Anda di halaman 1dari 15

Referat

RETINOPATI PREMATURITAS (ROP)

Oleh :
Ayu Anisa, S.Ked
Deby Andita, S.Ked
Lintang Dwi Utari, S.Ked
Rafika Rahmi, S.Ked
Wina Astari Putri, S.Ked
Yesti Hana Wiliya Siregar, S.Ked
Yunita Aria Ningsih, S.Ked

Pembimbing :

dr. Yulia Wardany, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2018
2

BAB I

PENDAHULUAN

Retinopati prematuritas (ROP) merupakan pertumbuhan abnormal


pembuluh darah retina pada bayi prematur. 1 Peningkatan jumlah bayi prematur yang
bertahan hidup akibat kemajuan perawatan neonatus telah meningkatkan jumlah bayi
yang berpeluang mengalami retinopati prematuritas. Retinopati prematuritas
merupakan penyebab kebutaan terbesar pada neonatus diseluruh dunia.2
Setiap tahunnya di Amerika Serikat, sekitar 14.000 bayi prematur
dipengaruhi oleh ROP. Retinopati prematuritas terjadi pada 66% bayi dengan berat
lahir 1.250 gram atau kurang dan pada 82% bayi dengan berat lahir kurang dari 1.000
gram. Meskipun intervensi medis telah dilakukan dengan tepat, sebanyak 400 hingga
600 bayi setiap tahun di Amerika Serikat mengalami kebutaan secara hukum yang
disebabkan oleh ROP.3
Skrining berupa pemeriksaan mata yang dilakukan dalam beberapa minggu
setelah kelahiran oleh dokter mata dapat mendeteksi ROP dan mencegah terjadinya
kebutaan. Namun skrinning tersebut masih jarang dilakukan di negara berkembang
seperti India dan Cina yang memiliki jumlah kelahiran prematur tertinggi di dunia
sehingga berdampak pada tingginya kasus ROP.4 Oleh sebab itu, diperlukan
pemahaman yang lebih baik tentang patogenesis ROP, kepatuhan terhadap pedoman
skrining dan evolusi pilihan pengobatan untuk mengurangi jumlah komplikasi yang
mengancam penglihatan.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 RETINA
Perkembangan retina dimulai pada minggu ke 16 kehamilan, dimana
sebelumnya tidak terdapat pembuluh darah pada retina. Pembentukan vaskuler
dimulai dari diskus optikus ke arah perifer secara sentrifugal dan mencapai ora serata
nasal pada usia kehamilan 8 bulan (36 minggu), lalu mencapai ora serata temporal
pada 1-2 bulan kemudian ( usia kehamilan 40 minggu).5

Bagian mata mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya disebut


retina. Retina terdiri atas beberapa lapisan diantaranya epitel pigmen, lapisan
fotoreseptor, membran limitan eksterna, lapisan nukleus luar, lapisan pleksiform luar,
lapisan nukleus dalam, lapisan pleksiform dalam, lapisan sel ganglion, lapisan serabut
saraf dan membran limitan interna. Empat lapisan luar retina adalah lapisan yang
avaskuler, lapisan–lapisan tersebut di perdarahi oleh arteri siliaris anterior dan
posterior. Enam lapisan dalam retina mendapatkan vaskularisasi dari arteri sentral
retina yang merupakan cabang dari arteri oftalmika. Retina terdiri atas dua bagian
yaitu, pole posterior dan retina perifer. Pada pole posterior terdapat diskus optikus
fovea dan macula lutea.6 Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui fungsi
retina ialah tajam penglihatan, penglihatan warna, lapang pandang, elektroretinografi.

2.2 DEFINISI
Retinopati prematuritas merupakan penyebab kebutaan terbesar pada neonatus
diseluruh dunia.2 Retinopati prematuritas (ROP) merupakan pertumbuhan abnormal
pembuluh darah retina pada bayi prematur.1 Proliferasi abnormal pada retina bilateral,
terjadi pada bayi prematur dengan berat lahir rendah yang mendapat paparan oksigen
tinggi. Peningkatan jumlah bayi prematur yang bertahan hidup akibat kemajuan
perawatan neonatus telah meningkatkan jumlah bayi yang berpeluang mengalami
retinopati prematuritas. Dahulu, penyakit ini dikenal sebagai Retrolental fibroplasia.6
4

2.3 EPIDEMIOLOGI
Kejadian retinopati prematuritas dengan bayi berat badan lahir kurang dari
1250 gram dilaporkan terjadi pada 50-70% di Amerika Serikat. Meskipun intervensi
medis telah dilakukan dengan tepat, sebanyak 400 hingga 600 bayi setiap tahun di
Amerika Serikat mengalami kebutaan secara hukum yang disebabkan oleh ROP. 3
Prevalensi retinopati prematuritas di Korea mencapai 20,7% (88 dari 425 bayi
prematur). Penelitian yang dilakukan di Singapura juga didapatkan prevalensi
retinopati prematuritas sebanyak 29,2% (165 dari 564 bayi lahir berat rendah). Pada
studi observasional yang membandingkan karateristik bayi dengan ROP pada negara
berkembang dan maju di Inggris dilaporkan, rerata berat badan bayi lahir di negara
maju ialah 737-763 gram sedangkan negara berkembang sekita 903-1527 gram.8

2.4 ETIOPATOGENESIS
Pada kondisi normal, pembuluh darah mulai tumbuh saat usia 16 minggu
masa gestasi. Pembuluh darah berkembang dari diskus optikus menuju ora serata.
Pembuluh darah akan mencapai daerah nasal pada usia 8 bulan kehamilan dan daerah
temporal setelah bayi lahir. Bila bayi lahir secara prematur, sebelum pertumbuhan
pembuluh darah mencapai tepi retina, maka pertumbuhan pembuluh darah yang
normal dapat terhenti sehingga bagian tepi retina yang tidak ditumbuhi pembuluh
darah tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup. Keadaan ini dapat terjadi
pada bayi prematur yang mendapat terapi oksigen. Efek oksigen pada pembuluh
darah retina imatur terjadi dalam dua tahap: (1) Tahap primer atau fase
vasokonstriktif : Tahap ini terjadi selama paparan hiperoksia dan terjadi supresi pada
pembuluh darah retina bagian anterior. Tahap ini menyebabkan penekanan pada
faktor pertumbuhan endotel vaskular; dan (2) Fase sekunder atau fase
vasoproliferatif: Tahap ini terjadi saat bayi sudah tidak lagi menggunakan terapi
oksigen yang menyebabkan bagian tepi retina akan mengirimkan sinyal ke daerah
retina yang lain untuk mecukupi kebutuhan oksigen dan nutrisinya sehingga terjadi
dilatasi dan pembelokan pembuluh darah yang lebih besar dengan neovaskularisasi
dan proliferasi pembuluh darah baru ke dalam vitreous yang dapat menyebabkan
5

tarikan pada retina sampai terlepasnya retina.4 Hal ini disebabkan karena adanya
peningkatan faktor pertumbuhan endotel vaskular secara tiba-tiba. Faktor risiko
terjadinya ROP terdapat pada keadaan berikut:4,7
1. Usia kehamilan
2. Berat badan lahir yang sangat rendah
3. Sepsis
4. Distress pernafasan
5. Pernafasan berhenti (Apneu)
6. Tranfusi darah
7. Terapi oksigen berkepanjangan
8. Saturasi O2 tidak stabil
9. Defisiensi Vitamin E
10. Paparan sinar UV pada mata bayi

2.5 KLASIFIKASI
Klasifikasi retinopati prematuritas oleh International Classification of ROP
(ICROP) tahun 1984 membagi retina dalam tiga zona. Lokasi dinyatakan dengan
zona, luasnya lesi dinyatakan berdasarkan luas daerah dalam jam (Clock Hours),
sedangkan progresifitas ( kelainan vaskuler ) dinyatakan dengan stadium (staging).4
Berdasarkan lokasi ditemukan ROP, maka retina dibagi menjadi 3 zona (dapat dilihat
pada gambar 1) yaitu : 4

