Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/332531348

ANALISIS TEMA DALAM SAJAK-SAJAK GUSMARNI ZULKIFLI

Article · August 2009

CITATIONS READS
0 367

2 authors, including:

Suhardi Suhardi
Universitas Maritim Raja Ali Haji
17 PUBLICATIONS   1 CITATION   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Sastra kita, kritik dan lokalitas View project

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Dongeng Putra Lokan View project

All content following this page was uploaded by Suhardi Suhardi on 15 October 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISIS TEMA DALAM SAJAK-SAJAK GUSMARNI ZULKIFLI
Drs. Suhardi, M.Pd. dan Muhammad Candra, M.Ed.

ABSTRAK

Penelitian ini difokuskan pada tema dalam sajak-sajak Gusmarni Zulkifli yang pernah
dipublikasikan di Halaman Seni Budaya Haluan Kepri. Populasi penelitian ini adalah 10 sajak
Gusmarni Zulkifli yang pernah dimuat Haluan Kepri. Teknik pengolahan data menggunakan
teknik parafrase sebagaimana yang dikemukakan Pradopo (1991). Sementara hasil penelitian
berkaitan dengan tema dalam sajak-sajak Gusmarni Zulkifli (GZ).
Sajak merupakan karya sastra yang berisi informasi penting yang disampaikan sastrawan
kepada para penikmatnya (Pembaca). Untuk mengetahui informasi apa yang disampaikan
sastrawan melalui karya sastranya maka pembaca harus menganalisis karya tersebut secara baik.
Pembaca dapat menggunakan kajian teori yang ada dan metode penelitian yang tepat. Tujuan
yang ingin dicapai dari kegiatan analisis tema sajak-sajak Gusmarni Zulkifli ini adalah untuk
mengetahui tema yang terdapat dalam sajak-sajak Gusmarni Zulkifli. Sementara luaran yang
akan dihasilkan adalah hasil penelitian berkaitan dengan tema. Selanjutnya guna keberhasilan
penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu
pemberian interpretasi berkaitan dengan tema sajak-sajak Gusmarni Zulkifli. Hal ini
sebagaimana yang dikemukakan Arikunto (2010) dalam bukunya Prosedur Penelitian.
Jika diurutkan tema-tema sajak yang telah dianalisis tersebut maka akan terlihat sebagai
berikut: (1) Sosok wanita yang selalu berharap kepada lelaki (kekasih) dan berakhir dengan
kekecewaaan; (2) Perasaan kecewa kepada lelaki (kekasih) karena kurang mendapat perhatian;
(3) ketegaran hati seorang wanita menghadapi hidup yang harus dijalani; (4) kerinduan berjumpa
dengan Allah; (5) rasa takut yang selalu menghantui setelah jauh dari orang tua; (6) keharuan
saat berjumpa orang tua (ibu) yang selama ini dirindukan; (7) rasa percaya yang tinggi bahwa
kekasihnya tak akan mungkin dapat digoda oleh wanita lain; (8) rasa khawatir menghadapi
kehidupan; (9) rasa rindu kepada ibu; dan (10) kedukaan saat melayat. Dari sepuluh sajak yang
telah dijadikan obyek pengamatan maka dapat disimpulkan rata-rata tema yang terdapat pada
sajak Gusmarni Zulkifli bercerita tentang sosok wanita lemah. Hanya dua sajak yang
menyajikan sosok wanita tangguh (kuat), yaitu pada sajak berjudul Tegar dan sajak berjudul
Nirmala.

Kata Kunci: Tema, Sajak

1. PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama ini, Haluan Kepri sangat eksis dalam
mempublikasikan berbagai genre sastra tersebut. Bahkan tidak hanya itu saja, dari beberapa
penyair dan cerpenis yang mengisi halaman Seni dan Budaya Haluan Kepri tersebut
sebahagian besar adalah penyair dan cerpenis wanita. Bila sajak- sajak yang dilahirkan dari
para penyair dan cerpenis lelaki biasanya selalu memotret tokoh lelakinya sebagai tokoh
yang heroik, tangguh, gigih, dan terkadang egois. Namun bagaimanakah tema-tema yang
terkandung di dalam sajak-sajak GZ ini? Inilah sebuah pertanyaan yang muncul dalam
pikiran peneliti. Adakah sama tema yang diangkat para penyair lelaki dengan yang diangkat
penyair wanita? Guna menemukan jawaban pertanyaan tersebut peneliti terdorong sekali

1
untuk melakukan penelitian terhadap sajak-sajak yang telah dipublikasikan oleh penyair
wanita. Khususnya yang telah dipublikasikan oleh media masa Haluan Kepri. Hasil
penelitian ini tentunya nantinya akan memberikan jawaban atas pertanyaan yang ada dalam
pikiran peneliti.
Menurut Sastrowardoyo (1997) dalam bukunya yang berjudul Sosok Pribadi dalam
Sajak mengatakan bahwa penyair bersuara dalam sajak, ia ingin membayangkan dirinya
dalam kata-katanya. Ia tidak puas sebelum dirinya terungkapkan dengan sepenuhnya di
dalam sajaknya. Hal ini sebagaimana yang terlihat dalam sajak-sajak yang dimuat di majalah
dan buku antologi sajak yang ada saat ini. Pemikiran Sastrowardoyo ini juga menjadi
inspirasi atau yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian ini sekaligus untuk
membuktikan kebenaran pandangan yang dikemukakan Sastrowardoyo tersebut.
Dari beberapa sajak-sajak yang telah dipublikasikan di media Haluan Kepri, peneliti
melihat ada satu sosok penyair yang selalu eksis karya-karyanya menghiasi halaman seni dan
budaya Haluan Kepri setiap minggu. Penyair itu adalah Gusmarni Zulkifli (seorang
mahasiswa yang masih menimba ilmunya di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Maritim Raja Ali Haji).
Proses identifikasi yang penulis lakukan adalah menganalisis tema yang ada di dalam
sajak-sajak Gusmarni Zulkifli. Berdasarkan tema yang ditemukan tersebutlah, peneliti
menyimpulkan tema yang sesungguhnya. Permasalahan penelitian dapat dirumuskan, yaitu
apa tema sajak-sajak Gusmarni Zulkifli (GZ)? Untuk menemukan jawaban rumusan tersebut
peneliti menggunakan teknik parafrase sajak sebagaimana yang dikemukakan Pradopo
(1991). Selanjutnya, tujuan penelitian ini dilakukan untuk menjawab rumusan pertanyaan
yang telah peneliti ajukan, yaitu menemukan tema yang terkandung dalam sajak-sajak
Gusmarni Zulkifli (GZ).

2. TINJAUAN TEORI
Lynda Susana Widya Ayu Fatmawaty, 2009. Tesis. Sosok Wanita dalam Sajak. PPs.
Univ. Diponegoro. Hasil penelitiannya: Tipografi pada puisi ini biasa saja, tidak
menunjukkan adanya sesuatu yang istimewa. Jika dikaitkan dengan tema, hal ini
menunjukkan pandangan lelaki terhadap wanita yang dianggap tidak istimewa atau biasa
saja. Tema puisi ini adalah subordinasi terhadap wanita. Keberadan wanita yang selalu
menjadi yang kedua ternyata merupakan mitos dan budaya patriarkal yang dilanggengkan
oleh adat-istiadat secara turun temurun. Laki-laki akan terus menciptakan mitos-mitos baru
sebagai upaya melanggengkan kekuasaan mereka.
Tentunya mitos-mitos ini akan diciptakan dalam mainframe kebenaran laki-laki. Puisi
ini adalah blank verse jadi rimanya tidak tetap atau unrhyme. Jika dikaitkan dengan tema
maka penciptaan rima yang tidak tetap ini juga menguatkan pandangan patriarkal pria yang
menganggap bahwa wanita itu sama saja sifatnya karena tidak memiliki pola yang variatif.
Semua wanita dipandang memiliki sifat buruk yang sama yaitu suka menjelek-jelekkan orang
lain. Ritme dan meter puisi ini memiliki pola yang selalu berulang, yaitu iambic pentameter.
Rima dan meter pada puisi ini juga mengarahkan pembaca pada kesimpulan akhir bahwa
meskipun wanita menyadari sifat-sifat buruknya namun fakta menunjukkan bahwa mereka
tidak mau merubah diri. Hal ini mengakibatkan kaum wanita tidak pernah bisa maju. Diksi
yang digunakan dalam puisi ini menggunakan pembanding yang saling berhubungan,
misalnya mandrake dan pregnant, kapal (bright ship) dan laut (Sargasso Sea). Keterkaitan
erat antara diksi yang digunakan ini menunjukkan sebuah manifestasi penggambaran adanya

2
hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara pria dan wanita.
eprints.undip.ac.id/…/Linda_Susana_Widya_Ayu Fatmawaty.pdf (Minggu, 30 September
2012 jam 15.35).
Ekarini Sastrawati. 2008. Pergeseran Citra Pribadi Perempuan dalam Sastra
Indonesia: Analisis Psikoanalisis Terhadap Karya Sastra Indonesia Mulai Angkatan Sebelum
Perang Hingga Mutakhir. Universitas Muhammadiyah Malang. Hasil penelitian: Temuan hasil
penelitian menunjukkan bahwa tokoh perempuan memiliki struktur jiwa yang didominasi oleh superego dan
id. Adapun mekanisme pertahanan yang dilakukan melalui represi, rasionalisasi dan kompensasi. Gambaran
pribadi perempuan dalam novel menurut pengarang perempuan dan pengarang laki-laki tidak ada perbedaan.
Pengarang yang memiliki latar pendidikan Barat mengangkat perempuan yang memiliki kemandirian tinggi.
Pada zaman sebelum perang pribadi perempuan lebih didominasi oleh super ego dan pada zaman mutakhir
lebih didominasi oleh id. rires2.umm.ac.id/info-penelitian-proposal-kategori-23.html (Minggu,
30 September 2012 Jam 15.35)

b. Genre Sastra
Menurut Wellek dan Warren (1993:298) mengatakan bahwa teori genre adalah suatu
prinsip keteraturan: sastra dan sejarah sastra diklasifikasikan tidak berdasarkan waktu atau
tempat (periode atau pembagian sastra nasional), tetapi berdasarkan tipe struktur atau susunan
sastra tertentu. Selanjutnya, Wellek dan Warren (1993:300) mengelompokkan genre sastra atas
dua, yaitu (1) prosa dan (2) puisi.

3. METODE PENELITIAN
Untuk menganalisis potret wanita dalam sajak-sajak GZ, peneliti menggunakan metode
deskripsi, yaitu mendeskripsikan tema yang terdapat dalam sajak-sajak yang telah peneliti
jadikan sebagai obyek pengamatan. Selanjutnya teknik pengumpulan data yang akan penulis
gunakan pada penelitian ini adalah mengumpulkan beberapa sajak GZ yang telah pernah
diterbitkan di Haluan Kepri sebagai sumber data. Dalam hal ini ada 10 sajak yang peneliti
jadikan sumber data primer, yaitu: (1) Lentera Ungu, (2) Cerita pada Malam, (3)Tegar, (4)
Sajadah Tua, (5) Pawang Pilu, (6) Hang Nadim, (7) Nirmala, (8) Aku dan Senja Menanti Cinta,
(9) Nyanyian Rindu Untuk Mak, dan (10) Jumat Berkabung.
Sementara proses analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik parafrase
sebagaimana yang dikemukakan Pradopo (1991). Terakhir adalah proses penyimpulan. Jika
proses ini sudah dijalani dan pertanyaan sudah terjawab maka tujuan penelitian peneliti anggap
telah tercapai.

4. PENGUJIAN
Untuk mengetahui tema sajak-sajak GZ, peneliti menggunakan teknik analisis
Ekspositori. Terutama pada sepuluh sajak yang telah peneliti jadikan sebagai obyek pengamatan.
Berikut peneliti mencoba menganalisis satu persatu.
1) Sajak Lentera Ungu
Untuk mengetahui tema yang ada pada sajak Lentera Ungu tersebut, maka sajak tersebut
terlebih dahulu diparafrasekan sebagai berikut:
Untuk mengetahui tema sajak Lentera Ungu karya Gusmarni Zulkifli tersebut, maka
sajak tersebut terlebih dahulu harus diparafrasekan sebagai berikut: Kekasih tokoh si aku yang
sering disapanya dengan kata kau, datang membawa lentera yang berwarna ungu. Kedatangan
kekasih si aku tersebut tepat di saat hujan turun rintik-rintik dan kedatangan ke kasih si aku

3
tersebut juga di saat hati tokoh aku sedang pilu. Tokoh aku memohon kepada sang kekasih
memeluk dirinya agar hatinya terhibur sehingga hilang rasa pilunya. Suluh (lentera) yang
tadinya dipegang tokoh aku langsung saja dibuang karena begitu besarnya keinginan tokoh aku
untuk mendapatkan kekasihnya tersebut. Tokoh aku berharap hidupnya di masa datang bahagia
bersama kekasihnya itu.
Apa yang dirasakan tokoh aku ternyata tidak diketahui oleh sang kekasih. Tokoh aku
merasa letih karena selalu berharap kepada sang kekasih sementara sang kekasih tidak kunjung
juga memberikan kepastian tentang hubungan yang telah terjalin selama ini.
Tokoh aku merasa hatinya begitu sakit karena sang kekasih selalu menyakitinya. Sebuah
kondisi yang sulit untuk diterima tokoh aku. Tokoh aku kecewa dan tokoh aku tidak tahu kemana
ia harus mengadu dan membawa perasaannya yang sakit. Semakin lama tokoh aku semakin
merasakan harapannya semakin jauh. Kering sudah air mata tokoh aku menangis akan tetapi
keadaan tidak juga kunjung membaik. Entah telah berapa kali tokoh aku menangis dan air
matanya mengalir. Kini air matanya terasa kering karena sering menangis.
Dalam hati tokoh si aku selalu bertanya, apakah kekasihnya ini tidak kasihan melihatnya
dirinya selalu bersedih. Melihat prilaku yang ditunjukkan kekasih tokoh aku tersebut, akhirnya
tokoh aku merasa muak dan bosan juga. Sebagai wanita, tokoh aku kini pasrah dan menyerahkan
segalanya kepada Allah sang penentu nasib umat. Tokoh aku berharap mudah-mudahan Tuhan
memberikan kebaikan di masa datang atau Tuhan membiarkannya selalu berduka.
Berdasarkan parafrase sajak tersebut maka dapat dideskripsikan tema sajak “Lentera
Ungu” karya Gusmarni Zulkifli ini adalah wanita yang selalu berharap akan perhatian kasih dan
sayang dari sang kekasihnya akan tetapi sang kekasih tidak peduli, malah sering menyakitinya.
Akhirnya, tokoh aku merasakan juga kodratnya sebagai wanita yang lemah. Ia hanya bisa pasrah
dan berserah diri kepada sang maha kuasa. Semoga Allah memberikan jalan terbaik kepadanya
di masa datang. Semoga Allah memberikan kesabaran kepadanya dan mendatangkan jodoh yang
sesungguhnya.
Tema sajak Lentera Ungu karya Gusmarni Zulkifli ini lebih banyak memperlihatkan
sosok wanita yang lemah. Wanita yang selalu dipermainkan oleh sang lelaki. Sosok wanita yang
hanya bisa pasrah menerima perlakuakn dari lawan jenisnya. Tema yang disajikan ini tentu
tidaklah dapat mewakili seluruh wanita saat ini karena masih ada kita temukan wanita yang
punya kepribadian lebih kuat. Bahkan mampu mempermainkan lawan jenisnya (lelaki). Bahkan
ada juga lelaki yang sampai bunuh diri karena diputuskan hubungan cintanya oleh sang wanita.
Namun, tema yang terlukis pada sajak Lentera Ungu karya Gusmarni Zulkifli inilah, yaitu sosok
wanita yang lemah.

2) Sajak Cerita Pada Malam


Untuk mengetahui tema yang ada pada sajak Cerita Pada Malam tersebut, maka sajak
tersebut terlebih dahulu diparafrasekan sebagai berikut:
Tokoh aku menceritakan hatinya yang sedang galau pada malam. Tokoh aku merasa lelah
menjalin tali cinta dengan kekasihnya yang kini mulai rapuh. Tokoh aku merasa tali cinta yang
telah terjalin selama penuh kedustaan. Tokoh aku sangat kecewa dengan prilaku kekasihnya itu.
Untuk dapat keluar dari permasalahnnay tersebut tokoh aku menyapa bulan yang kini sedang
bersinar. Sapaan tersebut guna membagi rasa kecewa yang sedang dirasakannya. Kekecewaan itu
semoga cepat berlalu bersama angin malam.
Tokoh aku menceritakan kepada sang rembulan tentang kisah cintanya yang kini
berhiaskan dusta. Tokoh aku mengadukan pada malam tentang sikapnya yang selama ini selalu

4
memuja-muja kekasihnya itu. Tokoh aku selalu bertanya pada dirinya mengapa cinta yang
dijalinnya selama ini tidak membawa kebahagiaan? Tokoh aku bertanya pada dirinya, mengapa
yang selalu datang adalah kebohongan demi kebohongan.
Berdasarjan hasil parafrase sajak “Cerita Pada Malam” karya Gusmarni Zulkifli ini maka
dapat disimpulkan bahwa sajak ini mengangkat tema tentang rasa kecewa seorang wanita kepada
sang kekasihnya. Kecewaannya tersebut kemudian diungkapkannya kepada bulan. Walaupun
bulan sebetulnya tidak mampu memberikan solusinya karena bulan bukanlah manusia. Namun,
dengan cara yang demikian, tentulah tokoh aku sedikit berkurang beban batinnya karena telah
berbagi dengan sang bulan. Selanjutnya, pertanyaan yang selalu menghinggapi dirinya adalah
mengepa dirinya selalu dibohongi? Inilah pertanyaan yang belum terjawab sampai akhir sajak
ini.
Bila ditarik ke dalam kehidupan sehari-hari, model wanita seperti ini tentunya sangat
sedikit jumlahnya. Wanita yang ada saat ini adalah wanita yang selalu meminta kepada sang
kesih kejujuran. Pantang untuk dibohongi. Kalau dibohongi drinya pastilah memilih berpisah
saja dari pada dilanjutkan terus. Sempat satu kali saja ditipu mereka akan memberontak, bahkan
bisa mengambil jalan memutuskan hubungan saja. Wanita sekarang lebih mandiri alias tidak
selalu tergantung pada lelaki. Apalagi baru sebatas kekasih yang belum pasti menjadi
pendamping hidup (suami).

3) Sajak Tegar
Untuk mengetahui tema yang ada pada sajak Cerita Pada Malam tersebut, maka sajak
tersebut terlebih dahulu diparafrasekan sebagai berikut:
Tokoh aku mencoba merangkai ayat-ayat Al-Quran pada hatinya yang sedang luka.
Airnya mengalir laksana obak yang menggila. Telinganya pun sering merasakan berdenging-
denging. Walaupun demikian, tokoh aku tidak menghiraukannya. Tokoh aku telah berkata
kepada dirinya sendiri bahwa dirinya bukanlah orang yang suka mengalah dan menyerah pada
keadaan. Dirinya bukanlah orang yang suka mengeluh, apalagi mengeluh karena pilu disakiti
sang kekasih. Dirinya adalah orang yang sangat tegar karena telah berhasil melewati berbagai
rintangan dalam kehidupannya. Dirinya tidak akan begitu saja menyerah pada keadaan yang ada.
Sajak “Tegar” karya Gusmarni Zulkifli ini agak berbeda dengan sajak-sajak sebelumnya,
seperti: Lentera Cinta dan Cerita Pada Malam, terutama pada tema cerita yang diangkat di
dalamnya. Bila pada kedua sajak sebelumnya lebih banyak mengangkat tema tentang wanita
yang selalu pasrah, lemah, kecewa, dan suka mengalah pada lawan jenisnya. Namun, pada sajak
yang berjudul “Tegar” ini, tema yang diangkat adalah tema tentang wanita yang berhati tangguh
(tegar). Hal ini sesuai dengan judul sajak tersebut. Ketegaran tersebut sebagaimana terlihat
melalui pernyataan: (1) tokoh aku tidak menghiraukan, (2) tokoh aku berkata kepada dirinya
sendiri bahwa dirinya bukanlah orang yang suka mengalah dan menyerah pada keadaan, (3)
tokoh aku bukanlah orang yang suka mengeluh. Apalagi mengeluh karena pilu, (4) tokoh aku
adalah orang yang tegar mengingat perjalanan hidupnya yang penuh banyak rintangan, dan (5)
tokoh aku tidak akan menyerah pada keadaan.
Sosok wanita yang memiliki sikap-sikap seperti kelima hal tersebut tentunya lebih
berhasil karena ia tidak larut dengan situasi yang ada. Wanita yang berhati seperti ini tentunya
lebih kuat menghadapi rintangan yang ada. Ia tidak akan pasrah melainkan berjuang sekuat
tenaga untuk lepas dari rintangan tersebut. Sikap seperti ini muncul tentunya setelah di dalam
dirinya telah dibentengi oleh ilmu agama yang cukup sehingga memiliki iman yang kuat. Orang
yang memiliki iman yang kuat biasanya memiliki kepercayaan bahwa segala yang terjadi adalah

5
izin Allah. Allahlah yang menentukan apa yang terjadi di langit dan di bumi bukan kekasihnya
itu. Oleh sebab itu, kepada Allahlah yang paling tepat untuk memohon dan meminta pertolong-
an. Sikap seperti ini sangat baik untuk ditiru agar tidak terombang-ambing meng-hadapi bahtera
kehidupan ini. Inilah amat, selain tema yang terkandung dalam sajak Tegar karya Gusmarni
Zulkifli ini.

4) Sajak Sajadah Tua


Untuk mengetahui tema yang dilukiskan penyair dalam sajak Sajadah Tua ini, maka
sajak tersebut terlebih dahulu diparafrasekan sebagai berikut:
Tokoh aku telah mengungkapkan perasaan rindu yang tak terhingga untuk dapat
berjumpa Sang Maha Pencipta melalui syair-syair yang ditulisnya. Sajadah tua ini telah menjadi
saksi bisu saat air matanya mengalir menahan kerinduan itu. Sajadah tua ini juga menjadi saksi,
tempat tokoh aku mengungkapkan segala keluh kesah dan kerinduannya di saat malam lengang.
Tokoh aku tidak bisa melerai segala keluh kesah dan kerinduannya yang sudah lama terpendam.
Berdasarkan parafrase tersebut dapat dilihat bahwa sajak Sajadah Tua karya Gusmarni
Zulkifli mengandung tema tentang “rasa rindu yang tinggi seorang hamba Allah untuk berjumpa
dengan Sang Maha Pencipta (Allah)”. Kerinduan tersebut dirasakan begitu tinggi yang melebihi
dari kerinduan pada sang kekasihnya. Tokoh aku ingin sekali berjumpa dengan Allah sehinga
dirinya dapat mengungkapkan segala keluh dan kesahnya. Mengungkapkan segala beban bathin
yang selama ini begitu berat dirasakannya. Dengan demikian, beban bathin yang dirasakannya ke
depan semakin berkurang. Sajadah tua itu juga telah menjadi saksi, begitu banyak air matanya
yang telah menetes membasahi sajaha tersebut. Semua itu dilakukan tooh aku di saat temgah
malam, yang suasananya begitu lengang.
Tak semua orang tentunya dapat melakukan apa yang dilakukan tokoh aku dengan sang
Maha Penciptanya. Hanya orang-orang yang takwalah yang mampu melakukannya. Hanya orang
yang takwalah yang mampu melakukan komunikasi secara intens tersebut hingga mengeluarkan
air mata yang begitu banyak. Air mata yang keluar dari kelopak mata tokoh aku jelas bukan
ungkapan rasa sedih melainkan sebuah ungkapan rasa rindu yang begitu tinggi untuk dapat
berjumpa sang kekasih, yaitu Allah. Kerinduan yang durasakan tokoh aku laksana seseorang
yang sedang merindukan kekasihnya untuk dapat berjumpa dalam waktu dekat. Hari, bulan, dan
tahun serasa ingin dipercepat saja agar cepat dapat berjumpa dengan sang kekasih yang
dirindukan. Apa yang dilakukan tokoh aku saat berkomunikasi dengan Allah adalah sesuatu yang
perlu dicontoh. Selain itu, melalui sajak “Sajadah Tua” ini juga terlihat bahwa tokoh aku
merupakan sosok yang patut ditiru oleh semua pembaca, terutama dalam hal kedekatan
bathinnya dengan Allah.

5) Sajak Pawang Pilu


Untuk mengetahui tema yang dilukiskan penyair dalam sajak Pawang Pilu ini, maka
sajak tersebut terlebih dahulu diparafrasekan sebagai berikut:
Garis tangan yang telah melekat dirinya dan dibawanya sejak lahir, membawa kehidupan
tokoh aku ke suasana kering, karena hidup harus dijalani tanpa didampingi seorang ibu lagi.
Sebelum tokoh aku menyerah pada kondisi yang ada, yaitu hidup terasa hampa karena tidak ada
sosok yang selama ini menjadi inspirasi utama, sepercik bunga api menyambar hutan rimba
kering dan membakar seluruh isinya dan akhirnya menjadi bara. Sungguh sangat pedih rasanya
hati karena harus menanggung beban bathin yang cukup kuat. Saat itu tokoh aku merasakan
kepedihan hatinya tersebut, seseorang datang mengirimkan bala bantuan berupa hujan guna

6
memadamkan api yang telah membakar dan membersihkan segala luka-luka yang direrita tokoh
aku. Awan pun melindungi tokoh aku dari teriknya sinar matahari yang menerpa. Anginpun ikut
mengurangi rasa panas yang menerpa dan membantu mengurangi rasa letih yang dialami tokoh
aku. Seseorang yang telah membantu tokoh aku tersebut langsung dinyatakan tokoh aku sebagai
seorang pawang, yaitu “Pawang Pilu”. Pawang yang telah memberikan kasih dan saying disaat
dirinya sedang merasakan kepiluan.
Tema yang terlukis melalui sajak “Pawang Pilu” karya Gusmarni Zulkifli ini adalah tema
tentang rasa hampa seseorang disaat ditinggal teman terdekat (ibu). Dunia seakan goncang, hidup
serasa hampa, sepi, dan selalu dihantui rasa takut yang tinggi menghadapi masa datang. Namun,
apa yang dirasakan itu ternyata tidaklah seburuk apa yang dibayangkan. Tuhan mengiriman
seseorang untuk memberikan bantuan sehingga tidak terlalu lama mengalami kegalauan. Tokoh
aku mulai menemukan dirinya sendiri dan berusaha bangkit untuk lebih percaya diri menghadap
masa datang. Bagi tokoh aku, seseorang yang telah memberikan bantuan tersebut adalah sang
penyelamat atau penghalau rasa hampa yang dialaminya selama ini.
Sosok tokoh aku yang terlihat melalui sajak ini adalah sosok tokoh yang merasa hidup ini
tidak ada artinya lagi setelah orang tua tiada (ibu). Pada hal tidaklah demikian sesungguhnya.
Bukanlah Allah menurunkan sesuatu itu ada sesuatu yang lebih baik di balik itu? Begitu juga
Allah tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan kita. Satu hal juga yang perlu
dipahami adalah ujian itu merupakan alat untuk meningkatkan peringkat iman kita sendiri ke
yang lebih tinggi. Hal ini sama halnya dengan anak-anak sekolah yang mau naik kelas dengan
cara menempuh ujian dulu. Semua itu adalah agar ke depan kita lebih siap dan mandiri lagi.
Hal tersebut sebagaimana yang terlihat di akhir sajak, setelah ujian datang bertubi-tubi,
datang sebuah kebaikan (berita gembira). Sebuah kebaikan menuju kehidupan di masa datang.
Sebuah bonus yang diberikan Allah atas kesabaran melewati ujian yang telah diberikan-Nya.
Inilah yang peneliti sampaikan sebelumnya bahwa di balik kepahitan ada terkandung kemanisan.
Oleh sebab itu, yakinlah dan berserah dirilah kepada-Nya. Pintalah segalanya, Allah pasti akan
mengabulkan dan peliharalah selalu rasa sabar.

6) Sajak Hang Nadim


Untuk mengetahui tema sajak Hang Nadim ini, maka sajak tersebut terlebih dahulu
diparafrasekan sebagai berikut:
Rasa rindu itu kini telah terobati, seiring rintik hujan membasahi bumi. Luruhlah segala
rasa rindu yang telah dipedam selama ini, di Bandara Udara Hang Nadim Batam senja itu.
Walaupun yang dilihat raut wajah yang sudah mulai tua dan nyaris renta karena dimakan usia,
akan tetapi pelukan yang dirasakan tokoh aku begitu hangat. Sehangat di masa-masa dulu (masa
keduanya hidup bersama-sama). Tak dapat diungkapkan melalui kata-kata. Begitu juga sosok
yang sudah mulai menua tersebut. Keduanya diam tanpa kata-kata dan mata yang berkaca-kaca.
Keduanya merasakan rasa haru yang sangat kuat. Kini kerinduan yang dirasakan kedua sosok
manusia itu telah berlabuh di pantainya. Keduanya saling melepaskan rindu dan bahagia.
Tema sajak “Hang Nadim” karya Gusmarni Zulkifli ini adalah kerinduan seorang anak
kepada ibunya yang telah lama tidak berjumpa. Bandara Hang Nadim Batam menjadi saksi
tempat mereka dipertemukan untuk saling melepaskan segala kerinduannya. Pertemuan mereka
di saat hujan rintik-rintik di senja itu. Hujan tidak menjadi penghalang kedua insan untuk saling
melapaskan rindunya.

7
Tema lain yang juga terselip pada sajak ini adalah hubungan bathin seorang anak dengan
ibunya (orang tua) yang tak pernah putus walaupun dipisahkan oleh laut. Terbukti bagaimana
suasana hangatnya perjumpaan tokoh aku dengan ibunya tersebut di bandara itu.
Selain itu, tema yang juga terselip pada sajak ini adalah rasa santun yang begitu tinggi
seorang anak terhadap ibunya. Walaupun ibunya kini sudah terlihat mulai tua, akan tetapi rasa
santunnya masih tinggi. Kondisi ini tentunya sebuah cerminan keberhasilan seorang ibu dalam
mendidik anak-anaknya selama ini dengan pendidikan yang cukup. Terutama pendidikan agama
sehingga anaknya selalu memegang teguh nilai-nilai keagamaannya dalam kehidupan sehari-
harinya.

7) Sajak Nirmala
Untuk mengetahui tema sajak Nirmala ini, maka sajak tersebut terlebih dahulu
diparafrasekan sebagai berikut:
Kau telah melecut rasa cemburu yang begitu kuat di hatiku hingga mengakibatkan hatiku
lebam dan menanggung rasa dendam. Untuk apa kau tebarkan aroma harum wangi bunga
kesturi, pada cinta yang dibangun dengan bahan setia, pada kumbang yang sudah jelas
bertali;merisik hati yang sudah jelas berpenghuni. Janganlah kau salahkan waktu yang telah
membuat matamu beradu dank au semaikan benih-benih harap pada lahan yang jelas sudah
bertuan. Jangan pula kau salahkan bahwa cinta itu buta yang tak dapat melihat siapa yang
disapa. Begitu juga, jangan disalahkan hatimu yang terlalu perasa sehingga tak mampu menahan
rasa cinta yang tinggi. Namun, salahkanlah dirimu Nirmala! Yang telah mencampakkan rasa
duka kepada tali cinta yang berpilin erat guna berharap mampu mengikatnya dengan pilihan
lain. Engkau telah salah Nirmala, karena telah menjuntaikan rasa cemburu kepada tiang setiaku
selama ini! Untuk dapat kau ketahui Nirmala, angin puyuh sekalipun tak akan sanggup
menghancurkan tembok cinta berukir setia yang telah kami bangun selama ini. Mengapa?
Karena hatinya telah kutempa dengan cinta setia untuk tetap bersama dalam suka dan duka.

Tema sajak “Nirmala” karya Gusmarni Zulkifli ini adalah rasa percaya diri tokoh aku
yang tinggi bahwa kekasihnya tak akan mungkin dapat digoda (oleh wanita yang bernama
Nirmala). Keyakinan tokoh aku tersebut dilandasi karena tali cinta yang telah dibangunnya
selama ini cukup erat yang tak akan mungkin dapat dilepaskan lagi. Tokoh aku menyatakan
kepada wanita itu (Nirmala) bahwa pekerjaanya menggoda lelaki pujaannya hanyalah perbuatan
sia-sia saja. Pekerjaan tersebut hanyalah menambah luka dihatinya di kemudian hari karena sang
lelaki yang digoda tidak akan berpaling.
Berdasarkan tema utama tersebut maka sosok tokoh akupun dapat dideskripsikan sebagai
berikut: (1) tokoh aku adalah wanita yang memiliki rasa percaya diri tinggi. Tokoh aku sangat
yakin bahwa hubungannya dengan sang kekasihnya tidak akan mampu digoyahkan oleh
siapapun, termasuk oleh wanita yang bernama Nirmala. kasih dan sayang yang telah menjadi
dasar fondasi hubungan mereka merupakan tali yang cukup kuat dari terjangan badai
apapun.Oleh sebab itu, janganlah coba-coba menggoyahkannya. Perbuatan tersebut hanyalah sia-
sia saja dan menghabiskan energi. (2) Nirmala merupakan sosok wanita yang suka mengganggu
teman sesamanya (sesama wanita) alias tokoh yang tida memiliki perasaan. Seharusnya sesame
wanita tidak boleh melakukan hal tersebut. Lebih baik mencari lelaki lain yang belum memiliki
pacar dari pada mengganggu sesama sehingga dapat menimbulkan permusuhan.
Nilai moral yang terkandung pada sajak Nirmala ini adalah tidak baik mengganggu
kesenangan orang lain. Hukum karma akan berlalu nantinya jika kita suka mengganggu orang

8
lain. Yakinlah Allah akan memberikan sangsi atas perbuatan jahat yang telah kita lakukan
kepada orang lain.

8) Sajak Aku dan Senja Mananti Cinta


Untuk mengetahui tema sajak Aku dan Senja Menanti Cinta ini, maka sajak tersebut
terlebih dahulu diparafrasekan sebagai berikut:
Waktu itu, senja sedang bergayut manja pada langit. Aku berdiri diantara seribu maksud
dari mereka. Ombak berkejar-kejaran membelai pantai. Mereka seakan mencurahkan semua
pesan dari laut. Senja semakin tua akan tetapi tidak membuat aku bergeming untuk cepat
kembali. Kakiku serasa terpasung oleh anggunnya laut dan sebuah janji yang telah diikrarkan di
pantai itu. Mengapa laut tak kunjung juga mengembalikan dirimu kasih? Kini hatiku terasa
ngilu, Tuan! Sementara senja telah kembali meninggalkan aku yang sedang menunggu
datangnya cinta di senja itu.
Tema yang terlukis pada sajak Aku dan Senja Mananti Cinta karya Gusmarni Zulkifli ini
adalah kekhawatiran tokoh aku akan kemampuannya untuk meraih cita-cita di tengah kondisi
yang tidak menentu. Tokoh aku selalu bertanya-tanya kepada dirinya dan Allah sang maha
pencipta, mungkinkah segala cita-citanya selama ini dapat diraih? Sementara umurnya semakin
menanjak. Tokoh aku merasa semua itu sekan tidak mungkin untuk diraih.
Apa yang dirasakan dan dialami tokoh aku sebetulnya juga pernah dialami orang lain.
Biasanya rasa ini timbul setelah kita melakukan kerja keras akan tetapi hasilnya masih belum
sesuai dengan yang diharapkan. Saat itu akan timbul rasa pesimisme yang tinggi. Keyakinan
akan apa yang dilakukan hanyalah sia-sia saja. Namun, perasaan tersebut tidak boleh juga
terlarut larut. Kita harus memupuk keyakinan bahwa Allah akan memberikan sesuatu terbaik di
masa datang asalkan kita mau berusaha keras. Bukankah ada ayat yang menyatakan bahwa Allah
tidak akan mengubah nasib suatu kaum atau abang kalau dia sendiri tidak mau mengubahnya.
Mengubahnya tersebut dapat dilakukan dengan kerja keras. Kalau pun sudah kerja keras hasilnya
juga masih belum maksimal maka sebagai orang yang beragama haruslah mengembalikan
semuanya kepada Allah. Allah pastilah memberikan yang terbaik kepada hambanya.

9) Sajak Rindu untuk Mak


Untuk mengetahui tema sajak Rindu untuk Mak ini, maka sajak tersebut terlebih dahulu
diparafrasekan sebagai berikut:
Mak! Fajar telah merekah. Namun, aku rasakan tak seindah senyummu dulu. Angin
bertiup mendesau, telah menyapa hatiku yang risau dan tak sedikitpun mampu mengusir segala
galau yang sedang kurasakan saat ini. Mak! Aku rasakan hari ini masih seperti kemarin.
Wajahmu selalu menari-nari di kelopak mataku, menyentuh jiwa yang sedang resah hingga
alunan geloranya terpancar di hatiku yang membara. Jarak terasa begitu tega membentangkan
sayapnya di antara kita. Mak! Rasa rindu telah mengaliri ngarai-ngarai di dalam jiwaku dan telah
menyisakan robekan luka. Mak! Rantau ini aku rasakan tak sehangat pelukanmu, tak seramah
sapa manjamu. Gamang aku menitinya. Hanya gambar usangmu yang mampu mengusir rasa
sepiku. Mak! Aku akan coba bertahan, walau terkadang bayangan wajah tuamu membuat perigi
di mataku meluap. Mak! Rinduku kepadamu begitu susah untuk kutaklukkan.
Tema sajak “Rindu untuk Mak” karya Gusmarni Zulkifli adalah rasa rindu seorang anak
kepada ibunya. Rindu akan kasih sayang dan belaian seorang ibu. Selama mereka berpisah dan
menjalani hidup di rantau, tokoh aku semakin merasakan ada sesuatu yang telah tiada. Oleh
sebab itu, Susana kekeluargaan yang telah terjalin selama ini ingin kembali ia rasakan. Yang ada

9
selama ini hanyalah sebuah kekosongan dan kekosongan. Rantau yang dirasakan tokoh aku
begitu tidak bersahabat. Berbeda sekali dengan Suasana kampung halamannya.
Tokoh aku sangat rindu dengan Susana kampung halamannya. Masyarakatnya yang penuh
kekeluargaan dan kasih sayang ibu yang begitu penuh. Suasana seperti itu tidak didapatnya
selama dirinya di perantauan ini.

10) Sajak Jumat Berkabung


Untuk mengetahui tema sajak Hang Nadim ini, maka sajak tersebut terlebih dahulu
diparafrasekan sebagai berikut:
Bendera putih telah terpasang tanda berkabung di jumat itu. Ribuan pelayat
berdatangan untuk menyatakan ikut merasakan duka. Begitu juga dengan diriku. Tiang bendera
putih yang menancap, seakan menamcap dalam relung hatiku. Aku hanya dapat pasrah dan
bercumbu dengan derita.
Tema sajak Jumat Berkabung karya Gusmarni Zulkifli ini adalah perasaan ikut
merasakan berduka atas berpulangnya seorang hamba Allah kepada sang pemiliknya (Allah).
Bendera putih sebagai lambing berkabung yang menamcap dirasakan tokoh aku seakan
menancap di dalam hatinya sehingga menimbulkan rasa pedih dan berat. Rasa duka yang
terpancar dari para pelayat menambah pilu hati tokoh aku pada Jumat itu.
Hidup dan mati adalah semuanya telah ditentukan oleh Allah. Allah yang
menghidupkan dan Allah pula yang mematikan. Semuanya dalam kuasa-Nya. Sebagai makhluk
hamba Allah maka ingatlah akan mati sewaktu hidup. Perbanyaklah amal kebaikan agar kelak
terhindar dari nerasa. Janganlah lupa diri. Sering-seringlah menjenguk orang wafat agar diri kita
selalu ingat akan suatu saat diri kita pasti akan mengalami posisi yang sama.
Sadarlah bahwa tidak ada yang dapat membantu diri kita di alam kubur nanti selain dari amal
ibadah yang telah kita perbuat selama hidup maka perbanyaklah amal –badah di dunia. Jauhi
perbuatan tidak baik karena semua itu akan memusnahkan segala amal kebaikan yang telah kita
lakukan. Ingatlah bahwa siksaan api neraka lebih pedih dan menakutkan.

5. SIMPULAN DAN Rekomendasi


a. Simpulan
Jika diurutkan tema-tema sajak yang telah dianalisis tersebut maka akan terlihat sebagai
berikut: (1) Sosok wanita yang selalu berharap kepada lelaki (kekasih) dan berakhir dengan
kekecewaaan; (2) Perasan kecewa kepada lelaki (kekasih) karena kurang mendapat perhatian; (3)
ketegaran hati seorang wanita menghadapi hidup yang harus dijalani; (4) kerinduan berjumpa
dengan Allah; (5) rasa takut yang selalu menghantui setelah jauh dari orang tua; (6) keharuan
saat berjumpa orang tua (ibu) yang selama ini dirindukan; (7) rasa percaya yang tinggi bahwa
kekasihnya tak akan mungkin dapat digoda oleh wanita lain; (8) rasa khawatir menghadapi
kehidupan; (9) rasa rindu kepada ibu; dan (10) kedukaan saat melayat. Dari sepuluh sajak yang
telah dijadikan obyek pengamatan maka dapat disimpulkan rata-rata tema yang terdapat pada
sajak Gusmarni Zulkifli bercerita tentang sosok wanita lemah. Hanya dua sajak yang
menyajikan sosok wanita tangguh (kuat), yaitu pada sajak berjudul Tegar dan sajak berjudul
Nirmala.

b. Rekomendasi
Kegiatan analisis sajak seperti yang peneliti lakukan ini tentunya sangat berguna untuk
meningkatkan pengalaman apresiasi sastra para peminat sajak di Indonesia. Selain itu, kegiatan

10
analisis sajak ini tentunya juga berguna untuk meningkatkan wawasan atau pengalaman hidup
agar menghadapi masa datang lebih baik. Selain itu, dengan analisis sajak, rasa cinta terhadap
sajak tentunya menjadi semakin tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Esten, Mursal.1987. Pengantar Teori dan Sejarah Sastra. Bandung: Angkasa
-----------------. 1997. Sepuluh Petunjuk dalam Memahami dan Membaca Puisi.Padang: Angkasa
Raya
Fokemma.1998. Teori Sastra Abad Kedua Puluh
Luxemburg.1995.Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Nurgiyantoro, Burhan.1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
------------------------------. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.
Yogyakarya: Pustaka Pelajar
Segers. Rien T. 2000. Evaluasi Teks Sastra. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Sumardjo, Jakob dan Saini KM. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia
Teeuw, A. 1997. Citra Manusia Indonesia Dalam Karya Sastra Prammoedya Ananta Toer.
Jakata: Pustaka Jaya
TIM. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Wellek, Rene dan Austin Warren.1995. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia

11

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai