Anda di halaman 1dari 43

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

GLAUKOMA FAKOLITIK + KATARAK HIPERMATUR ODS

Oleh :
Nahoya
K1A1 14 104

Pembimbing :
dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Nahoya, S.Ked
Stambuk : K1A1 14 104
Judul Kasus : Glaukoma Fakolitik OD + Katarak Hipermatur ODS

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, Oktober 2019


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Nevita Yonnia AS, Sp.M

2
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IdentitasPasien
Nama              : Tn. R
Umur              : 65 Tahun
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat            : Jl. Bahagia No.2
JenisKelamin : Laki-laki
Agama            : Islam
Tanggal Berobat : 16 September 2019
Nomor Rekam Medik   : 07.45.68
DokterMudaPemeriksa : Nahoya,S.Ked

B. Anamnesis
Keluhan utama:Penglihatan menurun
Riwayatpenyakitsekarang :
Pasien datang ke poli mata RS Bhayangkara Kendari dengan keluhan
tidak dapat melihat pada kedua mata sejak 1 bulan yang lalu sebelum masuk
RS. Awalnya pasien merasa mengalami penurunan pengelihatan yang
dirasakan sudah sejak lama. Pasien juga merasa nyeri pada mata kanannya.
Riwayat nyeri kepala(+),mata merah (-), kotoranmata berlebih(-), air mata
berlebih (-), silau (-). Riwayat penyakit terdahulu: DM (-) dan hipertensi (-).
Riwayat alergi (-).Riwayat pengobatan sebelumnya disangkal, Riwayat
penyakit keluarga (-)
 Riwayatpenyakit yang sama sebelumnya (-)
 Riwayatpenggunaankacamata (-)
 Riwayatpenyakit lain (-)
 Riwayat operasi pada mata (-)
 Riwayat trauma pada mata (-)
 Riwayatpenyakitkeluarga (-)
 Riwayatpengobatansebelumnya : (-)

3
C. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
No Pemeriksaan OD OS
.

1. Palpebra Ptosis (-), edema (-) Ptosis (-), edema (),

2. App. Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)

3. Silia Normal Normal

4. Konjungtiva Normal Normal

5. Bola mata Ke segala arah Ke segala arah

6. Mekanisme
muscular

7. Kornea Jernih Jernih

8. Bilik mata Nomal Normal


depan

9. Iris Sinekia Posterior Coklat

10. Pupil Bulat, sentral, Bulat, sentral, diameter


diameter 2.5 mm 2.5 mm

11. Lensa Keruh Keruh

2. Palpasi
No Pemeriksaan OD OS
.

1. Tensi Okuler N+2 N+2

2. Nyeri Tekan (-) (-)

3. Massa Tumor (-) (-)

4. Glandula Pembesaran (-) Pembesaran (-)


periaurikuler

4
3. Tonometri : TOD = Tidak dilakukan
TOS = Tidak dilakukan
4. Visus : VOD= 0
VOS = 1/300
5. Funduskopi : Fundus Refleks (-)
D. Laboratorium : Tidak dilakukan pemeriksaan
E. Colour Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
F. Fluorescent Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
G. Foto Klinis Pasien

Gambar 1.Foto Pasien Tn.R, 65 Th

H. Resume
Pasien Tn.R 65 tahun datang ke poli mata RS Bhayangkara
Kendari dengan keluhan tidak dapat melihat pada kedua mata sejak 1
bulan yang lalu sebelum masuk RS. Awalnya pasien merasa mengalami
penurunan pengelihatan yang dirasakan sudah sejak lama. Pasien juga
merasa nyeri pada mata kanannya. Riwayat nyeri kepala(+), mata merah
(-), kotoran mata berlebih(-), air mata berlebih (-), silau (-). Riwayat
penyakit terdahulu: DM (-) dan hipertensi (-). Riwayat alergi (-). Riwayat
pengobatan sebelumnya disangkal, Riwayat penyakit keluarga (-)

5
Pada palpasi didapatkan tekanan okuler ODS (N+2), dan pada
pemeriksaan visus didapatkan VOD (0) dan VOS (1/300) dan pada
pemeriksaan funduskopi, reflex fundus (-)..
I. Diagnosis Utama
Glaukoma Absolut OD + Katarak Matur ODS

J. Penatalaksanaan
1. Timolol Eye Drop 0,5% 2x1 OD
2. Glauseta 2x1 OD
3. Catarlens 4x1 ODS
4. Lyteers 4x1 ODS
5. Rencana Operasi Katarak
K. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad Malam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Glaukoma
1. Pendahuluan
Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang
lanjut yang memungkinkan analisis cermat tentang bentuk, intensitas
cahaya, dan warna yang dipantulkan objek.Mata terletak didalam struktur
tengkorak yang melindunginya yaitu orbita. Banyak sekli penyakit yang
bias menyerang pada mata, walaupun mata berukuran sangat kecil
dibandingkan dengan ukuran bagian tubuh yang lain. Penyakit mata ini
sangat menganggu penderitanya karena dapat menyebabkan hilangnya
pengelihatan.1
Salah satu penyakit mata adalah glaucoma sudut tertutup akut
dimana mata merah dengan pengelihatan turun mendadak, terjadi aposisi
iris dengan jalinan trabecular pada sudut bilik mata.2,4
Saat kondisi iris terdorong atau menonjol kedepan maka outflow
humor akuos akan terhambat, keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intraocular. Jika penutupan sudut terjadi secara mendadak, maka
gejala yang akan timbul sangat berat seperti nyeri pada mata, sakit kepala,
pandangan kabur, haloe, mual, muntah.4
Di Indonesia glaucoma kurang dikenal oleh masyarakat, padahal
cukup banyak yang buta karenanya.Glaukoma akut sangat mengancam
terjadinya kebutaan karena datangnya tiba-tiba atau mungkin didahului
beberapa tanda prodromal.Tonometry rutin dalam hal glaucoma akut
sangat diperlukan. Penderita glaucoma akut sering dating terlambat karena

7
salah diagnosis, awalnya mengira sakit kepala karena hipertensi atau flu
migraine atau muntah karena hal lainnya.3
Di Indonesia, glaucoma diderita oleh 3% dari total populasi
penduduk. Umumnya penderita glaucoma telah berusia lanjut. Pada usia
diatas 40 tahun, tingkat risiko menderita glaucoma meningkat sekitar 10%.
Hamper separuh penderita glaucoma tidak menyedari bahwa mereka
menderita penyakit tersebut.1
Beberapa factor risiko untuk timbulnya glaucoma akut adalah usia
diatas 40 tahun, riwayat anggota keluarga yang terkena glaucoma. Untuk
glaucoma jenis tertentu anggota keluarga penderita glaucoma mempunyai
risiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaucoma.Tekanan bola mata >
21mmHg berisiko tinggi terkena glaucoma. Pemakai steroid secara rutin
misalnya pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak
dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asma, obat steroid
untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid secara rutin
lainnya. Riwayat trauma (luka kecelakaan) pada mata. Penyakit lain
seperti riwayat penyakit katarak, diabetes, hipertensi dan migren.1
2. Definisi
Glaukoma adalah suatu kelainan pada mata yang ditandai oleh
meningkatnya tekanan intra okuler yang disertai pencekungan diskus
optikus dan pengecilan lapang pandang.
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau
kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma.Kelainan mata glaucoma ditandai dengan meningkatnya tekanan
bola mata, atrofi papil saraf optic, dan mencitunya lapang
pandang.Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh
meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus
optikus dan pengecilan lapang pandang.Tekanan bola mata yang normal
dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara 15-20 mmHg.
Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan
terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi

8
(penggaungan) serta degenerasi papil saraf optic, yang dapat berakhir
dengan kebutaan. Tekanan bola mata yang tinggi juga akan
mengakibatkan kerusakan saraf penglihat yang terletak di dalam bola
mata. Pada keadaan tekanan bola mata tidak normal atau tinggi maka
akanterjadi gangguan lapang pandangan. Kerusakan saraf penglihatan
akan mengakibatkan kebutaan.
3. Etiologi
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler yang
dapat disebabkan oleh bertambahnya produksi humor akueus oleh badan
siliar ataupun berkurangnya pengeluaran humor akueus di daerah sudut
bilik mata atau di celah pupil.
Tekanan intraokuler adalah keseimbangan antara produksi humor
akueus, hambatan terhadap aliran akueous dan tekanan vena episklera.
Ketidakseimbangan antara ketiga hal tersebut dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuler, akan tetapi hal ini lebih sering
disebabkan oleh hambatan terhadap aliran humor akueus. Peningkatan
tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan
retina di bagian belakang mata.
Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang sehingga sel-
sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka
akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama
terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang
sentral.Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan
kebutaan.
Orang yang mempunyai risiko untuk menderita glaukoma yaitu
orang tua (lebih dari 40 tahun), dimana prevalensi penderita glaukoma
makin tinggi seiring dengan peningkatan usia, penderita diabetes,
penderita hipertensi, penggunaan medikasi yang mengandung steroid
dalam jangka waktu lama, riwayat keluarga glaukoma (risiko 4 kali orang
normal), perempuan punya resiko tinggi untuk menderita glaukoma dari

9
pada pria, miopia, migrain atau penyempitan pembuluh darah otak
(sirkulasi darah yang buruk), atau kecelakaan pada mata sebelumnya.
4. Klasifikasi
a. Glaukoma primer
1) Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Gambaran patologik utama pada glaucoma sudut terbuka
primer adalah adanya proses degenerative anyaman trabekular,
termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di
bawah lapisan endotel kanal Schlemm. Hal ini berbeda dari proses
penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan drainase aqueous
humor yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraocular.Peningkatan tekanan intraocular mendahului kelainan
diskus optikus dan lapangan pandang selama berbulan-bulan
hingga bertahun-tahun.Walaupun teradapat hubungan yang jelas
antara besarnya tekanan intraocular dan keparahan penurunan
penglihatan, efek yang ditimbulkan peningkatan tekanan pada
nervus optikus sangat bervariasi antar-individu5.
2) Glaukoma tekanan-normal (Glaukoma tekanan-rendah)
Beberapa pasien dengan kelainan glaukomatosa pada
diskus optikus atau lapangan pandang memiliki tekanan
intraocular yang tetap dibawah 21 mmHg.Pasien pasien ini
mengidap glaucoma tekanan normal atau rendah. Patogenesis
yang mungkin adalah kepekaan yang abnormal terhadap tekanan
intraocular karena kelainan vascular atau mekanis di caput nervi
optici atau bisa juga murni karena penyakit vascular. Perdarahan
diskus lebih sering dijumpai pada tekanan normal dibandingkan
glaucoma sudut terbuka primer dan sering menandakan
progresitivitas penurunan lapangan pandang5.
3) Hipertensi Okular

10
Hipertensi ocular adalah peningkatan tekanan intraocular
tanpa kelainan diskus optikus atau lapangan pandang dan lebih
sering dijumpai dibandingkan glaucoma sudut terbuka primer9.
4) Glaukoma Sudut Tertutup Primer
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan
predisposisi anatomis tanpa disertai kelainan lain. Peningkatan
tekanan intraocular terjadi karena sumbatan aliran keluar aqueous
akibat adanya oklusi anyaman trabekular oleh iris perifer.Keadaan
ini dapat bermanifestasi sebagai suatu kedaruratan oftalmologik
atau dapat tetap asimptomatik sampai timbul penurunan
penglihatan.Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan
segmen anterior dan gonioskopi yang cermat.Istilah glaucoma
sudut tertutup primer hanya digunakan bila penutupan sudut
primer telah menimbulkan kerusakan nervus optikus dan
kehilangan lapangan pandang5.
5) Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila terbentuk iris
bombe yang menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris
perifer. Hal ini menghambat aliran keluar aqueous dan tekanan
intraocular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat,
kemerahan, dan penglihatan kabur5.
b. Glaukoma Sekunder
1) Glaukoma Pigmentasi
Sindroma depresi pigmen ditandai oleh pengendapan
abnormal pigmen di bilik mata depan – terutama di anyaman
trabekular, yang sesuai perkiraan akan mengganggu aliran keluar
aqueous, dan di permukaan kornea posterior (Krukenberg’s
spindle) – disertai defek transiluminasi iris. Studi dengan
ultrasonografi menunjukan perlakuan iris berkontak dengan
zonula atau processus ciliares, mengindikasikan pengelupasan
granul-granul pigmen dari permukaan belakang iris akibat friksi,

11
dan menimbulkan efek transiluminasi iris.Sindrom ini paling
sering terjadi pada pria miopia berusia antara 25 dan 40 tahun
yang memiliki bilik mata depan yang dalam dengan sudut bilik
mata yang lebar1.
Temuan klinis glaukoma pigmentasi dapat berupa:
a) Krukenberg’s spindlepada endotel kornea.
b) Nyeri.
c) Penurunan lapangan pandang setelah berolahraga atau saat
pupil berdilatasi.
d) Degenerasi serabut saraf optik (miopia) yang berjalan secara
progresif.
Kelainan pigmentasi dapat terjadi jika tanpa disertai
glaukoma, tetapi orang-orang ini harus dianggap sebagai
”tersangka glaukoma”. Hingga 10% dari mereka akan mengalami
glaukoma dalam 5 tahun dan 15% dalam 15 tahun (glaukoma
pigmentasi). Pernah dilaporkan beberapa pedigere glaukoma
pigmentasi herediter autosomal dominan, dan satu gen untuk
sindrom dispersi pigmen dipetakan pada kromosom tujuh5.
Tetapi miotik maupun iridotomi perifer dengan laser telah
menunjukkan mampu mengembalikan konfigurasi iris yang
abnormal, tetapi masih belum jelas apakah keduanya memberikan
keuntungan jangka panjang bagi perkembangan dan perburukan
glaukoma. (Karena pasien biasanya penderita miopia berusia
muda, terapi miotik kurang dapat ditoleransi, kecuali jika
diberikan dalam bentuk pilokaprin sekali sehari, lebih disukai
pada malam hari)5.
Baik sindrom depersi pigmen maupun glaukoma pigmentasi
khas dengan kecenderungannya mengalami episode-episode
penigkatan tekanan intraokular secara bermakna – terutama
setelah berolahraga atau dilatasi pupil – dan glaukoma pigmentasi
akan berkembang dengan cepat. Masalah selanjutnya adalah

12
glaukoma pigmentasi biasanya timbul pada usia muda; ini
meningkatkan kemungkinan diperlukannya tindakan bedah
drainase glaukoma disertai terapi antimetabolit. Trabekuloplasti
dengan laser sering digunakan pada keadaan ini, tetapi kecil
kemungkinan dapat menghilangkan kebutuhan akan bedah
drainase5.

2) Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan
berserat warna putih di permukaan anterior lensa (berbeda dengan
eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat terpajan radiasi inframerah,
yakni,”katarak glassblower”), di processus ciliares, zonula,
permukaan posterior iris, melayang bebas di bilik mata depan, dan
di anyaman trabekular (bersama dengan peningkatan pigmentasi).
Secara histologis, endapan-endapan tersebut juga dapat dideteksi
di konjungtiva, yang mengisyaratkan bahwa kelainan sebenarnya
terjadi lebih luas.Penyakit ini biasanya dijumpai pada orang
berusia lebih dari 65 tahun dan secara khusus, dilaporkan sering
terjadi pada bangsa Skandinavia walaupun tidak menutup
kemungkinan adanya bias.Risiko kumulatif berkembangnya
glaukoma adalah 5% dalam 5 tahun dan 15% dalam 10 tahun.
Terapinya sama dengan terapi glaukoma sudut terbuka. Insidens
timbulnya komplikasi saat beda katarak lebih tinggi daripada
dengan sindrom pseudoeksfoliasi1.
3) Glaukoma Akibat Kelainan Lensa
a) Dislokasi Lensa
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat
trauma atau secara spontan, misalnya pada sindrom
Marfan.Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada
apertura pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan
sudut.Dislokasi posterior ke dalam vitreus juga berkaitan

13
dengan glaukoma meskipun mekanismenya belum jelas.Hal
ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sudut pada waktu
dislokasi traumatik5.
Pada dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah
ekstaksi lensa segera setelah tekanan intraokular terkontrol
secara medis.Pada dislokasi posterior, lensa biasaanya
dibiarkan dan glaukoma diobati sebagai glaukoma sudut
terbuka primer5.
b) Intumesensi Lensa
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu
mengalami perubahan-perubahan katarak sehingga ukurannya
membesar secara bermakna.Lensa ini kemudian dapat
melanggar batas bilik depan, menimbulkan sumbatan pupil
dan pendesakan sudut, serta menyebabkan glaukoma sudut
tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa, segera setelah tekanan
intraokular terkontrol secara medis5.
4) Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran
kapsul lensa anterior, dan memungkinkan protein-protein lensa
yang mencair masuk ke dalam bilik mata depan. Terjadi reaksi
peradangan di bilik mata depan, anyaman trabekular menjadi
edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa, dan
menimbulkan peningkatan tekanan intraokular akut. Ekstraksi
lensa merupakan terapi definitif, dilakukan segera setelah tekanan
intraokular terkontrol secara medis dan terapi steroid topikal telah
mengurangi peradangan intraokular5.
5) Glaukoma Akibat Kelainan Traktus Uvealis
a) Uveitis
Tekanan intraokular pada uveitis biasanya di bawah
normal karena corpus ciliare yang meradang berfungsi kurang
baik.Namun, dapat pula terjadi peningkatan tekanan

14
intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan.
Anyaman trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari
bilik mata depan, disertai edema sekunder, atau kadang-
kadang dapat terlibat dalam proses peradangan yang secara
spesifik mengenai sel-sel trabekular (trabekulitis). Salah satu
penyebab meningkatnya tekanan intraokular pada individu
dengan uveitis adalah penggunaan steroid topikal.Uveitis
kronik atau rekuren menyebakan gangguan fungsi trabekula
yang permanen, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang
neovaskularisasi sudut; semua kelainan tersebut meningkatkan
kemungkinan glaukoma sekunder.Seklusio pupilae akibat
sinekia posterior 360 derajat menimbulkan iris bombe dan
glaukoma sudut tertutup akut.Sindrom-sindrom uveitis yang
cenderung berkaitan dengan glaukoma sekunder adalah
seklitis heterokromik Fuchs, uveitis anterior akut terkait-HLA-
B27, dan uveitis akibat herpes zoster dan herpes simpleks5.
Terapi terutama ditujukan untuk mengontrol uveitis
disertai pemberian terapi glaukoma sesuai keperluan; miotik
dihindari karena dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
sinekia posterior.Latanoprost mungkin juga harus dihentikan
karena dilaporkan menimbulkan eksaserbasi dan reaktivitasi
uveitis.Terapi jangka panjang, diantaranya tindakan bedah,
sering diperlukan karena kerusakan anyaman trabekular
bersifat ireversibel5.
Penutupan sudut akut akibat seklusi pupil dapat
dipulihkan dengan midriasis intensif, tetapi sering
memerlukan iridotomi perifer dengan laser atau iridektomi
bedah.Setiap uveitis dengan kecenderungan pembentukan
sinekia posterior harus diterapi dengan midriatik selama
uveitisnya aktif untuk mengurangi resiko seklusi pupil5.
b) Tumor

15
Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan
glaukoma akibat pergeseran corpus ciliare ke anterior yang
menyebabkan penutupan-penutupan sekunder, meluas ke
sudut pigmen, dan neovaskularisasi sudut.Biasaanya
diperlukan enukleasi5.

c) Pembengkakan Corpus Ciliare


Rotasi corpus ciliare ke depan, menyebabkan
pergeseran diafragma iris-lensa ke anterior dan glaukoma
sudut tertutup sekunder; rotasi ini juga dapat terjadi akibat
bedah vitreoretina atau krioterapi retina, pada uveitis posterior,
dan pada terapi topiramate1.
6) Sindroma Iridokornea Endotel (ICE)
Sindrom irikornea endotel terdapat beberapa tanda yaitu
atropi iris, sindrom chandler, sindrom nevus iris. Kelainan
idiopatik pada dewasa muda yang jarang ini biasanya unilateral
dan bermanisfestasi sebagai kompensasi kornea, glaukoma, dan
kelainan iris (corectopia dan polycoria)5.
7) Glaukoma Akibat Trauma
Cedera konstusio bola mata dapat disertai dengan
peningkatan dini tekanan intraokular akibat perdarahan kedalam
bilik mata depan (hifema). Darah bebas menyumbat anyaman
trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera.Terapi
awal dilakukan dengan obat-obatan, tetapi mungkin diperlukan
tindakan bedah bila tekanannya tetap tinggi, yang kemungkinan
besar terjadi bila ada episode perdarahan kedua5.
Cedera kontusio berefek lambat pada tekanan intraokular;
efek ini timbul akibat kerusakan langsung pada sudut.Selang
waktu antara cedera dan timbulnya glaukoma mungkin
menyamarkan hubungan tersebut. Secara klinis, bilik mata depan
tampak lebih dalam daripada mata yang satunya, dan gonioskopi

16
memperlihatkan resesi sudut. Terapi medis biasanya efektif,
tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah.
Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior
sering disertai dengan hilangnya bilik mata depan. Apabila bilik
mata tidak segera dibentuk kembali setelah cedera, baik secara
spontan, dengan inkarserasi iris kedalam luka, atau secara bedah
akan terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan
penutupan sudut yang ireversibel5.
8) Glaukoma Setelah Tindakan Bedah Okular
a) Glaukoma Sumbatan Siliaris (Glaukoma Maligna)5
Tindakan bedah pada mata yang menimbulkan
peningkatan tekanan intraokular yang bermakna dan sudut
sempit atau tertutup dapat menyebabkan glaukoma sumbatan
siliaris.Segera setelah pembedahan, tekanan intraokular
meningkat hebat dan lensa terdorong ke depan akibat
penimbunan aqueous di dalam dan di belakang korpus
vitreum. Pasien awalnya merasakan penglihatan jauh yang
kabur, tetapi penglihatan dekatnya membaik.Ini diikuti
dengan nyeri dan peradangan.
Terapi terdiri atas siklopelgik, midriatik, penekanan
HA, dan obat-obat hiperosmotik.Obat hiperosmotik
digunakan untuk menciutkan korpus vitreum dan
membiarkan lensa bergeser ke belakang.5Mungkin
diperlukan sklerotomi posterior, vitrektomi, dan bahkan
ekstraksi lensa.
b) Sinekia Anterior Perifer
Seperti halnya trauma pada segmen anterior, tindakan
bedah yang menyebabkan mendatarnya bilik mata depan
akan menimbulkan pembentukan sinekia anterior perifer.
Diperlukan pembentukkan kembali bilik mata depan melalui

