MAKALAH
oleh
UNIVERSITAS JEMBER
2012
BAB 1. PENDAHULUAN
Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap organ
lainnya. Secara spesifik sistem saraf merupakan suatu sistem protektif dari rangsangan yang
membahayakan, dapat menghantarkan sinyal dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya untuk
menghasilkan respon tubuh dan sebagai sistem komunikasi untuk mengirimkan informasi ke
otak. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang dibutuhkan bagi tenaga
kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Pemeriksaan ini
membutuhkan ketelitian dan pengalaman, yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan yang
spesifik.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan teliti dengan melihat riwayat penyakit pasien
dan kondisi fisiknya. Otak dan medula spinalis tidak dapat dilihat, diiperkusi, dipalpasi
ataupun diauskultasi seperti sistem lainnya dalam tubuh. Agar pemeriksaan neurologis dapat
memberikan informasi yang akurat, maka perlu di usahakan kerja sama yang baik antara
pemeriksa dan pasien dan pasien diminta untuk kooperatif (Brunner, 2001).
Pemeriksaan neurologis yang terdiri atas anamnesis, rangkuman gejala pasien, dan
pembahasan mengenai keluhan yang terkait pada anggota keluarga pasien, akan
memfokuskan pemikiran pemeriksa, mengarahkan pemeriksaan fisik dan menjadi kunci
pemeriksaan diagnostik. Hubungan erat antara gejala neurologik dan gejala penyakit medis
lainnya memerlukan evaluasi medis yang lengkap dan akurat. Pengaturan pemeriksaan
neurologis sangat penting dalam mengikuti suatu urutan pemeriksaan tertentu sehingga
tenaga medis dapat mengevaluasi informasi yang ada dan langsung memeriksa segmen
selanjutnya yang belum diperiksa (Price dan Wilson, 2006)
1.2 Tujuan
Tujuan Umum makalah ini adalah mengetahui macam-macam teknik pemeriksaan fisik
sistem neuro.
Sistem persarafan merupakan suatu sistem pengontrol seluruh sistem tubuh manusia sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan fisik neurologi
dilakukan secara akurat oleh perawat sebagai upaya mengetahui fungsi fisiologis dan
patologis pasien, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan secara tepat, cepat dan
efisien. Pengamatan dapat diperoleh dari respon pasien maupun perilaku pasien. Peran
perawat memberikan penyuluhan dan perubahan kebutuhan pasien sehingga diharapkan dapat
membantu mengurangi kesulitan gerak motorik halus maupun sensorik.
Pemeriksaan secara tidak tepat dapat berdampak buruk pada pasien sebab diagnosa yang
dibuat berdasarkan pemeriksaan tersebut akan menjadi fatal sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan fisik secara cermat untuk mengurangi kesalahan dalam pemeriksaan fisik.
Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling berhubungan, sangat
khusus dan kompleks untuk mengkoordinasikan, mengatur dan mengendalikan interaksi
antara seorang individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf
(neoron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan sel schawnn) yang saling berkaitan dan
terintegrasi satu sama lain (Price dam Wilson, 2006).
Pemeriksaan neurologis adalah suatu proses yang membutuhkan ketelitian dan pengalaman
yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan pada fungsi yang sangat spesifik. Meskipun
pemeriksaan neurologis sering terbatas pada pemeriksaan yang sederhana, namun
pemeriksaan ini sangat penting dilakukan oleh pemeriksa, sehingga mampu melakukan
pemeriksaan neurologis dengan teliti dengan melihat riwayat penyakit dan keadaan fisik
lainnya. Banyak fungsi neurologik paisen yang dapat dikaji selama pengkajian riwayat dan
pengkajian riwayat fisik rutin. Salah satuya adalah mempelajari tentang pola bicara, status
mental, gaya berjalan, cara berdiri, kekuatan motorik,dan koordinasinya. Aktivitas sederhana
yang dapat memberikan informasi banyak bagi orang yang melakukan pengkajian adalah saat
berjabat tangan dengan pasien (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pemeriksaan fisik neuro terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan berdasarkan dari
pemeriksaan imobilitas sampai pemeriksaan mobilitas,, antara lain.
