Anda di halaman 1dari 5

Khutbah Jumat: Rezeki, antara Kualitas dan Kuantitas

Khutbah I
‫هّٰللا‬ ‫هّٰلل‬ ‫هّٰلِل‬
ُ‫ي لَه‬َ ‫ض َّل لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَاَل هَا ِد‬ ِ ‫ت أَ ْع َمالِنَا َم ْن يَ ْه ِد ِه ُ فَاَل ُم‬ ِ ‫إِ َّن ْال َح ْم َد ِ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُرهُ َونَعُوْ ُذ بِا ِ ِم ْن ُشرُوْ ِر أَ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن َسيِّئَا‬
،ُ‫صحْ بِ ِه أَجْ َم ِع ْينَ اَ َّما بَ ْعد‬ ٰ ‫هّٰللا‬
َ ‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬ َ ‫ اللّهُ َّم‬،ُ‫ك لَهُ َوأَ ْشهَ ُد أَ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُه‬
َ ‫َر ْي‬ِ ‫َوأَ ْشهَ ُد أَ ْن اَل إِلَهَ إِاَّل ُ َوحْ َدهُ اَل ش‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫الى فِي ِكتَابِ ِه ْالك‬
‫َري ِْم‬ َ ‫ق تُقَاتِه َوالَتَ ُموْ تُ َّن اِالَّ َوأَنـْتُ ْم ُم ْسلِ ُموْ نَ فَقَ ْد قَا َل ُ تَ َع‬َّ ‫ اِتَّقُوْ ا َ َح‬، َ‫فَيَااَيُّهَا ْال ُم ْسلِ ُموْ ن‬: ‫َوإِ ْذ تَأ َ َّذنَ َربُّ ُك ْم لَئِ ْن َشكَرْ تُ ْم أَل َ ِزي َدنَّ ُك ْم ۖ َولَئِ ْن‬
‫َكفَرْ تُ ْم إِ َّن َع َذابِي لَ َش ِدي ٌد‬

Maasyiral Muslimin Hafidzakumullah..

Adalah sebuah keniscayaan bagi kita untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan dan rasa syukur kita
kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai nikmat yang tak bisa kita hitung satu persatu. Perlu
kita sadari bahwa nikmat dari Allah ini bukan hanya dalam bentuk materi saja. Nikmat kesehatan,
kesempatan, Islam dan iman lebih berharga dari sekedar nikmat materi yang kita miliki.

Bayangkan, bagaimana rasanya jika harta banyak namun tidak bisa menikmatinya karena sakit-sakitan.
Bagaimana rasanya jika jabatan tinggi namun hati tidak merasa tenang. Oleh karenanya, sebagai seorang
makhluk, kita harus menyadari bahwa ada yang memiliki segalanya dari kita dan berhak atas segala
perjalanan kehidupan kita di dunia ini yakni sang khalik, sang Pencipta, Allah SWT.

Maasyiral Muslimin Hafidzakumullah..

Di era modern saat ini banyak manusia semakin menunjukkan sikap hedonis. Sebuah pandangan hidup
yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia jika bisa mencari kebahagiaan sebanyak mungkin
dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran
atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup.

Pandangan ini mengakibatkan manusia berusaha mencari kebahagiaan dengan mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya dengan berbagai daya upaya. Cara-cara mendapatkan harta pun tidak
mempedulikan norma-norma agama dan aturan yang ada. Halal haram hantam saja yang penting harta
banyak dan kebahagiaan bisa dirasa.
Saat ini juga kita rasakan banyak manusia yang mementingkan kuantitas dari pada kualitas harta.
Manusia modern mementingkan jumlah daripada berkah harta yang dimiliki. Ini terlihat dari orientasi
hidup dan prinsip manusia saat ini yang beranggapan bahwa hidup dan rezeki adalah matematika yakni
satu tambah satu sama dengan dua. Padahal rezeki dalam kehidupan ini tidak bisa dihitung dengan ilmu
matematika. Dalam hidup terkadang 1+1 memang 2, namun bisa saja 1+1=11 atau 1+1 bisa jadi 0.
Banyak yang bermodal besar tapi tidak mendapat untung besar dalam usaha. Sementara banyak yang
usaha kecil tapi rezeki terus mengalir. Itu adalah rahasia Allah SWT.

Banyak kita lihat orang bekerja, pergi pagi pulang sore, peras keringat, banting tulang, sampai-sampai
berani meninggalkan shalat dan ibadah wajib lainnya namun kehidupan ekonominya begitu-begitu saja.
Sementara ada yang bekerja dengan biasa-biasa saja, bisa menjalankan ibadah dengan tenang, namun
rezeki yang didapatnya terus mengalir dan berlipat ganda.

Ini menjadi renungan kita bersama bahwa Allah SWT telah memberikan rizki berupa harta kepada
masing-masing manusia. Rezeki manusia tak akan tertukar dengan rezeki orang lain. Yang terpenting
dari kita adalah harus terus berusaha dengan baik seraya berdoa dan menyadari bahwa Allah telah
membagi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki. Allah Ta’ala berfirman,

ُ ‫إِ َّن هّٰللا َ يَرْ ُز‬


ٍ ‫ق َم ْن يَشَا ُء بِ َغي ِْر ِح َسا‬
‫ب‬

“Sesungguhnya Allah memberi rizki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. Ali
‘Imran [3]: 37).

Maasyiral Muslimin Hafidzakumullah

Segala hal terkait dengan rezeki yang sudah didapatkan haruslah kita syukuri. Dengan syukur, kita tidak
lagi selalu menghitung-hitung jumlah harta yang kita miliki. Harta adalah washilah (lantaran) saja untuk
kita bisa beribadah dengan tenang kepada Allah. Karena perlu dicatat dan diingat bahwa tugas utama
kita hidup di dunia ini adalah memang untuk beribadah menyembah Allah SWT. Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل ِ ْن‬


‫س إِاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz
Dzariyat: 56)

Syukur ini akan membawa kita tenang dalam menghadapi kerasnya kehidupan dunia. Walau sedikit
harta yang dimiliki, jika kita bersyukur, kita akan hidup dengan tenang bersama keluarga. Sebaliknya,
biarpun bergelimang harta, tapi rasa syukur tak ada, maka kegersangan hidup dan ketidaknyamanan
akan selalu terasa dalam langkah kehidupan kita.

Syukur akan membuahkan hasil yang manis karena dengan bersyukur Allah akan menambahkan nikmat
yang telah diberikan kepada kita. Allah berfirman dalam Surat Ibrahim ayat 7:

‫َوإِ ْذ تَأ َ َّذنَ َربُّ ُك ْم لَئِ ْن َشكَرْ تُ ْم أَل َ ِزي َدنَّ ُك ْم ۖ َولَئِ ْن َكفَرْ تُ ْم إِ َّن َع َذابِي لَ َش ِدي ٌد‬

Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan, “Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Banyak di zaman sekarang ini orang yang hanya memikirkan jumlah gaji pekerjaan yang ia lakukan. Jika
kita renungkan sebenarnya gaji atau pendapatan itu tidak ada apa-apanya dibanding gaji yang telah
diberikan Allah kepada kita semua. Logika matematis dalam menyikapi harta ini lambat laun akan
melupakan esensi dari status harta itu sendiri. Perlu kita sadari bahwa harta hanya titipan dari Allah
yang suatu waktu akan hilang dari kita dan diambil oleh yang paling berhak memilikinya.

Kesadaran bahwa harta hanya sebuah titipan ini akan memunculkan sikap senang berbagi, bersedekah
dan berzakat. Kita tak perlu khawatir jika kita memberikan harta kita kepada orang lain, harta kita akan
berkurang. Sekali lagi hidup bukanlah matematika. Sesuatu yang kita berikan kepada sesama, pada suatu
hari pasti akan kita dapatkan kembali karena hakikat memberi adalah menerima.

Maasyiral Muslimin Hafidzakumullah

Di akhir khutbah ini mari kita renungkan QS. Ath Tholaq: 2-3:
‫ْث اَل يَحْ تَ ِسبُ َو َم ْن يَتَ َو َّكلْ َعلَى هّٰللا ِ فَه َُو َح ْسبُهُ‪٣‬‬
‫ق هّٰللا َ يَجْ َعلْ لَهُ َم ْخ َرجًا ‪َ ٢‬ويَرْ ُز ْقهُ ِم ْن َحي ُ‬
‫َو َم ْن يَتَّ ِ‬

‫‪“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan‬‬
‫‪memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada‬‬
‫”‪Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.‬‬

‫‪Ayat ini memberikan petunjuk kepada kita bahwa jika kita ingin hidup dalam ketenangan maka hiduplah‬‬
‫‪dalam ketakwaan dengan menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Selain akan‬‬
‫‪diberikan ketenangan hidup dan jalan keluar dari segala permasalahan di dunia, jika kita bertakwa, kita‬‬
‫)‪juga akan diberi rezeki dari arah yang tidak kita duga-duga. Jika kita betul-betul percaya (tawakkal‬‬
‫‪kepada Allah, sungguh Allah akan memberikan kita rezeki seperti burung yang pergi pada pagi hari‬‬
‫‪dalam keadaan lapar dan kembali pada sore harinya dalam keadaan kenyang. Yakinlah, Allah Maha Luas‬‬
‫‪(rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.‬‬

‫ت َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‪ .‬أَقُوْ ُل قَوْ لِ ْي هَ َذا َوأَ ْستَ ْغفِ ُر هّٰللا َ لِ ْي َولَ ُك ْم َولِ ْل ُم ْسلِ ِم ْينَ‬
‫آن ْال َع ِظي ِْم‪َ ،‬ونَفَ َعنِ ْي َوإِيَّا ُك ْم بِ َما فِ ْي ِه ِمنَ ْاآليَا ِ‬
‫هّٰللا‬
‫بَارَكَ ُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِي ْالقُرْ ِ‬
‫فَا ْستَ ْغفِرُوْ هُ إِنَّهُ ه َُو ْال َغفُوْ ُر ال َّر ِح ْي ُم‬

‫‪Khutbah II‬‬

‫ك لَهُ َوأَ ْشهَ ُد َّ‬ ‫هّٰللا هّٰللا‬ ‫هّٰلل‬


‫أن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ‬ ‫َلى تَوْ فِ ْيقِ ِه َواِ ْمتِنَانِ ِه‪َ .‬وأَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ اِلَهَ إِالَّ ُ َو ُ َوحْ َدهُ الَ ش ِ‬
‫َر ْي َ‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد ِ عَل َى إِحْ َسانِ ِه َوال ُّش ْك ُر لَهُ ع َ‬
‫صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد ِو َعلَى اَلِ ِه َواَصْ َحابِ ِه َو َسلِّ ْم تَ ْسلِ ْي ًما ِكث ْيرًا أَ َّما بَ ْع ُد فَيا َ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواهّٰللا َ فِ ْي َما أَ َم َر َوا ْنتَهُوْ ا َع َّما‬ ‫ٰ‬
‫ال َّدا ِعى إل َى ِرضْ َوانِ ِه‪ .‬اللّهُ َّم َ‬
‫نَهَى‬

‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫صلُّوْ ا َعلَ ْي ِه‬
‫َلى النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا َ‬
‫صلُّوْ نَ ع َ‬ ‫ال تَعاَلَى إِ َّن َ َو َمآلئِ َكتَهُ يُ َ‬ ‫َوا ْعلَ ُموْ ا أَ َّن َ أَ َم َر ُك ْم بِأ َ ْم ٍر بَدَأَ فِ ْي ِه بِنَ ْف ِس ِه َوثَـنَى بِ َمآلئِ َكتِ ِه بِقُ ْد ِس ِه َوقَ َ‬
‫ض اللّهُ َّم‬ ‫هّٰللا‬ ‫ٰ‬
‫آل َسيِّ ِدنا َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ْنبِيآئِكَ َو ُر ُسلِكَ َو َمآلئِ َك ِة ْال ُمقَ َّربِ ْينَ َوارْ َ‬ ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ْم َو َعلَى ِ‬ ‫صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َ‬ ‫َو َسلِّ ُموْ ا تَ ْسلِ ْي ًما اللّهُ َّم َ‬
‫ض َعنَّا َم َعهُ ْم‬ ‫ان اِلَىيَوْ ِم ال ِّد ْي ِن َوارْ َ‬‫ص َحابَ ِة َوالتَّابِ ِع ْينَ َوتَابِ ِعي التَّابِ ِع ْينَ لَهُ ْم بِاِحْ َس ٍ‬‫َّاش ِد ْينَ أَبِى بَ ْك ٍر َو ُع َمر َوع ُْث َمان َو َعلِى َوع َْن بَقِيَّ ِة ال َّ‬ ‫ع َِن ْال ُخلَفَا ِء الر ِ‬
‫َّاح ِم ْينَ‬ ‫َ‬
‫ك يَا ارْ َح َم الر ِ‬ ‫بِ َرحْ َمتِ َ‬

‫ك َو ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ َوا ْنصُرْ‬ ‫اَ ٰللّهُم ا ْغفرْ ل ْلم ْؤمن ْينَ و ْالم ْؤمنَات و ْالم ْسلم ْينَ و ْالم ْسلمات اَالَحْ يآ ُء م ْنهُم و ْاالَموات ٰ‬
‫اللّهُ َّم أَ ِع َّز ْا ِإل ْسالَ َم َو ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َوأَ ِذ َّل ال ِّشرْ َ‬ ‫ِ ْ َ ْ َ ِ‬ ‫َّ ِ ِ ُ ِ ِ َ ُ ِ ِ َ ُ ِ ِ َ ُ ِ َ ِ‬
‫ْ‬ ‫ّ‬ ‫ٰ‬ ‫اخ ُذلْ َم ْن خَ َذ َل ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو َد ِّمرْ أ ْعدَا َءال ِّد ْي ِن َوا ْع ِل َكلِ َماتِ َ‬
‫َ‬
‫ك إِلَى يَوْ َم ال ِّد ْي ِن‪ .‬اللهُ َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا البَالَ َء‬ ‫َص َر ال ِّد ْينَ َو ْ‬ ‫ِعبَادَكَ ْال ُم َوحِّ ِديَّةَ َوا ْنصُرْ َم ْن ن َ‬
‫صةً َو َسائِ ِر ْالب ُْلدَا ِن ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ عآ َّمةً يَا َربَّ‬ ‫لوبَا َء َوال َّزالَ ِز َل َو ْال ِم َحنَ َوسُوْ َء ْالفِ ْتنَ ِة َو ْال ِم َحنَ َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ ع َْن بَلَ ِدنَا اِ ْندُونِ ْي ِسيَّا خآ َّ‬ ‫َو ْا َ‬
‫اب النَّ ِ‬
‫ار‬ ‫َاس ِر ْينَ ‪َ .‬ربَّنَا آتِنا َ فِى ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِى ْاآل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬ ‫‪ْ .‬ال َعالَ ِم ْينَ ‪َ .‬ربَّنَا ظَلَ ْمنَا اَ ْنفُ َسنَا َواِ ْن لَ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكوْ ن ََّن ِمنَ ْالخ ِ‬
‫َر َو ْالبَ ْغي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ نَ َو ْاذ ُكرُوا هّٰللا َ ْال َع ِظ ْي َم‬ ‫هّٰللا ْ‬ ‫هّٰللا‬
‫ِعبَا َد ِ ! إِ َّن َ يَأ ُم ُر بِاْل َع ْد ِل َو ْا ِإلحْ َسا ِن َوإِيْتآ ِء ِذي ْالقُرْ ب َى َويَ ْنهَى ع َِن ْالفَحْ شآ ِء َو ْال ُم ْنك ِ‬
‫يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكرُوْ هُ عَل َى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هّٰللا ِ أَ ْكبَرْ‬

‫‪Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung‬‬

Anda mungkin juga menyukai