17
tindakan bedah dengan segera apabila hal tersebut tidak
terjadi secara spontan.
9) Glaukoma Neovaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik
mata depan paling sering disebabkan oleh iskemia retina yang
luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetik stadium lanjut
dan oklusi vena sentralis retina. Glaukoma mula-mula timbul
akibat sumbatan sudut olah membran fibrovaskular, tetapi
kontraksi membran selanjutnya menyebabkan penutupan sudut5.
Glaukoma vaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan
terapi sering tidak memuaskan baik rangsangan neovaskularisai
maupun peningkatan TIO perlu ditangani.Pada banyak kasus,
terjadi kehilangan penglihatan dan diperlukan prosedur
siklodestruktif untuk mengontrol TIO.
10) Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera
Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan
menimbulkan glaukoma pada sindrom Struge-Weber, yang juga
terdapat anomali perkembangan sudut, dan fistula karotis-
kavernosa, yang juga dapat menyebabkan neovaskularisasi sudut
akibat iskemia mata yang luas.Terapi medis tidak dapat
menurunkan TIO di bawah tingkat tekanan vena episklera yang
meningkat secara abnormal, dan tindakan bedah berkaitan
dengan resiko komplikasi yang tinggi5.
11) Glaukoma Akibat Steroid
Kortikosteroid intraokular, periokular dan topikal dapat
menimbulkan sejenis glaukoma yang mirip dengan glaukoma
sudut terbuka primer, terutama pada individu dengan riwayat
penyakit ini pada keluarganya, dan akan memperparah
peningkatan TIO pada para pengidap glaukoma sudut terbuka
primer. Penghentian pengobatan biasanya menghilangkan efek-
efek tersebut, tetapi dapat terjadi kerusakan permanen apabila

18
keadaan tersebut tidak disadari dalam waktu lama.Apabila terapi
steroid topikal mutlak diperlukan, terapi glaukoma secara medis
biasanya dapat mengontrol TIO.Terapi steroid sistemik jarang
menyebabkan peningkatan TIO.Pasien yang mendapatkan terapi
steroid topikal atau sistemik harus menjalani tonometri dan
oftalmoskopi secara periodik, terutama apabila terdapat riwayat
glaukoma dalam keluarga5.
Ruptur bulbi dapat terjadi ketika suatu benda tumpul
membentur orbita, menekan bulbi pada aksis anterior-posterior
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler pada sebuah
titik dimana sklera dapat menjadi robek. Ruptur dari trauma
tumpul sering terjadi pada tempat dimana sklera mempunyai
lapisan paling tipis, pada insersi musculus ekstraokuler, pada
limbus, dan pada tempat dimana sebelumnya pernah dilakukan
tindakan bedah intraokuler. Benda tajam atau benda tertentu yang
membentur bulbi dengan kecepatan tinggi dapat langsung
membuat perforasi bulbi. Benda asing berukuran kecil dapat
menembus bulbi, dan tertinggal didalam bulbi.Kemungkinan
ruptur bulbi perlu dipertimbangkan dan diperhatikan selama
pemeriksaan pada semua jenis trauma orbita tumpul dan tembus,
juga pada kasus yang melibatkan proyektil berkecepatan tinggi
yang kemungkinan menimbulkan penetrasi okuler.
12) Glaukoma Absolut
Glaukoma absolute merupakan stadium akhir glaukoma
(sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada
glaukoma absolute kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal,
papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti
batu dan dengan rasa sakit.Seiring mata dengan buta ini
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga
menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan

19
ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma
hemoragik. Pengobatan glaukoma absolute dapat dengan
memberikan sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi
badan siliar, alkhol retrobulbar atau melakukan pengangkatan
bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa
sakit.1

5. Patofisiologi
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan
pangkal iris.Pada keadaan fisiologi bagian ini terjadi pengaliran keluar
cairan bilik mata.Berdasarkan dengan sudut ini didapatkan jaringan
trabekulum, kanal Schlemm, baji sclera, garis Schwalbe dan jonjot
iris.Pada sudut filtrasi terdapat gasris Schwalbe yang merupakan akhir
perifer endothel dan membrane descement, kanal schlemm yang
menampung cairan mata ke salurannya. Sudut filtrasi berbatas dengan akar
iris berhubungan dengan sklera kornea dan disini ditemukan spur sclera
yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas
belakang sudut filtrasi serta tempat otot siliar longitudinal. Anyaman
trabekula mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua
kompunen yaitu badan siliar dan uvea.
Tekanan intraocular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan
mata (Aquos Humor) bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang
terjadi pada trabecular meshwork. Aquous Humor yang dihasilkan badan
siliar masuk ke bilik mata belakang, kemudian melalui pupil menuju bilik
mata depan dan terus ke sudut bilik mata depan, tepatnya ke jaringan
trabekulum, mencapai kanal Schlemm dan melalui saluran ini keluar dari
bola mata. Pada glaucoma sudut terbuka, kelainan terjadi pada jalinan
trabecular,sedangkan sudut bilik mata terbuka lebar.Jadi tekanan
intraokuler meningkat karena adanya hambatan outflow Aquos Humor
akibat kelainan mikroskopis pada jalinan trabecular.Pada glaucoma sudut
tertutup, jalinan trabecular normal, sedangkan tekanan intraocular

20
meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan sudut bilik mata,
sehingga outflow Aquos Humor terhambat saat menjangkau jalinan
trabecular.Keadaan ini sering terjadi pada sudut bilik mata yang sempit
(kadang-kadang disebut dengan “Dangerous angle”.
Penting untuk diketahui, jika sudut bilik mata tidak sempit atau
sudut terbuka luas, perifer iris tidak kontak dengan perifer kornea,
sehingga sudut bilik mata depan tidak tertutup dan glaucoma sudut
tertutup tidak akan terjadi. Hal ini merupakan perbedaan dasar antara
glaukoma sudut terbuka dengan glaukoma sudut tertutup.Ketika dislokasi
lensa sebagai penyebab tertutupnya sudut bilik mata maka keadaan ini
dikenal sebagai glaucoma sudut tertutup sekunder.Jika glaucoma sudut
tertutup tidak diketahui penyebabnya, kondisi ini dikenal dengan
glaucoma sudut tertutup primer.
Apabila sudut bilik mata depan tertutup secara cepat dan berat, hal
ini dikenal dengan glaucoma akut yang disertai dengan banyak gejala dan
tanda. Apabila penutupan sudut bilik mata depan tidak sempurna dan
kadang-kadang saja terjadi, ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup
intermitten atau glaukoma sudut tertutup kronik, dan disertai dengan
sedikit gejala. Apabila glaucoma sudut tertutup intermiten yang tidak
mempunyai gejala ini dikenal dengan glaucoma sudut tertutup kreeping.
Satu hal penting untuk diketahui bahwa tidak semua sudut bilik
mata sempit akan berkembang menjadi glaukoma akut, dapat terjadi hanya
sebagian kecil saja, terutama pada mata yang pupilnya berdilatasi sedang
(3.0-4,5mm)yang dapat memungkinkan terjadinya blok pupil sehingga
dapat berlanjut menjadi sudut tertutup. Akibat terjadinya blok pupil, maka
tekanan intraokular lebih tinggi di bilik mata belakang daripada bilik mata
depan. Jika blok pupil semakin berat tekanan intraokuler dibilik mata
belakang semakin bertambah, sehingga konveksivitas iris semakin
bertambah juga, ini dikenal dengan iris bombe, yang membuat perifer iris
kontak dengan jalinan trabekuler, dan menyebabkan sudut bilik mata
depan tertutup. Jika tekanan intraokuler meningkat secara drastis akibat

21
sudut tertutup komplit maka akan terjadi glaukoma akut. Mekanisme lain
yang dapat menyebabkan glaukoma akut ialah  plateau iris dan letak lensa
lebih ke anterior. Pada keadaan seperti ini juga sering terjadi blok  pupil.

