Anda di halaman 1dari 5

HADITS HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN Keterangan Hadits

Ali Farhan (07530007)

‫رضييي‬- ‫ه‬ َ َ‫ عَن أ َبي موسى ع‬,َ‫عَن أ َبي بردة‬.1 Hadits pertama dari kajian ini diriwayatkan oleh Imam
ِ ‫ن أب ِي ْي‬ْ َ ُ ِ ْ َ ُْ ِ ْ Ahmad dan empat Imam hadits, pengarang kitab-kitab as-
ُ ‫ص يّلى الل ي‬
‫ه‬ َ ‫ه‬ ِ ‫ل الل ّي‬ ُ ‫سييو‬ ُ ‫ل َر‬ َ ‫ قَييا‬:‫ل‬ َ ‫ َقا‬-‫الله عنهما‬ Sunan (an-Nasaiy, at-Turmudziy, Abu Daud dan Ibn Majah).
Hadits tersebut dinilai shahîh oleh Ibn al-Madiniy dan at-
ٍ ‫ي‬
” ّ ِ ‫ح إ ِل ّ ب ِوَل‬ َ ِ ‫ " ل َ ن‬:‫م‬
َ ‫كا‬ َ ّ ‫سل‬ ِ ْ ‫عَل َي‬
َ َ‫ه و‬
1
Turmudziy serta Ibn Hibban yang menganggapnya memiliki
‘illat (cacat), yaitu al-Irsal (terputusnya mata rantai jalur
Artinya: “Dari Abu Burdah, dari Abu Musa dari ayahnya –radliyallâhu transmisinya setelah seorang dari Tabi’in, seperti bila
'anhuma-, dia berkata, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, seorang Tab’iy berkata, “Rasulullah bersabda, demikian…”).
“Tidak (shah) pernikahan kecuali dengan wali.”
Hadits kedua dari kajian ini diriwayatkan juga oleh
ّ ‫ح إ ِل‬ َ ِ ‫ ل َ ن‬:‫عا‬
َ ‫كا‬ ً ْ‫مْرفُو‬
َ ‫صْين‬ ُ ْ ‫ن ال‬
َ ‫ح‬ ِ ْ‫ن ب‬ َ ‫مَرا‬
ْ ‫ع‬
ِ ‫ن‬ْ َ‫ع‬.2 Imam Ahmad dari al-Hasan dari ‘Imran bin al-Hushain secara
marfu’ (sampai kepada Rasulullah).
2
‫ن‬ِ ْ ‫شاهِد َي‬َ َ‫ي و‬
ّ ِ ‫ب ِوَل‬ Menurut Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Bassam,
Dari ‘Imran bin al-Hushain secara marfu’ : “Tidak (shah) pernikahan kecuali kualitas hadits ini adalah Shahîh dan dikeluarkan oleh Abu
dengan seorang wali dan dua orang saksi.” Daud, at-Turmudziy, ath-Thahawiy, Ibn Hibban, ad-
Daruquthniy, al-Hâkim, al-Baihaqiy dan selain mereka. Hadits
ُ ْ ‫س يو‬
‫ل‬ ُ ‫ل َر‬ َ ‫ َقا‬:‫ت‬ ْ َ ‫ه عَن َْها َقال‬ ُ ‫ي الل‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ة َر‬ َ ‫ش‬َ ِ ‫عائ‬
َ ‫ن‬ ْ َ‫وَع‬.3
ini juga dinilai shahîh oleh Ibn al-Madiniy, Ahmad, Ibn Ma’in,
َ ‫ "أ َيما ا‬: ‫الله صّلى الله عَل َيه وسل ّم‬ at-Turmudziy, adz-Dzuhliy, Ibn Hibban dan al-Hâkim serta
‫ت‬ ْ ‫حي‬ َ َ ‫ة ن َك‬ٍ ‫مَرأ‬ ْ َ ّ َ َ َ ِ ْ ُ َ ِ disetujui oleh Imam adz-Dzahabiy. Ibn al-Mulaqqin di dalam
‫ل ب ِهَييا‬ َ ‫خي‬ َ َ‫ن د‬ ْ ِ ‫ فَيإ‬،‫ل‬ ٌ ‫طي‬ ِ ‫حَهيا َبا‬ َ ِ ‫ن وَل ِي َّهيا فَن‬
ُ ‫كا‬ ِ ْ ‫ر إ ِذ‬ِ ْ ‫ب ِغَي‬
kitab al-Khulâshah berkata, “Sesungguhnya Imam al-Bukhariy
telah menilainya shahîh dan juga dijadikan argumentasi oleh
‫ن‬ِ ِ ‫ َفييإ‬،‫جَهييا‬ ِ ‫ن فَْر‬ ْ ‫ميي‬ ِ ‫ل‬ ّ ‫ح‬ َ َ ‫سييت‬
ْ ‫مييا ا‬ َ ِ ‫مْهييُر ب‬َ ‫فَل ََهييا ْال‬ Ibn Hazm.” Al-Hâkim berkata, “Riwayat mengenainya telah
" .3‫ه‬ ُ َ‫ي ل‬َّ ِ ‫ن ل َ وَل‬ ْ ‫م‬ َ ‫ي‬ ّ ِ ‫ن وَل‬ُ ‫طا‬ َ ْ ‫سل‬ ّ ‫جُرْوا َفال‬ َ َ ‫شت‬ْ ‫ا‬ shahih berasal dari ketiga isteri Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa
Sallam; ‘Aisyah, Zainab dan Ummu Salamah.” Kemudian dia
Artinya: “Dan dari ‘Aisyah radliyallâhu 'anha, dia berkata, Rasulullah menyebutkan 30 orang shahabat yang semuanya
Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, “Siapa saja wanita yang menikah meriwayatkannya.
tanpa idzin walinya, maka pernikahannya batil; jika dia (suami) sudah
Syaikh al-Albaniy berkata, “Tidak dapat disangkal lagi,
berhubungan badan dengannya, maka dia berhak mendapatkan mahar
hadits tersebut berkualitas Shahîh sebab hadits yang
sebagai imbalan dari dihalalkannya farajnya; dan jika mereka berselisih,
maka sultan (penguasa/hakim dan yang mewakilinya-red.,) adalah wali bagi diriwayatkan oleh Abu Musa tersebut dinilai shahih oleh
orang yang tidak memiliki wali.” banyak ulama. Jika, digabungkan lagi dengan riwayat
pendukung dari sisi matan (Tâbi’) dan sebagian riwayat
pendukung dari sisi sanad (Syâhid) yang kualitasnya tidak
1 Sofwer Maktabah Assamilah, di akses pada 21 Maret 2009 lemah sekali, maka hati kita menjadi tenang untuk
2 Sofwer Maktabah Assamilah menerimanya.”
