Anda di halaman 1dari 91

BAB I

SEJARAH SINGKAT MUNCULNYA


PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

1.1 Pengantar
Awalnya gerakan bimbingan dan konseling (BK) digiatkan oleh tokoh-tokoh
yang peduli terhadap pengembangan pelayanan BK, khususnya dalam bidang pendidikan.
Gerakan BK ini terus berkembang menjadi gerakan yang semakin jelas corak dan isinya,
yang kegiatannya terintegrasi dengan program sekolah. Dewasa ini sudah mulai jelas
substansi profesi BK yang mampu berkiprah dalam latar persekolahan maupun di luar
persekolahan. Perkembangan BK tampaknya lamban namun terarah dan pasti, serta
secara bertahap mendapatkan dukungan fasilitas dan peraturan-peraturan atau regulasi
berupa perundang-undangan dari pemerintah yang semuanya mempermantap keberadaan
profesi BK yang menitikberatkan pada pengoptimalan perkembangan individu,
kebahagiaan serta kemandirian individu, terutama kemaslahatan kehidupan kemanusiaan
itu berkembang menjadi profesi yang bermartabat (Pyayitno, 2008).

1.2 Perkembangan Profesi Bimbingan dan Konseling di Amerika Serikat


Profesi bimbingan dan konseling berkembang secara perlahan tapi pasti tidak
dapat dilepaskan dari perkembangan di bidang psikologi dan kesehatan. Perkembangan
bidang psikologi dan kesehatan telah mendorong munculnya metode-metode baru dalam
menyelesaikan permasalahan pribadi. Awalnya ilmuan psikologi dan ilmuan kesehatan
agak berbeda dalam memberi bantuan kepada pasiennya. Di kalangan para ahli kesehatan
melakukan dalam memberikan terapi diawali dengan diagnosis dengan pendekatan medis,
serta dengan teknik terapi yang inovatif antara lain dengan psikoterapi. Sementara para
ahli psikologi mengawalinya dengan melakukan pengukuran dan penilaian terhadap
perilaku guna memahami individu serta mengembangkan cara-cara baru dalam memberi
bantuan secara psikologis. Upaya membantu individu yang bermasalah dalam
kehidupannya ini akhirnya dikenal dengan pelayanan bimbingan dan konseling.
Pada awalnya profesi bimbingan dan konseling dari segi penyelesaian masalah-
masalah pendidikan dan pekerjaan secara melembaga dimulai pada tahun 1896, yang
ditandai dengan pembentukan klinik oleh Lightner Witmer dengan sebutan Psychological
Counseling Clinic di Universitas of Pensylvania. Sesudah itu, dua tahun berikutnya, yaitu
tahun 1898 Jesse B. Davis dicatat sebagai orang pertama yang menjadi konselor di
sekolah menengah di kota Detroit. Kegiatannya adalah membantu para siswa dalam
menyelesaikan masalah-masalah pendidikan dan jurusan yang akan dimasuki, yang tentu
disesuaikan dengan pekerjaan atau jabatan yang dicita-citakan setelah menyelesaikan
studi lanjut dengan memberi bantuan dalam bentuk bimbingan dan kepenasehatan.
Setelah itu, perkembangan selanjutnya profesi ini sudah mulai menangani masalah-

1
masalah yang lebih luas lagi, yaitu mencakup masalah-masalah yang terkait dengan
bimbingan dan pembinaan akhlak dan moral.
Tokoh lainnya yang dianggap sebagai pelopor dan penggagas kegiatan bimbingan
dan konseling adalah Eli Weaver di mana pada tahun 1906 ia mempublikasikan sebuah
pamflet yang diberi judul Choosing a Career, serta Frank Parson yang memprakarsai
berdirinya Biro Konsultasi Pekerjaan atau yang dikenal sebagai Vocational Bureau di
Boston. Biro ini didirikan untuk membantu para remaja dalam merencanakan,
mempersiapkan serta memasuki dunia kerja. Atas jasanya ini, Parson disebut sebagai
inovator konsep dan teknik konseling vokasional atau konseling jabatan.
Selanjutnya, didirikan pula National Vocational Guidance Association (NVGA) di
Amerika pada tahun 1913, sesudah itu didirikan American Psychologist Association
(APA), American School Counselor Association (ASCA), dan Association for Education
and Counselor Trainers (ACECT).
Ditinjau secara teoritis perkembangan profesi bimbingan dan konseling seiring
dengan perkembangan bidang psikologi dan psikiatri. Konsep-konsep teori psikologi dan
psikiatri telah memberi kontribusi yang sangat berarti terhadap perkembangan profesi
bimbingan dan konseling. Sigmund Freud sebagai tokoh psikoanalitis telah memberikan
sumbangan dalam bentuk pemikiran tentang psikologi konseling bawah sadar. Demikian
pula tokoh lain, seperti E. Williamson telah mengembangkan konseling sifat dan faktor
dan Carl Rogers memelopori konseling terpusat pada pribadi. Kedua tokoh yang
disebutkan terakhir ini dianggap sebagai peletak dasar gerakan konseling modern
(Pitrofesa, 1978).

1.3 Faktor-faktor yang Mendorong Munculnya Profesi Bimbingan dan Konseling

Munculnya profesi bimbingan dan konseling, terutama di Amerika Serikat, dipicu


oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai
berikut.

a. Pengaruh reformasi sosial


Reformasi sosial yang terjadi seperti adanya era industrialisasi dan urbanisasi
yang besar-besaran mengakibatkan terjadinya pengangguran, kemiskinan,
kejahatan dan korupsi. Keadaan ini menimbulkan berbagai permasalahan dalam
kehidupan masyarakat. Persaingan hidup yang semakin ketat dan kompleks
memicu berbagai permasalahan dan sekaligus mendorong berkembangnya
pelayanan bantuan untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut sehingga
menuntut adanya pelayanan bimbingan dan konseling .
b. Pengaruh bimbingan vokasional
Para ahli mengidentifikasi bahwa bangkitnya bimbingan vokasional atau
bimbingan jabatan merupakan titik permulaan dari bangkitnya bimbingan dan

2
konseling modern. Frank Parson yang disebut sebagai bapak bimbingan
vokasional mengamati bahwa para siswa setelah lulus sekolah menengah sangat
memerlukan bantuan pemilihan pekerjaan.
c. Pengaruh gerakan studi kanak-kanak
Adanya gerakan studi kanak-kanak yang dilakukan sejak tahun 1920 sampai
dengan tahun 1930 sangat berpengaruh terhadap perkembangan bimbingan dan
konseling. Hal ini bisa dilihat dari empat segi, yaitu: (1) studi terfokus pada
kepentingan individual, (2) menekankan pada kepentingan tahun-tahun awal
perkembangan anak, sebagai dasar untuk kematangan perkembangan kepribadian,
(3) menekankan pada kebutuhan pengetahuan faktual untuk anak-anak, dan (4)
menekankan pada pentingnya cara yang lebih analitis dan akurat dalam studi
kanak-kanak.
d. Pengaruh gerakan psikometrik
Gerakan psikometrik atau gerakan pengukuran psikologis, seperti pengukuran
melalui tes kecerdasan umum oleh Binet dan Theopile Simon telah berdampak
terhadap perkembangan bimbingan dan konseling. Hal ini terlihat pada: (1) studi
individual yang cermat dan objektif, (2) teori dan konsep tentang faktor
perkembangan sikap, sifat, dan kepribadian, (3) kesempatan mengadakan
penelitian ilmiah tentang masalah pertumbuhan dan perkembangan inteligensi
yang standar dan menetapkan IQ (Inleligence Quotien) dalam periode waktu
tertentu, (4) menitikberatkan perhatian terhadap diagnosis dan evaluasi terhadap
tingkah laku malasuai, (5) mempermudah untuk melakukan prediksi, klasifikasi,
dan penempatan individu, (6) merumuskan, publikasi kode etik, serta
tanggungjawab dalam pengadministrasian dan penggunaan tes.
e. Pengaruh gerakan kesehatan mental
Adanya gerakan kesehatan mental yang memberikan perhatian kepada studi
rehabilitasi terhadap orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang ringan.
Kondisi ini telah mendorong upaya memasukkan program bimbingan dan
konseling di sekolah-sekolah dan klinik-klinik umum. Pelayanan bimbingan dan
konseling yang demikian itu diharapkan dapat memberikan tindakan preventif
atau pencegahan agar individu terhindar dari gangguan-gangguan kejiwaan.
f. Pengaruh gerakan psikoanalitik
Pendekatan psikoanalitik yang dicetuskan oleh Sigmund Freud telah memberikan
dukungan yang berarti bagi perkembangan bimbingan dan konseling terutama
dalam hal formulasi kepribadian yang berfokus pada karakter yang bermotif
tingkah laku.
g. Pengaruh kewajiban belajar
Gerakan wajib belajar yang digalakkan oleh pemerintah Amerika Serikat telah
menyebabkan meningkatnya jumlah siswa dan konsekuensinya meningkat pula

3
lembaga-lembaga pendidikan sekaligus menuntut terjadinya perubahan
kurikulum. Peninjauan kembali kurikulum yang diberlakukan di sekolah-sekolah
agar sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan tingkat perkembangan masyarakat.
Kondisi seperti ini menuntut perhatian yang serius terhadap peserta didik secara
individual untuk membantu mereka menemukan jalan keluar yang terbaik
mengatasi kesulitan pendidikan yang dihadapi. Proses memberikan layanan
bantuan tersebut itulah yang pada akhirnya disebut pelayanan bimbingan dan
konseling.
h. Pengaruh gerakan Client Centered Therapy
Client Centered Therapy atau yang dikenal dengan Person Centered Therapy
yaitu terapi yang terpusat pada konseli (konseli) atau pribadi telah memberikan
pengaruh yang besar terhadap perkembangan layanan bimbingan dan konseling.
Hal ini ditandai dengan terbitnya bukuyang berjudul: “Counseling and
Psychotherapy” pada tahun 1942 oleh Carl Rogers. Konseling Terpusat pada
Pribadi ini lebih menitiberatkan pada kualitas hubungan yang bersifat
interpersonal.
i. Pengaruh depresi dan perang
Depresi karena adanya perang berpotensi hancurnya perekonomian masyarakat.
Konsekuensinya keadaan moral masyarakat semakin buruk, tidak adanya keahlian
dan keterampilan kerja, dan sebagainya. Kondisi seperti ini menimbulkan adanya
usaha-usaha kemanusiaan, seperti mendirikan lembaga United State Employment
Service, yang melakukan kegiatan dalam bidang testing psikologis, bimbingan dan
konseling serta layanan penempatan kepada para pekerja. Pada waktu menghadapi
perang dunia kedua pihak militer lebih memerlukan prosedur seleksi, latihan dan
penempatan yang lebih baik dan teliti dalam mengerahkan tenaga serta
meningkatkan diri untuk menghadapi perang sehingga kondisi seperti
membutuhkan banyak tenaga konselor.
j. Pengaruh bantuan Pemerintah Federal
Adanya bantuan Pemerintah Federal Amerika dalam memfasilitasi terbitnya
berbagai peraturan dan perundang-undangan yang memberi dukungan terhadap
pendidikan vokasional serta memberi jalan untuk menetapkan pelayanan
bimbingan dan konseling sebagai bagian dari Departemen Pendidikan, juga telah
memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan profesi bimbingan
dan konseling. Akhirnya, kegiatan bimbingan dan konseling telah dilaksanakan
pada panti-panti jompo, di pusat-pusat rehabilitasi, pusat-pusat kesehatan mental,
para veteran, sekolah-sekolah, bahkan di perguruan tinggi yang didukung oleh
peraturan dan perundang-undangan Pemerintah Federal.

4
1.4 Perkembangan Profesi Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Profesi bimbingan dan konseling di negri ini masih relatif baru. Profesi BK baru
muncul sekitar awal tahun 1960-an. Kegiatannya pun baru dilaksanakan di sekolah
menengah. Kementerian Pendidikan di Indonesia waktu itu sedang merencanakan
peningkatan mutu Pendidikan Menengah Atas, yang diarahkan untuk
penyelenggaraan SMA Gaya Baru. Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan untuk
SMA Gaya Baru tersebut diadakan pertemuan nasional yang membahas arah dan
kelengkapan program pendidikannya. Dalam pertemuan nasional yang diprakarsai oleh
Departemen Pendidian dan Kebudayaan pada saat itu melibatkan Lembaga-Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (seperti FKIP UNPAD Bandung, sebagai cikal-bakal
dari IKIP Bandung, yang akhirnya menjadi UPI Bandung). Salah satu yang
dicanangkan dalam pertemuan tersebut adalah dilaksanakannya
perkuliahan/pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan, disingkat BP, di perguruan
tinggi yang akan menghasilkan petugas terdidik sebagai calon pelaksana pelayanan
BP di sekolah. Kesepakatan tersebut akhirnya direalisasikan oleh FKIP UNPAD
Bandung sejak tahun 1963 dalam bentuk jurusan Bimbingan dan Penyuluhan (BP)
sesudah program Sarjana Muda pendidikan pada waktu itu. Pada tahun 1965 jurusan BP
yang baru tersebut sudah menghasilkan lulusan pertamanya menjadi sarjana di bidang
bimbingan dan penyuluhan dengan sebutan gelar doktorandus (Drs).
Pada tahun 1971 berdiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan yang disingkat
PPSP di delapan IKIP di Indonesia. Delapan IKIP tersebut yaitu IKIP Padang, IKIP
Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Malang , IKIP Surabaya,
dan terakhir IKIP Manado. Melalui proyek tersebut dikembangkan bimbingan dan
penyuluhan, juga berhasil dilakukan penyusunan “Pola Dasar Rencana dan
Pengembangan bimbingan dan penyuluhan” pada PPSP. Di tahun 1975 lahir pula
Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas. Kurikulum 1975 memuat pedoman
pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Untuk mengisi jabatan Guru
bimbingan dan penyuluhan diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA bidang
bimbingan dan penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) pada tahun 1978. Kebijakan
ini ditempuh dengan tujuan mengisi jabatan Guru bimbingan dan penyuluhan di sekolah
yang sampai saat itu belum ada pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan petugas atau Guru Bimbingan dan Penyuluhan
di sekolah diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan sudah mulai meluluskan.
Tahun 1982 sebutan bimbingan dan penyuluhan sudah mulai jarang digunakan,
dan mulai diperkenalkan sebutan bimbingan dan konseling. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kesalahpahaman masyarakat tentang istilah penyuluhan itu sendiri. Pada
waktu itu istilah penyuluhan disamakan dengan istilah penyuluhan pada bidang lain,
seperti penyuluhan pertanian, penyuluhan kesehatan, penyuluhan hukum, dan lain-lain.

5
Untuk menghindari kesaalahpahaman tersebut, mulai saat itu istilah bimbingan dan
konseling sudah digunakan secara meluas, termasuk memberi nama jurusan BP
(Bimbingan Penyuluhan) menjadi jurusan BK (Bimbingan dan Konseling).
Di tahun 1984 sekolah-sekolah menengah memberlakukan kurikulum 1984.
Dalam Kurikulum tersebut eksistensi pelayanan BK terus dikembangkan. Dalam
pelaksanaannya diberi ciri khas, yaitu lebih ditekankan pada pelayanan bimbingan karir
agar lebih menggencarkan pengembangan karir siswa. Secara resmi terbitnya SK Menpan
No 026/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru kemudian diperbaharui oleh SK
Menpan No 84/1993 tentang hal yang sama, telah mengubah nama Bimbingan dan
Penyuluhan menjadi Bimbingan dan Konseling (di singkat BK). SK Menpan yang baru
itu diikuti oleh SKB Mendikbud dan Kepala BAKN No 0433/P/1993, SK Mendikbud No
025-6-1993, dan SK Menpan No 118/1996 yang semuanya mencantumkan butir tentang
BK di sekolah. Dengan demikian semuanya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No
28/1990, No 29/1990, No 72/1991 dan No 38/1992 yang di dalamnya termuat diktum
tentang pelayanan BK di sekolah serta Guru Pembimbing sebagai pelaksananya.
Sehubungan dengan pemberlakuan ketentuan formal di atas, jabatan fungsional
Guru Pembimbing (nama resmi untuk pelaksana BK di sekolah) semakin jelas. Demikian
pula panduan pelaksanaan BK lebih terarah, serta formasi pengangkatan Guru
Pembimbing yang berkualifikasi pendidikan BK semakin meningkat. Sejak tahun 1993
upaya peningkatan profesionalisme Guru Pembimbing dalam bentuk penataran dan
pelatihan bagi Guru-guru Pembimbing baik di tingkat nasional maupun di tingkat wilayah
(provinsi) mulai dilaksanakan setiap tahun. Pusat penataran dan pelatihan bagi Guru-guru
Pembimbing adalah Lembaga P3G-Keguruan yang sekarang menjadi P4TK, Penjas-BK
di Parung/Bogor. Demikian pula organisasi profesi di bidang BK, dalam hal ini, Ikatan
Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) cukup aktif mendorong dan mengarahkan
pelaksanaan BK di sekolah-sekolah berdasarkan peraturan yang ada.
Upaya memprofesionalkan pelayanan BK oleh IPBI semakin digencarkan. Mulai
tahun 1995 IPBI mengusulkan kepada Pemerintah agar nama Guru Pembimbing di ubah
menjadi Konselor. Pemerintah bukannya menolak usulan tersebut, namun belum bisa
merealisasikannya karena dasar legal untuk pemberian nama Konselor belum ada.
Meskipun demikian, upaya memprofesionalkan petugas pelayanan BK terus berlangsung.
Tahun 1996 IPBI membuat suatu rencana yang berisi arahan dan materi tentang
perlunya pembukaan program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) di perguruan tinggi
yang menangani pendidikan (LPTK). Rencana tersebut dalam bentuk memorandum, yang
disebarluaskan secara nasional yang pada akhirnya menjadi kesepakatan yang diputuskan
pada kongres IPBI di Mataram tahun 1998. Berdasarkan memorandum tersebut IPBI
berupaya mendorong LPTK yang memenuhi persyaratan untuk membuka program
Pendidikan Profesi Konselor (PPK). LPTK yang mengawali kegiatan pembukaan PPK di
Indonesia adalah IKIP Padang pada tahun 1999. Program PPK di UNP dibuka secara

6
resmi oleh pimpinan LPTK dengan persetujuan dari Kementerian Pendidikan.
Selanjutnya program PPK yang sudah resmi dibuka tersebut diberi tugas oleh Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi untuk menjadikan para dosen BK seluruh Indonesia sebagai
konselor dengan diberi bantuan beasiswa dari Pemerintah. Program beasiswa untuk
dosen-dosen BK di LPTK untuk mengikuti PPK di UNP akhirnya terwud. Namun
program tersebut hanya berlangsung selama lima tahun (2005-2010). Selama lima tahun
tersebut PPK-UNP alhamdulillah dapat menghasilkan 85 orang Konselor dari 37
perguruan tinggi (LPTK) di Indonesia.
Terkait dengan hal tersebut, IPBI tetap berusaha melakukan kegiatan peningkatan
profesionalitas para anggotanya. Kegiatan tersebut antara lain dengan menerbitkan
Newsletter sebagai sarana komunikasi profesional meskipun pada akhirnya tidak mampu
terbit secara teratur di samping mengadakan pertemuan secara berkala melalui kegiatan
organisasi seperti konvensi dan kongres. Pada tahun 2001 pada saat kongres IPBI di
Lampung IPBI (Ikatan Pertugas Bimbingan Indonesia ) disepakati berganti nama menjadi
ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia ). Pada tahun 2003 sejak
diberlakukan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional penyebutan
profesi “konselor” secara eksplisit telah dicantukan dalam pasal 1 ayat (6), namun tidak
lagi ditemukan kelanjutannya pada pasal-pasal berikutnya. Pada pasal 39 ayat (2) dalam
UU nomor 20 tahun 2003 tersebut dinyatakan bahwa “Pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, terutama pendidik pada perguruan tinggi”, walaupun
tugas “melakukan pembimbingan” yang tercantum merupakan salah satu unsur dari tugas
pendidik itu, jelas hal ini merujuk kepada tugas guru, sehingga tidak dapat ditafsirkan
secara sepihak mengindikasikan tugas konselor.
Seperti telah dikemukakan dalam Telaah Yuridis, sampai dengan pemberlakuan
PP nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Undang-Undang tentang Guru dan
Dosen (UU nomor 14 tahun 2005) pun, juga belum ditemukan perumusan tentang
Konteks Tugas dan Ekspektasi Kinerja Konselor. Oleh sebab itu, tiba saatnya sekarang
bagi ABKIN sebagai organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk berjuang mengisi
kevakuman legal ini, dengan merumuskan dan menyusun Rujukan Dasar untuk berbagai
aspek penyelenggaraan layanan profesional ahli bimbingan dan konseling yang
memandirikan khususnya pada jalur pendidikan formal di Indonesia. Tentu hal ini diawali
dengan penyusunan naskah akademik yang dinamakan Naskah Akademik Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal. Usaha ini telah terealisasi dengan diterbitkannya buku: “Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal”. Buku ini terbit tahun 2007 oleh Departemen Pendidikan Nasional.

7
Upaya pengembangan pelayanan Bimbingan dan Konseling ke arah
keprofesionalannya terus dilakukan. Meskipun peraturan yang secara resmi sudah
diterbitkan dan telah dianggap cukup memberikan arah penyelenggaraan, namun
pelaksanaan layanan BK di sekolah-sekolah masih belum menggembirakan. Para
pemangku jabatan di bidang pendidikan, sampai dengan para penyelenggara
pelayanannya di sekolah, dalam hal ini Kepala Sekolah dan para Guru BK dikhawatirkan
tidak/belum membaca, mempelajari serta mencermati dengan baik peraturan-peraturan
yang suda ada, sehingga pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah-
sekolah terkesan belum optimal.
Di tahun 2008 keluar Permen Diknas No 27 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor (SKAKK), sebagai pedoman
pelaksanan ketentuan Pasal 28 PP No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Permendiknas tentang SKAKK itu berisi hal-hal berikut:

 Butir-butir berkenaan dengan Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi


Konselor yang berlaku secara nasional.
 Ketentuan bahwa : penyelenggara pendidikan yang mempekerjakan Konselor,
wajib menerapkan Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor
yang dimaksudkan itu.

Di tahun 2008 itu juga diberlakukan Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2008


tentang Guru. PP ini memuat uraian tentang berbagai hal yang terkait dengan Guru.
Dalam PP tersebut pengertian “Guru” dirumuskan dalam makna dan pengertian yang
luas, termasuk di dalamnya istilah “membimbing” yang sudah tentu dapat dimaknai
sebagai “pelayanan bimbingan dan konseling”. Dalam PP tersebut juga seara eksplisit
disebutkan adanya Konselor atau Guru BK, tetapi penyebutan itu dimaknai sebagai
tugas tambahan yang diemban oleh guru-guru pada umumnya. Kemudian yang terkait
dengan Dosen, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan No 37 Tahun 2009 tentang
Dosen. Dalam PP ini pun tidak menyebutkan sesuatu yang secara langsung ataupun tidak
langsung berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan konseling ataupun Konselor.
Pada tahun 2009 Menpan-RB menerbitkan Permen Nomor 16 Tahun 2009
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, yang merupakan pengganti
Kepmen PAN No 84/1993 tentang hal yang sama. Dalam Permen tersebut makna proses
pembelajaran dan proses bimbingan agak rancu. Dalam hal ini sepertinya Guru BK tidak
melaksanakan proses pembelajaran dan Guru Kelas/Guru Mata Pelajaran tidak
melakukan proses bimbingan, padahal:
 Guru Kelas/ Guru Mata Pelajaran melakukan proses pembelajaran dan proses
bimbingan kepada siswa dengan obyek praktik spesifik berupa mata pelajaran,
sedangkan:

8
 Konselor atau Guru BK melakukan proses pembelajaran dan proses
bimbingan dengan obyek praktik spesifik berupa pengembangan perilaku
efektif sehari-hari (KES) dan penanganan perilaku efektif sehari-hari yang
terganggu (KES-T).
 Lebih rancu lagi BK melakukan pembelajaran perbaikan, yang seharusnya
menjadi tugas Guru Kelas/Guru Mata Pelajaran (Prayitno, 2008).
Pada pasal 171 Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan pendidikan, tentang Pendidik: menyebutkan bahwa tenaga Konselor,
mempunyai tugas dan tanggungjawab : sebagai pendidik professional memberikan
pelayanan Konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi.
PP No 17 Tahun 2010 tersebut sudah diubah menjadi PP No 66 Tahun 2010 di
mana isi Pasal 171 tersebut di atas masih tetap ada tidak di ubah. Kedua Peraturan
Pemerintah tersebut (No 171/2010 dan No 66/2010) sudah memberikan sinyal lampu
hijau tentang keberadaan dan pelaksanaan pelayanan BK di sekolah.

9
BAB II
KEPROFESIONALAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2.1 Pengantar
Abad ke-21 disebut juga abad milenilal ditandai dengan perubahan-perubahan
yang sangat besar dan cepat disebabkan oleh arus globalisasi. Hampir-hampir tidak ada
aspek kehidupan dewasa ini yang tidak dilanda oleh arus globalisasi. Disadari bahwa di
era globalisasi ini ada kekuatan besar yang sedang mengubah pola kehidupan manusia,
yakni perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang luar biasa. Bahkan akhir-
akhir ini muncul lagi istilah baru yang menandai era milinial ini yakni disrupsi. Istilah ini
jika diartikan menurut kamus adalah “tercabut dari akarnya”. Namun dalam kehidupan
sehari-hari, disrupsi dimaknai sedang terjadi perubahan fundamental atau mendasar.
Dengan demikian era disrupsi merupakan suatu fenomena di mana dalam kehidupan
masyarakat telah terjadi pergeseran aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata,
kemudian bergeser ke dunia maya. Seperti munculnya transportasi daring, surat-menyurat
sudah lebih banyak secara daring, bisnis pun sudah mulai bergeser ke cara daring.
Mengapa hal ini terjadi? Adanya revolusi industri 4.0 tampaknya menjadi pemicu
terjadinya disrupsi dalam berbagai bidang yang menjadi tantangan sekaligus peluang bagi
masyarakat terutama generasi milenial.
Fenomena yang digambarkan ini menjadi tantangan bagi dunia pendidikan, dalam
hal ini mempersiapkan generasi milenial sekarang untuk hidup di masa yang akan datang
yang penuh dengan perubahan-perubahan yang sangat dahsyat. Disrupsi tersebut bukan
hanya berkenaan dengan dunia masa kini tetapi juga dunia masa yang akan
datang. Dikhawatirkan generasi milenial akan kehilangan jati diri dan karakter bangsa.
Keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai tripusat pendidikan harus melakukan sinergi
dengan baik untuk memberikan kontribusi terhadap pembentukan karakter anak-anak
bangsa yang sedang berkembang (Wibowo, 2019).
Kondisi seperti ini menjadikan pelayanan bimbingan dan konseling sangat
diperlukan. Dengan pelayanan bimbingan dan konseling generasi muda Indonesia akan
terbantu menjadi generasi yang berdaya dan berbudaya dalam menghadapi masa kini dan
masa depan yang penuh tantangan. Pelayanan bimbingan dan konseling yang profesional
benar-benar bermanfaat bagi geberasi milenial. Seorang konselor yang profesional adalah
seorang konselor yang kompeten mendengarkan konseli dan mau bekerja sama dengan
konseli untuk menemukan cara atatu solusi yang terbaik dalam memahami dan
menyelesaikan masalah konseli. Profesi konselor/guru BK adalah profesi bantuan
(helping relationship). Profesi bantuan adalah profesi yang anggota-anggotanya dilatih

10
secara khusus dan memiliki lisensi (sertifikat) untuk melaksanakan suatu layanan
(Wibowo, 2019).

