Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir  yang mengalami
gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak
dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari
tubuhnya. umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini
erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
(Nanny, 2010. Hal 102).
Asfiksia neonatorum akan terjadi apabila saat lahir bayi mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan
dalam persedian O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat
berlangsung secara menahun akibat kondisi ibu atau kelainan pada ibu saat
kehamilan. (Wiknjosastro, H. Hal 109 )
Menurut Laporan dari organisasi kesehatan dunia (World Health
Organization) bahwa setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi
lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di
Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL
(usia dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu BBL yang meninggal.
Penyebab kematian BBL di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah
(29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan
kongenital (JNPK-KR 2008 hal.143).
Di Indonesia angka kematian neonatal sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup.
Dan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007
penyebab utama kematian neonatal dini adalah Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) sebanyak (35%), Asfiksia (33,6%), dan Tetanus (31,4%). Angka

1
tersebut cukup memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap morbiditas dan
mortalitas bayi baru lahir. (sarimd@litbang.depkes.go.id).
Menurut data Depkes tahun 2010, penyebab langsung kematian bayi
disebabkan BBLR (28%), asfiksia (12%), tetanus (10%), masalah pemberian
makanan (10%), infeksi (6%), gangguan hematologik (5%) dan lain-lain (27%).
(cetak.kompas.com)
Berbagai upaya yang aman dan efektif  untuk mencegah dan mengatasi
penyebab utama kematian bayi baru lahir adalah pelayanan antenatal berkualitas,
asuhan persalinan normal,  dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga
profesional. Untuk menurunkan kematian BBL  karena asfiksia, persalinan harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan
keterampilan  manajemen asfiksia pada bayi baru lahir. Kemampuan dan
keterampilan ini di gunakan setiap kali menolong persalinan.
Sehubungan dengan masih tingginya kejadian asfiksia yang ditemukan serta
besarnya resiko yang ditimbulkan sehingga penulis termotivasi untuk membahas
tentang asfiksia sedang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Memberikan Asuhan Kebidanan kepada bayi dengan asfiksia.
b. Mampu memberikan asuhan kebidanan secara menyeluruh kepada bayi
dengan asfiksia dengan manajemen Varney dan pendokumentasian dengan
metode SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada bayi Ny.W dengan asfiksia   sedang.
b. Mampu melakukan interprestasi data dasar untuk menentukan
diagnosa, masalah dan kebutuhan pada bayi Ny.W dengan
asfiksia   sedang.

2
c. Mampu membuat rencana asuhan secara menyeluruh secara tepat dan
rasional pada bayi Ny.W dengan asfiksia ringan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. BAYI BARU LAHIR


1. Definisi
a. Saifuddin, (2002)
Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama satu jam pertama
kelahiran.
b. Menurut Donna L. Wong, (2003)
Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya
biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu.
c. Menurut Dep. Kes. RI, (2005)
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37
minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.
d. Menurut M. Sholeh Kosim, (2007)
Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup
bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat
bawaan) yang berat.

2. Masa bayi baru lahir (Neonatal) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :


a. Periode Partunate, dimana masa ini dimulai dari saat kelahiran sampai 15
dan 30 menit setelah kelahiran.
b. Periode Neonate, dimana masa ini dari pemotongan dan pengikatan tali
pusar sampai sekitar akhir minggu kedua dari kehidiupan pascamatur.

3. Ciri – Ciri Bayi Baru Lahir


a. Berat badan 2500 – 4000 gram
b. Panjang badan 48 – 52 cm
c. Lingkar dada 30 – 38 cm

4
d. Lingkar kepala 33 – 35 cm
e. Frekuensi jantung 120 – 160 kali/menit
f. Pernafasan ± – 60 40 kali/menit
g. Kulit kemerah – merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup
h. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
i. Kuku agak panjang dan lemas
j. Genitalia
1). Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora
2). Laki – laki testis sudah turun, skrotum sudah ada
k. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
l. Reflek morrow atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik
m. Reflek graps atau menggenggan sudah baik
n. 1Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium
berwarna hitam kecoklatan

4. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Bayi Baru Lahir
a. Peredaran darah
Terjadinya penutupan foramen ovale pada atrium dan penutupan duktus
arteriosus antara arteri paru-paru dengan aorta akibat perubahan tekanan
pada seluruh sistem pembuluh darah pada saat tali pusat dipotong dan
pernafasan pertama.
b. Pengaturan suhu
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan
mengalami stress dengan adanya perubahan suhu lingkungan. Pada
lingkungan dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil
merupakan hasil penggunaan lemak cokelat untuk memproduksi
panas.Lemak coklat akan habis dalam waktu singkat dengan adanya stress
dingin. 

5
c. Metabolisme glukosa
Pada setiap bayi baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1
s/d 2 jam). Koreksi dapat dilakukan dengan cara:
1). Melalui penggunaan ASI.
2). Melalui penggunaan cadangan glikogen.
3). Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak.
d. Perubahan gastrointestinal
Setelah lahir, bayi cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan.
Namun hubungan bagian bawah esophagus dan lambung belum sempurna
sehingga menyebabkan gumoh. Kapasitas lambung sangat sedikit dan
sangat terbatas, kurang dari 30 cc untuk bayi cukup bulan.Kapasitas
lambung ini akan bertambah secara lambat bersamaan dengan tumbuhnya
bayi.  
e. Perubahan kekebalan tubuh
Sistem Imunitas belum matang sehingga menyebabkan bayi baru lahir
rentan terhadap berbagai infeksi dan alergi. Kekebalan alami yang terdapat
pada tubuh bayi baru lahir antara lain :
1). Perlindungan oleh kulit membrane mukosa.
2). Fungsi saringan saluran nafas.
3). Pembentukan koloni mikroba oleh lingkungan asam lambung, juga sel
darah merah membantu membunuh mikroorganisme asing namun pada
bayi baru lahir system ini belum matang sehingga belum mampu
melokalisasi dan memerangi infeksi.

5. Penanganan Segera Bayi Baru Lahir


Menurut JNPK – KR / POGI, APN, (2007) penanganan segera aman dan
bersih untuk bayi baru lahir adalah :

6
a. Pencegahan Infeksi
1). Cuci tangan dengan saksama sebelum dan sesudah bersentuhan bayi
2). Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan
b. Melakukan Penilaian
1). Apakah bayi menangis kuat dan bernafas tanpa kesulitan
2). Apakah bayi bergerak aktif
c. Pencegahan Kehilangan Panas (Mekanisme Kehilangan Panas)
1). Evaporasi, Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh
panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera
dikeringkan.
2). Konduksi, Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara
tubuh bayi dengan permukaan yang dingin, co/ meja, tempat tidur,
timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan
menyerap panas tubuh bayi bila bayi diletakkan di atas benda – benda
tersebut
3). Konveksi, Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara
sekitar yang lebih dingin, co/ ruangan yang dingin, adanya aliran udara
dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi, atau pendingin
ruangan.
4). Radiasi, Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di
dekat benda – benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari
suhu tubuh bayi, karena benda – benda tersebut menyerap radiasi panas
tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung).
d. Membebaskan Jalan Nafas nafas
Dengan cara sebagai berikut yaitu bayi normal akan menangis spontan
segera setelah lahir, apabila bayi tidak langsung menangis, penolong segera
membersihkan jalan nafas dengan cara sebagai berikut :

