Anda di halaman 1dari 28

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU


TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanggungjawab Sosial Perusahaan adalah salah satu kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh perusahaan yang ada di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) pada pasal 74.

Pembangunan sendiri bukan hanya sekedar tangung jawab pemerintah dan industri saja, tetapi

setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas

hidup masyarakat di suatu negara. Industri dan korporasi berperan untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan faktor lingkungan hidup.

Konsep Tanggungjawab Sosial Perusahaan telah dikenal sejak awal 1970, yang secara

umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder,

nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat, lingkungan, serta komitmen

dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan.

Seiring perjalanan waktu, di satu sisi sektor industri atau koprasi-koprasi skala besar

telah mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi di sisi lain

ekploitasi sumber-sumber daya alam oleh sektor industri sering kali menyebabkan kerusakan

lingkungan. Selain itu juga sebagai upaya untuk menegaskan hubungan perusahaan dengan

aktifitas perniagaan yang diselenggarakan oleh para perusahaan.


Dalam konteks perniagaan yang diselenggarakan terdapat hubungan timbal-balik antara

personal perusahaan secara internal dan antara internal perusahaan dengan masyarakat luar

perusahaan. Tanggungjawab Sosial Perusahaan adalah suatu bagian hubungan perniagaan

yang melibatkan perusahaan di satu pihak dan masyarakat sebagai lingkungan sosial

perusahaan di pihak yang lain, juga basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan

membangun hubungan harmonis dengan masyarakat setempat. Secara teoritik, Tanggungjawab

Sosial Perusahaan dapat didefinisikan sebagai tanggungjawab moral suatu perusahaan terhadap

para stakeholdernya, terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja atau

operasionalnya.

Pro dan kontra terhadap perkembangan Tanggungjawab Sosial Perusahaan

sesungguhnya masih terus bergulir. Salah satunya, apakah tanggungjawab sosial tersebut

sifatnya wajib atau sukarela, dimana ketika kegiatan Tanggungjawab sosial Perusahaan

diwajibkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Sontak

menuai protes. Pasalnya aktivitas Tanggungjawab Sosial Perusahaan diasumsikan sebagai

aktivitas berdasarkan kerelaan dan bukanya paksaan.

Kritik lain dari pelaksanaan Tanggungjawab Sosial Perusahaan adalah karena seringkali

diselenggarakan dengan jumlah biaya yang tidak sedikit, maka Tanggungjawab Sosial

Perusahaan identik dengan perusahan besar yang ternama. Yang menjadi permasalahan adalah

dengan kekuatan sumber daya yang ada dengan kekuatan sumber daya yang dimilikinya,

perusahan-perusahan besar dan ternama ini mampu membentuk opini publik yang mengesankan

seolah-olah mereka telah melaksanakan Tanggungjawab Sosial Perusahaan , padahal yang

dilakukanya hanya semata-mata aktivitas filantropis, bahkan boleh jadi dilakukan untuk menutupi

perilaku-perilaku yang tidak etis serta perbuatan melanggar hukum.


Beberapa permasalahan yang terjadi terkait dengan Implementasi Tanggungjawab

Sosial Perusahaan oleh Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Provinsi Kepulauan Riau

menjadi pertimbangan dilaksanakannya Rancangan Peraturan daerah Provinsi kepulauan Riau

tentang Tanggungjawab Sosial Perusahaan ini. Permasalah tersebut diantaranya: Masih

rendahnya kesadaran korporasi untuk mengimplentasikan program Tanggungjawab Sosial

Perusahaan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dan lingkungan lestari, masih

rendahnya kesadaran korporasi tentang kontribusi Tanggungjawab Sosial Perusahaan terhadap

kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, Masih kurangnya komitmen dan kebersamaan

korporasi dan pemangku kepentingan dalam mewujudkan kehidupan masyarakat sejahtera.

1.2. Tujuan

1. Memberikan landasan hukum dan kerangka pemikiran bagi Rancangan Peraturan Daerah
tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.

2. Mengkaji dan meneliti pokok-pokok materi apa saja yang ada dan harus ada dalam

Rancangan Peraturan Daerah tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.

3. Melihat keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya sehingga jelas

kedudukan dan ketentuan yang diaturnya.

4. Memberikan bahan dan data untuk menjadi bahan pembanding antara peraturan perundang-

undangan yang ada dalam merancang Rancangan Peraturan Daerah tentang Tanggungjawab

Sosial Perusahaan.

1.3. Metode

Metode yang dipergunakan dalam menyusun naskah akademik ini adalah review literatur baik

yang berupa textbook maupun hasil penelitian empirik. Literatur yang dikumpulkan dan
dipergunakan dalam penyusunan naskah ini memiliki setting yang beragam, baik isu maupun

lokasinya sehingga mampu menjadi naskah akademik yang tidak semata bersifat lokal tetapi juga

bisa bersifat lebih luas.

Metode penulisan naskah akademik ini dikelompokan menjadi 3 bagian :

1. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-empiris, yaitu dengan melakukan inventarisasi

hukum positif yang mengatur dan berkaitan dengan Tanggungjawab Sosial Perusahaan

dalam kaitanya dengan pengentasan masalah-masalah sosial kemasyarakatan, memperoleh

penjelasan dan mengetahui hal-hal mengenai Tanggungjawab Sosial Perusahaan, serta

kendala-kendala yang dihadapi.

2. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian secara deskriptif-analitis dengan jalan menggambarkan

secara rinci, sistimatik, dan menyeluruh mengenai segala hal yang berhubungan

Tanggungjawab Sosial Perusahaan terhadap masalah-masalah sosial tersebut. Kemudian,

dilakukan analisis terhadap aspek hukum yang berkaitan dengan Tanggungjawab Sosial

Perusahaan terhadap masalah-masalah sosial yang ada, serta kendala-kendala yang

dihadapi dalam pelaksanaanya.

1.4. Urgensi Perda Tanggungjawab Sosial Perusahaan

1. Potensi Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Provinsi Kepulauan Riau, baik perusahaan

domestik maupun asing yang menanamkan modalnya di Kepulauan Riau yang semakin

meningkat baik dari tahun ke tahun.

2. Dana Tanggungjawab Sosial Perusahaan disalurkan untuk kepentingan internal perusahaan

saja. Ini tidak sesuai Undang Undang Tentang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007.
3. Perlunya melibatkan pihak swasta dalam sinergitas pembangunan daerah mulai dari

perencanaan sampai dengan pelaksanaan.

4. Perlunya dibentuk Forum Pelaksana Tanggungjawab Sosial Perusahaan, untuk merencanakan

dan mengkoordinasikan pelaksanaan Tanjungjawab Sosial Perusahaan. Perlu dirumuskan

dengan tepat bagaimana peran dan kontribusi pemerintah dalam forum, misalnya sebagai

fasilitator atau koordinator.

1.5. Manfaat Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Manfaat yang akan diterima dari pelaksanaan Tanggungjawab Sosial Perusahaan diantaranya:

1. Bagi Perusahaan.

1) keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan

citra yang positif dari masyarakat luas.

2) Perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap modal (capital).

3) Perusahaan dapat mempertahankan sumber daya manusia (human resources) yang

berkualitas.

4) Perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis (critical

decision making) dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko (risk management).

2. Bagi masyarakat

Praktik Tanggungjawab Sosial Perusahaan yang baik akan meningkatkan nilai tambah

adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan

kualitas sosial di daerah tersebut. Pekerja lokal yang diserap akan mendapatkan perlindungan

akan hak-haknya sebagai pekerja. Jika terdapat masyarakat adat atau masyarakat lokal,

praktek Tanggungjawab Sosial Perusahaan akan mengharagai keberadaan tradisi dan

budaya lokal tersebut.


3. Bagi lingkungan

Praktik Tanggungjawab Sosial Perusahaan akan mencegah eksploitasi berlebihan atas

sumber daya alam, menjaga kualitas lingkungan dengan menekan tingkat polusi dan justru

perusahaan terlibat mempengaruhi lingkungannnya.

4. Bagi negara

Praktik Tanggungjawab Sosial Perusahaan yang baik akan mencegah apa yang disebut

malpraktik bisnis seperti penyuapan pada aparat negara atau aparat hukum yang memicu

tingginya korupsi. Selain itu, negara akan menikmati pendapatan dari pajak yang wajar (yang

tidak digelapkan) oleh perusahaan. Dalam penelitian ini, terkait kemitraan antara perusahaan

dengan pemerintah, diharapkan kedua belah pihak mendapatkan manfaat dari tanggungjawab

sosial yang dilakukan oleh perusahaan.

Bagi perusahaan akan lebih mudah memperoleh akses terhadap modal (capital), dapat

meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis (critical decision making), dan

mempermudah pengelolaan manajemen risiko (risk management). Sedangkan bagi

pemerintah mendapatkan keuntungan berupa adanya partisipasi pihak perusahaan dalam

mendukung program-program pemerintah, dalam hal peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Motif Tanggungjawab Sosial Perusahaan selain manfaat yang telah diuraikan sebelumnya,

tidak ada satu perusahaan pun yang menjalankan Tanggungjawab Sosial Perusahaan tanpa

memiliki motivasi. Karena bagimanapun tujuan perusahaan melaksanakan Tanggungjawab

Sosial Perusahaan terkait erat dengan motivasi yang dimiliki. Wibisono (2007, hal 78)

menyatakan bahwa sulit untuk menentukan benefit perusahaan yang menerapkan

Tanggungjawab Sosial Perusahaan, karena tidak ada yang dapat menjamin bahwa bila

perusahaan yang telah mengimplementasikan Tanggungjawab Sosial Perusahaan dengan

baik akan mendapat kepastian benefitnya.


BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN KONSEP

2.1. Kajian Teoritis

Pokok-pokok pemikiran Manuel Castelo Branco dan Lúcia Lima Rodriguez tentang konsep

Tanggungjawab Sosial Perusahaan ( Corporate Social Responsibility ) dan posisi teori pemangku

kepentingan (stakeholder theory) bahwa konsep Tanggungjawab Sosial Perusahaan paling baik

dilandaskan pada teori pemangku kepentingan. Alasannya didasarkan pada dua asumsi, yaitu:

Perusahaan-perusahaan mau menerima dan menerapkan konsep Tanggungjawab Sosial

Perusahaan terutama sekali karena dengan begitu mereka mendapatkan keuntungan atau

manfaat.

Asumsi pertama itu berhubungan dengan suatu pengandaian lain yaitu bahwa konsep

Tanggungjawab Sosial Perusahaan itu memiliki apsek normatif dan instrumental yang bisa

mendukung asumsi itu, dan kedua aspek itu dapat dijelaskan oleh sebuah teori, yaitu teori

pemangku kepentingan.

Branco dan Rodriguez menyajikan paparan dan mengurai pemikiran mereka tentang

Tanggungjawab Sosial Perusahaan sebagai beriku t: Pertama, mereka menyajikan dua

perspektif tentang Tanggungjawab Sosial Perusahaan yaitu perspektif klasik atau perspektif

pemegang saham (shareholder view) dan perspektif pemangku kepentingan ( stakeholder view).

Uraian kemudian ditambah dengan memperlihatkan nilai lebih dari perspektif kedua. Kedua,

mereka memaparkan evolusi konsep Tanggungjawab Sosial Perusahaan dari perspektif yang

kedua tersebut, yaitu perspektif pemangku kepentingan. Dalam bagian ini dibedakan secara jelas

antara konsep kewajiban sosial ( social obligation), tanggung jawab sosial ( social responsibility),

dan kepedulian sosial (social responsiveness). Ketiga, mereka memberikan tanggapan kritis.
Tanggungjawab Sosial Perusahaan sebagai sebuah pertimbangan etis dan moral sudah

mengundang banyak perdebatan yang tak ada kata akhirnya hingga sekarang ini. Aspek etis dan

moral dalam Tanggungjawab Sosial Perusahaan merupakan salah satu aspek yang sangat

penting. Ternyata, Tanggungjawab Sosial Perusahaan itu dilihat “bukan lagi sebagai penghalang

keuntungan bagi perusahaan, melainkan malahan mendatangkan keuntungan, paling tidak

dalam jangka panjang. Fenomena inilah yang menjadi dasar telaah Branco dan Rodriguez yang

membawa mereka pada pemikiran bahwa kalau memang demikian, tentunya ada sesuatu di

dalam konsep Tanggungjawab Sosial Perusahaan itu yang membuat perusahaan-perusahaan

bukannya merasa terbebani melainkan malah seolah-olah senang menerima dan mempraktikkan

Tanggungjawab Sosial Perusahaan itu.

Maignan dan Ralston, membedakan tiga tipe utama motivasi di balik aktivitas-aktivitas

Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Pertama, mengikuti perspektif ekonomi atau utilitarian,

Tanggungjawab Sosial Perusahaan bisa dipandang sebagai sebuah instrumen tambahan yang

digunakan oleh perusahaan untuk mencapai sasaran-sasaran tradisional perusahaan. Kedua,

menurut pandangan “kewajiban negatif”, perusahaan terlibat dalam kegiatan tanggung jawab

sosial untuk memenuhi norma-norma dan harapan-harapan para pemangku kepentingan

tentang bagaimana seharusnya operasi perusahaan dijalankan. Dengan demikian,

Tanggungjawab Sosial Perusahaan dipandang sebagai sebuah instrumen yang legitim bagi

perusahaan untuk menunjukkan kepatuhannya pada norma-norma dan harapan-harapan

tersebut. Ketiga, menurut pendekatan “kewajiban positif”, perusahaan bisa saja memiliki

motivasi-diri (self-motivated) untuk terlibat dalam inisiatif-inisiatif tanggung jawab sosial dan

secara aktif mempromosikan kepentingan-kepentingan sosial, bahkan ketika inisiatif atau

tindakan tersebut tidak diharapkan atau dituntut oleh masyarakat. Menurut Maignan dan Ralston,

baik pendekatan kewajiban negatif maupun pendekatan utilitarian sama-sama melihat bahwa
Tanggungjawab Sosial Perusahaan bisa digunakan sebagai alat penggalangan opini untuk

mempengaruhi persepsi para pemangku kepentingan tentang sebuah perusahaan.

Meningkatnya kesadaran sosial tentang Tanggungjawab Sosial Perusahaan telah

mendatangkan tekanan bagi perusahaan untuk menangani dampak-dampak sosial dan

lingkungan dari aktivitasnya dan untuk bertanggung jawab kepada audiens yang lebih luas dari

pada sekadar pemegang saham. Di balik semua ini terdapat dimensi etis. Walaupun

Tanggungjawab Sosial Perusahaan itu sendiri juga sarat dengan kepentingan strategis, namun

dalam praktiknya hal itu tidak dapat dilepaskan dari motivasi-motivasi etis dan moral yang

membawa kebaikan bagi masyarakat.

2.2. Konsep-Konsep

Secara garis besar, diskursus tentang Tanggungjawab Sosial Perusahaan terbelah atas dua

kubu, yaitu kubu yang mendukung Tanggungjawab Sosial Perusahaan dan kubu yang

menentangnya. Argumen yang menentang Tanggungjawab Sosial Perusahaan didasarkan

pada perspektif fungsi institusional perusahaan atau perspektif hak kepemilikan ( property rights).

Argumen fungsi institusional memiliki tiga perspektif: pertama, organisasi-organisasi lain, seperti

pemerintah, eksis untuk menjalankan fungsi yang diminta oleh tindakan-tindakan sosial terkait;

kedua, para manajer tidak dilihat sebagai pihak yang memiliki kemampuan dan/atau waktu untuk

mengampu dan menjalankan jenis tindakan publik semacam itu; ketiga, tidak seperti para politisi,

yang dipilih secara demokratis, para manajer tidak dapat dituntut untuk akuntabel bagi aksi-aksi

tanggung jawab sosial mereka. Sedangkan argumen yang berdasarkan perspektif hak

kepemilikan memiliki akarnya pada analisis ekonomi neo klasik, dan menekankan bahwa satu-

satunya kewajiban manajer adalah memaksimisasi keuntungan bagi para pemegang saham.

