Anda di halaman 1dari 33

Case Report Session

KARSINOMA NASOFARING

Disusun Oleh :

Nurdalila

Putri Embun

Pagi Nadila

Ravita Mutya

Restu Ayu

Preseptor :

dr. Sukri Rahman, Sp. THT-KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2013
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. ANATOMI
Nasofaring merupakan suatu ruang atau rongga yang berbentuk kubus yang terletak di
belakang hidung. Rongga ini sangat sulit untuk dilihat, sehingga dahulu disebut “rongga
buntu atau rongga tersembunyi”. Batas-batas rongga nasofaring, di sebelah depan adalah
koana (nares posterior). Sebelah atas, yang juga merupakan atap adalah basis cranii. Sebelah
belakang adalah jaringan mukosa di depan vertebra servikal. Sebelah bawah adalah ismus
faring dan palatum mole, dan batas lainnya adalah dua sisi lateral.(4,7)

Gambar 2.1 Anatomi Hidung dan Nasofaring Tampak Samping 7


Gambar 2.2 Anatomi Nasofaring Tampak Belakang 7
Bangunan-bangunan penting yang terdapat di nasofaring adalah: 7
1. Adenoid atau Tonsila Lushka
Bangunan ini hanya terdapat pada anak-anak usia kurang dari 13 tahun. Pada orang
dewasa struktur ini telah mengalami regresi.
1 Fosa Nasofaring atau Forniks Nasofaring
Struktur ini berupa lekukan kecil yang merupakan tempat predileksi fibroma nasofaring
atau angiofibroma nasofaring.
2 Torus Tubarius
Merupakan suatu tonjolan tempat muara dari saluran tuba Eustachii (ostium tuba)
3 Fosa Rosenmulleri
Merupakan suatu lekuk kecil yang terletak di sebelah belakang torus tubarius. Lekuk
kecil ini diteruskan ke bawah belakang sebagai alur kecil yang disebut sulkus salfingo-
faring. Fossa Rosenmulleri merupakan tempat perubahan atau pergantian epitel dari epitel
kolumnar/kuboid menjadi epitel pipih. Tempat pergantian ini dianggap merupakan
predileksi terjadinya keganasan nasofaring.
Mukosa atau selaput lendir nasofaring terdiri dari epitel yang bermacam-macam, yaitu
epitel kolumnar simpleks bersilia, epitel kolumnar berlapis, epitel kolumnar berlapis bersilia,
dan epitel kolumnar berlapis semu bersilia. Pada tahun 1954, Ackerman dan Del Regato
berpendapat bahwa epitel semu berlapis pada nasofaring ke arah mulut akan berubah mejadi
epitel pipih berlapis. Demikian juga epitel yang ke arah palatum molle, batasnya akan tajam
dan jelas sekali. Yang terpenting di sini adalah pendapat umum bahwa asal tumor ganas
nasofaring itu adalah tempat-tempat peralihan atau celah-celah epitel yang masuk ke jaringan
limfe di bawahnya.7
Walaupun fosa Rosenmulleri atau dinding lateral nasofaring merupakan lokasi
keganasan tersering, tapi kenyataannya keganasan dapat juga terjadi di tempat-tempat lain di
nasofaring. Moch. Zaman mengemukakan bahwa keganasan nasofaring dapat juga terjadi
pada:
1. Dinding atas nasofaring atau basis kranii dan tempat di mana terdapat adenoid.
2. Di bagian depan nasofaring yaitu terdapat di pinggir atau di luar koana.
Dinding lateral nasofaring mulai dari fosa Rosenmulleri sampai dinding faring dan palatum
molle.

Gambar 2.3. Kelompok Kelenjar Limfe Leher dan Kemungkinan Letak Lesi Primernya 4

Sistem limfatik daerah nasofaring terdiri dari pembuluh getah bening yang saling
menyilang dibagian tengah dan menuju ke kelenjar Rouviere yang terletak pada bagian lateral
ruang retrofaring, selanjutnya menuju ke kelenjar limfa disepanjang vena jugularis dan
kelenjar limfa yang terletak dipermukaan superfisial 4

1.2. DEFINISI
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring
dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring(4,7)

1.3. EPIDEMIOLOGI
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala – leher yang terbanyak
yang ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan
karsinoma nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%),
laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut , tonsil, hipofaring dalam presentase rendah.3
Secara global, pada tahun 2000 terdapat lebih kurang 65.000 kasus baru dan 38.000
kematian yang disebabkan penyakit ini. Di beberapa negara insidens kanker ini hanya 0,6 %
dari semua keganasan. Di Amerika insiden KNF 1-2 kasus per 100.000 laki-laki dan 0,4
kasus per 100.000 perempuan. . Namun di negara lain dan kelompok etnik tertentu, seperti di
Cina, Asia Tenggara, Afrika Utara, tumor ganas ini banyak ditemukan. Insiden KNF tertinggi
di dunia dijumpai pada penduduk daratan Cina bagian selatan, suku Kanton di propinsi
Guang Dong dan daerah Guangxi dengan angka mencapai lebih dari 50 per 100.000
penduduk pertahun .8
Indonesia termasuk salah satu negara dengan prevalensi penderita KNF yang
termasuk tinggi di luar Cina. Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi
tahun 2003 menunjukan bahwa KNF menempati urutan pertama dari semua tumor ganas
primer pada laki – laki dan urutan ke 8 pada perempuan. Karsinoma nasofaring lebih sering
pada laki-laki dibanding perempuan dan dapat mengenai semua umur, dengan insidens
meningkat setelah usia 30 tahun dan mencapai puncak pada umur 40-60 tahun. Juga pernah
dilaporkan kasus KNF pada anak-anak dibawah 15 tahun. Tumor ganas ini tidak mempunyai
gejala yang spesifik, seringkali tanpa gejala, sehingga hal ini menyebabkan keterlambatan
dalam diagnosis dan terapi. Bahkan pada > 70 % kasus gejala pertama berupa
lymphadenopathy cervical, yang merupakan metastasis KNF.3
Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di tiap daerah, Di RSUPN DR.Cipto
Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS Hasan Sadikin
Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, 15 kasus setahun
di Denpasar dan 11 kasus di Padang dan Bukittinggi. Demikian pula angka-angka yang
didapatkan di Medan, Semarang, Surabaya, dan lain-lain menunjukkan bahwa tumor ganas
ini terdapat merata di Indonesia3