1. Zona I : Retina posterior berupa lingkaran radius 60, dengan papil optik
sebagai pusatnya, bila ditemukan ROP ≥ 1 jam (sektor) dalam zona 1 maka
didiagnosis sebagai ROP zona 1
2. Zona II : Mulai dari tepi zona I ke arah anterior mencapai ora serata nasal,
didiagnosis sebagai ROP zona 2 bila maturasi pembuluh darah retina yang
terjadi belum masuk dalam radius diameter 1 diskus ora serrata dan
didapatkan pada 2 jam berurutan atau ≥ 1 jam ROP pada sektor lain.
3. Zona III : Daerah retina yang tersisa di anterior zona II, didiagnosis jika
ditemukan maturasi pembuluh darah retina yang terjadi masuk dalam radius
6

diameter 1 diskus ora serata dan didapatkan pada 2 jam berurutan atau ≥ 1 jam
ROP pada sektor lain.

Gambar 1. Pembagian zona pada retina4

Luas area yang terlibat ROP dinyatakan dalam arah jarum jam. Tingkat
perubahan vaskuler abnormal yang diamati dinyatakan dalam stadium (stage).
Berdasarkan progresifitas ini maka ROP dibagi menjadi 5 stadium yaitu (dapat dilihat
pada gambar 2): 4,8

1. Stadium 1 : Adanya garis batas (demarkasi) yang memisahkan retina


avaskuler di anterior dan retina tervaskularisasi di posterior, disertai
percabangan atau arkade pembuluh darah abnormal yang mengarah ke garis
demarkasi . Garis ini terdapat dibidang retina, berwarna putih dan relatif datar.

2. Stadium 2 : Adanya intraretinal ridge. Garis demarkasi pada stadium I


mengalami pelebaran dan penebalan, serta meluas keluar dari bidang retina.
Ridge mungkin berubah warna dari putih menjadi merah muda.
Neovaskularisasi di permukaan retina mungkin dapat terlihat di posterior
ridge ini.
7

3. Stadium 3 : Adanya ridge disertai proliferasi fibrovaskuler ekstraretina.


Lokasi khas dimana proliferasi fibrovaskuler ini ditemukan adalah (1)
bersambungan dengan sisi posterior ridge, sehingga tampak bergerigi. (2)
langsung berada di posterior ridge, namun tidak selalu tampak bersambung.
(3) ke arah vitreus tengah lurus dengan retina. Stadium 3 dibagi menjadi 3
kriteria berdasakan jumlah jaringan proliferatif fibrovaskuler yang ditemukan
yaitu Mild, Moderate dan Severe. Kepentingan pembagian kriteria ini adalah
untuk menentukan prognosis. Pada stadium mild didapatkan sedikit jaringan
fibrovaskuler yang dapat dikenali pemeriksa. Stadium 3 moderate memiliki
jaringan yang cukup banyak, sehingga menginfiltrasi vitreus. Bila infiltrasi
yang terjadi lebih masif di sekitar ridge, maka digolongkan sebagai stadium 3
severe.
4. Stadium 4 : Adanya ablasio retina parsial. Stadium ini dibagi menjadi stadium
4A dan 4B berdasarkan ada atau tidaknya keterlibatan fovea. Stadium 4A
merupakan ablasio retina partial yang tidak melibatkan fovea (ektrafovea),
sedangkan stadium 4B sebaliknya.
5. Stadium 5 : Adanya ablasio retina total yang membentuk corong (funnel-
shape).
Untuk kelainan penyerta merupakan istilah lain yang penting dalam ROP
yang merupakan penggabungan 3 parameter yang telah disebutkan diatas, serta
penting dalam hal penentuan yang akan dilakukan, yaitu plus disease, prethreshold
dan threshold disease.

Plus disease merupakan keadaan dengan perubahan vaskuler yang begitu


jelas, sehingga vena posterior melebar dan arteri berkelok-kelok. Bila keadaan ini
ditemukan, maka tanda “+” (plus) ditambahkan pada stadium ROP.4

Prethreshold disease merupakan keadaan dimana pada zona I didapatkan


ROP stadium 1 atau 2, atau pada zona II didapatkan stadium 2+, 3 atau stadium 3+
yang kurang dari 8 jam kumulatif. 4
8

1. Tipe 1 / Prethreshold risiko tinggi yang membutuhkan fotokoagulasi laser :


a. Zona I + plus disease, ROP semua stadium
b. Zona I + ROP stadium 3 tanpa plus disease
c. Zona II + plus disease + ROP stadium 2 dan 3

2. Tipe 2 / Prethreshold risiko rendah, membutuhkan kontrol berkala :


a. Zona 1 + ROP stadium 1 dan 2 + tanpa plus disease
b. Zona II + ROP stadium 3, tanpa plus disease

Threshold disease merupakan keadaan dimana pada zona I didapatkan ROP


stadium 1+, 2+, 3 atau 3+, atau pada zona II didapatkan stadium 3+ sejumlah ≥ 8 jam
kumulatif. Ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi pada fase ini, yaitu ROP
mengalami regresi dan atau maturasi vaskularisasi retina atau ROP berlanjut menjadi
ablasio retina. 4
9

Gambar 2. Klasifikasi menurut stadium ROP. (A). Stadium 1 ROP, (B). Stadium 2
ROP, (C). Stadium 3 ROP, (D). Stadium 4 ROP, (E). Stadium 5 ROP, (F). Plus
4
disease.

2.6 DETEKSI DINI


Berdasarkan American Academy of Pediatrics (AAP), deteksi dini ROP
direkomendasikan sebagai berikut : 1
1. Bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram atau umur  30 minggu, bayi
tertentu dengan berat 1500-2000 gram dengan perjalanan klinis tidak stabil yang
diduga memiliki resiko tinggi oleh dokter anak atau ahli neonatologi, harus
diperiksa fundus dengan menggunakan oftalmoskopi indirek pada pupil yang
telah dilebarkan minimal 2 kali. Satu pemeriksaan dianggap cukup bila
pemeriksaan memperlihatkan bahwa ke dua retina telah memperlihatkan
vaskularisasi penuh.
2. Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh dokter ahli mata yang berpengalaman
memeriksa bayi prematur. Lokasi dan perubahan retina harus dicatat
menggunakan International Classification of Retinopathy of Prematurity.”
3. Pemeriksaan awal dilakukan pada usia bayi 4-6 minggu setelah kelahiran.
4. Pemeriksaan lanjutan ditentukan berdasarkan pemeriksaan fundus pada
pemeriksaan pertama. Misalnya jika ditemukan vaskulatur retina imatur dan
meluas ke zona II tetapi tidak didapatkan retinopati, pemeriksaan selanjutnya
direncanakan sekitar 2-3 minggu sesudahnya sampai terlihat vaskularisasi normal
kearah zona III.
5. Bila pada pemeriksaan pertama telah ditemukan memiliki resiko ROP maka
disarankan untuk mengikuti jadwal berikut:
A. Bayi dengan ROP yang mungkin akan segera berkembang menjadi threshold
ROP harus diperiksa minimal setiap minggu termasuk :
1. Setiap bayi dengan ROP kurang dari threshold di zona I
2. Bayi dengan ROP di zona II termasuk :
a). stadium 3 ROP tanpa plus disease
10

b). stadium 2 ROP dengan plus disease


c). stadium 3 ROP dengan plus disease tetapi belum dapat dilakukan
pembedahan
B. Bayi dengan ROP di zona II harus diperiksa tiap 2 minggu. Pada bayi tanpa
ROP tetapi dengan vaskularisasi yang belum lengkap di zona I harus diperiksa
tiap 1-2 minggu sampai vaskularisasi retina mencapai zona III atau terjadi
kondisi threshold.

C. Jika vaskularisasi di zona II belum lengkap tetapi tidak terlihat ROP,


pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan interval 2-3 minggu sampai terjadi
vaskularisasi hingga zona III.
D. Retina dengan vaskularisasi inkomplit hanya di zona III biasanya akan
mengalami maturasi.
6. Bayi dengan derajat penyakit threshold I dengan plus disease harus mendapatkan
terapi bedah retina minimal 1 mata dalam 72 jam setelah diagnosis, umumnya
sebelum terjadi ablasio retina. Stadium 3 ROP dengan vaskularisasi di zona I atau
perbatasan zona I dan II dapat terlihat berbeda dari zona II stadium 3 dimana
proliferasi yang terjadi terlihat datar dan elevasi hanya jika ROP menjadi
bertambah berat. Bila ditemukan kesulitan untuk membedakan antara stadium 2
dan 3 pada area posterior maka bayi yang dicurigai berada pada stadium 3 zona I
atau perbatasan zona I-II dengan plus disease harus diperiksa dengan teliti untuk
menentukan kelompok threshold atau tidak.
7. Orang tua bayi dengan ROP harus diberikan penjelasan mengenai perjalanan
penyakit dan kemungkinan yang bisa terjadi pada kelainan ini selama pasien
dirawat, mulai saat awal diagnosis dan berlanjut sesuai dengan progresifitas
penyakit selama dirawat.
8. Evaluasi bayi dengan risiko ROP harus ditetapkan oleh masing-masing neonatal
intensive care unit (NICU) melalui konsultasi dan persetujuan antara ahli
neonatologi dan ahli mata.

2.7 DIAGNOSIS
11

Semua bayi prematur dengan berat badan lahir dibawah 1500 gram dan masa
gestasi dibawah 32 minggu memiliki risiko untuk menderita ROP, maka dibuat
semacam screening protocol sesuai dengan usia gestasi.9
 Bayi yang lahir pada usia gestasi 23-24 minggu, harus menjalani pemeriksaan
mata pertama pada usia gestasi 27-28 minggu
 Bayi yang lahir pada usia gestasi 25-28 minggu, harus menjalani pemeriksaan
mata pertama pada usia kehidupan 4-5 minggu
 Bayi yang lahir pada usia gestasi ≥ 29 minggu, pemeriksaan mata pertama
dilakukan sebelum bayi tersebut dipulangkan
Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retina dengan
menggunakan oftalmoskopi binokular indirek. Dibutuhkan pemeriksaan dengan
dilatasi fundus dan depresi sklera. Instrumen yang digunakan adalah speculum Sauer
(untuk menjaga mata tetap dalam keadaan terbuka), depresor sclera Flynn (untuk
merotasi dan mendepresi mata) dan lensa 28 dioptri (untuk mengidentifikasi zona
dengan lebih akurat).1 Bagian pertama dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
eksternal, identifikasi rubeosis retina, bila ada. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan
pada kutub posterior, untuk mengidentifikasi adanya plus disease. Mata dirotasikan
untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya penyakit zona 1. Apabila pembuluh nasal
tidak terletak pada nasal ora serrata, temuan ini dinyatakan masih berada pada zona 2.
Apabila pembuluh nasal telah mencapai nasal ora serrata, maka mata berada pada
zona 3. 10
Saat ini ROP dapat dideteksi menggunakan telemedicine. Pemeriksaan retina
pada bayi yang berisiko ROP dapat dilakukan dengan menggunakan digital RetCam
yang memakai lensa sudut lebar dan perbesaran tinggi sehingga memungkinkan
interpretasi lebih jelas. Pemeriksaan ini hanya disarankan untuk pelayanan yang tidak
memiliki dokter spesialis mata.4

2.8 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding retinopati prematuritas :
12

1. Katarak kongenital : katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan
penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat
penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital sering ditemukan pada
bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental. Pada pupil
mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak bintik
putih.7
2. Retinoblastoma : tumor primer yang sering terjadi pada anak yang berasal dari
neuroblas akibat mutasi kromosom 13q14. Sepertiga kasus retinoblastoma
bersifat familial (bilateral) dan duapertiga kasus merupakan sporadik
(unilateral). Gambaran klinis bervariasi sesuai pertumbuhan masa tumor dan
retinoblastoma dapat menyebar ke sistem saraf pusat. Penyebaran ke sistem
saraf pusat membuat prognosa semakin buruk. Pasien datang dengan keluhan
adanya bercak putih di pupil dan mata menonjol. 11