7
1). Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.
2). Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu sehingga leher bayi
lebih lurus dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala diatur lurus sedikit
tengadah ke belakang.
3). Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokkan bayi dengan jari
tangan yang dibungkus kassa steril.
4). Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi
dengan kain kering dan kasar.
5). Alat penghisap lendir mulut (De Lee) atau alat penghisap lainnya yang
steril, tabung oksigen dengan selangnya harus sudah ditempat
6). Segera lakukan usaha menghisap mulut dan hidung
7). Memantau dan mencatat usaha bernapas yang pertama (Apgar Score)
8). Warna kulit, adanya cairan atau mekonium dalam hidung atau mulut
harus diperhatikan.
e. Merawat tali pusat
1). Setelah plasenta dilahirkan dan kondisi ibu dianggap stabil, ikat atau
jepitkan klem plastik tali pusat pada puntung tali pusat.
2). Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam
larutan klonin 0,5 % untuk membersihkan darah dan sekresi tubuh
lainnya.
3). Bilas tangan dengan air matang atau disinfeksi tingkat tinggi
4). Keringkan tangan (bersarung tangan) tersebut dengan handuk atau kain
bersih dan kering.
5). Ikat ujung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat bayi dengan menggunakan
benang disinfeksi tingkat tinggi atau klem plastik tali pusat (disinfeksi
tingkat tinggi atau steril). Lakukan simpul kunci atau jepitankan secara
mantap klem tali pusat tertentu.

8
6). Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang sekeliling
ujung tali pusat dan dilakukan pengikatan kedua dengan simpul kunci
dibagian tali pusat pada sisi yang berlawanan.
7). Lepaskan klem penjepit tali pusat dan letakkan di dalam larutan klonin
0,5%
8). Selimuti ulang bayi dengan kain bersih dan kering, pastikan bahwa
bagian kepala bayi tertutup dengan baik. (Dep. Kes. RI, 2002)
f. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Pada waktu lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu badannya, dan
membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat. Bayi
baru lahir harus di bungkus hangat. Suhu tubuh bayi merupakan tolok ukur
kebutuhan akan tempat tidur yang hangat sampai suhu tubuhnya sudah
stabil. Suhu bayi harus dicatat (Prawiroharjo, 2010).
Bayi baru lahir tidak dapat mengatur temperatur tubuhnya secara memadai
dan dapat dengan cepat kedinginan jika kehilangan panas tidak segera
dicegah. Bayi yang mengalami kehilangan panas (hipotermi) beresiko
tinggi untuk jatuh sakit atau meninggal, jika bayi dalam keadaan basah atau
tidak diselimuti mungkin akan mengalami hipoterdak, meskipun berada
dalam ruangan yang relatif hangat. Bayi prematur atau berat lahir rendah
sangat rentan terhadap terjadinya hipotermia.
Pencegah terjadinya kehilangan panas yaitu dengan :
1). Keringkan bayi secara seksama
2). Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat
3). Tutup bagian kepala bayi
4). Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusukan bayinya
5). Lakukan penimbangan setelah bayi mengenakan pakaian
6). Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat. (Dep. Kes. RI, 2002)

9
g. Pencegahan infeksi
1). Memberikan vitamin K
Untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi vitamin K
pada bayi baru lahir normal atau cukup bulan perlu di beri vitamin K
per oral 1 mg / hari selama 3 hari, dan bayi beresiko tinggi di beri
vitamin K parenteral dengan dosis 0,5 – 1 mg IM.
2). Memberikan obat tetes atau salep mata
Untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular
seksual) perlu diberikan obat mata pada jam pertama persalinan, yaitu
pemberian obat mata eritromisin 0.5 % atau tetrasiklin 1 %, sedangkan
salep mata biasanya diberikan 5 jam setelah bayi lahir. Perawatan mata
harus segera dikerjakan, tindakan ini dapat dikerjakan setelah bayi
selesai dengan perawatan tali pusat (Prawirohardjo, 2012)
h. Identifikasi bayi
1). Alat pengenal untuk memudahkan identifikasi bayi perlu di pasang
segera pasca persalinan. Alat pengenal yang efektif harus diberikan
kepada bayi setiap bayi baru lahir dan harus tetap ditempatnya sampai
waktu bayi dipulangkan.
2). Peralatan identifikasi bayi baru lahir harus selalu tersedia di tempat
penerimaan pasien, di kamar bersalin dan di ruang rawat bayi
3). Alat yang digunakan, hendaknya kebal air, dengan tepi yang halus tidak
mudah melukai, tidak mudah sobek dan tidak mudah lepas
4). Pada alat atau gelang identifikasi harus tercantum nama (bayi, nyonya),
tanggal lahir, nomor bayi, jenis kelamin, unit, nama lengkap ibu
5). Di setiap tempat tidur harus diberi tanda dengan mencantumkan nama,
tanggal lahir, nomor identifikasi. (Saifudin,, 2002)