1.4. ETIOLOGI
Sudah hampir dapat dipastikan bahawa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus
Eptein Barr karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer antivirus EB yang cukup
tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat , pasien tumor ganas kepala leher lainnnya,
tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring sekalipun. Namun virus ini
bukan satu- satunya penyebab terjadinya karsinoma nasifaring. Banyak factor lain yang
sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti letak geografis, rasial, jenis
kelamin, genetic, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, social ekonomi, infeksi kuman
atau parasite.3

1.5. FAKTOR RISIKO 1


Beberapa faktor risiko karsinoma nasofaring antara lain virus Epstein Barr, ikan asin,
kurang konsumsi buah dan sayuran segar, tembakau, asap lain, alkohol, obat herbal, paparan
pekerjaan,paparan lain, familial clustering, Human Leukocyte Antigen Genes, dan variasi
genetik lain.
1. Virus Epstein Barr
EBV merupakan faktor risiko mayor karsinoma nasofaring. Sebagian besar infeksi
EBV tidak menimbulkan gejala2. EBV menginfeksi dan menetap secara laten pada 90%
populasi dunia. Di Hong Kong, 80% anak terinfeksi pada umur 6 tahun, hampir 100%
mengalami serokonversi pada umur 10 tahun. Infeksi EBV primer biasanya subklinis.
Transmisi utama melalui saliva, biasanya pada Negara berkembang yang kehidupannya padat
dan kurang bersih. Limfosit B adalah target utama EBV, jalur masuk EBV ke sel epitel masih
belum jelas, replikasi EBV dapat terjadi di sel epitel orofaring10. Virus Epstein-Barr dapat
memasuki sel-sel epitel orofaring, bersifat menetap (persisten), tersembunyi (laten) dan
sepanjang masa (life-long). Antibodi Anti-EBV ditemukan lebih tinggi pada pasien
karsinoma nasofaring, pada pasien karsinoma nasofaring terjadi peningkatan antibody IgG
dan IgA, hal ini dijadikan pedoman tes skrining karsinoma nasofaring pada populasi dengan
risiko tinggi.
2. Ikan asin
Paparan non-viral yang paling konsisten dan berhubungan kuat dengan risiko
karsinoma nasofaring adalah konsumsi ikan asin. Konsumsi ikan asin meningkatkan risiko
1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibanding yang tidak mengkonsumsi. Diet konsumsi ikan asin
lebih dari tiga kali sebulan meningkatkan risiko karsinoma nasofaring.Potensi karsinogenik
ikan asin didukung dengan penelitian pada tikus disebabkan proses pengawetan dengan
garam tidak efi sien sehingga terjadi akumulasi nitrosamin yang dikenal karsinogen pada
hewan. Enam puluh dua persen pasien karsinoma nasofaring mengkonsumsi secara rutin
makanan fermentasi yang diawetkan. Tingginya konsumsi nitrosamin dan nitrit dari daging,
ikan dan sayuran yang berpengawet selama masa kecil meningkatkan risiko karsinoma
nasofaring. Delapan puluh delapan persen penderita karsinoma nasofaring mempunyai
riwayat konsumsi daging asap secara rutin.
3. Buah dan Sayuran Segar
Konsumsi buah dan sayuran segar seperti wortel, kobis, sayuran berdaun segar,
produk kedelai segar, jeruk, konsumsi vitamin E atau C, karoten terutama pada saat anak-
anak, menurunkan risiko karsinoma nasofaring. Efek protektif ini berhubungan dengan efek
antioksidan dan pencegahan pembentukan nitrosamin.
4. Tembakau
Sejak tahun 1950 sudah dinyatakan bahwa merokok menyebabkan kanker. Merokok
menyebabkan kematian sekitar 4 sampai 5 juta per tahunnya dan diperkirakan menjadi 10
juta per tahunnya pada 2030. Rokok mempunyai lebih dari 4000 bahan karsinogenik,
termasuk nitrosamin yang meningkatkan risiko terkena karsinoma nasofaring. Kebanyakan
penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko karsinoma nasofaring sebanyak 2
sampai 6 kali. Sekitar 60% karsinoma nasofaring tipe I berhubungan dengan merokok
sedangkan risiko karsinoma nasofaring tipe II atau III tidak berhubungan dengan merokok.
Perokok lebih dari 30 bungkus per tahun mempunyai risiko besar terkena karsinoma
nasofaring. Kebanyakan penderita karsinoma nasofaring merokok selama minimal 15 tahun
(51%) dan mengkonsumsi tembakau dalam bentuk lain (47%). Merokok lebih dari 25 tahun
meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Merokok lebih dari 40 tahun meningkatkan 2 kali
lipat risiko karsinoma nasofaring.
5. Asap lain
Beberapa peneliti menyatakan bahwa insidens karsinoma nasofaring yang tinggi di
Cina Selatan dan Afrika Utara disebabkan karena asap dari pembakaran kayu bakar.
Sembilan puluh tiga persen penderita karsinoma nasofaring tinggal di rumah dengan ventilasi
buruk dan mempunyai riwayat terkena asap hasil bakaran kayu bakar. Pajanan asap hasil
kayu bakar lebih dari 10 tahun meningkatkan 6 kali lipat terkena karsinoma nasofaring.