2.2 Makna Profesi


Profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh dari
suatu proses pelatihan dalam waktu yang relatif lama. Profesi juga sering di maknai
sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pelatihan dan keahlian khusus. Pada umumnya
setiap profesi memiliki organisasi, ada kode etik, ada sertifikasi bagi anggotanya, serta
memiliki lisensi untuk bidang profesi tertentu. Orang yang berprofesi dalam bidang
tertentu di sebut sebagai profesional dalam bidang itu.
Bidang pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pelayanan bidang
keahlian. Tenaga profesional bidang bimbingan dan konseling disebut “Konselor” (UU
No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Secara umum lapangan kinerja
Konselor atau guru BK adalah bidang pelayanan BK yang didasarkan pada landasan
filosofis dan keilmuan pendidikan (Prayitno, 2018). Dengan gelar profesi konselor/guru
BK, bidang kinerja keahlian khususnya disebut Konseling, yang pengertiannya secara
menyeluruh berada dalam pengertian bimbingan dan konseling.
Untuk lebih memperjelas bidang keahlian Konselor/Guru BK tersebut dapat
dikemukakan pengertian konseling yang menjadi tugas kinerja profesional Konselor/Guru
BK, yaitu: “Konseling adalah bantuan profesional terhadap seorang atau sekelompok
individu dalam pengembangan kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu dengan
fokus pribadi mandiri yang mampu mengendalikan diri melalui berbagai jenis layanan
dan kegiatan pendukung yang terselenggara dalam proses pembelajaran” (Prayitno,
2018).
Dengan pengertian tersebut di atas, kinerja konselor/Guru BK adalah pelayanan
BK yang dilaksanakan di bidang pendidikan yang dikategorikan profesional, yang secara
legal/formal didefinisikan sebagai berikut: “Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi” (UU No. 14 Tahun 2005, tentang
Guru dan Dosen).

2.3 Kriteria Suatu Profesi


Sejalan dengan pengertian profesional sebagaimana tersebut diatas, berbagai hal
tentang kriteria pekerjaan profesional itu telah banyak ditulis oleh para pakar, yang
keseluruhan dapat dikembalikan kepada tulisan Abraham Flexner (dalam Prayitno, 2009)
yang melihat ciri-ciri profesi dalam enam karakteristik, yaitu: keintelektualan, kompetensi
profesional yang dipelajari, objek praktik spesifik, komunikasi, motivasi altruistik, dan
organisasi profesi. Penjelasan secara singkat tentang ciri-ciri tersebut dapat dikemukakan
sebagai berikut.
11
a. Keintelektualan
Kegiatan profesional sebagai suatu pelayanan yang lebih berorientasi kepada
bidang mental daripada manual (kegiatan yang memerlukan keterampilan fisik);
serta lebih memerlukan proses berpikir daripada kegiatan rutin yang lebih banyak
menggunakan fisik. Pelayanan profesional merupakan hasil dari proses berpikir
dan memberikan pertimbangan yang matang, berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah
yang dapat dipertanggungjawabkan.

b. Kompetensi profesional yang dipelajari


Pemberian layanan profesional didasarkan pada kompetensi yang dipelajari
dalam waktu yang relatif lama, dan bukan kompetensi yang diperoleh begitu saja,
misalnya melalui pewarisan “ilmu” dari pewaris kepada keturunannya.
Kompetensi tersebut tidak diperoleh dalam sekejap yang tidak disadari, misalnya
melalu mimpi, melalui pertapaan atau semedi, atau melalui penyajian sesaji
kepada pemegang tuah sakti. Kompetensi profesional diperoleh dengan sungguh-
sungguh dengan menggunakan segenap pikiran, tenaga dan usaha, untuk
mempelajari dan mengkaji materi keilmuwan dengan berbagai pendekatan,
metode dan teknik, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

c. Objek praktik spesifik


Suatu profesi hendaknya memiliki objek praktik yang spesifik yang tidak
dapat ditangani oleh profesi lain. Karena itu masing-masing profesi menangani
objek praktik spesifiknya sendiri-sendiri. Dokter misalnya, sebagai tenaga
profesional yang menangani penyembuhan penyakit fisik. Bahkan profesi dokter
memiliki juga objek praktik yang berbeda-beda. Misalnya ada dokter yang
menangani penyakit jantung, ada dokter yang menangani penyakit kulit, dan lain-
lain. Psikolog menangani kondisi dinamik aspek-aspek psikis individu, sedangkan
psikiater bekerja menangani adanya ketidakseimbangan jiwa atau penyakit psikis.
Apoteker hanya menangani pembuatan obat-obatan. Akuntan khusus menangani
perhitungan keuangan berdasarkan peraturan yang berlaku.
Sehubungan dengan hal tersebut, apa yang menjadi objek praktik spesifik
dari pendidik profesional?, misalnya: konselor/guru BK, guru mata pelajaran, dan
pamong belajar? Tentu tidak lain adalah pelayanan bantuan berkenaan dengan
penyelenggaraan proses pembelajaran/bimbingan terhadap peserta didik dalam
bidang layanan yang menjadi kekhasan dari pekerjaan guru, konselor/guru BK
dan pamong belajar tersebut. Objek praktik spesifik dari masing-masing profesi
tentu tidaklah tumpang tindih sehingga satu profesi terhadap profesi lainnya tidak

12
saling mengaku tentang objek praktik spesifiknya sama dengan objek praktik
spesifik profesi yang berbeda.
d. Komunikasi
Semua aspek pelayanan profesional, yang meliputi objek praktik spesifik
profesinya, kompetensi dari dinamika operasionalnya, keilmuan dan
tekhnologinya, aspek sosial dan hukumnya, termasuk di dalamnya kode etik dan
kredensialisasi, bahkan imbalan yang diperoleh terkait dengan pelaksaan
pelayanannya, semua itu dapat dikomunikasikan kepada pihak manapun yang
berkepentingan, kecuali materi yang terkait dengan asas kerahasaiaan yang
menurut kode etik profesi tersebut perlu dijaga kerahasiaannya. Komunikasi
tersebut dilakukan untuk memungkinkan dipelajari dan dikembangkannya profesi
dimaksud, dilaksanakan dan diawasi sesuai dengan kode etik, serta dilakukan
perlindungan hukum terhadap profesi tersebut.

e. Motivasi altruistik
Suatu profesi yang dilaksanakan oleh seorang profesional pada hakikatnya
bukanlah berorientasi kepada keuntungan pribadi, namun untuk kepentingan,
kesuksesan dan kebahagiaan sasaran layanan, bahkan kemaslahatan kehidupan
masyarakat secara umum. Motivasi altruistik atau motivasi kerja tanpa pamrih
diwujudkan dalam pelayanan berdasarkan keintelektualan, kompetensi dan
komunikasi dalam melaksanakan objek praktik spesifik dari profesi tersebut.
Motivasi altruistik tersebut menjauhkan tenaga profesional dari mementingkan
keuntungan pribadi, dan sebaliknya, mengutamakan kepentingan sasaran
pelayanan. Bahkan, tenaga profesional dalam saat-saat tertentu tidak segan-segan
mengorbankan kepentingan sendiri demi tercapainya keberhasilan dan pemenuhan
kebutuhan sasaran layanan yang benar-benar mendesak. Misalnya seorang dokter
profesional dalam menangani pasiennya yang sudah dalam keadaan kritis, dia
tidak lagi berpikir apakah pasien ini sanggup membiayai atau tidak.

f. Organisasi profesi
Setiap anggota suatu profesi yang sama perlu membentuk suatu organisasi
profesi untuk mengawal dan mengontrol pelaksanaan tugas-tugas profesional
anggota. Organisasi profesi yang dibentuk tersebut hendaknya melaksanakan
tridharma organisasi profesi, yakni: (1) ikut serta mengembangkan ilmu dan
teknologi profesi, (2) meningkatkan mutu praktik pelayanan profesi, dan (3)
menjaga kode etik profesi (Prayitno, 2010). Organisasi profesi tersebut secara
langsung hendaknya peduli terhadap realisasi aspek-aspek objek praktik spesifik
profesi, seperti keintelektualan, komunikasi, kompetensi dan praktik pelayanan,
kode etik profesi serta perlindungan hukum atas seluruh anggotanya. Organisasi

13
profesi perlu senantiasa membina anggotanya agar memiliki kualitas tinggi dalam
memberikan pelayanan serta mengembangkan dan mempertahankan kemartabatan
profesi. Organisasi profesi tersebut di samping dituntut mengembangkan profesi
agar menjadi besar, juga sangat diharapkan untuk ikut serta memenuhi kebutuhan
dan kepentingan masyarakat secara luas.

2.4 Konselor/Guru BK sebagai Profesi yang Mulia


Biasanya orang-orang yang peduli pada orang lain, ramah, bersahabat serta senstif
suka pada profesi ini (Myrick, 1997). Menjadi seorang konselor/guru BK merupakan
peran yang memberikan kepuasan dan kebahagiaan karena dapat mewujudkan
perkembangan optimal dan kemandirian bagi individu yang dilayani (Wibowo, 2019).
Oleh karena itu tidak semua orang cocok untuk menyandang profesi ini. Menjadi seorang
konselor/guru BK harus siap menghadapi tantangan yang besar, dia selalu menghadapi
peserta didik sebagai sasaran layanannya yang serba unik dengan berbagai
karakteristiknya. Oleh karenanya, konselor/guru BK harus mampu beradaptasi dengan
berbagai karakteristik peserta layanan yang dihadapi, santun dalam menghadapinya, sabar
ketika mendapat tekanan, serta ikhlas menjalankan panggilan profesi ini. Itulah sebabnya,
profesi bimbingan dan konseling disebut profesi yang mulia, dan pelayanannya
digolongkan pada kegiatan ibadah, karena sering berurusan dengan harkat dan martabat
manusia yang pada umumnya masih dalam proses perkembangannya agar dapat
menjalani kehidupan mereka yang efektif sehari-hari.
Setiap orang yang memilih profesi sebagai konselor/guru BK hendaklah
mempersiapkan dirinya seara matang untuk mampu menampilkan pribadinya yang
sesungguhnya dalam suasana berhubungan dengan para konselinya serta berusaha keras
menyadari faktor-faktor yang kemungkinannya mempengaruhi proses bimbingan dan
konseling. Bimbingan dan konseling sebagai profesi penolong (helping profession) adalah
konsep yang melandasi peran dan fungsi konselor/guru BK di masyarakat dewasa ini
(Gibson, R dan Marianne H. Mitchell, 2011). Sebagai profesi penolong bimbingan dan
konseling haruslah dilaksanakan oleh tenaga yang terlatih pada bidang bimbingan dan
konseling yang dibuktikan dengan lisensi atau sertifikat untuk melaksanakan layanan
terhadap peserta layanan.
Di sekolah, konselor/guru BK berperan sebagai penggerak dan faktor kunci dalam
keseluruhan usaha bantuan kemanusiaan berupa bimbingan dan konseling. Konselor/guru
BK menjadi “orang yang memegang senjata” dan dengan senjata ini, dalam hal ini,
layanan bimbingan dan konseling dengan seperangkat sistemnya, programnya,
pendekatan, teknik dan prosedur, sarana dan perannya dapat mewujudkan kemandirian
dan kebahagiaan individu (Wibowo, 2019).
Di bawah ini beberapa peranan konselor/guru BK di sekolah dalam kaitannya
dengan kewajiban dan tanggungjawabnya (Wibowo, 2019) yaitu antara lain. (1)

14
Membantu siswa mencapai pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya, serta
membantu mereka mampu membuat keputusan. (2) Membantu siswa dalam kegiatan
orientasi, registrasi, penjadwalan perubahan jam pelajaran, testing, penjurusan, pemberian
beasiswa dan sebagainya di samping sedikit kegiatan dalam konseling. (3) Membantu
siswa melalui kegiatan konseling daripada untuk kegiatan lainnya. (4) Sebagai agen
pembaharuan sebab ia ahli dalam masalah belajar, dan sekaligus mampu
mengkomunikasikan ilmunya kepada orang lain. Konselor memahami perubahan sosial,
oleh karenanya mampu menjadi inovator di tempat konselor bekerja. (5) Memberikan
layanan konsultasi secara individual maupu kelompok , serta menyelenggarakan
konsultasi dengan para guru, administrator, dan orang tua siswa. (6) Membantu siswa
dalam memfasilitasi pencapaian perkembangan optimal, kemandirian dan kebahagiaan
dalam kehidupan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Dalam hubungan ini pula Shertzer & Stone (dalam Wibowo, 2019)
mengidentifikasi beberapa peran konselor/guru BK di sekolah terkait dengan kewajiban
dan tanggung jawabnya yaitu antara lain: (1) Konselor/guru BK dapat bertindak sebagai
administrator saat kepala sekolah berada di luar gedung, mengambil tindakan disipliner
dan bertanggung jawab untuk kegiatan ekstra kurikuler, mensponsori dewan siswa,
menugaskan guru dan siswa ke kelas, memberikan tes prestasi dan kemampuan di sekolah
dan mendaftarkan siswa baru, ketika siswa diwawancarai secara terpisah. (2) Konselor
sebagai generalis bertindak membantu siswa dalam kegiatan orientasi, registrasi,
penjadwalan perubahan jam pelajaran, testing dan sebagainya. (3) Konselor sebagai
spesialis bertindak membantu siswa melalui kegiatan konseling. (4) Konselor sebagai
pendidik psikologis akan bertanggung jawab dalam mengembangkan dan menerapkan
program kurikulum secara sistematis yang dirancang untuk memfasilitasi Pengembangan
disi. (5) Konselor sebagai psikolog komunitas dan terlibat dalam praktik pencegahan serta
mengembangkan kekuatan konseli dan mengajarkan keterampilan hidup kepada konseli
yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah.

2.5 Trilogi Profesi


Dalam suatu profesi dapat diidentifikasi ada tiga komponen yang mesti ada. Jika
salah satunya atau lebih komponen itu tidak ada, maka profesi itu akan kehilangan
eksistennsinya. Ketiga komponen yang disebut trilogi profesi itu adalah: (1) dasar
keilmuan, (2) subtansi profesi, dan (3) praktek profesi (Prayitno, 2008). Komponen
pertma yaitu dasar keilmuan menyiapkan (calon) tenga profesional dengan dasar dan arah
mengenai wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap berkenaan dengan profesi
dimaksud. Komponen kedua yaitu substansi profesi memberikan modal tentang apa yang
menjadi fokus dan objek praktik spesifik profesi dengan bidang khusus kajiannya, aspek-
aspek kompetensi, sarana operasional dan manajemen, kode etik, serta landasan praktik
operasional. Komponen ketiga yaitu praktik profesi merupakan realisasi pelaksanaan

15
pelayanan profesi setelah kedua komponen profesi (dasar keilmuan dan subtansi profesi)
dikuasai (Prayitno, 2008).
Memperhatikan ketiga aspek atau komponen tritologi profesi yang disebutkan di
atas, dapat dikatakan bahwa suatu “profesi” tanpa penguasaan dasar keilmuan yang tepat
akan menjadikan kegiatan profesi tersebut tanpa arah bahkan bisa jadi akan melakukan
malpraktik. Jika suatu profesi tidak memiliki substansi profesi, maka profesi tersebut
menjadi kerdil dan dipertanyakan manfaatnya. Jika suatu profesi tanpa ada praktik
profesi, maka profesi tersebut menjadi tidak berwujud, dan dipertanyakan eksistensinya.

2.6 Komponen Trilogi Profesi Bimbingan dan Konseling

Berdasarkan trilogi profesi secara umum sebagaimana yang telah dijelaskan di


atas, maka profesi bimbingan dan konseling pun harus memiliki tiga komponen profesi
atau trilogi profesi dimaksud. Trilogi profesi bimbingan dan konseling tersebut meliputi
komponen-komponen sebagai berikut.
a. Dasar keilmuan, yaitu Ilmu Pendidikan
Konselor atau Guru BK dituntut untuk menguasai ilmu pendidikan yang
mendasari keseluruhan kinerja profesi bimbingan dan konseling, karena konselor
atau guru BK dikategorikan sebagai pendidik, oleh karena itu pula kualifikasi
akademik seorang konselor atau guru BK adalah Sarjana Pendidikan. Berdasarkan
keilmuan inilah konselor atau guru BK diharapkan menguasai dengan baik
kaidah-kaidah keilmuan pendidikan untuk menjadi dasar memahami peserta didik
sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini proses
bimbingan dan konseling tidak lain adalah proses pembelajaran bagi sasaran
layanan. Atas dasar itu konselor atau guru BK sebagai pendidik diberi nama juga
sebagai agen pembelajaran.
b. Substansi profesi adalah Modus Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan kaidah-kaidah ilmu pendidikan yang dikemukakan di atas
konselor atau guru BK membangun substansi profesi bimbingan dan konseling
yang meliputi objek praktis spesifik profesi bimbingan dan konseling, pendekatan,
teknologi pelayanan, pengelolaan dan evaluasi serta kaidah-kaidah pendukung
yang diambil dari bidang keilmuan yang lain. Semua substansi tersebut menjadi
isi sekaligus fokus pelayanan bimbingan dan konseling. Keseluruhan substansi
tersebut dikemas sebagai modus pelayanan bimbingan dan konseling (Prayitno,
2008).
c. Praktik Profesi Bimbingan dan Konseling
Sebagai objek praktis spesifik profesi bimbingan dan konseling adalah
kehidupan efektif sehari-hari (KES). Dalam hal ini yang menjadi sasaran utama
pelayanan bimbingan dan konseling adalah (1) kondisi KES yang diehendaki

16
untuk dikembangkan, dan (2) kondisi kehidupan efektif sehari-hari yang
terganggu (KES-T) (Prayitno, 2008).
Kondisi kehidupan efektif sehari-hari (KES) dapat diwujudkan oleh setiap
individu di mana saja ia berada. Dalam hal ini, di lingkungan keluarganya, di
lingkungan pendidikannya, di lingkungan masyarakatnya. Kondisi kehidupan
efektif sehari-hari tersebut digambarkan oleh Prayitno (2018) sebagai suatu
kondisi kehidupan individu yang memiliki ciri-ciri: (1) sehat jasmani dan rohani,
(2) bersemangat, (3) bersahabat, (4) bermanfaat, (5) beribadat, (6) memiliki rasa
aman yang tinggi, (7) memiliki kompetensi yang memadai, (8) memiliki aspirasi
terjangkau, (9) memiliki semangat yang menyala, dan (10) dapat meraih
kesempatan dengan segera. Apabila kondisi-kondisi tersebut ingin dikembangkan
pada diri individu ataupun kondisi-kondisi tersebut terganggu, maka individu yang
bersangkutan perlu diberi layanan bimbingan dan konseling.

2.7 Sikap Profesional Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling


Sikap profesional Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling merupakan suatu
pola tingkah laku Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dalam menjalankan
tugasnya sehari-hari yang berhubungan dengan objek-objek atau sasaran-sasaran tertentu.
Sasaran sikap profesional Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling ditujukan
kepada beberapa hal sebagai berikut:

a. Sikap terhadap peraturan dan perundang-undangan


Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling diharapkan melaksanakan
segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang telah diatur dalam
undang-undang. Untuk menjaga agar Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan, maka dirumuskanlah kode etik Konselor
atau Guru Bimbingan dan Konseling sebagai pedoman perilaku dan sikap dalam
menjalankan tugas.
b. Sikap terhadap organisasi profesi
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya secara bersama-
sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi dalam hal ini
ABKIN sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Oleh karena itu, Konselor
atau Guru Bimbingan dan Konseling harus bertindak sesuai dengan tujuan
organissasi. Setiap Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling harus
memberikan sebahagian waktunya untuk kepentingan pembinaan profesinya.
Dengan kata lain, setiap anggota profesi wajib berpartisipasi guna memelihara,
membina dan meningkatkan mutu organisasi profesi, dalam rangka mewujudkan
cita-cita organisasi.

17
c. Sikap terhadap teman sejawat
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling perlu memelihara hubungan dan
semangat kekeluargaan dengan sesama teman sejawat dalam lingkungan kerjanya
maupun di luar lingkungan kerjanya.
d. Sikap terhadap peserta layanan (konseli)
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dalam memberikan pelayanan BK
perlu memperhatikan seluruh pribadi konseli, baik jasmani, rohani, sosial maupun
yang lainnya yang sesuai dengan hakikat bimbingan dan konseling. Konseli tidak
dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh kepada kehendak
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling, namn mereka tetap dipandang
sebagai subjek yang mampu mengembangkan potensi dirinya.
e. Sikap terhadap tempat kerja
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling berkewajiban menciptakan suasana
dan lingkungan kerja yang sejuk yang menjunjung berhasilnya proses layanan
BK. Oleh karena itu, Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling harus aktif
mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan
penggunaan metode dan teknik membimbing yang sesuai, maupun dengan
penyediaan fasilitas bimbingan yang cukup.
f. Sikap terhadap terhadap pimpinan
Sikap Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling terhadap pimpinan harus
positif, dalam arti harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah
disepakati di sekolah maupun di luar sekolah.
g. Sikap terhadap pekerjaan
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya melaksanakan tugas
profesinya dengan sebaik-baiknya, dalam arti selalu menyesuaikan kemampuan
dan pengetahuannya dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dalam hal ini
konseli dan orang tua konseli.
h. Sikap terhadap pengembangan profesi
Pengembangan kompetensi profesional Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling dapat dilakukan baik dalam pendidian prajabatan maupun dalam
jabatan.

2.8 Profesi Bimbingan dan Konseling Bermartabat


Jika trilogi profesi telah terbina dan teraplikasikan dengan baik, maka suatu
profesi semestinya menjadi profesi yang bermartabat. Suatu profesi yang bermartabat
sangat tergantung pada tenaga profesional yang menjalankan kegiatan profesi tersebut
dalam hal mempersiapkan diri sebagai penyandang profesi dimaksud. Kemartabatan yang

18
dimaksud, dalam hal ini kemartabatan profesi bimbingan dan konseling, meliputi tiga
kondisi sebagai berikut (Prayitno, 2009):

a. Pelayanan Bermanfaat
Pelayanan profesional yang diselenggarakan haruslah benar-benar
bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan secara luas. Hal tersebut terkait dengan
upaya pendidikan yang merupakan hajat hidup manusia dalam kadar yang sangat
mendasar dan penting, dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, kegiatan
pelayanan, dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling, apalagi yang
bersifat formal dan diselenggarakan berdasarkan aturan dan perundang-undangan,
tidak boleh sia-sia atau terselenggara dengan cara-cara yang salah (malpraktik),
melainkan terlaksana dengan memberi manfaat yang setinggi-tingginya bagi
sasaran layanan dan pihak-pihak lain yang terkait.

b. Pelaksana Bermandat
Pelayanan bimbingan dan konseling profesional diselenggarakan oleh
petugas atau pelaksana yang bermandat. Sesuai dengan sifat profesional itu,
maka pelayanan dimaksud, dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling,
haruslah dilaksanakan oleh tenaga yang benar-benar dipercaya untuk mencapai
hasil pelayanan dalam mutu yang tinggi. Program pendidikan sarjana dan
pendidikan profesi yang terpadu dan sinambung dalam rangka trilogi profesi
merupakan sarana dasar dan esensial untuk menyiapkan pelaksana bermandat
tersebut. Lulusan program pendidikan profesi konselor (PPK), diharapkan benar-
benar menjadi tenaga profesional handal yang layak memperoleh kualifikasi
bermandat, baik dalam arti akademik, kompetensi, maupun posisi pekerjaannya.

c. Pengakuan yang Sehat


Pelayanan bimbingan dan konseling yang profesional dimaksud diakui
secara sehat oleh pemerintah maupun masyarakat. Jika pelayanan bimbingan dan
konseling benar-benar dirasakan manfaatnya dan dilaksanakan oleh pelaksana
yang bermandat, maka tentu pemerintah dan masyarakat tidak ragu-ragu
mengakui dan memanfaatkan pelayanan tersebut, dalam hal ini pelayanan
bimbingan dan konseling, peraturan perundang-undangan telah secara umum
menyatakan pentingnya keprofesionalan tenaga pendidik, dalam hal ini Konselor
atau Guru Bimbingan dan Konseling, yang selanjutnya mudah-mudahan disertai
pengakuan yang sehat atas lulusan Pendidikan Profesi Pendidik dalam hal ini
Pendidikan Profesi Konselor (PPK) atau Pendidikan Profesi Guru BK (PPGBK)
dan pelayanan yang mereka praktikkan. Demikian juga masyarakat diharapkan
memberikan pengakuan secara terbuka melalui pemanfaatan dan penghargaan

19
yang tinggi atas profesi pendidik, dalam hal ini Konselor atau Guru Bimbingan
dan Konseling tersebut.

