Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ANALISIS KASUS PT. ASURANSI JIWASRAYA

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah: Akuntansi Keuangan Menengah II

Dosen Pengampu: Ida Royani, S.E, M.Ak

DISUSUN OLEH:

Nova Rosdiana (0318112)

AKUNTANSI B (JUMAT-SABTU)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERSATUAN GURU


REPUBLIK INDONESIA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“ANALISIS KASUS PT. ASURANSI JIWASRAYA” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen: Ida Royani, S.E, M. Ak pada mata kuliah AKUNTANSI KEUANGAN
MENENGAH II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang ekuitas bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya
mengucapkan terima kasih kepada ibu Ida, selaku dosen bidang studi/mata kuliah
ini yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang
saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Sukabumi, 22 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL ...................................................................................................

KATA PENGANTAR ........................................................................2

DAFTAR ISI .......................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Perusahaan .............................................................4

B. Rumusan Masalah ............................................................................8

C. Tujuan Penulisan .............................................................................8

BAB II PEMBAHASAN

Kronologi Kasus....................................................................................9

BAB III PENUTUP

Simpulan .............................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Perusahaan

Akhir–akhir ini kondisi kesehatan di Indonesia sedang menurun.

Meningkatnya berbagai penyakit tidak menular seperti jantung, diabetes,

stroke, kanker, dan lainnya. Tidak hanya itu, masyarakat Indonesia juga

menghadapi penyakit menular yang harus diantisipasi dengan menurunkan

infeksi penyakit menular dan berbagai gangguan kesehatan ibu dan bayi. Saat

bersamaan masyarakat Indonesia harus mencegah dan mengantisipasi

penyakit menular dan tidak menular yang pengobatannya membutuhkan biaya

yang sangat besar.

Risiko di atas merupakan penyebab kematian dini yang mungkin

dihadapi oleh seseorang. Peluang hidup masyarakat di Indonesia tahun 2018

yaitu 71,7 tahun, di mana wanita peluang hidupnya hingga umur 73 tahun dan

laki-laki hingga umur 69 tahun. Berdasarkan risiko yang ada, seseorang

tertarik dengan asuransi jiwa yang akan menanggung atau menjamin

kerugian–kerugian finansial. Hal tersebut menjadi peluang besar bagi

perusahaan asuransi untuk menawarkan berbagai macam programnya.

Perusahaan kecil maupun besar memiliki perhatian yang besar dalam

bidang keuangan seiring berkembangnya dunia usaha yang semakin maju.

Persaingan antar perusahaan yang semakin ketat dan kondisi perekonomian

4
Indonesia yang berubah–ubah tidak sedikit membuat perusahaan mengalami

penurunan. Bidang keuangan berperan penting dalam suatu perusahaan agar

perusahaan mampu bertahan dan dapat berkembang dengan selalu

memerhatikan kondisi dan kinerja perusahaan. Salah satu perusahaan yang


bertahan dalam ketatnya persaingan yaitu

PT. Jiwasraya (Persero). Saat ini PT Jiwasraya mengalami tekanan likuiditas.

Dimana PT Jiwasraya terpaksa menunda pembayaran kewajiban polis yang

jatuh tempo pada bulan Oktober 2018. Kesalahan investasi yang diduga

menjadi penyebab sulitnya likuiditas perusahaan, sehingga dapat gagal

membayarkan polis. Tahun 2007 hingga 2012 PT Jiwasraya menempatkan

dananya pada repo saham yang menawarkan bunga tinggi. Masalah muncul

ketika pasar modal melemah dan harga–harga saham turun. PT Jiwasraya


kesulitan mendapatkan tambahan modal karena

statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Apabila perusahaan

mencairkan investasi untuk membayarkan polis, akan berakibat cut loss yang

akan dinilai merugikan Negara. Kondisi ini berbeda dengan perusahaan

asuransi swasta yang dapat mencairkan investasi untuk membayarkan polis.

Ketika membutuhkan likuiditas tambahan, Jiwasraya tidak bisa mendapatkan

suntikan modal dari pemegang saham.

Manajer PT Jiwasraya dituntut untuk selalu berhati–hati untuk

mengambil keputusan dalam menjalankan usahanya. Pengambilan keputusan

merupakan hal yang sangat penting untuk menetapkan suatu tujuan yang ingin

5
dicapai oleh perusahaan. Keputusan yang diambil harus sesuai dengan tujuan

perusahaan yaitu untuk memperoleh laba. Seorang manajer harus selalu peka

dalam setiap perubahan yang terjadi dari lingkungan perusahaan maupun dari

luar perusahaan. Keputusan yang sesuai akan terlihat dari suatu kinerja

perusahaan yang dikelola secara baik.