6. Alkohol
Konsumsi alkohol tidak berhubungan dengan peningkatan risiko karsinoma nasofaring.
7. Obat Herbal
Pada populasi Asia, beberapa penelitian melaporkan 2 sampai 4 kali lipat peningkatan
risiko karsinoma nasofaring karena penggunaan obat herbal tradisional, tetapi tiga penelitian
di Cina Selatan tidak menemukan hubungan obat herbal dengan karsinoma nasofaring. D
Filipina, penggunaan obat herbal tradisional meningkatkan risiko karsinoma nasofaring,
terutama pada orang yang mempunyai titer antibodi anti-HBV tinggi.
8. Pajanan Pekerjaan
Pajanan pekerjaan terhadap fume, asap, debu atau bahan kimia lain meningkatkan
risiko karsinoma nasofaring 2 sampai 6 kali lipat. Peningkatan risiko karsinoma nasofaring
karena pajanan kerja terhadap formaldehid sekitar 2 sampai 4 kali lipat, didukung oleh
penelitian pada tikus, terutama untuk tipe I tetapi tidak untuk tipe II dan III. Namun sebuah
meta-analisis dari 47 penelitian tidak mendukung hubungan formaldehid dengan karsinoma
nasofaring. Stimulasi dan infl amasi jalan nafas kronik, berkurangnya pembersihan
mukosiliar, dan perubahan sel epitel mengikuti tertumpuknya debu kayu di nasofaring
memicu karsinoma nasofaring, paparan ke pelarut dan pengawet kayu, seperti klorofenol juga
memicu karsinoma nasofaring. Paparan debu katun yang hebat meningkatkan risiko
karsinoma nasofaring karena iritasi dan infl amasi nasofaring langsung atau melalui
endotoksin bakteri. Paparan tempat kerja yang panas atau produk bakaran meningkatkan dua
kali lipat risiko terkena karsinoma nasofaring. Paparan debu kayu di tempat kerja lebih dari
10 tahun meningkatkan risiko terkena karsinoma nasofaring.
9. Pajanan Lain
Riwayat infeksi kronik telinga, hidung, tenggorok dan saluran napas bawah
meningkatkan risiko karsinoma nasofaring sebanyak dua kali lipat. Bakteri yang menginfeksi
saluran nafas dapat mengurai nitrat menjadi nitrit, kemudian dapat membentuk bahan N-
nitroso yang karsinogenik. Di Taiwan, kebiasaan mengunyah betel nut (Areca catechu)
selama lebih dari 20 tahun berhubungan dengan peningkatan 70% risiko karsinoma
nasofaring. Sebuah penelitian ekologi di Cina Selatan menemukan 2 sampai 3 kali lipat kadar
nikel di nasi, air minum, dan rambut penduduk yang tinggal di wilayah yang tinggi insiden
karsinoma nasofaringnya. Penelitian lain menyatakan bahwa kandungan nikel, zinc dan
cadmium pada air minum lebih tinggi di wilayah yang tinggi insiden karsinoma
nasofaringnya. Kadar nikel pada air minum, kadar elemen alkali seperti magnesium, kalsium,
strontium yang rendah pada tanah, dan tingginya kadar radioaktif seperti thorium dan
uranium pada tanah berperan pada mortalitas karsinoma nasofaring, namun masih perlu
dibuktikan dengan penelitian epidemiologi analitik. Risiko karsinoma nasofaring juga
meningkat berhubungan dengan makanan berpengawet lain seperti daging, telur, buah dan
sayur terutama di Cina Selatan, Asia Tenggara, Afrika Utara/Timur Tengah dan penduduk
asli Artik.
10. Familial Clustering
Kerabat pertama, kedua, ketiga pasien karsinoma nasofaring lebih berisiko terkena
karsinoma nasofaring. Orang yang mempunyai keluarga tingkat pertama karsinoma
nasofaring mempunyai risiko empat sampai sepuluh kali dibanding yang tidak. Risiko kanker
kelenjar air liur dan serviks uterus juga meningkat pada keluarga dengan kasus karsinoma
nasofaring. Faktor risiko lingkungan seperti ikan asin, merokok dan paparan pada produk
kayu meningkatkan level antibodi anti- EBV dan beberapa polimorfasi genetik. Kasus
familial biasanya pada tipe II dan III, sedangkan tipe I non familial.
11. Human Leukocyte Antigen Genes
Di Cina Selatan dan populasi Asia lain, Human Leukocyte Antigen-A2-B46 dan B-17
berhubungan dengan peningkatan dua sampai tiga kali lipat risiko karsinoma nasofaring.
Sebaliknya Human Leukocyte Antigen-A11 menurunkan 30%-50% risiko terkena karsinoma
nasofaring pada ras Kulit Putih dan Cina, B13 pada ras Cina, dan A2 pada ras Kulit Putih.
Sebuah meta analisis pada populasi di Cina Selatan menunjukkan peningkatan karsinoma
nasofaring pada HLAA2, B14 dan B46, dan penurunan karsinoma nasofaring pada HLA-
A11, B13 dan B22.
12. Variasi Genetik Lain
Polimorfi di sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) dan CYP2A6 dan ketiadaan Glutation S-
transferase M1 (GSTM1) dan atau GSTT1 berhubungan dengan peningkatan risiko dua
sampai lima kali lipat terkena karsinoma nasofaring. Di Thailand dan Cina, polimorfi pada
polymeric immunoglobulin receptor (PIGR), sebuah reseptor permukaan sel memudahkan
masuknya EBV masuk ke epitel hidung dan meningkatkan risiko karsinoma nasofaring.