6. Diagnosis
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menilai
glaukoma secara klinis dapat menggunakan, yaitu :

a. Visus, pada pasien dengan glaukoma, visus turun mulai dari perifer.
Visus sentral baik terutama pada glaukoma sudut terbuka. Sedangkan
pada stadium lanjut, visus sentral akan turun.

b. Tonometri, yang sering digunakan yaitu Tonometri Schiotz, alat ini


berguna untuk menilai tekanan intra okular. Tekanan intra okular
normal berkisar antara 10-21 mmHg.

c. Gonioskopi, digunakan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata


depan yang dibentuk oleh taut antara kornea perifer dan iris, yang
diantaranya terdapat jalinan trabekular. Dengan gonioskopi dapat
dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka, juga
dapat dilihat apakah terdapat perlekatan iris bagian perifer ke depan.
Pemeriksaan ini berhubungan penting pada aliran keluar humor
akueus. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan
pencahayaan oblik bilik mata depan dengan sebuah senter tangan atau
dengan pengamatan kedalaman bilik mata depan perifer dengan
slitlamp, tetapi sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi, yang
memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktur sudut. Apabila
keseluruhan jalinan trabekular, taji sklera, dan prosessus iris dapat
terlihat, sudutnya dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe
atau sebagian kecil dari jalinan trabecular yang dapat terlihat sudut

22
dikatakan sempit. Apabila garis schwalbe tidak terlihat dikatakan sudut
tertutup.

d. Oftalmoskop, digunakan untuk melihat penggaungan (cupping) N.


Optikus, atrofi N. Optikus, diskus optikus dan mengukur rasio
cekungan-diskus (cup per disc ratio-CDR). CDR yang perlu
diperhatikan jika ternyata melebihi 0,5 karena hal itu menunjukkan
peningkatan tekanan intraokular yang signifikan, serta asimetri CDR
antara dua mata 0,2 atau lebih. Terjadi oleh karena tekanan intraokuler
tinggi menekan bagian tengah papil sehingga terjadi gangguan nutrisi
papil.

e. Campimeter atau Perimeter, untuk pemeriksaan lapang pandang. Hal


ini penting dilakukan untuk mendiagnosis dan menindaklanjuti pasien
glaukoma. Lapang pandang glaukoma memang akan berkurang karena
peningkatan tekanan intra okular akan merusakan papil saraf optikus.
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30°
lapang pandang bagian tengah. Nilai normal lapang pandang perifer
yang diperiksa dengan perimeter/campimeter yaitu superior 55°, nasal
60°, inferior 70°, temporal 90°. Sedangkan bagian sentral diperiksa
dengan layar byerrum, dengan nilai normal 30°. Kelainan pandang
pada glaucoma yaitu terjadinya pelebaran blind spot dan perubahan
scotoma menjadi byerrum, kemudian jadi arcuata dan berakhir dengan
pembentukan ring, serta terdapatnya seidel sign.

f. Test provokasi, dilakukan untuk glaukoma sudut terbuka

1) Glaukoma sudut terbuka, dilakukan dengan memberikan air minum


sebanyak 1 L/5 menit kemuduan tekanan intra okular diukur tiap
15 menit selama 1,5 jam. Bila TIO > 8 mmHg, maka disebut
glaukoma.

23
2) Tes tekanan kongestif, dilakukan dengan memasang tensi meter
50-60 mmHg selama 1 menit. Bila TIO naik > 9 mmHg maka
pasien dapat dinyatakan menderita glaucoma.

3) Kombinasi air minum dan tes tekanan kongestif. Bila naik 1


mmHg maka dinyatakan glaukoma.

g. Test kamar gelap, dilakukan pada glaukoma sudut tertutup. Pada


kamar gelap, saat membaca atau saat bersujud, pupil pasien akan
midriasis. Pasien dinyatakan glaukoma bila TIO naik > 10 mmHg.
7. Pengobatan
Bila memungkinkan maka perluterlebih dahulu mengobati penyakit
dasar dari glaukoma. Apabila terjadi karena uveitis, maka terlebih dahulu
dilakukan pengobatan pada uveitis sebagai penyebab awalnya yaitu
dengan pemberian midriatkum, steroid, obat-obbatan sitotoksik, dan
pemberian siklosporin.4
Pada glaukom sekunder yang disebabkan oleh katarak yang
pertama turunkan dahulu tekanan intraokulernya, setelah turun baru
dilanjutkan dengan operasi katarak.Sedangkan pada glaukom sekunder
yang terjadi karena penggunaan steroid jangka panjang yaitu hentikan dulu
penggunaan steroidnya baru kemudian dilakukan penurunan tekanan
intraokuler.Pada glaukoma yang disebabkan oleh tumor yang berasal dari
uvea atau retina seabaiknya diberikan obat penurun tekanan intraokuler
sampai dengan dilkuakan tindakan enukleasi bulbi. Sedang glaukom yang
disebabkan oleh neovaskularisasi pada retinopati diabetikum dapat
diberikan obat penurun tekanan intraokuler yang bersifat menurunkan
produksi humor akuos yang dikombinasikan dengan tetes mata sikloplegik
dan tetes mata steroid.4
Prinsip dari pengobatan glaukoma yaitu untuk mengurangi
produksi humor akueus dan meningkatkan sekresi dari humor akueus
sehingga dapat menurunkan tekanan intra okuler.
a. Medikamentosa5

24
1) Supresi Pembentukan Humor Aqueous
a) Penghambat adrenergic beta adalah obat yang paling luas
digunakan untuk terapi glaukoma. Obat ini dapat digunakan
tersendiri atau dikombinasikan dengan obat lain. Preparat
yang tersedia sekarang yaitu timolol maleat 0,25% dan 0,5%,
betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, dan
metipranolol 0,3%. 4
b) Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergikα2baru yang
menurunkan pembentukan humor akuos tanpa efek pada aliran
keluar.4
c) Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah
yang paling banyak digunakan, tetapi terdapat alternatif lain
yaitu diklorfenamid dan metazolamid. Digunakan untuk
glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil
memuaskan dan glaukoma akut dimana tekanan intraokular
yang sangat tinggi yang perlu segera di kontrol.Obat ini
mampu menekan pembentukan HA sebesar 40-60%.4
2) Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueous.5
a) Kolinergik/ Parasimpatomimetik, yakni pilokarpin, larutan 0,5-
6% yang diteteskan beberapa kali sehari, atau gel 4% yang
diteteskan sebelum tidur. Karbakol 0,75-3% adalah obat
kolinergik alternatif.1
b) Antikolinesterase ireversibel, merupakan obat
parasimpatomimetik yang bekerja paling lama. Obat-obat ini
adalah Demekarium Bromida 0,125% yang umumnya dibatasi
untuk pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai
potensi kataraktogenik. Obat-obat ini juga menimbulkan miosis
kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudut pada pasien
dengan sudut sempit. Pasien juga harus diberitahu mengenai
kemungkinan ablasio retina.4,5

25
c) Epinefrin 0,25-2%, diteteskan sekali atau dua kali sehari,
meningkatkan aliran keluar humor akueus dansedikit banyak
disertai penurunan pembentukan humor akeus. Terdapat
sejumlah efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi
relek konjungtiva , endapan adrenokrom, konjungtivitis
folikularis, dan reaksi alergi. Efek samping intraokular yang
dapat terjadi adalah edema makula sistoid pada afakia dan
vasokonstriksi ujung saraf optikus.4,5
d) Dipivefrin, adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi
secara intraokular menjadi bentuk aktifnya. Epinefrin dan
dipivefrin tidak dapat digunakan untuk mata dengan sudut
kamera anterior sempit.2
3) Penurunan Volume Korpus Vitreum.5
a) Obat-obat hiperosmotik, menyebabkan darah menjadi
hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreus dan
terjadi penciutan korpus vitreus. Selain itu, juga terjadi
penurunan produksi humor akuos. Penurunan volume korpus
vitreus bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup
akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran
lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume
korpus vitreus atau koroid) dan menyebabkan penutupan sudut
(glaukoma sudut tertutup sekunder).1,5
b) Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kgbb dalam suatu larutan 50 %
dingin dicampur dengan sari lemon, adalah obat yang paling
sering dipergunakan, tetapi pemakaiannya pada pengidap
diabetes harus diawasi. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan
urea atau manitol intravena.4,5
4) Miotik, Midriatik, dan Sikloplegik4,5
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan
glaukoma sudut tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada
iris plateau.Dilatasi pupil penting dalam pengobatan penutupan

26
sudut akibat iris bombe karena sinemia posterior.Apabila
penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior,
sikloplegik (siklopentolat dan atropin) dapat digunakan untuk
melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus
zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang.
b. Bedah
1) Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk
komunikasi langsung antara kamera anterior dan posterior
sehingga beda tekanan diantara keduanya menghilang. Hal ini
dapat dicapai dengan laser neonidium: YAG atau aragon atau
dengan tindakan bedah iridektomi perifer, tetapi dapat dilakukan
bila sudut yang tertutup sebesar 50%
2) Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar
humor akueous karena efek luka bakar tersebut.Teknik ini dapat
diterapkan untuk bermacam-macam bentuk glaukoma sudut
terbuka, dan hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang
mendasari.
3) Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme
drainase normal, sehingga terbentuk akses langsung humor
akueous dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau
orbita, dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang
drainase.Penyulit utama trabekulotomi adalah kegagalan bleb
akibat fibrosis jaringan episklera.
4) Tindakan sklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser
atau bedah untuk mengontrol tekanan intraokuler.Krioterapi,

27
diatermi, USG frekuensi tinggi dan yang paling mutakhir adalah
terapi laser neodinium dapat diaplikasikan ke permukaan mata
tepat di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan
korpus siliaris.
8. Prognosis
Prognosa baik apabila glaukoma akut cepat terdeteksi dan
mendapat terapi segera mungkin.Sering diagnosa dibuat pada stadium
lanjut, dimana lapang pandang telah hilang secara progresif, iris menjadi
atrofi dan midriasis pupil telah menetap. Penanganan episode akut yang
terlambat akan menyebabkan sinekia sudut tertutup permanen dan bahkan
menyebabkan kebutaan permanen dalam 2-3 hari.

B. Katarak
1. Definisi
Katarak berasal dari Yunan Katarhhakies, Inggeris Cataract, dan
Latin Cataracta yang berarti air terjun.Dalam baha Indoneisa disebut
bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh.Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapt
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa
terjadi akibat kedua-duanya.Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata
dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam
waktu yang lama.1
2. Epidemiologi
Katarak kini masih menjadi penyakit paling dominan pada mata
dan penyebab paling utama kebutaan.Paling sedikit 50% dari semua
kebutaan disebabkan oleh katarak, dan 90% diantaranya terdapat di
negara berkembang. Tidak terkecuali Indonesia, dimana berdasarkan hasil
survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993–1996,
prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dan lebih dari separuhnya disebabkan
oleh katarak yang belum dioperasi (arditya)

28
3. Etiologi1
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan
tetapi dapat juga akibat kelainan congenital, atau penyakit pada usia
lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan congenital, atau penyulis
penyakit mata local menahun. Bermacam-macam penyakit mata dapat
mengakibatkan katarak seperti glaucoma, ablasi, uveitis, retinitis
pigmentosa bahan toksik khusus (kimia dan fisik).Adapun kelianan
sistemik atau metabolic yang dapat menimbulkan katarak atau sistemik
(katarak senile, juvenile, herediter) atau kelainan congenital mata.
4. Patofisiologi1
Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenhnya
diketahui. Diduga adanya infeksi antara berbagai proses fisiologi berperan
dalam terjadinya katarak senilis dan belum sepenuhnya diketahui.
Semakin bertambah usia lensa, maka akan semakin bertambah tebal dan
berat sementara daya akomodasinya semakin melemah.
a. Penumpukan protein di lensa mata
Komposisi terbanyak pada lensa mata adalah air dan protein.
Penumpukan protein pada lensa mata dapat menyebabkan kekeruhan
pada lensa mta dan mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke retina.
Proses penumpukan protein ini berlangsung secara bertahap, sehingga
pada tahap awal seorang tidak merasakan keluhan atau gangguan
penglihatan. Pada proses selanjutnya penumpukan protein ini akan
semakin meluas sehngga gangguan penglihatan akan semakin meluas
dan bisa sampai pada kebutaan. Proses ini merupakan penyebab
tersering yang menyebabkan katarak yang terjadi pada usia lanjut.
b. Perubahan warna pada lensa mata yang terjadi perlahan-lahan
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan
pertambahan usia, lensa mata dapat mengalami perubahan warna
menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat
menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan buram/kabur) pada
seseorang, tetapi tidak menghambat penghantaran cahaya ke retina.

29
Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil
berwarnah putih dan abu-abu. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan
pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus. Fundus
okuli menjadi semakin sulit di lihat seiring dengan semakin padatnya
kekeruhan lensa bahkan reaksi fundus bisa hilang sama sekali. Miopia
tinggi, merokok, konsumsi alkohol dan paparan sinar UV yang tinggi
menjadi faktor risiko perkembangan katarak senilis.
Perubahan lensa pada usia lanjut:
1) Kapsul
a) Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)
b) Mulai presbiopia
c) Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d) Terlihat bahan granular
2) Epitel makin tipis
a) Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
b) Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3) Serat lensa
a) Lebih irreguler
b) Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c) Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan
merubah protein nucleus (histidin, triptofan, metionin, sistein,
dan tirodin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus
mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.
d) Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi fotooksidasi serta sinar tidak banyak mengubah
protein pda serat muda.
5. Klasifikasi Katarak
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam:
a. Katarak Kongenital, katarak yang terjadi pada usia dibawah 1 tahun
b. Katarak Juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
c. Katarak Senil, katarak setelah usia 50 tahun

30
d. Klasifikasi etiologi
1) Katarak kongenital
2) Katarak akuisita
a) Katarak senilis
b) Katarak traumatik
c) Katarak komplikata
d) Katarak metabolik
e) Katarak oleh karena logam berat dan obat-obatan
e. Klasifikasi morfologis
1) Katarak kapsular: meliputi kapsul
a) Katarak kaspular anterior
b) Katarak kapsular posterior
c) Katarak subkapsular: mengenai bagian superfisial dari korteks
(dibawah kapsul)
d) Katarak subkapsular anterior
e) Katarak subkapsular posterior
2) Katarak kortikal: meliputi sebagian besar dari korteks
3) Katarak supranuklear: meliputi bagian dalam korteks (diluar
nukelus)
4) Katarak nuklear: meliputi nukelus dari lensa
5) Katarak polaris: meliputi kapsul dan bagian superfisial dari
korteks pada daerah polar
a) Katarak polaris anterior
b) Katarak polaris posterior
a. Katarak Senilis
Katarak senilis (age-related cataract) merupakan jenis katarak
didapat (akuisita) yang paling sering ditemukan pada laki-laki
maupun perempuan, biasanya berusia di atas 50 tahun. Pada usia
sekitar 70 tahun, hampir 90% individu menderita katarak. Kondisi
kekeruhan biasanya bilateral akan tetapi hampir selalu kondisi salah
satu mata lebih berat dari mata lainnya. Secara morfologis katarak