3 Sofwer Maktabah Assamilah
1
Sedangkan hadits yang ketiga dari kajian ini, yang menikah tanpa idzin walinya, maka
kualitasnya adalah Hasan. Hadits tersebut dikeluarkan oleh pernikahannya batil (tiga kali).”
Imam Ahmad, asy-Syafi’iy, Abu Daud, at-Turmudziy, Ibn
Majah, ad-Daruquthniy, al-Hâkim dan al-Baihaqiy serta selain 2) ‘Aqad nikah merupakan sesuatu yang serius sehingga
mereka dari jalur yang banyak sekali melalui Ibn Juraij dari perlu mengetahui secara jelas apa manfa’at pernikahan
Sulaiman bin Musa dari az-Zuhriy dari ‘Urwah dari ‘Aisyah. tersebut dan mudlaratnya, perlu perlahan, pengamatan
Rijâl (Para periwayat dalam mata rantai periwayatan) yang seksama dan musyawarah terlebih dahulu.
tersebut semuanya Tsiqât dan termasuk Rijâl Imam Muslim. Sementara wanita biasanya pendek pandangannya dan
singkat cara berpikirnya alias jarang ada yang berpikir
Hadits ini dinilai shahih oleh Ibn Ma’in, Abu ‘Awânah dan Ibn panjang sehingga dia memerlukan seorang wali yang
Hibban. Al-Hâkim berkata, “Hadits ini sesuai dengan syarat memberikan pertimbangan akan ‘aqad tersebut dari
yang ditetapkan asy-Syaikhân (al-Bukhariy dan Muslim), aspek manfa’at dan legitimasi hukumnya. Oleh karena
diperkuat oleh Ibn ‘Adiy dan dinilai Hasan oleh at-Turmudziy. itu, adanya wali termasuk salah satu syarat ‘aqad
Hadits ini juga dinilai Shahîh oleh Ibn al-Jawziy akan tetapi berdasarkan nash yang shahih dan juga pendapat
beliau menyatakan bahwa terdapat ‘illat, yaitu al-Irsâl akan Jumhur ulama.
tetapi Imam al-Baihaqiy menguatkannya dan membantah
statement Ibn al-Jawziy tersebut. Maka berdasarkan hal ini, 3) Seorang wali disyaratkan sudah mukallaf, berjenis
hadits ini kualitas isnadnya Hasan. Wallahu a’lam.”4 kelamin laki-laki, mengetahui manfa’at pernikahan
tersebut dan antara wali dan wanita yang di bawah
penjelasan lain tentang hadits-hadits hukum wali perwaliannya tersebut seagama. Siapa saja yang tidak
dalam pernikahan memiliki spesifikasi ini, maka dia bukanlah orang yang
pantas untuk menjadi wali dalam suatu ‘aqad nikah.
1) Keberadaan wali dalam suatu pernikahan merupakan
syarat shahnya sehingga tidak shah suatu pernikahan 4) Wali adalah seorang laki-laki yang paling dekat
kecuali dengan adanya wali yang melaksanakan ‘aqad hubungannya dengan si wanita; sehingga tidak boleh
nikah. Ini adalah pendapat tiga Imam Madzhab; Malik, ada wali yang memiliki hubungan jauh menikahkannya
asy-Syaf’iy dan Ahmad serta jumhur ulama. Dalil selama wali yang lebih dekat masih ada. Orang yang
pensyaratan tersebut adalah hadits diatas yang paling dekat hubungannya tersebut adalah ayahnya,
berbunyi (artinya), “Tidak (shah) pernikahan kecuali kemudian kakeknya dari pihak ayah ke atas, kemudian
dengan wali.” anaknya ke bawah, yang lebih dekat lagi dan lebih
Al-Munawiy berkata di dalam kitab Syarh al-Jâmi’ ash- dekat lagi, kemudian saudara kandungnya, kemudian
Shaghîr, “Hadits tersebut hadits Mutawatir.” Hadits ini saudaranya se-ayah, demikian seterusnya berdasarkan
dikeluarkan oleh al-Hâkim dari 30 sumber. Sedangkan runtut mereka di dalam penerimaan warisan.
hadits ‘Aisyah diatas (no.3 dalam kajian ini) sangat Disyaratkannya kedekatan dan lengkapnya
jelas sekali menyatakan pernikahan itu batil tanpa persyaratan-persyaratan tersebut pada seorang wali
adanya wali, dan bunyinya (artinya), “Siapa saja wanita demi merealisasikan kepentingan pernikahan itu sendiri
dan menjauhi dampak negatif yang ditimbulkannya.
4 Al-Mahallî, Jalâluddîn, Syarh Minhâjuth Thâlibîn, Bayrût: Dârul Fikr, t.t., jld. 3, h. 224
2
5) Bila seorang wali yang memiliki hubungan jauh diantaranya Tiga Imam Madzhab.5
menikahkan seorang wanita padahal ada wali yang
memiliki hubungan lebih dekat dengannya, maka hal ini Sementara Imam Abu Hanifah dan pengikutnya
diperselisihkan para ulama: berpendapat bahwa hal itu bukanlah merupakan syarat.