1.6. PATOGENESIS
EBV berperan dalam patogenesis dari karsinoma nasofaring, dimana pada awalnya
infeksi dari virus ini menyebabkan perubahan sel dysplasia grade rendah pada nasofaring .
sel displasia grade rendah ini sudah terjadi akibat factor predisposisi seperti diet, sueptibilitas
genetic dan lain- lain. Dengan infeksi dari EBV serta pengaruh gangguan kromosom
berkembang menjadi kanker invasif.Metastastasis dari tumor ini dipengaruhi oleh adanya
mutasi p53 dan ekspresi berlebihan dari kaderin.5
Gambar 2.4 karsinogenesis karsinoma faring)
1.7. MANIFESTASI KLINIS
Gejala atau manifestasi klinis dari karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu gejala hidung/nasofaring, gejala telinga, gejala tumor di leher, gejala mata
dan gejala saraf.
1. Gejala Hidung/Nasofaring 7
Harus dicurigai adanya karsinoma nasofaring, bila ada gejala-gejala:
 Bila penderita mengalami pilek lama, lebih dari 1 bulan, terutama penderita usia lebih
dari 40 tahun, sedang pada pemeriksaan hidung terdapat kelainan.
 Bila penderita pilek dan keluar sekret yang kental, berbau busuk, lebih-lebih jika
terdapat titik atau garis perdarahan tanpa kelainan di hidung atau sinus paranasal.
 Pada penderita yang berusia lebih dari 40 tahun, sering keluar darah dari hidung
(epistaksis) sedangkan pemeriksaan tekanan darah normal dan pemeriksaan hidung
tidak ada kelainan.
2. Gejala Telinga 7,3
Gejala pada telinga umumnya berupa pendengaran yang berkurang, telinga terasa penuh
seperti terisi air, berdengung atau gemrebeg (tinitus) dan nyeri (otalgia). Gangguan
pendengaran yang terjadi biasanya berupa tuli hantaran dan terjadi bila ada perluasan
tumor atau karsinoma nasofaring ke sekitar tuba, sehingga terjadi sumbatan.
3. Gejala Tumor Leher 7,3
Pembesaran leher atau tumor leher merupakan penyebaran terdekat secara limfogen dari
karsinoma nasofaring. Penyebaran ini bisa terjadi unilateral maupun bilateral. Spesifitas
tumor leher sebagai metastase karsinoma nasofaring adalah letak tumor di ujung
prosesus mastoid, di belakang angulus mandibula, di dalam muskulus
sternokleidomastoideus, keras dan tidak mudah bergerak. Kecurigaan bertambah besar
bila pada pemeriksaan rongga mulut, lidah, faring, tonsil, hipofaring dan laring tidak
ditemukan kelainan.
4. Gejala Mata 7,3
Penderita akan mengeluh penglihatannya berkurang, namun bila ditanyakan secara teliti,
penderita akan menerangkan bahwa ia melihat sesuatu menjadi dua atau dobel. Jelas
yang dimaksud di sini adalah diplopia. Hal ini terjadi karena kelumpuhan N.VI yang
letaknya di atas foramen laserum yang mengalami lesi akibat perluasan tumor. Keadaan
lain yang dapat memberikan gejala mata adalah karena kelumpuhan N.III dan N.IV,
sehingga menyebabkan kelumpuhan mata yang disebut dengan oftalmoplegia. Bila
perluasan tumor mengenai kiasma optikus dan N.II maka penderita dapat mengalami
kebutaan.
5. Gejala Saraf 7.3
Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranialis biasanya didahului oleh beberapa gejala
subyektif yang dirasakan sangat menganggu oleh penderita seperti nyeri kepala atau
kepala terasa berputar, hipoestesia pada daerah pipi dan hidung, dan kadang mengeluh
sulit menelan (disfagia). Tidak jarang ditemukan gejala neuralgia trigeminal oleh ahli
saraf saat belum ada keluhan yang berarti. Proses karsinoma yang lebih lanjut akan
mengenai N. IX, X, XI, dan XII jika perjalanan melalui foramen jugulare. Gangguan ini
disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf kranial disebut
dengan sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan
bila sudah demikian prognosisnya menjadi buruk.

1.8 KLASIFIKASI
Klasifikasi Histopatologi 7
Berdasarkan gambaran histopatologinya, karsinoma nasofaring dibedakan menjadi 3
tipe menurut WHO. Pembagian ini berdasarkan pemeriksaan dengan mikroskop elektron di
mana karsinoma nasofaring adalah salah satu variasi dari karsinoma epidermoid. Pembagian
ini mendapat dukungan lebih dari 70% ahli patologi dan tetap dipakai hingga saat ini.
a. Tipe WHO 1
Termasuk di sini adalah karsinoma sel skuamosa (KSS). Tipe WHO 1 mempunyai
tipe pertumbuhan yang jelas pada permukaan mukosa nasofaring, sel-sel kanker
berdiferensiasi baik sampai sedang dan menghasilkan cukup banyak keratin baik di dalam
dan di luar sel.
b. Tipe WHO 2
Termasuk di sini adalah karsinoma non keratinisasi (KNK). Tipe WHO 2 ini paling
banyak variasinya, sebagian tumor berdiferensiasi sedang dan sebagian sel berdiferensiasi
baik, sehingga gambaran yang didapatkan menyerupai karsinoma sel transisional.
c. Tipe WHO 3
Merupakan karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Di sini gambaran sel-sel kanker
paling heterogen. Tipe WHO 3 ini termasuk di dalamnya yang dahulu disebut dengan
limfoepitelioma, karsinoma anaplastik, clear cell carcinoma, dan variasi spindel.

Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu
bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitive.

Gambar 2.5. Kelompokan sel-sel epitel undifferentiated (Dikutip dari: www.pathpedia.com)


Gambar 2.6. Undifferentiated Carcinoma. (Dikutip dari: www.pathpedia.com)
Gambar 2.7. Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma. (Dikutip dari: (Dikutip dari:
www.pathpedia.com)

1.9. DIAGNOSIS 4
Diagnosis KNF dapat ditegakkan berdasarkan hasil biopsi. Pemeriksaan CT-scan
daerah kepala dan leher dapat mengetahui tumor primer dan arah perluasannya. Pemeriksaan
serologi lg A anti EA dan lg A anti VCA (Viral Capsid Agent) untuk infeksi EBV telah
menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Diagnosa pasti ditegakkan
dengan melakukan biopsy nasofaring. Pasien yang kooperatif dengan massa yang jelas dapat
dilakukan biopsi dengan anestesi lokal, nasoendoskop kaku, dan biopsi forsep panjang.
Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara dari hidung atau dari mulut. Biopsi melalui
hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan
melalui rongga hidung menyulusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan
ke lateral dan dilakukan biopsi. Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter
nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung keteter yang berada dalam mulut ditarik
keluar dan diklem bersama-sama ujung keteter yang di hidung. Demikian juga dengan keteter
yang dihidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kaca
laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut
atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat
lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan dengan anestesi topikal dengan
xylocain 10%. Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka
dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkose.

STAGING 2
Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan UICC pada tahun 2002
adalah sebagai berikut :
1. T = Tumor primer
 T0 = Tidak tampak tumor
 T1 = Tumor terbatas di nasofaring
 T2 = Tumor meluas ke jaringan lunak
 T2a = Perluasan tumor ke orofaring dan atau rongga hidung tanpa perluasan ke
parafaring
 T2b = Disertai perluasan ke parafaring
 T3 = Tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus paranasal
 T4 = Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau terdapat keterlibatan saraf
kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator.
2. N = Pembesaran KGB regional
 Nx = Pembesaran KGB tidak dapat dinilai
 No = Tidak ada pembesaran
 N1 = Metastasis KGB unilateral dengan ukuran ≤ 6 cm di atas fossa supraklavikula
 N2 = Metastasis KGB bilateral dengan ukuran ≤ 6 cm di atas fossa supraklavikula
 N3 = Metastasis KGB bilateral dengan ukuran ≥ 6 cm atau terletak didalam fossa
supraklavikula.
 N3a = ukuran > 6 cm
 N3b = di dalam fossa supraklavikula
3. M = Metastasis jauh
 Mx = Metastasis jauh tidak dapat dinilai
 M0 = Tidak ada
 M1 = Terdapat metastasis jauh

Stadium. 0 T1N0
Stadium. I T1 N0 M0
Stadium. IIa T2a N0 M0
Stadium. IIb
 T1 N1 M0
 T2a N1 M0
 T2b N0,N1 M0
Stadium. III
 T1 N2 M0
 T2a,T2b N2 M0
 T3 N2 M0
Stadium. IVa T4 N0,N1,N2 M0
Stadium. IVb semua T N3 M0
Stadium. IVc semua T semua N M1
1.10. PEMERIKSAAN PENUNJANG 4
1. Pemeriksaan radiologi konvensional. Pada foto tengkorak potongan anteroposterior dan
lateral, serta posisi waters tampak jaringan lunak di daerah nasofaring. Pada foto dasar
tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang daerah fossa serebri media
2. Pemeriksaan tomografi, CT Scan nasofaring. Merupakan pemeriksaan yang paling
dipercaya untuk menetapkan stadium tumor dan perluasan tumor. Pada stadium dini terlihat
asimetri dari resessus lateralis, torus tubarius dan dinding posterior nasofaring.
3. Scan tulang dan foto torak untuk mengetahui ada tidaknya metastasis jauh.
4. Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr
( EBV ) yaitu lg A anti VCA (Viral Capsid Antigen) dan lg A anti EA.(Early Antigen)
5. Pemeriksaan aspirasi jarum halus (FNAB), bila tumor primer di nasofaring belum jelas
dengan pembesaran kelenjar leher yang diduga akibat metastasis karsinoma nasofaring.
6. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya metastasis.

1.11. TATALAKSANA 4

 Stadium I : Radioterapi
 Stadium II-III : Kemoradiasi
 Stadium IV dengan N <6cm: Kemoradiasi
 Stadium V dengan N >6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi

Pemilihan terapi kanker banyak faktor yang perlu diperhatikan, antara lain jenis kanker,
kemosensitifitas dan radiosensitifitas kanker, imunitas tubuh dan kemampuan pasien untuk
menerima terapi yang diberikan, efek samping terapi yang diberikan. Untuk keperluan
pemberian kemoterapi, kanker dibagi dalam 2 jenis antara lain:
 Kanker hemopoetik dan limfopoetik
 Kanker padat (solid)
Pada kanker hemopoetik dan limfopoetik yang berhubungan dengan kanker darah
(leukemia),limfoma maligna dan sumsum tulang (myeloma), sedangkan kanker padat (solid)
yang dapat menyebar ke regional atau organorgan lain, dalam hal ini tidak termasuk kanker
darah.
1. Radioterapi 4
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
KNF. Modalitas utama untuk KNF adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit maligna dengan menggunakan sinar peng-
ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara jaringan
sehat disekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma nasofaring
bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting. Jumlah radiasi
untuk keberhasilan melakukan radioterapi adalah 5.000 sampai 7.000 cGy. Dosis radiasi pada
limfonodi leher tergantung pada ukuran sebelum kemoterapi diberikan. Pada limfonodi yang
tidak teraba diberikan radiasi sebesar 5000 cGy, <2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm
diberikan 7000 cGy dan bila lebih dari 4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41
fraksi 5,5 minggu.
Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran sangat
tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin berkurang responsnya.
Untuk stadium I dan II, diperoleh respons komplit 80% - 100% dengan terapi radiasi.
Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan angka kegagalan respons lokal dan metastasis jauh
yang tinggi, yaitu 50% - 80%. Angka ketahanan hidup penderita KNF dipengaruhi beberapa
faktor diantaranya yang terpenting adalah stadium penyakit.
Terdapat 3 cara utama pemberian radioterapi, yaitu :
- Radiasi Eksterna / Teleterapi
- Radiasi Interna / Brakhiterapi
- Intravena
Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap radiasi.
Respon dinilai dari pengecilan tumor primer di nasofaring. Penilaian respon radiasi
berdasarkan kriteria WHO
- Complete Response: menghilangnya seluruh kelenjar getah bening yang besar.
- Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih.
- No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.
- Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih.
Komplikasi Radioterapi dapat berupa : 2
1. Komplikasi dini
Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti :
- Xerostomia - Mual-muntah
- Mukositis - Anoreksi
- Dermatitis
- Hiperpigmentasi
- Eritema
2. Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti :
- Telangiectasis pada kulit
- Fibrosis pada paru dan saluran cerna
- Anemia aplastik pada sistem hemopoetik
- Myelitis
- Kontraktur
- Gangguan pertumbuhan
- dll
2. Kemoterapi 4
Secara definisi kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat
pertumbuhan
kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat anti kanker dapat digunakan sebagian
terapi tunggal (active single agents), tetapi pada umumnya berupa kombinasi karena dapat
lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel – sel yang resisten
terhadap salah satu obat mungkin sensitive terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat
dikurangi sehingga efek samping menurun.
Pemberian kemoterapi terbagi dalam 3 kategori :
1. Kemoterapi adjuvan.
2. Kemoterapi neoadjuvant
3. Kemoterapi concurrent

1. Kemoterapi adjuvan
Pemberian kemoterapi diberikan setelah pasien dilakukan radioterapi. Tujuannya
untuk mengatasi kemungkinan metastasis jauh dan meningkatkan kontrol lokal. Terapi
adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat
terapi utamanya yang maksimal ternyata:
- Kanker masih ada, dimana biopsi masih positif.
- Kemungkinan besar kanker masih ada, meskipun tidak ada bukti secara makroskopis.
- Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi. (oleh karena tingginya resiko kekambuhan dan
metastasis jauh
2. Kemoterapi neoadjuvan
Pemberian kemoterapi adjuvant yang dimaksud adalah pemberian sitostatika lebih
awal yang dilanjutkan pemberian radiasi. Maksud dan tujuan pemberian kemoterapi
neoadjuvan untuk mengecilkan tumor yang sensitif sehingga setelah tumor mengecil akan
lebih mudah ditangani dengan radiasi. Kemoterapi neoadjuvan telah banyak dipakai dalam
penatalaksanaan kanker kepala dan leher. Alasan utama penggunaan kemoterapi neoadjuvan
pada awal perjalanan penyakit adalah untuk menurunkan beban sel tumor sistemik pada saat
terdapat sel tumor yang resisten.Vaskularisasi intak sehingga perjalanan ke daerah tumor
lebih baik. Terapi bedah dan radioterapi sepertinya akan memberi hasil yang lebih baik jika
diberikan pada tumor berukuran lebih kecil. Teori ini dapat disingkirkan karena akan terjadi
peningkatan efek samping, durasinya, dan beban biaya perawatan yang meningkat. Dan yang
lebih penting, sel yang bertahan setelah kemoterapi akan menjadi lebih tidak respon setelah
dilakukan radioterapi sesudahnya. Alasan praktis penggunaan kemoterapi adjuvan adalah
usaha untuk meningkatkan kemungkinan preservasi organ dan kesembuhan. Regimen
kemoterapi yang diberikan cisplatin 100 mg/m2 dengan kecepatan infus 15- 20 menit perhari
yang diberikan dalam 1 hari dan 5-FU 1000 mg/m2/hari secara intra vena, diulangsetiap 21
hari. Sebelum pemberian Cisplatin diawali dengan hidrasi berupa 1.000 mL saline 0,9%
natrium. Manitol 40 g diberikan bersamaan dengan cisplatin infus. Setelah pemberian
cisplatin, dilakukan pemberian 2.000 mL 0,9% natrium garam mengandung 40 mEq kalium
klorida. Pasien diberikan antimuntah sebagai profilaksis yang terdiri dari 5-
hydroxytryptamine-3 reseptor antagonis ditambah 20 mg deksametason. Berdasarkan
penelitian pemberian neoadjuvan kemoterapi dalam 2-3 siklus yang diberikan setiap 3
minggu dengan syarat bila adanya respon terhadap kemoterapi.

3. Kemoterapi concurrent
Kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi. Umumnya dosis kemoterapi yang
diberikan lebih rendah. Biasanya sebagai radiosensitizer. Kemoterapi sebagai terapi
tambahan pada KNF ternyata dapat meningkatkan hasil terapi terutama pada stadium lanjut
atau pada keadaan relaps. Hasil penelitian menggunakan kombinasi cisplatin radioterapi
pada kanker kepala dan leher termasuk KNF, menunjukkan hasil yang memuaskan. Cisplatin
dapat bertindak sebagai agen sitotoksik dan radiation sensitizer. Jadwal optimal cisplatin
masih belum dapat dipastikan, namun pemakaian seharihari dengan dosis rendah, pemakaian
1 kali seminggu dengan dosis menengah, atau 1 kali 3 minggu dengan dosis tinggi telah
banyak digunakan. Agen kemoterapi telah digunakan pada pasien dengan rekarens lokal dan
metastatik jauh. Agen yang telah dipakai yaitu metothrexat, bleomycin, 5 FU, cisplatin dan
carboplatin merupakan agen yang paling efektif dengan respon berkisar 15-31%. Agen aktif
yang lebih baru meliputi paklitaxel dan gemcitibine.
BAB 2

ILUSTRASI KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. K

Umur : 55 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Bukit Tinggi

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

II. Anamnesis

Seorang pasien laki-laki berusia 55 tahun dating ke poliklinik THT-KL RS Dr. Achmad
Muchtar pada tanggal 23 September 2013 dengan keluhan :

Keluhan Utama

Hidung tersumbat sebelah kiri sejak 3 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

 Hidung tersumbat sejak 3 bulan yang lalu


 Telinga kanan terasa penuh, berdenging dan pendengaran terasa berkurang sejak 5
bulan yang lalu. Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada.
 Riwayat hidung berdarah 2 kali sejak 6 bulan yang lalu, jumlah sedikit
 Riwayat penurunan kesadaran tidak ada, riwayat kejang tidak ada
 Riwayat sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu, riwayat muntah menyemprot tidak ada
 Pasien mengeluhkan penglihatan ganda sejak 1 minggu yang lalu
 Rasa mengganjal dari mulut tidak ada. Sesak nafas tidak ada.
 Bengkak di leher ada sebesar kelereng
 Bengkak di ketiak tidak ada, bengkak di lipat paha tidak ada
 Wajah terasa kebas / kesemutan tidak ada, gigi goyah tidak ada, bengkak di wajah
tidak ada, bengkak di langit-langit mulut tidak ada
 Riwayat nyeri menelan tidak ada
 Nyeri di tulang tidak ada , batuk tidak ada
 Berat badan menurun namun tidak tau pasti berapa kilogram
 Pasien pertama kali berobat ke RS di lubuk sikaping dan dikatakan menderita
pembesaran kelenjar di leher, pasien dirujuk ke bagian bedah RS Dr. Achmad
Muchtar dan dilakukan pengangkatan tumor pada leher pada bulan maret 2013.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat hipertensi tidak ada, riwayat DM tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

 Pasien bekerja sebagai petani


 Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak 30 tahun yang lalu sebanyak 3 bungkus
sehari, tapi sudah berhenti merokok sejak 9 bulan yang lalu
 Pasien tidak memiliki kebiasaan makan ikan asin

III. Pemeriksaan Fisik

 Kesadaran : Compos Mentis Cooperative


 Keadaan umum : tampak sakit berat
 Tekanan darah : 120/80
 Nadi : 80x/ menit
 Nafas : 20x/ menit
 Suhu : 36 C
Kulit : teraba hangat, warna sawo matang

Kelenjar getah bening : status lokalis

Kepala : bentuk simetris, massa (-)

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : ADS : liang telinga lapang/lapang, membrane timpani utuh/utuh, refleks


cahaya +/+

Hidung : KNDS : KN lapang/lapang, KI eutrofi/eutrofi dan KM eutrofi/eutrofi, sekret


+/+ seromucus, septum deviasi -/-

Tenggorokan : Arkus faring simetris, Uvula di tengah, Dinding faring tenang, Tonsil T1/T1

Gigi dan Mulut: tidak ada kelainan

Leher : pembesaran KGB ada

Thorak :

Paru : diharapkan dalam batas normal

Jantung : diharapkan dalam batas normal

Abdomen : diharapkan dalam batas normal

Punggung : tidak ditemukan kelainan

Alat kelamin : tidak diperiksa

Anus : tidak diperiksa

Anggota gerak: akral hangat, perkusi baik, gerak motorik dalam batas normal
IV. Pemeriksaan laboratorium

Belum dilakukan

V. Status Lokalis THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Kel kongenital Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Daun telinga
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
tragus
Cukup lapang
(N) Cukup lapang Cukup
Sempit (N) lapang(N)

Hiperemis Tidak ada Tidak ada


Dinding liang Edema Tidak ada Tidak ada
telinga
Massa Tidak ada Tidak ada
Ada / Tidak Ada Ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Jumlah Sedikit Sedikit
Sekret/serumen
Jenis Kering Kering
Membran timpani : kanan utuh,kiri utuh
Gambar

Tanda radang Tidak ada Tidak ada


Fistel Tidak ada Tidak ada
Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinne + +
Schwabach = pemeriksa = pemeriksa
Tes garpu tala
Weber Tidak ada lateralisasi
Kesimpulan Tidak ada gangguan pendengaran
Tanda parece N.VII Tidak ada Tidak ada

Hidung

Pemeriksaa Kelainan Dektra Sinistra


n
Deformitas Tidak Tidak
ada ada
Kelainan Tidak Tidak
Hidung kongenital ada ada
luar Trauma Tidak Tidak
ada ada
Radang Tidak Tidak
ada ada
Massa Tidak Tidak
ada ada
Sinus Paranasal

Pemeriksaa Dekstra Sinistra


n
Nyeri tekan Tidak Tidak
ada ada
Nyeri Tidak Tidak
ketok ada ada

Rhinoskopi Anterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Vibrisae Ada Ada
Vestibulum
Radang Tidak ada Tidak ada
Cukup lapang (N)
Sempit
Cavum nasi cukup cukup
Lapang lapang lapang
Lokasi Ada Ada
Jenis Seromukus Seromukus
Sekret
Jumlah Sedikit Sedikit
Bau Tidak Tidak
berbau berbau
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah Merah muda
Konka muda
inferior Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah Merah muda
Konka media muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Cukup lurus / deviasi Lurus lurus
Permukaan Licin Licin
Warna Merah Merah muda
Septum muda
Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Ukuran Tidak ada Tidak ada
Permukaan Tidak ada Tidak ada
Massa
Warna Tidak ada Tidak ada
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Mudah digoyang Tidak ada Tidak ada
Pengaruh Tidak ada Tidak ada
vasokonstriktor

Gambar

Rinoskopi Posterior-Nasofaring : Tidak dapat dinilai

Orofaring dan mulut

Pemeriksaan Kelain Dekstra Sinistra


an
Simetris/tidak Simetris Simetris
Warna Merah Merah
muda muda
Palatum mole + Arkus Edem Tidak ada Tidak ada
Faring
Bercak/eksudat Tidak ada Tidak ada
Warna Merah Merah
Dinding faring muda muda
Permukaan Licin Licin
Ukuran T1 T1
Tonsil
Warna Merah Merah
muda muda
Permukaan Rata Rata
Muara kripti Tidak ada Tidak ada
Detritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perlengketan dengan Tidak ada Tidak ada
pilar
Warna Merah Merah
muda muda
Periton Edema Tidak ada Tidak ada
sil
Abses Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Tumor Ukuran Tidak ada Tidak ada
Permukaan Tidak ada Tidak ada
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Karies/Radiks Tidak ada Tidak ada
Gigi
Kesan
Warna Merah Merah
muda muda
Bentuk Normal Normal
Lidah Deviasi Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Gamba
r
Laringiskopi Indirek : Tidak dapat dinilai

Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher : ada pembesaran KGB

Inspeksi : terlihat pembesaran kelenjar getah bening di leher

Palpasi : teraba pembesaran kelenjar getah bening

Dekstra : tidak ada pembesaran

Sinistra : Level IB ukuran 2 x 1 x 1 cm, mobile, konsistensi lunak, permukaan


licin, nyeri tekan (-)

VI. Resume

(Dasar Diagnosis)

I. Anamnesis

 Hidung tersumbat sejak 3 bulan yang lalu


 Telinga kanan terasa penuh, berdenging dan pendengaran terasa berkurang sejak 5
bulan yang lalu. Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada.
 Riwayat hidung berdarah 2 kali sejak 6 bulan yang lalu, jumlah sedikit
 Riwayat sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu, riwayat muntah menyemprot tidak ada
 Pasien mengeluhkan penglihatan ganda sejak 1 minggu yang lalu
 Bengkak di leher ada sebesar kelereng
 Riwayat nyeri menelan tidak ada
 Berat badan menurun namun tidak tau pasti berapa kilogram
 Pasien pertama kali berobat ke RS di lubuk sikaping dan dikatakan menderita
pembesaran kelenjar di leher, pasien dirujuk ke bagian bedah RS Dr. Achmad
Muchtar dan dilakukan pengangkatan tumor pada leher pada bulan maret 2013.
 Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak 30 tahun yang lalu sebanyak 3 bungkus
sehari, tapi sudah berhenti merokok sejak 9 bulan yang lalu
II. Pemeriksaan Fisik

Kelenjar Getah Bening : Pembesaran KGB Colli ada

Dextra : tidak ada pembesaran

Sinistra : Level IB ukuran 2 x 1 x 1 cm, mobile, konsistensi lunak, permukaan


licin, nyeri tekan (-)

VII. Diagnosa Kerja

Suspek Karsinoma Nasofaring

VIII. Pemeriksaan Anjuran

 Nasal Endoskopi
 Biopsi

IX. Terapi

Ciprofloxacin 1 x 500 mg

Asam Mefeamat 1 x 500 mg

Kalnex

X. Prognosis

Quo ad Vitam : dubia at malam

Quo ad Sanam : dubia at malam

Quo ad Functionam : dubia at malam

XI. Nasehat

- Konsumsi gizi yang cukup


BAB 3

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki, usia 58 tahun dengan diagnosis suspect
Karsinoma Nasofaring. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis didapatkan :

 Kedua hidung tersumbat sejak 3 bulan yang lalu


 Telinga kanan terasa penuh, berdenging dan pendengaran terasa berkurang sejak 5
bulan yang lalu. Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada.
 Riwayat hidung berdarah 2 kali sejak 6 bulan yang lalu, jumlah sedikit
 Riwayat penurunan kesadaran tidak ada, riwayat kejang tidak ada
 Riwayat sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu, riwayat muntah menyemprot tidak ada
 Pasien mengeluhkan penglihatan ganda sejak 1 minggu yang lalu
 Rasa mengganjal dari mulut tidak ada. Sesak nafas tidak ada.
 Bengkak di leher ada sebesar kelereng
 Bengkak di ketiak tidak ada, bengkak di lipat paha tidak ada
 Wajah terasa kebas / kesemutan tidak ada, gigi goyah tidak ada, bengkak di wajah
tidak ada, bengkak di langit-langit mulut tidak ada
 Riwayat nyeri menelan tidak ada
 Nyeri di tulang tidak ada , batuk tidak ada
 Berat badan menurun namun tidak tau pasti berapa kilogram
 Pasien pertama kali berobat ke RS di lubuk sikaping dan dikatakan menderita
pembesaran kelenjar di leher, pasien dirujuk ke bagian bedah RS Dr. Achmad
Muchtar dan dilakukan pengangkatan tumor pada leher pada bulan maret 2013.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan :

Kelenjar Getah Bening : Pembesaran KGB Colli ada

Dextra : tidak ada pembesaran


Sinistra : Level IB ukuran 2 x 1 x 1 cm, mobile, konsistensi lunak, permukaan
licin, nyeri tekan (-)

Telah dilakukan pemeriksaan sederhana seperti Rhinoskopi anterior namun tidak

dapat ditemukan massa yang menyumbat namun itu tidak berarti telah menyingkirkan

adanya massa pada nasofaring. Selain itu juga telah dilakukan Rhinoskopi posterior

dan laringoskopi indirect yang lebih bermakna untuk melihat adanya massa di

nasofaring, namun masih sulit di nilai.

Untuk menegakkan diagnosis maka diperlukan pemeriksaan anjuran berupa biopsy

dan nasoendoskopi.
KEPUSTAKAAN

1. Ariwibowo, H. 2013. Faktor Resiko Karsinoma Nasofaring. Kalimantan: CDK-204/ vol.


40 no. 5
2. Asroel. H.A. 2002. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. Medan :
USU Digital library
3. Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher. Edisi 6.
Jakarta : FKUI.2007
4. Firdaus, M.A & Prijadi, J. 2013. Kemoterapi Neoadjuvan pada Karsinoma Nasofaring.
Diakses dari www.repository.unand.ac.id pada tanggal 25 September 2013 pukul
22.05 WIB
5. Kadkhoda, Z.T. 2007. Nasopharengeal Carcinoma : past, present, and Future directions.
Sweden: Department of Oncology, Institute of Clinical Sciences,Göteborg University,
S-413 45
6. Kentjono, W.A. 2003. Perkembangan Terkini Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring.
Surabaya: Majalah Kedokteran Tropis Indonesia Volume 14 No.2
7. Maulana A.S dkk. 2010. Kasus Karsinoma Nasofaring di RSD dr. Soebandi Jember
Periode 2009-2010. Jember: Fakultas Kedokteran Universitas Jember
8. Yenita, A.W. 2008. Studi Retrospektif Karsinoma Nasofaring di Sumatera Barat
:Reevaluasi Subtipe Histopatologi Berdasarkan Klasifikasi WHO. Padang: Bagian
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Unand.

Anda mungkin juga menyukai