Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

BERDUKA DAN KEHILANGAN

Disusun oleh:
KELOMPOK 2

Pembimbing Akademik

( )

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (Masalah Utama)


A. Definisi
Kehilangan atau berduka adalah sesuatu keadaan individu berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian jadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Iyus Yosep, 2009).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda
(Sundeen dalam Iyus Yosep, 2009).
Kehilangan dari attachment (kedekatan seseorang terhadap orang lain yang
dianggap penting), merupakan kehilangan yang mencakup kejadian nyata atau
hanya khayalan (yang diakibatkan persepsi seseorang terhadap kejadian), seperti
kasih saying, kehilangan orang yang berarti, fungsi fisik, harga diri. Banyak
situasi kehilangan sangat berpengaruh karena memiliki makna yang tinggi. Dapat
pula mencakup kehilangan teman lama, kenangan yang indah, tetangga yang baik.
Kemampuan seseorang untuk bertahan, tetap stabil, dan bersikap positif terhadap
kehilangan merupakan suatu tanda kematangan dan pertumbuhan.
Berduka adalah respon emosi yang di ekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas dan sulit
untuk tidur.
Berduka (Grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini
diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan
didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual
yang dianutnya (Hidayat, 2010).

B. Tanda Dan Gejala


1. Kehilangan
Tanda dan gejala kehilangan menurut Prabowo (2014) diantaranya :
a. Perasaan sedih
b. Menangis
c. Perasaan putus asa
d. Kesepian
e. Mengingkari kehilangan
f. Kesulitan mengekspresikan perasaan
g. Konsentrasi menurun
h. Kemarahan yang berlebihan
i. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
j. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
k. Reaksi emosional yang lambat
l. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas
2. Berduka

Menurut Dalami (2010) tanda dan gejala berduka diantaranya :

a. Efek fisik
Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah, berat badan
menurun, sakit kepala, pandangan kabur, susah bernapas, palpitasi
dan kenaikan berat badan, kesulitan untuk bernapas.
b. Efek emosi
Mengingkari, bersalah, marah, kebencian, depresi, kesedihan,
perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal dalam menerima
kenyataan, iritabilitas, perhatian terhadap orang yang meninggal
c. Efek social
Menarik diri dari lingkungan, isolasi (emosi dan fisik) dari
keluarga dan teman.

C. Tipe kehilangan dan berduka


1. Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu :
a. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya
amputasi, kematian orang yang sangat dicintai atau sangat berarti
b. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan.
Misalnya seseorang yang berhenti kerja atau PHK, menyebabkan
perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun
2. Berduka
a. Berduka diantisipasi
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang actual
ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan atau kedekatan, objek
atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan.
Tipe ini masih dalam batas normal.
b. Berduka disfungsional
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat
individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan,
objek dan ketidak mampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal atau kesalahan dan kekacauan.

D. Jenis Kehilangan dan Berduka


1. Kehilangan
Menurut Dalami (2010) kehilangan dibagi menjadi beberapa diantaranya :
a. Kehilangan objek eksternal
Misalnya kecurian atau kahancuran akibat bencana alam
b. Kehilangan lingkungan yang dikenal
Misalnya berpindah rumah, dirawat di rumah sakit atau berpindah
pekerjaan
c. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti
Misalnya kehilangan anggota keluarga dan teman dekat, perawat yang
dipercaya, binatang peliharaan
d. Kehilangan suatu aspek diri
Misalnya anggota tubuh yang hilang (amputasi) dan fungsi psikologis serta
fisik
e. Kehilangan hidup
Misalnya kematian keluarga, teman dekat
2. Berduka
Menurut Hidayat (2010) berduka dibagi manjadi beberapa antara lain :
a. Berduka normal
Terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan
menarik diri dari aktivitas untuk sementara
b. Berduka antisipatif
Proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan dan kematian
yang sesungguhnya terjadi. Misalnya ketika menerima diagnosis penyakit
terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyelesaikan
berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba
c. Berduka yang rumit
Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu
tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung
berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan
dengan orang lain.
d. Berduka tertutup
Kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.
Misalnya kehilangan pasangan karena penyakit AIDS, anak mengalami
kematian orang tua tiri, atau inu yang kehilangan anaknya di kandungan
atau ketika bersalin.