10
B. ASFIKSIA
1. Definisi
a. Saifuddin, 2002, hal 347
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis.
Bila proses ini berlangsung jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian
b. Sarwono, 2007, hal 709
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi
lahir.
c. JNPK-KR, 2008, hal 144
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur
setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin
akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin
berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama
atau sesudah persalinan.
d. Jitowiyono, Sugeng, 2010, hal 71
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
e. Manuaba, I. B. G, 2010 cetakan ke II, hal 421
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak menangis setelah lahir yang tidak
dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan
makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut. Tujuan tindakan perawatan terhadap bayi asfiksia
adalah melancarkan kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian besar
terjadi pada waktu persalinan. 

11
2. Etiologi
Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia  neonatorum terjadi
karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga
terjadi gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2.
Gangguan Ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan
pada ibu selama kehamilan atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita
ibu dalam persalinan. (Wiknjosastro, 2010, hal.709).
Hipoksia janin dapat merupakan akibat dari :
a. Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama
anestesi, penyakit jantung sianosis gagal pernafasan, atau keracunan
karbonmonoksida
b. Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi, yang dapat merupakan
komplikasi anestesi spinal atau akibat kompresi vena cava dan aorta pada
uterus gravid
c. Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat
adanya tetani uterus, yang disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebih-
lebihan
d. Pemisahan plasenta prematur
e. Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi atau
pembentukan simpul pada tali pusat
f. Vasokonstriksi pembuluh darah oleh kokain
g. Insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca
maturitas. (Nelson, 2000, hal 581)

3. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional
dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.

12
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat.
Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat
dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga
DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus
tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung
mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-
angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan
darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan
kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian tidak dimulai segera. (Aziz, 2010)

4. Tanda Gejala Serta Diagnosa


a. Asfiksia ringan
1). Takipnea dengan napas >60x/menit
2). Bayi tampak sianosis
3). Adanya retraksi sela iga
4). Bayi merintih
5). Adanya pernapasan cuping hidung
6). Bayi kurang aktif

13
7). Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan
wheezing positif
b. Asfiksia sedang
1). Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
2). Usaha napas lambat
3). Adanya pernapasan cuping hidung
4). Adanya retraksi sela iga
5). Tonus otot dalam keadaan baik/lemah
6). Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan namun
tampak lemah
7). Bayi tampak sianosis
8). Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses
persalinan
c. Asfiksia berat
1). Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit
2). Tidak ada usaha na Adanya retraksi sela igaas
3). Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada
4). Bayi tidak dapit memberikan reaksi jika diberi rangsangan
5). Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6). Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.

5. Klasifikasi
a. Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.

14
b. Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak
jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflek iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti
jantung yaitu bunyi jantung  fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum 
pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Kamarullah, 2005).
Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah
dengan :
1). Menghitung frekuensi jantung.
2). Melihat usaha bernafas.
3). Menilai tonus otot.
4). Menilai reflek rangsangan.
5). Memperlihatkan warna kulit.
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang
dialami bayi:
Tanda tanda
Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
vital
Tubuh
Seluruh
Appearance kemerahan Seluruh tubuh
tubuh biru
(warna kulit) Ekstermitas kemerah-merahan
atau putih
biru
Pulse
(Frekuensi < 100 x/
Tidak ada > 100 x/ menit
jantung) menit

Grimance Tidak ada Menyeringai Batuk/Bersin/Menangis


(reflek)

15
Activity Fleksi
Tidak Ada
(tonus otot) ekstremitas Fleksi kuat, gerak aktif
Gerakan
(Lemah)
Lambat atau 
Respiration Menangis kuat atau
Tidak ada tidak teratur
(pernapasan) keras
(Merintih)

Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5,
bila nilai apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5
menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai
keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir
bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor
Apgar) Sumber : Utomo, (2006).