Manfaat penilaian kinerja bagi perusahaan asuransi adalah untuk

mengetahui tingkat keberhasilan perusahaan, agar dapat mengelola kegiatan

perusahaan secara efektif dan efisien, membantu pengambilan keputusan,

mengidentifikasi kebutuhan perusahaan, serta membantu merencanakan

kegiatan operasional perusahaan pada masa yang akan datang. Analisis

kinerja ini bekerja untuk memberikan pedoman agar dapat melakukan

kegiatan berdasarkan prinsip asuransi secara professional. Cara mengetahui


bagaimana kinerja keuangan

perusahaan asuransi dalam menarik nasabah dan memanfaatkan sumber daya

secara efektif dan efisien maka perlu dilakukan analisis kinerja keuangan

dengan menggunakan standart penilaian kinerja keuangan perusahaan asuransi

yang ditetapkan oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

71/POJK.05/2016.

Mengukur kondisi keuangan perusahaan asuransi tidak hanya dengan

penilaian menurut Otoritas Jasa Keuangan, tetapi juga dapat dengan

menggunakan metode Risk Based Capital. Berdasarkan Keputusan Menteri

6
Keuangan (KMK) Nomor 424/KMK.06/2003 tentang kesehatan keuangan

Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Berdasarkan uraian di atas

dapat disajikan data pendapatan premi PT Asuransi Jiwasraya untuk 5 tahun

terakhir yang dapat disajikan dalam tabel 1.1 sebagai berikut:

Table 1.1 Pendapatan Premi PT Asuransi Jiwasraya tahun 2013 hingga tahun
2018

Dari Tabel 1.1 menunjukkan pada tahun 2013 hingga tahun 2018 total

aktiva mengalami kenaikan tetapi pada tahun 2018 mengalami penurunan,

pendapatan juga terus meningkat dari tahun 2013 hingga tahun 2018 dan di

tahun 2018 menurun, sedangkan laba bersih dari tahun 2013 hingga 2018

meningkat, tetapi pada tahun 2017 laba bersih mengalami penurunan sebesar

81% yang awalnya di tahun 2017 laba bersih mencapai 1 Triliun rupiah turun

menjadi 3 Miliar rupiah di tahun 2016 dan di tahun 2018 juga mengalami

penurunan sebesar 50%.

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian untuk membuktikan

kinerja keuangan perusahaan asuransi yang layak. Penelitian yang dilakukan

(Sindi Nurfadila, dkk) tentang analisis rasio keuangan dan Risk Based Capital

7
untuk menilai kinerja keuangan menghasilkan kinerja keuangan perusahaan

asuransi PT Asuransi Jiwasraya menunjukkan bahwa kinerja keuangan

perusahaan sudah sangat baik dan cenderung stabil. Hal ini dapat dilihat dari

semua rasio yang memenuhi batas normal, kecuali rasio pengembalian

investasi.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dijelaskan, maka

peneliti mengidentifikasi masalah “Bagaimana kinerja keuangan PT Jiwasraya

Tahun 2013-2018?”.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisis

kinerja keuangan PT Asuransi Jiwasraya pada Tahun 2013–2018.

8
BAB II

PEMBAHASAN

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah menjadi sorotan masyarakat.


Asuransi jiwa tertua di Indonesia itu mengalami tekanan likuiditas sehingga
ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun pada September 2019. Selain itu,
Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89 triliun untuk kembali sehat.
Ternyata, kasus Jiwasraya merupakan puncak gunung es yang baru mencuat. Jika
dirunut, permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak tahun 2000-an. Berikut
kronologi kasus Jiwasraya:

2006: Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan


ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp3,29 triliun.

2008: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini disclaimer (tidak


menyatakan pendapat) untuk laporan keuangan 2006-2007 lantaran penyajian
informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Defisit perseroan semakin
lebar, yakni Rp5,7 triliun pada 2008 dan Rp6,3 triliun pada 2009.

2010-2012: Jiwasraya melanjutkan skema reasuransi dan mencatatkan surplus


sebesar Rp1,3 triliun pada akhir 2011. Namun, Kepala Biro Perasuransian Isa
Rachmatawarta menyatakan metode reasuransi merupakan penyelesaian
sementara terhadap seluruh masalah. Sebab, keuntungan operasi dari reasuransi
cuma mencerminkan keuntungan semu dan tidak memiliki keuntungan ekonomis.
Karenanya, pada Mei 2012, Isa menolak permohonan perpanjangan reasuransi.
Laporan keuangan Jiwasraya 2011 disebut tidak mencerminkan angka yang wajar.
Pada 2012, Bapepam-LK memberikan izin produk JS Proteksi Plan pada 18
Desember 2012. JS Proteksi Plan dipasarkan melalui kerja sama dengan bank
(bancassurance). Produk ini ikut menambah sakit perseroan lantaran menawarkan
bunga tinggi, yakni 9 persen hingga 13 persen.