Bab III
STANDARISASI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

3.1 Pengantar
Pendidikan tinggi diberi peran untuk membangun masyarakat Indonesia melalui
pengembangan sumber daya manusia yang memiliki karakter yang kuat dan menghargai
keragaman sebagai perekat integrasi bangsa. Di samping itu, pendidikan tinggi
diharapkan mampu menciptakan lulusan yang memiliki daya saing tinggi baik di tingkat
regional, nasional, maupun di tingkat internasional (Depdiknas, 2017). Untuk mencapai
tujuan ini, salah satu yang harus dilakukan adalah meningkatkan mutu konselor/guru BK
di sekolah-sekolah di semua jenjang, mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan
jenjang perguruan tinggi.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6 sudah dinyatakan dengan jelas
bahwa Konselor termasuk dalam kualifikasi pendidik. Sebagai tenaga pendidik setara
dengan guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur
konselor/guru BK memiliki tugas tersendiri yang tidak sama dengan kelompok pendidik
lainnya. Konselor/guru BK ditugasi untuk memberikan pelayanan guna memandirikan
serta membahagiakan individu dalam kehidupannya. Inilah tugas yang membedakan
profesi bimbingan dan konseling dengan profesi lainnya.

3.2 Visi dan Misi


Visi profesi bimbingan dan konseling adalah: “Terwujudnya kehidupan
kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam
pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar individu berkembang
secara optimal, mandiri dan bahagia” (Dirjen Dikti, Depdiknas, 2004). Sejalan dengan
visi tersebut, maka misi bimbingan dan konseling difokuskan kepada tiga hal yaitu: (a)
Misi Pendidikan, yaitu mendidik peserta didik dan warga masyarakat melalui
pengembangan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan sehari-hari dan terkait dengan
masa depan. (b) Misi Pengembangan, yaitu memfasilitasi perkembangan individu di
dalam satuan pendidikan formal dan nonformal, keluarga, instansi. Dunia usaha dan
industri, serta kelembagaan masyarakat lainnya ke arah perkembangan optimal melalui
strategi upaya pengembangan individu, pengembangan lingkungan belajar, dan
lingkungan lainnya serta kondisi tertentu sesuai dengan dinamika perkembangan
masyarakat. (c) Misi Pengentasan Masalah, yaitu membantu dan memfasilitasi
pengentasan masalah individu mengacu kepada kehidupan efektif sehari-hari (KES).
20
3.3 Fungsi, Tugas, dan Kegiatan
a. Fungsi Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 111
tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah, fungsi bimbingan dan konseling terdiri atas fungsi:
(1) Pemahaman, yaitu membantu konseli agar memiliki pemahaman yang lebih
baik terhadap dirinya dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, budaya, dan
norma agama).
(2) Fasilitasi, yaitu memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang
seluruh aspek pribadinya.
(3) Penyesuaian, yaitu membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan
diri sendiri dan dengan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
(4) Penyaluran, yaitu membantu konseli merencanakan pendidikan, pekerjaan dan
karir masa depan, termasuk juga memilih program peminatan, yang sesuai
dengan kemampuan, minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadiannya.
(5) Adaptasi, yaitu membantu para pelaksana pendidikan termasuk kepala satuan
pendidikan, staf administrasi, dan guru mata pelajaran atau guru kelas untuk
menyesuaikan program dan aktivitas pendidikan dengan latar belakang
pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan peserta didik/konseli.
(6) Pencegahan, yaitu membantu peserta didik/konseli dalam mengantisipasi
berbagai kemungkinan timbulnya masalah dan berupaya untuk mencegahnya,
supaya peserta didik/konseli tidak mengalami masalah dalam kehidupannya.
(7) Perbaikan dan Penyembuhan, yaitu membantu peserta didik/konseli yang
bermasalah agar dapat memperbaiki kekeliruan berfikir, berperasaan,
berkehendak, dan bertindak. Konselor atau guru bimbingan dan konseling
memberikan perlakuan terhadap konseli supaya memiliki pola fikir yang
rasional dan memiliki perasaan yang tepat, sehingga konseli berkehendak
merencanakan dan melaksanakan tindakan yang produktif dan normatif.
(8) Pemeliharaan, yaitu membantu peserta didik/konseli supaya dapat menjaga
kondisi pribadi yang sehat-normal dan mempertahankan situasi kondusif yang
telah tercipta dalam dirinya.
(9) Pengembangan, yaitu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang
memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli melalui pembangunan
jejaring yang bersifat kolaboratif.

21
(10) Advokasi, yaitu membantu peserta didik/konseli berupa pembelaan terhadap
hak-hak konseli yang mengalami perlakuan diskriminatif.

b. Tugas dan Kegiatan Tenaga Profesi Bimbingan dan Konseling


(1) Tugas Pokok
Tugas pokok tenaga profesi bimbingan dan konseling adalah melaksanakan
pelayanan bimbingan dan konseling yang mendukung terlaksananya fungsi-
fungsi bimbingan dan konseling tersebut di atas. Tugas pokok tersebut dapat
dipilah-pilah, namun dalam pelaksanaannya seringkali sukar dipisah-pisahkan
secara tegas. Kegiatan pelayanan dalam kategori jenis tugas pelayanan yang
satu sering terkait dengan jenis tugas pelayanan yang lain.
(2) Kegiatan Pengelolaan
Di samping melaksanakan tugas pokok pelayanan terhadap konseli atau
pengguna layanan konseling, Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling
juga melaksanakan kegiatan pengelolan. Kegiatan pengelolaan ini dimulai dari
perencanaan program pelayanan, pelaksanaan program yang telah
direncanakan, evaluasi hasil dan proses pelayanan, kegiatan tindak lanjut, serta
pelaporannya.
(3) Kegiatan Kolaborasi Profesional
Dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan pengelolaan bimbingan dan
konseling tenaga profesi bimbingan dan konseling pada umumnya bekerja
sendiri, sedangkan untuk program-program tertentu bekerjasama dengan
tenaga profesional sejenis dan/atau lainnya. Seperti dalam rangka mengenal
kepribadian konseli Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling perlu
bekerjasama dengan psikolog untuk melakukan pengetesan. Dalam rangka
pelayanan bantuan yang lebih luas, Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling dapat bekerja sama dengan tenaga profesional bidang kedokteran
dan psikiatri. Kerja sama ini dapat diwadahi dalam sebuah tim, misalnya
dalam tim penanggulangan pasca trauma karena bencana yang melanda
sekelompok masyarakat. Bahkan sangat dimungkinkan untuk didirikan
semacam unit Pelayanan Masyarakat Terpadu yang di dalamnya tergabung
tenaga-tenaga profesi dalam berbagai bidang, seperti Konselor, Psikolog,
dokter, psikiater, dan ahli hukum.
(4) Kegiatan Keorganisasian
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling harus tergabung dalam
organisasi profesi, dalam hal ini, Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN). Sebagai anggota organisasi profesi, Konselor atau Guru Bimbingan
dan Konseling diharapkan secara aktif berperan dalam kegiatan organisasi

22
untuk kepentingan dua arah, yaitu untuk kepentingan dirinya sebagai tenaga
profesi, dan untuk bersama-sama anggota lainnya mengembangan profesi
bimbingan dan konseling. Lebih jauh, tenaga profesi bimbingan dan konseling
terikat secara keilmuan dan moral dengan organisasi profesi melalui
diaplikasikannya kode etik bimbingan dan konseling yang harus dipatuhi oleh
seluruh anggota organisasi profesi.

3.4 Bidang Pelayanan


Dalam Permen nomor 111 tahun 2014 tentang bimbingan dan konseling pada
pendidikan dasar dan pendidikan menengah dinyatakan ada empat bidang layanan
bimbingan dan konseling, yaitu bidang layanan yang memfasilitasi perkembangan
pribadi, sosial, belajar, dan karir. Pada hakikatnya perkembangan tersebut merupakan satu
kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dalam setiap diri individu peserta
didik/konseli. Ke empat bidang layanan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Bimbingan dan konseling pribadi
(1) Pengertian
Suatu proses pemberian bantuan dari konselor atau guru bimbingan dan
konseling kepada peserta didik/konseli untuk memahami, menerima,
mengarahkan, mengambil keputusan, dan merealisasikan keputusannya secara
bertanggung jawab tentang perkembangan aspek pribadinya, sehingga dapat
mencapai perkembangan pribadinya secara optimal dan mencapai kebahagiaan,
kesejahteraan dan keselamatan dalam kehidupannya.

(2) Tujuan
Bimbingan dan konseling pribadi dimaksudkan untuk membantu peserta
didik/konseli agar mampu (1) memahami potensi diri dan memahami kelebihan
dan kelemahannya, baik kondisi fisik maupun psikis, (2) mengembangkan potensi
untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupannya, (3) menerima kelemahan
kondisi diri dan mengatasinya secara baik, (4) mencapai keselarasan
perkembangan antara cipta-rasa-karsa, (5) mencapai kematangan/kedewasaan
cipta-rasa-karsa secara tepat dalam kehidupanya sesuai nilai-nilai luhur, dan (6)
mengakualisasikan dirinya sesuai dengan potensi diri secara optimal berdasarkan
nilai-nilai luhur budaya dan agama.

(3) Ruang Lingkup


Secara garis besar, lingkup materi bimbingan dan konseling pribadi
meliputi pemahaman diri, pengembangan kelebihan diri, pengentasan kelemahan
diri, keselarasan perkembangan cipta-rasa-karsa, kematangan/kedewasaan cipta-
rasa-karsa, dan aktualiasi diri secara bertanggung jawab. Materi bimbingan dan

23
konseling pribadi tersebut dapat dirumuskan berdasarkan analisis kebutuhan
pengembangan diri peserta didik, kebijakan pendidikan yang diberlakukan, dan
kajian pustaka.

b. Bimbingan dan konseling sosial


(1) Pengertian
Suatu proses pemberian bantuan dari konselor kepada peserta didik/konseli
untuk memahami lingkungannya dan dapat melakukan interaksi sosial secara
positif, terampil berinteraksi sosial, mampu mengatasi masalah-masalah sosial
yang dialaminya, mampu menyesuaikan diri dan memiliki keserasian hubungan
dengan lingkungan sosialnya sehingga mencapai kebahagiaan dan kebermaknaan
dalam kehidupannya.

(2) Tujuan
Bimbingan dan konseling sosial bertujuan untuk membantu peserta
didik/konseli agar mampu (1) berempati terhadap kondisi orang lain, (2)
memahami keragaman latar sosial budaya, (3) menghormati dan menghargai
orang lain, (4) menyesuaikan dengan nilai dan norma yang berlaku, (5)
berinteraksi sosial yang efektif, (6) bekerjasama dengan orang lain secara
bertanggung jawab, dan (8) mengatasi konflik dengan orang lain berdasarkan
prinsip yang saling menguntungkan.

(3) Ruang Lingkup


Secara umum, lingkup materi bimbingan dan konseling sosial meliputi
pemahaman keragaman budaya, nilai-nilai dan norma sosial, sikap sosial positif
(empati, altruistis, toleran, peduli, dan kerjasama), keterampilan penyelesaian
konflik secara produktif, dan keterampilan hubungan sosial yang efektif.

c. Bimbingan dan konseling belajar


(1) Pengertian
Proses pemberian bantuan konselor atau guru bimbingan dan konseling
kepada peserta didik/ konseli dalam mengenali potensi diri untuk belajar,
memiliki sikap dan keterampilan belajar, terampil merencanakan pendidikan,
memiliki kesiapan menghadapi ujian, memiliki kebiasaan belajar teratur dan
mencapai hasil belajar secara optimal sehingga dapat mencapai kesuksesan,
kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam kehidupannya.

24
(2) Tujuan
Bimbingan dan konseling belajar bertujuan membantu peserta didik untuk
(1) menyadari potensi diri dalam aspek belajar dan memahami berbagai hambatan
belajar; (2) memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif; (3) memiliki motif
yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat; (4) memiliki keterampilan belajar yang
efektif; (5) memiliki keterampilan perencanaan dan penetapan pendidikan
selanjutnya; dan (6) memiliki kesiapan menghadapi ujian.

(3) Ruang Lingkup


Lingkup bimbingan dan konseling belajar terdiri atas sikap, pengetahuan,
dan keterampilan yang menunjang efisiensi dan keefektivan belajar pada satuan
pendidikan dan sepanjang kehidupannya; menyelesaikan studi pada satuan
pendidikan, memilih studi lanjut, dan makna prestasi akademik dan non akademik
dalam pendidikan, dunia kerja dan kehidupan masyarakat.

d. Bimbingan dan konseling karir


(1) Pengertian
Proses pemberian bantuan konselor atau guru bimbingan dan konseling
kepada peserta didik/ konseli untuk mengalami pertumbuhan, perkembangan,
eksplorasi, aspirasi dan pengambilan keputusan karir sepanjang rentang hidupnya
secara rasional dan realistis berdasar informasi potensi diri dan kesempatan yang
tersedia di lingkungan hidupnya sehingga mencapai kesuksesan dalam
kehidupannya.
(2) Tujuan
Bimbingan dan konseling karir bertujuan menfasilitasi perkembangan,
eksplorasi, aspirasi dan pengambilan keputusan karir sepanjang rentang hidup
peserta didik/konseli. Dengan demikian, peserta didik akan (1) memiliki
pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan
pekerjaan; (2) memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir
yang menunjang kematangan kompetensi karir; (3) memiliki sikap positif
terhadap dunia kerja; (4) memahami relevansi kemampuan menguasai pelajaran
dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi
cita-cita karirnya masa depan; (5) memiliki kemampuan untuk membentuk
identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, persyaratan kemampuan
yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan
kesejahteraan kerja; memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu
merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai
dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi; membentuk

25
pola-pola karir; mengenal keterampilan, kemampuan dan minat; memiliki
kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.

(3) Ruang Lingkup


Ruang lingkup bimbingan karir terdiri atas pengembangan sikap positif
terhadap pekerjaan, pengembangan keterampilan menempuh masa transisi secara
positif dari masa bersekolah ke masa bekerja, pengembangan kesadaran terhadap
berbagai pilihan karir, informasi pekerjaan, ketentuan sekolah dan pelatihan kerja,
kesadaran akan hubungan beragam tujuan hidup dengan nilai, bakat, minat,
kecakapan, dan kepribadian masing-masing. Untuk itu secara berurutan dan
berkesinambungan, kompetensi karir peserta didik difasilitasi bimbingan dan
konseling dalam setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah.

3.5 Komponen Layanan


Lebih lanjut dalam Permen Nomor 111 tahun 2014 tersebut dinyatakan ada empat
komponen layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan dasar dan
menengah, yaitu komponen: (a) layanan dasar, (b) layanan peminatan dan perencanaan
individual, (c) layanan responsif, dan (d) dukungan sistem. Keempat komponen dasar ini
dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Layanan Dasar
(1) Pengertian
Layanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh
konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau
kelompok yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis dalam rangka
mengembangkan kemampuan penyesuaian diri yang efektif sesuai dengan tahap
dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi
kemandirian).

(2) Tujuan
Layanan dasar bertujuan membantu semua konseli agar memperoleh
perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh
keterampilan hidup, atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat
mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal. Secara rinci tujuan
pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli agar (1)
memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan,
pekerjaan, sosial budaya dan agama), (2) mampu mengembangkan keterampilan

26
untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak
bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, (3) mampu memenuhi kebutuhan
dirinya dan mampu mengatasi masalahnya sendiri, dan (4) mampu
mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh Konselor atau Guru
Bimbingan dan Konseling dalam komponen layanan dasar antara lain; asesmen
kebutuhan, bimbingan klasikal, bimbingan kelompok, pengelolaan media
informasi, dan layanan bimbingan dan konseling lainnya.

(3) Fokus Pengembangan


Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus pengembangan kegiatan yang
dilakukan diarahkan pada perkembangan aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan
karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu peserta didik/konseli
dalam upaya mencapai tugas-tugas perkembangan dan tercapainya kemandirian
dalam kehidupannya.

b. Layanan Peminatan dan Perencanaan Individual


(1) Pengertian
Peminatan adalah program kurikuler yang disediakan untuk
mengakomodasi pilihan minat, bakat dan/atau kemampuan peserta didik/konseli
dengan orientasi pemusatan, perluasan, dan/atau pendalaman mata pelajaran
dan/atau muatan kejuruan. Peminatan peserta didik dalam Kurikulum 2013
mengandung makna: (1) suatu pembelajaran berbasis minat peserta didik sesuai
kesempatan belajar yang ada dalam satuan pendidikan; (2) suatu proses pemilihan
dan penetapan peminatan belajar yang ditawarkan oleh satuan pendidikan; (3)
merupakan suatu proses pengambilan pilihan dan keputusan oleh peserta didik
tentang peminatan belajar yang didasarkan atas pemahaman potensi diri dan
pilihan yang tersedia pada satuan pendidikan serta prospek peminatannya; (4)
merupakan proses yang berkesinambungan untuk memfasilitasi peserta didik
mencapai keberhasilan proses dan hasil belajar serta perkembangan optimal dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan nasional; dan (5) layanan peminatan peserta
didik merupakan wilayah garapan profesi bimbingan dan konseling, yang tercakup
pada layanan perencanaan individual. Layanan Perencanaan individual adalah
bantuan kepada peserta didik/konseli agar mampu merumuskan dan melakukan
aktivitas-aktivitas sistematik yang berkaitan dengan perencanaan masa depan
berdasarkan pemahaman tentang kelebihan dan kekurangan dirinya, serta
pemahaman terhadap peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya.
Pemahaman konseli secara mendalam, penafsiran hasil asesmen, dan penyediaan
informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli

27
amat diperlukan sehingga peserta didik/konseli mampu memilih dan mengambil
keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal,
termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus peserta didik/konseli.

(2) Tujuan
Peminatan dan perencanaan individual secara umum bertujuan untuk
membantu konseli agar (1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya,
(2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap
perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun
karir, dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan
rencana yang telah dirumuskannya. Tujuan peminatan dan perencanaan individual
ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi peserta didik/konseli untuk
merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan
pengembangan pribadi-sosial oleh dirinya sendiri.
Isi layanan perencanaan individual meliputi memahami secara khusus
tentang potensi dan keunikan perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian
meskipun peminatan dan perencanaan individual ditujukan untuk seluruh peserta
didik/konseli, layanan yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan
atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing
peserta didik/konseli.
Layanan peminatan peserta didik secara khusus ditujukan untuk
memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan kompetensi sikap,
kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik sesuai
dengan minat, bakat dan/atau kemampuan akademik dalam sekelompok mata
pelajaran keilmuan, maupun kemampuan dalam bidang keahlian, program
keahlian, dan paket keahlian.
(3) Fokus Pengembangan
Fokus pengembangan layanan peminatan peserta didik diarahkan pada
kegiatan meliputi; (1) pemberian informasi program peminatan; (2)melakukan
pemetaan dan penetapan peminatan peserta didik (pengumpulan data, analisis
data, interpretasi hasil analisis data dan penetapan peminatan peserta didik); (3)
layanan lintas minat; (4) layanan pendalaman minat; (5) layanan pindah minat; (6)
pendampingan dilakukan melalui bimbingan klasikal, bimbingan kelompok,
konseling individual, konseling kelompok, dan konsultasi, (7) pengembangan dan
penyaluran; (8) evaluasi dan tindak lanjut. Konselor atau guru bimbingan dan
konseling berperan penting dalam layanan peminatan peserta didik dalam
implementasi kurikulum 2013 dengan cara merealisasikan 8 (delapan) kegiatan
tersebut. Dalam penetapan peminatan peserta didik/konseli SMTA memperhatikan
data tentang nilai rapor SMP/MTs atau yang sederajat, nilai Ujian Nasional

28
SMP/MTs atau yang sederajat, minat peserta didik dengan persetujuan orang
tua/wali, dan rekomendasi guru Bimbingan dan Konseling/Konselor SMP/MTs
atau yang sederajat. Untuk menuju peminatan peserta didik/konseli yang tepat
memerlukan arahan semenjak usia dini, dan secara sistematis dapat dimulai
semenjak menempuh pendidikan formal.
Fokus perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek
pribadi, sosial, belajar dan karir. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara lain
mencakup pengembangan aspek:(1) pribadi yaitu tercapainya pemahaman diri dan
pengembangan konsep diri yang positif, (2) sosial yaitu tercapainya pemahaman
lingkungan dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif, (3) belajar yaitu
tercapainya efisiensi dan efektivitas belajar, keterampilan belajar, dan peminatan
peserta didik/konseli secara tepat, dan (4) karir yaitu tercapainya kemampuan
mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan pekerjaan,
memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif.

c. Layanan Responsif
(1) Pengertian
Layanan responsif adalah pemberian bantuan kepada peserta didik/konseli
yang menghadapi masalah dan memerlukan pertolongan dengan segera, agar
peserta didik/konseli tidak mengalami hambatan dalam proses pencapaian tugas-
tugas perkembangannya. Strategi layanan responsif diantaranya konseling
individual, konseling kelompok, konsultasi, kolaborasi, kunjungan rumah, dan alih
tangan kasus (referral).

(2) Tujuan
Layanan responsif bertujuan untuk membantu peserta didik/konseli yang
sedang mengalami masalah tertentu menyangkut perkembangan pribadi, sosial,
belajar, dan karir. Bantuan yang diberikan bersifat segera, karena dikhawatirkan
dapat menghambat perkembangan dirinya dan berlanjut ke tingkat yang lebih
serius. Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya membantu
peserta didik/konseli untuk memahami hakikat dan ruang lingkup masalah,
mengeksplorasi dan menentukan alternatif pemecahan masalah yang terbaik
melalui proses interaksi yang unik. Hasil dari layanan ini, peserta didik/konseli
diharapkan dapat mengalami perubahan pikiran, perasaa, kehendak, atau perilaku
yang terkait dengan perkembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.

(3) Fokus Pengembangan


Fokus layanan responsif adalah pemberian bantuan kepada peserta
didik/konseli yang secara nyata mengalami masalah yang mengganggu

29
perkembangan diri dan secara potensial menghadapi masalah tertentu namun dia
tidak menyadari bahwa dirinya memiliki masalah. Masalah yang dihadapi dapat
menyangkut ranah pribadi, sosial, belajar, atau karir. Jika tidak mendapatkan
layanan segera dari Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling maka dapat
menyebabkan peserta didik/konseli mengalami penderitaan, kegagalan, bahkan
mengalami gangguan yang lebih serius atau lebih kompleks. Masalah peserta
didik/konseli dapat berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan mengganggu
kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak
terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangan.
Untuk memahami kebutuhan dan masalah peserta didik/konseli dapat
diperoleh melalui asesmen kebutuhan dan analisis perkembangan peserta
didik/konseli, dengan menggunakan berbagai instrumen, misalnya angket konseli,
pedoman wawancara, pedoman observasi, angket sosiometri, daftar hadir peserta
didik/konseli, leger, inventori tugas-tugas perkembangan (ITP), psikotes dan alat
ungkap masalah (AUM).

d. Dukungan Sistem
(1) Pengertian
Ketiga komponen program (layanan dasar, layanan peminatan dan
perencanan individual, dan responsif) sebagaimana telah disebutkan sebelumnya
merupakan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada peserta
didik/konseli secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen
pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya Teknologi
Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor
atau guru bimbingan dan konseling secara berkelanjutan, yang secara tidak
langsung memberikan bantuan kepada peserta didik/konseli atau memfasilitasi
kelancaran perkembangan peserta didik/konseli dan mendukung efektivitas dan
efisiensi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.

(2) Tujuan
Komponen program dukungan sistem bertujuan memberikan dukungan
kepada konselor atau guru bimbingan dan konseling dalam memperlancar
penyelenggaraan komponen-komponen layanan sebelumnya dan mendukung
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.
Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar
penyelenggaraan program pendidikan pada satuan pendidikan.
Dukungan sistem meliputi kegiatan pengembangan jejaring, kegiatan
manajemen, pengembangan keprofesian secara berkelanjutan.

30
(3) Fokus Pengembangan
Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor atau guru
bimbingan dan konseling yang meliputi (1) konsultasi, (2) menyelenggarakan
program kerjasama, (3) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan
kegiatan satuan pendidikan, (4) melakukan penelitian dan pengembangan. Suatu
program layanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan
tujuannya tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan yang bermutu,
dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.
Pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagai bagian integral dari
sistem pendidikan secara utuh diarahkan untuk memberikan kesempatan kepada
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling untuk meningkatkan kapasitas dan
kompetensi melalui serangkaian pendidikan dan pelatihan dalam jabatan maupun
kegiatan-kegiatan pengembangan dalam organisasi profesi Bimbingan dan
Konseling, baik di tingkat pusat, daerah, dan kelompok musyawarah Guru
Bimbingan dan Konseling. Melalui kegiatan tersebut, peningkatan kapasitas dan
kompetensi Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dapat mendorong
meningkatnya kualitas layanan bimbingan dan konseling.

31
BAB IV
STANDAR KOMPETENSI KONSELOR/
GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

4.1 Pengantar
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh konselor/guru BK di sekolah dewasa ini
adalah perkembangan dan perubahan zaman yang begitu luar biasa, yang dikenal dengan
era industri 4.0, atau era digitalisasi. Kondisi kehidupan seperti ini mempersyaratkan
kepada konselor/guru BK untuk mampu memberikan layanan profesional sesuai dengan
bidangnya kepada peserta didik agar mampu hidup dalam dunia yang serba canggih.
Dengan demikian konselor/guru BK layak mendapat penghargaan yang tinggi dari
masyarakat dan pemerintah. Untuk menyediakan konselor/guru BK yang profesional
yang memenuhi standar dari segi kualitas serta dalam jumlah yang memadai, sangat perlu
diselenggarakan program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) atau Pendidikan Profesi
Guru Bimbingan dan Konseling (PPGBK).
Keberadaan Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling dalam sistem pendidikan
nasional dinyatakan sebagai salah satu yang berkualifikasi pendidik, sejajar dengan
kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaisara, fasilitator dan instruktur (UU
No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6). Sejajarnya posisi konselor/guru BK dengan profesi
pendidik lainnya ini tidaklah berarti bahwa semua tenaga pendidik itu tanpa keunikan
konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Demikian pula Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang tidak persis sama
dengan guru mata elajaran. Hal ini berimplikasi bahwa untuk masing-masing kualifikasi
pendidik, termasuk Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling, perlu menyusun
standar kualifikasi akademik dan kompetensi berdasar pada konteks tugas dan ekspektasi
kinerja masing-masing.
Atas dasar berbagai pertimbangan kenyataan serta pemikiran yang telah dikaji,
dapat ditegaskan bahwa pelayanan profesional bimbingan dan konseling yang
diselenggarakan oleh Konselor/Guru BK berada dalam konteks tugas “kawasan
pelayanan yang bertujuan memandirikan individu dalam melayari perjalanan hidupnya
melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan
keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karir untuk mewujudkan
kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang
peduli kemaslahatan umum melalui pendidikan” (Depdiknas, 2007).
Sedangkan ekspektasi kinerja Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling yang
menyelengarakan pelayanan bimbingan dan konseling selalu disemangati oleh motif

32
altruistik dalam arti selalu bersikap empatik, menghargai keragaman, serta
memprioritaskan kemasalahatan sasaran layanannya. Selanjutnya melakukan kajian yang
cermat tentang kemungkinan dampak yang ditimbulkan baik jangka pendek, jangka
menengah, maupun jangka panjang dari segala tindakan layanan tersebut terhadap
sasaran layanan.

