Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTEK KLINIK KMB 1

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN CAIRAN


AKIBAT PATOLOGI SISTEM PERKEMIHAN DAN METABOLIK

Dibimbing Oleh:

Purbianto, S.Kp,M.Kep.Sp.Kmb

Di Susun Oleh:

Idealti Ajeng Soleha

1814401013

Tingkat II Reguler 1

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

PROGRAM STUDI DIPLOMA III JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020
LAPORAN PRAKTEK KLINIK KMB 1
PRODI DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN CAIRAN


AKIBAT PATOLOGI SISTEM PERKEMIHAN DAN METABOLIK

A. DASAR TEORI
A.1. DEFINISI HIPOVOLEMIA
Penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraseluler ( SDKI DPP PPNI,
2018).
A.2. PENYEBAB
1) Kehilangan cairan aktif
2) Kegagalan mekanisme regulasi
3) Peningkatan permeabilitas kapiler
4) Kekurangan intake cairan
5) evaporasi
A.3. GEJALA DAN TANDA MAYOR
1. Subjektif
(tidak tersedia)
2. Objektif
1) Frekuensi nadi meningkat
2) Nadi teraba lemah
3) Tekanan darah menurun
4) Tekanan nadi menyempit
5) Turgor kulit menurun
6) Membaran mukosa kering
7) Volume urine menurun
8) Hematokrit meningkat
A.3. GEJALA DAN TANDA MINOR
1. Subjektif
1) Merasa lemah
2) Mengeluh haus

2. Objektif
1) Pengisian vena menurun
2) Status mental berubah
3) Suhu tubuh meningkat
4) Konsentrasi urine meningkat
5) Berat badan turun tiba-tiba

A.4. KONDISI KLINIS TERKAIT (Uraikan patofisiologi kondisi klinis yang terkait)
1) Trauma/ perdarahan

Patofisiologi perdarahan intrakranial bergantung dari penyebab terjadinya, dapat berupa


traumatik dan nontraumatik. Perdarahan intrakranial traumatik terjadi akibat proses trauma yang
menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Pada perdarahan intrakranial nontraumatik,
perdarahan disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah.

Perdarahan Intrakranial Traumatik


Perdarahan intrakranial traumatik disebabkan oleh cedera otak traumatik yang selanjutnya
menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak dan perdarahan. Perdarahan akibat trauma ini
dapat berhubungan dengan fraktur tengkorak, misalnya pada perdarahan ekstradural, atau akibat
gaya geser (shearing force), misalnya pada diffuse axonal injury.

Perdarahan Intrakranial Nontraumatik


Perdarahan intrakranial nontraumatik biasanya disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil.
Diawali dengan perubahan degeneratif pada dinding pembuluh darah yang disebabkan
vaskulopati. akibat hipertensi jangka panjang. Hal ini disebut sebagai lipohialinosis. Selain itu,
jika perdarahan disebabkan oleh angiopati amiloid serebral, maka proses perdarahan diawali
dengan deposisi peptida amiloid-beta pada dinding pembuluh darah kecil leptomeningeal dan
korteks. Akhirnya, akan terjadi perubahan degeneratif yang ditandai dengan matinya sel-sel otot
polos, penebalan dinding, penyempitan lumen pembuluh darah, pembentukan aneurisma mikro
dan perdarahan-perdarahan mikro yang disebabkan oleh akumulasi amiloid.
Cedera Otak Sekunder
Pecahnya pembuluh darah dan perdarahan yang terjadi selanjutnya akan menyebabkan
penekanan atau kerusakan mekanik pada parenkim otak. Dilanjutkan dengan edema
perihematoma yang terjadi dalam waktu 3 jam setelah onset gejala. Puncak edema ini
diperkirakan adalah sekitar 10-20 hari setelah onset. Selanjutnya, proses kerusakan sekunder
akan terjadi yang dimediasi oleh sel-sel darah dan plasma. Kemudian, akan terjadi proses
peradangan yang ditandai dengan aktivasi kaskade koagulasi dan deposisi besi hasil degradasi
hemoglobin. P ada akhirnya, hematoma akan membesar dalam 24 jam pertama (hal ini terjadi
pada 38% pasien).