2014: Di tengah permasalahan keuangan, Jiwasraya menggelontorkan sponsor


untuk klub sepakbola asal Inggris, Manchester City.

9
2017: Kondisi keuangan Jiwasraya tampak membaik. Laporan keuangan
Jiwasraya pada 2017 positif dengan raihan pendapatan premi dari produk JS
Saving Plan mencapai Rp21 triliun. Selain itu, perseroan meraup laba Rp2,4
triliun naik 37,64 persen dari tahun 2016. Perlu diketahui, sepanjang 2013-2017,
pendapatan premi Jiwasraya meningkat karena penjualan produk JS Saving Plan
dengan periode pencairan setiap tahun.

2018: Direktur Pengawasan Asuransi OJK, Ahmad Nasrullah menerbitkan surat


pengesahan cadangan premi 2016 sebesar Rp10,9 triliun.

Pada bulan yang sama, Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim dan
Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dicopot. Nasabah mulai mencairkan
JS Saving Plan karena mencium kebobrokan direksi lama. Mei 2018, pemegang
saham menunjuk Asmawi Syam sebagai direktur utama Jiwasraya. Di bawah
kepemimpinannya, direksi baru melaporkan terdapat kejanggalan laporan
keuangan kepada Kementerian BUMN. Indikasi kejanggalan itu betul, karena
hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) atas
laporan keuangan 2017 mengoreksi laporan keuangan interim dari laba sebesar
Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428 miliar.

Agustus 2018, Menteri BUMN Rini Soemarno mengumpulkan direksi


untuk mendalami potensi gagal bayar perseroan. Ia juga meminta BPK dan BPKP
untuk melakukan audit investigasi terhadap Jiwasraya. Oktober-November 2018,
masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik. Perseroan
mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving
Plan sebesar Rp802 miliar. Pada November, pemegang saham menunjuk Hexana
Tri Sasongko sebagai Direktur Utama menggantikan Asmawi Syam. Hexana
mengungkap Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp32,89 triliun untuk
memenuhi rasio solvabilitas (RBC) 120 persen. Tak hanya itu, aset perusahaan
tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5
triliun. Akibatnya, ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp27,24 triliun. Sementara

10
itu, liabilitas dari produk JS Saving Plan yang bermasalah tercatat sebesar
Rp15,75 triliun.

November 2019, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick


Thohir mengaku melaporkan indikasi kecurangan di Jiwasraya ke Kejaksaan
Agung (Kejagung). Hal itu dilakukan setelah pemerintah melihat secara rinci
laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak transparan. Desember 2019:
Penyidikan Kejagung terhadap kasus dugaan korupsi Jiwasraya menyebut ada
pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Jaksa Agung ST
Burhanuddin bahkan mengatakan Jiwasraya banyak menempatkan 95 dana
investasi pada aset-aset berisiko. Imbasnya, Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) turut memantau perkembangan penanganan perkara kasus dugaan korupsi
di balik defisit anggaran Jiwasraya. Selain itu, Kejagung meminta Direktorat
Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencekal 10 nama
yang diduga bertanggung jawab atas kasus Jiwasraya, yaitu: HH, BT, AS, GLA,
ERN, MZ, DW, HR, HP, dan DYA.

Pada Rabu (8/1), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumumkan


pernyataan resmi terkait skandal Jiwasraya. Salah satunya, laba perseroan sejak
2006 disebut semu karena melakukan rekayasa akuntansi (window dressing).
Hasil pemeriksaan BPK akan menjadi dasar bagi Kejagung mengambil putusan
terhadap orang-orang yang bertanggung jawab atas kondisi Jiwasraya.
Kementerian BUMN juga mensinyalir investasi Jiwasraya banyak ditaruh di
saham-saham gorengan. Hal ini yang menjadi satu dari sekian masalah gagal
bayar klaim Asuransi Jiwasraya. Selain Kejagung, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI
Jakarta juga menaikkan status pemeriksaan dari penyelidikan menjadi penyidikan
pada kasus dugaan korupsi.

Versi OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan kronologi kasus gagal bayar


PT Asuransi Jiwasraya (Persero). OJK mencatat, poin krusial yang menyebabkan

11
masalah Jiwasraya antara lain memberikan jaminan imbal hasil (guarantee return)
yang tinggi yang dilakukan bertahun-tahun.

Deputi Komisioner OJK Bidang Industri Keuangan Non Bank Muhammad


Ichsanudin mengungkapkan, kasus yang melanda Jiwasraya sangat pelik dan
berlangsung cukup lama. "Sejak krisis moneter tahun 1997 dan 1998, pembinaan
dan pengawasan industri asuransi mewajibkan risk based capital atau RBC atau
rasio solvabilitas," terang Ichsanudin, dalam salah satu acara talkshow di televisi
swasta nasional, Selasa (7/01/2020).

Saat ini, rasio kecukupan modal Jiwasraya atau Risk Based Capital (RBC)
minus hingga 850%. RBC adalah rasio solvabilitas yang menunjukkan kesehatan
keuangan perusahaan asuransi, di mana semakin besar maka makin sehat pula
kondisi finansialnya. Angka ini jauh dari ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
yang mengharuskan modal minimum yang harus dipenuhi oleh perusahaan
asuransi baik umum atau jiwa adalah 120%. Dalam Dokumen Penyelamatan
Jiwasraya yang diperoleh CNBC Indonesia, disebutkan untuk mencapai nilai RBC
sampai 120%, dibutuhkan dana sebesar Rp 32,89 triliun. Puncaknya, kata dia,
terjadi kala Jiwasraya mengalami gagal bayar atas produk JS Saving Plan pada 1
Oktober 2018. Manajemen tidak mampu membayar polis asuransi JS Saving Plan
yang jatuh tempo sebesar Rp 802 miliar. Ichsanuddin menuturkan, selaku otoritas
yang mengawasi Jiwasraya, OJK sudah memanggil direksi Jiwasraya pada April
2018 untuk mendiskusikan jalan terbaik mengenai masalah Jiwasraya. "Pertemuan
ini bukan konteks solvensi yang jadi viral, tapi penerimaan premi yang turun
drastis," katanya menjelaskan.

Kasus ini pun membuat stakeholder turun tangan mulai dari Kementerian
Keuangan, Kementerian BUMN, Kejaksaan Agung hingga Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). Perkembangan terbaru, BPK menurunkan tim untuk melakukan
investigasi terkait kasus Jiwasraya. BPK segera akan melakukan audit investigasi
terhadap perusahaan asuransi pelat merah tersebut yang memiliki gagal bayar
polis mencapai Rp 12,4 triliun. (hps/hps)

12
BAB III

PENUTUP

SIMPULAN

Kasus gagal bayar industri keuangan kembali muncul. Kali ini masalah terjadi
pada PT Asuransi Jiwasraya yang tengah terbelit masalah likuiditas. Alhasil,
perusahaan asuransi milik negara ini menunda pembayaran polis yang jatuh tempo
produk bancassurance asuransi jiwa yang berbalut investasi atau saving plan yang
dijual bersama sejumlah bank sebagai agen penjual. Sedianya, produk saving plan
ini akan jatuh tempo pada Oktober 2018. Direktur Utama Jiwasraya Asmawi
Syam mengatakan, saving plan yang jatuh tempo dan tidak bisa dilunasi Jiwasraya
saat ini sebesar Rp 802 miliar. Setidaknya ada tujuh bank yang menjadi agen
penjual produk saving plan milik Jiwasraya. Yakni PT Bank Tabungan Negara,
Bank ANZ, Bank QNB, PT Bank Rakyat Indonesia, Bank KEB Hana, Bank
Victoria dan Standard Chartered Indonesia. Beberapa bank sudah mendapat
pemberitahuan dari Jiwasraya soal keterlambatan pembayaran polis asuransi yang
jatuh tempo. Dalam surat pemberitahuan itu disebutkan, keterlambatan
pembayaran terjadi karena pemenuhan pendanaan masih dalam proses. Atas
keterlambatan ini, Jiwasraya memutuskan untuk memberikan bunga 5,75% per
tahun. Produk saving plan milik Jiwasraya ini mulai beredar di masyarakat sejak
tahun 2013 dengan masa kontrak selama lima tahun. Produk ini juga dilengkapi
opsi bagi nasabah untuk menarik keluar dana investasinya setiap tahun. Nilai
premi awal produk saving plan ini mulai dari Rp 100 juta. Namun, ketentuan nilai
premi awal ini berbeda-beda tergantung kebijakan masing-masing bank sebagai
agen penjual.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200108111414-78-463406/kronologi-
kasus-jiwasraya-gagal-bayar-hingga-dugaan-korupsi

https://www.cnbcindonesia.com/market/20200108130133-17-128533/ojk-buka-
kronologis-masalah-yang-menimpa-jiwasraya

https://fokus.kontan.co.id/news/mengupas-masalah-likuiditas-yang-menimpa-
asuransi-jiwasraya

14

Anda mungkin juga menyukai