4.2 Sosok Utuh Kompetensi Konselor

Seperti lazimnya dalam suatu profesi, sosok utuh kompetensi konselor atau guru
bimbingan dan konseling terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi
dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Dua komponen tersebut
yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional.

4.2.1 Kompetensi Akademik Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling


Kompetensi akademik Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling yang utuh
diperoleh melalui Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor Terintegrasi (Engels,
D.W dan J.D. Dameron, (Eds.), 1990). Ini berarti, untuk menjadi pengampu pelayanan di
bidang bimbingan dan konseling harus seorang sarjana bimbingan dan konseling plus
pendidikan profesi konselor atau pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling.
Kompetensi akademik seorang Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling profesional
terdiri atas kemampuan:

a. Mengenal secara cermat dan mendalam tentang konseli yang hendak dilayani.
Sosok kepribadian serta dunia konseli yang perlu didalami oleh Konselor atau
Guru Bimbingan dan Konseling meliputi bukan saja kemampuan akademik yang
selama ini diketahui seperti inteligensi, bakat skolastik, minat serta bakat lainnya,
melainkan juga meliputi kecerdasan ganda atau intelegensi multipel (Gardner,
1993). Di samping itu, mengenali kemampuan berpikir sintetik dan kemampuan
berpikir praktikal di samping kemampuan berpikir analitik, juga motivasi dan
keuletannya dalam belajar dan/atau bekerja, dan kemampuan lainnya.
b. Menguasai khasanah konsep-konsep teoretik dan prosedural termasuk teknologi
dalam pelayanan bimbingan dan konseling, yang mencakup: (1) Penguasaan
secara akademik konsep-konsep teori, prinsip, teknik dan prosedur dan sarana
yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling. (2)
Mengemas konsep-konsep teori, prinsip dan prosedur serta sarana bimbingan dan
konseling yang digunakan sebagai pendekatan dalam penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling. (3) Menyelenggarakan layanan bimbingan dan
konseling yang memandirikan. Untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan
dan konseling yang memandirikan seorang Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling harus mampu: (a) Merancang kegiatan pelayanan bimbingan dan
33
konseling. (b) Mengimplementasikan kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling. (c) Menilai proses dan hasil kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling. (d) Mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara
berkelanjutan (Depdiknas, 2007).
Kompetensi akademik sebagaimana dikemukakan di atas tentu dapat
dikuasai melalui pendidikan akadmik yang mencakup kajian tentang Pedagogi,
Psikologi Belajar, Psikologi Perkembangan, serta beberapa bidang penunjang
seperti Filsafat Pendidikan, Antropologi Budaya, Soiologi. Dinamika Kelompok,
Budaya Organisasi Kelas dan Sekolah. Di samping itu, kajian tentang program
pendidikan dalam sistem pendidikan formal, strategi bimbingan dan konseling,
strategi pembelajaran asesmen bakat dan minat konseling di samping asesmen
proses dan hasil pembelajaran, pengelolaan kelas dan sebagainya dengan beban
studi kurang lebih 144 SKS.
Penguasaan kompetensi akademik dalam bidang bimbingan dan konseling
sebagaimana dipaparkan di atas dapat dinilai baik melalui ujian tertulis terhadap
sekelompok calon konselor maupun melalui berbagai asesmen individual untuk
mengakses kemampuan dan minat serta permasalahan yang dihadapi oleh calon
konselor secara perorangan. Mahasiswa yang berhasil menguasai dengan baik
kompetensi akademik yang dipersyaratkan bagi calon konselor atau guru
bimbingan dan konseling dianugerahi ijazah S-1 Bimbingan dan Konseling. Ijazah
ini merpakan prasyarat untuk diperkenankan mengikuti Pendidikan Profesi
Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan selama dua semester.

4.2.2 Kompetensi Profesional Konselor/Guru BK

Penguasaan kompetensi profesional konselor/guru bimbingan dan konseling


dikembangkan melalui latihan dalam menerapkan kompetensi akademik dalam bidang
bimbingan dan konseling yang telah dikuasai itu dalam konteks otentik di sekolah atau
arena terapan layanan ahli lain yang relevan melalui Program Pendidikan Profesi
Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang sistematis dan sungguh-
sungguh (rigorous), yang terentang mulai dari observasi dalam rangka pengenalan
lapangan, latihan keterampilan dasar penyelenggaraan konseling, latihan terbimbing
(supervised practice) yang kemudian terus meningkat menjadi latihan melalui penugasan
terstruktur (self-managed practice) sampai dengan latihan mandiri (self-initiated practice)
dalam program pemagangan, kesemuanya di bawah pengawasan Dosen pembimbing dan
Konselor Pamong (Faiver, Eisengart, dan Colona, 2004). Berdasarkan misinya yakni
menumbuhkan kempampuan profesiaonal konselor, maka kriteria utama keberhasilan
mahasiswa dalam Program Pendidikan Profesional Konselor berupa Program Pengalaman
Lapangan itu adalah meningkatnya kemampuan calon konselor dalam memberikan
layanan yang mampu mendorong sasaran layanan dalam mencapai kemandiriannya. Oleh
34
karena itu, peningkatan kemampuan mahasiswa calon konselor dalam penguasaan kiat
profesiaonal penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling. Tentu hal ini
berdampak pada tumbuhnya sosok utuh profesional konselor sebagai praktisi yang aman
buat konseli (safe practitioner).
Penguasaan akademik dan penguasaan kemampuan profesional dapat diverivikasi
melalui pengamatan ahli, yang dalam pelaksanaanya, juga sering mempersyaratkan
penggunaan sarana asesmen yang longgar untuk memberikan ruang gerak bagi
diambilnya pertimbangan ahli secara langsung (on-the-spot expert jdgement) misalnya
sarana asesmen yang menyerupai Alat Penilaian Kemampuan Guru (AKPG) yang
merupakan high-inference assessment instrument, yang telah beredar di lingkungan
LPTK sejak awal dekade 1980-an. Ini berarti bahwa perlu dikembangkan sarana asesmen
yang serupa di bidang bimbingan dan konseling. Perlu pula dicatat bahwa asesmen
kemampuan profesional konselor tersebut tidak cukup hanya dilaksanakan melalui
pemotretan sesaat (snapshot atau moment opname), melainkan harus melalui pengamatan
berulang. Hal ini dilakukan karena sasaran asesmen penguasaan kompetensi profesional
itu bukan hanya difokuskan kepada sisi tingkatan kemampuan (maximum behavior)
melainkan kualitas keseharian (typical behavior) kinerja konselor atau guru bimbingan
dan konseling. Ini berarti bahwa asesmen penguasaan kemampuan profesional itu perlu
lebih mengedepankan rekam jejak (track record) dalam penyelenggaraan pengelolaan
pelayanan bimbingan dan konseling dalam kurun waktu tertentu. Untuk menjamin
transparansi, asesmen penguasaan kompetensi profesional calon konselor atau guru
bimbingan dan konseling itu dilakukan dengan menggunakan penguji eksternal baik
dosen Bimbingan dan konseling yang berasal dari LPTK lain, unsur Asosiasi Bimbingan
dan Konseling Indonesia (ABKIN) maupun konselor pamong yang berasal dari sekolah
lain. Mahasiswa yang berhasil dengan baik menguasai kompetensi profesional konselor
melalui Program Profesional Konselor yang berupa Program Pengamalan Lapangan
sebagaimana digambarkan di atas, dianugerahi Sertifikat Konselor dan berhak
mencantumkan singkatan gelar profesi “Kons” di belakang namanya, atau sebutan
“Konselor” di depan namanya. Misalnya, Herman, S.Pd, Kons. Dewi, M.Pd, Kons., atau
juga Konselor Herman atau Konselor Dewi.

4.2.3 Rincian Kompetensi Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling

Konselor/guru BK dalam memberikan layanan kepada masyarakat khususnya para


sisa hendaklah sepenuh waktunya. Artinya, dalam menjalankan tugasnya konselor/guru
BK tidak lagi ditugasi untuk melaksanakan tugas lain seprti mengajar mata pelajaran.
Karena itu mereka menerima tanggung jawab secara profesional. Untuk para
konselor/guru BK profesional, tanggung jawab tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut
(Gibson, Robert L & Marianne H. Mitchell, 2011), antara lain: (1) Para konselor/guru
BK harus terlatih sepenuhnya dan berkualifikasi agar sanggup memenuhi kebutuhan para
35
konselinya. (2) Para konselor/guru BK profesional perlu berkomitmen secara pribadi dan
profesional untuk terus memperbaharui dan meningkatkan keahlian dan pengetahuan
mereka sebagai cerminan dan representasi kemajuan terbaru bidang profesi mereka. (3)
Para konselor/guru BK profesional menyadari dan berkontribusi bagi pengembangan
profesi dengan melakukan dan berpartisipasi dalam kajian-kajian ilmiah yang dirancang
untuk meningkatkan pengetahuan tentang profesinya. (4) Para konselor/guru BK
profesional adalah anggota-anggota yang berpartisipasi aktif dalam organisasi profesinya
di semua tingkatan (lokal, nasional, regional dan internasional). (5) Para konselor/guru
BK rofesional sadar betul dan taat kepada rambu-rambu legal dan etika profesi dalam
praktik bimbingan dan konselingnya. Ini berarti dalam menjalankan tugasnya
konselor/guru BK dilindungi oleh hukum.
Di samping beberapa tanggung jawab yang digambarkan di atas, Konselor/guru
BK yang profesional harus memiliki kompetensi yang telah ditetapkan oleh Depdiknas
(2007). Secara lengkap rincian kompetensi konselor/guru bimbingan dan konseling yang
telah dirumuskan oleh Depdiknas tersebut dapat dipaparkan melalui tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Rincian Kompetensi Konselor/Guru BK

KOMPETENSI SUB KOMPETENSI


A. MEMAHAMI SECARA MENDALAM KONSELI YANG HENDAK DILAYANI
1. Menghargai dan menjunjung 1.1 Mengaplikasikan pandangan positif dan
tinggi nilai-nilai kemanusia- dinamis tentang manusia sebagai mahluk
an, individualitas, kebebasan spiritual, bermoral, sosial, individual, dan
memilih, dan mengedepan- berpotensi;
kan kemaslahatan konseli 1.2 Menghargai dan mengembangkan potensi
dalam konteks kemaslahatan positif individu pada umumnya dan konseli
umum. pada khususnya;
1.3 Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada
umumnya dan konseli pada khususnya;
1.4 Menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia sesuai dengan hak asasinya;
1.5 Toleran terhadap permasalahan konseli;
1.6 Bersikap demokratis.

36
2. Mengaplikasikan perkem- 2.1 Mengaplikasikan kaidah-kaidah perilaku
bangan fisiologis dan manusia, perkembangan fisik dan psikologis
psikologis serta perilaku individu terhadap sasaran layanan bimbingan
konseli. dan konseling dalam upaya pendidikan;
2.2 Mengaplikasikan kaidah-kaidah kepribadian,
individualitas dan perbedaan konseli terhadap
sasaran layanan bimbingan dan konseling dalam
upaya pendidikan;
2.3 Mengaplikasikan kaidah-kaidah belajar terhadap
sasaran layanan bimbingan dan konseling dalam
upaya pendidikan;
2.4 Mengaplikasikan kaidah-kaidah keberbakatan
terhadap sasaran layanan bimbingan dan
konseling dalam upaya pendidikan;
2.5 Mengaplikasian kaidah-kaidah kesehatan mental
terhadap sasaran layanan bimbingan dan
konseling dalam upaya pendidikan.

B. MENGUASAI LANDASAN TEORETIK BIMBINGAN DAN KONSELING


1. Menguasai teori dan praksis 1.1 Menguasai ilmu pendidikan dan landasan
pendidikan keilmuannya;
1.2 Mengimplementasikan prinsip-rinsip
pendidikan dan proses pembelajaran;
1.3 Menguasai landasan budaya dalam praksis
pendidikan.
2. Menguasai esensi pelayanan 2.1 Menguasai esensi bimbingan dan konseling
bimbingan dan konseling pada satuan jalur pendidikan formal,
dalam jalur, jenjang, dan nonformal dan informal;
jenis satuan pendidikan 2.2 Menguasai esensi bimbingan dan konseling
pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan,
keagamaan, dan khusus;
2.3 Menguasai esensi bimbingan dan konseling
pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar
dan menengah.
3. Menguasai konsep dan 3.1 Memahami berbagai jenis dan metode
praksis penelitian dalam penelitian;
bimbingan konseling 3.2 Mampu merancang penelitian bimbingan dan
konseling;
3.3 Melaksanakan penelitian bimbingan dan
konseling;
3.4 Memanfaatkan hasil penelitian dalam
bimbingan dan konseling dengan mengakses
jurnal pendidikan dan bimbingan konseling.

37
4. Menguasai kerangka teoretik 4.1 Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan
dan praksis bimbingan dan dan konseling;
konseling 4.2 Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan
konseling;
4.3 Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan
bimbingan dan konseling;
4.4 Mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan
konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah
kerja;
4.5 Mengaplikasikan pendekatan/model/jenis
layanan dan kegiatan pendukung bimbingan
dan konseling;
4.6 Mengaplikasikan dalam praktik format
pelayanan bimbingan dan konseling.

C. MENYELENGGARAKAN BIMBINGAN DAN KONSELING YANG


MEMANDIRIKAN
1. Merancang program 1.1 Menganalisis kebutuhan konseli;
Bimbingan dan Konseling 1.2 Menyusun program bimbingan dan konseling
yang berkelanjutan berdasarkan kebutuhan
peserta didik secara komprehensif dengan
pendekatan perkembangan;
1.3 Menyusun rencana pelaksanaan program
bimbingan dan konseling;
1.4 Merencanakan sarana biaya penyelenggaraan
program bimbingan dan konseling.
2. Mengimplementasikan 2.1 Melaksanakan program bimbingan dan
program Bimbingan dan konseling;
Konseling 2.2 Melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam
layanan bimbingan dan konseling;
2.3 Memfasilitasi perkembangan akademik, karier,
personal, dan sosial konseli;
2.4 Mengelola sarana dab biaya program bimbingan
dan konseling
3. Menilai proses dan hasil 3.1 Melakukan evaluasi hasil, proses, dan program
kegiatan Bimbingan dan bimbingan dan konseling;
Konseling. 3.2 Melakukan penyesuaian proses layanan
bimbingan dan konseling;
3.3 Menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi
layanan bimbingan dan konseling kepada pihak
terkait;
3.4 Menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk
merevisi dan mengembangkan program

38
bimbingan dan konseling.
4. Menguasai konsep dan 4.1 Menguasai hakikat asesmen;
praksis asesmen untuk 4.2 Memilih teknik asesmen, sesuai dengan
memahami kondisi, kebutuhan layanan bimbingan dan konseling;
kebutuhan, dan masalah 4.3 Menyusun dan mengembangkan instrumen
konseli asesmen untuk keperluan bimbingan dan
konseling;
4.4 Mengadministrasikan asesmen untuk
mengungkapkan masalah-masalah konseli;
4.5 Memilih dan dan mengadministrasikan teknik
asesmen pengungkapan kemampuan dasar dan
kecenderungan pribadi konseli;
4.6 Memilih dan mengadministrasikan instrumen
untuk mengungkapkan kondisi aktual konseli
berkaitan dengan lingkungan;
4.7 Mengakses data dokumentasi tentang konseli
dalam pelayanan bimbingan dan konseling;
4.8 Menggunakan hasil asesmen dalam pelayanan
bimbingan dan konseling dengan tepat;
4.9 Menampilkan tanggung jawab profesional
dalam praktik asesmen
D. MENGEMBANGKAN PRIBADI DAN PROFESIONALITAS SECARA
BERKELANJUTAN
1. Bermain dan bertakwa 1.1 Menampilkan kepribadian yang beriman dan
kepada Tuhan Yang Maha bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
Esa 1.2 Konsisten dalam menjalankan kehidupan
beragama dan toleran terhadap pemeluk agama
lain;
1.3 Berahlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
2. Menunjukkan integritas dan 2.1 Menampilkan kepribadian dan perilaku yang
stabilitas kepribadian yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah,
kuat dan konsisten) ;
2.2 Menampilkan emosi yang stabil;
2.3 Peka, bersikap empati, serta menghormati
keragaman dan perubahan;
2.4 Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli
yang menghadapi stres dan frustasi;
2.5 Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif,
inovativ, dan produktif;
2.6 Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri;
2.7 Berpenampilan menarik dan menyenangkan;
2.8 Berkomunikasi secara efektif.

39
3. Memiliki kesadaran dan 3.1 Memahami dan mengelola kekuatan dan
komitmen terhadap etika keterbatasan pribadi dan profesional;
profesional 3.2 Menyelenggarakan layanan sesuai dengan
kewenangan dan kode etik profesional konselor;
3.3 Mempertahankan objektivitas dan menjaga agar
tidak larut dengan masalah konseli;
3.4 Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan;
3.5 Peduli terhadap identitas profesional dan
pengembangan profesi;
3.6 Mendahulikan kepentingan konseli daripada
kepentingan pribadi konselor.
4. Mengimplementasikan 4.1 Memahami dasar, tujuan, organisasi, dan peran
kolaborasi internal di pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan
tempat bekerja sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah) di
tempat bekerja;
4.2 Mengkomuniasikan dasar, tujuan,dan kegiatan
pelayanan bimbingan dan konseling kepada
pihak-pihak lain di tempat bekerja;
4.3 Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di
tempat bekerja (seperti guru, orang tua, tenaga
administarasi).
5. Berperan dalam organisasi 5.1 Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART
dan kegiatan profesi organisasi profesi bimbingan dan konseling
bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi;
5.2 Menaati kode etik profesi bimbingan dan
konseling;
5.3 Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan
konseling untuk prngembangan diri dan profesi.
6 Mengimplementasikan 6.1 Mengkomunikasikan aspek-aspek profesional
kolaborasi antarprofesi bimbingan dan konseling kepada organisasi
profesi lain;
6.2 Memahami peran organisasi profesi lain dan
memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan
bimbingan dan konseling;
6.3 Bekerja dalam tim bersama tenaga
paraprofesional dan profesional profesi lain.

40
BAB V

KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN KONSELOR/


GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

1.1 Pengantar
Dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling unsur konselor/guru
bimbingan dan konseling memegang peranan penting. Oleh karena itu, konselor atau guru
bimbingan dan konseling perlu memahami dan memiliki karakteristik tertentu yang
diharapkan. Karakteristik kepribadian konselor atau guru bimbingan dan konseling
sangat menentukan berhasil tidaknya proses konseling, di samping pengetahuan dan
keterampilan-keterampilan profesional yang telah dijelaskan sebelumnya. Bahkan sifat

41
dan karakteristik khusus konselor/guru BK dapat menciptakan aliansi terapeutik dengan
konseli (Wibowo, 2019).

5.2 Karakteristik Kepribadian Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling Menurut


Belkin

Belkin (dalam Pujosuwarno, 1992) melukiskan bahwa karakteristik konselor/guru


bimbingan dan konseling yang baik akan mempunyai arti penting dalam memberikan
layanan pada konseli. Belkin menggambarkan karakteristik-karakteristik yang baik
mampu menumbuhkembangkan kemampuan konseli. Konseli akan mendapatkan arah
yang jelas dan mampu memecahkan masalahnya sendiri, bagaikan tumbuhan yang
mendapatkan siraman air sejuk yang menjadikan tumbuhan tersebut menjadi segar
dengan bunganya yang berkembang. Bagaimana karakteristik kepribadian konselor
tersebut? Hal ini dijelaskan oleh Belkin (dalam Pujosuwarno, 1992) yang dirangkum
sebagai berikut.

(1) Konfrontasi : berarti menghadapkan persoalan kepada konseli, dengan demikian


konseli akan mengerti secara jelas persoalan yang saat ini sedang dihadapi.
Dengan demikian konseli menjadi sadar tentang persoalannya dan berusaha untuk
memecahkan sendiri dengan bantuan konselor atau guru bimbingan dan konseling.
(2) Tulus : dapat juga dikatakan ikhlas, berarti melakukannya tanpa pamrih, sehingga
tidak ada tawar menawar. Pelaksanaan konseling tidak dibenarkan memiliki
syarat. Konselor harus secara tulus dan ikhlas menolong konseli tanpa
mengajukan persyaratan.
(3) Jujur : maksudnya tidak berbohong, mengatakan apa sebenarnya, lahir sesuai
dengan batin. Secara jujur mau mengakui apabila mempunyai kekurangan atau
kelemahan. Tidak suka menipu.
(4) Hangat : adanya resonansi psikologis yang dapat memberikan kepuasan kedua
belah pihak. Kehangatan ini sangat dibutuhkan oleh setiap manusia dalam
berhubungan dengan orang lain. Kehangatan dibentuk dalam suatu interaksi, dan
ini akan dirasakan oleh yang bersangkutan. Untuk menciptakan kehangatan ini
diperlukan adanya hubungan yang akrab. Keakraban akan menimbulkan
kehangatan.
(5) Empati : turut merasakan apa yang dihayati oleh konseli, dan yang penting empati
berarti memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh konseli dan konseli
tahu kalau konselor memahami dirinya.
(6) Jelas : dalam memberikan konseling janganlah seperti bentuk teka-teki, jangan
samar-samar dalam berbicara atau memberikan pengarahan maka sebaiknya
konselor menggunakan bahasa yang sederhana, mudah dimengarti oleh konseli.

42
(7) Polos : artinya tanpa prasangka, kalau sudah ada prasangka terhadap konseli,
misalnya memberikan “cap” atau label kepada konseli, ini berarti sudah ada
prasangka, dan berarti tidak polos lagi. Dalam konseling Terpusat pada Pribadi
diperlukan konselor yang polos, menghindari adanya diagnosis. Mendiagnosis
berarti sudah memberikan “merk” kepada konseli, berarti ada prasangka, dan tidak
polos lagi.
(8) Hormat : memberikan penghargaan kepada konseli, memberikan kebebasan,
konseli dibiarkan tumbuh berkembang, dan mengembangkan potensinya. Konseli
dihargai sebagai manusia yang memiliki harga diri, dan memiliki potensi. Konseli
dihormati sebagaimana adanya.
(9) Positive Regard : penghargaan terhadap Konseli secara positip. Konselor yakin
bahwa Konseli mempunyai kemampuan menyelesaikan masalahnya sendiri. Tidak
ada dugaan terhadap konseli secara negatip, misalnya bahwa konseli adalah orang
yang lemah, yang tidak mempunyai kemampuan untuk menolong dirinya, orang
yang sangat tergantung, dsb.
Untuk melengkapi karakteristik kepribadian yang diharapkan dari seorang
konselor atau guru bimbingan dan konseling yang profesional di bawah ini dikutipkan
matriks kualitas konselor dari Belkin (dalam Pujosuwarno, 1992), untuk diketahui oleh
para konselor atau guru bimbingan dan konseling maupun calon konselor/guru bimbingan
dan konseling.

Matriks Kualitas Pribadi Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling


Open Mindedness
Category

sensitivity

Genuineness

Communication Skill

Self Knowledge

Respect
Objektivity

Positive regard
Non dominance

Kualitas

Flexibility √ √ √ √ √
Warmth √ √ √ √ √

43
Acceptance √ √ √ √ √ √
Empathy √ √
Congruence √ √ √ √
Honesly √ √
Ability to artic √ √
Inteligence √ √ √
Interest √ √ √ √
Caring √ √ √ √
Sincerity √ √ √ √
Security √ √
Courage √ √
Trust √ √ √
Concreteness √ √ √
Responsibility √
Dedication √ √
Commitment √ √
Profesionalism √ √ √ √ √ √ √ √
Cognitivelex √ √ √
Perceptiveness √ √
Nonpossessive √ √ √
Self disclosing √ √ √
Nonjudgementa √ √ √ √ √
l
Awareness of √ √
tim

Penjelasan Matriks

Butir-butir menurun sebagai kualitas yang perlu dimiliki oleh Konselor/Guru BK,
sedang butir ke samping menggambarkan kategori yang biasanya dimiliki oleh butir
kualitas tersebut. Seperti terlihat dalam matriks, seorang konselor yang memiliki kualitas
flexibility (flexibel) dia termasuk seorang Konselor/Guru BK yang open mindedness,
objectivity, nonominace, communication skills dan self knowledge. Seorang
Konselor/Guru BK yang memiliki kualitas warmth dia termasuk kategori seorang
konselor yang sensitivity, genuineness, nondominance, positive regard dan respect.
Begitu seterusnya silahkan membaca pada matriks.

Penjelasan Kualitas-kualitas dan Kategori-kategori dalam matriks tersebut diperjelas


sebagai berikut :

KUALITAS

44
1. Flexibility, atau fleksibel, seorang Konselor/Guru BK memiliki kualitas fleksibel
berarti mudah menyesuaikan diri, tidak kaku,memilii kelenturan, luwes, tidak
canggung.
2. Warmth, atau hangat dalam arti akrab dengan rasa kasih sayang. Hubungan yang
“warmth” atau hangat berarti berhubungan itu cukup dekat dan bersahabat.
3. Acceptance, adalah penerimaan terhadap orang lain secara apa adanya, yaitu
meliputi kelebihan maupun kekurangannya. Biasanya orang yang diterima orang
lain atau lingkungan sekitarnya, penerimaan itu akan mendorong dan tidak
menjadi penghalang dirinya untuk mengembangkan dan meningkatkan “self
actualization” seoptimal mungkin, karena orang lain diterima akan merasa aman
dan terjamin.
4. Empathy, memahami pikiran dan perasaan orang lain.
5. Congruence, atau kecocokan kesesuain, harmoni, seorang Konselor/Guru BK
perlu memiliki kualitas congruence, dalam dirinya ada keharmonisan hubungan
dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain.
6. Honesty, berarti kejujuran, kelurusan hati, seorang Konselor/Guru BK harus jujur,
tidak suka bohong dan suka berterus terang.
7. Ability to Artic, kemampuan untuk berseni termasuk seni membantu orang lain,
seni memberikan konseling kepada konseli.
8. Intelegence, berarti memiliki inteligensi, yaitu kecerdasannya rata-rata atau di
atas rata-rata, bahkan lebih tinggi lagi. Konselor/Guru BK tidak mungkin
memiliki kecerdasan di bawah rata-rata (below everage), bila demikian akan
mendapatkan kesulitan dalam menangkap keluhan-keluhan konseli dan
menyarankan alternatif pemecahan.
9. Interest, artinya seorang Konselor/Guru BK perlu memiliki minat yang cukup
tinggi dalam memberikan bantuan kepada konseli. Seseorang yang memiliki minat
akan menaruh perhatian terhadap sesuatu yang diminati.
10. Caring, berarti perhatian, seseorang yang menaruh perhatian akan melihat dengan
cermat dan mendengarkan dengan baik dan teliti. Kegiatan akan terpusat pada
sesuatu yang diperhatikan .
11. Sincerity, yaitu kesungguhan hati disertai keikhlasan. Konselor/Guru BK yang
memiliki karakteristik ini akan secara tulus dan sungguh-sungguh serta ikhlas
dalam memberikan layanan bantuan kepada konseli.
12. Security, artinya jaminan keamanan dan perlindungan. Seorang Konselor/Guru
BK harus melindungi dan menjamin kerahasiaan konselinya sehingga membuat
konselinya aman. Rahasia konseli dapat dibuka hanya atas izin konselinya dan
semata-mata untuk kepentingan konseli.

45
13. Courage, keberanian, keteguhan hati. Sifat ini perlu dimiliki oleh Konselor/Guru
BK karena Konselor/Guru BK sering menghadapi konseli dengan permasalahan
yang menantang dan menuntut keberanian untuk melakukan sesuatu.
14. Trust, artinya pengakuan, atau kepercayaan, dalam hal ini dapat berarti nahwa
Konselor/Guru BK perlu mendapatkan pengakuan atau kepercayaan dari
konselinya. Dengan demikian, konseli akan mau membuka dirinya secara jujur,
mengutarakan apa yang ada dalam hatinya.
15. Concreteness, atau kekongkritan, kejelasan. Dalam hal ini, Konselor/Guru BK
dalam memberikan bantuan perlu secara kongkrit, jelas dapat ditangkap oleh
konseli, mudah dipahami dan dimengerti oleh konseli.
16. Responsibility, atau tanggung jawab. Dalam hal ini, Konselor/Guru BK harus
bertanggung jawab atas tugasnya serta mentaati kode etik profesi. Tanggung
jawab ini meliputi tanggung jawab terhadap diri sendiri, orang lain, lembaga di
mana ia bertugas, dan terlebih tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.
17. Dedication, dedikasi atau loyalitas, artinya Konselor/Guru BK dalam menunaikan
tugasnya dengan penuh pengabdian, loyalitas serta menjauhkan diri dari
kepentingan pribadinya.
18. Commitment, artinya memenuhi janji. Karakteristik ini sangat perlu dimiliki oleh
Konselor/Guru BK, khususnya dalam berhubungan dengan konseli.
19. Profesionalism, artinya segala tugas Konselr/Guru BK erlu dilakukan secara
profesional, yaitu sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperileh
selama pendidikan dan latihan yang relatif cukup lama.
20. Cognitiveflex, yakni Konselor/Guru BK perlu berorientasi pada ranah (domain)
kognitif yang sering disamaartikan dengan aspek penalaran. Jika dijabarkan
meliputi: mengetahui, mengerti, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis dan
mengevaluasi. Keterampilan-keterampilan ini perlu dilakukan oleh
Konselor/Guru BK manakala mengahadapi konseli.
21. Perceptiveness, artinya kemampuan mempersepsi atau menangkap stimlus dari
luar dirinya. Konselor/Guru BK perlu memahami dan mampu menanggapi segala
pernyataan konseli secara benar.
22. Nonpossessive, artinya tidak suka memiliki, dalam hal ini Konselr/Guru BK tidak
kikir, suka memberi (bukan berarti memberi dalam kaitannya dengan materi),
tetapi memberi pertolongan dengan ilmu yang dimilikinya. Ilmunya itu tidak
dimiliki sendiri, tetapi perlu dibagikan ke orang lain yang memerlukannya.
23. Self disclosing, artinya terbuka, tidak menutup diri terhadap konseli.
Konselor/Guru BK yang terbuka berarti mau mengakui kelemahan atau
keterbatasan dirinya. Dengan demikian Konselor/Guru BK bersedia menerima
kritik atau pendapat dari orang lain.

46
24. Nonjudgemental, artinya tidak suka menilai, atau tidak suka mengadili orang.
Menilai berarti memberi vonis. Jika penilaian itu negatif, maka vonis negatif
dijatuhkan pada seseorang dan kalau tidak benar, putusan itu akan sangat
merugikan seseorang, dalam hal ini konseli.
25. Awareness of team, yang berarti kesadaran diri sebagai anggota kelompok.
Konselor/Guru BK tidak dapat bekerja sendiri dalam menangani masalah konseli.
Oleh karena itu, Konselor/Guru BK perlu bekerja sama dengan profesional lain,
seperti guru mata pelajaran, psikolog, petugas kesehatan (dokter), psikiater, dan
pihak lain yang terkait dengan penyelesaian masalah konseli.

KATEGORI

1. Open Mindedness, istilah ini memiliki arti yang sama dengan keterbukaan, berarti
Konselor/Guru BK perlu membuka pikirannya untuk dimasuki ide/pendapat dari
orang lain. Konselor/Guru BK tidak menutup diri, dan tidak puas dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki. Ia ingin selalu mengembangkan dirinya demi
keberhasilan dalam menunaian tugasnya.
2. Sensitivity, artinya peka. Konselor/Guru BK seyogyanya peka dalam menghadapi
suasana lingkungan sekitar. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi konseli
menjadi kepeduliannya.
3. Objectivity, artinya objektif, dalam hal ini, melihat sesuatu tidak berorientasi pada
dirinya, melainkan pada fakta sebenarnya. Sikap objektivitas ini mengurangi
seseorang untuk bertindak egois.
4. Genuineness, artinya menunjukkan keaslian, murni, sejati, tidak dibuat-buat,
polos. Konselor/Guru BK yang genuine tidak banyak dipengaruhi oleh hal-hal dari
luar. Orang yang demikian akan melakukan tugasnya dengan kesungguhan
hatinya.
5. Non dominance, artinya tidak mendominasi atau menguasai, tidak ingin menang
sendiri. Konselor/Guru BK dalam proses konseling tidak ingin mendominasi
konseli, tidak memaksakan kehendak kepada konseli. Dalam proses konseling
Konselor/Guru BK lebih banyak mendengarkan dan menahan diri untuk berbicara
lebih banyak. Dalam hal memeahkan masalah Konselor/Guru BK hanya berusaha
untuk memberikan rangsangan kepada konseli, agar konseli dapat menemukan
emecahan yang terbaik.
6. Positive regard, artinya penghargaan secara positif. Konselor/Guru BK tidak
semestinya memiliki prasangka negatif terhadap konseli yang datang meminta
bantuan. Dengan sikap Konselor/Guru BK yang memberikan penghargaan secara
positif kepada konseli berdampak terhadap konseli untuk menjadi aktif, terbuka
dan jujur. Dengan demikian permasalahan konseli akan terungkap secara lengkap.

47
7. Communication skill, artinya keterampilan berkomunikasi. Konselor/Guru BK
perlu mengembangkan dirinya agar terampil dalam berkomunikasi dengan orang
lain, mengingat tugas-tugas konseling memerlukan komunikasi dengan pihak-
pihak lain, terutama dengan konseli sendiri.
8. Self knowledge, artinya pengetahuan tentang diri. Konselor/Guru BK perlu
memahami dirinya, memahami kelebihannya dan kekurangannya. Oleh karena itu,
Konselor/Guru BK perlu senantiasa mengembangkan dirinya sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman.
9. Respect, artinya hormat. Konselor/Guru BK perlu selalu bersikap hormat kepada
siapapun, jga kepada konselinya. Orang yang dihormati juga akan menghormati.
Seseorang yang bersedia menghormati orang lain akan mengurangi sifat sombong.
Konseli perlu dihormati, dihargai oleh Konselor/Guru BK agar mereka menjadi
terbuka dan bersikap jujur mengutarakan segala permasalahannya apa adanya.

5.3 Karakteristik Kepribadian Konselor/Guru BK Menurut Corey dan Brammer

Selanjutnya konselor/guru BK yang efektif memiliki karakteristik sebagai berikui


(Corey, 2013: 19-20).

1. Memiliki identitas. Mereka tahu siapa diri mereka dan apa yang dapat mereka
capai, apa yang mereka inginkan dari kehidupan ini, serta apa yang penting bagi
mereka.
2. Menghormati dan menghargai diri mereka sendiri. Mereka dapat memberi dan
menerima bantuan, mencintai dan menghargai dirinya.
3. Terbuka untuk perubahan. Mereka menunjukkan kemauan dan keberanian untuk
menghadapi perubahan. Mereka membuat keputusan tentang bagaimana mereka
ingin berubah, dan mereka berusaha untuk mencapai kondisi yang mereka
inginkan.
4. Membuat pilihan yang berorientasi pada kehidupan. Mereka sadar akan
keputusan awal yang mereka buat tentang diri mereka sendiri, orang lain dan
dunia sekelilingnya. Merka bukan korban dari keputusan awal ini, dan mereka
bersedia mengubahnya nkembali jika perlu.
5. Otentik, tulus dan jujur. Mereka menampilkan diri dengan tulus tanpa menutupi
kekurangan-kekurangannya. Mereka tidak berpura-pura dalam kehidupan ini,
namun tampil apa adanya dengan jujur.
6. Memiliki rasa humor. Mereka tidak selamanya bekerja selalu serius, namun saat-
saat tertentu mereka menikmati kehidupan ini dengan tertawa dan humor.
7. Mau mengakui kesalahan yang diperbuat. Mereka tidak segan-segan mengakui
kesalahannya kalau memang hal itu terjadi.

48
8. Hidup di masa sekarang. Mereka tidak terpaku ke masa lalu, dan juga mereka
tidak menunggu masa depan. Mereka justru mengalami dan hadir dengan orang
lain sekarang.
9. Menghargai pengaruh budaya. Mereka menyadari cara-scara di mana budaya
mereka mempengaruhi mereka, dan mereka menghargai keragaman nilai yang
dianut oleh budaya lain.
10. Memiliki minat yang tulus terhadap kesejahteraan orang lain. Perhatian ini
didasarkan pada rasa hormat, perhatian dan kepercayaan dan penilaian yang
nyata kepada orang lain.
11. Memiliki kemampuan interpersonal yang efektif. Mereka mampu memasuki
dunia orang lain. Mereka pun selalu berusaha untuk menciptakan hubungan
kolaboratif dengan orang lain.
12. Menjadi sangat terlibat dalam pekerjaan mereka dan mendapatkan makna
darinya. Mereka bisa menerima ganjaran dari pekerjaan mereka, namun mereka
bukan budak pekerjaan mereka.
13. Bergairah. Mereka memiliki keberanian untuk mengejar impian mereka, dan
mereka bekerja dengan penuh energi.
14. Mampu menjaga batas kesehatan. Meskipun mereka berusaha untuk sepenuhnya
hadir untuk konseli yang mereka layani, namun mereka tidak membawa masalah
konseli mereka selama waktu senggang.

Selanjutnya, Brammer (1998) mengidentifikasi ciri-ciri pribadi konselor


profesional sebagai berikut.

1. Memiliki kesadaran tentang diri dan nilai-nilai.


2. Memiliki kesadaran tentang pengalaman-pengalaman dan budaya.
3. Mengetahui tentang perbedaan dan persamaan di antara konselor dan konseli.
4. Memiliki kemampuan untuk menganalisis perasaannya sendiri.
5. Mampu menangani keraguan dan konflik nilai secara bijaksana.
6. Menunjukkan kemampuan bertndak sebagai “role model” seperti model
kesopanan, kematangan dan keberhasilan dalam kehidupan pribadinya.
7. Bertindak sebagai pakar (berpengetahuan tentang konseli, latar belakang, sebab
utama konseli bertemu konselor dan dapat bergerak ke masalah utama konseli.
Kepribadian seorang konselor memegang peranan penting dalam proses
konseling. Berhasil tidaknya konseling sangat tergantung kepada kepribadian konselor itu
sendiri. Oleh karena itu seorang konselor diharapkan memiliki kedewaasan berpikir,
kedewasaan bertindak, ramah dengan konseli dan bisa berempati. Bahkan konselor harus
memiliki sifat altruistik, yaitu peduli terhadap kepentingan orang lain dan tidak mudah
marah atau frustrasi (Glading, 2009).

49
BAB VI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESIONAL KONSELOR/


GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

6.1 Pengantar

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan pada


awal dekade 1960-an di sekolah-sekolah, khususnya SMA Gaya Baru, LPTK-LPTK
bergegas membuka jurusan bimbingan penyuluhan (BP) untuk mewadahi tenaga
akademik yang akan membina program studi yang menyiapkan guru bimbingan dan

50
penyuluhan (sekarang disebut Konselor/Guru BK). Jurusan BP ini diselenggarakan pada
dua jenjang, yaitu jenjang Sarjana Muda dengan masa belajar 3 tahun, dan jenjang
Sarjana dengan masa belajar 2 tahun setelah Sarjana Muda. Program studi jenjang Sarjana
Muda dan Sarjana dengan masa belajar 5 tahun inilah yang kemudian dilebur menjadi
program S-1 dengan masa studi 4 tahun, yang pada tahun 1979 dibuka angkatan pertama.
Pada awal tahun 1980-an mulai ada lulusan program Sarjana di bidang Bimbingan dan
Konseling.
Perubahan-perubahan orientasi pendidikan yang tercermin pada perubahan
kurikulum pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah
dari waktu ke waktu, membawa dampak pada tuntutan kompetensi bagi pemangku
jabatan pendidik, termasuk Konselor/Guru BK. Penataan yang bersifat sistematik
dilakukan melalui UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
namun konteks tugas dan ekspektasi kinerja Konselor/Guru BK yang berbeda dari
konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru tersebut, ternyata belum diatur secara tegas
dalam undang-undang tersebut, maupun dalam peraturan pemerintah dan peraturan-
peraturan lain yang diterbitkan berikutnya. Hal ini menjadi pendorong Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) untuk mengambil inisiatif menegaskan
konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor/guru BK yang tidak menggunakan materi
pembelajaran sebagai konteks pelayanan. Situasi seperti ini menuntut penataan secara
menyeluruh kerangka pikir pelayanan ahli bimbingan dan konseling dalam jalur
pendidikan formal di Indonesia. Untuk melakukan penataan kerangka pikir yang
dimaksud, ABKIN melakukan kajian akademik yang menyeluruh termasuk terhadap
ketentuan perundang-undangan di tanah air yang hasilnya dituangkan dalam bentuk
Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesional Konselor, yang pengembangannya
didukung oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dan Direktorat Jenderal Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan Nasional.
Berdasarkan naskah akademik tersebut di atas , dikembangkan sejumlah rambu-
rambu terkait dengan penyelenggaraan Pendidikan Profesional Konselor/Guru BK,
Pendidikan Profesional Pendidik Konselor/Guru BK, serta penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal. Terkait dengan pendidikan
profesional Konselor/Guru BK, penataan dilakukan sesuai dengan amanat UU RI Nomor
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Itulah sebabnya, sebagai pendidik, Konselor/Guru BK
dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimum S-1 di bidang Bimbingan dan
Konseling. Untuk kepentingan ini diselenggarakan program S-1 Bimbingan dan
Konseling dengan tujuan memfasilitasi pemebentukan kompetensi akademik calon
Konselor/Guru BK, yang direpresentasikan dengan ijazah sarjana pendidikan dengan
kekhususan dalam bidang bimbingan dan konseling. Selanjutnya, sesuai dengan
ketentuan undang-undang, pembentukan penguasaan kemampuan profesional yang utuh

51
sebagai penyelenggaraan pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan
dalam jalur pendidikan formal, juga diselenggarakan pendidikan profesi berupa latihan
menerapkan kompetensi akademik dalam bimbingan dan konseling, dalam konteks
otentik khususnya dalam jalur pendidikan formal (Depdiknas, 2007).

6.2 Tujuan Pendidikan Profesional Konselor/Guru BK


Pendidikan profesonal Konselor/Guru BK dilaksanakan untuk tujuan
menghasilkan Konselor/Guru BK profesional yang diselenggarakan dalam dua tahap.
Tahap pertama, pembentukan penguasaan kompetensi akademik yang bermuara pada
penganugerahan ijazah Sarjana Pendidikan dalam bidang bimbingan dan konseling.
Tahap kedua, pemantapan melalui Pendidikan Profesi Konselor (PPK) atau Pendidikan
Profesi Guru Bimbingan dan Konseling (PPGBK). Secara keseluruhan kedua tahap ini
menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sebagai Konselor/Guru BK yang
mampu menyelenggarakan pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan
pada jalur pendidikan formal maupun non formal. Dengan demikian Konselor/Guru BK
adalah tenaga pendidik yang berkualifikasi strata satu program studi bimbingan dan
konseling dan telah menyelesaikan Pendidikan Profesi Konselor (PPK) atau Pendidikan
Profesi Guru BK (PPGBK) sedangkan penerima layanan ahli bimbingan dan konseling
disebut Konseli.

6.3 Standar Kompetensi Lulusan


Keberadaan Konselor/Guru BK dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan
sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong
belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 1
Ayat 6). Namun sebagaimana telah diisyaratkan, dalam kesejajaran posisi tersebut
teramati dua jenis konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang berbeda secara mendasar
sehingga masing-masing merupakan layanan ahli yang unik yaitu konteks tugas dan
ekspektasi kinerja pendidik yang menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks
pelayanan, dan pendidik yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks
pelayanan (Depdiknas, 2007). Dalam kaitan ini, Konselor/Guru BK tidak menggunakan
materi pembelajaran sebagai konteks pelayanan, tetapi yang menggunakan proses
pengenalan diri oleh konseli sebagai konteks pelayanan, sehingga merupakan layanan ahli
yang unik, meskipun sama-sama diampu oleh pendidik yang bertugas dalam jalur
pendidikan formal. Oleh karena itu, yang harus diingat adalah bahwa pendidik yang tidak
menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks pelayanan itu, harus berkolaborasi
atau bekerja bahu-membahu dengan pendidik lain yang menggunakan materi
pembelajaran sebagai konteks pelayanan, dalam rangka menghasilkan lulusan yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang terwujud sebagai karakter
yang kuat, kemampuan dan kebiasaan menghormati keragaman sebagai ciri khas jati diri
individu warga masyarakat yang memperkokoh integrasi bangsa, serta menguasai hard
52
skills dan soft sklls sehingga mampu hidup produktif dan sejahtera serta peduli kepada
kemaslahatan umum. Hal ini juga berarti bahwa konteks kerja dan ekspekteasi kinerja
Konselor/Guru BK tidak dapat digunakan sebagai konteks tugas dan ekspekteasi kinerja
guru. Sebagaimana halnya juga sebaliknya. Oleh karena itu, perlu disusun standar
kualifikasi akademik dan kompetensi berdasarkan konteks tugas dan ekspektasi kinerja
Konselor/Guru BK, yang berbeda dari konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru.
Dengan mempertimbangkan berbagai kenyataan serta pemikiran yang telah dikaji,
dapat ditegaskan bahwa pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang diampu oleh
Konselor/Guru BK berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan memandirikan
individu yang normal dan sehat dalam melayari perjalanan hidupnya melalui pengambilan
berbagai keputusan penting termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih,
meraih serta mempertahankan karier untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan
sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum
melalui pendidikan.
Berdasarkan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor/guru BK seperti yang
dijelaskan sebelumnya, sosok utuh kompetensi konselor/guru BK mencakup kompetensi
akademik dan kompetensi profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik
merupakan landasan ilmiah pelaksanaan layanan profesional bimbingan dan konseling.
Landasan ilmiah inilah yang merupakan khasanah pengetahuan dan keterampilan yang
digunakan oleh konselor/guru BK untuk mengenal secara mendalam konseli yang
dilayani, seperti dari sudut pandang filosofis, pedagogis, psikologis, antropologis, dan
sosiologis. Landasan-landasan tersebut dipergunakan untuk mengembangkan berbagai
program, sarana dan prosedur yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan
bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik calon konselor/guru BK meliputi
kemampuan: (a) memahami konseli yang hendak dilayani, (b) menguasai khasanah
teoritik, konteks, asas, dan prosedur serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan
pelayanan bimbingan dan konseling, (c) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
konseling yang memandirikan, dan (d) mengembangkan profesionalitas sebagai
konselor/guru BK secara berkelanjutan yang dilandasi sikap, nilai dan kecenderungan
pribadi yang mendukung.
Kompetensi profesional yang utuh merupakan penguasaan kiat-kiat
penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang diasah melalui
latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah dikuasai. Latihan tersebut dilakukan
dalam waktu yang relatif lama serta dalam situasi yang beragam dalam konteks otentik di
lapangan yang dikemas sebagai Pendidikan Profesional Konselor/Pendidikan Profesional
Guru Bimbingan dan Konseling di bawah penyeliaan konselor senior yang bertindak
sebagai pembimbing. Keberhasilan menempuh program Pendidikan Profesi Konselor
(PPK) dan Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling (PPGBK) bermuara pada
penganugerahan sertifikat profesi bimbingan dan konseling yang dinamakan Sertifikat

53
Konselor dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons., atau Sertifikat Guru BK dengan
gelar profesi Guru BK profesional, disingkat Gr. Kedua kemampuan ini, yaitu
kemampuan akademik dan kemampuan profesional ibarat dua sisi yang dapat dibedakan
namun tidak dapat dipisahkan. Secara grafis, sosok utuh kompetensi konselor/guru BK
dapat ditampilkan dalam gambar sebagai berikut (Depdiknas, 2007).

Unjuk Kerja
Bimbingan dan Konseling
Yang Memandirikan

Memahami secara Mendalam Menyelenggarakan bimbingan Menguasai Landasan Teoretik


Konseli yang hendak dilayani: dan nkonseling yang Bimbingan dan Konseling:
a. Menghargai dan menjunjung memandirikan: a. Menguasai teori dan praksis
tinggi nilai-nilai a. Menguasai konsep dan pendidikan.
kemanusiaan, individualitas, praksis asesmen untuk b. Menguasai kerangka
kebebasan memilih dan memahami kondisi, teoretik dan praksis
mengedepankan kebutuhan dan masalah bimbingan dan konseling.
kemaslahatan konseli dalam konseli. c. Menguasai esensi pelayanan
konteks kemasalahatan b. Merancang program bimbingan dan konseling
umum. bimbingan dan konseling. dalam jalur, jenis dan
b. Mengaplikasikan c. Mengimplementasikan jenjang satuan pendidikan.
perkembangan fisiologis dan program bimbingan dan d. Menguasai konsep dan
psiologis serta perilaku konseling yang komprehensif. praksis penelitian dalam
konseli dalam bingkai d. Menilai proses dan hasil bimbingan dan konseling.
budaya Indonesia, dalam kegiatan bimbingan dan
konteks kehidupan global konseling.
yang beradab. e. Memanfaatkan hasil penilaian
terhadap proses dan hasil
kegiatan bimbingan dan
konseling.
Mengembangkan Pribadi dan Profesionalitas secara Berkelanjutan
a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Menunjukkan integritas dan stabilitas keperibadian yang kuat
c. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadapetika profesional
d. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat kerja
e. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling
f. Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi
Gambar 7.1 Sosok Utuh Kompetensi Profesional Konselor/Guru BK

6.4 Lama dan Beban Studi Pendidikan Profesional Konselor/Guru BK

Pendidikan profesional konselor/guru BK meliputi dua tahap yaitu pendidikan


akademik dan pendidikan profesional. Pendidikan akademik mempersyaratkan beban
studi antara 144-160 SKS, dengan lama studi 8-14 semester. Setelah menyelesaikan tahap
pendidikan akademik ini lulusan mendapat gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam bidang
Bimbingan dan Konseling. Sedangkan pendidikan profesi ditempuh oleh mahasiswa yang
telah lulus dari program S-1 Bimbingan dan konseling. Program pendidikan profesi ini
54
ditempuh selama 2 semester dengan beban studi antara 36-40 SKS. Program pendidikan
profesi yang diselenggarakan oleh pemerintah sekarang ini terdiri atas dua versi, yaitu
Pendidikan Profesi Konselor yang disingkat PPK dan Pendidikan Profesi Guru
Bimbingan dan Konseling yang disingkat PPGBK.

6.5 Alur Pikir Pengembangan Kurikulum Pendidikan Profesional Konselor/Guru


BK

Kurikulum Pendidikan Profesional Konselor/Guru BK dikembangkan berdasarkan


alur pikir sebagai berikut:

a. Setiap sub-kompetensi dijabarkan menjadi pengalaman belajar yang


memungkinkan tercapainya sub-kompetensi tersebut.
b. Pengalaman belajar harus memfasilitasi:
1) Perolehan pengetahuan dan pemahaman (acquiring and integrating
knowledge), perluasan dan penajaman pemahaman (expanding and refining
knowledge) dan penerapan pengetahuan secara bermakna (applying
knowledge meaningfully), melalui pengkajian dengan berbagai modus dalam
berbagai konteks,
2) Penguasaan keterampilan, baik keterampilan kognitif dan personal-sosial
maupun keterampilan psikomotorik, yang diperoleh melalui berbagai bentuk
latihan yang disertai balikan (feed back), dan,
3) Penumbuhan sikap dan nilai yang berujung pada pembentukan karakter,
dibentuk melalui penghayatan secara pasif (vicarious learning) dalam
berbagai peristiwa sarat-nilai, dan keterlibatan secara aktif (good learning)
dalam berbagai kegiatan sarat-nilai.
c. Pengembangan materi kurikuler dari setiap pengalaman belajar mencakup rincian
kompetensi/sub-kompetensi, bentuk kegiatan belajar, materi, dan asesmen tagihan
penguasaannya.
d. Berdasarkan subtansi, bentuk dan keterawasannya, kegiatan belajar untuk
penguasan kompetensi/sub-kompetensi yang ditetapkan sebagai sarana
pembentukan, dapat diperkirakan besaran waktu yang diperlukan untuk
penguasaan setiap sub-kompetensi, yaitu menggunakan kerangka pikir dua
dimensi dalam Sistem Kredit Semester yaitu:
1) Berdasarkan isinya dilakukan pemilihan menjadi pengalaman belajar yang
bermuatan (1) teoretik, (2) praktek, dan (3) pengalaman lapangan;
2) Berdasarkan keterawasannya dilakukan pemilahan menjadi kegiatan (1)
terjadwal, (2) terstruktur, dan (3) mandiri.
e. Berdasarkan substansinya, selanjutnya dilakukan pemilahan yang menghasilkan
cikal-bakal mata kuliah, masing-masing disertai dengan besaran waktu yang

55
ditetapkan, sehingga merupakan langkah awal penetapan mata kuliah, yang secara
keseluruhannya membangun kurikulum utuh Program Studi S-1 Bimbingan dan
Konseling di perguruan tinggi yang bersangkutan.
f. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pemenuhan persyaratan akademik program
S-1 pendidikan profesional konselor, yang digunakan sebagai dasar untuk
penganugerahan ijazah Sarjana Pendidikan dalam bidang Bimbingan dan
Konseling, ditetapkan beban studi yang terentang antara 144-160 SKS, dan untuk
program Pendidikan Profesi Konselor/Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan
Konseling ditempuh selama 2 semester dengan beban studi antara 36-40 SKS.