E. Rentang Respon

Pengingkaran Marah Depresi Tawar Penerimaan


(Denial) menawar

1. Tahap pengingkaran (Denial)


Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan ”Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, “Itu tidak
mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal,
akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi
pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu harus
berbuat apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam waktu beberapa
menit sampai beberapa tahun.
2. Marah (Anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada dilingkungannya, orang-orang
tertentu atau ditujukkan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia
menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan dan
menuduh dokter dan perawat yang tidak menangani dengan baik. Respon
fisik yang sering terjadi pada fase ini muka merah, nadi cepat, gelisah,
susah tidur, tangan mengepal.
3. Depresi (Depression)
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri,
tidak mau berbicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat
baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan ,
perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
4. Tawar menawar (Bergaining)
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
intensif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon
kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “Kalau
saja kejadian ini bias ditunda maka saya akan sering berdoa”. Apabila
proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataan sebagai berikut
sering dijumpai “Kalau saja yang sakit bukan anak saya”
5. Penerimaan (Acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu
terpusat pada objek atau orang hilang akan mulai berkurang atau hilang,
individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran
tentang objek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap
perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya
dinyatakan dengan kata-kata seperti ini “Saya betul-betul menyayangi
baju saya yang hilang tapi baju saya yang baru bagus juga”, “Apa yang
dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”. Apabila individu dapat
memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau fase
penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan
mengatasi perasaan kehilangannya secra tuntas. Tapi apabila individu tetap
berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika
mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase penerimaan.

F. Faktor Predisposisi
1. Faktor genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis
dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi
perasaan kehilangan.
2. Kesehatan jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
3. Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai
riwayat depresi yang ditandai perasaan tidak berdaya pesimis, selalu
dibayangi oleh masa depan suram, biasanya sangat peka dalam
menghadapi situasi kehilangan
4. Pengalaman kehilangan di masa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak-
kanak akan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa.
5. Struktur kepribadian
Individu dengan konsep diri yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap
stress yang dihadapi.

G. Faktor Presipitasi
Stress yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata
ataupun imajinasi individu seperti : kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain
meliputi :
1. Kehilangan kesehatan
2. Kehilangan fungsi seksualitas
3. Kehilangan peran dalam keluarga
4. Kehilangan posisi di masyarakat
5. Kehilangan milik pribadi seperti : kehilangan harta benda atau orang yang
dicintai, kehilangan kewarganegaraan

H. Mekanisema Koping
Koping yang sering dipakai oleh individu dengan respon kehilangan antara lain :
Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang
digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat
menyakitkan. Regresi dan Disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang
dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara
berlebihan dan tidak tepat.
1. Denial
Denial dapat diartikan adalah penyangkalan dikenakan pada seseorang
yang dengan kuat menyangkal dan menolak serta tak mau melihat fakta-
fakta yang menyakitkan atau tak sejalan dengan keyakinan, pengharapan,
dan pandangan-pandangannya. Denialisme membuat seseorang hidup
dalam dunia ilusinya sendiri, terpangkas dari kehidupan dan nyaris tidak
mampu keluar dari cengkramannya. Ketika seseorang hidup dalam denial
“backfire effect” atau ”efek boomerang” sangat mungkin terjadi pada
dirinya. Orang yang hidup dalam denial tentu saja sangat tidak berbahagia.
Dirinya sendiri tidak berbahagia dan juga membuat banyak orang lain
tidak berbahagia (Prabowo, 2014)
2. Represi
Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu
cara pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan
yang mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai untuk
menyembuhkan hal-hal yang kurang baik pada diri kita kedalam bawah
sadar diri kita. Dengan mekanisme ini kita akan terhindar dari situasi tanpa
kehilangan wibawa kita (Prabowo, 2014).
3. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang mengganggu perasaanya. Dengan
intelektualisasi, manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya
tidak menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau
permasalahan secara objektif (Prabowo, 2014)
4. Regresi
Regresi yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara
berpikir mundur kembali ke ciri terhadap perkembangan sebelumnya
(Prabowo, 2014)
5. Disosiasi
Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau diubah.
Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-proses mental dipisahkan atau
diasingkan dari kesadaran dengan bekerja secara merdeka atau otomatis,
afek dan emosi terpisah dan terlepas dari ide, situasi, objek misalnya pada
selektif anamnesa (Prabowo, 2014).
6. Supresi
Supresi adalah suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan tetapi sebenarnya merupakan analog dari represi yang disadari
perbedaan supresi dengan represi yaitu pada supresi seseorang secara sadar
menolak pikirannya keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain.
Dengan demikian supresi tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa,
karena terjadinya dengan sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang
diperbuatnya (Prabowo, 2014).
7. Proyeksi
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai
kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Proyeksi
adalah contoh dari cara untuk memungkiri tanggung jawab kita terhadap
impuls-impuls dan pikiran-pikiran dengan melimpahkan kepada orang lain
dtidak pada kepribadian diri sendiri (Prabowo, 2014)
II. PROSES TERJADI MASALAH
kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti, kehilangan yang ada pada diri sendiri, kehilangan objek eksternal misalnya
kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang ataupun pekerjaan,
kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal
termasuk dari kehidupan latar belakang dalam waktu satu periode atau bergantian
secara permanen, seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan
respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang
sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian. Adapun proses
kehilangan menurut Prabowo (2014) diantaranya :
1. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu
memberi makna positif – melakukan kompensasi dengan kegiatan positif –
perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman)
2. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu
memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi –
diekspresikan ke dalam diri – muncul gejala sakit fisik
3. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu
memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi –
diekspresikan ke luar individu – kompensasi dengan perilaku konstruktif –
perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman)
4. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu
memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi –
diekspresikan ke luar individu – kompensasi dengan perilaku destruktif –
merasa bersalah – ketidak berdayaan

III. KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN


1. Pasien tidak mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses
berduka dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan
dengan konsep kehilangan secara jujur.
2. Pasien terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku
yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka.
3. Ketidakmampuan melakukan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara
mandiri.
IV. MASALAH KEPERAWATAN
Kehilangan dan berduka

V. ANALISA DATA

Data Masalah

Data Mayor: Kehilangan dan Berduka


 Adaptasi terhadap kehilangan yang tidak
berhasil
 Depresi, menyangkal yang berkepanjangan
 Reaksi emosional yang lambat
 Tidak mampu menerima pola kehidupan yang
normal

Data Minor:
 Isolasi sosial atau menarik diri / tidak berminat
dalam berinteraksi dengan orang lain
 Gagal untuk mengembangkan hubungan/minat-
minat baru
 Gagal untuk menyusun kembali kehidupan
setelah kehilangan

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Kehilangan
Berduka

VII. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

Pasien mampu melalui Setelah ...... 1. Bina hubungan saling 1. pasien menjadi
proses berduka dan pertemuan pasien percaya dengan pasien lebih terbuka
menerima kehilangan. mampu: 2. Diskusikan mengenai ,mendukung
1. Membina kondisi pasien saat ini mengatasi perasaan
hubungan saling (kondisi pikiran, kehilangan
percaya dengan perasaan, fisik, sosial 2. berdiskusi terhadap
perawat dan spiritual sebelum kenyataan yang
2. Mengenali dan sesudah bersifat sementara
peristiwa mengalami peristiwa pada peroses
kehilangan yang kehilangan dan berduka
dialami pasien hubungan antara bermanfaat untuk
3. Memahami kondisi saat ini saat mengurangi
hubungan antara peristiwa kehilangan dampat emosional
kehilangan yang terjadi) 3.
d4.ialami dengan 3. Diskusikan cara a. dengan
keadaan dirinya mengatasi berduka mengungkapkan
4. Mengidentifikasi yang dialami persaan klien klien
cara-cara a. Cara verbal dapat mengurangi
mengatasi (mengungkapkan dampak emosional
berduka yang perasaan) b. Melakukan
dialaminya b. Cara fisik aktivitas
5. Memanfaatkan (memberi diharapkan dapat
faktor kesempatan mengurangi rasa
pendukung aktivitas fisik) berduka dan
c. Cara sosial kehilangan
(sharing melalui c. Sharing dapat
kelompok) membuat perasaan
d. Cara spiritual lebih baik
(berdoa, berserah 4. dengan
diri) memberikan
4. Berikan dukungan dukungan dapat
terhadap respon membuat pasien
kehilangan lebih nyaman
5. Bantu pasien 5. dengan beraktivitas
memasukkan kegiatan dapat mengurangi
dalam jadwal harian rasa kehilangan dan
berduka

Keluarga mampu Setelah ...... 1. Diskusikan dengan 1.dukungan keluarga


membantu pasien pertemuan keluarga keluarga tentang atau orang berarti
melewati proses mampu: masalah kehilangan sangat membantu
berduka dan menerima 1. Mengenal dan berduka serta dalam mengatasi
kehilangan. masalah dampaknya untuk perasaan berduka
kehilangan dan pasien 2.orang terdekat
berduka 2. Diskusikan dengan dengan pasien lebih
2. Memahami cara keluarga cara-cara mengetahui apa yagn
merawat pasien mengatasi berduka dibutuhkan oleh
berduka yang dialami oleh pasien dan cara
berkepanjangan pasien mengatasinya
3. Mempraktikkan 3. Latih keluarga 4.keluarga dapat
cara merawat mempraktikkan cara mengatasi rasa
pasien berduka merawat pasien dengan berduka dan
disfungsional berduka disfungsional kehilangan klien
4. Memanfaatkan 4. Diskusikan dengan 5.keluarga dapat
sumber yang keluarga sumber- memhubungi sumber
tersedia di sumber bantuan yang bantuan bila ada
masyarakat dapat dimanfaatkan sesuatu yang ingin
oleh keluarga untuk didiskusikan
mengatasi kehilangan
yang dialami oleh
pasien
DAFTAR PUSTAKA

Dalami , Ernawati . 2010 . Konsep Dasar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Trans Info Media

Nurhalimah, Kemenkes RI. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa Komprehensif.
[serial online] 2016 [dikutip 24 Maret 2019]: [182 screens]. Tersedia dari: URL:
https://bppsdmk.kemkes.go.id

Prabowo , Eko . 2014 . Asuhan Keperawatan Jiwa . Yogyakarta : Nuha Medika

Yosep, Iyus. 2013. Keperawatan Jiwa Edisi 5. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai