Anda di halaman 1dari 15

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEURO

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Klinik IV B

oleh

Faradila Risky S                          (102310101018)

Alvivo Darma Chandra               (102310101092)

Aulia Merdekawati                      (102310101094)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

 2012

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap organ
lainnya. Secara spesifik sistem saraf merupakan suatu sistem protektif dari rangsangan yang
membahayakan, dapat menghantarkan sinyal dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya untuk
menghasilkan respon tubuh dan sebagai sistem komunikasi untuk mengirimkan informasi ke
otak. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang dibutuhkan bagi tenaga
kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Pemeriksaan ini
membutuhkan ketelitian dan pengalaman, yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan yang
spesifik.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan teliti dengan melihat riwayat penyakit pasien
dan kondisi fisiknya. Otak dan medula spinalis tidak dapat dilihat, diiperkusi, dipalpasi
ataupun diauskultasi seperti sistem lainnya dalam tubuh. Agar pemeriksaan neurologis dapat
memberikan informasi yang akurat, maka perlu di usahakan kerja sama yang baik antara
pemeriksa dan pasien dan pasien diminta untuk kooperatif (Brunner, 2001).

Pemeriksaan neurologis yang terdiri atas anamnesis, rangkuman gejala pasien, dan
pembahasan mengenai keluhan yang terkait pada anggota keluarga pasien, akan
memfokuskan pemikiran pemeriksa, mengarahkan pemeriksaan fisik dan menjadi kunci
pemeriksaan diagnostik. Hubungan erat antara gejala neurologik dan gejala penyakit medis
lainnya memerlukan evaluasi medis yang lengkap dan akurat. Pengaturan pemeriksaan
neurologis sangat penting dalam mengikuti suatu urutan pemeriksaan tertentu sehingga
tenaga medis dapat mengevaluasi informasi yang ada dan langsung memeriksa segmen
selanjutnya yang belum diperiksa (Price dan Wilson, 2006)

1.2  Tujuan

1.2.1        Tujuan Umum

Tujuan Umum makalah ini adalah mengetahui macam-macam teknik pemeriksaan fisik
sistem neuro.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui status kesehatan neurologis pasien


2. Sebagai alat untuk menegakkan diagnosa
3. Mengetahui berbagai teknik pemeriksaan fisik sistem persarafan
4. Mengetahui hasil normal dan abnormal pemeriksaan fisik
5. Mengetahui macam-macam pemeriksaan fisik pada sistem persarafan

1.3 Implikasi dalam keperawatan

Sistem persarafan merupakan suatu sistem pengontrol seluruh sistem tubuh manusia sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan fisik neurologi
dilakukan secara akurat oleh perawat sebagai upaya mengetahui fungsi fisiologis dan
patologis pasien, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan secara tepat, cepat dan
efisien. Pengamatan dapat diperoleh dari respon pasien maupun perilaku pasien. Peran
perawat memberikan penyuluhan dan perubahan kebutuhan pasien sehingga diharapkan dapat
membantu mengurangi kesulitan gerak motorik halus maupun sensorik.

Pemeriksaan secara tidak tepat dapat berdampak buruk pada pasien sebab diagnosa yang
dibuat berdasarkan pemeriksaan tersebut akan menjadi fatal sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan fisik secara cermat untuk mengurangi kesalahan dalam pemeriksaan fisik.

 
 

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian sistem saraf

Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling berhubungan, sangat
khusus dan kompleks untuk mengkoordinasikan, mengatur dan mengendalikan interaksi
antara seorang individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf
(neoron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan sel schawnn) yang saling berkaitan dan
terintegrasi satu sama lain (Price dam Wilson, 2006).

2.2 Pengertian pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis adalah suatu proses yang membutuhkan ketelitian dan pengalaman
yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan pada fungsi yang sangat spesifik. Meskipun
pemeriksaan neurologis sering terbatas pada pemeriksaan yang sederhana, namun
pemeriksaan ini sangat penting dilakukan oleh pemeriksa, sehingga mampu melakukan
pemeriksaan neurologis dengan teliti  dengan melihat riwayat penyakit dan keadaan fisik
lainnya. Banyak fungsi neurologik paisen yang dapat dikaji selama pengkajian riwayat dan
pengkajian riwayat fisik rutin. Salah satuya adalah mempelajari tentang pola bicara, status
mental, gaya berjalan, cara berdiri, kekuatan motorik,dan koordinasinya. Aktivitas sederhana
yang dapat memberikan informasi banyak bagi orang yang melakukan pengkajian adalah saat
berjabat tangan dengan pasien (Smeltzer dan Bare, 2002).