6.6 Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran yang diterapkan pada program S-1 Pendidikan


Konselor/Guru BK, diselenggarakan dengan mengupayakan hal-hal sebagai berikut:
a. Proses pembelajaran yang dimaksudkan untuk memfasilitasi pembentukan
perangkat kompetensi lulusan yang telah ditetapkan, dispesifikasikan dalam 2
dimensi yang berbeda namun terjalin, yaitu (1) penetapan bentuk kegiatan belajar
seperti mengkaji, berlatih, dan menghayati, dan (2) senantiasa mengacu kepada
penguasaan kompetensi/sub-kompetensi yang ditetapkan.
b. Pembentukan penguasaan kompetensi profesional konselor/guru BK
diselenggarakan melalui program pendidikan profesional konselor/guru BK
berupa Program Pengalaman Lapangan yang memberi kesempatan kepada lulusan
Program S-1 Bimbingan dan Konseling untuk menerapkan segala pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai yang diperoleh dari semua mata kuliah ke dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan.
Program Pengalaman Lapangan tersebut dilakukan secara bertahap dan sistematis
di bawah bimbingan para dosen pembimbing dan konselor/guru BK pamong.
Pada dasarnya, pembentukan penguasaan kompetensi Profesional Konselor
tersebut mengandung elemen-elemen sebagai berikut:
1) Latihan berbagai keterampilan teknis (basic skills) dalam bimbingan dan
konseling.
2) Perencanaan terapan konteksual berbagai pengetahuan dan keterampilan teknis
dalam latar otentik.
3) Terapan kontekstual berbagai pengetahuan dan keterampilan teknis bimbingan
dan konseling dalam latar otentik.

6.7 Evaluasi

Penguasaan Kompetensi Akadmik dalam Bimbingan dan Konseling sebagaimana


digambarkan di atas dapat ditagih melalui ujian tertulis baik berupa tes pilihan (multiple
56
choice) yang sangat efektif untuk melakukan survei kemampuan akademik yang dimiliki
serta permasalahan yang dihadapi oleh kelompok calon konselor/guru BK yang berjumlah
besar, maupun melalui berbagai asesmen individual untuk menilai kemampuan dan minat
serta permasalahan yang dihadapi oleh calon konselor secara perorangan. Demi
transparasnsi, sarana uji kompetensi akademik ini dapat di kembangkan secara terpusat
dan dimutakhirkan serta divalidasi secara berkala dengan memanfaatkan teknologi yang
relevan di bidang asesmen. Mahasiswa yang berhasil dengan baik menguasai kompetensi
akademik yang dipersyaratkan bagi calon konselor, dianugerahi ijazah Sarjana
Pendidikan dalam bidang Bimbingan dan Konseling, singkatan gelar akademik S.Pd
ijazah S-1 dalam bidang Bimbingan dan Konseling ini merupakan pra-syarat mengikuti
Pendidikan Profesi Konselor/Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling berupa
Program Pengalaman Lapangan selama 2 (dua) semester.
Berbeda dari tagihan penguasaan akademik, pengusaan kemampuan profesional
calon konselor hanya dapat diverifikasi melalui pengamatan ahli yang dalam
pelaksanaannya, juga sering mempersyaratkan penggunaan sarana asesmen yang longgar
untuk memberikan ruang gerak bagi diambilnya pertimbangan ahli secara langsung (on-
the-spot expert judgement) misalnya sarana asesmen yang menyerupai Alat Penilaian
Kemampuan Guru (APKG), yang merupakan high-inference assessment instrument.
Sebagaimana diketehui, adaptasi APKG ini telah beredar dalam konteks Pendidikan
Profesional Guru di lingkungan LPTK sejak awal dekade 1980-an. Ini berarti bahwa perlu
dikembangkan sarana asesmen yang serupa di bidang Bimbingan dan Konseling.
Asesmen kemampuan profesional konselor/guru BK itu tidak cukup jika hanya
dilaksanakan melalaui pemotretan sesaat (snapshot atau moment opname), melainkan
harus melalui pengamatan berulang, karena sarana asesmen penguasaan kompetensi
profesional itu bukan hanya difokuskan kepada sisi tingkatan kemampuan (maximum
behavior) melainkan pada kualitas keseharian (typical behavior) kinerja konselor/guru
BK. Ini berarti bahwa, asesmen penguasaan kemampuan profesional itu perlu lebih
mengedepankan rekam jejak (track record) dalam penyelenggaraan pengelolaan
pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan dalam rentang waktu tertentu.
Mahasiswa yang berhasil dengan baik menguasai kompetensi profesional konselor
melalui Program Pendidikan Profesi Konselor/Program Pendidikan Profesi Guru BK
yang berupa Program Pengalaman Lapangan sebagaimana dipaparkan dalam bagian ini,
dianugerahi sertifikat konselor/guru BK dan berhak mencantumkan singkatan gelar
profesi Kons/Gr di belakang namanya.

6.8 Mahasiswa

Untuk tahapan pendidikan akadmik yang bermuara pada penganugerahan ijazah


sarjana pendidikan dalam bidang Bimbingan dan Konseling, yang menjadi mahasiswa
adalah lulusan dari sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), atau lulusan program Diploma,
57
Sarjana Muda, atau crash-program. Sedangkan yang menjadi mahasiswa Pendidikan
Profesi Konselor/Pendidikan Profesi Guru BK adalah lulusan sarjana pendidikan dalam
bidang bimbingan dan konseling.

6.9 Ketenagaan
a. Dosen
1) Untuk menyelenggarakan program pendidikan profesional konselor,
lembaga penyelenggara dipersyaratkan memiliki tenaga dosen yang merujuk
kepada jumlah dan kualifiasi sebagaimana tercantum dalam keputusan
Dirijen Dikti No. 108/Dikti/Kep/2001 tanggal 30 april 2001, yang sudah
disesuaikan dengan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, dan sekurang-kurangnya 6 (enam) orang dosen tetap lulusan S-
2 (Magister Pendidikan) dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
2) Setiap dosen program S-1 Bimibingan dan Konseling wajib memiliki
wawasan Bimibingan dan Konseling, baik yang diperoleh melalui
pendidikan formal di perguruan tinggi atau pelatihan-pelatihan, maupun
dengan cara lain seperti penugasan khusus yang insentif terutama terkait
dengan pengembangan profesionalitas sebagai pemangku jabatan yang
mampu melaksanakan tugas sebagai penyelia program Pendidikan
Profesional Konselor/Guru BK. Kualifikasi dosen sebagai penyelia dalam
penyelenggaraan Pendidikan Profesional Konselor/Guru BK adalah lulusan
minimal Program S-2 Bimbingan dan Konseling yang disusun sesuai dengan
arahan dalam Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesional Konselor.

b. Tenaga Kependidikan dan Tenaga Pendukung


Lembaga mempunai tenaga kependidikan untuk melayani
laboratorium/workshop, perpustakaan, komputer dan sebagiannya. Lembaga
juga mempunyai tenaga administrasi yang mengurus keuangan, akademik,
kemahasiswaan, perlengkapan, kebersihan, dan sebagainya.

6.10 Sarana dan Prasarana

Selain sejumlah ruang kelas yang menandai, penyelenggaraan Program S-1


Pendidikan Profesional Konselor/Guru BK mempersyaratkan tersedianya sarana dan
prasarana yang secara khusus mutlak diperlukan bagi pengembangan kemampuan
profeaional konselor. Selain ruang kuliah yang memadai dalam jumlah, kapasitas, dan
kelengkapan untuk perkuliahan, sarana dan prasarana program penyelenggaraan Program
S-1 Pendidikan Profesional Konselor/Guru BK meliputi antara lain (1) model ruang
bimbingan dan konseling yang standar, (2) ruang demostrasi-observasi latihan
keterampilan bibmbingan dan konseling, (3) ruang multimedia, (4) perangkat sarana
58
untuk pengenalan pribadi konseli, (5) perangkat pelayanan informasi, dan (6)
perpustakaan dengan koleksi bahan rujukan dalam bidang bimbingan dan konseling.

6.11 Kerjasama dengan Pemangku Kepentingan

Untuk meningkatkan jaminan bagi keberhasilan penyelenggaraan Program S-1


Pendidikan Profesional Konselor/Guru BK yang direncanakan, perlu dipersiapkan
rangkaian kerjasama dengan berbagai pihak yang merupakan stakeholders bagi lulusan
yang akan dihasilkan terutama menyangkut:

a. Rekrutmen mahasiswa baru, untuk memperoleh calon mahasiswa dengan


jumlah, persebaran dan kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna
lulusan;
b. Penyelenggaraan pembelajaran, dalam hal penyediaan sekolah latihan dan guru
pamong, termasuk penyediaan Konselor Pamong/Guru BK Pamong dengan
pengaturan yang mejanjikan kemanfaatan timbal-balik. Kerjasama yang baik
akan membuat engguna lulusan merasa ikut bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan program ini:
c. Lulusan S-1 Pendidikan Profesional Konselor/Guru BK agar dapat bekerja
sesuai dengan keahliannya, sehingga pelayanan bimbingan dan konseling
dilakukan oleh tenaga profesional.

6.12 Lembaga Penyelenggara

Persyaratan dan prosedur yang perlu dipenuhi oleh lembaga yang bermaksud untuk
menyelenggarakan Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor/Guru BK terdiri atas
(1) Persyaratan Lembaga Penyelenggara, dan (2) Mekanisme Perizinan.

a. Persyaratan Lembaga Penyelenggara


Program Pendidikan Profesional Konselor dapat diselenggarakan dengan
memenuhi syarat-syarat kelembagaan sebagai berikut (Depdiknas, 2007).
1) Penyelenggaraan adalah perguruan tinggi yang mengemban mandat
kependidikan dengan perwadahan kelembagaan yang tepat, serta dengan visi
dan misi yang mengayomi Pendidikan Profesional Konselor mulai dari tingkat
universitas sampai ke tingkat fakultas dan jurusan/program studi.
2) Program Pendidikan Profesional Konselor diselenggarakan oleh Jurusan atau
Program Studi Bimbingan dan Konseling.
3) Penyelenggaraan Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor merupakan
bagian integral dalam kegiatan fakultas dan universitas, sehigga program ini

59
mempunyai status yang sama dan mendapatkan kepedulian pimpinan yang
sama dengan program S-1 lainnya, termasuk dari segi pembinaan sumber daya
di samping biaya operasional.
4) Sesuai dengan butir c), sumber-sumber pendanaan S-1 Pendidikan Profesional
Konselor pada jenjang fakultas dan universitas harus jelas dan berimbang
dengan program S-1 lainnya, di samping sumber-sumber dana yang
diupayakan sendiri oleh jurusan/program studi.
5) Bagi lembaga yang pernah menyelenggarakan program Pendidikan
Profesional Konselor (program studi Bimbingan dan Konseling) yang di-
phasing out, dengan memperhatikan kebutuhan akan lulusan, diizinkan
menyelenggarakan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor kembali,
jika berdasarkan laporan studi kelayakan dinilai memiliki kapasitas, terutama
Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menyelenggrakan program S-1
Pendidikan Profesioanal Konselor.

b. Mekanisme Perizinan
Izin bagi penelenggaraan Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor diberikan
atas dilaksanakannya mekanisme sebagai berikut (Depdiknas, 2007):
1) Rekrutmen calon mahasiswa program S-1 Pendidikan Profesional Konselor
wajib mengindahkan ketentuan-ketentuan mengenai kerjasama dengan
pengguna lulusan.
2) Lembaga penyelenggaraan yang sekarang tengah aktif menyelenggarakan
program S-1 Pendidikan Profesional Konselor wajib memperbaharui izin
penyelenggaraan secara periodik setiap 5 (lima) tahun dan apabila tidak
memperbaharui ijin maka dinyatakan ditutup.
3) Lembaga yang mengajukan permohonan pembukaan kembali, atau yang baru
untuk pertama kalinya mengajukan permohonan izin penyelenggaraan
program S-1 Pendidikan Profesional Konselor wajib untuk melengkapi
usulnya dengan studi kelayakan untuk meyelenggarakan program S-1
Pendidikan Profesional Konselor.
4) Data pendukung bagi usulan terdiri dari (1) hasil studi kelayakan, (2) adanya
wadah kelembagaan bagi pemeliharaan dan pengelolaan sumber daya
termasuk SDM bidang Bimbingan dan Konseling, (3) sarana-prasarana dan
SDM dengan keahlian pendukung sesuai dengan jelas dan jumlah yang
dibutuhkan untuk penyelenggaraan program, (4) kesepahaman formal dengan
pengguna lulusan termasuk proyeksi kebutuhan ketenangaan kabupaten/kota
setempat minimal untuk kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan, dan (5)
mendapatkan rekomendasi dari Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN).

60
5) Demi peningkatan akses terhadap pelayanan pendidikan yang bermutu, izin
penyelenggaraan program S-1 Pendidikan Profeional Konselor diberikan
dengan memperhatikan butir (a) s.d. (d) dan mempertimbangkan sebaran
lokasi geografis serta kebutuhan lulusan dan pertumbuhan regional tanpa
mengabaikan persyaratan kelayakan akademik termasuk kesediaan membina
kapasitas secara melembaga jika diberi izin penyelenggaraan.
(Dirangkum dari Depdiknas, 2007)

BAB VII
LAPANGAN PRAKTIK PELAYANAN PROFESIONAL KONSELOR/
GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

1.1 Pengantar
Konselor/Guru BK yang sudah bergelar profesi Konselor (Kons), atau bergelar
Guru Profesional di bidang bimbingan dan konseling (Gr) memiliki kewenangan untuk
berpraktek menyelenggarakan proses pembelajaran dengan menggunakan modus
pelayanan konseling terhadap sasaran layanan, baik pada setting persekolahan maupun di
luar persekolahan (Prayitno, 2008). Dengan demikian dapat dipahami bahwa seorang
pemegang gelar profesi di bidang bimbingan dan konseling memiliki “perluasan
kewenangan” tidak hanya untuk bekerja pada setting pendidikan formal saja, melainkan
juga pada seting lainnya di luar persekolahan. Kewenangan yang lebih luas ini membuat

61
profesi konseling memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam menampilkan dan
menjaga kemartabatannya.

1.2 Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah


Pelayanan bimbingan dan konseling dari awal diselenggarakannya di sekolah di
tanah air selalu mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan perubahan dan
perkembangan zaman. Dimulai dari pemberlakukan kurikulum 1975 sampai dengan
terakhir pemberlakukan kurikulum 2013 pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah
tidak pernah sepi dari penyempurnaan-penyempurnaan, baik dari segi pengelolaannya
maupun dari substansi pelayanannya. Dalam tulisan ini penulis tidak lagi membahas
bagaimana pelayanan bimbingan dan konseling berdasarkan versi kurikulum 1975,
kurikulum 1984 dan seterusnya sampai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP), namun menguraikan bagaimana penyelenggaraan layanan bimbingan dan
konseling berdasarkan kurikulum terakhir yaitu kurikulum 2013.

a. Pelayanan bimbingan dan konseling dalam Kurikulum tahun 2013 (K-13)


Pelayanan bimbingan dan konseling berdasarkan K-13 mengacu kepada
Permen Dikbud RI Nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Dalam permen tersebut dinyatakan
bahwa bimbingan dan konseling sebagai layanan profesional pada satuan
pendidikan dilakukan oleh tenaga pendidik profesional yaitu Konselor atau Guru
Bimbingan dan Konseling. Konselor adalah seseorang yang berkualifikasi akademik
Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus
Pendidikan Profesi Konselor (PPK), sedangkan guru BK profesional adalah seorang
yang berkualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan
konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling
(PPGBK). Guru Bimbingan dan Konseling yang bertugas pada satuan pendidikan
tetapi belum memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang ditentukan, secara
bertahap ditingkatkan kualifikasi akademik dan kompetensinya sehingga mencapai
standar yang ditentukan sebagaimana yang diatur dalam Permendiknas Nomor 27
Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
Program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) dan Pendidikan Profesi Guru
Bimbingan dan Konseling (PPGBK) menghasilkan tenaga pendidik profesional dalam
bidang bimbingan dan konseling. Kurikulum pendidikan profesi guru bimbingan dan
konseling sama dengan kurikulum pendidikan profesi konselor, dengan demikian
lulusan program PPGBK juga menghasilkan pendidik profesional dalam bidang
bimbingan dan konseling yang disebut guru bimbingan dan konseling pfofesional
yang dianugerahi gelar Gr.Kons.

62
Dalam Permen tersebut juga dinyatakan bahwa bimbingan dan konseling
sebagai bagian integral dari pendidikan adalah upaya memfasilitasi dan memandirikan
peserta didik dalam rangka tercapainya perkembangan yang utuh dan optimal.
Layanan bimbingan dan konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan
berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru BK untuk
memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian,
dalam wujud kemampuan memahami, menerima, mengarahkan, mengambil
keputusan, dan merealisasikan diri secara bertanggung jawab sehingga mencapai
kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupannya.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling menurut K-13 adalah
dilaksanakan secara langsung (tatap muka) antara konselor atau guru bimbingan dan
konseling dengan konseli dan tidak langsung (menggunakan media tertentu). Layanan
ini dilaksanakan secara individual, kelompok, klasikal. dan kelas besar (terdiri atas
beberapa kelas). Adapun tugas konselor atau guru BK di satuan pendidikan adalah
merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melakukan tindak lanjut layanan
bimbingan dan konseling.
Layanan bimbingan dan konseling di sekolah menengah memiliki fungsi: (1)
pemahaman, (2) fasilitasi, (3) penyesuaian, (4) penyaluran. (5) adaptasi, (6)
pencegahan, (7) perbaikan dan Penyembuhan, (8) pemeliharaan, (9) pengembangan,
dan (10) fungsi advokasi. Sedangkan tujuan layanan bimbingan dan konseling
berdasarkan K-13 secara umum adalah membantu peserta didik/konseli agar dapat
mencapai kematangan dan kemandirian dalam kehidupannya serta menjalankan tugas-
tugas perkembangannya yang mencakup aspek pribadi, sosial, belajar, karir secara
utuh dan optimal. Tujuan khusus layanan bimbingan dan konseling adalah membantu
konseli agar mampu: (1) memahami dan menerima diri dan lingkungannya; (2)
merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir dan kehidupannya di
masa yang akan datang; (3) mengembangkan potensinya seoptimal mungkin; (4)
menyesuaikan diri dengan lingkungannya; (5) mengatasi hambatan atau kesulitan
yang dihadapi dalam kehidupannya dan (6) mengaktualiasikan dirinya secara
bertanggung jawab.
Layanan bimbingan dan konseling sebagai layanan profesional yang
diselenggarakan pada satuan pendidikan mencakup komponen program, bidang
layanan, struktur dan program layanan, kegiatan dan alokasi waktu layanan.
Komponen program meliputi layanan dasar, layanan peminatan dan perencanaan
individual, layanan responsif, dan dukungan sistem, sedangkan bidang layanan terdiri
atas bidang layanan pribadi, sosial, belajar, dan karir. komponen program dan bidang
layanan dituangkan ke dalam program tahunan dan semesteran dengan
mempertimbangkan komposisi, proporsi dan alokasi waktu layanan, baik di dalam
maupun di luar kelas.

63
Program kerja layanan bimbingan dan konseling disusun berdasarkan hasil
analisis kebutuhan peserta didik/konseli dan struktur program dengan menggunakan
sistematika minimal meliputi: rasional, visi dan misi, deskripsi kebutuhan, komponen
program, bidang layanan, rencana operasional, pengembangan tema/topik,
pengembangan RPLBK, evaluasi-pelaporan-tindak lanjut, dan anggaran biaya.
Layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan secara keseluruhan
dikemas dalam empat komponen layanan, yaitu komponen: (a) layanan dasar, (b)
layanan peminatan dan perencanaan individual, (c) layanan responsif, dan (d)
dukungan sistem. (secara lengkap penjelasan komponen-komponen ini dapat dilihat
pada lampiran Permen Dikbud nomor 111 terlampir).
Layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan diselenggarakan di
dalam kelas (bimbingan klasikal) dan di luar kelas. Kegiatan bimbingan dan konseling
di dalam kelas dan di luar kelas merupakan satu kesatuan dalam layanan profesional
bidang bimbingan dan konseling. Layanan dirancang dan dilaksanakan dengan
memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan program antarkelas dan
antarjenjang kelas, serta mensinkronkan dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran
dan kegiatan ekstra kurikuler.
Layanan bimbingan dan konseling diselenggarakan secara terencana dan
terprogram berdasarkan asesmen kebutuhan (need assessment) yang dianggap penting
(skala prioritas) dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan (scaffolding). Semua
peserta didik harus mendapatkan layanan bimbingan dan konseling secara terencana,
teratur dan sistematis serta sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu, konselor atau guru
BK dialokasikan jam masuk kelas selama 2 (dua) jam pembelajaran per minggu setiap
kelas secara rutin terjadwal. Layanan bimbingan dan konseling di dalam kelas bukan
merupakan mata pelajaran bidang studi, namun terjadwal secara rutin di kelas
dimaksudkan untuk melakukan asesmen kebutuhan layanan bagi peserta didik/konseli
dan memberikan layanan yang bersifat pencegahan, perbaikan dan penyembuhan,
pemeliharaan, dan atau pengembangan. Pelayanan bimbingan dan konseling
berdasarkan kurikulum 2013 dapat dilaksanakan di dalam dan di luar kelas.

Layanan bimbingan dan konseling di dalam kelas


Layanan bimbingan dan konseling di dalam kelas (bimbingan klasikal)
merupakan layanan yang dilaksanakan dalam seting kelas, diberikan kepada semua
peserta didik, dalam bentuk tatap muka terjadwal dan rutin setiap kelas/perminggu.
Volume kegiatan tatap muka secara klasikal (bimbingan klasikal) adalah 2 (dua) jam
per kelas (rombongan belajar) perminggu dan dilaksanakan secara terjadwal di kelas.
Adapun materi layanan bimbingan klasikal meliputi empat bidang layanan bimbingan
dan konseling diberikan secara proporsioal sesuai kebutuhan peserta didik/konseli
yang meliputi aspek perkembangan pribadi, sosial, belajar dan karir dalam kerangka

64
pencapaian perkembangan optimal peserta didik dan tujuan pendidikan nasional.
Materi layanan bimbingan klasikal disusun dalam bentuk rencana pelaksanaan
layanan bimbingan klasikal (RPLBK).
Layanan bimbingan dan konseling di luar kelas.
Kegiatan layanan bimbingan dan konseling di luar kelas, meliputi konseling
individual, konseling kelompok, bimbingan kelompok, bimbingan kelas besar atau
lintas kelas, konsultasi, konferensi kasus, kunjungan rumah (home visit), advokasi,
alih tangan kasus, pengelolaan media informasi yang meliputi website dan/atau leaflet
dan/atau papan bimbingan dan konseling, pengelolaan kotak masalah, dan kegiatan
lain yang mendukung kualitas layanan bimbingan dan konseling. Kegiatan pendukung
lainnya tersebut meliputi manajemen program berbasis kompetensi, penelitian dan
pengembangan, pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB), serta kegiatan
tambahan yang relevan dengan profesi bimbingan dan konseling atau tugas
kependidikan atau lainnya yang berkaitan dengan tugas profesi bimbingan dan
konseling yang didasarkan atas tugas dari pimpinan satuan pendidikan atau
pemerintah. Berikut ini penjelasan beberapa kegiatan profesi bimbingan dan
konseling yang di luar kelas.
Konseling individual merupakan kegiatan terapeutik yang dilakukan secara
perseorangan untuk membantu peserta didik/konseli yang sedang mengalami masalah
atau kepedulian tertentu yang bersifat pribadi. Dalam pelaksanaannya, peserta
didik/konseli dibantu oleh konselor atau guru BK untuk mengidentifikasi masalah,
penyebab masalah, menemukan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan
keputusan terbaik untuk mewujudkan keputusannya dengan penuh tanggung jawab
dalam kehidupannya. Konselor/guru BK dalam menghadapi konseli tentu tidak hanya
berbekal satu atau dua pendekatan tetapi kaya dengan teori dan teknik konseling yang
telah dipelajari sebelunya.
Konseling kelompok merupakan kegiatan terapeutik yang dilakukan dalam
situasi kelompok untuk membantu menyelesaikan masalah individu yang bersifat
rahasia. Dalam pelaksanaannya, peserta didik/konseli dibantu oleh konselor atau guru
BK dan anggota kelompok untuk mengidentifikasi masalah, penyebab masalah,
menemukan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan terbaik dan
mewujudkan keputusannya dengan penuh tanggung jawab.
Bimbingan kelompok merupakan pemberian bantuan kepada peserta
didik/konseli melalui kelompok-kelompok kecil terdiri atas dua sampai sepuluh orang
untuk maksud pencegahan masalah, pemeliharaan nilai-nilai atau pengembangan
keterampilan-keterampilan hidup yang dibutuhkan. Bimbingan kelompok harus
dirancang sebelumnya dan harus sesuai dengan kebutuhan nyata anggota kelompok.
Topik bahasan dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan angggota kelompok atau
dirumuskan sebelumnya oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling
65
berdasarkan pemahaman atas data tertentu. Topiknya bersifat umum (common
problem) dan tidak rahasia. seperti: cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat
menghadapi ujian, pergaulan sosial, persahabatan, penanganan konflik, mengelola
stress.
Bimbingan kelas besar atau lintas kelas merupakan kegiatan yang bersifat
pencegahan, pengembangan yang bertujuan memberikan pengalaman, wawasan, serta
pemahaman yang menjadi kebutuhan peserta didik, baik dalam bidang pribadi, sosial,
belajar, serta karir. Salah satu contoh kegiatan bimbingan lintas kelas adalah career
day.
Konsultasi merupakan kegiatan berbagi pemahaman dan kepedulian antara
konselor atau guru bimbingan dan konseling dengan guru mata pelajaran, orang tua,
pimpinan satuan pendidikan, atau pihak lain yang relevan dalam upaya membangun
kesamaan persepsi dan memperoleh dukungan yang diharapkan dalam memperlancar
pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling.
Konferensi kasus (case conference) merupakan kegiatan yang diselenggarakan
oleh konselor atau guru pembimbing dengan maksud membahas permasalahan peserta
didik/konseli. Dalam pelaksanaannya, melibatkan pihak-pihak yang dapat
memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi penyelesaian masalah
peserta didik/konseli.
Kunjungan rumah (home visit) merupakan kegiatan mengunjungi tempat
tinggal orangtua/wali peserta didik/konseli dalam rangka klarifikasi, pengumpulan
data, konsultasi dan kolaborasi untuk penyelesaian masalah peserta didik/konseli.
Alih tangan kasus (referral) adalah pelimpahan penanganan masalah peserta
didik/konseli yang membutuhkan keahlian di luar kewenangan konselor atau guru
bimbingan dan konseling. Alih tangan kasus dilakukan dengan menuliskan masalah
konseli dan intervensi yang telah dilakukan, serta dugaan masalah yang relevan
dengan keahlian profesional yang melakukan alih tangan kasus.
Advokasi adalah layanan bimbingan dan konseling yang dimaksudkan untuk
memberi pendampingan peserta didik/konseli yang mengalami perlakuan tidak
mendidik, diskriminatif, malpraktik, kekerasan, pelecehan, dan tindak kriminal.
Kolaborasi adalah kegiatan fundamental layanan BK dimana konselor atau
guru bimbingan dan konseling bekerja sama dengan berbagai pihak atas dasar prinsip
kesetaraan, saling pengertian, saling menghargai dan saling mendukung. Semua upaya
kolaborasi diarahkan pada suatu kepentingan bersama, yaitu bagaimana agar setiap
peserta didik/konseli mencapai perkembangan yang optimal dalam aspek
perkembangan pribadi, sosial, belajar dan karirnya. Kolaborasi dilakukan antara
konselor atau guru bimbingan dan konseling dengan guru mata pelajaran, wali kelas,
orang tua, atau pihak lain yang relevan untuk membangun pemahaman dan atau upaya