31
senilis dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu katarak kortikal dan katarak
nuklear. Kedua jenis katarak ini sering terjadi secara
bersamaan.Faktor-faktor yang mempengaruhi tipe, maturasi dan usia
munculnya katarak senilis:
1) Keturunan : mempengaruhi peran genetik dalam mulainya awitan
seorang individu terkena katarak dan maturasi dari kataraknya
tersebut.
2) Radiasi Ultraviolet: paparan UV yang tinggi mempercepat
maturasi dan usia munculnya katarak.
3) Faktor diet: Defisiensi dari beberapa jenis protein, asam amino
dan vitamin C, E serta riboflavin dihubungkan dengan kecepatan
maturasi dan usia munculnya katarak.
4) Krisis dehidrasi: Riwayat dehidrasi berat seperti pada kolera
meningkatkan resiko.
5) Merokok: merokok mempercepat munculnya katarak. Merokok
menyebabkan penumpukan molekul berpigmen -3
hydroxykhynurine dan chromophores, yang menyebabkan
terjadinya penguningan warna lensa, yang menyebabkan
kekuningan. Sianat dalam rokok juga menyebabkan
terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein.
Stadium maturasi katarak senilis :
a. Maturasi dari katarak senilis tipe kortikal
1) Stadium katarak insipien
Merupakan stadium yang paling dini, yang belum
menimbulkan gangguan visus.Kekeruhan terutama terdapat pada
bagian perifer berupa berca-bercak seperti jari-jari roda, terutama
mengenai korteks anterior, sedang aksis relatif masih
jernih.Gambaran berupa Spokes of a wheel.

32
Gambar 1. Katarak stadium insipien “Spokes of a wheel”
2) Katarak senilis imatur
Lensa terlihat putih keabu-abuan, namun masih terdapat
korteks yang jernih, maka terdapat iris shadow.Kekeruhan
terdapat dibagian posterior dan bagian belakang nukleus
lensa.Pada stadium ini mungkin terjadi hidrasi kroteks, yang
mengakibatkan lensa menjadi cembung, sehingga indeks refraksi
berubah karena daya biasnya bertambah dan mata menjadi
miopia.
3) Katarak senilis matur
Kekeruhan korteks secara total sehingga iris shadow tidak
ada.Lensa telah menjadi keruh seluruhnya.Pada pupil nampak
lensa yang seperti mutiara.Pada stadium ni, lensa akan berukuran
normal kembali akibat terjadi pengeluaran air.
4) Katarak senilis hipermatur
a) Katarak hipermatur tipe Morgagni: Pada kondisi ini, korteks
mencair dan lensa menjadi seperti susu. Nukleus yang
berwarna coklat tenggelam ke dasar.Pada stadium ini juga
terjadi kerusakan kapsul lensa, sehingga isi korteks yang cair
dapat keluar dan lensa menjadi kempis, yang dibawahnya
terdapat nukleus lensa.
b) Katarak hipermatur tipe sklerotik: Pada kondisi ini, korteks
terdisintegrasi dan lensa menjadi berkerut yang menyebabkan
COA menjadi dalam.

33
Gambar 2. Katarak hipermatur tipe Morgagni

b. Maturasi dari katarak senilis tipe nuklear


Pada keadaan ini, lensa menjadi keras dan tidak elastis, sehingga
menurunkan kemampuan akomodasi serta menghalangi cahaya.
Perubahan dimulai dari tengah, lalu secara perlahan menyebar ke
perifer sampai hampir meliputi seluruh kapsul, namun masih terdapat
sedikit bagian dari korteks yang masih jernih. Warna yang dapat
dilihat ialah coklat (cataracta brunescens), hitam (cataracta nigra)
dan merah (cataracta rubra)

Gambar 3. A.Cataracta brunescens, B.Cataracta nigra, C.Cataracta rubra

34
5. Gejala Klinis1
Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan
dijumpai pada pemeriksaan mata rutin. Gejala katarak yang sering
dikeluhkan adalah:
a. Silau
Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi
keparahannya mulai dari penurunan sensitivitas kontras dalam
lingkungan yang terang hingga silau pada saat siang hari atau sewaktu
melihat lampu mobil atau kondisi serupa di malam hari. Keluhan
silau tergantung dengan lokasi dan besar kekeruhannya, biasanya
dijumpai pada tipe katarak posterior subkapsular.
b. Diplopia monokular atau polypia
Terkadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan dalam nukleus
lensa, menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa
sehingga menyebabkan refraksi yang ireguler karena indeks bias yang
berbeda.
c. Halo
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya
sinar putih menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya
kandungan air dalam lensa.
d. Distorsi
Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang
e. Penurunan tajam penglihatan
Katarak menyebabkan penurunan penglihatan progresif tanpa rasa
nyeri. Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya
langsung tepat sasaran. Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari

35
adanya gangguan penglihatan setelah dilakukan pemeriksaan. Pada
katarak kupuliform (opasitas sentral) gejala lebih buruk ketika siang
hari dan membaik ketika malam hari. Pada katarak kuneiform
(opasitas perifer) gejala lebih buruk ketika malam hari.
f. Myopic shift
Seiring dengan perkembangan katarak, dapat terjadi peningkatan
dioptri kekuatan lensa, yang pada umumnya menyebabkan miopia
ringan atau sedang. Umumnya, pematangan katarak nuklear ditandai
dengan kembalinya penglihatan dekat oleh karena meningkatnya
miopia akibat kekuatan refraktif lensa nuklear sklerotik yang menguat,
sehingga kacamata baca atau bifokal tidak diperlukan lagi. Perubahan
ini disebut ”second sight”. Akan tetapi, seiring dengan penurunan
kualitas optikal lensa, kemampuan tersebut akhirnya hilang.
6. Diagnosis1
a. Anamnesis
Merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui
riwayat penyakit dan merupakan kunci untuk menentukan diagnosis
yang tepat dari penyakit pasien.
1) Identitas pasien
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat kesehatan keluarga
b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
2) Pemeriksaan mata dasar:
a) Mata eksternal, (palpebra, konjungtiva, kornea, kamera
anterior, iris/pupil, lensa)
b) Ketajaman visus, (Snellen chart 6/6, finger counting 6/60,
hand movement 1/300, persepsi cahaya 1/~)
c) Lapang pandang, (tes konfrontasi, perimetri atau kampimetri)
d) TIO palpasi, (tonometri)