6) Pendapat pertama mengatakan bahwa pernikahan Dalil-dalil yang dikemukakan oleh pendapat terakhir ini
tersebut Mafsûkh (batal). banyak sekali namun masih dalam koridor permasalahan
Pendapat Kedua menyatakan bahwa pernikahan itu khilafiyyah yang amat panjang.
boleh. Diantara dalil mereka tersebut adalah mengqiyaskan
7) Pendapat Ketiga menyatakan bahwa terserah kepada (menganalogkan) nikah dengan jual beli. Dalam hal ini,
wali yang memiliki hubungan lebih dekat tersebut sebagaimana seorang wanita berhak untuk
apakah membolehkan (mengizinkan) atau menfasakh memanfa’atkan dan menjual apa saja yang dia maui dari
(membatalkan) nya. hartanya, demikian pula dia berhak untuk menikahkan
dirinya sendiri. Namun para ulama mengatakan bahwa ini
8) Sebab Timbulnya Perbedaan adalah Qiyâs Fâsid (Qiyas yang rusak alias tidak sesuai
dengan ketentuan) karena tiga faktor:
9) Sebab timbulnya perbedaan tersebut adalah: Pertama, karena ia merupakan Qiyas yang bertentangan
dengan Nash sehingga menurut kaidah ushul, Qiyas
10)“Apakah tingkatan perwalian yang paling dekat dalam
seperti ini tidak boleh dan tidak berlaku.
suatu pernikahan merupakan Hukum Syar’iy yang
Kedua, Dalam Qiyas itu harus ada kesamaan antara dua
murni dan mutlak hak yang terkait dengan Allah
hukum dari kedua hal yang diqiyaskan tersebut,
sehingga pernikahan tidak dianggap terlaksana
sementara disini tidak ada. Dalam hal ini, nikah
karenanya dan wajib difasakh (dibatalkan)”,
merupakan hal yang serius, perlu pandangan yang tajam
Ataukah “ia merupakan Hukum Syar’iy namun juga
dan kejelian terhadap konsekuensi-konsekuensinya,
termasuk hak yang dilimpahkan kepada wali sehingga
namun berbeda halnya dengan jual beli yang dilakukan
pernikahan itu dianggap terlaksana bilamana
dengan apa adanya, ringan dan kecil permasalahannya .
mendapatkan persetujuan si wali tersebut; bila dia
membolehkan (mengizinkan), maka boleh hukumnya Ketiga, bahwa akad terhadap sebagian suami bisa menjadi
dan bila dia tidak mengizinkan, maka pernikahan itu ‘aib dan cela bagi seluruh keluarga, bukan hanya terhadap
batal (fasakh).” isterinya semata. Jadi, para walinya ikut andil di dalam
proses persemendaan (perbesanan), baik ataupun
11)Perbedaan Para Ulama
buruknya.

Dalam hal ini, Abu Hanifah membantah hadits ini dengan


12) Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas bahwa beragam jawaban:
adanya seorang wali merupakan syarat shah suatu
akad nikah. Dan ini adalah pendapat Jumhur Ulama, 5 Abû Bakr, as-Sayyid, I’ânatuth Thâlibîn, jld 3, h. 311
3
Pertama, Terkadang beliau mengeritik sanad (jalur a. ‘Aliy al-Madiniy berkata, “Shahîh”. Pensyarah berkata,
transmisi) hadits yang menurutnya terdapat cacat, yaitu “Ia dinilai Shahîh oleh al-Baihaqiy dan para Huffâzh .”
adanya perkataan Imam az-Zuhriy kepada Sulaiman bin
Musa, “Saya tidak mengenal hadits ini.” b. Adl-Dliyâ` berkata, “Sanad para periwayatnya semua
adalah Tsiqât.”
Kedua, mereka mengatakan bahwa lafazh “Bâthil” di b. Hadits tersebut juga telah dikeluarkan oleh al-Hâkim
dalam teks hadits tersebut dapat dita’wil dan maksudnya dan bersumber dari 30 orang shahabat.
adalah “Bishodadil Buthlân wa mashîruhu ilaihi.” (Maka
pernikahannya akan menuju kebatilan dan berakibat c. Imam al-Munawiy berkata, “Ia merupakan hadits
seperti itu). Mutawatir.”

Ketiga, mereka berkata bahwa sesungguhnya yang


dimaksud dengan wanita (Mar`ah) di dalam teks hadits
tersebut adalah wanita yang gila atau masih kecil (di
bawah umur)… Dalil lainnya:
Dan bantahan-bantahan lainnya yang tidak kuat dan - Bagi siapa yang merenungi kondisi ‘aqad nikah dan hal-
sangat jauh dimana para ulama juga menanggapinya satu hal yang dibutuhkan padanya seperti perhatian serius,
per-satu. upaya mencari mashlahat dan menjauhi dampak negatif
dari pergaulan suami-isteri, kondisi suami dan ada
Tanggapan Terhadap Bantahan Tersebut tidaknya kafâ`ah (kesetaraan), pendeknya pandangan dan
Terhadap Bantahan Pertama, bahwa sebenarnya hadits dangkalnya cara berfikir wanita serta mudahnya ia tergiur
tersebut memiliki banyak jalur yang berasal dari para oleh penampilan, demikian pula bagi siapa yang
Imam-Imam Besar Hadits dan periwayat, bukan seperti mengetahui kegigihan para walinya dan keinginan mereka
yang dikatakan oleh Abu Hanifah melalui perkataan Imam untuk membahagiakannya serta pandangan kaum lelaki
az-Zuhriy tersebut. yang biasanya jauh ke depan….barangsiapa yang
merenungi hal itu semua, maka tahulah kita akan
Terhadap Bantahan Kedua, bahwa ta’wil tersebut tidak kebutuhan terhadap apa yang disebut Wali itu.
tepat dan amat jauh dari sasaran.
1. Manakala kita mengetahui bahwa pernikahan tanpa
Terhadap Bantahan Ketiga dan seterusnya, bahwa nash- wali hukumnya Fâsid (rusak), lalu jika ia terjadi juga,
nash tentang hal itu amat jelas sehingga tidak maka ia tidak dianggap sebagai pernikahan yang
membutuhkan ta’wil-ta’wil semacam itu. sesuai dengan syari’at dan wajib difasakh (dibatalkan)
melalui hakim ataupun thalaq/cerai oleh sang suami.
Dalil-Dalil Pensyaratan Wali
Sebab, pernikahan yang diperselisihkan hukumnya perlu
Diantara dalilnya adalah hadits yang telah dipaparkan diatas, kepada proses Fasakh atau Thalaq, berbeda dengan
dan mengenainya:
4
pernikahan Bâthil yang tidak membutuhkan hal itu.6
Rujukan
• Sofwer Maktabah Assamilah, di akses pada 21 Maret 2009
• Al-Mahallî, Jalâluddîn, Syarh Minhâjuth Thâlibîn, Bayrût: Dârul Fikr,
t.t., jld. 3, h. 224
• K.h. Imam Subarno Menikah Sumber Masalah (Gama
Media;Yogyakarta 2004) hlm 24

6 K.h. Imam Subarno Menikah Sumber Masalah (Gama Media;Yogyakarta 2004) hlm 9
5

Anda mungkin juga menyukai