 
 

BAB 3. KAJIAN TEORI

Pemeriksaan fisik neuro terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan berdasarkan dari
pemeriksaan imobilitas sampai pemeriksaan mobilitas,, antara lain.

1. Pemeriksaan GCS

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan
dari lingkungan. Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor,
termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen
karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang
kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau
sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian). Penurunan tingkat
kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak
mengalami kekurangan oksigen (hipoksia), kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan
syok), penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis), dehidrasi, asidosis,
alkalosis, pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan, hipertermia, hipotermia, peningkatan
tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak), infeksi (encephalitis), epilepsi.

Jenis-jenis tingkat kesadaran antara lain:

1. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat


menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil subjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera
kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran
dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang
menunjukan adanya penurunan kesadaran.
1. Membuka mata (E)

Spontan                              : 4

Dengan diajak bicara          : 3

Rangsang nyeri                   : 2

Tidak ada respon                : 1

1. Respon verbal (V)

Terdapat kesadaran dan orientasi   : 5

Disorientasi waktu                          : 4

Berkata tanpa arti                           : 3

Hanya menegrang                           : 2

Tidak ada suara                              : 1

1. Respon motoik (M)

Sesuai perintah                               : 6

Lokalisir nyeri                                 : 5

Menghindari nyeri                          : 4

Fleksi abnormal                              : 3

Ekstensi abnormal                          : 2

Tidak ada gerak                              : 1

Jika nilai GCS:

14-15          : cedera kepala ringan

9-13            : cedera kepala sedang

3-8              : cedera kepala berat

1. Inspeksi

Pemeriksaan secara inspeksi dilakukan dengan menggunakan system penglihatan pengamat


yang memprioritaskan posisi tubuh bayi dan anak. Posisi telungkup menjadi posisi yang
digunakan saat menentukan normal dan abnormal tubuh bayi. Posisi normal pada bayi yaitu
saat posisi telungkup, kepala dapat menyentuh meja, serta tangan bayi menggenggam dengan
posisi tungkai pada keadaan fleksi.

Beberapa pemeriksaan fisik secara inspeksi dapat diketahui posisi abnormal pada bayi, yaitu :

1. Frog Posture

Keadaan posisi tubuh bayi saat tangan bayi tampak lemas disamping tubuhnya dengan posisi
terbuka (tidak menggenggam).

1. Hemiplegi

Suatu keadaan dimana salah satu sisi tubuh bayi fleksi dan yang lainnya tampak ekstensi
lemah.

1. Hipototoni

Suatu keadaan dimana posisi bayi tertelungkup dengan posisi tangan dan tungkai terletak
lurus diatas meja. Kadangkala hal tersebut menunjukkan bahwa bayi kemungkinan
mengalami gangguan SSP (system saraf pusat).

1. Pemeriksaan bahasa dan bicara

Salah satu pemeriksaan yang perlu diperhatikan pada saat pasien berbicara dan menangkap
inti pembicaraan sebab hal ini menjadi fungsi hemisfer dominan. Hemisfer kiri adalah bagian
yang dominan untuk berbicara yang pada umumnya terjadi pada pengguna tangan kanan
dominan, sebagian juga pada orang kidal.

Beberapa gangguan bicara dapat menandakan adanya gangguan pada system neuronya. Ada 3
jenis gangguan yang dapat dikategorikan gangguan bicara, yaitu:

1. Disartria adalah suatu gangguan yang menyerang system otot bicara sehingga terjadi
penurunan kemampuan artikulasi, enumerasi, dan irama bicara. Misalnya saat pasien
diminta untuk menirukan kata “endokarditis” maka dapat diperkirakan pasien tidak
dapat menirukan kata tersebut. Penurunan fungsi otot bicara tersebut dapat
disebabkan oleh sklerosis amiotropik lateral, paralisis pseudobulbar, atau miastenia
gravis.
2. Disfonia adalah suatu gangguan pada suara, atatu vokalisasi. Berbeda dengan disartia
yang terdeteksi disebabkan oleh gangguan neuro, pada disfonia juga dapat disebabkan
non-neurologis tetapi penyebab neurologisnya yaitu cedera saraf rekuren laringeus
dan tumor otak. Karakteristik penderita disfonia adalah pasien diminta untuk
mengucapkan kata “E” maka suara pasien terdengar parau dan kasar.
3. Afasia merupakan suatu istilah yang menyebutkan adanya hilangnya kemampuan
untuk memahami, mengeluarkan dan menyatakan konsep bicara. Afasia dibagi
menjadi 2 yaitu afasia motorik yang merupakan istilah hilangnya suatu konsep
pemikiran seseorang yag tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata atau tulisan serta
afasia sensorik merupakan hilangnya kemampuan untuk memahami suatu percakapan.
Karakteristik penyebab afasia adalah adanya gangguan serebrovaskular yang
mengenai arteria serebri media.

1. Pemeriksaan status dan fungsi mental

Pada pemeriksaan ini lebih menunjukkan fungsi neuro bagian korteks yang lebih tinggi
termasuk memberikan suatu alas an pada setiap kasus yang dialami, menggunakan abstraksi,
membuat perencanaan, dan memberi penilaian.

Pemeriksaan status dan fungsi mental memiliki hubungan dengan pemeriksaan bahasa sebab
pemeriksaan bahasa merupakan modal fungsi korteks. Perubahan perilaku seseorang
berkaitan dengan disfungsi otak organic, maka dari itu perawat perlu memeriksa riwayat
keluarga pasien untuk menentukan penyebab perilaku yang berhubungan dengan status
mental pasien.

Pemeriksaan mental pasien dapat dievaluasi dengan cara memeinta pasien menyebutkan 6
digit nomor yang sebelumnya telah ditentukan oleh pemeriksa serta pasien dapat diminta
menyebutkan 6 macam Negara yang berbeda. Hal tersebut dapat menentukan status dan
fungsi mental pasien.

1. Pemeriksaan motorik

Evaluasi sistem motor pada anak usia sekolah dapat dilakukan secara formal dan biasnya
cukup pada otot proksimal dan distal anggota gerak atas dan bawah. Uji kekuatan otot hanya
dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat mengerjakan instruksi pemeriksa dan kooperatif.
Pada bayi dan anak yang tidak dapat kooperatif hanya dapat dinilai kesan keseluruhannya
saja.

1. Respon traksi

Pada seorang bayi atau anak yang normal, sebelum duduk maka dia terlebih dulu harus
mempunyai kontrol terhadap fungsi otot-otot lehernya. Sejak lahir sampai usia 2 bulan,
kepala anak akan tertinggal apabila kita mengangkat anak tersebut pada kedua tangannya dari
posisi tidur ke posisi duduk. Keadaan ini disebut dengan head leg. Salah satu tes untuk
mengetahui kontrol terhadap otot-otot leher dan kepala adalah respon traksi.

Caranya:

Bayi ditidurkan pada posisi supinasi, kemudian pemeriksa memegang kedua tangan bayi pada
pergelangan tangan, secara perlahan-lahan anak ditarik sampai pada posisi duduk. Kemudian
dievaluasi kemampuan bayi dalam mengontrol posisi leher dan kepalanya. Apabila kepala
masih tertinggal di belakang pada saat bayi posisi duduk maka head leg-nya positif (masih
ada), tapi apabila bayi mampu mengangkat kepalanya pada saat posisi duduk maka head leg-
nya negatif (menghilang). Head leg harus sudah menghilang setelah bayi berusia 3 bualn.
Apabiala setelah 3 bulan masih didapat head leg yang positif, maka harus dicurigai adanya
kemungkinan hipotoni, kelainan SSP atau prematurasi.
1. Suspensi ventral

Tes suspensi ventral dapat mengetahui kontrol kepala, curvatura thoraks, kontrol tangan dan
kaki terhadap gravitasi.

Caranya:

Bayi ditidurkan pada posisi pronasi, kemudian telapak tangan pemeriksa menyanggah badan
bayi pada daerah dada. Pada bayi aterm dan normal, posisi kepala akan jatuh ke bawah ±
membentuk sudut 45° atau kurang dari posisi horizontal, punggung lurus atau sedikit fleksi,
tangan fleksi pada siku dan sedikit ekstensi pada sendi bahu dan sedikit fleksi pada sendi
lutut. Dengan bertambahnya usia, posisi kepala terhadap badan bayi akan semakin lurus
(horizontal). Pada bayi hipotoni, leher dan kepala bayi sangat lemas sehingga pada tes
suspensi ventral akan berbentuk seperti huruf “U” terbalik. Sedangkan pada bayi palsi
serebral, tes suspensi ventral akan menunjukkan posisi hiperekstensi.