2.9 TATALAKSANA
Umumnya ROP membaik sendiri dan tidak membutuhkan pengobatan. Pada
stadium 3 dan stadium lanjut diperlukan untuk menghentikan pertumbuhan pembuluh
darah abnormal pada retina atau mengatasi ablasio retina yang terjadi. Bentuk
pengobatan adalah sebagai berikut 4,7 :
1. Terapi krio, digunakan untuk membekukan bagian retina yang dipengaruhi
ROP yang akan menghentikan pertumbuhan pembuluh darah yang rusak
didalam mata dengan menggunakan suhu beku. Namun produk ini sudah
jarang digunakan.
2. Terapi laser digunakan untuk menghentikan pertumbuhan yang berlebihan
pembuluh darah yang rusak pada retina. Laser digunakan untuk membakar
bagian kecil retina yang di kenai ROP. Terapi ini memberikan prognosis lebih
baik daripada terapi krio oleh karena tidak menyebabkan kerusakan pada
struktur jaringan lainnya.
3. Bedah retina dilakukan pada ROP stadium IV dan V.
13

4. Anti-vascular endothelial growth factors drugs (VEGF) secara langsung


menghambat efek dari VEGF. Anti VEGF lebih efektif daripada terapi laser
karena hanya diberikan secara injeksi intravena dosis tunggal. Studi tentang
The BEAT-ROP (Bevacizumab Eliminates the Angiogenic) merupakan satu-
satunya uji coba yang dilakukan untuk membandingkan anti VEGF dengan
terapi laser. Terapi laser masih merupakan gold standard untuk terapi ROP
sedangkan anti VEGF dapat dicoba pada kasus tertentu.

2.10 PROGNOSIS
Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya. Pada
pasien yang tidak mengalami perburukan dari stadium I atau II memiliki prognosis
yang baik dibandingkan pasien dengan penyakit pada zona I posterior atau stadium
III, IV dan V. Faktor yang penting adalah deteksi awal dan penanganan yang tepat.8
14

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Screening Examination of Premature


Infants for Retinopathy of Prematurity2013. Tersedia di:
https://www.aao.org/Assets/screening-examination-of-premature-infants-for-
retinopathy-of-prematurity-pediatrics-2013-189-95-pdf [Diakses pada 08 Juli
2018]
2. Ludwig CA, Chen TA, Hernandez BT, Moshfeghi AA, Mosfheghi DM. The
Epidemiology of Retinopathy of Prematurity in United States. Ophthalmic
Surg Lasers Imaging Retina.2017:48(7):553-62
3. Bashinsky, A. Retinopathy of prematurity. North Carolina Medical Journal.
2017: 78(2): 124-8.
4. Shah P, et al. Retinopathy of Prematurity: Past, Present and Future. World
Journal of Clinical Pediatric. 2016: 5(1): 35-46.
5. Reh TA, Moshiri A. The development of the retina. In: Ryan SJ, editor.
Retina. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2006. p. 3-21.
6. Khurana AK. Disease of Retina In: Comprehensive Ophthalmology 6thEd.
New Delhi: Jaype Brothers Medical; 2015. p.283-5
7. lyas S, Yulianti RS. Ilmu penyakit mata. Badan penerbit fakultas kedokteran
universitas Indonesia. Edisi kelima. hal: 242-3.
15

8. Submarinan S, et al. Retinopathy of Prematurity dalam


https://emedicine.medscape.com/article/976220-overview (online). Diakses
tanggal 8 Juli 2018.
9. Mustidjab. Screening and Management of Retinopathy of Prematurity.
Vol.42.No.04 Oktober-Desember. Department of Ophtalmology Airlangga
University School of Medicine. 2006;270-6.
10. Najm N. About Kids Health Premature Babbies Retinopathy of Prematurity.
http//www. About Kids Health.html
11. Damato B. Retinoblastoma. Dalam Butterworth Heinemann. Ocular Tumors:
Diagnosis and Treatment. Elsevier 2004

Anda mungkin juga menyukai