1. Pemeriksaan GCS
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan
dari lingkungan. Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor,
termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen
karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang
kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau
sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian). Penurunan tingkat
kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak
mengalami kekurangan oksigen (hipoksia), kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan
syok), penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis), dehidrasi, asidosis,
alkalosis, pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan, hipertermia, hipotermia, peningkatan
tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak), infeksi (encephalitis), epilepsi.
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil subjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera
kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran
dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang
menunjukan adanya penurunan kesadaran.
1. Membuka mata (E)
Hanya menegrang : 2
Sesuai perintah : 6
Lokalisir nyeri : 5
Menghindari nyeri : 4
Fleksi abnormal : 3
Ekstensi abnormal : 2
1. Inspeksi
Beberapa pemeriksaan fisik secara inspeksi dapat diketahui posisi abnormal pada bayi, yaitu :
1. Frog Posture
Keadaan posisi tubuh bayi saat tangan bayi tampak lemas disamping tubuhnya dengan posisi
terbuka (tidak menggenggam).
1. Hemiplegi
Suatu keadaan dimana salah satu sisi tubuh bayi fleksi dan yang lainnya tampak ekstensi
lemah.
1. Hipototoni
Suatu keadaan dimana posisi bayi tertelungkup dengan posisi tangan dan tungkai terletak
lurus diatas meja. Kadangkala hal tersebut menunjukkan bahwa bayi kemungkinan
mengalami gangguan SSP (system saraf pusat).
Salah satu pemeriksaan yang perlu diperhatikan pada saat pasien berbicara dan menangkap
inti pembicaraan sebab hal ini menjadi fungsi hemisfer dominan. Hemisfer kiri adalah bagian
yang dominan untuk berbicara yang pada umumnya terjadi pada pengguna tangan kanan
dominan, sebagian juga pada orang kidal.
Beberapa gangguan bicara dapat menandakan adanya gangguan pada system neuronya. Ada 3
jenis gangguan yang dapat dikategorikan gangguan bicara, yaitu:
1. Disartria adalah suatu gangguan yang menyerang system otot bicara sehingga terjadi
penurunan kemampuan artikulasi, enumerasi, dan irama bicara. Misalnya saat pasien
diminta untuk menirukan kata “endokarditis” maka dapat diperkirakan pasien tidak
dapat menirukan kata tersebut. Penurunan fungsi otot bicara tersebut dapat
disebabkan oleh sklerosis amiotropik lateral, paralisis pseudobulbar, atau miastenia
gravis.
2. Disfonia adalah suatu gangguan pada suara, atatu vokalisasi. Berbeda dengan disartia
yang terdeteksi disebabkan oleh gangguan neuro, pada disfonia juga dapat disebabkan
non-neurologis tetapi penyebab neurologisnya yaitu cedera saraf rekuren laringeus
dan tumor otak. Karakteristik penderita disfonia adalah pasien diminta untuk
mengucapkan kata “E” maka suara pasien terdengar parau dan kasar.
3. Afasia merupakan suatu istilah yang menyebutkan adanya hilangnya kemampuan
untuk memahami, mengeluarkan dan menyatakan konsep bicara. Afasia dibagi
menjadi 2 yaitu afasia motorik yang merupakan istilah hilangnya suatu konsep
pemikiran seseorang yag tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata atau tulisan serta
afasia sensorik merupakan hilangnya kemampuan untuk memahami suatu percakapan.
Karakteristik penyebab afasia adalah adanya gangguan serebrovaskular yang
mengenai arteria serebri media.
Pada pemeriksaan ini lebih menunjukkan fungsi neuro bagian korteks yang lebih tinggi
termasuk memberikan suatu alas an pada setiap kasus yang dialami, menggunakan abstraksi,
membuat perencanaan, dan memberi penilaian.
Pemeriksaan status dan fungsi mental memiliki hubungan dengan pemeriksaan bahasa sebab
pemeriksaan bahasa merupakan modal fungsi korteks. Perubahan perilaku seseorang
berkaitan dengan disfungsi otak organic, maka dari itu perawat perlu memeriksa riwayat
keluarga pasien untuk menentukan penyebab perilaku yang berhubungan dengan status
mental pasien.
Pemeriksaan mental pasien dapat dievaluasi dengan cara memeinta pasien menyebutkan 6
digit nomor yang sebelumnya telah ditentukan oleh pemeriksa serta pasien dapat diminta
menyebutkan 6 macam Negara yang berbeda. Hal tersebut dapat menentukan status dan
fungsi mental pasien.
1. Pemeriksaan motorik
Evaluasi sistem motor pada anak usia sekolah dapat dilakukan secara formal dan biasnya
cukup pada otot proksimal dan distal anggota gerak atas dan bawah. Uji kekuatan otot hanya
dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat mengerjakan instruksi pemeriksa dan kooperatif.
Pada bayi dan anak yang tidak dapat kooperatif hanya dapat dinilai kesan keseluruhannya
saja.
1. Respon traksi
Pada seorang bayi atau anak yang normal, sebelum duduk maka dia terlebih dulu harus
mempunyai kontrol terhadap fungsi otot-otot lehernya. Sejak lahir sampai usia 2 bulan,
kepala anak akan tertinggal apabila kita mengangkat anak tersebut pada kedua tangannya dari
posisi tidur ke posisi duduk. Keadaan ini disebut dengan head leg. Salah satu tes untuk
mengetahui kontrol terhadap otot-otot leher dan kepala adalah respon traksi.
Caranya:
Bayi ditidurkan pada posisi supinasi, kemudian pemeriksa memegang kedua tangan bayi pada
pergelangan tangan, secara perlahan-lahan anak ditarik sampai pada posisi duduk. Kemudian
dievaluasi kemampuan bayi dalam mengontrol posisi leher dan kepalanya. Apabila kepala
masih tertinggal di belakang pada saat bayi posisi duduk maka head leg-nya positif (masih
ada), tapi apabila bayi mampu mengangkat kepalanya pada saat posisi duduk maka head leg-
nya negatif (menghilang). Head leg harus sudah menghilang setelah bayi berusia 3 bualn.
Apabiala setelah 3 bulan masih didapat head leg yang positif, maka harus dicurigai adanya
kemungkinan hipotoni, kelainan SSP atau prematurasi.
1. Suspensi ventral
Tes suspensi ventral dapat mengetahui kontrol kepala, curvatura thoraks, kontrol tangan dan
kaki terhadap gravitasi.
Caranya:
Bayi ditidurkan pada posisi pronasi, kemudian telapak tangan pemeriksa menyanggah badan
bayi pada daerah dada. Pada bayi aterm dan normal, posisi kepala akan jatuh ke bawah ±
membentuk sudut 45° atau kurang dari posisi horizontal, punggung lurus atau sedikit fleksi,
tangan fleksi pada siku dan sedikit ekstensi pada sendi bahu dan sedikit fleksi pada sendi
lutut. Dengan bertambahnya usia, posisi kepala terhadap badan bayi akan semakin lurus
(horizontal). Pada bayi hipotoni, leher dan kepala bayi sangat lemas sehingga pada tes
suspensi ventral akan berbentuk seperti huruf “U” terbalik. Sedangkan pada bayi palsi
serebral, tes suspensi ventral akan menunjukkan posisi hiperekstensi.
Tonus otot yaitu retensi yang terdeteksi oleh pemeriksa saat menggerakkan sendi secara
pasif, tonus otot sering kali terganggu jika terdapad gangguan sistem saraf. Otot dapat
diamati untuk melihat adanya tanda-tanda kelemahan, fasikulasi, atau kontraktur. Kekuatan
otot dapat diperiksa dengan membandingkan otot satu sisi dengan otot sisi lainnya.
Posisikan tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan
dagu tidak dapat mencapai dada. Normalnya dagu pasien akan menempel di dada dan tidak
ada tahanan.
1. Brudzinsky I
Letakkan satu tangan perawat di bawah kepala pasien dan tangan lain di dada pasien untuk
mencegah badan tidak terangkat kemudian kepala pasien di fleksikan ke dada secara pasif.