66
bersama dalam membantu memecahkan masalah dan mengembangkan potensi
peserta didik/konseli.
Pengelolaan Media informasi merupakan kegiatan penyampaian informasi
yang ditujukan untuk membuka dan memperluas wawasan peserta didik/konseli
tentang berbagai hal yang bermanfaat dalam pengembangan pribadi, sosial, belajar,
dan karir, yang diberikan secara tidak langsung melalui media cetak atau elektronik
(seperti web site, buku, brosur, leaflet, papan bimbingan).
Pengelolaan kotak masalah merupakan kegiatan penjaringan masalah dan
pemberian umpan balik terhadap peserta didik yang memasukkan surat masalah
kedalam sebuah kotak yang menampung masalah-masalah peserta didik.

b. Pengelolaan Pelayanan Konseling Berbasis Kinerja


Pengelolaan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling pada satuan kerja
(misalnya di sekolah/madrasah) diselenggarakan dengan pola pengelolaan
berbasis kinerja dengan pengawasan/pembinan yang efektif baik dari pihak
internal maupun eksternal sekolah/madrasah (Ikatan Konselor Indonesia, 2008).
1) Kinerja Konselor/Guru BK
Empat kegiatan yang menjadi fokus pengelolaan, yaitu (a) Perencanaan
(planning), (b) Pengorganisasian (organising), (c) Pelaksanaan (actuating),
dan (d) Pengontrolan (controlling).
Perencanaan (P) menyangkut bagaimana konselor/guru BK membuat
perencanaan layanan dan kegiatan pendukung, mulai membuat program
tahunan, semesteran, bulanan, mingguan sampai dengan harian (berupa
SATLAN dan SATKUNG) atau RPLBK.
Pengorganisasian (O) menyangkut bagaimana konselor/guru BK
mengorganisasikan berbagai unsur dan sarana yang akan dilibatkan di dalam
kegiatan layanan. Unsur-unsur ini meliputi unsur-unsur personal (seperti
peranan pimpinan sekolah, wali kelas, guru, orang tua), sarana fisik dan
lingkungan (seperti ruangan dan mobiler, alat bantu lainnya seperti komputer,
film, dan objek-objek yang dikunjungi), urusan administrasi, dana dan lain-
lain.
Pelaksanaan (A) menyangkut bagaimana konselor/guru BK mewujudkan
dalam praktik jenis-jenis layanan dan kegiatan pendukung melalui SOP
masing-masing kegiatan yang telah direncanakan dan diorganisasikan.
Pengontrolan (C) menyangkut bagaimana konselor/guru BK mengontrol
praktik pelayanannya dalam bentuk penilaian hasil dan mempertanggung-
jawabkannya kepada stakeholder. Kegiatan ini melibatkan peran pengawasan
dan pembinaan baik dari pihak internal maupun eksternal satuan pendidikan
serta organisasi profesi.

67
2) Kinerja Konselor dalam Pengelolaan Satuan Pendidikan
Dalam satuan pendidikan terdiri dari unsur-unsur pengelola yang dapat
digambarkan sebagai berikut.

Pimpinan Sekolah/
Madrasah

POAC

TU

POAC

68
Guru MP Wali Kelas Konselor/Guru BK

POAC POAC POAC

SISWA

Keterangan:
: Garis Koordinasi
: Garis Konsultasi
POAC : Planning, Organizing, Actuating, Conrolling

Mekanisme pengelolaan:
1) Semua unsur/pihak dalam organisasi tersebut (kecuali unsur siswa) menyusun
dan menyelenggarakan POAC-nya masing dengan sebaik-baiknya. POAC
konselor/guru BK sebagaimana dikemukakan di atas ditujukan kepada seluruh
siswa yang menjadi tanggung jawabnya (minimum 150 orang siswa) dengan
volume kerja pelayanan minimal 24 jam pelayanan perminggu.
2) Kondisi yang sangat menguntungkan terjadi apabila semua unsur yang ada
(terutama konselor/guru BK, guru MP, wali kelas, dan Tata Usaha (TU)
saling mengharmonisasikan POAC-POAC mereka dalam suasana kerja sama.
3) POAC pimpinan satuan pendidikan (Kepala Sekolah/Madrasah)
mengkoordinasikan POAC-POAC semua unsur bawahannya untuk
menciptakan ketepatgunaan dan keayagunaan yang optimal di seluruh satuan
pendidikan sesuai dengan fungsi dan tugas pokok setiap unsur
sekolah/madrasah secara keseluruhan (Ikatan Konselor Indonesia, 2008).

c. Pengawasan Kegiatan
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dipantau,
dievaluasi dan dibina melalui kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan
tersebut dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
1) Pemantauan/pengawasan/pembinaan kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling dilakukan secara:
(a) Internal, oleh pimpinan satuan pendidikan (lembaga kerja);
(b) Eksternal, oleh petugas yang ditunjuk atasan satuan pendidikan (lembaga
kerja);
(c) Ekstra kelembagaan (oleh pengawas, komite sekolah, dan organisasi
profesi).

69
2) Fokus pengawasan adalah kemampuan profesional konselor/guru BK dan
implementasi kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling, yang menjadi
kewajiban dan tugas konselor/guru BK di satuan-satuan pendidikan (lembaga
kerja).
3) Pengawasan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling dilakukan secara
berkala, dan ditindaklanjuti untuk peningkatan mutu perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling di satuan pendidikan
(lembaga kerja).

1.3 Pelayanan Konseling di Luar Sekolah/Madrasah


Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling di luar sekolah cukup bervariasi.
Semua setting tersebut merupakan lahan yang sangat prospektif bagi konselor/guru BK
untuk berkarya dan mendarmabaktikan pelayanan fungsionalnya kepada masyarakat luas.
Sebagaimana pola pelayanan pada setting persekolahan, pada berbagai setting yang lain
pun, semua modus pelayanan bimbingan dan konseling di atas, disertai kaidah-kaidah
keilmuan dan teknolginya dapat diterapkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan
sasaran layanan masing-masing. Di bawah ini dapat dijelaskan secara singkat pelayanan
bimbingan dan konseling dalam beberapa setting di luar persekolahan sebagai berikut.

a. Konseling dalam Keluarga


Konselor/guru BK dapat menyelenggarakan praktik pelayanan bimbingan dan
konseling terhadap anggota keluarga yang membutuhkannya, menurut bidang layanan
bimbingan dan konseling dan menggunakan aspek-aspek modus pelayanan bimbingan
dan konseling yang tepat. Dalam kondisi yang lebih jauh, peranan konselor/guru BK
dalam keluarga dapat mengambil posisi sebagai “Konselor Keluarga”.

b. Konseling dalam Instansi/Lembaga Kerja


Pelayanan bimbingan dan konseling dalam instansi pada umumnya
diselenggarakan terhadap individu yang sudah dewasa dalam hal ini karyawan
dengan permasalahan karir. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan anggota
keluarga dari para karyawan yang dimaksud juga memerlukann pelayanan bimbingan
dan konseling. Dalam hubungan ini, konselor yang berpraktik pada instansi/lembaga
dapai berposisi sebagai “Konselor Instansi/Lembaga”, bahkan bisa dengan status
sebagai pegawai negeri.

c. Konseling dalam Organisasi/Lembaga Kemasyarakatan


Pelayanan bimbingan dan konseling pada oganisasi kemasyarakatan biasanya
tidak permanen. Kegiatannanya sangat tergantung pada pimpinan organisasi tersebut.

70
Sedangkan dalam lembaga kemasyarakatan, seperti di panti-panti asuhan, rumah
jompo, sifatnya bisa relatif lebih permanen.

d. Konseling di Perguruan Tinggi


Secara terstruktur kelembagaan perguruan tinggi lebih banyak persamaannya
dengan sekolah/madrasah. Namun dari sisi sasaran layanan yang dihadapi di
perguruan tinggi adalah individu-individu yang sudah memasuki dewasa awal. Oleh
karenanya penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi
pada umumnya sejalan dengan apa yang dapat terselenggara di sekolah/madrasah,
sesuai dengan sasaran individu yang sudah memasuki masa dewasa.

e. Kegiatan Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Lingkungan Pendidikan


Nonformal
Pada kelompok-kelompok pendidikan nonformal seperti pada kursus-kursus
dan sejenisnya juga dapat diselenggarakan layanan bimbingan dan konseling. Pada
kelompok-kelompok pendidikan nonformal ini sasaran layanan tentu juga sangat
variatif. Ada kelompok pendidikan anak-anak putus sekolah (SD, SMP, SMA/K), ada
kelompok kursus keterampilan (di dalamnya juga bervariasi, ada lulusan SD, lulusan
SMP, lulusan SMA/K, bahkan ada yang sudah lulus perguruan tinggi). Ada juga
kelompok-kelompok pengajian ibu-ibu yang dikelola oleh Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), dan lain-lain.

f. Kegiatan Pelayanan Konseling Mandiri (Privat)


Kegiatan pelayanan konseling privat benar-benar merupakan kewenangan
khas bagi para lulusan program PPK dengan profesi Konselor (kons). Kedudukan dan
sifat kegiatan pelayanan privat profesi konseling itu kurang lebih sama dengan
praktik privat para dokter. Untuk ini Konselor memerlukan izin praktik yang
dikeluarkan oleh organisasi profesi.

71
BAB VIII
HUBUNGAN PROFESI BK DENGAN PROFESI LAIN

8.1 Pengantar
Konselor/guru BK di sekolah tidak dapat berfungsi sendiri untuk memenuhi
kebutuhan semua siswa. Keberhasilan siswa tergantung pada usaha kolaboratif dengan
pemangku kepentingan lainnya (Griffin & Farris, 2010: 253). Oleh karena itu
konselor/guru BK harus mampu menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang dianggap
dapat menyelesaikan permasalahan konseli.
Salah satu peran penting konselor/guru bimbingan dan konseling adalah menjadi
anggota tim dari suatu kelompok profesi penolong lainnya. Konselor/guru bimbingan dan
konseling dapat memainkan peran di sejumlah tim, dalam hal ini, tim profesi penolong
(Gibson, dan Marianne H. Mitchell, 2011). Tim yang dimaksud meliputi psikolog
sekolah, pekerja sosial, spesialis tuna rungu dan tunawicara, serta personil kesehatan
(dokter, paramedis). Untuk menjamin pekerjaan menjadi efektif antara satu dengan yang
lain, maka anggota harus memahami laporan dan tanggung jawab masing-masing serta

72
bagaimana dapat mendukung satu sama lain. Hal ini tidak selalu mdah karena peran
masing-masing anggota tim sering kali tumpang tindih. Oleh karena itu, menjadi
tanggung jawab konselor/guru bimbingan dan konseling serta anggota profesi penolong
lainnya untuk mengawali dan mengembangkan hubungan kerja kooperatif dan positif
yang konsisten dengan konsep tim.

8.2 Profesi Terkait

Beberapa profesi yang sangat erat kaitannya dengan profesi bimbingan dan
konseling adalah antara lain, psikolog sekolah, pekerja sosial sekolah, pendidik khusus,
personil kesehatan sekolah, dan psikiatrer. Kelima jenis profesi ini dapat dijelaskan secara
singkat sebagai berikut.

a. Psikolog Sekolah

Di Amerika tercatat sekitar 29.367 psikolog sekolah yang bertugas di sekolah-


sekolah umum. Di sekolah-sekolah ini mereka membantu para guru, orang tua dan
personil lainnya, termasuk konselor/guru bimbingan dan konseling, dalam
mengembangkan strategi manajemen ruang kelas, membantu siswa yang tidak mampu
dan yang berbakat serta di dalam perbaikan umum seluruh strategi belajar dan
pembelajaran (Gibson, dan Marianne H. Mitchell, 2011). Para psikolog sekolah
memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap kegiatan belajar siswa dan
masalah-masalah perilaku. Mereka juga memberikan tes serta
menginterpretasikannya. Hasilnya diinformasikan kepada guru termasuk
konselor/guru bimbingan dan konseling serta orang tua.
Di Indonesia, pengadaan psikolog sekolah masih sangat terbatas. Terutama
untuk sekolah-sekolah di daerah yang sedang berkembang. Untuk menanggulangi
kekurangan tenaga psikolog sekolah, di sekolah-sekolah tertentu melakukan
kerjasama dengan perguruan tinggi yang memiliki tenaga psikolog untuk membantu
sekolah terutama dalam pelaksanaan tes-tes psikologis, seperti tes inleligensi, tes
bakat dan minat serta tes kepribadian lainnya.
Psikolog sekolah sangat terlatih dalam penggunaan tes-tes psikologis untuk
mengukur karakteristik mental dan kepribadian individu, oleh karenanya, para
konselor/guru bimbingan dan konseling sangat terbantu untuk merujuk siswa-siswa
tersebut kepada psikolog sekolah untuk diagnosis klinis, dan melalui evaluasi
diagnostiknya itu dapat diidentifikasi siswa-siswa yang membutuhkan konseling yang
serius.

b. Pekerja Sosial Sekolah

73
Para pekerja sosial dilatih untuk membentu individu, khususnya anak-anak
muda di usia sekolah, agar sanggup menhhadapi dan mengatasi problem pribadi dan
sosial mereka secara efektif. Beberapa di antaranya menyangkut penyesuaian diri
terhadap lingkungan yang baru, hubungan antar pribadi serta masalah keluarga.
Pekerja sosila menyediakan layanan bantuan bagi anak-anak yang tidak
mampu memanfaatkan waktu secara efektif untuk pendidikan mereka. Dalam peran
ini pekerja sosial sebagai rujukan bagi anak yang memiliki masalah emosi dan sosial
serta mereka yang kurang mampu melakukan penyesuaian sosial di sekolah. Pekerja
sosial memiliki keahlian interview dan kasus khusus yang digunakan dalam konteks
sekolah-anak-orang tua. Pekerja sosial berkerja sama dengan lembaga-lembaga
komunitas dan para penolong profesional di luar sekolah, seperti dokter, pengacara
dan para pelayan publik.
Pekerja sosial sekolah merupakan anggota penting dalam tim layanan sekolah.
Konselor dan personil profesional penolong lainnya bergantung kepada pekerja sosial
untuk menyediakan pemahaman lebih baik tentang anak, khususnya yang terkait
dengan lingkungan rumah dan sifat problem siswa.

c. Pendidik Khusus

Pendidik khusus adalah guru yang ditugasi untuk menangani anak-anak yang
memiliki keterbatasan-keterbatasan baik fisik maupun mental, atau anak yang
berkebutuhan khusus yang ditempatkan pada kelas-kelas reguler. Guru kelas reguler
juga bertanggung jawab bagi kemajuan siswa-siswa semacam itu di kelasnya. Secara
hukum, anak-anak yang berkebutuhan khusus harus mendapatkan hak yang sama
dengan anak-anak normal lainnya. Karena itu, bagi anak-anak yang berkebutuhan
khusus perlu ada program individualisasi untuk memaksimalkan potensi diri setiap
siswa. Karena itu pula ada pendidik khusus untuk mereka. Disadari bahwa
konselor/guru bimbingan dan konseling memiliki keahlian khusus dalam asesmen dan
penempatan, konseling individual, keonseling kelompok, bimbingan kelompok,
bimbingan karir yang bisa membantu anak-anak yang berkebutuhan khusus ini.
Berkonsultasi dengan orang tua juga akan banyak membantu. Di semua aspek ini,
konselor/guru bimbingan dan konseling akan bekerja sama dengan pendidik khusus
dan profesional penolong lainnya untuk memaksimalkan peluang pendidikan bagi
sisa-siswa.

d. Personil Kesehatan Sekolah

Pada umumnya sekolah menggunakan personil layanankesehatan profesional,


minimal kerja paruh-waktu. Paling umum yang direkrut adalah perawat atau dokter
gigi, namun tidak sedikit juga sekolah apalagi universitas memiliki dokter sendiri.

74
Kaum profesional ini juga mengidentifikasikan anak-anak yang perlu perawatan
medis tertentu sebagai sumber daya yang perlu diperiksa mengenai ada tidaknya
kelemahan atau gangguan fisik yang dapat menghambat perkembangan atau
penyesuaian diri mereka. Personil-personil ini biasanya bertanggung jawab untuk
beberapa sekolah. Ketika mengunjungi sekolah yang berbeda-beda, mereka cenderung
merawat berbagai gangguan kesehatan. Pada umumnya sekolah juga melakukan
pemeriksaan umum di awal dan akhir semester, tes pendengaran, pemeriksaan gigi
dan pemberian imunisasi. Personil medis biasanya akan menindaklanjuti laporan-
laporan guru tentang kekerasan yang dialami anak, penyalahgunaan obat oleh anak,
dan kehamilan dini.

e. Psikiater

Psikiater adalah dokter dengan pelatihan khusus dalam menangani


abnormalitas perilaku. Sebagai dokter, psikiater diizinkan oleh hukum untuk
menggunakan obat dan perawatan fisik lainnya untuk menangani problem-problem
mental. Para konselor atau guru bimbingan dan konseling sering menyarankan kepada
orang tua bahwa mereka merujuk putra-putri mereka kepada psikiater jika diangap si
anak memiliki gangguan emosi yang memerlukan penggunaan obat medis. Banyak
juga psikiater yang berperan sebagai konsultan bagi profesional kesehatan mental
yang lain.
Fungsi-fungsi konselor/guru bimbingan dan konseling di sekolah, psikolog
sekolah dan pekerja sosial sekolah seringkali tumpang tindih, khususnya di jenjang
pendidikan dasar. Meskipun setiap profesi ini memiliki karakteristik tertentu, namun
di banyak situasi masih kurang jelas siapa yang berbuat apa. Yang jelas dalam
mengahadapi suatu situasi yang perlu bantuan, seperti keadaan traumatis setelah
ditimpa suatu musibah yang berat semua profesional penolong ini dapat berkolaborasi
untuk memberikan bantuan segera.

75
BAB IX

MATERI KEILMUAN DAN ARAH PELAKSANAAN


BIMBINGAN DAN KONSELING

9.1 Pengantar
Setiap profesi memiliki materi keilmuan dan arah pelaksanaannya. Demikian pula
halnya dengan profesi bimbingan dan konseling. Dasar keilmuan bimbingan dan
konseling merujuk kepada landasan filosofis dan keilmuan pendidikan. Oleh karena itu,
segenap materi filosofis dan bidang keilmuan pendidikan digunakan sebagai dasar dalam
bidang keilmuan dan pelaksanaan pelayanan BK.

9.2 Dasar Keilmuan


Pelayanan BK menggunakan sepenuhnya lima paradigma (Prayitno, 2018) yang
meliputi aspek: mendasar, membelajarkan, membudayakan, mempekerjakan, dan

76
menyeluruh) yang digunakan dalam bidang pendidikan. Dalam pelaksanaan pelayanan
BK, pelaksana layanan mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran dengan
mengaktifkan dinamika BMB3 (berpikir, merasa, bersikap, bertindak, dan bertanggung
jawab) terhadap sasaran layanan dalam rangka mengembangkan potensi mereka secara
optimal. Pelayanan BK terarah pada pengembangan enam fokus pendidikan terhadap
sasaran layanan, yaitu agar mereka memiliki (1) kekuatan spiritual keagamaan, (2)
pengendalian diri, (3) kepribadian, (4) kecerdasan, (5) akhlak mulia, dan (6) keterampilan
yang berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, untuk menjadi pribadi utuh
yang mandiri dan mampu mengendalikan diri. Keilmuan dan pelaksanaan pendidikan di
Indonesai mengacu pada filsafat dan budaya bangsa Indonesia, yaitu berdasarkan
Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945 dan NKRI; demikian pula pelayanan BK.
Prinsip TJS (tiga jadi satu: ilmiah, amaliah dan imaniah) sebagai landasan keilmuan dan
praktik pendidikan juga menjadi landasan yang sama bagi pelayanan BK (Disarikan dari
buku: Landasan Keilmuan dan Keprofesionalan Bimbingan dan Konseling oleh Prayitno
(2018).
Apabila keilmuan dan praktik usaha pendidikan terarah pada semua subjek
kemanusiaan, demikian pulalah pelayanan BK. Tidak seorangpun boleh dikecualikan dari
upaya pendidikan; demikian pulalah pelayanan BK; tidak ada diskriminasi; semuanya
dimuliakan dalam pengembangan dan perwujudan kemanusiaan seutuhnya, menuju
kondisi kehidupan DBMSB-DA (Damai, Berkembang, Maju, Sejahtera, dan Bahagia di
Dunia dan Akhirat) (Prayitno (2018).

9.3 Pokok-pokok Keilmuan dan Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling

a. Nama dan Pengertian


Pada awalnya (pertengahan tahun 1960-an) pelayanan BK mulai dikembangkan
dengan nama Bimbingan dan Penyuluhan (disingkat BP). Pada tahun 1975
pelayanan BP diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah, yaitu Kurikulum 1975,
dan seterusnya berlangsung sampai sekarang. Dalam integrasi ke sekolah itu,
pengertian Bimbingan dirumuskan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1990 tentang Pendidikan Dasar dan Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Menengah, sebagai berikut:
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka
upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa
depan.
Pengertian bimbingan dengan rumusan tersebut di atas mewarnai buku yang
diterbitkan oleh pemerintah, yaitu buku Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, terdiri dari Buku I untuk SD, Buku II untuk SLTP, Buku III

77
untuk SMU, dan Buku IV untuk SMK (Prayitno, dkk, 1997). Keempat buku berseri
tersebut telah digunakan sebagai bahan penataran dalam Penataran Guru
Pembimbing, baik tingkat nasional maupun tingkat regional dan provinsi, yang
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah sejak tahun
1993. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar
Biasa, pengertian Bimbingan dirumuskan sebagai berikut:
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam
rangka upaya menemukan pribadi, mengatasi masalah yang disebabkan
oleh kelainan yang disandang, mengenal lingkungan, dan merencanakan
masa depan.
Sesuai dengan perkembangan kebutuhan di sekolah, pengertian Bimbingan
dan Konseling selalu mengalami perkembangan. Dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan
Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah dikemukakan bahwa:
Dalam rangka pengembangan kompetensi hidup, peserta didik memerlukan
sistem layanan pendidikan di satuan pendidikan yang tidak hanya
mengandalkan layanan pembelajaran mata pelajaran/bidang studi dan
manajemen, tetapi juga layanan bantuan khusus yang lebih bersifat psiko-
edukatif melalui layanan Bimbingan da Konseling.

Setiap peserta didik satu dengan lainnya berbeda kecerdasan, bakat, minat,
kepribadian, kodisi fisik dan latar belakang keluarga serta pengalaman
belajar yang menggambarkan adanya perbedaan masalah yang dihadapi
peserta didik, sehingga memerlukan layanan Bimbingan dan Konseling.

Kurikulum 2013 mengharuskan peserta didik menentukan peminatan


akademik, vokasi, dan pilihan lintas peminatan serta pendalaman
peminatan yang memerlukan layanan Bimbingan dan Konseling.

Selain hal tersebut di atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan


Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum mengemukakan
bahwa:
Substansi Bimbingan dan Konseling disiapkan untuk memfasilitasi satuan
pendidikan dalam mewujudkan proses pendidikan yang memperhatikan dan
menjawab ragam kemampuan, kebutuhan, dan minat sesuai dengan
karakteristik peserta didik.

Bimbingan dan Konseling juga dimaksudkan untuk memfasilitasi Guru


Bimbingan dan Konseling (Guru BK) atau Konselor sekolah untuk

78
menangani dan membantu peserta didik yang secara individual mengalami
masalah psikologis atau psiko-sosial, seperti sulit berkonsentrasi, rasa
cemas,dan gejala perilaku menyimpang.

