Anda di halaman 1dari 19

I.

PENDAHALUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara terbesar penghasil kakao di Asia Tenggara dan

merupakan negera ketiga terbesar di dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan

Ghana (20,2%) Indonesia dengan persentasi 13,6%, kakao merupakan tanaman

salah satu penghasil devisa negara dengan jumlah yang cukup tinggi, dan

merupakan sumber penghasilan bagi petani terutama petani kakao itu sendiri,

sehingga diperlukan adanya penigkatan penigkatan kualitas sarana dan prasarana

yang mendukung serta memadai untuk hasil produksi yang maksimal pada kakao,

dalam menghadapi ekonomi global pada tahun-tahun yang akan datang perlu

adanya penigkatan pengetahuan dan teknologi yang memadai dalam hal budidaya

pemasaran serta pengunaan pestisida yang tepat (Mars, 2010).

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan

yang penting setelah kelapa sawit dan karet. Hal ini karena disamping permintaan

dalam negeri semakin tinggi, juga berkembangnya sektor agroindustri yang

membutuhkan bahan baku kakao seperti permen, bubuk coklat dan lemak coklat

yang biasa digunakan untuk industri farmasi dan industri komestik. Salah satu

usaha yang dapat dilakukan untuk menempatkan kedudukan kakao sama dengan

kelapa sawit dan karet adalah dengan cara peningkatkan kualitas hasil

(Nurwijayanti, 2012).

Produksi kakao mempunyai kaitan yang sangat erat dengan pelaksanaan

teknik budidaya dan kualitas bibit. Pembibitan kakao mempunyai peranan penting

untuk menghasilkan kualitas bibit yang diharapkan, di antaranya dengan

1
menyediakan hara pada media tanaman sesuai dengan kebutuhan bibit.

Pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik merupakan alternatif yang

banyak dipilih petani dalam usaha memenuhi kebutuhan hara tanaman. Selama

kurun waktu 20 tahun terakhir terjadi penggunaan pupuk kimia sintesis hanpir 5

kali lipat, sementara kenaikan produksi hanya mencapai 50%.Hal ini

menunjukkan bahwa penggunaan pupuk anorganik sudah tidak efisien lagi

(Sugito, 2002).

Produksi dan kualitas tanaman di pengaruhi oleh beberapa faktor, salah

satunya ketersediaan unsur hara, kesuburan tanah yang rendah menunjukkan

kandungan unsur hara juga rendah, salah satunya kalium yang merupakan unsur

hara makro dan sangat berperan penting dalam pertumbuhan tanaman.Kalium

merupakan unsur hara utama ketiga setelah N dan P. (Rosmarkam dan Yuwono,

2002). Salah saru upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kadar N,P dan

K dalam tanah yaitu dengan menambahkan bahan organik, pemberian bahan

organik juga dapat menekan pemakaian pupuk anorganik N, P dan K dosis tinggi

sehingga menjadi lebih efisien (Isrun, 2009).

Bokashi adalah pupuk organik hasil fermentasi bahan organic yang

menggunakan EM4 yaitu campuran mikroorganisme yang bermanfaat untuk

meningkatkan keanekaragaman mikroba dari tanah maupun tanaman serta

berfungsi untuk meningkatkan kesehatan tanah, pertumbuhan dan produksi

tanaman. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan mudah

disekitar lahan pertania seperti : jerami, rumput tanaman kacang, sekam pupuk

kandang, serbuk gergaji dan tanaman legume (Isroi, 2007).

2
Gamal merupakan tanaman jenis perdu dari kerabat polong-polongan (suku

Fabaceae atau Leguminosae). Penyebaran alami tidak jelas karena telah

dibudidayakan sejak lama, tetapi bukti kuat menunjukkan bahwa penyebarannya

terbatas pada hutan musim kering gugur daun di dataran rendah pesisir Pasifik dan

beberapa lembah pedalaman di Amerika Tengah dan Meksiko. Tanaman ini

sekarang sudah menyebar di seluruh daerah tropika termasuk Indonesia (Hesty,

2009).