36
e) Funduskopi, untuk memeriksa segmen anterior maupun
fundus.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Angiografi fundus
2) Laboratorium darah
7. Penatalaksanaan1
a. Tindakan non-bedah:
1) Pengobatan dari penyebab katarak: Penyebab katarak harus
dicari, karena apabila penyakit tersebut dapat ditemui dan diobati
seringkali memberhentikan progresi dari penyakit tersebut,
contohnya adalah:
a) Kontrol gula darah pada pasien DM
b) Menghentikan penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid
c) Pengobatan uveitis untuk mencegah komplikasi
2) Memperlambat progresi: penggunaan yodium, kalsium, kalium,
vitamin E dan aspirin dihubungkan dengan perlambatan dari
kataraktogenesis.
3) Meningkatkan penglihatan pada katarak insipien dan imatur
dengan:
a) Refraksi
b) Pencahayaan: Pada opasitas sentral menggunakan penerangan
yang terang. Pada opasitas perifer menggunakan penerangan
yang sedikit redup.
4) Pengunaan kacamata hitam ketika beraktifitas diluar ruangan
pada pasien dengan opasitas sentral
5) Midriatikum pada pasien dengan katarak aksial yang kecil.
b. Indikasi operasi katarak ialah:
1) Fungsi penglihatan: Ini merupakan indikasi yang paling sering.
Operasi katarak dilakukan ketika cacat visus menjadi

37
menyebabkan gangguan signifikan pada kehidupan sehari-hari
pasien.
2) Indikasi medis: meskipun pasien merasa nyaman dari aspek
penglihatan, operasi dapat dianjurkan apabila pasien menderita:
a) Glaukoma lens-induced
b) Endoftalmitis fakoanafilaktik
c) Penyakit retina seperti retinopati diabetikum dan ablasio
retina yang terapinya terganggu karena adanya kekeruhan
lensa.
3) Indikasi kosmetik: Terkadang pasien dengan katarak matur
meminta ekstraksi katarak agar pupil kembali menjadi hitam.
Evaluasi Preoperatif:
1) Pemeriksaan umum: untuk melihat apakah pasien memiliki
penyakit diabetes mellitus, hipertensi dan masalah jantung,
PPOK dan daerah potensi infeksi seperti periodontitis dan infeksi
saluran kemih. Gula darah harus terkontrol dan hipertensi tidak
boleh diatas 160/100 mmHg
2) Pemeriksaan fungsi retina:
a) Persepsi sinar: apakah operasi tersebut akan menguntungkan
dengan melihat apakah fungsi retina masih baik atau tidak.
b) RAPD: apabila positif maka kemungkinan ada lesi nervus
optikus
c) Persepsi warna
d) Pemeriksaan diskriminasi dua sinar
e) Pemeriksaan objektif seperti elektroretinogram, EOG dan
VOR.
3) Mencari sumber infeksi lokalis: infeksi konjungktiva,
meibomitis,blefaritis dan infeksi sakus lakrimalis harus
disingkirkan. Dilakukan uji anel untuk melihat patensi sakus
lakrimalis apabila pasien memiliki riwayat mata berair. Apabila

38
terdapat penyakit dakriosistitis, maka harus dilakukan
dakriosistektomi ato dakriosistorinostomi.
4) Evaluasi segmen anterior: apakah ada tanda-tanda uveitis seperti
keratic precipitate, efek Tyndall dan harus diobati sebelum
operasi katarak
5) Pengukuran TIO: tekanan intraokuler yang tinggi merupakan
prioritas pengobatan sebelum ekstraksi katarak

Penyulit yang mungkin timbul setelah operasi katarak :


1) Peradangan pada hari pertama post-operasi, dapat dicegah
dengan pemberian antibiotika lokal dan sistemik
2) Prolaps iris melewati lubang diantara sayatan atau tempat jahitan
3) Jika prolaps iris dibiarkan, maka sekitar hari ke 4-5 dapat
menyebabkan coa dangkal, kemudian dapat timbul ablasi retina,
akibat badan siliar kedepan
c. Tindakan Pembedahan
1) Ekstraksi katarak intrakapsular (ICCE)
Pada teknik ini, keseluruhan lensa katarak dan kapsulnya
diangkat. Zonula yang lemah dan terdegenerasi merupakan syarat
dari operasi ini. Karena hal ini, teknik ini tidak bisa dilakukan
pada pasien yang muda karena zonula yang kuat. Pada usia 40-50
tahun, digunakan enzim alphachymotrypsin yang melemahkan
zonula.Indikasi: Subluksasi dan dislokasi lensa.
2) Ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE)
Pada teknik ini, bagian besar dari kapsula anterior dan
epitel, nukleus dan korteks diangkat; kapsula posterior
ditinggalkan sebagai penyangga lensa implant.
Indikasi: Operasi katarak pada anak-anak dan dewasa.

Kontraindikasi: Subluksasi dan dislokasi lensa.


3) Fakoemulsifikasi

39
Pembedahan menggunakan vibrator ultrasonik untuk
menghancurkan nukleus yang kemudian diaspirasi melalui insisi
2.5-3 mm, dan kemudian dimasukan lensa intraokular yang dapat
dilipat. Keuntungan yang didapat ialah pemulihan visus lebih
cepat, induksi astigmatis akibat operasi minimal, komplikasi dan
inflamasi pasca bedah minimal.

Gambar 4. Teknik Fakoemulsifikasi pada operasi katarak

40
4) Lensa Tanam Intraokuler
Implantasi lensa intraokular merupakan metode pilihan
untuk koreksi afakia. Biasanya bahan lensa intraokuler terbuat
dari polymethylmethacrylate (PMMA).Pembagian besar dari
lensa intraokular berdasarkan metodi fiksasi pada mata ialah:
a) IOL COA: Lensa di depan iris dan disangga oleh sudut dari
COA.
b) Lensa yang disangga iris: lensa dijahit kepada iris, memiliki
tingkat komplikasi yang tinggi.
c) Lensa Bilik Mata Belakang: Lensa diletakan di belakang iris,
disangga oleh sulkus siliaris atau kapsula posterior lensa.

9. Komplikasi1
Glaukoma dikatakan sebagai komplikasi katarak. Glaukoma ini
dapat timbul akibat intumesenensi atau pembekakan lensa. Komplikasi
katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena proses
fakoliti, fakotopik, fakotoksik.
a. Fakolitik
1) Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa
akan keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior
terutama bagian kapsul lensa
2) Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli akan
bertumpuk pula serbukanfagosit atau makrofag yang berfungsi
mereabsorbsi substansi lensa tersebut.
3) Tumpukan akan menutup suduk kamera okuli anterior sehingga
timbul glaukoma.
b. Fakotopik
1) Berdasarkan posisi lensa
2) Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut
kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran hmor

41
aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus,
akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul
glaukoma
c. Fakotoksik
1) Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik
bagi mata sendiri (auto toksik)
2) Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang
kemudian akan menjadi glaukoma.
10. Prognosis1
Apabila ada proses pematangan katarak dilakukan penanganan
yang tepat sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan
tindakan pembedahan pada saat yang tepat maka prognosis pada katarak
senilis umumnya baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2010. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas
Kedokteran UniversitasIndonesia. Jakarta
2. Cornel, Stefan., Mehdi, Batras., Adriana Di., Mihaela Ct. 2015. Current
Options for Surgical Treatment of Glaucoma. Romanian Journal of
Ophtalmology. Volume 59 Issue 3. Romania
3. Johnson Larry. Medical School Histology Basics Eye Diakses
DiHttps://Peer.Tamu.Edu// Histology/Eye_2015_New. Pdf Pada 28 September
2019
4. Kwon, Young H., Fingert, John H., Kuehn, Markus H., Alward Wallace L.M.,
2009. Primary Open-Angle Glaucoma. The New England Journal of
Medicine. n engl j med 360;11
5. Noecker, Jr. 2006 The Management of Glaucoma And Intraocular
Hypertension: Current Approaches And Recent Advance. University of
Pittsburgh Medical Center. Eye And Ear Institute. USA

42
6. Vaughan DG,Taylor A,and Paul RE. 2000.
OftalmologiUmum.Widyamedika. Jakarta.

43

Anda mungkin juga menyukai