Tonus otot yaitu retensi yang terdeteksi oleh pemeriksa saat menggerakkan sendi secara
pasif, tonus otot sering kali terganggu jika terdapad gangguan sistem saraf. Otot dapat
diamati untuk melihat adanya tanda-tanda kelemahan, fasikulasi, atau kontraktur. Kekuatan
otot dapat diperiksa dengan membandingkan otot satu sisi dengan otot sisi lainnya.

Perubahan fungsi motorik:

Gangguan Tanda klinis Gangguan neurologis


otot
Distonia Posisi bagian-bagian tubuh bertahan
Gangguan
dengan keadaan abnormal dengan ekstrapiramidal, penyakit
sedikit tahanan sewaktu delakukan wilson,neuropati
gerakan pasif venotiazin, infeksi virus
pada otak
Paratonia Tahanan terhadap gerakan pasif pada Penyakit lobus frontalis
seluruh gerakan
Kekakuan Ektensi dan pronasi lengan dan Cedera otak berat di atas
deserebrasi pronasi dari tungkai spons
Hipotonia Peningkatan macam gerak sendi Gangguan sereberal
Hemibalismu Gerakan unilateral, mengenal bagian Penyempitan pembuluh
s yang berlawanan dengan lesi, darah otak mengenai
gerakan sendi proksimal yang kasar nukleus subtalamikus
dan mengayun
Tremor Rimik involunter Lesi pada jaras sereberal

1. Pemeriksaan Tanda Meningeal


1. Kaku duduk

Posisikan tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan
dagu tidak dapat mencapai dada. Normalnya dagu pasien akan menempel di dada dan tidak
ada tahanan.

1. Brudzinsky I

Letakkan satu tangan perawat di bawah kepala pasien dan tangan lain di dada pasien untuk
mencegah badan tidak terangkat kemudian kepala pasien di fleksikan ke dada secara pasif.
Brudzinsky akan positif bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi
lutut

1. Brudzinsky II

Tanda Brudzinsky II positif bila fleksi klien pada sendi panggul secra pasif akan diikuti oleh
fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.

1. Tanda Kerniq

Pasien diposisikan telentang, kemudian fleksikan tungkai atas agak lurus lalu luruskan
tungkai bawah pada sendi lutut. Normalnya dapat membentuk sudut 135 terhadap tungkai
bawah.

1. Pemeriksaan Refleks
1. Reflek superfisial, dengan cara menggores kulit abdomen dengan empat
goresan yang membentuk segi empat dibawah xifoid.
2. Refleks tendon dalam dengan mengetuk menggunakan hammer pada tendon
biseps, trisep, patela dan achiles dengan penilaian pada bisep (terjadi fleksi
sendi siku), trisep (terjadi ekstensi sendi siku), patela (terjadi ekstensi sendi
lutut )dan pada achiles (terjadi fleksi plantar kaki) apabila hiperfleks apabila
hiporefleks apabila terjadi kelainan pada lower motor neuron.
3. Refleks patologis dapat menilai adanya refleks babinski dengan cara
menggores permukaan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya
positif apabila terjadi reaksi ekstensi ibu jari.

  Refleks Metode pengkajian Temuan yang lazim


  Refleks tendon dalam
Fleksikan lengan bawah anak. Letakkan
Lengan bawah sedikit
  Biseps ibu jari perawat di atas ruang antekubiti
fleksi
dan ketuk dengan palu refleks.
Tekuk lengan anak pada siku sambil
Lengan bawah sedikit
  Triseps menopang lengan bawah. Ketuk tendon
ekstensi
triseps di atas siku.
Letakkan lengan dan tangan anak pada
;engan bawah flesi dan
posisi relaks dengan telapak tangan di
  brakioradialis telapak tangan mengangkat
bawah. Ketuk radius 2,5 cm diatas
keatas.
pergelangan tangan.
  Patella Dudukan anak di atas meja atau Tungkai bawah ekstensi
pangkuan orang tua dengan tungkai
fleksi dan tergantung. Ketuk tendon
patela tepat di bawah tempurung lutut.
Dudukan anak di atas meja atau
pangkuan orang tua dengan tungkai Plantar fleksi kaki 
  Achiles
fleksi dan topang kaki dengan pelan (menunjuk ke bawah)
ketuk tendon achiles
  Refleks superfisial
Gores kulit ke arah umbilikus. Kaji
refleks di empat kuadran. Refleks Umbilikus bergerak ke arah
  Abdomen
abdominal mungkin tidak dijumpai stimulus
pada 6 bulan pertama.
Testis tertarik ke dalam
  kremasterik Gores paha bagian dalam atas
kanalis inguinalis
Terjadi kontraksi sfingter
  Anus Rangsang kulit di area perianal
anus yang kuat.