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai

Respon pertumbuhan bibit kakao terhadap pemberian bokashi daun gamal.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk

bokashi daun gamal terhadap pertumbuhan bibit kakao. Kegunaan dari penelitian

ini adalah sebagai bahan informasi kepada petani untuk mengembangkan dan

meningkatkan hasil tanaman kakao melalui penggunaan pupuk organik bokashi

daun gamal.

I.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk memgetahui pengaruh dosis pupuk bokashi daun

gamal terhadap pertumbuhan bibit kakao

I.3 Manfaat penelitan

Manfaat penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi ilmiah mengenai

pupuk bokashi daun gamal pada budidaya pertumbuhan bibit kakao

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Moh Haerudin (2019) tentang pertumbuhan

dan hasil tanaman terung ungu (solanum melongena L.) pada berbagai pemberian

dosis pupuk bokashi daun gamal. Menyimpulkan bahwa pemberian bokashi daun

gamal berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 2 MST, 4 MST, 6 MST dan12

MSt, serta jumlah per petak, namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah

daun, berat segar total tanaman per petak ubinan, berat kering total tanaman per

petak ubinan, bobot buah per petak ubinan, dan hasil ton per ha. Dosis bokashi

daun gamal yang memberikan hasil terbaik adalah 5-15 t/ha.

Amirudin (2007) meneliti tentang pertumbuhan dan hasil jagung pulut (Zea

mays certain) pada berbagai dosis bokashi daun gamal (gliricidia sepium) dan

pupuk N.P.K dalam sistem alley cropping. Disimpulkan bahwa peningkatan dosis

bokashi daun gamal sampai 15 ton/ha dapat meningkatkan tinggi tanaman jagung

pulut pada setiap dosis N.P.K. dosis bokashi daun gamal sampai 15 ton/ha

memberikan hasil tanaman (bobot tongkol dengan klobot 5,23 ton/ha dan bobot

tongkol tanpa klobot 4,05 ton/ha).

Berdasarkan hasil penelitian Safiara (2017) tentang pengaruh pemberian

bokashi daun gamal pada entisol sidera terhadap serapan nitrogen dan hasil

tanaman jagung manis (zea mays saccarata). Menyimpulkan bahwa pemberian

bokashi daun gamal dengan dosis 35 ton/ha dapat meningkatkan ph tanah, bobot

kering tanah, N-tanaman, bobot kering tanaman, serapan N, dan hasil produksi

tanaman jagung manis

4
Berdasarkan uraian diatas, Peneliti akan melakukan penelitian mengenai

Respon pertumbuhan bibit kakao terhadap pemberian bokashi daun gamal.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk

bokashi daun gamal terhadap pertumbuhan bibit kakao. Kegunaan dari penelitian

ini adalah sebagai bahan informasi kepada petani untuk mengembangkan dan

meningkatkan hasil tanaman kakao melalui penggunaan pupuk organik bokashi

daun gamal.

II.2 Botani Tanaman Kakao

Kakao Tanaman kakao berasal dari daerah sungai Amazon dan sungai

Orimico. Penanaman kakao pertama diusahakan oleh penduduk maya dan orang-

orang Indian astec. Adapun sistematika tanaman kakao yaitu sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Malvales

Family : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Species : Theobroma cacao L. (Tjitrosoepomo, 1988)

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan

penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2011 Indonesia menjadi

produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi 721,231 ton, dibawah

negara Pantai Gading dengan produksi 1,38 juta ton (FAO, 2013).

5
II.3 Morfologi Tanaman Kakao

a. Akar

Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian besar

akar lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada

kedalaman tanah (jeluk) 0-30 cm. 56% akar lateral tumbuh pada jeluk 0-10 cm,

26% pada jeluk 11-20, 14% pada jeluk 21-30 cm dan hanya 4% tumbuh pada

jeluk diatas 30 cm dari permukaan tanah. Jangkauan jelajah akar lateral

dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk. Ujungnya membentuk cabang-cabang

kecil yang susunannya ruwet (Intricate).

Pada awal perkecambahan benih, akar tunggang tumbuh cepat dari panjang

1 cm pada umur satu minggu, mencapai 16-18 cm pada umur satu bulan, dan 25

cm pada umur tiga bulan. Setelah itu laju pertumbuhannya menurun dan untuk

mencapai panjang 50 cm memerlukan waktu dua tahun. Pada saat berkecambah,

hipokotil memanjang dan mengangkat kotiledon yang masih menutup ke atas

permukaan tanah. Fase ini disebut dengan fase serdadu. Fase kedua ditandai

dengan membukanya kotiledon diikuti dengan memanjangnya epikotil dan

tumbuhnya empat lembar daun pertama. Keempat daun tersebut sebetulnya

tumbuh dari setiap ruasnya, tetapi buku-bukunya sangat pendek sehingga

tampak tumbuh dari satu ruas. Pertumbuhan berikutnya berlangsung secara

periodik dengan interval waktu tertentu (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Indonesia, 2004).

6
b. Batang

Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 m akan berhenti

tumbuh dan membentuk jorket (Jorquette). Jorket adalah tempat percabangan

dari pola percabangan ortotrop ke plagiotrop dan khas hanya pada tanaman

kakao. Pembentukan jorket didahului dengan berhentinya pertumbuhan tunas

ortotrop karena ruas-ruasnya tidak memanjang. Pada ujung tunas tersebut,

stipula (semacam sisik pada kuncup bunga) dan kuncup ketiak daun serta tunas

daun tidak berkembang. Dari ujung perhentian tersebut selanjutnya tumbuh 3-6

cabang yang arah pertumbuhannya condong ke samping membentuk sudut 0-600

dengan arah horizontal. Cabang-cabang itu disebut dengan cabang primer

(cabang 7 Plagiotrop). Pada cabang primer tersebut kemudian tumbuh cabang-

cabang lateral (Fan) sehingga tanaman membentuk tajuk yang rimbun (Pusat

Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).

Tumbuhnya jorket tidak berhubungan dengan umur atau tinggi tanaman.

Pemakaian pot besar dilaporkan menunda tumbuhnya jorket sedangkan

pemupukan dengan 140 ppm N dalam bentuk nitrat mempercepat tumbuhnya

jorket. Tanaman kakao akan membentuk jorket setelah memiliki ruas batang

sebanyak 60-70 buah. Namun, batasan tersebut tidak pasti karena kenyataannya

banyak faktor lingkungan yang berpengaruh dan sukar dikendalikan. Contohnya,

kakao yang ditanam dalam polibag dan mendapat intensitas cahaya 80% akan

membentuk jorket lebih pendek dari pada tanaman yang ditanam di kebun.

Selain itu, jarak antar daun sangat dekat dan ukuran daunnya lebih kecil.

Terbatasnya medium perakaran merupakan penyebab utama gejala tersebut.

7
Sebaliknya, tanaman kakao yang ditanam di kebun dengan jarak rapat akan

membentuk jorket yang tinggi sebagai efek dari etiolasi (pertumbuhan batang

memanjang akibat kekurangan sinar matahari) (Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan, 2010).

c. Daun

Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfisme.

Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada

tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm. Tangkai daun

bentuknya 1313 silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya (Pusat

Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).

Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian

(Articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun. Dengan

persendian ini dilaporkan daun mampu membuat gerakan untuk menyesuaikan

dengan arah datangnya sinar matahari. Bentuk helai daun bulat memanjang

(Oblongus) ujung daun meruncing (Acuminatus) dan pangkal daun runcing

(Acutus). Susunan daun tulang menyirip dan tulang daun menonjol ke

permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat

seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung pada kultivarnya.

Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan

mengkilap (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

d. Bunga

Bunga kakao tergolong bunga sempuna, yang terdiri atas daun kelompok

(Calyx) sebanyak 5 helai dan benang sari (Androecium) sejumlah 10 helai.

8
Diameter bunga mencapai 1,5 cm. Tumbuhnya secara berkelompak pada

bantalan bunga yang menempel pada batang tua, cabang atau ranting. Bunga

yang keluar pada ketiak akhirnya akan jadi gemuk membesar. Inilah yang

disebut bantalan bunga atau buah. Bantalan yang ada pada cabang tumbuh bunga

disebut Ramiflora dan yang ada pada batang tumbuh bunga disebut Cauliflora.

Serbuk sarinya hanya berdiameter 2-3 mikron, sangat kecil (Sugiharti, 2006).

e. Buah

Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua

macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika

sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda

berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (oranye). Buah kakao yang

masih 9 muda disebut Cherelle, kemudian sampai tiga bulan pertama akan

terjadi Cherelle wilt, yakni gejala spesifik dari buah kakao yang disebut

Physiological Effect Thiming, yaitu buah muda menjadi kering dan mengeras.

Hal ini disebabkan oleh adanya proses fisiologis yang menyebabkan

terhambatnya penyaluran hara untuk menunjang pertumbuhan muda. Kehilangan

buah dapat mencapai 80% dari seluruh buah. Buah kakao yang berusia tigabulan

biasanya sudah tidak mengalami 1919 Cherelle wilt, tetapi berkembang menjadi

buah masak jika tidak ada serangan hama atau penyakit (Sugiharti, 2006).

f. Biji

Biji kakao tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya

beragam, yaitu 20-50 butir perbuah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji

disusun oleh dua kotiledeon yang saling melipat dan bagian pangkalnya

9
menempel pada poros lembaga (embriyo axis). Warna kotiledon putih untuk tipe

criollo dan ungu untuk tipe forstero (Pusat penelitian dan pengembangan

perkebunan, 2010).

Biji kako di bungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih,

rasanya asam manis dan diduga mengandung zat yang dapat menghambat

perkecambahan. Dibagian dalam daging buah terdapat biji (testa) yang

membugkus dua kotiledon dan proses embrio. Biji kakao tidak memiliki masa

dorman. Meskipun daging buahnya mengandung zat penghambat

perkecambahan, tetapi kadang-kadang biji berkecambah didala buah yang

terlambat dipanen karena daging buahnya telah mengering (Pusat penelitian kopi

dan kakao Indonesia 2004).

II.4 Syarat Tumbuh Tanaman Kakao

a. Iklim

Curah hujan yang sesuai untuk pertanaman kakao adalah 1100-3000 mm,

dengan distribusi curah hujan sepanjang tahun. Curah hujan di atas 4500 mm

pertahun kurang baik untuk tanaman kakao karena kondisi hujan seperti ini akan

mendorong kelembaban tinggi sehingga dapat menyebabkan berkembangnya

penyakit busuk buah kakao yang merupakan penyakit utama pada tanaman ini.

Daerah yang memiliki curah hujan kurang dari 1200 mm per tahun masih dapat

ditanam kakao tentu dengan pengelolaan yang baik misal memberikan naungan

atau dibantu dengan air irigasi (Waluyo, 2010).

Hutan hujan tropis Upper Amazon adalah daerah tanaman kakao yang

tumbuh dan terlindung oleh pohon-pohon yang lebih besar dari tanaman kakao.

10
Mungkin karena itulah timbul anggapan bahwa pohon kakao perlu pohon

pelindung. Tanaman kakao memerlukan batas temperatur tertentu. Temperatur

rata-rata setahun 25 0C dengan temperatur harian rata-rata terdingin tidak boleh

kurang dari 15 0C. Bila terjadi penurunan temperatur dibawah 22 0C, maka 10

perkembangan primordial bunga terhenti dan akan normal kembali setelah suhu

naik menjadi 25 0C (Waluyo, 2010).

b. Tanah

Tanaman kakao umumnya dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah

tergantung pada sifat fisik dan kimia tanahnya untuk mendukung pertumbuhan

dan perkembangan tanaman kakao. Kemasaman tanah (pH), kadar bahan

organik, unsur hara, kapasitas absorbsi dan kejenuhan basa merupakan sifat

kimia yang perlu diperhatikan sedangkan sifat fisik yang meliputi kedalaman

efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase, srtuktur dan konsistensi tanah.

Selain itu, ketinggian tempat dan kemiringan lahan berlereng datar sampai

dengan 3%) sangat sesuai untuk tanaman kakao. Kakao pada umumnya ditanam

pada ketinggian 0-800 m dpl. Tekstur tanah yang diperlukan lempung liat

berpasir dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir dan 10-20% debu.

Tanah yang banyak mengandung humus dan bahan organik dengan pH antara

6,0-7,0, kedalaman air +3 m dan berdrainase baik, sesuai bagi pertumbuhan

kakao (Poedjiwidodo, 1996).

II.5 Bokasi Daun Gamal

Bokashi adalah pupuk organik hasil fermentasi bahan organic yang

menggunakan EM4 yaitu campuran mikroorganisme yang bermanfaat untuk

11
meningkatkan keanekaragaman mikroba dari tanah maupun tanaman serta

berfungsi untuk meningkatkan kesehatan tanah, pertumbuhan dan produksi

tanaman. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan mudah

disekitar lahan pertania seperti : jerami, rumput tanaman kacang, sekam pupuk

kandang, serbuk gergaji dan tanaman legume (Isroi, 2007).

Tujuan pemberian Bokashi adalah untuk meningkatkan kandungan bahan

organik dan unsur hara dalam tanah, sehingga terjadi perbaikan sifat fisika, kimia

dan biologi tanah, yang akhirnya berdampak pada peningkatan produkivitas tanah

dan ketahanan tanah terhadap erosi.

Gamal merupakan tanaman jenis perdu dari kerabat polong-polongan (suku

Fabaceae atau Leguminosae). Penyebaran alami tidak jelas karena telah

dibudidayakan sejak lama, tetapi bukti kuat menunjukkan bahwa penyebarannya

terbatas pada hutan musim kering gugur daun di dataran rendah pesisir Pasifik dan

beberapa lembah pedalaman di Amerika Tengah dan Meksiko. Tanaman ini

sekarang sudah menyebar di seluruh daerah tropika termasuk Indonesia (Hesty,

2009).

Menurut Atekan dan Surahman (2004), daun gamal (Gliricidia sepium)

memiliki kandungan C-Organik sebanyak 36,9-40,7%, Nitrogen 2,4-3,7%, P

0,2%, K 0,9-2,2%, Ca 1,9-3,2% dan Mg 0,5-0,8%. Selain bahan organik,

pengolahan tanah juga besar peranannya dalam mempengaruhi sifat fisika tanah.

Pengolahan tanah menyebabkan berubahnya diameter agregat tanah. Sebaran

diameter agregat tanah sangat tergantung pada intensitas pengolahan tanah,

12
semakin intensif pengolahan tanah maka semakin halus diameter agregat yang

dihasilkan (Hasanah, 2009).

13
III. METODE PENELITIAN

III.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan agustus s/d bulan oktober 2020,

tahun ajaran 2020/2021 semester ganjil. Penelitian ini dilakukan di Screen House

dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu.

III.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya yaitu: ; polybag

ukuran 20 x 30 cm, oven, timbangan, sekop/cangkul, parang, meteran, leaf area

meter dan alat tulis menulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian diantaranya daun gamal, benih

kakao, EM4, air cucian beras, bogol pisang, gula merah, kotoran ternak, tanah.

III.3 Metode Penilitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor

terdiri dari 6 taraf perlakuan yaitu pemberian bokashi daun gamal.

P0 = Tanpa perlakuan pupuk bokashi (kontrol)

P1 = 5 g/polybag

P2 = 10 g/polybag

P3 = 15 g/polybag

P4 = 20 g/polybag

P5 = 25 g/polybag

Setiap perlakuan di kelompokkan menjadi 4 dan masing-masing di cobakan

3 bibit sehingga terdapat 72 bibit tanaman kakao.

III.4 Pembuatan Pupuk Bokashi

14
Pertama siapkan EM4 sebanyak 200 ml dan gula merah dilarutkan kedalam

air lalu diamkan beberapa menit agar gula larut, lalu air cucian beras, kemudian

daun gamal dan bogol pisang d cincang menjadi kecil, siapkan kotoran ternak,

lalu campur secara merata kemudian di siramkan larutan EM4 secara perlahan-

lahan kedalam adonan secara merata, kemudian adonan di tutup dengan terpal

selama 3 s/d 7 hari.

Suhu gondokan adonan di pertahankan 40 s/d 50 0C, terpal penutup dibuka

dan gundukan dibolak-balik kemudian di tutup kembali dengan terpal. Suhu yang

tinggi dapat mengakibatkan bokashi menjadi rusak karena terjadi proses

pembusukan. Pengecekan suhu dilakukan setiap 5 jam, setelah 7 hari bokashi

telah selesai tefermetasi ndan siap digunakan sebagai pupuk organic (Sutedjo,

2008).

III.5 Pelaksanaan Penelitian

III.5.1 Persiapan Media

Media tanam yang digunakan adalah tanah asal kebun akademik fakultas

pertanian, terlebih dahulu tanah dibersihkan dari sisa-sisa akar dan bebatuan

kemudian di ayak, lalu tanah tadi di campur dengan pupuk kandang yang telah

terurai kemudian dimasukkan kedalam polybag

III.5.2 Persemaian

Memilih buah kakao yang bagus dan dipilih biji yang seragam, kemudian

biji d bersihkan setelah itu disemai di karung yang lembab selama 14 hari. Setelah

itu di pindahkan ke polybag

III.5.3 Penanaman

15
Penanaman dilakukan di tempat yang teduh setelah polybag sudah siap

untuk di tanami dan benih kakao juga sudah selesai di semai selama 14 hari.

III.5.4 Aplikasi Bokashi Daun Gamal

Pemberian bokashi daun gamal dilakaukan pada saat bibit kakao telah

berumur dua minggu, dosis yang diberikan sesuai dengan perlakuan yang telah di

tentukan. Pemberian bokashi daun gamal pada bibit kakao dengan cara di letakkan

disekitar tanaman jangan sampai terlalu dekat dengan batang tanaman.

III.5.5 Pemeliharaan

Pemeliharaan nanaman meliputi penyiraman, penyiangan dan pemupukan.

Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari sesuai dengan kondisi tanahnya.

Penyiangan dilakukan saat Kondisi gulma telah muncul di sekitar tanaman

(polybag).

III.6 Variabel Pengamatan

Untuk melihat adanya pertumbuhan bibit terhadap perlakuan yang diberikan

maka dilkakukan pengamatan sebagai berikut:

a. Tinggi bibit diukur pada saat tanaman telah berumur 1,2,3 dan 4 minggu

setalah aplikasi, tinggi bibit di ukur selama pertumbuhan dengan cara di

ukur dari pangkal batang sam[ai ujung daun tertinggi.

b. Diameter batang diukur pada saat bibit berumur 1,2,3 dan 4 minggu setalah

aplikasi

c. Luas daun, di ukur pada akhir penelitian yaitu dengan menggunakan alat

Leaf Area Meter

16
d. Jumlah daun dihitung pada saat bibit berumur 1,2,3 dan 4 minggu setelah

aplikasi

e. Panjang akar, di ukur dengan cara melihat akar terpanjang dari sampel yang

digunakan

f. Volume akar dilakukan dengan cara memasukkan akar kedalam gelas ukur

yang telah berisi air, selisih volume air setelah akar di masukkan merupakan

volume akar dengan satuan ml

III.7 Analisis data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter pengamatan,

maka dilakukan analisis keragaman atau uji f pada taraf 5%. Jika analisis

keragaman menunjukan adanya pengaruh yang signifika, maka dilanjutkan

dengan uji BNJ 5%

17
DAFTAR PUSTAKA

Amirudin, 2007. Pertumbuan Dan Hasil Jagung Pulut (Zea Mays Certain) Pada
Dosis Bokasi Gamal (Gliricidia Sepium) Da Pupu N, P, K, Dalam Sistem
Alley Cropping. Jurnal Agrisains No 8 (1):10-17

Atekan dan Surahman, A., 2004. Peranan Bahan Organik Asal Daun Gamal
(Gliricidia Sepium) Sebagai Amelioran Aluminium Pada Tanah Ultisol.
Balah Pengkajian Teknologi Pertanian Nusatenggara Barat.

Ford Foundation dan Komite Pelaksanaan Otonomi Daerah. 2013. Lapporan


Penelitian : Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan
Rantai Nilai dan Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan dan Mutu
Kakao (GERNAS KAKAO). Kerja Sama Ford Foundation Dengan KPPOD.
Jakarta

Hestry, Natalia, dkk. 2009. Keunggulan Gamal. (Online) available at


http://gamal.com diaksi pada 25 juni 2020

Isroi, 2007. Pengomposan Limbah Kakao. Materi Pelatihan TOT Budidaya Kopi
dan Kakao. Staf BPTP di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember.

Isrun, 2009. Perubahan Status N, P, K, Tanah dan Hasil Tanaman Jagung Manis
(Zea Mays Secharata Strut) Akibat Pemberian Pupuk Cair Organik Pada
Entisol. Jurnal Agroland 16(4) : 281-285

Mars Cocoa Clinik, 2010. Penanaman Ulang. PT. Mars Incorporated. Luwu
Timur

Moh. Haerudin. 2019. Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Terung Ungu (Solanum
Melongena L.). Skripsi. Palu. Universitas Tadulako

Nurwijayanti, EH., G. Tabrani dan Idward, 2012. Respon Pertumbuhan Bibit


Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Pemberian Berbagai Pupuk
Organik dan dengan Pupuk Pelengkap Cair yang disemprotkan dalam
Selang Waktu Berbeda. Hasil Penelitian Jurusan Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Riau. 13-hal.

Poedjiwidodo, Y. 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya. 127 hal.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2010. Budidaya dan Pasca


Panen Kakao. Puslitbang Bogor

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budidaya
Kakao. Jakarta: Agromedia Pustaka

18
Safiara, 2017. Pengaruh Pemberian Bokashi Daun Gamal Pada Entisol Sidera
Terhadap Serapan Nitrogen Dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea Mays
Saccarata). Skripsi. Palu. Universitas Tadulako

Sugiharti, Endang. 2006. Budidaya Kakao. Bandung: Nuansa Cendikia

Sugito, Y. 2002. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia: Prospek


dan Permasalahannya. Prosiding Lakokarya Nasional Pertanian Organik.
Universitas Brawijaya, Malang.

Sutedjo, M.M dan Kartasapaetra, A.G. 2008. Pengantar Ilmu Tanah Terbentuknya
Tanah dan Pertanian. Rineka Cipta

Tjitrosoepomo, Gembong. 1988. Taksonomi Tumbuhan (Spermathopyta).


Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada

Waluyo, K. 2010. Budidaya Coklat. Epsilon Grup Buahbatu. Bandung. 50 hal

19

Anda mungkin juga menyukai