Brudzinsky akan positif bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi
lutut
1. Brudzinsky II
Tanda Brudzinsky II positif bila fleksi klien pada sendi panggul secra pasif akan diikuti oleh
fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
1. Tanda Kerniq
Pasien diposisikan telentang, kemudian fleksikan tungkai atas agak lurus lalu luruskan
tungkai bawah pada sendi lutut. Normalnya dapat membentuk sudut 135 terhadap tungkai
bawah.
1. Pemeriksaan Refleks
1. Reflek superfisial, dengan cara menggores kulit abdomen dengan empat
goresan yang membentuk segi empat dibawah xifoid.
2. Refleks tendon dalam dengan mengetuk menggunakan hammer pada tendon
biseps, trisep, patela dan achiles dengan penilaian pada bisep (terjadi fleksi
sendi siku), trisep (terjadi ekstensi sendi siku), patela (terjadi ekstensi sendi
lutut )dan pada achiles (terjadi fleksi plantar kaki) apabila hiperfleks apabila
hiporefleks apabila terjadi kelainan pada lower motor neuron.
3. Refleks patologis dapat menilai adanya refleks babinski dengan cara
menggores permukaan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya
positif apabila terjadi reaksi ekstensi ibu jari.
1. Anamnese
Wawancara berfungsi untuk mengumpulkan data terkait kesehatan pasien. Pengumpulan data
ini bisa diperoleh dari pasien maupun dari pihak keluarga pasien. Aspek-aspek yang dikaji
antara lain:
Keluhan Utama
Hal-hal yang dapat di kaji yaitu nyeri, vertigo,masalah pengelihatan, penciuman, menelan,
sulit berbicara,gagguan eliminasi pernapasan, sirkulasi, suhu tubuh, seksualitas, dan emosi.
Pengumpulan data-data tersebut dapat menggunakan pola PQRST.
Dalam mengumpulkan data tentang riwayat penyakit dahulu, perawat dapat menanyakan
apakah pasien pernah mengalami cedera kepala, stroke, pembedahan, dan lain sebagainya.
1. Obat-obatan
Perawat dapat menanyakan mengenai adanya anggota yang menderita penyakit terkait sistem
persyarafan, hipertensi, atau stroke.
1. Pola pemeliharaan kesehatan
Perawat dapat mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari pasien,
pola rekreasi, gizi, pola pemecahan masalah.
1. Konsep diri
Perawat dapat mengkaji mengenai kemampuan pasien dalam merawat diri, mewujudkan
peranan yang diharapkan, memenuhi kebutuhan seksualnya.
1. Pertimbangan perkembangan
Aspek ini ditujukan terutama pada usia Lansia dan anak-anak. Pada pasien anak atau bayi
dapat ditanyakan kepada orang tua pasien mengenai adakah faktor risiko yang dialami selama
kehamilan, adakah keluarga yang memiliki gangguan persyarafan, bagaimana perkembangan
motorik dan kognitif anak, dan lain sebagainya.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap organ
lainnya. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang dibutuhkan bagi tenaga
kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Tujuan Pemeriksaan fisik
yaitu Mengetahui sistem persarafan, Mengetahui status kesehatan neurologis pasien, Sebagai
alat untuk menegakkan diagnosa. Anamnese, Inspeksi, Pemeriksaan bahasa dan bicara,
Pemeriksaan status dan fungsi mental, Pemeriksaan GCS, Pemeriksaan Tonus Otot,
Pemeriksaan Motorik, Pemeriksaan Tanda Meningeal, Pemeriksaan Refleks.
3.2 Saran
Sistem saraf sangat berpengaruh terhadap segala sistem yang ada dalam tubuh manusia.
Hapir semua penyakit berhubungan dengan sistem saraf, oleh karena itu disarankan bagi para
pembaca untuk mendeteksi secara dini kondisi kesehatanya dan dilakukan pemeriksaan fisik
khususnya neurologik.
DAFTAR PUSTAKA
Price, A Silvia dan Wilson, M Lorraine. 1995. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC.
Matondang, Corry S, dkk. 2000. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: PT Sagung Seto.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba Medika.