dan berat badan.

Indeks Massa Tubuh dihitung dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan

kuadrat tinggi badan (dalam meter). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator

sederhana dari korelasi antara tinggi dan berat badan. Indeks massa tubuh ini adalah

indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat

badan lebih dan obesitas pada orang dewasa (Kemenkes RI, 2013).

Penggunaan IMT pada dewasa berbeda dengan anak-anak dan remaja yang sedang

berada pada proses pertumbuhan, kategori IMT pada anak-anak dibagi atas dibawah

normal, di atas normal, dan obesitas (Sadegi M, 2008).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1995/MENKES/SKXII/2010, pengukuran IMT mengacu pada standar antropometri


11

World Health Organization (WHO) tahun 2005, setelah dilakukan perhitungan IMT,

sesuaikan dengan tabel usia dan jenis kelamin dalam Z-score (terlampir). Peneliti juga

membagi kategori IMT menjadi tiga yaitu di bawah normal (sangat kurus dan kurus),

normal, dan di atas normal (gemuk dan sangat gemuk). (Kemenkes RI, 2011).

Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-

Score)
Sangat Kurus <-3 SD

Kurus -3SD sampai dengan <-2

SD
Normal -2 SD sampai dengan 1

SD
Gemuk >1 SD sampai dengan 2

SD
Sangat Gemuk >2 SD
12

Tabel 2.1. Kategori Indeks Massa Tubuh Menurut Usia oleh Kemenkes RI 2011.

IMT mempunyai keunggulan utama yakni menggambarkan lemak tubuh yang

berlebihan, sederhana dan dapat digunakan dalam penelitian populaso berskala besar.

Pengukurannya hanya menggunakan 2 hal, yakni berat badan dan tinggi badan, yang

kedua nya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Salah satu

kelemahan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak otot atau

tulang.

IMT juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi lemak tubuh, sehingga beberapa

penelitian menyatakan bahwa standar cut off point untuk mengidentifikasi obesitas

berdasarkan IMT mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi

kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis (Utari A, 2008).

D. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang dilakukan oleh Lida KS (2016) tentang hubungan pola makan dengan

status gizi anak pra sekolah di PAUD Tunas Mulia Claket Kecamatan Pacet Mojokerto

menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan status gizi

pada anak. Anak dengan pola makan buruk 2 (33,3%) tergolong kurus, 4 (66,7%)

tergolong normal dan tidak ditemukan (0%) yang tergolong gemuk. Sedangkan responden

dengan pola makan normal tidak ditemukan (0%) dengan status gizi kurus, 9 (81.8%)

dengan status gizi normal dan 2 (18.2%) dengan status gizi gemuk.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sari G dkk (2014) yang berjudul hubungan pola

makan dengan status gizi anak usia 3-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo

Padang menunjukan bahwa dari 85 responden terdapat 9 (34.6%) responden dengan status
13

gizi kurus dan sangat kurus, dan 17 (65.4%) responden dengan status gizi normal yang

berpola makan tidak baik. Sedangkan responden dengan status gizi normal terdapat 58

(98.3%) dan 1 (1.7%) mempunyai pola makan yang baik.

E. Kerangka Teori
14

F. Hipotesis Kerja
15

Hipotesis kerja adalah suatu rumusan hipotesis dengan tujuan untuk membuat ramalan

tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala muncul. Biasanya menggunakan

rumusan pernyataan “ jika..., maka...” (Notoatmodjo, 2010).

“Jika pola makan normal, maka status gizi akan baik“

Anda mungkin juga menyukai