2) Diare
Patofisiologi
 Diare adalah ketidakseimbangan antara absorpsi air dan sekresi air atau elektrolit.
Pada keadaan normal, absorpsi air dan elektrolit lebih besar di bandingkan
ekskresi.
 Empat mekanisme yang menyebabkan ketidakseimbangan dan elektrolit,
adalah :Perubahan transfor aktif yang berakibat pada pengurangan absorpsi
sodium (Na) dan peningkatan sekresi klorida
 Perubahan motilitasnsaluran pencernaan.
 Peningkatan osmolaritas luminal saluran pencernaan
 Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan
 Diare sekretori dapat terjadi jika dalam saluran pencernaan terdapat zat-zat
sejenis vasoaktif peptide intestinal atau toksin bakteri yang meningkatkan sekresi
atau menghambat absorbs air atau elektrolit dalam jumlah yang besar.
 Adanya gangguan absorpsi suatu zat dalam intestinal yang menyebabkan diare
osmotic
 Inflamasi di usus halus yang menyebabkan diare eksudatif dan terjadi sekresi
mucus, protein atau darah dalam usus halus.
 Adanya infeksi baik non invesif atau invasive. Pada non invasive
(enterotoksigenik) toksin yang diproduksi akan terikat pada mukosa usus halus,
namun tidak termasuk mukosa. Pada diare invasive, diare menyebabkan
kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulcerasi dan menyebabkan sekretorik
eksudatif. Penyebab diare lainnya, seperti parasit menyebabkan keruakan berupa
ulkus yag besar ( hystolitica), kerusakan vili yang penting untuk penyerapan air,
elektrolit da zat makanan (G. lambria).
 Obat antimikroba dapat merubah flora normal dalam saluran pencernaan,
sedangkan obat lain seperti laksatif dapat meningkatkan motilitas saluran
pencernaan.
Manifestasi Klinik
 Diare dibagi menjadi dua, diare akut dan kronik
 Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri parasit maupun
virus. Penderita diare akut sering mengeluh flatulen, malaise, nyeri lambung,
diikuti berat adan turun, anoreksia, dan lemah.
 Diare yang menyebabkan kekurangan cairan akan menyebabkan pasien merasa
haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, tugor kulit menurun, hipotensi,
takikardi, dan suara menjadi serak. Gangguan biokimiawi seperti asidosis
metabolic akan menyebabkan frekuensi pernapasan menjadi lebih cepat dan
dalam.
 Komplikasi, dehidrasi merupakan akibat yang paling utama dari kehilangan
cairan dan elektrolit secara mendadak. Berdasarkan derajatnya dibagi menjadi 3,
yaitu dehidrasi ringan (bila kehilangan cairan mencapai 5% berat badan),
dehidrasi sedang (bila kehilangan cairan antara 5-10% berat badan), dan
dehidrasi berat (jika kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan).

A.5. PENATALAKSANAAN MEDIS ( penatalaksanaan kondisi klinis terkait)


1) Trauma/perdarahan
Pengobatan dan pertolongan pada pasien trauma abdomen memerlukan tenaga medis.
Untuk pemeriksaan awal, pasien trauma harus ditanganin sesuai dengan
algoritma Advanced Trauma Life Support (ATLS), yaitu:

 A (Airway): Apakah pasien berbicara dalam kalimat penuh?


 B (Breathing and Ventilation): Apakah pasien mengalami kesulitan bernapas?
Apakah ada bunyi napas dan gerakan dada saat bernapas?
 C (Circulation): Apakah denyut teraba?
 D (Disability): Apakah pasien dapat bergerak? apakah pasien dalam keadaan
sadar?
 E (Exposure): Apakah terdapat darah?
Jika pemeriksaan awal pasien sudah dilakukan, resusitasi (tindakan pertolongan
selanjutnya) dapat dimulai. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan, seperti EKG, rontgen
dada, rontgen panggul, kateter urine, dan lainnya.

Pada pasien dengan trauma tusuk abdomen, antibiotik bisa diberikan untuk
menghindari infeksi tetanus. Darah harus diberikan sesuai kebutuhan agar pasien tidak
mengalami syok. Pasien dapat diberikan resusitasi cairan intravena sesuai kebutuhan,
biasanya dengan cairan kristaloid, baik larutan saline 0,9% atau  ringer laktat. 

Pembedahan juga diperlukan untuk menghentikan pendarahan dan membersihkan


darah yang terkumpul. Jenis operasi yang dibutuhkan tergantung pada seberapa parah
pendarahan, di mana lokasi pendarahan itu, dan kesehatan pasien secara keseluruhan.

Setelah pendarahan berhenti, perawatan akan fokus pada memperbaiki kerusakan


organ yang disebabkan oleh pendarahan dan menstabilkan tubuh pasien.

2) Diare
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja
c. Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme penyebabnya, dengan
melakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
2. Pemeriksaan laboratorium
3. Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah
putih.
4. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, bila memungkinkan
dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup.
5. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
6. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
B. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan : Hipovolemia

Intervensi Keperawatan

No Tujuan Kriteria hasil Intervensi rasional


1 Menyeimbang - Terjadi peningkatan Kaji cairan yang - Membuat klien lebih
kan volume asupan cairan disukai kooperatif
cairan sesuai minimal 2000 ml klien dalam - Mempermud
dengan per hari (kecuali batas diet ah untuk
Kebutuhan ada - Rencanakan memantauan
tubuh kontraindikasi) target kondisi klien
- Menjelaskan pemberian - Pemahaman
perlunya asupan cairan tentang
meningkatkan untuk setiap alasan
asupan cairan sif, mis: siang tersebut
pada saat stress / 1000 ml. Sore membantu
cuaca panas 800 ml dan klien dalam
- Mempertahankan malam 200 ml mengatasi
berat jenis urine - Kaji gangguan
dalam batas pemahaman - Untuk
normal klien tentang mengetahui
- Tidak alasan perkembanga
menunjukan mempertahank n status
tanda- tanda an hidrasi yang kesehatan
dehidrasi adekuat klien
- Catat asupan - Untuk
dan haluaran mengontrol
- Pantau asupan asupan klien
per oral,
minimal 1500
ml/24 jam.
- Pantau
haluaran cairan
1000- 1500
ml/24 jam.
Pantau berat
jenis urine
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI
2. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI
3. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan : DPP PPNI
4. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI
5. https://www.academia.edu/13586966/Defisit_volume_cairan_terjadi_ketika_tubuh_k
ehilangan_cairan_dan_elektrolit

Anda mungkin juga menyukai