6. Penilaian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir


Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai
bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan
tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien akan efektif berlangsung
melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan
tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga
tanda penting, yaitu :
a. Penafasan
b. Denyut jantung
c. Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau
membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian
pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak

16
kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan
vertilasi dengan tekanan positif (VTP).

7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan
asfiksia, antara lain :
a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
1). Bayi dibungkus dengan kain hangat
2). Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
mulut.
3). Bersihkan badan dan tali pusat.
4). Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
1). Bersihkan jalan napas.
2). Berikan oksigen 2 liter per menit.
3). Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada
reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4). Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan
intra kranial meningkat.
c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
1). Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
2). Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3). Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
4). Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
5). Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.

17
8. Penatalaksanaan Asfiksia
a. Langkah awal
1). Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang
kering dan hangat untuk melakukan pertolongan.
2). Memposisikan bayi dengan baik, (kepala bayi setengah
tengadah/sedikit ekstensi atau mengganjal bahu bayi dengan kain)
3). Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia Bersihkan
jalan nafas dengan ketentuan sebagai berikut :
a). Bila air ketuban jernih (tidak bercampur mekonium), hisap lendir
pada mulut baru pada hidung.
b). Bila air ketuban bercampur dengan mekonium, mulai mengisap
lendir setelah kepala lahir (berhenti seberi tar untuk menghisap
lendir di mulut dan hidung). Bila bayi menangis, nafas teratur,
lakukan asuhan bayi barn lahir normal. Bila bayi mengalami
depresi, tidak menangis, lakukan upaya maksimal untuk
membersihkan jalan nafas dengan jalan membuka mulut lebar-
lebar dan menghisap lendir lebih dalam secara hati-hati.
c). Menilai bayi dengan melihat usaha nafas, denyut jari tung dan
warna kulit kemerahan, lakukan asuhan bayi barn lahir normal.
Bila bayi tidak menangis atau megap-megap, warna kulit biru atau
pucat denyut jari tung kurang dan 100 xlme4it, lanjutkan langkah
resusitasi.
b. Langkah resusitasi
1). Sebelumnya periksa dan lakukan bahwa alat resusitasi (baton
resusitasi dan sungkup muka) telah tersedia dan berfungsi baik
(lakukan test untuk baton dan sungkup muka)
2). Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum memegang atau
memeriksa bayi

18
3). Selimuti bayi dengan kain yang kering dan hangat kecuali muka dan
dada bagian atas, kemudian letakkan pada alas dan lingkungan yang
hangat.
4). Periksa ulang posisi bayi dan pastikan kepala berada dalam posisi
tengadah
5). Letakkan sungkup melingkupi dagu, hidung dan mulut sehingga
terbentuk
6). semacam tautan sungkup dan wajah.
7). Tentukan balon resusitasi dengan dua jari atau dengan semua jari
tangan (tergantung pada ukuran balon resusitasi)
8). Lakukan pengujian pertautan dengan melakukan ventilasi sebanyak
dua kali dan periksa gerakan dinding dada
9). Bila pertautan baik ( tidak bocor) dan dinding dada mengembang
maka lakukan ventilasi dengan menggunakan oksigen (bila tidak ada
atau tersedia oksigen guna udara ruangan)
10). Perhatikan kecepatai ventilasi sekitar 40 kali per 60 detik, dengan
tekanan yang tepat sambil melihat gerakan dada (naik turun) selama
ventilasi
11). Bila dinding dada tidak naik-turun dengan baik berarti ventilasi
berjalan secara adekuat.
12). Bila dinding dada tidak naik, periksa ulang dan betulkan posisi bayi
atau terjadi kebocoran lekatan atau tekanan ventilasi kurang
Lakukan ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60 detik kemudian lakukan
penilaian segera tentang upaya bernafas spontan dan warna kulit:
a). Bila frekwensi nafas normal (30-60 x/menit), hentikan ventilasi,
lakukan kontak kulit ibu-bayi, lakukan asuhan normal bayi barn
lahir (menjaga bayi tetap hangat, mulai memberikan ASI dm1 dan
mencegah infeksi dan imunisasi)

19
b). Bila bayi belum bernafas spontan ulangi lagi ventilasi selama 2 x
30 detik atau 60 detik kemudian lakukan penilaian ulang.
c). Bila frekwensi nafas menjadi normal (30-60 x/menit) hentikan
ventilasi lakukan kontak kulit it lakukan asuhan normal bayi barn
lahir.
d). Bila bayi bernafas, tetapi terlihat retraksi dinding dada, lakukan
ventilasi dengan menggunakan oksigen (bila tersedia)
e). Bila bayi tidak bernafas, megap-megap, teruskan bantuan
pernafasan dengan ventilasi.
f). Lakukan penilaian setiap 30 detik dengan menilai usaha bernafas
denyut jari tung dan warna kulit
g). Jika bayi tidak bernafas secara teratur setelah ventilasi 2-3 menit,
rujuk ke fasilitas pelayanan perawatan bayi resiko tinggi.
h). Jika tidak ada nafas sama sekali dan tidak ada perbaikan frekwensi
denyut jari tung bayi setelah ventilasi selama 20 menit, hentikan
ventilasi, bayi dinyatakan meninggal (jelaskan kepada keluarga
bahwa upaya pertolongan gagal) dan beri dukungan emosional
pada keluarga.

20
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Asfiksia terjadi karena gangguan pertukaran antara O2 dan CO2, adapun
gangguan tersebut dapat terjadi selama prenatal, intranatal dan postnatal.
Diagnosis asfiksia tidak hanya dlihat dari pengkajian fisik dan pemeriksaan
penunjang, namun riwayat selama prenatal, intranatal dan postnatal pun perlu
dikaji. Untuk perawatan pada bayi dengan asfiksia perlu ditingkatkan karena bayi
dengan asfiksia akan mengalami penurunan fungsi organ karena hipoksemia,
apalagi kondisi tersebut dipengaruhi juga bahwa bayi masih dalam tahap adaptasi
terhadap kehidupan ekstrauterin yang tentunya organ – organnya pun masih
belum berfungsi maksimal.
Asfiksia diklasikfikasikan menjadi 3 yaitu asfiksia ringan, asfiksia sedang,
dan asfiksia berat. Dari masing masing klasifikasi mempunyai tanda dan gejala
yang berbeda, namun kita juga dapat menentukan klasifikasinya berdasarkan
apgar skor.
Kasus asfiksia harus ditangani dengan cepat dan tepat karena memberi
dampak yang sangat buruk terhadap kelangsungan hidup bayi, yang dapat
dilakukan dengan cara heart massage atau menekan dan melepas dada bayi dan
resusitasi terhadap asfiksia berat serta pemberian O2 secara hati-hati.
B. Saran
1. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat lebih memperdalam teori atau bahasan
mengenai asfiksia neonatorum, agar nantinya dapat dengan mudah memberi
asuhan dan melakukan penatalaksanaan terhadap kasus bayi dengan asfiksia
di lahan praktek.

21
2. Bidan/Tenanga Kesehatan
Dalam penanganan kasus asfiksia perlunya bidan dapat mengenal tanda-tanda
atau gejala asfiksia sedini mungkin dengan observasi yang lebih jelas pada
tanda-tanda vital agar dapat mengantisipasi kemungkinan yang terjadi pada
ibu dan janin sebelum ibu melahirkan.

3. Klien
Bagi ibu hamil agar memeriksakan dirinya secara dini dan teraturuntuk
mendeteksi adanya gangguan dalam kehamilan sehingga petugas dapat
melakukan tindakan yang tepat.

22
Daftar Pustaka

Hidayat, Aziz. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta

Dewi, Vivian. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika

Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO. 2011. Angka Kematian Bayi. Jakarta: Pusdiknakes

Rahayu, Sri Dedeh. 2009. Asuhan Keperawatan Anak dan neonatus. Jakarta: Salemba
Medika

Sarwono Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC

23

Anda mungkin juga menyukai