Refleks bayi (automatisme)

Refleks Deskripsi Metode pengkajian Makna temuan


Berkedip Di jumpai pada tahun Sorotkan cahaya ke Jika refleks ini tidak
pertama kehidupan mata dijumpai maka
menunjukan adanya
kebutaan
Tanda babinski Jari kaki mengembang Gores telapak kaki Pengembangan jari kaki
dan ibu jari kaki sepanjang tepi terluar, dan ibu jari kaki
dorsofleksi. Dijumpai dimulai dari tumit dorsofleksi.
sampai umur 2 tahun
Merangkak Bayi membuat gerakan Letkakkan bayi Ketidaksimetrisan
merangkak dengan tengkurap di atas gerakan menunjukan
lengan dan kaki bila di permukaan yang rata gangguan neurologi
letakkan pada abdomen
Menari atau Kaki bayi bergerak ke Pegang bayi sehingga Refleks yang menetap
melangkah atas dan kebawah bila kakinya sedikit melebihi 4-8 minggu
kaki sedikit disentuhkan menyentuh permukaan merupakan keadaan
ke permukaan yang yang keras abnormal
keras. Dijumpaiselama
4-8 minggu pertama
Ekstruksi Lidah ekstensi ke arah Sentuh lidah dengan Ekstensi lidah yang
luar bila di sentuh. Di ujung spatel lidah persisten menunjukkan
jumpai dampai umur 4 down syndrom.
bulan
Galant’s Punggung bergerak ke Gores punggung bayi Tidak adanya reflek
arah samping bila di sepanjang sisi tulang menunjukan adanya
stimulasi belakang dari bahu gangguan
sampai ke bokong
Moro’s Lengan ekstensi, jari- Ubah posisi bayi Refleks menetap lebih
jari mengembang, secara tiba-tiba atau dari 4 bulan menunjukan
kepala terlempar ke pukul meja kerusakan otak. Menetap
belakang, tungkai lebih dari 6 bulan sangat
sedikit ekstensi. Lengan menunjukan kerusakan
kembali menggenggam. otak. Respon yang tidak
Tulang dan ekstremitas simetris menunjukan
bawah ekstensi. hemiparesis, fraktur
klavikula. Tidak adanya
respon pada ekstremitas
bawah menunjukan
dislokasi pinggul
kongenital atau cedera
medula spinalis bagian
bawah
Neck righting Bila bayi terlentang, Letakkan bayi dalam Tidak ada reflek/ reflek
bahu dan badan posisi telentang coba yang menetap lebih dari
kemudian pelvis menarik perhatian bayi 10 bulan menunjukan
berotasi ke arah dimana dari satu sisi gangguan pada sistem
bayi berputar. Di jumpai syaraf pusat
selama 10 bulan
pertama
Menggenggam Jari-jari bayi Letakkan jari di Fleksi yang tidak
melengkung di sekitar telapak tangan bayi simetris menunjukan
jari yang diletakkan di dari sisi ulnar paralisis. Reflek
telapak tangan bayi dari menggenggam yang
sisi ulnar.  Refleks ini menetap menunjukan
menghilang pada umur gangguan srebral
3-4 bulan
Rooting Bayi memutar pada pipi Gores sudut mulut bayi Tidak adanya refleks
yang di gores. Refleks atau garis tengah bibir menunjukan gangguan
ini menghilang pada neurologi yang berat
umur 3-4 bulan, tetapi
bisa menetap hingga
umur 12 bulan,
khususnya selama tidur
Kaget (startle) Bayi mengekstensikan Bertepuk tangan Tidak adanya refleks
dan memfleksikan dengan keras menunjukan kerusakan
lengan dalam berespon pendengaran
terhadap suara yang
keras. Tangan tetap
rapat. Refleks ini akan
menghilang setelah
umur 4 bulan
Mengisap Bayi mengisap dengan Berikan botol atau dot Refleks yang lemah atau
kuat dalam berespon tidak ada menunjukan
terhadap stimulasi keterlambatan
perkembangan atau
abnormalitas neurologi
Tonic neck Bayi melakukan Putar kepala dengan Dinggap tidak normal
perubahan posisi bila cepat ke satu sisi jika respon terjadi setiap
kepala di putar ke satu kali kepala di putar. Jika
sisi. Lengan dan tungkai menetap menunjukan
akstensi ke arah sisi kerusakan serebral mayor
putaran kepala dan
fleksi pada sisi yang
berlawanan. Normalnya
refleks ini tidak terjadi
setiap kali kepala di
putar. Tampak pada usia
kurang lebih 2 bulan
dan menghilang pada
umur 6 bulan
       

Tambahan Kajian Kelompok :

1. Anamnese

Wawancara berfungsi untuk mengumpulkan data terkait kesehatan pasien. Pengumpulan data
ini bisa diperoleh dari pasien maupun dari pihak keluarga pasien. Aspek-aspek yang dikaji
antara lain:

Keluhan Utama

Hal-hal yang dapat di kaji yaitu nyeri, vertigo,masalah pengelihatan, penciuman, menelan,
sulit berbicara,gagguan eliminasi pernapasan, sirkulasi, suhu tubuh, seksualitas, dan emosi.
Pengumpulan data-data tersebut dapat menggunakan pola PQRST.

1. Riwayat penyakit dahulu

Dalam mengumpulkan data tentang riwayat penyakit dahulu, perawat dapat menanyakan
apakah pasien pernah mengalami cedera kepala, stroke, pembedahan, dan lain sebagainya.

1. Obat-obatan

Perawat dapat menanyakan mengenai penggunaan obat-obatan yang dapat mengganggu


sistem syaraf

1. Riwayat kesehatan keluarga

Perawat dapat menanyakan mengenai adanya anggota yang menderita penyakit terkait sistem
persyarafan, hipertensi, atau stroke.
1. Pola pemeliharaan kesehatan

Perawat dapat mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari pasien,
pola rekreasi, gizi, pola pemecahan masalah.

1. Konsep diri

Perawat dapat mengkaji mengenai kemampuan pasien dalam merawat diri, mewujudkan
peranan yang diharapkan, memenuhi kebutuhan seksualnya.

1. Pertimbangan perkembangan

Aspek ini ditujukan terutama pada usia Lansia dan anak-anak. Pada pasien anak atau bayi
dapat ditanyakan kepada orang tua pasien mengenai adakah faktor risiko yang dialami selama
kehamilan, adakah keluarga yang memiliki gangguan persyarafan, bagaimana perkembangan
motorik dan kognitif anak, dan lain sebagainya.

 
 

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap organ
lainnya. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang dibutuhkan bagi tenaga
kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Tujuan Pemeriksaan fisik
yaitu Mengetahui sistem persarafan, Mengetahui status kesehatan neurologis pasien, Sebagai
alat untuk menegakkan diagnosa. Anamnese, Inspeksi, Pemeriksaan bahasa dan bicara,
Pemeriksaan status dan fungsi mental, Pemeriksaan GCS, Pemeriksaan Tonus Otot,
Pemeriksaan Motorik, Pemeriksaan Tanda Meningeal, Pemeriksaan Refleks.

3.2 Saran

Sistem saraf sangat berpengaruh terhadap segala sistem yang ada dalam tubuh manusia.
Hapir semua penyakit berhubungan dengan sistem saraf, oleh karena itu disarankan bagi para
pembaca untuk mendeteksi secara dini kondisi kesehatanya dan dilakukan pemeriksaan fisik
khususnya neurologik.
 

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. 1987.Fisiologi kedokteran. Edisi ke 5. Jakarta: EGC.

Price, A Silvia dan Wilson, M Lorraine. 1995. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC.

Matondang, Corry S, dkk. 2000. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: PT Sagung Seto.

Engel, Joyce. 1998. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Priharjo, Robbert. 1996. Pemeriksaan Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai