Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi merupakan suatu proses dimana individu menyampaikan
informasi, ide – ide dan sikapnya kepada orang lain. Melalui komunikasi
seorang individu dapat bertahan hidup, saling berhub ungan satu sama lain
(Endang dan Elisabeth, 2015). Dalam bidang keperawatan, komunikasi
penting untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien, untuk
mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerja
sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut ( Purwanto, 1994 dalam Diana dan
Asrin, 2006). Sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering
berinteraksi dengan pasien, perawat diharapkan dapat menjadi obat secara
psikologis. Kehadiran dan interaksi yang dilakukan perawat hendaknya
membawa kenyamanan bagi pasien (Mundakir dalam Sutriyo 2014). Seorang
perawat yang berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu melakukan
perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya masalah –
masalah legal yang berkaitan dengan proses keperawatan. Selain itu,
keterampilan berkomunikasi secara efektif dan melakukan konseling yang
baik kepada pasien juga menentukan kualitas pelayanan (Endang dan
Elisabeth, 2015)
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal. Komunikasi
adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan tujuan kegiatannya
difokuskan untuk penyembuhan pasien, untuk itu proses komunikasinya
dibangun berdasarkan hubungan saling percaya pasien dan keluarganya
(Indrawati, 2003 dalam Endang dan Elisabeth, 2015). Komunikasi terapeutik
yang baik akan memberikan kepuasan tersendiri oleh pasien, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan yang
diberikan di rumah sakit (Mahendro, 2017).
2

Salah satu sumber daya yang paling banyak menyumbang pendukung


kepuasan pasien adalah perawat. Perawat memberikan pengaruh besar untuk
menentukan kualitas pelayanan karena perawatlah sebagai ujung tombak
pelayanan terhadap pasien dan keluarganya di Rumah karena perawatlah yang
sering bertemu dengan pasien dan memberikan pelayanan kepada pasien
(Rusdiana, 2014). Dalam memberikan pelayanan, komunikasi menjadi tidak
efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang diterimanya.
Kesalahan dalam menafsirkan pesan bisa disebabkan karena persepsi yang
berbeda, jika kesalahan penerimaan pesan terus menerus terjadi dapat
berakibat pada ketidakpuasan pasien yang akan berdampak pada rendahnya
mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien (Mustikasari, 2006 dalam Dian,
Sri dan Edy, 2012). Perawat diharapkan mampu menciptakan komunikasi
yang aktif dengan pasien dan sebaiknya menumbuhkan rasa empati terhadap
pasien sehingga dapat melakukan komunikasi dengan baik (Dian, Sri dan Edy,
2012)
Kepuasan pasien adalah keluaran dari layanan kesehatan. Dengan
demikian, kepuasan pasien menjadi salah satu dimensi mutu layanan
kesehatan (Pohan, 2007). Kepuasan pasien merupakan suatu tingkat perasaan
yang timbul sebagai akibat kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya
setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Pasien
baru akan merasa puas apabila kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya
sama atau melebihi dari apa yang menjadi harapannya dan sebaliknya.
Ketidakpuasan akan timbul atau perasaan kecewa pasien akan terjadi apabila
kinerja pelayanan kesehatan yang di perolehnya itu tidak sesuai dengan
harapannya (Pohan, 2003 dalam Dian, Sri dan Edy, 2012)
Temuan yang didapatkan TARP (Technical Assistance Research
Program) di Washington, D.C. mendapati kenyataan bahwa 96% konsumen
yang tidak puas justru secara diam-diam beralih ke jasa pelayanan yang lain.
Itu artinya, diamnya pasien merupakan sinyal buruk bagi rumah sakit. Karena
4% yang menyampaikan keluhan biasanya adalah mereka yang benar-benar
setia atau membutuhkan jasa rumah sakit (Abdul, 2012)
3

Selain itu menurut MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran


Indonesia) sejak 2006 hingga 2017 pengaduan keluhan dari pasien lebih dari
50% adalah masalah komunikasi (Ganiem, 2018). Rendahnya komunikasi
terapeutik yang dilakukan oleh perawat berdampak terhadap ketidapuasan
pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardia (2013)
Hubungan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat
Inap RSUD Dr. Zainoel Abidin dengan sampel sebanyak 78 orang
menunjukan puas (35,9%) dan tidak puas (64,1%) diketahui bahwa ada
hubungan komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap
dengan (p-value 0,000).
Survei awal di Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad Yani Metro, peneliti
mendapatkan bahwa masih terdapat keluhan ketidakpuasan dari pasien
ataupun keluarga pasien atas sikap dan perilaku kerja dari perawat yang
bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad Yani Metro.
Survei awal dilakukan oleh 20 orang keluarga pasien paska operasi di Rumah
Sakit Umum Daerah Ahmad Yani Metro didapatkan 14 orang (70%)
mengatakan komunikasi perawat sudah cukup baik sedangkan 6 orang (30%)
masih banyak tenaga keperawatan yang bertugas kurang ramah terhadap
pasien. Walaupun sebagian mengatakan sudah puas terhadap pengobatan yang
diberikan. Kemungkinan mereka menerima kenyataan ataupun kondisi yang
seperti itu, karena Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad Yani merupakan
merupakan Rumah Sakit Umum Daerah yang menjadi Rumah Sakit rujukan
untuk Daerah Kota Metro serta berada diwilayah yang strategis yaitu ditengah
Kota Metro. Jadi rata-rata masyarakat banyak yang berobat ke Rumah Sakit
ini. Berdasarkan uraian permasalahan tersebut peneliti ingin menggali lebih
jauh hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien paska
operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Jenderal Ahmad Yani Metro Tahun
2018.
4

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diidentifikasikan masalah
sebagai berikut :
1. Pengaduan keluhan dari pasien lebih dari 50% adalah masalah
komunikasi.
2. Keluhan ketidakpuasan dari pasien ataupun keluarga pasien atas sikap dan
perilaku kerja dari perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit
Umum Daerah Ahmad Yani Metro. Survei awal dilakukan oleh 20 orang
keluarga pasien paska operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad Yani
Metro didapatkan 14 orang (70%) mengatakan komunikasi perawat sudah
cukup baik sedangkan 6 orang (30%) masih banyak tenaga keperawatan
yang bertugas kurang ramah terhadap pasien.

1.3 Rumusan Masalah


Apakah Ada Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan
Kepuasan Pasien Paska Operasi di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro tahun
2018?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan
Kepuasan Pasien Paska Operasi RSUD Jend. Ahmad Yani Metro tahun
2018.

1.4.2 Tujuan Khusus


a. Diketahuinya Komunikasi Terapeutik Perawat di RSUD Jend.
Ahmad Yani Metro tahun 2018
b. Diketahuinya Kepuasan Pasien Paska Operasi di RSUD Jend.
Ahmad Yani Metro tahun 2018
c. Diketahuinya Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan
Kepuasan Pasien Paska Operasi di RSUD Jend. Ahmad Yani
Metro tahun 2018
5

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Teoritis
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh pengalaman belajar
dan untuk meningkatkan pengetahuan karena ilmu akan terus maju
sesuai dengan perkembangan zaman.
1.5.2 Aplikatif
Dapat menjadi sumber informasi dan pengetahuan tentang
hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien
paska operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad Yani Metro
tahun 2018

1.6 Ruang Lingkup


Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional
yang artinya adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi
antara faktor resiko dengan efek pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (point time approach). Subjek dalam penelitian ini
adalah pasien pasien paska operasi Rumah Sakit Ahmad Yani Metro, Objek
dalam penelitian ini adalah Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat
Dengan Kepuasan Pasien Paska Operasi Di Rumah Sakit Ahmad Yani Metro.
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah komunikasi terapeutik
perawat dan variabel dependen adalah kepuasan pasien. Cara pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah dengan lembar kuisioner yang diajukan
kepada pasien paska operasi. Waktu pelaksanaan penelitian bulan Mei – Juli
2018.
Peneliti hanya mengambil batasan tentang hubungan komunikasi
terapeutik perawat dengan kepuasan pasien dilihat dari kualitas pelayanan
perawat yang ada dirumah sakit itu sendiri mengingat keterbatasan waktu dana
dan tenaga dari peneliti.
6

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Mutu Layanan Keperawatan

2.1.1 Pengertian Mutu


Mutu dapat didefinisikan sebagai totalitas dari wujud serta ciri suatu
barang atau jasa yang didalamnya terkandung pengertian rasa aman atau
pemenuhan kebutuhan para pengguna. Sedangkan, layanan kesehatan yang
bermutu adalah suatu layanan kesehatan yang dapat memuaskan para
pengguna jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan
rata rata penduduk serta penyelenggaranya sesuai dengan standar dan kode
etik profesi (Azrul, 1996 dalam Herlambang, 2016).

2.1.2 Aspek Mutu


Mutu pelayanan rumah sakit dapat pula dilihat dari segi aspek yang
berpengaruh. Aspek berarti termasuk hal-hal secara langsung atau tidak
berpengaruh terhadap penilaian. Keempat aspek itu adalah:
1. Aspek klinis, yaitu menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait
dengan teknis medis.
2. Efisiensi dan efektivitas
3. Pelayanan yang murah, tepat guna, tak ada diagnosa dan terapi
berlebihan
4. Keselamatan pasien
Yaitu upaya perlindungan terhadap pasien, misalnya perlindungan
jatuh dari tempat tidur, kebakaran
5. Kepuasan pasien
Yaitu yang berhubungan dengan kenyamanan, keramahan dan
kecepatan pelayanan (Herlambang, 2016).
7

2.1.3 Dimensi Mutu Pelayanan


Menurut (Parasuraman dalam Sudarso, 2016) karakteristik yang
digunakan oleh pelanggan untuk menilai mutu jasa pelayanan adalah:
1. Terwujud bukti fisik (tangible)
Kemampuan untuk menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal.
Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana, fisik dan keadaan
lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang
diberikan.
2. Kehandalan (reliability)
Menunjukkan kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan
yang akurat dan handal, dapat dipercaya, bertanggung jawab terhadap
apa yang dijanjikan, tidak pernah memberikan janji yang berlebihan
dan selalu memenuhi janjinya.
3. Ketanggapan (responsiveness)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan tepat pada waktunya, yang
berkaitan dengan keinginan dan kesiapan petugas untuk melayani.
Dimensi ini merefleksikan kesiapan rumah sakit sebelum memberikan
pelayanan.
4. Jaminan (assurance)
Mencakup pengetahuan dan kesopanan serta kemampuan untuk
memberikan kepercayaan kepada pelanggan.Selain itu suatu rumah
sakit harus memiliki beberapa komponen antara lain :
a. Komunikasi (communication)
Memberikan informasi secara terus menerus dalam bahasa dan
penggunaan kata yang jelas sehingga dapat dengan mudah di
mengerti. Selain itu dapat secara cepat dan tanggap menyikapi
keluhan atau komplain yang ada.
b. Kredibilitas (credibility)
Perlunya jaminan atas kepercayaan yang diberikan atau sifat
kejujuran. Memberikan kredibilitas yang baik bagi rumah sakit.
8

c. Keamanan (security)
Adanya suatu kepercayaan yang tinggi, pelayanan yang diberikan
memberikan jaminan yang maksimal.
d. Kompetensi (competence)
Ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan pelayanan
agar dalam memberikan pelayanan mendapatkan hasil yang
maksimal.
5. Empati (Emphaty)
Perhatian secara individual yang diberikan rumah sakit terhadap pasien
dan keluarganya seperti kemudahan untuk menghubungi, kemampuan
untuk berkomunikasi, perhatian tinggi dari petugas, kemudahan dalam
mencapai lokasi kemudahan dalam mebayar dan mengurus
administrasi.

2.1.4 Manfaat Mutu Pelayanan Kesehatan


Program mutu pelayanan kesehatan adalah suatu upaya yang
dilakukan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu
dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan
kesehatan.
Adapun manfaat dari program mutu adalah :
1. Dapat meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan yang erat
hubungannya dengan dapat diatasinya masalah kesehatan secara tepat.
2. Dapat meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan yang menyebabkan
dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar, biaya
tambahan karena harus menangani efek samping atau komplikasi
karena pelayanan kesehatan dibawah standar dapat dihindari.
3. Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan. Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah
sesuainya pelayanan kesehatan dengan kebutuhan dan pemakaian jasa
pelayanan.
9

4. Dapat melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan


kemungkinan timbulnya gugatan hukum. Karena ketidak puasan
terhadap pelayanan kesehatan, perlu diselenggarakan pelayanan
kesehatan yang sebaik – baiknya (Herlambang, 2016)

2.1.5 Pengertian Komunikasi


Komunikasi berasal dari kata “communicare atau communis” yang
berarti sama atau menjadikan milik bersama. Komunikasi adalah suatu
proses atau seni untuk menyampaikan informasi, ide – ide dan sikap dari
seseorang ke orang lain (Endang dan Elisabeth, 2015).

2.1.6 Unsur – unsur Komunikasi


Menurut Endang dan Elisabeth (2015) unsur – unsur dari
Komunikasi adalah sebagai berikut :
1. Pihak yang mengawali komunikasi (Komunikator)
Pihak yang mengawali komunikasi untuk mengirim pesan disebut
sender dan ia menjadi sumber pesan (source)
2. Pesan yang dikomunikasikan
Yang dimaksud adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada
penerima. Agar dapat diterima dengan baik, pesan hendaknya
dirumuskan dalam bentuk yang tepat, disesuaikan, dipertimbangkan
berdasarkan keadaan penerima, hubungan pengirim dan penerima dan
situasi waktu komunikasi dilakukan.
3. Media atau saluran yang digunakan untuk komunikasi
1) Media Lisan
Dapat dilakukan dengan menyampaikan sendiri pesan secara
langsung (oral), baik melalui telepon atau saluran lainnya kepada
perorangan, kelompok atau masa.
2) Media Tertulis
Pesan disampaikan secara tertulis melalui surat, memo, hand out,
gambar dan lain – lain.
10

3) Media Elektronik
Disampaikan melalui faksimili, email, radio, televisi.
Keuntungannya adalah prosesnya cepat data bisa disimpan.
4. Pihak yang menerima pesan
Adalah pihak yang menerima pesan atau menjadi sasaran pesan yang
dikirim oleh sumber. Penerima biasanya disebut juga dengan khalayak,
sasaran, komunikan atau audi-encelreceiver.
5. Umpan Balik
Merupakan tanggapan penerima terhadap pesan yang diterima. Umpan
balik ini dapat berupa positif atau negatif.

2.1.7 Bentuk Komunikasi


Menurut Endang dan Elisabeth (2015) ada bebrapa bentuk
komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi Massa
Menurut Rodman (dalam Endang dan Elisabeth, 2015) Komunikasi
massa terdiri dari pesan pesan termediasi yang disiarkan kepada publik
yang besar dan tersebar.
2. Komunikasi Interpersonal
Didefinisikan sebagai komunikasi yang terjadi antara dua orang atau
lebih secara tatap muka. Komunikasi interpersonal berlangsung secara
dialogis sehingga interaksi dan dianggap sebagai komunikasi yang
paling ampuh dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku
komunikan karena dilakukan secara tatap muka. Menurut sifatnya,
komunikasi interpersonal dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Komunikasi diadik yaitu komunikasi antara dua orang dalam
situasi tatap muka. Dapat dilakukan dalam bentuk dialog atau
wawancara
b. Komunikasi Triadik adalah komunikasi antar pribadi yang
pelakunya lebih dari tiga orang yakni seorang komunikaor dan dua
komunikan.
11

3. Komunikasi Kelompok
Adalah komunikasi yang berlangsung antara komunikator dengan
sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang.

2.1.8 Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal.
Komunikasi adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan
tujuan kegiatannya difokuskan untuk penyembuhan pasien, untuk itu
proses komunikasinya dibangun berdasarkan hubungan saling percaya
pasien dan keluarganya (Indrawati, 2003 dalam Endang dan Elisabeth,
2015). Adapun fungsi komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan
pasien.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah
serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan.
3. Memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien
mengatasi masalah yang dihadapi.
4. Mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.
Menurut Suryani (dalam Endang dan Elisabeth, 2015). Komunikasi
terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi pasien kearah yang
lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien. Tujuan
Komunikasi terapeutik adalah :
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan
dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi
yang ada bila pasien percaya pada hal – hal yang dilakukan
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan
yang efektif.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam
hal peningkatan derajat kesehatan.
12

4. Mempercepat hubungan atau interaksi antara klien dengan tenaga


kesehatan secara profesional dan proporsional dalam rangka
penyembuhan.

2.1.9 Fase Komunikasi Terapeutik


1. Fase Prainteraksi
Merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan
berkomunikaksi dengan psien. Diperlukan evaluasi diri tentang
kemampuan yang dimiliki, penetapan tahapan hubungan / interakksi,
rencana interaksi.
2. Fase Perkenalan/Orientasi
Fase perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama
kali bertemu pasien. Sedangkan fase orientasi dilaksanakan pada awal
setiap pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan fase orientasi adalah
memvalidasi data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat
ini dan mengevaluasi hasil tindakan lalu.
3. Fase Kerja
Merupakan inti hubungan perawatan klien yang terkait erat dengan
pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
4. Fase Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dan
pasien.

2.1.10 Teknik – teknik Komunikasi Terapeutik


1. Mendengar
Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar
perawat mengetahui perasaan klien, memberi kesempatan lebih banyak
pada klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif
dengan tetap kritis dan korektif bila apa yang disampaikan perlu
diluruskan. Tujuan teknik ini adalah memberi rasa aman klien dalam
mengungkapkan perasaannya.
13

2. Pertanyaan terbuka
Teknik ini memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan
perasaannya sesuai dengan kehendaknya tanpa membatasi.
3. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan pasien. Gunanya untuk
menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan pasien.
4. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien
berhenti karena malu menginformasikan, informasi yang diperoleh
tidak lengkap.
5. Refleksi
Merupakan reaksi perawat dan pasien selama berlangsungnya
komunikasi. Teknik refleksi berguna untuk mengetahui dan menerima
ide dan perasaan, mengkoreksi, dan memberi keterangan lebih jelas.
6. Memfokuskan
Membantu pasien berbicara pada topik yang telah dipilih dan yang
penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih
spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas.
7. Membagi Persepsi
Meminta pendapat pasien tentang hak yang perawat rasakan dan
pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan.
8. Identifikasi Tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan dan harus
mampu menangkap tema dari seluruh pembicaraan.
9. Diam (Silence)
Tujuannya untuk memberi kesempatan berfikir dan memotivasi pasien
untuk berbicara.
14

10. Informing
Teknik ini bertujuan untuk memberi informasi dan fakta untuk
pendidikan kesehatan bagi pasien. Misalnya perawat menjelaskan
penyebab panas yang dialami pasien.
11. Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan teraupetik.
Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas.

2.2 Kepuasan Pasien


2.2.1 Pengertian Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien adalah keluaran dari layanan kesehatan. Dengan


demikian, kepuasan pasien menjadi salah satu dimensi mutu layanan
kesehatan (Pohan, 2007). Menurut Oliver dalam Suprayanto (2006)
mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapannya.
Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang
dirasakan dengan harapannya. Apabila kinerja dibawah harapan, maka
pelanggan akan merasa kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka
pelanggan merasa sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan
pelanggan akan sangat puas dengan pelayanan yang didapat. Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rasa puas atau kepuasan adalah
perasaan suka cita, senang, puasnya individu karena antara harapan dan
kenyataan dalam memakai produk atau jasa pelayanan yang diberikan
terpenuhi.
Sedangkan, kepuasan pasien adalah nilai subyektif terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan. Walaupun subyektif tetap ada dasar
objektifnya, artinya walaupun penilaian itu dilandasi oleh pengalaman
masa lalu, pendidikan, situasi psikis, dan pengaruh lingkungan. Tetap akan
didasari oleh kebenaran dan kenyataan objektif yang ada, tidak semata-
mata menilai buruk kalau memang tidak ada pengalaman yang
menjengkelkan, tidak semata-mata bilang baik bila memang tak ada
15

suasana yang menyenangkan yang dialami. (Restiana dan Ugung, 2013).


Kepuasan pasien juga adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul
sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah
pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. (Pohan,
Imbalo S, 2015).

2.2.2 Hak dan Kewajiban Pasien


Menurut Haliman dan St.Arif, 2012, Hak-hak pasien yang harus
diberikan oleh RS dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di RS
2. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan bebas
diskriminasi.
3. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
pofesi, standar mutu, dan standar prosedur operasional.
4. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi.
5. Mengajukan pengaduan atas tidak sesuainya kualitas pelayanannya
dan peraturan yang berlaku di RS.
6. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter
yang kompeten dan mempunyai Surat Izin Praktik (SIP), baik di
dalam maupun di luar RS.
7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di RS.
8. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita,
termasuk data-data medisnya.
9. Mendapat infomasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
16

10. Memberikan persetujuan atau menolak tindakan yang akan dilakukan


oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya, dan
sebagainya.

Sedangkan kewajiban pasien adalah sebagai berikut :

1. Pasien atau keluarganya wajb menaati segala peraturan dan tata


tertib yang ada di institusi kesehatan dan keperawatan yang
memberikan pelayanan kepadanya.
2. Pasien atau keluarga wajib untuk memberikan informasi yang
lengkap dan jujur tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter
atau perawat yang merawatnya.
3. Pasien atau keluarga yang bertanggung jawab terhadapnya
berkewajiban untuk menyesaikan biaya pengobatan, perawatan dan
pemeriksaan yang diterimanya selama perawatan.
4. Pasien atau keluarga wajib memenuhi segala sesuatu yang
diperlukan demi keberhasilan penegakan diagnosis dan pemberian
terapi yang adekuat sesuai dengan kesepakatan.

2.2.3 Indikator Kepuasan Pasien


Menurut Pohan, Imbalo S, 2015, kepuasan pasien dapat diukur
dengan indikator berikut :
1. Kepuasan Terhadap Akses Layanan Kesehatan
Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan di RS pada Tempat
Pendaftaran Pasien Rawat Jalan/Poli Klinik, akan dinyatakan oleh
sikap dan pengetahuan tentang :
a. Sejauh mana layanan kesehatan itu tersedia pada waktu antrian,
menunggu dan tempat saat dibutuhkan pelayanan.
b. Tempat/ruang pemeriksaan di poli terdiri dari ruang periksa
dokter, laboratorium, dan radiologi.
c. Kemudahan memperoleh layanan kesehatan, baik dalam keadaan
biasa ataupun keadaan gawat darurat.
17

d. Sejauh mana petugas kesehatan menjelaskan petunjuk pengobatan


dengan menggunakan bahasa/dialek yang dapat dipahami pasien.
e. Sejauh mana pasien mengerti bagaimana sistem layanan kesehatan
itu bekerja, keuntungan dan tersedianya layanan kesehatan.
2. Kepuasan Terhadap Mutu Layanan Kesehatan
Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan di RS pada Tempat
Pendaftaran Pasien Rawat Jalan/Poli Klinik, akan dinyatakan oleh
sikap terhadap :
a. Kompetensi teknik dokter dan atau profesi layanan kesehatan lain
yang berhubungan dengan pasien, seperti: ketanggapan petugas
kesehatan dalam membantu pasien yang baru datang, kesamaan
waktu dalam pemeriksaan dokter, penjelasan dokter
menyampaikan diagnosa, maupun kemampuan berkomunikasi
antara petugas dengan pasien.
b. Keluaran dari penyakit atau bagaimana perubahan yang dirasakan
oleh pasien sebagai hasil dari layanan kesehatan.
3. Kepuasan Terhadap Proses Layanan Kesehatan, Termasuk Hubungan
Antara Manusia.
Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan di RS pada Tempat
Pendaftaran Pasien Rawat Jalan/Poli Klinik, termasuk hubungan antara
manusia akan ditentukan dengan melakukan pengukuran :
a. Penilaian pasien terhadap ketersediaan layanan Puskesmas atau
Rumah Sakit, pemberian penjelasan atau informasi yang lengkap.
b. Sejauh mana petugas kesehatan memberikan kesempatan pasien
untuk bertanya-tanya dan menyampaikan keluhannya.
c. Proses menunggu dalam pengobatan, lalu persepsi tentang
perhatian/kepedulian dokter maupun profesi layanan kesehatan lain
d. Tingkat kepercayaan dan keyakinan terhadap dokter, dan tingkat
pengertian tentang kondisi atau diagnosis
e. Sejauh mana tingkat kesulitan untuk dapat mengerti nasihat dokter
dan atau rencana pengobatan.
18

4. Kepuasan Terhadap Sistem Layanan Kesehatan


Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan ditentukan oleh sikap
terhadap :
1) Fasilitas fisik dan fasilitas lain yang ada di ruang poli sudah
memadai.
2) Sistem penomoran antrian yang sesuai, pemberian pelayanan yang
sudah cepat dan tidak membeda-bedakan pasien
3) Sistem perjanjian, termasuk menunggu giliran, waktu tunggu,
pemanfaatan waktu selama menunggu, sikap mau menolong atau
kepedulian personel, mekanisme pemecahan masalah dan keluhan
yang timbul
4) Lingkup dan sifat keuntungan dan layanan kesehatan yang
ditawarkan.

2.2.4 Aspek Kepuasan Pasien


Kepuasan pasien meliputi empat aspek dibawah ini:

a. Kenyamanan
Dapat diuraikan dengan lokasi rumah sakit, kebersihan rumah sakit,
kenyamanan ruangan, makanan, dan peralatan ruangan.
b. Hubungan pasien dengan petugas rumah sakit
Dapat diuraikan pada sikap keramahan, komunikatif, responatif,
suportif, dan cekatan.
c. Kompetisi teknis petugas
Dapat diuraikan pada keberanian bertindak, pengalaman, gelar,
terkenal, dan kursus.
d. Biaya
Dapat diuraikan dengan mahalnya pelayanan, sebandingnya, terjangkau
tidaknya, ada tidaknya keringanan, dan kemudahan proses. Walaupun
demikian keempat hal ini tidak selamanya mudah dinilai dan
dipertanyakan (Sabarguna, Boy S, 2008 dalam Desi, 2016).
19

2.2.5 Klasifikasi Kepuasan


Menurtu Tjiptono dalam Sutriyo (2014) untuk mengetahui tingkat
kepuasan pelanggan di klasifikasikan dalam beberapa tingkat yaitu :
1. Exellent atau sangat puas 95%
2. Bagus atau puas 65%
3. Rata – rata atau netral 15 %
4. Jelek atau tidak puas 2%
5. Sangat Jelek atau sangat tidak puas 0%

2.2.6 Pentingnya Penilaian Kepuasan Pasien


Menurut Sabarguna, Boy S, dalam Desi (2016) penilaian kepuasan
pasien penting diketahui karena berikut ini :
1. Bagian dari mutu pelayanan
2. Kepuasan pasien merupakan bagian dari mutu pelayanan, karena upaya
pelayanan haruslah dapat memberikan kepuasan, tidak semata-mata
kesembuhan belaka.
3. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit
a. Pasien yang puas akan memberi tahu pada teman, keluarga dan
tetangga
b. Pasien yang puas akan datang lagi kontrol atau membutuhkan
pelayanan yang lain
c. Iklan dari mulut kemulut akan menarik pelanggan baru
4. Berhubungan dengan prioritas peningkatan pelayanan dalam dana yang
terbatas, peningkatan pelayanan harus selektif, dan sesuai dengan
kebutuhan pasien.
5. Analisis kuantitatif
Dengan bukti hasil survei berarti tanggapan tersebut dapat
diperhitungkan dengan angka kuantitatif tidak perkiraan atau perasaan
belaka, dengan angka kuantitatif memberikan kesempatan pada
berbagai pihak untuk diskusi.
20

2.2. Penelitian Terkait


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hajriani (2013) dengan judul
Hubungan Komunikasi Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Yang
Dirawat Di Ruang Perawatan Bedah RSUD Haji Makassar dengan Desain
yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Cara
pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling dengan
jumlah sampel sebanyak 46 responden. Didapatkan hasil dengan komunikasi
perawat baik, tingkat kepuasan 78,3% merasa puas dan yang kurang puas
hanya 4,3%, sedangkan yang mengatakan komunikasi perawat kurang baik
yakni 10,9% dan yang mengatakan puas hanya 6,5%. Nilai p = 0,001 < 0,05,
maka artinya H0 ditolak dan Ha diterima atau ada hubungan antara
komunikasi perawat dengan tingkat kepuasan pasien.
Hasil penelitian yang dilakukan Ardia Putra pada tahun 2013 dengan
Judul Hubungan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Pasien Di Ruang
Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Dengan hasil
penelitian menggunakan uji statistik chi square diperoleh nilai p-value =
0,000 < 0,05 dengan sampel sebanyak 78 orang menunjukan puas (35,9%)
dan tidak puas (64,1%) hasil menunjukan bahwa ada hubungan komunikasi
terapeutik dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap dengan kepuasan
pasien Di Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel
Abidin.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dian Liestriana, Sri Rejeki dan
Edy Wuryanto (2012) dengan judul Hubungan Komunikasi Terapeutik
dengann Kepuasan Pasien Paska Operasi Rawat Inap di Rumah Sakit Umum
daerah Kajen Kabupaten Pekalongan dengan hasil penelitian menggunakan
uji korelasi person product moment diperoleh p-value = sebesar 0,001 < 0,05
dengan jumlah sampel 32 orang hasil ini menunjukan ada hubungan yang
signifikan antara komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien paska
operasi di Rumah Sakit Umum daerah Kajen Kabupaten Pekalongan.
21

2.3. Kerangka Teori


Kerangka teori adalah suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam
suatu masalah tertentu. Kerangka yang disusun berdasarkan tinjauan pustaka.

Fase Komunikasi Terapeutik


Fase Prainteraksi
Fase Perkenalan/Orientasi
Fase Kerja Kepuasan
Fase Terminasi Pasien

Gambar 2.1
Sumber : (Endang dan Elisabeth, 2015)
Kerangka Teori Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat
Dengan Kepuasan Pasien Paska Operasi
2.4. Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent

Komunikasi Intrerpersonal Kepuasan Pasien Paska


(Komunikasi Terapeutik) Operasi

Gambar 2.2
Kerangka Konseptual Penelitian
2.5. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian (Notoatmodjo,
2012). Selain itu hipotesis adalah penjelasan sementara tentang tingkah laku,
gejala-gejala atau kejadian terjadi. Berdasarkan kerangka konsep dapat
dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah :

Ha :Ada Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Paska


Operasi Di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro
22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik dengan
pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (poin time
approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan
pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat
waktu yang sama (Sandu dan Ali, 2015). Penelitian ini akan melihat apakah
ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien paska
operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad Yani Metro Tahun 2018.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah
Ahmad Yani Metro Jalan Jendral Ahmad Yani Kec. Metro Timur,
Kota Metro
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan bulan Mei – Juli tahun 2018

3.3 Subyek Penelitian


3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti tersebut (Sandu dan Ali, 2015). Populasi dalam penelitian ini
adalah pasien paska operasi sedang - berat di Rumah Sakit Umum
Daerah Ahmad Yani Januari - Maret 2018. Adapun besar populasi
penelitian ini adalah 125 orang
23

3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Sandu dan Ali, 2015).
Menurut Notoatmodjo (2012), ada 2 cara dalam pengambilan sampel,
yaitu dengan cara probabilitas atau sering disebut cara acak (Random
sampling) dan cara Non-probabilitas/tidak accak (Non random
sampling). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik Purposive sampling yaitu salah satu teknik
sampling non random sampling dimana peneliti menentukan
pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri – ciri khusus yang
sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab
permasalahan penelitian. Pengambilan sampel didasarkan pada kriteria
sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
1) Pasien Paska Operasi Besar
2) Pasien perawatan hari pertama
b. Kriteria Ekslusi
1) Pasien yang tidak sadar
2) Pasien yang mengalami gangguan jiwa
3) Pasien yang tidak dapat diajak berkomunikasi dengan baik

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan


berdasarkan rumus pengambilan sampel, besarnya sampel yang di
butuhkan bagi ketepatan (accuary) dalam membuat perkiraan atau
estimasi dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

N
n=
N ( d2 ) +1
Keterangan :

n : Besar sampel

N : Besar populasi
24

d2 : tingkat penyimpangan yang di inginkan

Jumlah pasien paska operasi dari bulan Januari - Maret 2018


sebesar 125 orang. Peneliti menggunakan tingkat kepercayaan 0,05
sehingga didapat sampel sebesar

N
n=
N ( d2 ) +1

125
n=
125 ( 0,052 ) +1

125
n=
1.3125

n = 95,23 di bulatkan menjadi 95 orang/pasien

3.4 Variabel Penelitian


Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain). Dalam riset variabel
dikarakteristikan sebagai derajat, jumlah, dan perbedaan (Sugiyono, 2010).
3.4.1 Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan variabel
lain. Variabel dependen penelitian ini adalah kepuasan pasien paska
operasi.
3.4.2 Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan
variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
komunikasi terapeutik perawat.

3.5 Definisi Operasional


25

Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel yang


diamati/diteliti dari variabel tersebut perlu diberi batasan atau definisi
operasional. Definisi operasional bermanfaat untuk mengarahkan kepada
pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan
serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Sandu dan Ali, 2015).
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Hasil Ukur Skala


Ukur Ukur
a. Dependen
Kepuasan Perasaan suka cita, Kuesione Mengisi 0: Tidak Puas Ordinal
Pasien senang, puasnya r Kuesioner 1: Puas
individu karena
antara harapan dan
kenyataan dalam jasa
pelayanan yang
diberikan terpenuhi.
Apabila kinerja
dibawah harapan,
maka akan merasa
kecewa. Bila sesuai
harapan, akan
merasa puas (Oliver
dalam Suprayanto)
Variabel Definisi Operasional Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur Ukur
b. Independen
Komunikas Komunikasi Lembar Mengisi 0: kurang Ordina
i Teraupetik interpersonal yang Observas Lembar baik l
komunikasinya i Observasi 1: baik
direncanakan secara
sadar, bertujuan dan
kegiatannya
dipusatkan untuk
kesembuhan pasien
(Indrawati dalam
Endang dan
Elisabeth)
26

3.6 Etika penelitian


Penelitian ini menggunakan obyek manusia yang memiliki kebebasan
dalam menentukan dirinya maka peneliti harus memahami hak dasar manusia.
Pada penelitian ini menjunjung tinggi prinsip etika penelitian yang merupakan
standar etika dalam melakukan penelitian sebagaimana dikemukakan sebagai
berikut:
1. Prinsip manfaat
Prinsip ini mengharuskan peneliti untuk memperkecil resiko dan
memaksimalkan manfaat. Penelitian terhadap manusia diharapkan dapat
memberikan manfaat untuk kepentingan manusia secara individu maupun
masyarakat secara keseluruhan prinsip ini meliputi hak untuk
mendapatkan perlindungan dari kejahatan dan kegelisahan dan hak untuk
mendapatkan perlindungan dari eksploitasi.
2. Prinsip menghormati martabat manusia meliputi:
a. Hak untuk menentukan pilihan
Yaitu hak untuk memutuskan dengan sukarela apakah ikut ambil
bagian dalam suatu penelitian tanpa resiko yang merugikan. Hak ini
meliputi hak untuk pertanyaan, mengungkapkan keberatan, dan
menarik diri.
b. Hak mendapatkan data yang lengkap
Menghormati martabat manusia meliputi hak-hak masyarakat untuk
memberi informasi, keputusan sukarela tentang keikutsertaan penelitian
yang memerlukan ungkapan data lengkap.
3. Prinsip keadilan
Prinsip ini bertujuan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia dengan
menghargai hak-hak memberikan perawatan secara adil, dan hak untuk
menjaga privasi manusia. Masalah etika yang harus diperhatikan dalam
antara lain:
a. Mengaplikasikan informed consent. Informerd consent diberikan
sebelum penelitian dilakukan. Informasi yang harus ada dalam
informed consent tersebut antara lain : partisipasi pasien, tujuan
27

dilakukan tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur


pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat,
kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain.
b. Tidak mencantumkan nama (Anonymity) responden pada lembar
observasi. Hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang akan disampaikan.
c. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh
peneliti (confidentiallity).

3.7 Pengumpulan Data


3.7.1 Instrumen penelitian
Alat pengumpulan data adalah suatu alat-alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data. Alat pengumpulan data ini dapat berupa kuesioner
atau formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data (Notoatmodjo,
2012). Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan kuesioner yang diambil dari kuesioner penelitian
sebelumnya yang sudah dinyatakan valid dan reliabel.

3.7.2 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dimulai dengan pembuatan izin penelitian yang
dibuat oleh institusi pendidikan terhadap lokasi yang akan diteliti.
Selanjutnya, di mulai dengan pembuatan kuesioner oleh peneliti. Apabila
responden bersedia maka peneliti menyerahkan lembar informed consent
untuk diisi oleh pasien, sebagai tanda bukti persetujuan. Setelah
menyetujui pada lembar informed consent, maka peneliti menyerahkan
lembar kuesioner untuk kemudian disi oleh responden. Disini peneliti
dibantu oleh teman-teman institusi untuk membagikan kuesioner kepada
responden. Kuesioner yang dibagikan langsung diisi oleh responden,
setelah responden mengisi semua pertanyaan dan pernyataan yang ada,
lalu kuesioner dikumpulkan. Oleh peneliti kuesioner yang sudah diisi oleh
responden diperiksa kembali apakah sudah benar-benar terisi semua. Dan
kemudian dilakukan penilaian oleh peneliti pada saat itu juga.
28

3.7.3 Pengukuran variabel penelitian


Pengukuran variabel penelitian dalam penelitian ini adalah dengan
meihat hasil penilaian kuisioner yang telah diisi oleh responden.

3.8 Pengolahan dan Analisis Data


3.8.1 Pengolahan Data
Notoatmodjo (2012) setelah data terkumpul melalui angket atau
kuisioner, maka dilakukan pengolahan data secara komputer dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Editing
Tahap seleksi data (editing), dalam tahap awal ini kegiatannya
adalah untuk meneliti pengisian setiap kuisioner/lembar checklist yang
telah diisi, menyangkut kelengkapan data, konsistensi dan relevensi dari
jawaban. Pada tahap ini peneliti melakukan seleksi terhadap data yang
diperoleh dalam penelitian untuk menyaring kemungkinan terdapat
kekeliruan.
b. Coding
Tahap pemberian kode (coding). Setelah tahap editing, selanjutnya
peneliti memberikan kode tertentu pada tiap-tiap data yang terkumpul,
untuk lebih memudahkan dalam melakukan analisis data. Kepuasan
Pasien dikelompokan ke dalam 2 kategori, bila :
1) Bila merasa tidak puas diberi kode 0
2) Bila merasa puas diberi kode 1
Komunikasi Terapeutik Perawat dikelompokan ke dalam 2 kategori,
bila :
1) Bila komunikasi kurang baik diberi kode 0
2) Bila komunikaksi baik diberi kode 1
c. Entrying
Tahap entering, yaitu tahap memasukkan data yang telah di
editing dan di coding ke dalam komputer.
29

d. Cleaning
Tahap pembersihan (cleaning), tahap ini merupakan tahap
pemeriksaan kembali seluruh data yang telah dientry, agar dapat
memperbaiki kesalahan-kesalahan.
e. Tabulating
Tahap pengelompokan data (tabulating). Pada tahap ini, jawaban-
jawaban dari responden dikelompokkan dengan teliti dan teratur lalu
dihitung dan dijumlahkan, kemudian dituliskan dalam bentuk tabel-
tabel.

3.8.2 Analisa Data


1. Analisis univariat
Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoadmodjo, 2010).
Analisis univariat dilakukan terhadap masing-masing variabel
penelitian dengan melakukan distribusi frekuensi dan persentase dari
tiap variabel:
1) Kepuasan Pasien Paska Operasi
2) Komunikasi Terapeutik Perawat
2. Analisis Bivariat
Setelah dilakukan analisis univariat hasilnya diketahui
karakteristik atau distribusi setiap variabel dan dapat dilanjutkan
analisis bivariate. Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau korelasi (Notoadmodjo, 2010).
Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau kolerasi (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini
analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan komunikasi
teraupetik dengan kepuasan pasien pasca operasi. Analisis ini
menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95 % dengan
menggunakan komputerisasi program ( Hastono dalam Oktavia 2015).
30

Interprestasi

1. Tentukan batasan kritis  (0,05).


2. Dengan nilai hitung df, tentukan nilai p value pada tabel chi square
3. Jika p value ≤  (0,05), Ho ditolak, sampel mendukung adanya
hubungan yang bermakna (signifikan).
4. Jika p value ≥  (0,05), Ho diterima, sampel tidak mendukung
adanya hubungan yang bermakna (signifikan)
31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1 Sejarah Singkat RSUD Jend. Ahmad Yani Metro
Rumah Sakit Umum Daerah Jenderal Ahmad Yani, adalah semula
Rumah Sakit milik Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah, yang
kemudian aset tanah dan bangunan pada bulan Januari 2002 berdasarkan
SK Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah
Nomor : 188.342/IV/07/2002, diserahkan kepada pemerintah Daerah Kota
Metro.
Pada tahun 2003 RSUD Jend. A. Yani sebagai salah satu lembaga
organisasi layanan publik dibawah Kepemerintahan Kota Metro dengan
fungsi peranan lembaga teknis Daerah disamping memiliki keterkaitan
struktural juga mempunyai kewenangan, otonomi seperti yang
diamanatkan oleh Undang-undang No.32 tahun 2004, yang secara
subtantial dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang
bermutu kepada masyarakat di Kota Metro dan sekitarnya.
Pada tanggal 28 Mei tahun 2008 berdasarkan Kepmenkes RI No :
494/MENKES/SK/V/2008, Rumah Sakit Umum Daerah Jend. A. Yani 
meningkat kelasnya yaitu dari kelas C menjadi kelas B yang memiliki
jumlah tempat tidur rawat inap 212.
Berdasarkan   Perda Kota Metro No. 7 Tahun 2008 bahwa RSUD
Jend. A. Yani merupakan Lembaga Teknis Daerah namun pada tanggal 30
Desember 2010 dengan Peraturan Walikota Metro NO :
343/KPTS/RSU/2010, RSUD Jend. A. Yani ditetapkan sebagai Instansi
Pemerintah Kota Metro yang menerapkan PPK-BLUD (Pembantu
Pelayanan Kesehatan – Bantuan Layanan Umum Daerah)
32

4.1.2 Visi & Misi


1. Visi
Visi RSUD Jend. Ahmad Yani Metro didasarkan pada hasil
aspirasi dan partisipasi pejabat serta pegawai yaitu: ”Rumah Sakit
Unggulan kebanggaan masyarakat Kota Metro 2017”
2. Misi
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan paripurna
b. Menyelenggarakan produk pelayanan unggulan
c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
d. Meningkatkan sistem manajemen kuangan, informasi dan promosi
serta sistem pemasaran menuju BLUD (Bantuan Layanan Umum
Daerah ) yang mandiri.

4.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi


RSUD Jend A. Yani merupakan Instansi Daerah dari Pemerintah
Kota Metro yang dibentuk berdasarkan Perda Kota Metro Nomor 03 tahun
2003 adalah unsur pelaksana daerah yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Walikota Metro dan diperbaharui
dengan Perda Kota Metro No. 7 Tahun 2008 bahwa RSUD Jend. A. Yani
merupakan Lembaga Teknis Daerah namun pada tanggal 30 Desember
2010 dengan Peraturan Walikota Metro NO : 343/KPTS/RSU/2010,
RSUD Jend. A. Yani ditetapkan sebagai Instansi Pemerintah Kota Metro
yang menerapkan PPK-BLUD. Berdasarkan Keputusan Walikota Metro
tentang Tugas Pokok, tugas pokok RSUD Jend, A. Yani adalah
melaksanakan urusan rumah tangga Pemerintah Kota Metro dalam bidang
pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan rujukan dan
melaksanakan tugas-tugas pengobatan, pemeriksaan kesehatan, perawatan,
bimbingan dan latihan, pemulihan kesehatan, rehabilitasi kesehatan dan
semua pelayanan dibidang kesehatan.
33

4.1.4 Sarana dan Prasarana


Lokasi Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro berada di jalan
Jenderal Ahmad Yani Metro dengan sarana dan prasarana sebagai berikut:

1) Unit penyakit dalam 11) Unit Rawat Jalan


2) Unit bedah 12) Unit Rehabilitasi Medik
3) Unit penyakit anak 13) Unit Rediologi
4) Unit Kebidanan 14) Unit Gawat Darurat
5) Unit Penyakit THT 15) Instalasi Farmasi
6) Unit Penyakit Mata 16) Instalasi Gizi
7) Unit Penyakit Syaraf 17) Instalasi Pemeliharaan Sarana
8) Unit Anastesi Rumah Sakit
9) Unit Penyakit Kulit 18) Instalasi Laboratorium
dan Kelamin 19) Unit Administrasi
10) Unit Kesehatan Gigi 20) Paviliun
dan Mulut 21) Musholla

4.2 Hasil Penelitian


4.2.1 Karakteristik Pasien
1. Distribusi Usia Pasien Berdasarkan Usia
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia
di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro Tahun 2018
Minimum-
Karakteristik Mean SD CI; 95%
Maksimum

Usia 45,34 12,956 24-67 42,70-47,98

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata usia


pasien adalah 45,34 tahun dengan standar deviasi 12,956. Usia paling
muda adalah 24 tahun dan paling tua adalah 67 tahun.
34

2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Berdasarkan
Jenis Kelamin di RSUD Jend. Ahmad Yani
Metro Tahun 2018
Presentase
No Jenis Kelamin Frekuensi
(%)
1 Laki-laki 59 62,1
2 Perempuan 36 37,9
  Jumlah 95 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar


pasien adalah laki-laki yaitu sebanyak 59 orang (62,1%) dan
perempuan sebanyak 36 orang (37,9%).

4.2.2 Analisis Univariat


1. Deskripsi Komunikasi Terapeutik Perawat
Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan data, didapatkan
distribusi komunikasi terapeutik perawat di RSUD Jend. Ahmad Yani
Metro tahun 2018 sebagaimana diuraikan di bawah ini:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Gambaran Komunikasi Terapeutik
Perawat di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro
Tahun 2018
Komunikasi Terapeutik Presentase
No Frekuensi
Perawat (%)
1 Baik 63 66,3
2 Kurang baik 32 33,7
  Jumlah 95 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dijelaskan sebagian besar pasien


menyatakan bahwa komunikasi terapeutik perawat di RSUD Jend.
Ahmad Yani Metro termasuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 63
orang (66,3%), dan 32 orang (33,7%) lainnya yang menyatakan kurang
baik.
35

2. Deskripsi Kepuasan Pasien Paska Operasi

Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan data maka


didapatkan deskripsi kepuasan pasien paska operasi sebagaimana
diuraikan di bawah ini :
Tabel 4.4 Distribusi Kepuasan Pasien Paska Operasi
Di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro
Tahun 2018
Kepuasan Pasien Presentase
No Frekuensi
Paska Operasi (%)
1 Puas 62 65,3
2 Kurang puas 33 34,7
  Jumlah 95 100

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa dari 95 pasien,


sebagian besar menyatakan puas terhadap komunikasi terapeutik
perawat yaitu sebanyak 62 orang (65,3%) dan selebihnya yaitu 33
orang (34,7%) menyatakan kurang puas.

4.2.3 Analisis Bivariat

Setelah didapatkan data distribusi pada variabel independen dan


variabel dependen, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan
menggunakan analisis bivariat. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui
hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien paska
operasi di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro tahun 2018. Analisis bivariat
ini diuji dengan menggunakan uji chi square (2), tingkat kemaknaan 5%
( 0,05). Adapun hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada uraian di
bawah ini.

Tabel 4.5 Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan


Pasien Paska Operasi di RSUD Jend. Ahmad Yani
36

Metro Tahun 2018


Kepuasan Pasien
Komunikasi Paska Operasi Jumlah p-value
Terapeutik Puas Kurang Puas
n % n % N %
Baik 48 76,2 15 23,8 63 100
0,004
Kurang baik 14 43,8 18 56,3 32 100
Jumlah 40 58,8 28 41,2 95 100

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa dari 63 pasien paska operasi


yang menilai komunikasi terapeutik perawat termasuk kategori baik
sebagian besar merasa puas dengan pelayanan yang didapatkan yaitu
sebanyak 48 orang (76,2%) dan 15 orang (23,8%) merasa kurang puas.
Sedangkan dari 32 pasien paska operasi yang menilai komunikasi
terapeutik perawat termasuk kurang baik ditemukan sebanyak 14 orang
(43,8%) yang merasa puas dan sebagian besar merasa kurang puas yaitu
sebanyak 18 orang (56,3%). Pada hasil uji statistik menggunakan chi
square continuity correction didapatkan p-value= 0,004 (p< 0,05) maka
secara statistik diyakini terdapat hubungan bermakna antara komunikasi
terapeutik perawat dengan kepuasan pasien paska operasi.

4.3 Pembahasan
1. Komunikasi Terapeutik Perawat
Berdasarkan tabel 4.3 dari 95 pasien diketahui bahwa sebagian
besar pasien menyatakan bahwa komunikasi terapeutik perawat di
RSUD Jend. Ahmad Yani Metro termasuk dalam kategori baik yaitu
sebanyak 63 orang (66,3%).
Komunikasi merupakan suatu proses dimana individu
menyampaikan informasi, ide – ide dan sikapnya kepada orang lain.
Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup, saling
berhubungan satu sama lain (Endang dan Elisabeth, 2015). Perawat
yang berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu melakukan
perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya
masalah-maslah legal yang berkaitan dengan proses keperawatan.
37

Selain itu, ketrampilan berkomunikasi secara efektif dan


melakukan konseling yang baik kepada pasien juga menentukan
kualitas pelayanan (Endang dan Elisabeth, 2015).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hajriani (2013) di Ruang Perawatan Bedah RSUD Haji Makassar
yang menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah yang
mengatakan komunikasi perawat baik yakni 38 (82,6%) sedangkan
yang mengatakan komunikasi perawat kurang hanya 8 (17,4%)
responden.
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar pasian paska operasi mengatakan
komunikasi yang terjalin antara perawat dengan pasien termasuk baik.
Dengan demikian maka komunikasi tersebut dapat menjadi salah satu
faktor yang berperan terhadap meningkatkan kepuasan pasien. Karena
komunikasi yang baik akan memberikan kepuasan tersendiri oleh
pasien yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kepuasan pasien
terhadap pelayanan yang ada dirumah sakit, terutama dalam pelayanan
keperawatan.

2. Kepuasan Pasien Paska Operasi


Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa dari 95 pasien, sebagian
besar menyatakan puas terhadap komunikasi terapeutik perawat yaitu
sebanyak 62 orang (65,3%).
Kepuasan pasien merupakan suatu tingkat perasaan yang timbul
sebagai akibat kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya setelah
pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Pasien
baru akan merasa puas apabila kinerja pelayanan kesehatan yang
diperolehnya sama atau melebihi dari apa yang menjadi harapannya
dan sebaliknya. Ketidakpuasan akan timbul atau perasaan kecewa
pasien akan terjadi apabila kinerja pelayanan kesehatan yang di
38

perolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya (Pohan, 2003 dalam


Dian, Sri dan Edy, 2012).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hajriani (2013) di
Ruang Perawatan Bedah RSUD Haji Makassar yang menunjukkan
bahwa responden terbanyak adalah yang mengatakan puas yakni 39
responden (84,8%) dibandingkan dengan yang kurang puas hanya 7
responden (15,2%).
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa mayoritas pasien paska operasi merasa puas
dengan komunikasi terapeutik perawat, artinya kepuasan tersebut dapat
muncul karena perawat telah mampu menciptakan komunikasi yang
baik dengan pasien dan telah mampu menumbuhkan rasa empati pada
pasien.

4.3.1 Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien


Paska Operasi
Berdasarkan tebel 4.5 menunjukan bahwa dari 63 pasien paska
operasi yang menilai komunikasi terapeutik perawat baik yang merasa
puas yaitu sebanyak 48 orang (76,2%) dan 15 orang (23,8%) merasa
kurang puas. Sedangkan dari 32 pasien paska operasi yang menilai
komunikasi terapeutik perawat kurang baik ditemukan sebanyak 14
orang (43,8%) merasa puas dan yang merasa kurang puas yaitu
sebanyak 18 orang (56,3%). Pada hasil uji statistik menggunakan chi
square continuity correction didapatkan p-value= 0,004 (p< 0,05)
maka secara statistik diyakini terdapat hubungan yang bermakna antara
komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien paska operasi.
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal, yaitu
komunikasi yang direncanakan secara sadar dan tujuan kegiatannya
difokuskan untuk penyembuhan pasien, untuk itu proses
komunikasinya dibagun berdasarkan hubungan saling percaya pasien
dan keluarganya (Indrawati, 2003 dalam Endang dan Elisabeth, 2015).
39

Tujuan komunikasi terapeutik sendiri adalah membantu pasien


untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal-hal yang dilakukan, mengurangi keraguan,
membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif, mempengaruhi
orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan
derajat kesehatan serta mempercepat hubungan atau interaksi antara
klien dengan tenaga kesehatan secara profesional dan proporsional
dalam rangka penyembuhan. Komunikasi terapeutik yang baik akan
memberikan kepuasan tersendiri oleh pasien, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan di
rumah sakit (Mahendro, 2017).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Putra (2013) tentang hubungan komunikasi terapeutik dengan
kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Zainoel Abidin dimana pada hasil analisis menggunakan uji
statistik chi square diperoleh nilai p-value = 0,000 < 0,05, artinya ada
hubungan komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien. Penelitian
yang dilakukan oleh Wuryanto (2012) dengan judul hubungan
komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien paska operasi Rawat
Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kajen Kabupaten Pekalongan
juga menunjukkan bahwa pada hasil uji korelasi person product
moment diperoleh p-value = sebesar 0,001 < 0,05 artinya, ada
hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik dengan
kepuasan pasien paska operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kajen
Kabupaten Pekalongan.
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian di atas dapat dijelaskan
bahwa komunikasi terapeutik perawat merupakan salah satu faktor
penting dalam meningkatkan kepuasan pasien dimana dari hasil
analisis menunjukkan adanya kecenderungan pasien yang merasa puas
menilai komunikasi terapeutik perawat dalam kategori baik demikian
40

juga sebaliknya dimana komunikasi perawatan yang kurang baik maka


akan menurunkan tingkat kepuasan pasien. Salah satu sumber daya
yang paling banyak menyumbang pendukung kepuasan pasien adalah
perawat. Hal ini dapat terjadi karena perawat merupakan tenaga
kesehatan yang paling lama dan sering berinteraksi dengan pasien,
sehingga komunikasi perawat dengan pasien memegang peranan
penting dalam meningkatkan mutu pelayanan yang dapat menciptakan
kepuasan pasien. Peranan komunikasi terapeutik perawat memberikan
pengaruh besar untuk menentukan kualitas pelayanan karena
perawatlah sebagai ujung tombak pelayanan terhadap pasien dan
keluarganya.
Pada penelitian ini juga ditemukan adanya pasien yang menilai
komunikasi perawat termasuk dalam kategori baik namun pasien
merasa kurang puas. Hal ini dapat terjadi karena komunikasi dapat
menjadi tidak efektif jika terjadi kesalahan dalam menafsirkan pesan
yang diterimanya. Kesalahan dalam menafsirkan pesan bisa
disebabkan karena persepsi yang berbeda antara pasien satu dengan
pasien lainnya, jika kesalahan penerimaan pesan terus menerus terjadi
dapat berakibat pada ketidakpuasan pasien. Dengan demikian, maka
untuk menciptakan persepsi yang baik, perawat perlu membina
hubungan saling percaya saat berinteraksi dengan pasien sehingga
dapat membawa kenyamanan bagi pasien yang pada akhirnya dapat
menciptakan kepuasan pasien serta dapat meningkatkan kualitas
pelayanan.

4.4 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun


demikian masih memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya:
1. Pada penelitian ini, peneliti baru dapat mengangkat satu variabel penelitian
pelayanan keperawatan sehingga perlu adanya penelitian tidak lanjut untuk
41

menganalisis berbagai faktor lain yang mungkin berhubungan dengan


kepuasan pasien paska operasi.
2. Pada penelitian ini, penelitian tidak menganalisis variabel counfounding
(pengganggu) sehingga tidak dapat mengontrol perubahan variabel
dependen dari variabel-variabel lain diluar dari variabel penelitian.
3. Pada penelitian ini, analisis data dilakukan menggunakan data kategorik
sehingga tidak dapat menjelaskan arah korelasi dan kekuatan hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen.
42

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pada bab sebelumnya maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Komunikasi teraupetik perawat menunjukan sebagian besar termasuk
dalam kategori baik yaitu sebanyak 63 orang (66,3%).
2. Kepuasan pasien menunjukan sebagian besar menyatakan puas terhadap
komunikasi teraupetik perawat yaitu sebanyak 62 orang (65,3%).
3. Terdapat hubungan antara komunikasi teraupetik perawat dengan
kepuasan pasien paska operasi (p-value= 0,004 < 0,05).
4. Keluhan ketidakpuasan pasien sebagian besar terjadi karena perawat tidak
memperkenalkan diri dan tidak menawarkan bantuan kepada pasien.

5.2 Saran
1. Bagi pasien paska operasi hendaknya dapat berinteraksi dengan perawatan
guna mendapatkan informasi terkait dengan tindakan keperawatan yang
diberikan serta informasi lainnya misalnya tindakan ataupun perawatan
pasca operasi yang dapat dilakukan secara mandiri di rumah.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat hendaknya menerapkan
komunikasi teraupetik antara perawat – pasien sesuai dengan tindakan
keperawatan yang dilakukan sehingga dapat terjadi hubungan saling
percaya guna menciptakan kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan.
3. Bagi penelitian lain yang ingin melakukan penelitian yang berhubungan
dengan kepuasan pasien hendaknya dapat mengambil variabel lain yang
mungkin berperan terhadap kepuasan pasien seperti kualitas pelayanan
menyangkut fasilitas atau sarana dan prasarana rumah sakit.
4. Bagi RSUD Ahmad Yani Metro hendaknya menghimbau kepada perawat
yang bertugas untuk memperkenalkan diri sebelum melakukan tindakan
dan menawarkan bantuan kepada pasien tanpa diminta.
43

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz. 2012. Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan


Keperawatan Prima Di Rsup Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012. [online].
(http://repo.unand.ac.id/127/1/Respiratory.pdf) [22 April 2018].

Ardia Putra. 2013. Hubungan Komunikasi Teraupetik Perawat Dengan Kepuasan


Pasien Di Ruang Rawat Inap rumah Sakit Umum Daerah Dr.Zainoel
Abidin.
[online].http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JIK/article/download/4997/4250)
[04 April 2018]

Desi Maya Sari. 2016 Hubungan Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan Tingkat
Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di Ruang Poli Klinik Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Poltekkes Kemenkes
Tanjung Karang
Dian.L, Sri.R dan Edy Wuryanto 2012. Hubungan Komunikasi Teraupetik
Dengan Kepuasan Pasien Pasca Operasi Rawat Inap Di RSUD Kajen
Kabupaten Pekalongan [online].
(http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/FIKkeS/article/viewFile/1859/1901.p
df) [25 Maret 2018].

Endang Purwoastuti dan Elisabeth Siwi Walyani. 2015. Komunikasi dan


Konseling Kebidanan. Yogyakarta: Paper Plane

Ganiem, Leila Mona. 2018. Komunikasi Kedokteran Kontek Teoritis dan Praktis.
Depok: 2018

Hajriah. 2013. Hubungan Komunikasi Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien


Yang Dirawat Di Ruang Perawatan Bedah RSUD Haji Makassa. Fakultas
Keperawatan UIN Alauddin Makassar

Herlambang, Susatyo. 2016. Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit.


Yogyakarta: Gosyen Publishing

Mahendro Prasetyo Kusumo 2017. PengaruhKomunikasi Teraupetik Perawat


Terhadap Kepuasan Pasien Di Rawat Jalan RSUD Jogja [online].
(http://media.neliti.com/media/publications/113591-ID-hubungan-
komunikasi-teraupetik-perawat-t.pdf) [25 Maret 2018].
44

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Oktavia, Nova. 2015. Sistematika Penulisan Karya Ilmiah. Yogyakarta:


Deepublish
Pohan, Imbalo.S. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC

Pohan, Imbalo.S. 2015. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC

Restiana N.I dan Ugung Dwi. A.W. 2014. Pengaruh Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pada Pasien Rawat Inap Jamkesmas Di Rsud
Banyumas. [online].
(http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php.PSYCHOIDEA/article/view/51
5.pdf) [11 April 2018].

Rusdaiana 2014. Studi Tentang Pelayanan Perawat Terhadap Kepuasan Pasien


Di Ruang Rawat Inap Mawar Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda [online]. (http://ejournal.sos.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2014/10/02_format_artikel_ejournal_mulai_hlm_genap
%20(2)%20(10-28-14-08-20-15).pdf) [03 April 2018].

SR. Diana, Asrin Wahyu 2006. Hubungan Pengetahuan Komunikasi Teraupetik


Terhadap Kemampuan Komunikasi Perawat Dalam Melaksanakan
Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit Elisabeth Purwokerto [online].
(http://media.neliti.com/media/publications/108239-ID-hubungan-
pengetahuan-komunikasi-teraupetik.pdf) [04 Januari 2018].

Sudarso, Andriasan. 2016. Manajemen Pemasaran Jasa. Yogyakarta: deepublish

Sugiyono. 2010. Statitiska untuk Penetilitan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sutriyo. W. 2014. Hubungan Komunikasi Teraupetik Perawat dengan Kepuasan


Pasien Rawat Inap di Ruang Rawat Bougenvil Rumah Sakit Urip
Sumoharjo.

Anda mungkin juga menyukai