Konsep Tanggungjawab Sosial Perusahaan yang paling banyak diterima sekarang ini adalah

konsep yang dikemukakan oleh Lantos. Perusahaan dilihat sebagai subjek yang memiliki kewajiban untuk
memikirkan kebutuhan jangka panjang masyarakat. Itu berarti bahwa perusahaan harus terlibat dalam

aktivitas yang mempromosikan keuntungan bagi masyarakat dan meminimisasikan efek-efek negatif dari

tindakan perusahaan itu sendiri. Namun demikian, dengan menyetujui Lantos, Rodriguez mengingatkan

bahwa perusahaan tidak boleh ditekan sampai merugikan dirinya sendiri dalam melakukan tuntutan

seperti itu. Memang misi perusahaan tidak boleh dibatasi hanya untuk menciptakan keuntungan bagi

para pemegang saham. Alih-alih, harus dipahami bahwa perusahaan perlu mengidentifikasi peluang-

peluang yang menguntungkan bagi kedua pihak yaitu perusahaan itu sendiri dan masyarakat. Dalam hal

ini, tegas Rodriguez, para manajer bukanlah agen pemegang saham semata. Mereka adalah “pembangun

jembatan relasi antara para pemangku kepentingan.”

1. Pengertian Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Menurut Dwi Tuti Muryati, perusahaan merupakan lembaga yang secara sadar didirikan

untuk melakukan kegiatan yang terus-menerus untuk mendayagunakan sumber daya alam dan

sumber daya manusia sehingga menjadi barang dan jasa yang bermanfaat secara ekomonis.

Menurut Sri Rejeki Hartono, aktifitas menjalankan perusahaan adalah suatu kegiatan yang

dilakukan secara terus-menerus dalam pengertian yang tidak terputus-putus, kegiatan tersebut

dlakukan secara terang-terangan dalam pengertian sah/legal, dan dalam rangka untuk

memperoleh keuntungan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Menurut Mentri Kehakiman

Nederland (Minister van Justitie Nederland) dalam memori jawaban kepada parlemen

menafsirkan pengertian perusahaan sebagai berikut: ”Barulah dapat dikatakan adanya

perusahaan apabila pihak yang Dikutip dari Dwi Tuti Mulyati , Tanggungjawab Sosial

Perusahaan Dalam Kaitanya Dengan Kebijakan Lingkungan Hidup.

Konsep kedermawanan perusahaan ( corporate philantrophy) dalam tanggungjawab

sosial tidaklah lagi memadai karena konsep tersebut tidaklah melibatkan kemitraan

tanggungjawab perusahaan secara sosial dengan stakeholders lainnya. Tanggungjawab Sosial


Perusahaan (corporate social responsibility) pada dasarnya juga terkait dengan budaya

perusahaan (corporate culture) yang ada dipengaruhi oleh etika perusahaan yang bersangkutan.

Budaya perusahaan terbentuk dari para individu sebagai anggota perusahaan yang

bersangkutan dan biasanya dibentuk oleh sistem dalam perusahaan. Sistem perusahaan

khususnya alur dominasi para pemimpin memegang peranan penting dalam pembentukan

budaya perusahaan, pemimpin perusahaan dengan motifasi yang kuat dalam etikanya yang

mengarah pada kemanusiaan akan dapat memberikan nuansa budaya perusahaan secara

keseluruhan. Seiring waktu berlalu, kedermawanan perusahaan ( corporate philantropy) kemudian

berkembang menjadi Tanggungjawab Sosial Perusahaan.

2. Wacana Tanggungjawab Sosial Perusahaan Berbagai Perspektif

Perkembangan wacana dan praktik Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Indonesia

memang sangat menggembirakan. Dari sebuah konsep asing, Tanggungjawab Sosial

Perusahaan kini menjadi konsep yang banyak sekali diperbincangkan, diperdebatkan dan

digunakan untuk melabel banyak aktivitas. Tentu saja, hal tersebut sangat patut disyukuri. Hanya

saja, karena tidak cukup banyak pihak yang menekuni wacana Tanggungjawab Sosial

Perusahaan sebagaimana yang termuat dalam berbagai literatur di negara-negara maju, maka

banyak kesalahan umum yang kerap ditemui kalau kita benar-benar memperhatikan bagaimana

kini Tanggungjawab Sosial Perusahaan digunakan. Kesalahan umum yang kerap ditemui

tersebut adalah :

1) CD adalah Tanggungjawab Sosial Perusahaan.

Kesalahan yang paling umum dijumpai adalah menyamakan community development atau

pengembangan masyarakat dengan Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Pengembangan


masyarakat sebetulnya adalah upaya sistematis untuk meningkatkan kekuatan kelompok-

kelompok masyarakat yang kurang beruntung ( disadvantaged groups) agar menjadi lebih

dekat kepada kemandirian. Jadi community development sangatlah menyasar kelompok

masyarakat yang spesifik, yaitu mereka yang mengalami masalah.

2) Amal sama dengan Tanggungjawab Sosial Perusahaan .

Menyamakan tindakan karitatif/amal dengan Tanggungjawab Sosial Perusahaan juga kini

banyak dilakukan, baik oleh perusahaan maupun media massa. Banjir besar yang baru saja

melanda Jakarta atau kejadian-kejadian bencana alam telah membuat iklan mengenai

Tanggungjawab Sosial Perusahaan menjamur di media massa. Padahal, yang dilakukan oleh

sebagian besar perusahaan itu adalah tindakan karitatif belaka, yaitu membantu pihak lain

agar penderitaan mereka berkurang. Tidak ada yang salah dengan tindakan mulia tersebut,

namun menyamakannya dengan Tanggungjawab Sosial Perusahaan tentu saja salah.

Nama generik untuk tindakan membantu sesama manusia adalah filantropi, yang kerap juga

dilakukan oleh perusahaan. Pada kondisi yang lebih maju, yaitu dengan pertimbangan

kegunaan optimum dan dampak terbesar terhadap reputasi perusahaan pemberi, tindakan

filantropi itu diberi nama filantropi strategis. Melihat sejarahnya, tindakan sosial perusahaan

banyak dimulai dari filantropi, kemudian menjadi filantropi strategis, baru kemudian

Tanggungjawab Sosial Perusahaan.

3) Tanggungjawab Sosial Perusahaan harus menonjolkan aspek sosial.

Banyak perusahaan juga pengamat yang menekankan Tanggungjawab Sosial Perusahaan

pada aspek sosial semata. Ini terutama terjadi setelah pembangunan berkelanjutan menjadi

arus utama berpikir walau hingga kini belum juga jadi arus utama bertindak. Pembangunan

berkelanjutan yang didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi

sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi


kebutuhannya secara sangat tegas menyatakan pentingnya keseimbangan dalam tiga aspek

tersebut.

4) Organisasi Tanggungjawab Sosial Perusahaan cuma tempelan.

Banyak perusahaan yang mula-mula mengadopsi Tanggungjawab Sosial Perusahaan merasa

punya kebutuhan untuk membuat struktur baru, yang diberi nama-nama yang berhubungan

dengan Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Pembuatan organisasi yang khusus

sesungguhnya merupakan hal yang sangat menggembirakan, karena itu merupakan bukti

komitmen perusahaan untuk menyediakan organisasi khusus, relatif independen dengan

sumberdaya manusia yang bekerja secara fokus. Tentu saja, komitmen seperti itu patut

diacungi dua jempol. Namun yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah benar bahwa

Tanggungjawab Sosial Perusahaan itu bisa dilaksanakan oleh bagian itu saja, sementara

yang lain bisa berpangku tangan.

5) Tanggungjawab Sosial Perusahaan hanya untuk perusahaan besar.

Banyak keengganan perusahaan atau dalih saja dari mereka yang tak peduli untuk

mengadopsi Tanggungjawab Sosial Perusahaan karena anggapan bahwa Tanggungjawab

Sosial Perusahaan adalah untuk perusahaan berskala besar saja. Ramakhrisna Velamuri

mengusulkan agar Tanggungjawab Sosial Perusahaan diartikan sebagai company

stakeholder responsibility. Dengan demikian, Tanggungjawab Sosial Perusahaan berarti

tanggung jawab perusahaan (apapun ukurannya) terhadap pemangku kepentingan mereka.

6) Memisahkan Tanggungjawab Sosial Perusahaan dari bisnis inti perusahaan.

Banyak sekali perusahaan yang membuat berbagai program Tanggungjawab Sosial

Perusahaan dengan curahan sumberdaya yang sangat besar, namun hingga sekarang belum
banyak perusahaan yang membuat program-program yang berkaitan dengan bisnis intinya.

Tidak mengherankan kalau kebanyakan program Tanggungjawab Sosial Perusahaan

kebanyakan dikotak-kotakkan ke dalam bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, sarana

fisik, dsb sementara dampak perusahaan itu sendiri tidaklah diurus secara memadai.

7) Setelah sampai konsumen, tak ada lagi Tanggungjawab Sosial Perusahaan.

Dalam perkembangan awal, seluruh perusahaan membatasi Tanggungjawab Sosial

Perusahaan nya sampai di tangan salah satu pemangku kepentingan terpenting: konsumen.

Belakangan, setelah sampai tangan konsumen, perusahaan yang bersungguh-sungguh ingin

memberikan kepuasan kepada mereka manambahkan after sales service. Garansi produk

adalah salah satu bentuk dari jasa itu. Kalau konsumen mengajukan keberatan atas mutu

produk sampai batas waktu tertentu pada beberapa kasus ada “ life time guarantee” maka

konsumen berhak atas pengembalian, perbaikan atau penggantian.

8) Tanggungjawab Sosial Perusahaan cuma tambahan biaya belaka.

Ketika perusahaan mulai mengadopsi Tanggungjawab Sosial Perusahaan, tidak terelakkan

adanya penambahan pengeluaran. Ini mungkin penyebab utama keengganan untuk

mengadopsi Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Banyak pihak yang menyatakan tambahan

pengeluaran itu sia-sia belaka, dan boleh jadi juga bahwa anggapan tersebut memiliki

dukungan empiris. Penelitian-penelitian mengenai filantropi perusahaan banyak mendapatkan

kenyataan bahwa pengeluaran perusahaan itu benar-benar tidak bias dilacak keuntungannya.

9) Tanggungjawab Sosial Perusahaan adalah pemolesan citra perusahaan.


Ketika inisiatif Tanggungjawab Sosial Perusahaan digulirkan, banyak organisasi gerakan

sosial yang langsung skeptis dengannya. Menurut mereka, Tanggungjawab Sosial

Perusahaan hanya akan menjadi cara baru untuk memoles citra perusahaan. Kalau citra

ramah lingkungan yang diinginkan perusahaan padahal kinerja lingkungannya tidak setinggi

pencitraan yang dilakukan hal itu disebuat sebagai greenwash. Belakangan juga muncul

istilah bluewash untuk pemolesan citra sosial.

BAB III

EVALUASI DAN ANALISI UNDANG-UNDANG TERKAIT

1.    Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta Peraturan

Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan

Terbatas.

Mengenai Tanggungjawab Sosial Perusahaan, diatur dalam Pasal 74 UUPT dan

penjelasannya. Pengaturan ini berlaku untuk perseroan. Berdasarkan Pasal 1 angka 1

UUPT, Perseroan (Perseroan Terbatas) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan

modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar

yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Menurut Pasal 1 angka 3 UUPT, Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen

perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna

meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan

sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

Pasal 74 UUPT pada dasarnya mengatur mengenai hal-hal berikut ini:


a.    Tanggungjawab Sosial Perusahaan ini wajib untuk perseroan yang menjalankan

kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam.

Yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang

sumber daya alam” adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan

memanfaatkan sumber daya alam.

Sedangkan yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan

usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah perseroan yang tidak

mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya

berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.

b.    Tanggungjawab Sosial Perusahaan ini merupakan kewajiban perseroan yang

dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya

dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

c.    Mengenai sanksi, dikatakan bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban

Tanggungjawab Sosial Perusahaan akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang terkait.

Dalam Pasal 4 PP 47/2012, dikatakan bahwa Tanggungjawab Sosial Perusahaan

dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan perseroan setelah mendapat

persetujuan Dewan Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) sesuai

dengan anggaran dasar perseroan. Rencana kerja tahunan perseroan tersebut memuat

rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Tanggungjawab Sosial

Perusahaan.

Pelaksanaan Tanggungjawab Sosial Perusahaan tersebut dimuat dalam laporan tahunan

perseroan dan dipertanggungjawabkan kepada RUPS (Pasal 6 PP 47/2012).

2.    Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal(“UU 25/2007”)


Dalam Pasal 15 huruf b UU 25/2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib

melaksanakan Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Yang dimaksud dengan TJSL menurut

Penjelasan Pasal 15 huruf b UU 25/2007 adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap

perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang,

dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

Sedangkan yang dimaksud dengan penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha

yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan

penanam modal asing (Pasal 1 angka 4 UU 25/2007).

Selain itu dalam Pasal 16 UU 25/2007 juga diatur bahwa setiap penanam modal bertanggung

jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Ini juga merupakan bagian dari

Tanggungjawab Sosial Perusahaan.

Jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan Tanggungjawab

Sosial Perusahaan, maka berdasarkan Pasal 34 UU 25/2007, penanam modal dapat dikenai

sanksi adminisitatif berupa :

a.    peringatan tertulis;

b.    pembatasan kegiatan usaha;

c.    pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau

d.    pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.

Selain dikenai sanksi administratif, penanam modal juga dapat dikenai sanksi lain sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 34 ayat (3) UU 25/2007).

3.    Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup (“UU 32/2009”)
Berdasarkan Pasal 68 UU 32/2009, setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan

berkewajiban:

a.    memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;

b.    menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan

c.    menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku

kerusakan lingkungan hidup. 

5.    Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi (“UU 22/2001”)

Kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap

berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana wajib memuat ketentuan-

ketentuan pokok yang salah satunya adalah ketentuan mengenai pengembangan

masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat (Pasal 11 ayat (3) huruf p UU

22/2001). Selain itu dalam Pasal 40 ayat (5) UU 22/2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha

atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi

(kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir) ikut bertanggung jawab dalam

mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.

Melihat pada ketentuan-ketentuan di atas, dapat dilihat bahwa memang ada peraturan-peraturan

yang mewajibkan perusahaan untuk membangun masyarakat di sekitar. Adapun peraturan-

peraturan yang telah mengamanatkan tanggungjawab sosial perusahaan tersebut antara lain:

1.    Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi;

2.    Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;

3.    Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

4.    Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup;
5.    Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan

Perseroan Terbatas.

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, Dan YURIDIS

4.1. Kajian Filosofis

Pancasila sebagai falsafah negara merupakan landasan ideologi bangsa yang tertuang

dalam Pembukaan UUD 1945, yang mewajibkan Negara untuk menjunjung tinggi kemanusiaan.

Tanggung jawab negara, khususnya Pemerintah didasarkan pada ketentuan Pembukaan UUD

1945 yang menyebutkan bahwa tujuan pembentukan Negara Indonesia adalah melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Secara filosofis, pembentukan Peraturan Daerah tentang Tanggungjawab Sosial

Perusahaan diperlukan sebagai upaya pengaktualisasian kehidupan masyarakat modern,

karena perusahaan merupakan salah satu pusat kegiatan manusia guna memenuhi

kehidupannya. Selain itu, perusahaan juga sebagai salah satu sumber pendapatan negara

melalui pajak dan wadah tenaga kerja.

Dapat dikatakan bahwa suatu perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan

kegiatan dalam bidang perekonomian secara terus-menerus, bersifat tetap, dan terang-terangan

dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba yang dibuktikan dengan pembukuan.

Hubungan ideal antara bisnis dengan masyarakat menjadi suatu masalah perdebatan ( a matter

of debate). Konsep tanggung jawab sosial (social responsibility) memberi argumentasi bahwa

suatu perusahaan mempunyai kewajiban terhadap masyarakat selain mencari keuntungan.


Pada hakekatnya setiap orang, kelompok dan organisasi mempunyai tanggung jawab

sosial (social responsibility) pada lingkungannya. Tanggung jawab sosial seseorang atau

organisasi adalah etika dan kemampuan berbuat baik pada lingkungan sosial hidup berdasarkan

aturan, nilai dan kebutuhan masyarakat. Berbuat baik atau kebajikan merupakan bagian dari

kehidupan sosial. Sementara dalam konteks perusahaan, tanggung jawab sosial itu disebut

Tanggungjawab Sosial Perusahaan.

4.2. Kajian Sosiologis

Landasan Sosiologis Tanggungjawab Sosial Perusahaan sebagai upaya dalam

pengembangan masyarakat yaitu :

1. Keterpaksaan atau sekedar basa basi, dimana perusahaan Karena faktor eksternal (external

driven), karena terjadi masalah lingkungan, serta karena ingin mendongkrak citra

perusahaan.

2. Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance), Tanggungjawab Sosial Perusahaan

yang dilakukan karena terdapat regulasi, hukum, dan aturan yang memaksanya.

3. Adanya dorongan yang tulus dari dalam (internal driven), Perusahaan telah menyadari bahwa

bukan hanya profit sebagai tujuan, tapi juga tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Secara etik, perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan

legal kepada pesaham atau shareholder, tetapi juga mempunyai kewajiban terhadap pihak-pihak

lain secara sosial termasuk masyarakat disekitarnya. Karena itu Tanggungjawab Sosial

Perusahaan adalah nilai moral yang semestinya dilaksanakan atas panggilan nurani pemilik atau

pimpinan perusahaan bagi peningkatan kesejahteraan stakeholder perusahaan. Stakeholders

adalah seseorang atau kelompok orang yang kena pengaruh langsung atau tidak langsung atau

pada kegiatan bisnis perusahaan, atau yang mempengaruhi langsung atau tidak langsung

kegiatan bisnis perusahaan. Stakeholders perusahaan meliputi pesaham, pemimpin, pekerja,


penyedia barang dan jasa (mitra atau supplier), pesaing, konsumen, pemerintahan dan

masyarakat.

Penerapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan saat ini berkembang pesat, termasuk di

Indonesia. Tanggungjawab Sosial Perusahaan kini dianggap sebagai peluang untuk

meningkatkan daya saing serta sebagai bagian dari pengelolaan risiko menuju sustainability dari

kegiatan usahanya. Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Indonesia baru dimulai pada awal

tahun 2000. Namun, kegiatan yang esensi dasarnya sama telah berjalan sejak tahun 1970-an

dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari bentuk yang sederhana seperti donasi sampai pada

bentuk yang komprehensif seperti membangun sekolah.

4.3. Kajian Yuridis

Kebijakan pemerintah Indonesia mengenai Tanggungjawab Sosial Perusahaan diatur

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 74 , yaitu :

1. Ayat (1) disebutkan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau

berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tangung jawab sosial dan

lingkungannya.

2. Ayat (2) berbunyi tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan

yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya

dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3. Ayat (3) menyatakan perseroan yang tidak melaksanaan kewajiban sebagaimana Pasal 1

dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintahan daerah saat ini telah mempunyai landasan hukum yang lebih kuat karena

telah diatur lebih rinci dalam UUD 1945 yang telah diamandemen ketimbang sebelumnya. Dalam

Bab VI UUD tersebut telah diatur jenjang daerah otonom, azas pemerintahan, pemerintah daerah

dan cara pengisiannya, prinsip otonomi, pengakuan atas tradisi dan kekhususan serta
keragaman daerah, dan yang terpenting adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah tetap

berada dalam bingkai Negara Kesatuan Kemasyarakat Indonesia. Rincian pengaturan tentang

pemerintahan daerah ini diputuskan dalam amandemen kedua UUD 1945.

BAB V

JANGKAUAN ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP

5.1. Pengaturan Azas dan Tujuan

Instrumen hukum dalam mengatur relasi pemerintah daerah, masyarakat dan perusahaan

dalam hal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, yaitu :

1. Terwujudnya batasan yang jelas tenteng tanggungjawab sosial dengan lingkungan

perusahaan beserta pihak-pihak yg menjadi pelakunya.

2. Terselenggaranya Tanggungjawab Sosial Perusahaan sesuai dengan perpu yg berlaku dlm

satu koordinasi.

3. Adanya kepastian hukum bagi pelaku dunia usaha dlm pelaksanaan Tanggungjawab Sosial

Perusahaan.

4. Melindungi perusahaan agar terhindar dari pungutan liar.

5. Meminimalisir dampak negatif atas keberadaan suatu perusahaan dan mengoptimalkan

dampak negatifnya.

Salah satu aspek yang dalam pelaksanaan Tanggungjawab Sosial Perusahaan adalah

komitmen berkelanjutan dalam mensejahterakan komunitas lokal masyarakat sekitar. Terkait

dengan area tanggungjawab sosial perusahaan, Organization Economic Cooperation and

Development (OECD) dalam Wibisono (2007) menyepakati pedoman bagi perusahaan


multinasional dalam melaksanakan Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Pedoman tersebut berisi

kebijakan umum, meliputi:

1. Memberikan kontribusi untuk kemajuan ekonomi, sosial, dan lingkungan berdasarkan

pandangan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan,

2. Menghormati hak-hak asasi manusia yang dipengaruhi kegiatan yang dijalankan perusahaan

tersebut sejalan dengan kewajiban dan komitmen pemerintah di negara tempat perusahaan

beroperasi

3. Mendorong pembangunan kapasitas lokal melalui kerja sama yang erat dengan komunitas

lokal, termasuk kepentingan bisnis, selain mengembangkan kegiatan perusahaan di pasar

dalam dan luar negeri sejalan dengan kebutuhan praktik perdagangan

4. Mendorong pembentukan human capital, khususnya melalui penciptaan kesempatan kerja

dan memfasilitasi pelatihan bagi para karyawan

5. Menahan diri untuk tidak mencari atau menerima pembebasan di luar yang dibenarkan secara

hukum yang terkait dengan sosial lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, perburuhan,

perpajakan, insentif finansial, dan isu-isu lain

6. Mendorong dan memegang teguh prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) serta

mengembangkan dan menerapkan praktik-praktik tata kelola perusahaan yang baik

7. Mengembangkan dan menerapkan praktik-praktik sistem manajemen yang mengatur diri

sendiri secara efektif guna menumbuhkembangkan relasi saling percaya diantara perusahaan

dan masyarakat tempat perusahaan beroperasi

8. Mendorong kesadaran pekerja yang sejalan dengan kebijakan perusahaan melalui

penyebarluasan informasi tentang kebijakan-kebijakan itu pada pekerja termasuk melalui

program-program pelatihan

9. Menahan diri untuk tidak melakukan tindakan tebang pilih (diskriminatif) dan indispliner
10. Mengembangkan mitra bisnis, termasuk para pemasok dan subkontraktor, untuk menerapkan

aturan perusahaan yang sejalan dengan pedoman tersebut.

11.Bersikap abstain terhadap semua keterlibatan yang tak sepatutnya dalam kegiatan-kegiatan

politik lokal. Manfaat Tanggungjawab Sosial Perusahaan Terdapat manfaat yang didapatkan

dari pelaksanaan tanggunggjawab sosial perusahaan, baik bagi perusahaan sendiri, bagi

masyarakat, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.

5.2. Pengaturan Kewenangan dan Kelembagaan

Gubernur dan DPRD bertanggung jawab atas pengembangan kelembagaan di bidang

Tanggungjawab Sosial Perusahaan . Tanggungjawab Sosial Perusahaan ini diharapkan

melaksanakan tugas peningkatan, penumbuh kembangan, pemfasilitasian, dan pemotivasian

Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Tanggungjawab Sosial Perusahaan ini diharapkan

berwenang untuk :

1. memfasilitasi, menyediakan informasi dan mendukung proses perumusan masalah

kebijakan daerah yang diusulkan masyarakat.

2. mengakomodir, menindaklanjuti, dan menyampaikan  setiap aspirasi masyarakat yang

berkaitan dengan kebijakan daerah kepada instansi terkait.

3. menguji kebenaran, kelayakan dan ketetapan setiap tahapan pengambilan kebijakan

daerah yang diajukan oleh warga masyarakat berdasarkan peraturan perundang-

undangan, prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, serta kelayakan teknis dan standar

minimal bidang atau sektor yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing

instansi.

4. Pemda berwenang melakukan pengelolaan dana kelembagaan.


i. Pengaturan Mekanisme

ii. Pengaturan larangan-larangan

iii. Pengaturan Sanksi


BAB VI  

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Bertolak dari paparan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal penting

sebagai berikut:

1. Dalam mengimplementasikan Tanggungjawab Sosial Perusahaan, perusahaan-

perusahaan melakukan kegiatan-kegiatan Pembangunan Masyarakat seperti pada

bidang Pendidikan, berupa pembangunan sarana pendidikan dan beasiswa mencakup

pembangunan dan renovasi sekolah, penyediaan buku-buku dan alat bantu belajar

mengajar. Bidang Infrastruktur, berupa pengembangan dan membantu pemerintah dan

desa setempat membangun sistem kebersihan dan pembuangan sampah.

2. Responden unsur masyarakat, Perusahaan dan Pemerintah setuju bahwa sasaran

penting dalam program Tanggungjawab Sosial Perusahaan adalah untuk kesejahteraan

masyarakat. Berkaitan dengan hal ini responden unsur pemerintah memandang perlu

diatur mengenai reward dan punishment kepada perusahaan yang melaksanakan

program Tanggungjawab Sosial Perusahaan dan yang tidak melakukan program

Tanggungjawab Sosial Perusahaan .

3. Belum ada kesamaan persepsi antara masyarakat dan perusahaan terhadap jenis

program yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam hal ini responden unsur pemerintah

menganggap perlu adanya sinergitas program pembangunan pemerintah dengan

program-program Tanggungjawab Sosial Perusahaan oleh perusahaan dengan

melibatkan masyarakat dalam penyusunan kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan.


6.2. Saran-Saran

Saran-saran yang penting dalam naskah akademis sebagai berikut:

1. DPRD Provinsi Kepulauan Riau maupun Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau perlu

segera membahas Ranperda tentang Tanggungjawab Sosial Perusahaan ini demi

terciptanya iklim usaha yang baik di Provinsi Kepulauan Riau ini.

2. Diperlukan adanya kesadaran bersama dari segenap stakeholder pemerintahan daerah

untuk mewujudkan Tanggungjawab Sosial Perusahaan yang nyata dalam kehidupan

bermasyarakat di Provinsi Kepulauan Riau.

3. Diperlukan adanya peluang advokasi masyarakat dalam penyusunan perda

Tanggungjawab Sosial Perusahaan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Hamid Attamimi, Teori Perundang-undang Indonesia Bagir Manan, Dasar-dasar


Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hill.Co, Jakarta, 1992
2. Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1998
3. Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan, Mandar Maju, Bandung,
1998 Undang-undang Dasar 1945.
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang
undangan.
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan.
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan
Peraturan Presiden.
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional.

Anda mungkin juga menyukai