Jurnal ATSGZ 1 SUHARDI
Jurnal ATSGZ 1 SUHARDI
net/publication/332531348
CITATIONS READS
0 367
2 authors, including:
Suhardi Suhardi
Universitas Maritim Raja Ali Haji
17 PUBLICATIONS 1 CITATION
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Suhardi Suhardi on 15 October 2019.
ABSTRAK
Penelitian ini difokuskan pada tema dalam sajak-sajak Gusmarni Zulkifli yang pernah
dipublikasikan di Halaman Seni Budaya Haluan Kepri. Populasi penelitian ini adalah 10 sajak
Gusmarni Zulkifli yang pernah dimuat Haluan Kepri. Teknik pengolahan data menggunakan
teknik parafrase sebagaimana yang dikemukakan Pradopo (1991). Sementara hasil penelitian
berkaitan dengan tema dalam sajak-sajak Gusmarni Zulkifli (GZ).
Sajak merupakan karya sastra yang berisi informasi penting yang disampaikan sastrawan
kepada para penikmatnya (Pembaca). Untuk mengetahui informasi apa yang disampaikan
sastrawan melalui karya sastranya maka pembaca harus menganalisis karya tersebut secara baik.
Pembaca dapat menggunakan kajian teori yang ada dan metode penelitian yang tepat. Tujuan
yang ingin dicapai dari kegiatan analisis tema sajak-sajak Gusmarni Zulkifli ini adalah untuk
mengetahui tema yang terdapat dalam sajak-sajak Gusmarni Zulkifli. Sementara luaran yang
akan dihasilkan adalah hasil penelitian berkaitan dengan tema. Selanjutnya guna keberhasilan
penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu
pemberian interpretasi berkaitan dengan tema sajak-sajak Gusmarni Zulkifli. Hal ini
sebagaimana yang dikemukakan Arikunto (2010) dalam bukunya Prosedur Penelitian.
Jika diurutkan tema-tema sajak yang telah dianalisis tersebut maka akan terlihat sebagai
berikut: (1) Sosok wanita yang selalu berharap kepada lelaki (kekasih) dan berakhir dengan
kekecewaaan; (2) Perasaan kecewa kepada lelaki (kekasih) karena kurang mendapat perhatian;
(3) ketegaran hati seorang wanita menghadapi hidup yang harus dijalani; (4) kerinduan berjumpa
dengan Allah; (5) rasa takut yang selalu menghantui setelah jauh dari orang tua; (6) keharuan
saat berjumpa orang tua (ibu) yang selama ini dirindukan; (7) rasa percaya yang tinggi bahwa
kekasihnya tak akan mungkin dapat digoda oleh wanita lain; (8) rasa khawatir menghadapi
kehidupan; (9) rasa rindu kepada ibu; dan (10) kedukaan saat melayat. Dari sepuluh sajak yang
telah dijadikan obyek pengamatan maka dapat disimpulkan rata-rata tema yang terdapat pada
sajak Gusmarni Zulkifli bercerita tentang sosok wanita lemah. Hanya dua sajak yang
menyajikan sosok wanita tangguh (kuat), yaitu pada sajak berjudul Tegar dan sajak berjudul
Nirmala.
1. PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama ini, Haluan Kepri sangat eksis dalam
mempublikasikan berbagai genre sastra tersebut. Bahkan tidak hanya itu saja, dari beberapa
penyair dan cerpenis yang mengisi halaman Seni dan Budaya Haluan Kepri tersebut
sebahagian besar adalah penyair dan cerpenis wanita. Bila sajak- sajak yang dilahirkan dari
para penyair dan cerpenis lelaki biasanya selalu memotret tokoh lelakinya sebagai tokoh
yang heroik, tangguh, gigih, dan terkadang egois. Namun bagaimanakah tema-tema yang
terkandung di dalam sajak-sajak GZ ini? Inilah sebuah pertanyaan yang muncul dalam
pikiran peneliti. Adakah sama tema yang diangkat para penyair lelaki dengan yang diangkat
penyair wanita? Guna menemukan jawaban pertanyaan tersebut peneliti terdorong sekali
1
untuk melakukan penelitian terhadap sajak-sajak yang telah dipublikasikan oleh penyair
wanita. Khususnya yang telah dipublikasikan oleh media masa Haluan Kepri. Hasil
penelitian ini tentunya nantinya akan memberikan jawaban atas pertanyaan yang ada dalam
pikiran peneliti.
Menurut Sastrowardoyo (1997) dalam bukunya yang berjudul Sosok Pribadi dalam
Sajak mengatakan bahwa penyair bersuara dalam sajak, ia ingin membayangkan dirinya
dalam kata-katanya. Ia tidak puas sebelum dirinya terungkapkan dengan sepenuhnya di
dalam sajaknya. Hal ini sebagaimana yang terlihat dalam sajak-sajak yang dimuat di majalah
dan buku antologi sajak yang ada saat ini. Pemikiran Sastrowardoyo ini juga menjadi
inspirasi atau yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian ini sekaligus untuk
membuktikan kebenaran pandangan yang dikemukakan Sastrowardoyo tersebut.
Dari beberapa sajak-sajak yang telah dipublikasikan di media Haluan Kepri, peneliti
melihat ada satu sosok penyair yang selalu eksis karya-karyanya menghiasi halaman seni dan
budaya Haluan Kepri setiap minggu. Penyair itu adalah Gusmarni Zulkifli (seorang
mahasiswa yang masih menimba ilmunya di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Maritim Raja Ali Haji).
Proses identifikasi yang penulis lakukan adalah menganalisis tema yang ada di dalam
sajak-sajak Gusmarni Zulkifli. Berdasarkan tema yang ditemukan tersebutlah, peneliti
menyimpulkan tema yang sesungguhnya. Permasalahan penelitian dapat dirumuskan, yaitu
apa tema sajak-sajak Gusmarni Zulkifli (GZ)? Untuk menemukan jawaban rumusan tersebut
peneliti menggunakan teknik parafrase sajak sebagaimana yang dikemukakan Pradopo
(1991). Selanjutnya, tujuan penelitian ini dilakukan untuk menjawab rumusan pertanyaan
yang telah peneliti ajukan, yaitu menemukan tema yang terkandung dalam sajak-sajak
Gusmarni Zulkifli (GZ).
2. TINJAUAN TEORI
Lynda Susana Widya Ayu Fatmawaty, 2009. Tesis. Sosok Wanita dalam Sajak. PPs.
Univ. Diponegoro. Hasil penelitiannya: Tipografi pada puisi ini biasa saja, tidak
menunjukkan adanya sesuatu yang istimewa. Jika dikaitkan dengan tema, hal ini
menunjukkan pandangan lelaki terhadap wanita yang dianggap tidak istimewa atau biasa
saja. Tema puisi ini adalah subordinasi terhadap wanita. Keberadan wanita yang selalu
menjadi yang kedua ternyata merupakan mitos dan budaya patriarkal yang dilanggengkan
oleh adat-istiadat secara turun temurun. Laki-laki akan terus menciptakan mitos-mitos baru
sebagai upaya melanggengkan kekuasaan mereka.
Tentunya mitos-mitos ini akan diciptakan dalam mainframe kebenaran laki-laki. Puisi
ini adalah blank verse jadi rimanya tidak tetap atau unrhyme. Jika dikaitkan dengan tema
maka penciptaan rima yang tidak tetap ini juga menguatkan pandangan patriarkal pria yang
menganggap bahwa wanita itu sama saja sifatnya karena tidak memiliki pola yang variatif.
Semua wanita dipandang memiliki sifat buruk yang sama yaitu suka menjelek-jelekkan orang
lain. Ritme dan meter puisi ini memiliki pola yang selalu berulang, yaitu iambic pentameter.
Rima dan meter pada puisi ini juga mengarahkan pembaca pada kesimpulan akhir bahwa
meskipun wanita menyadari sifat-sifat buruknya namun fakta menunjukkan bahwa mereka
tidak mau merubah diri. Hal ini mengakibatkan kaum wanita tidak pernah bisa maju. Diksi
yang digunakan dalam puisi ini menggunakan pembanding yang saling berhubungan,
misalnya mandrake dan pregnant, kapal (bright ship) dan laut (Sargasso Sea). Keterkaitan
erat antara diksi yang digunakan ini menunjukkan sebuah manifestasi penggambaran adanya
2
hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara pria dan wanita.
eprints.undip.ac.id/…/Linda_Susana_Widya_Ayu Fatmawaty.pdf (Minggu, 30 September
2012 jam 15.35).
Ekarini Sastrawati. 2008. Pergeseran Citra Pribadi Perempuan dalam Sastra
Indonesia: Analisis Psikoanalisis Terhadap Karya Sastra Indonesia Mulai Angkatan Sebelum
Perang Hingga Mutakhir. Universitas Muhammadiyah Malang. Hasil penelitian: Temuan hasil
penelitian menunjukkan bahwa tokoh perempuan memiliki struktur jiwa yang didominasi oleh superego dan
id. Adapun mekanisme pertahanan yang dilakukan melalui represi, rasionalisasi dan kompensasi. Gambaran
pribadi perempuan dalam novel menurut pengarang perempuan dan pengarang laki-laki tidak ada perbedaan.
Pengarang yang memiliki latar pendidikan Barat mengangkat perempuan yang memiliki kemandirian tinggi.
Pada zaman sebelum perang pribadi perempuan lebih didominasi oleh super ego dan pada zaman mutakhir
lebih didominasi oleh id. rires2.umm.ac.id/info-penelitian-proposal-kategori-23.html (Minggu,
30 September 2012 Jam 15.35)
b. Genre Sastra
Menurut Wellek dan Warren (1993:298) mengatakan bahwa teori genre adalah suatu
prinsip keteraturan: sastra dan sejarah sastra diklasifikasikan tidak berdasarkan waktu atau
tempat (periode atau pembagian sastra nasional), tetapi berdasarkan tipe struktur atau susunan
sastra tertentu. Selanjutnya, Wellek dan Warren (1993:300) mengelompokkan genre sastra atas
dua, yaitu (1) prosa dan (2) puisi.
3. METODE PENELITIAN
Untuk menganalisis potret wanita dalam sajak-sajak GZ, peneliti menggunakan metode
deskripsi, yaitu mendeskripsikan tema yang terdapat dalam sajak-sajak yang telah peneliti
jadikan sebagai obyek pengamatan. Selanjutnya teknik pengumpulan data yang akan penulis
gunakan pada penelitian ini adalah mengumpulkan beberapa sajak GZ yang telah pernah
diterbitkan di Haluan Kepri sebagai sumber data. Dalam hal ini ada 10 sajak yang peneliti
jadikan sumber data primer, yaitu: (1) Lentera Ungu, (2) Cerita pada Malam, (3)Tegar, (4)
Sajadah Tua, (5) Pawang Pilu, (6) Hang Nadim, (7) Nirmala, (8) Aku dan Senja Menanti Cinta,
(9) Nyanyian Rindu Untuk Mak, dan (10) Jumat Berkabung.
Sementara proses analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik parafrase
sebagaimana yang dikemukakan Pradopo (1991). Terakhir adalah proses penyimpulan. Jika
proses ini sudah dijalani dan pertanyaan sudah terjawab maka tujuan penelitian peneliti anggap
telah tercapai.
4. PENGUJIAN
Untuk mengetahui tema sajak-sajak GZ, peneliti menggunakan teknik analisis
Ekspositori. Terutama pada sepuluh sajak yang telah peneliti jadikan sebagai obyek pengamatan.
Berikut peneliti mencoba menganalisis satu persatu.
1) Sajak Lentera Ungu
Untuk mengetahui tema yang ada pada sajak Lentera Ungu tersebut, maka sajak tersebut
terlebih dahulu diparafrasekan sebagai berikut:
Untuk mengetahui tema sajak Lentera Ungu karya Gusmarni Zulkifli tersebut, maka
sajak tersebut terlebih dahulu harus diparafrasekan sebagai berikut: Kekasih tokoh si aku yang
sering disapanya dengan kata kau, datang membawa lentera yang berwarna ungu. Kedatangan
kekasih si aku tersebut tepat di saat hujan turun rintik-rintik dan kedatangan ke kasih si aku
3
tersebut juga di saat hati tokoh aku sedang pilu. Tokoh aku memohon kepada sang kekasih
memeluk dirinya agar hatinya terhibur sehingga hilang rasa pilunya. Suluh (lentera) yang
tadinya dipegang tokoh aku langsung saja dibuang karena begitu besarnya keinginan tokoh aku
untuk mendapatkan kekasihnya tersebut. Tokoh aku berharap hidupnya di masa datang bahagia
bersama kekasihnya itu.
Apa yang dirasakan tokoh aku ternyata tidak diketahui oleh sang kekasih. Tokoh aku
merasa letih karena selalu berharap kepada sang kekasih sementara sang kekasih tidak kunjung
juga memberikan kepastian tentang hubungan yang telah terjalin selama ini.
Tokoh aku merasa hatinya begitu sakit karena sang kekasih selalu menyakitinya. Sebuah
kondisi yang sulit untuk diterima tokoh aku. Tokoh aku kecewa dan tokoh aku tidak tahu kemana
ia harus mengadu dan membawa perasaannya yang sakit. Semakin lama tokoh aku semakin
merasakan harapannya semakin jauh. Kering sudah air mata tokoh aku menangis akan tetapi
keadaan tidak juga kunjung membaik. Entah telah berapa kali tokoh aku menangis dan air
matanya mengalir. Kini air matanya terasa kering karena sering menangis.
Dalam hati tokoh si aku selalu bertanya, apakah kekasihnya ini tidak kasihan melihatnya
dirinya selalu bersedih. Melihat prilaku yang ditunjukkan kekasih tokoh aku tersebut, akhirnya
tokoh aku merasa muak dan bosan juga. Sebagai wanita, tokoh aku kini pasrah dan menyerahkan
segalanya kepada Allah sang penentu nasib umat. Tokoh aku berharap mudah-mudahan Tuhan
memberikan kebaikan di masa datang atau Tuhan membiarkannya selalu berduka.
Berdasarkan parafrase sajak tersebut maka dapat dideskripsikan tema sajak “Lentera
Ungu” karya Gusmarni Zulkifli ini adalah wanita yang selalu berharap akan perhatian kasih dan
sayang dari sang kekasihnya akan tetapi sang kekasih tidak peduli, malah sering menyakitinya.
Akhirnya, tokoh aku merasakan juga kodratnya sebagai wanita yang lemah. Ia hanya bisa pasrah
dan berserah diri kepada sang maha kuasa. Semoga Allah memberikan jalan terbaik kepadanya
di masa datang. Semoga Allah memberikan kesabaran kepadanya dan mendatangkan jodoh yang
sesungguhnya.
Tema sajak Lentera Ungu karya Gusmarni Zulkifli ini lebih banyak memperlihatkan
sosok wanita yang lemah. Wanita yang selalu dipermainkan oleh sang lelaki. Sosok wanita yang
hanya bisa pasrah menerima perlakuakn dari lawan jenisnya. Tema yang disajikan ini tentu
tidaklah dapat mewakili seluruh wanita saat ini karena masih ada kita temukan wanita yang
punya kepribadian lebih kuat. Bahkan mampu mempermainkan lawan jenisnya (lelaki). Bahkan
ada juga lelaki yang sampai bunuh diri karena diputuskan hubungan cintanya oleh sang wanita.
Namun, tema yang terlukis pada sajak Lentera Ungu karya Gusmarni Zulkifli inilah, yaitu sosok
wanita yang lemah.
4
memuja-muja kekasihnya itu. Tokoh aku selalu bertanya pada dirinya mengapa cinta yang
dijalinnya selama ini tidak membawa kebahagiaan? Tokoh aku bertanya pada dirinya, mengapa
yang selalu datang adalah kebohongan demi kebohongan.
Berdasarjan hasil parafrase sajak “Cerita Pada Malam” karya Gusmarni Zulkifli ini maka
dapat disimpulkan bahwa sajak ini mengangkat tema tentang rasa kecewa seorang wanita kepada
sang kekasihnya. Kecewaannya tersebut kemudian diungkapkannya kepada bulan. Walaupun
bulan sebetulnya tidak mampu memberikan solusinya karena bulan bukanlah manusia. Namun,
dengan cara yang demikian, tentulah tokoh aku sedikit berkurang beban batinnya karena telah
berbagi dengan sang bulan. Selanjutnya, pertanyaan yang selalu menghinggapi dirinya adalah
mengepa dirinya selalu dibohongi? Inilah pertanyaan yang belum terjawab sampai akhir sajak
ini.
Bila ditarik ke dalam kehidupan sehari-hari, model wanita seperti ini tentunya sangat
sedikit jumlahnya. Wanita yang ada saat ini adalah wanita yang selalu meminta kepada sang
kesih kejujuran. Pantang untuk dibohongi. Kalau dibohongi drinya pastilah memilih berpisah
saja dari pada dilanjutkan terus. Sempat satu kali saja ditipu mereka akan memberontak, bahkan
bisa mengambil jalan memutuskan hubungan saja. Wanita sekarang lebih mandiri alias tidak
selalu tergantung pada lelaki. Apalagi baru sebatas kekasih yang belum pasti menjadi
pendamping hidup (suami).
3) Sajak Tegar
Untuk mengetahui tema yang ada pada sajak Cerita Pada Malam tersebut, maka sajak
tersebut terlebih dahulu diparafrasekan sebagai berikut:
Tokoh aku mencoba merangkai ayat-ayat Al-Quran pada hatinya yang sedang luka.
Airnya mengalir laksana obak yang menggila. Telinganya pun sering merasakan berdenging-
denging. Walaupun demikian, tokoh aku tidak menghiraukannya. Tokoh aku telah berkata
kepada dirinya sendiri bahwa dirinya bukanlah orang yang suka mengalah dan menyerah pada
keadaan. Dirinya bukanlah orang yang suka mengeluh, apalagi mengeluh karena pilu disakiti
sang kekasih. Dirinya adalah orang yang sangat tegar karena telah berhasil melewati berbagai
rintangan dalam kehidupannya. Dirinya tidak akan begitu saja menyerah pada keadaan yang ada.
Sajak “Tegar” karya Gusmarni Zulkifli ini agak berbeda dengan sajak-sajak sebelumnya,
seperti: Lentera Cinta dan Cerita Pada Malam, terutama pada tema cerita yang diangkat di
dalamnya. Bila pada kedua sajak sebelumnya lebih banyak mengangkat tema tentang wanita
yang selalu pasrah, lemah, kecewa, dan suka mengalah pada lawan jenisnya. Namun, pada sajak
yang berjudul “Tegar” ini, tema yang diangkat adalah tema tentang wanita yang berhati tangguh
(tegar). Hal ini sesuai dengan judul sajak tersebut. Ketegaran tersebut sebagaimana terlihat
melalui pernyataan: (1) tokoh aku tidak menghiraukan, (2) tokoh aku berkata kepada dirinya
sendiri bahwa dirinya bukanlah orang yang suka mengalah dan menyerah pada keadaan, (3)
tokoh aku bukanlah orang yang suka mengeluh. Apalagi mengeluh karena pilu, (4) tokoh aku
adalah orang yang tegar mengingat perjalanan hidupnya yang penuh banyak rintangan, dan (5)
tokoh aku tidak akan menyerah pada keadaan.
Sosok wanita yang memiliki sikap-sikap seperti kelima hal tersebut tentunya lebih
berhasil karena ia tidak larut dengan situasi yang ada. Wanita yang berhati seperti ini tentunya
lebih kuat menghadapi rintangan yang ada. Ia tidak akan pasrah melainkan berjuang sekuat
tenaga untuk lepas dari rintangan tersebut. Sikap seperti ini muncul tentunya setelah di dalam
dirinya telah dibentengi oleh ilmu agama yang cukup sehingga memiliki iman yang kuat. Orang
yang memiliki iman yang kuat biasanya memiliki kepercayaan bahwa segala yang terjadi adalah
5
izin Allah. Allahlah yang menentukan apa yang terjadi di langit dan di bumi bukan kekasihnya
itu. Oleh sebab itu, kepada Allahlah yang paling tepat untuk memohon dan meminta pertolong-
an. Sikap seperti ini sangat baik untuk ditiru agar tidak terombang-ambing meng-hadapi bahtera
kehidupan ini. Inilah amat, selain tema yang terkandung dalam sajak Tegar karya Gusmarni
Zulkifli ini.
6
memadamkan api yang telah membakar dan membersihkan segala luka-luka yang direrita tokoh
aku. Awan pun melindungi tokoh aku dari teriknya sinar matahari yang menerpa. Anginpun ikut
mengurangi rasa panas yang menerpa dan membantu mengurangi rasa letih yang dialami tokoh
aku. Seseorang yang telah membantu tokoh aku tersebut langsung dinyatakan tokoh aku sebagai
seorang pawang, yaitu “Pawang Pilu”. Pawang yang telah memberikan kasih dan saying disaat
dirinya sedang merasakan kepiluan.
Tema yang terlukis melalui sajak “Pawang Pilu” karya Gusmarni Zulkifli ini adalah tema
tentang rasa hampa seseorang disaat ditinggal teman terdekat (ibu). Dunia seakan goncang, hidup
serasa hampa, sepi, dan selalu dihantui rasa takut yang tinggi menghadapi masa datang. Namun,
apa yang dirasakan itu ternyata tidaklah seburuk apa yang dibayangkan. Tuhan mengiriman
seseorang untuk memberikan bantuan sehingga tidak terlalu lama mengalami kegalauan. Tokoh
aku mulai menemukan dirinya sendiri dan berusaha bangkit untuk lebih percaya diri menghadap
masa datang. Bagi tokoh aku, seseorang yang telah memberikan bantuan tersebut adalah sang
penyelamat atau penghalau rasa hampa yang dialaminya selama ini.
Sosok tokoh aku yang terlihat melalui sajak ini adalah sosok tokoh yang merasa hidup ini
tidak ada artinya lagi setelah orang tua tiada (ibu). Pada hal tidaklah demikian sesungguhnya.
Bukanlah Allah menurunkan sesuatu itu ada sesuatu yang lebih baik di balik itu? Begitu juga
Allah tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan kita. Satu hal juga yang perlu
dipahami adalah ujian itu merupakan alat untuk meningkatkan peringkat iman kita sendiri ke
yang lebih tinggi. Hal ini sama halnya dengan anak-anak sekolah yang mau naik kelas dengan
cara menempuh ujian dulu. Semua itu adalah agar ke depan kita lebih siap dan mandiri lagi.
Hal tersebut sebagaimana yang terlihat di akhir sajak, setelah ujian datang bertubi-tubi,
datang sebuah kebaikan (berita gembira). Sebuah kebaikan menuju kehidupan di masa datang.
Sebuah bonus yang diberikan Allah atas kesabaran melewati ujian yang telah diberikan-Nya.
Inilah yang peneliti sampaikan sebelumnya bahwa di balik kepahitan ada terkandung kemanisan.
Oleh sebab itu, yakinlah dan berserah dirilah kepada-Nya. Pintalah segalanya, Allah pasti akan
mengabulkan dan peliharalah selalu rasa sabar.
7
Tema lain yang juga terselip pada sajak ini adalah hubungan bathin seorang anak dengan
ibunya (orang tua) yang tak pernah putus walaupun dipisahkan oleh laut. Terbukti bagaimana
suasana hangatnya perjumpaan tokoh aku dengan ibunya tersebut di bandara itu.
Selain itu, tema yang juga terselip pada sajak ini adalah rasa santun yang begitu tinggi
seorang anak terhadap ibunya. Walaupun ibunya kini sudah terlihat mulai tua, akan tetapi rasa
santunnya masih tinggi. Kondisi ini tentunya sebuah cerminan keberhasilan seorang ibu dalam
mendidik anak-anaknya selama ini dengan pendidikan yang cukup. Terutama pendidikan agama
sehingga anaknya selalu memegang teguh nilai-nilai keagamaannya dalam kehidupan sehari-
harinya.
7) Sajak Nirmala
Untuk mengetahui tema sajak Nirmala ini, maka sajak tersebut terlebih dahulu
diparafrasekan sebagai berikut:
Kau telah melecut rasa cemburu yang begitu kuat di hatiku hingga mengakibatkan hatiku
lebam dan menanggung rasa dendam. Untuk apa kau tebarkan aroma harum wangi bunga
kesturi, pada cinta yang dibangun dengan bahan setia, pada kumbang yang sudah jelas
bertali;merisik hati yang sudah jelas berpenghuni. Janganlah kau salahkan waktu yang telah
membuat matamu beradu dank au semaikan benih-benih harap pada lahan yang jelas sudah
bertuan. Jangan pula kau salahkan bahwa cinta itu buta yang tak dapat melihat siapa yang
disapa. Begitu juga, jangan disalahkan hatimu yang terlalu perasa sehingga tak mampu menahan
rasa cinta yang tinggi. Namun, salahkanlah dirimu Nirmala! Yang telah mencampakkan rasa
duka kepada tali cinta yang berpilin erat guna berharap mampu mengikatnya dengan pilihan
lain. Engkau telah salah Nirmala, karena telah menjuntaikan rasa cemburu kepada tiang setiaku
selama ini! Untuk dapat kau ketahui Nirmala, angin puyuh sekalipun tak akan sanggup
menghancurkan tembok cinta berukir setia yang telah kami bangun selama ini. Mengapa?
Karena hatinya telah kutempa dengan cinta setia untuk tetap bersama dalam suka dan duka.
Tema sajak “Nirmala” karya Gusmarni Zulkifli ini adalah rasa percaya diri tokoh aku
yang tinggi bahwa kekasihnya tak akan mungkin dapat digoda (oleh wanita yang bernama
Nirmala). Keyakinan tokoh aku tersebut dilandasi karena tali cinta yang telah dibangunnya
selama ini cukup erat yang tak akan mungkin dapat dilepaskan lagi. Tokoh aku menyatakan
kepada wanita itu (Nirmala) bahwa pekerjaanya menggoda lelaki pujaannya hanyalah perbuatan
sia-sia saja. Pekerjaan tersebut hanyalah menambah luka dihatinya di kemudian hari karena sang
lelaki yang digoda tidak akan berpaling.
Berdasarkan tema utama tersebut maka sosok tokoh akupun dapat dideskripsikan sebagai
berikut: (1) tokoh aku adalah wanita yang memiliki rasa percaya diri tinggi. Tokoh aku sangat
yakin bahwa hubungannya dengan sang kekasihnya tidak akan mampu digoyahkan oleh
siapapun, termasuk oleh wanita yang bernama Nirmala. kasih dan sayang yang telah menjadi
dasar fondasi hubungan mereka merupakan tali yang cukup kuat dari terjangan badai
apapun.Oleh sebab itu, janganlah coba-coba menggoyahkannya. Perbuatan tersebut hanyalah sia-
sia saja dan menghabiskan energi. (2) Nirmala merupakan sosok wanita yang suka mengganggu
teman sesamanya (sesama wanita) alias tokoh yang tida memiliki perasaan. Seharusnya sesame
wanita tidak boleh melakukan hal tersebut. Lebih baik mencari lelaki lain yang belum memiliki
pacar dari pada mengganggu sesama sehingga dapat menimbulkan permusuhan.
Nilai moral yang terkandung pada sajak Nirmala ini adalah tidak baik mengganggu
kesenangan orang lain. Hukum karma akan berlalu nantinya jika kita suka mengganggu orang
8
lain. Yakinlah Allah akan memberikan sangsi atas perbuatan jahat yang telah kita lakukan
kepada orang lain.
9
selama ini hanyalah sebuah kekosongan dan kekosongan. Rantau yang dirasakan tokoh aku
begitu tidak bersahabat. Berbeda sekali dengan Suasana kampung halamannya.
Tokoh aku sangat rindu dengan Susana kampung halamannya. Masyarakatnya yang penuh
kekeluargaan dan kasih sayang ibu yang begitu penuh. Suasana seperti itu tidak didapatnya
selama dirinya di perantauan ini.
b. Rekomendasi
Kegiatan analisis sajak seperti yang peneliti lakukan ini tentunya sangat berguna untuk
meningkatkan pengalaman apresiasi sastra para peminat sajak di Indonesia. Selain itu, kegiatan
10
analisis sajak ini tentunya juga berguna untuk meningkatkan wawasan atau pengalaman hidup
agar menghadapi masa datang lebih baik. Selain itu, dengan analisis sajak, rasa cinta terhadap
sajak tentunya menjadi semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Esten, Mursal.1987. Pengantar Teori dan Sejarah Sastra. Bandung: Angkasa
-----------------. 1997. Sepuluh Petunjuk dalam Memahami dan Membaca Puisi.Padang: Angkasa
Raya
Fokemma.1998. Teori Sastra Abad Kedua Puluh
Luxemburg.1995.Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Nurgiyantoro, Burhan.1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
------------------------------. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.
Yogyakarya: Pustaka Pelajar
Segers. Rien T. 2000. Evaluasi Teks Sastra. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Sumardjo, Jakob dan Saini KM. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia
Teeuw, A. 1997. Citra Manusia Indonesia Dalam Karya Sastra Prammoedya Ananta Toer.
Jakata: Pustaka Jaya
TIM. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Wellek, Rene dan Austin Warren.1995. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia
11