Lebih jauh, sebagaimana juga pendidikan, pelayanan BK tersedia bagi


subjek sasaran layanan baik yang berstatus sebagai peserta didik di sekolah atau
satuan pendidikan maupun mereka yang tidak lagi berstatus sebagai peserta didik
secara formal. Subjek yang berada di luar sekolah, baik individual maupun
kelompok, dalam kelembagaan atau keorganisasian tertentu, bahkan warga
masyarakat luas, semuanya itu layak diberi kesempatan untuk memperoleh
pelayanan BK.
Dengan memeprhatikan berbagai pandangan yang berkembang tersebut di
atas, rumusan umum tentang pengertian BK dapat dikembangkan menjadi :

Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan pendidikan dalam membantu


sasaran layanan untuk memperkembangkan kehidupannya secara optimal,
sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan permasalahan masing-masing,
menjadi pribadi mandiri yang mampu mengendalikan diri.

b. Arah Pelayanan
Pada tahun 1990-an keilmuan BK diperkembangkan secara intensif. Dalam buku
Seri Pemandu Pelaksanaan BK di Sekolah yang diterbitkan berdasarkan surat
keputusan bersama Mendikbud Nomor 0433/1993 dan Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara Nomor 25/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya digaris bawahi pokok-pokok materi tentang arah pelaksanaan BK, yang
mana materi tersebut terus dikembangkan sampai sekarang juga. Materi tersebut antara
lain tentang:

3) Fungsi yang di dalamnya sekaligus mengandung tujuanpelayanan BK:


• Fungsi pemahaman
• Fungsi pemeliharaan
• Fungsi pencegahan
• Fungsi pengentasan
• Fungsi mediasi
• Fungsi advokasi

4) Prinsip penyelenggaraan layanan, yaitu prinsip berkenanan dengan:


• Sasaran layanan
• Permasalahan individu
• Program layanan
• Tujuan dan pelaksanaan layanan

79
5) Asas-asas BK, meliputi :
• Asas kerahasiaan
• Asas Kesukarelaan
• Asas keterbukaan
• Asas kegiatan
• Asas kemandirian
• Asas kekinian
• Asas kedinamisan
• Asas keterpaduan
• Asas kenormatifan
• Asas keahlian
• Asas alih tangan
• Tut Wuri Handayani

6) Strategi layanan BK, meliputi :


• Jenis layanan
• Kegiatan pendukung layanan
• Format layanan
• Program layanan
• Waktu dan pelaksanaan layanan

Khusus untuk materi strategi layanan BK di setting persekolahan dikutipkan di


sini materi yang ada pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A
Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum sebagai berikut:
Komponen Layanan Bimbingan dan Konseling

Pedoman bimbingan dan konseling mencakup komponen-komponen berikut ini.

1. Jenis Layanan meliputi :


a. Layanan Orientasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu
peserta didik memahami lingkungan baru, seperti lingkungan satuan
pendidikan bagi siswa baru, dan obyek-boyek yang perlu dipelajari, untuk
menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran di lingkungan
baru yang efektif dan berkarakter.

b. Layanan Informasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu


peserta didik menerima dan memahami berbagai informaisi diri, social, belajar,
karir/ jabatan, dan pendidikan lanjutan secara terarah, objektif dan bijak.

c. Layanan Penempataan dan Penyaluran, yaitu layanan bimbingan dan


konseling yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan
penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, peminatan/
lintasminat/ pendidikan minat, program latihan, magang dan kegiatan
ekstrakurikuler secara terarah, objektif dan bijak.
80
d. Layanan Penguasaan Konten, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
membantu peserta bdidik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan
atau kebiaaan dalam melakukan, berbuat atau mengerjakan sesuatu yang
berguna dalam kehidupan di sekolah/ madrasah, keluarga, dan masyarakat
sesuai dengan tuntutan kemajuan dan berkarakter-cerdas yang terpuji, sesuai
dengan potensi dan peminatan dirinya.

e. Layanan Konseling Perseorangan, yaitu layanan bimbingan dan konseling


yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya melalui
prosedur perseorangan.

f. Layanan Bimbingan Kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang


membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan
social, kegiatan belajar, karir/ jabatan, dan pengambilan keputusan, serta
melakukan kegiatan tertentu sesuai dengan tuntutan karakter yang terpuji
melalui dinamika kelompok.

g. Layanan Konseling Kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konsling yang


membantu peserta didik dala, pembahasan dan pengentasan masalah yang
dialami sesuai dengan tuntutan karakter cerdas yang terpuji melalui dinamika
kelompok.

h. Layanan Konsultasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu


peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman,
dan cara-cara dan atau perlakuan yang perlu dilaksanakan kepada pihak ketiga
sesuai dengan tuntutan karakter-cerdas yang terpuji.
i. Layanan Mediasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu
peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan
dengan pihak lain sesuai dengan tuntutan karakter-cerdas yang terpuji.
j. Layanan Advokasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu
peserta didik untuk memperoleh kembali hak-hak dirinya yang tidak
diperhatikan dan/ atau mendapat perlakuan yang salah sesuai dengan tuntutan
karakter-cerdas yang terpuji.

2. Kegiatan Pendukung Layanan meliputi:


a. Aplikasi Instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri siswa
dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumentasi, baik tes maupun
non-tes.
b. Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan
pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan,
sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia.
c. Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik
dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat

81
memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah
peserta didik melalui pertemuan, yang bersifat bebas dan tertutup.
d. Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan
komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan
dengan orang tua dan atau anggota keluarganya.
e. Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka
yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi,
kemampuan sosial, kegiatan belajar dan karir/ jabatan.
f. Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah
peserta didik ke phak lain sesuai keahlian dan kewenangan ahli yang
dimaksud.

3. Format Layanan meliputi :

e. Individual, yaitu format kegiatan bimbingan dan konseling yang melayani


peserta didik secara perorangan.
f. Kelompok, yaitu format kegiatan bimbingan dan konseling yang melayani
sejumlah peserta didik melalui suasana dinamika kelompok.
g. Klasikal, yaitu format kegiatan bimbingan dan konseling yang melayani
sejumlah peserta didik dalam satu kelas rombongan belajar.
h. Lapangan, yaitu format kegiatan bimbingan dan konseling yang melayani
seorang atau sjeumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau
lapangan.
i. Pendekatan Khusus/ Kolaboratif yaitu format kegiatan bimbingan dan
konsleing yang melayani kepentingan peserta didik melalui pendekatan
kepada pihak-pihak yang dapat memberikan kemudahan.
j. Jarak Jauh yaitu format kegiatan bimbingan dan konseling yang melayani
kepentingan siswa melalui media dan/ atau saluran jarak jauh, seperti suara
dan sarana elektronik.

Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling

Lima Program Layanan


Dari segi unit waktu sepanjang tahun ajaran pada satuan pendidikan, ada lima
jenis program layanan bimbingan dan konseling, yaitu sebagai berikut:

a. Program Tahunan, yaitu program pelayanan bimbingan dan konseling


meliputi seluruh kegiatan selama satu tahun ajaran untuk masing-masing
kelas rombongan belajar pada satuan pendidikan.
b. Program Semesteran, yaitu program pelayanan bimbingan dan konseling
meliputi seluruh kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran
program tahunan.
c. Program Bulanan, yaitu program pelayanan bimbingan dan konseling
meliputi seluruh kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program
semesteran.
82
d. Program Mingguan, yaitu program pelayanan bimbingan dan konseling
meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran
program bulanan.
e. Program Harian, yaitu program pelayanan bimbingan dan konseling yang
dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu. Program harian
merupakan jabaran dari program mingguan dalam bentuk Satuan Layanan
atau Rencana Program Layanan dan/ atau Satuan Kegiatan Pendukung atau
Rencana Kegiatan Pendukung pelayanan bimbingan dan konseling.

Penyelenggara Layanan
Sebagai pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling, Guru Bimbingan dan
Konseling atau Konsleor bertugas dan berkewajiban menyelenggarakan layanan yang
mengarah pada (1) pelayanan dasar, (2) pelayanan pengembangan, (3) pelayanan
peminatan studi, 4) pelayanan teraputik, dan (5) pelayanan diperluas.
a. Pelayanan Dasar, yaitu pelayanan mengarah kepada terpenuhinya
kebutuhan siswa yang paling elementer, yaitu kebutuhan makan dan minum,
udara segar, dan kesehatan, serta kebutuhan hubungan sosio-emosional.
Orang tua, guru dan orang-orang yang dekat (significant persons) memiliki
peranan paling dominan dalam pemenuhan kebutuhan dasar siswa. Dalam
hal ini, konselor atau guru bimbingan dan konseling pada umumnya
berperan secara tidak langsung dan mendorong para significant persons
berperan optimal dalam memenuhi kebutuhan paling elementer siswa.

b. Pelayanan Pengembangan, yaitu pelayanan untuk mengembangkan potensi


peserta didik sesuai dengan tahap- tahap dan tugas-tugas perkembangannya.
Dengan pelayanan pengembangan yang cukup baik siswa akan dapat
menjalani kehidupan dan perkembangan dirinya dengan wajar, tanpa beban
yang memberatkan, memperoleh penyaluran bagi pengembangan potensi
yang dimiliki secara optimal, serta menatap masa depan dengan cerah.
Upaya pendidikan pada umumnya merupakan pelaksanaan
pelayanan pengembangan bagi peserta didik. Pada satuan-satuan pendidikan,
para pendidik dan tenaga kependidikan memiliki peran dominan dalam
penyelenggaraan pengembangan terhadap siswa. Dalam hal ini, pelayanan
bimbingan dan konseling yang dilaksanakan oleh konselor atau guru
bimbingan dan konseling selalu diarahkan dan mengacu kepada tahap dan
tugas perkembangan siswa.
c. Pelayanan Arah Peminatan/Lintas Minat/Pendalaman Minat Studi Siswa,
yaitu pelayanan yang secara khusus tertuju kepada peminatan/lintas
minat/pendalaman minat peserta didik sesuai dengan konstruk dan isi
kurikulum yang ada. Arah peminatan/lintas minat/pendalaman minat ini
terkait dengan bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karir dengan
menggunakan segenap perangkat (jenis layanan dan kegiatan pendukung)
yang ada dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling. Pelayanan
peminatan/lintas minat/pendalaman minat peserta didik ini terkait pula
dengan aspek-aspek pelayanan pengembangan tersebut di atas.
83
d. Pelayanan Teraputik, yaitu pelayanan untuk menangani pemasalahan yang
diakibatkan oleh gangguan terhadap pelayanan dasar dan pelayanan
pengembangan, serta pelayanan pemi natan. Permasalahan tersebut dapat
terkait dengan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan keluarga,
kegiatan belajar, karir. Dalam upaya menangani permasalahan peserta didik,
Konselor atau guru bimbingan dan konseling memiliki peran dominan.
Peran pelayanan teraputik oleh Konselor atau guru bimbingan dan konseling
dapat menjangkau aspek-aspek pelayanan dasar, pelayanan pengembangan,
dan pelayanan peminatan.
e. Pelayanan Diperluas, yaitu pelayanan dengan sasaran di luar diri siswa pada
satuan pendidikan, seperti personil satuan pendidikan, orang tua, dan warga
masyarakat lainnya yang semuanya itu terkait dengan kehidupan satuan
pendidikan dengan arah pokok terselenggaranya dan suskesnya tugas utama
satuan pendidikan, proses pembelajaran, optimalisasi pengembangan potensi
peserta didik. Pelayanan diperluas ini dapat terkait secara langsung ataupun
tidak langsung dengan kegiatan pelayanan dasar, pengembangan peminatan,
dan pelayanan teraputik tersebut di atas.

Waktu dan Posisi Pelaksanaan Layanan


a. Semua kegiatan mingguan (kegi tan layanan dan/ atau pendukung
bimbingan dan konseling) diselenggarakan di dalam kelas (sewaktu jam
pembelajaran berlangsung) dan/atau di luar kelas (di luar jam pembelajaran).
1) Di dalam jam pembelajaran:
a) Kegiatan tatap muka dilaksanakan secara klasikal dengan rombongan
belajar siswa dalam tiap kelas untuk menyelenggarakan layanan
informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, kegiatan
instrumentasi, serta layanan/kegiatan lain yang dapat dilakukan di
dalam kelas.
b) Volume kegiatan tatap muka klasikal adalah 2 (dua) jam per kelas
(rombongan belajar per minggu dan dilaksanakan secara terjadwal).
c) Kegiatan tatap muka nonklasikal diselenggarakan dalam bentuk
layanan konsultasi, kegiatan konferensi kasus, himpunan data,
kunjungan rumah, tampilan kepustakaan, dan alih tangan kasus.

2) Di luar jam pembelajaran:


a) Kegiatan tatap muka nonklasikal dengan siswa dilaksanakan untuk
layanan orientasi, konseling perorangan, bimbingan kelompok,
konseling kelompok, mediasi, dan advokasi serta kegiatan lainnya
yang dapat dilaksana-kan di luar kelas.
b) Satu kali kegiatan layanan/pendukung bimbingan dan konseling di
luar kelas/di luar jam pembelajaran ekuivalen dengan 2 (dua) jam
pembelajaran tatap muka dalam kelas.
c) Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling di luar jam
pembelajaran satuan pendidikan maksimum 50% dari seluruh kegiatan
84
pelayanan bimbingan dan konseling, diketahui dan dilaporkan kepada
pimpinan satuan pendidikan.
b. Program pelayanan bimbingandan konseling pada masing-masing
satuan pendidikan dikelola oleh Konselor atau guru bimbingan dan
konseling dengan memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan
program antarkelas dan antarjenjang kelas, dan mensinkronisasikan
program pelayanan bimbingan dan konseling dengan kegiatan
pembelajaran mata pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler dengan
mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas satuan
pendidikan.

9.4 Hasil Pelayanan BK


Pelayanan BK merupakan bantuan yang bersifat pengembangan dan pembinaan
terhadap sasaran layanan. Dengan demikian, apa hasil pengembangan/ pembinaan melalui
upaya BK itu ? Hasil dari pelayanan BK yang secara nyata dipraktikkan, tentulah sangat
diharapkan benar-benar konkrit, dipahami, dirasakan, dan bisa dilaksanakan. Hasil
konkrit seperti itu lebih mungkin terwujud apabila materinya terkait dengan kondisi
kehidupan sehari-hari5) sasaran layanan. Apa yang terkait dengan kehidupan sehari-hari
itu pada umumnya akan langsung disadari dan mendorong diaktifkannya perilaku tertentu
oleh individu yang bersangkutan.
Pelayanan BK, sebagai pelayanan yang bersifat keahlian, dapat disetarakan
dengan pelayanan bidang kedokteran. Tentang keberhasilan Dokter misalnya, sebagai
tenaga ahli dalam bidang kesehatan, dikatakan berhasil kalau Dokter itu mampu
menyembuhkan penyakit dengan obat yang diberikan kepada pasien. Kalau Dokter tidak
mampu memberikan obat, tentulah secara langsung dapat dikatakan bahwa Dokter itu
tidak berhasil atau gagal melayani pasien.
Kesetaraannya dengan profesi Dokter, sebagaimana digambarkan di atas,
pelayanan BK dikatakan berhasil apabila sasaran layanan memperoleh sesuatu yang
berguna terkait dengan kebutuhan perkembangan dan/atau pemecahan masalah yang
dialami. Hal itu akan lebih terkait kalau secara langsung dalam hubungannya dengan
kondisi pengembangan KES dan pengentasan KES-T sasaran layanan. Dengan demikian
hasil pelayanan BK merupakan dampak positif dinamika BMB3-5As yang diaktifkan
oleh penyelenggara layanan. Lebih konkrit lagi hasil layanan itu berupa arah dan praktik
perilaku yang secara langsung mengembangkan KES dan mengatasi KES-T yang
dimaksudkan. Hasil layanan yang mengarahkan terbangunnya perilaku demikian itu
dikonsepkan sebagai PERPOSTUR (Prayitno, 2017).
Perpostur (Perilaku, Positif, Terstruktur) adalah gerak dinamika psiko-fisik
individu dalam kondisi tertentu terkait dengan BMB3, sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku, dengan komponen perilaku jelas, terkuasai dan terlaksanakan (Prayitno,
2018). Perpostur itulah yang menjamin keberhasilan penyelenggaraan pelayanan BK,
yaitu terbinanya dan terlaksanakannya perilaku pada diri individu sasaran layanan secara
optimal. Dengan perpostur tersebut sasaran layanan mendapatkan sesuatu yang berguna
bagi dirinya setara dengan pasien yang mendapatkan obat dari dokter yang melayaninya.

85
Perpostur sebagai hasil layanan konseling terarah pada terpenuhinya lima kebutuhan
dasar manusia, yaitu: rasa aman, kompetensi, aspirasi semangat, dan kesempatan
(Prayitno, 2015).

BAB X

ORGANISASI DAN KODE ETIK


PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

10.1 Pengantar

Layanan bimbingan dan konseling adalah suatu layanan yang diberikan oleh
tenaga yang profesional dalam bidang bimbingan dan konseling kepada peserta didik atau
siswa dan anggota masyarakat lainnya supaya mereka mampu mengembangkan dirinya,
mengenali dirinya sendiri, serta mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapinya
sehingga dapat meningkatkan kemandiriannya dan dapat hidup efektif sehari-hari.
Sebagai layanan profesional tenaga pemberi layanan bimbingan dan konseling
sudah sewajarnya membentuk organisasi profesi. Organisasi profesi bimbingan dan
konseling ini menjadi wadah para konselor/guru BK serta menjadi perekat utama seluruh
anggota yang menjalankan layanan bimbingan dan konseling. Salah satu kewajiban
organisasi profesi bimbingan dan konseling adalah merumuskan kode etik profesi
bimbingan dan konseling itu sendiri.
86
10.2 Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling

a. Sejarah Singkat Organisasi Bimbingan Konseling di Indonesia


Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia yang disingkat ABKIN adalah
organisasi profesi bimbingan dan konseling di Indonesia yang beranggotakan
konselor atau guru bimbingan dan konseling baik yang bertugas di semua jenjang
pendidikan termasuk perguruan tinggi maupun yang bertugas di luar latar
persekolahan, seperti konselor di perusahaan-perusahaan, di klinik-klinik maupun di
lingkungan pendidikan nonformal. Sebelum menjadi Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (ABKIN) organisasi ini bernama Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia disingkat IPBI. Berdasarkan konvensi bimbingan dan konseling pertama
di Malang tanggal 17 Desember 1975 telah disepakati oleh forum yang terdiri atas
utusan dari seluruh tanah air dibentuklah organisasi profesi bimbingan dan konseling
yang diberi nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Akhirnya sesuai
perkembangan zaman, di mana istilah bimbingan dan penyuluhan berubah menjadi
bimbingan dan konseling, maka berubah pula nama organisasi Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
disingkat ABKIN. Perubahan nama organisasi ini disepakati pada saat Kongres IX
IPBI yang diselenggarakan di Bandar Lampung pada tahun 2001.

b. Bentuk Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling


Susunan organisasi ABKIN sebagai organisasi profesi bimbingan dan
konseling meliputi Organisasi Tingkat Nasional, Organisasi Tingkat Provinsi, dan
Organisasi Tingkat Kabupaten/Kota di seluruh Wilayah Republik Indonesia.
Organisasi Tingkat Nasional disebut PENGURUS BESAR (PB) ABKIN yang
merupakan badan pelaksana organisasi tertinggi, yang bertanggung jawab kepada
Kongres ABKIN. Organisasi Tingkat Provinsi disebut PENGURUS DAERAH (PD)
ABKIN yang merupakan badan pelaksana organisasi tingkat provinsi, yang
bertanggung jawab kepada Konferensi Daerah (Konferda). Sementara Organisasi
Tingkat Kabupaten/Kota disebut PENGURUS CABANG (PC) ABKIN yang
merupakan pelaksana organisasi tingkat kabupaten/kota, yang bertanggungjawab
kepada Konferensi Cabang (Konfercab) (PB-ABKIN, 2018).
Di samping sebagai organisasi induk, ABKIN memiliki divisi-divisi
organisasi di bawahnya sebagai anak lembaga. Devisi-divisi tersebut terdiri atas
empat divisi, yaitu (1) Ikatan Bimbingan dan Konseling Perguruan Tinggi (IBKPT).
(2) Ikatan Bimbingan dan Konseling Sekolah (IBKS). (3) Ikatan Instrumentasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (IIBKIN). (4) Ikatan Konselor Indonesia (IKI).

87
c. Asas dan Tujuan Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi
ABKIN bab II pasal 2 dinyatakan bahwa Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia berasaskan Pancasila. Sementara tujuan oraganisasi ABKIN dinyatakan
dalam bab yang sama pasal 3 adalah:

(1) Aktif dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional, khususnya di


bidang pendidikan, dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan
mendukung pelaksanaan program yang menjadi garis kebijakan pemerintah.
(2) Mengembangkan serta memajukan bimbingan dan konseling sebagai ilmu dan
profesi yang bermartabat dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia
yang berkualitas tinggi.
(3) Memperluas kesadaran, sikap dan kemampuan profesional anggota agar
berhasil guna dan berdayaguna dalam menjalankan tugasnya.

d. Sifat dan Fungsi Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling


Pada Bab III pasal 4 AD/ART ABKIN dinyatakan bahwa Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia bersifat keilmuan, profesional, dan independen.
Sementara fungsi organisasi ABKIN dinyatakan dalam pasal 5 bab III adalah sebagai
berikut: (1) Sebagai wadah persatuan, pembinaan dan pengembangan anggota dalam
upaya mencapai tujuan organisasi, (2) Sebagai wadah peran-serta profesi bimbingan
dan konseling dalam usaha mensukseskan pembangunan nasional, dan (3) Sebagai
sarana penyalur aspirasi anggota serta sarana komunikasi sosial timbal balik antar
organisasi kemasyarakatan dan pemerintah. Secara lengkap rumusan Anggran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi ABKIN dapat dilihat dalam lampiran 1.

10.3 Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling


a. Pengertian
Kode etik profesi adalah norma-norma, sistem nilai dan moral yang
merupakan aturan tentang apa yang harus atau perlu dilakukan, tidak boleh
dilakukan, dan tidak dianjurkan untuk dilakukan atau ditugaskan dalam bentuk
ucapan atau tindakan atau perilaku oleh setiap tenaga profesi dalam menjalankan
tugas profesi dan dalam kehidupan bermasyarakat dalam rangkaian budaya tertentu
(PB-ABKIN, 2018).
Sedangkan kode etik bimbingan dan konseling Indonesia adalah kaidah-
kaidah nilai dan moral yang menjadi rujukan bagi anggota organisasi dalam
melaksanakan tugas, atau tanggung jawabnya dalam melaksanakan pelayanan
bimbingan dan konseling kepada konseli. Kode etik ini merupakan landasan moral
dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan, ditegakkan,

88
dan diamankan oleh setiap anggota Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN). Oleh karena itu, kode etik wajib dipatuhi dan diamalkan oleh seluruh
jajaran pengurus dan anggota organisasi tingkat Nasional, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota (PB-ABKIN, 2018).
Dalam kaitan ini kode etik profesi bimbingan dan konseling dinyatakan dalam
bentuk seperangkat standar, aturan, dan atau pedoman yang mengatur dan
mengarahkan ucapan, tindakan, dan/atau perilaku guru bimbingan dan konseling,
konselor, dosen bimbingan dan konseling anggota ABKIN sebagai pemegang kode
etik yang bekerja pada berbagai sektor dan dalam interaksi mereka dengan mitra
kerja serta sasaran layanan atau konseli dan anggota masyarakat pada umumnya (PB-
ABKIN, 2018).

b. Tujuan
Tujuan dirumuskannya kode etik Bimbingan dan Konseling Indonesia adalah
sebagai berikut: (1) Memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional
bagi anggota dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling. (2) Membantu
anggota dalam membangun kegiatan pelayanan yang profesional. (3) Mendukung
misi organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
dan divisi-divisinya, (4) Menjadi landasan dan arah dalam menghadapi dan
menyelesaikan permasalahan yang datang dari dan mengenai diri anggota asosiasi,
dan (5) Melindungi anggota asosiasi dan sasaran layanan (konseli). Secara lengkap
rumusan kode etik bimbingan dan konseling dapat dilihat dalam lampiran 2.
DAFTAR PUSTAKA

Brammer, L.M. 1998. The Helping Relationship: Process and Skills. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.

Corey, G. 2013. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont, CA:
Brooks/Cole.

Depdiknas, 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan


dan KonselingDalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.

Ditjen Dikti, Depdiknas. 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta: Proyek
Peningkatan Tenaga Akademik.

Faiver, C.S. Eisengart, dan R. Colonna. 2004. The Counselor intern’s handbook. (3rd
Edition). Belmont, CA: Brooks/Cole.

89
Gibson, Robert L & Marianne H. Mitchell. 2011. Bimbingan dan Konseling (Alih bahasa
oleh Yudi Santoso). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Glading, S.T. 2009. Counseling: a Comprehensive Profession. New Jersey: Pearson


Education. Inc.

Griffin, D. & Farris, A. 2010. School Counselor and Collaboration: Finding resources
through commnity asset mapping, Professional School Counseling, 13(5), 248-256.

Ikatan Konselor Indonesia (IKI). 2008. Arah Pemikiran Pengembangan Profesi


Konselor. Padang: Ikatan Konselor Indonesia.

Myrick, R.D. 1997. Developmental Guidance and Counseling: A practical Approach (3rd
ed.). Minneapolis, MN: Educational Media Corporation.

PB-ABKIN (1). 2018. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia. Yogyakarta: PB-
ABKIN.

PB-ABKIN (2). 2018. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Asosiasi Bimbingan
dan Konseling dan Konseling Indonesia, Yogyakarta: PB-ABKIN.

Pietrofesa, J.J., Leonard, G.L. dan Hoose, W.V. 1978. The authentic Counselor. Chicago:
Rand McNally College Publishing Company.

Prayitno, dkk. 1997. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Gramedia/Grasindo.

Prayitno. 2008. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Padang: Universitas Negeri Padang.

Prayitno. 2009. Arah Kinerja Profesional Konselor Sekolah. Padang: PPK-Jurusan BK-
UNP.

Prayitno. 2015. Keluhuran Iqra’ untuk Kehidupan.Padang: UNP Press.

Prayitno, 2017. Konseling Profesional yang Berhasil. Layanan dan Kegiatan


Penddukung. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Prayitno. 2018. Landasan Keilmuan Keprofesionalan Bimbingan dan Konseling. Padang:


Universitas Negeri Padang.

Pujosuwarno, Sayekti. 1992. Petunjuk Praktis Pelaksanaan Konseling. Yogyakarta: FIP-


IKIP Yogyakarta.

Wibowo, Mungin Eddy. 2019. Konselor Profesional Abad 21. Semarang: UNNES Press.

90
91

Anda mungkin juga menyukai