Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PATOFISIOLOGI

OSTEOSARCOMA
DOSEN : dr. EKO PRIYONO

DISUSUN OLEH :

KHARISMA NUR WIJAYANTI (108118064)

STIKES AL-IRSYAD AL ISLAMIYAH CILACAP


PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
patofisiologi Osteosarcoma tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas Keperawatan Medikal Bedah I .Penulis menyadari
bahwa tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, penulis tidak
mungkin dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Oleh karena itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua elemen yang turut membantu
dalam proses penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, dan
dapat memberikan tambahan wawasan bagi para pembaca. Meskipun penulis
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, karena tak ada satupun
yang sempurna di dunia ini, demikian dengan tulisan ini. Oleh karena itu, kritik
yang membangun kami harapkan dari para pembaca, demi penulisan makalah
selanjutnya yang lebih baik. Terima Kasih.

Cilacap, 15 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Tujuan Masalah.................................................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................................3
2.1 Pengertian.........................................................................................................................3
2.2 Etiologi..............................................................................................................................3
2.3 Epidemologi......................................................................................................................4
2.4 Patofisiologi......................................................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinik.............................................................................................................7
2.6 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................8
2.7 Penatalaksanaan..............................................................................................................12
2.7.1 Penatalaksanaan Medis.............................................................................................12
2.7.2 Tindakan Keperawatan..............................................................................................18
2.8 Komplikasi......................................................................................................................20

BAB III PENUTUP..........................................................................................................................21


3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................21
3.2 Saran...............................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu
neoplasma ganas yang berasal dari sel primitif (poorly differentiated cells)
di daerah metafise tulang panjang pada anak-anak. Disebut osteogenik
oleh karena perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel mesensim
primitif. Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang
tersering setelah multipel myeloma. Osteosarkoma biasanya terdapat pada
metafisis tulang panjang di mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal
growth plate) yang sangat aktif yaitu pada distal femur, proksimal tibia
dan fibula, proksimal humerus dan pelvis. Pada orang tua umur di atas
lima puluh tahun, osteosarkoma bisa terjadi akibat degenerasi ganas dari
pagets disease dengan prognosis sangat jelek. Osteosarkoma adalah tumor
tulang dengan angka kematian 80% setelah lima tahun didiagnosis.
Osteosarkoma klasik didefinisikan dengan sarkoma sel spindel dengan
derajat malignansi tinggi dan sangat khas memproduksi matriks osteoid.
Osteosarkoma didapatkan kira-kira tiga orang per 10.000 di Amerika.
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya hubungan
kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya
retinoblastoma herediter dan sindrom Li-Fraumeni. Dikatakan beberapa
virus dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi
ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma, begitu pula
alkyleting agent yang digunakan pada kemoterapi.
Akhir-akhir ini dikatakan ada dua tumor suppressor gene yang
berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma,
yaitu protein p53 (kromosom 17) dan Rb (kromosom 13). Lokasi tumor
dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang memunculkan
perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai
tumbuh bisa di dalam tulang atau pada permukaan tulang dan berlanjut

1
sampai pada jaringan lunak sekitar tulang. Epifisis dan tulang rawan sendi
bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor ke dalam sendi.
Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen, paling sering ke
paru atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%- 20% telah
mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan. Metastase secara
limpogen hampir tidak terjadi.

1.2 Tujuan Masalah


1.2.1 Tujuan Umum
Makalah ini dimaksudkan agar mahasiswa/i dapat memahami asuhan
keperawatan pada klien (anak) dengan gangguan difteri.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Dapat memahami Pengertian osteosarcoma
1.2.2.2 Dapat memahami Etiologi osteosarcoma
1.2.2.3 Dapat memahami Epidemologi osteosarcoma
1.2.2.4 Dapat memahami Patofisiologi osteosarcoma
1.2.2.5 Dapat memahami Manifestasi Klinik osteosarcoma
1.2.2.6 Dapat memahami Pemeriksaan Penunjang osteosarcoma
1.2.2.7 Dapat memahami Penatalaksanaan Medis osteosarcoma
1.2.2.8 Dapat memahami Komplikasi osteosarcoma

1.3 Manfaat Penulisan


Dengan adanya makalah ini diharapkan bagi pendidikan bisa menambah
referensi dan pengetahuan, bagi tenaga medis khususnya keperawatan bisa
memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
difteri.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung


(Danielle. 1999: 244 ). Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol
dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase
sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh.( Wong. 2003: 595 ).Osteosarkoma
(sarkoma osteogenik) adalah tumor yang muncul dari mesenkim
pembentuk tulang. ( Wong. 2003: 616 ).Sarkoma osteogenik
( Osteosarkoma ) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang tempat yang paling sering
terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.
(Price. 1998: 1213).
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) merupakan tulang primer
maligna yang paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis
hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena
sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali
berobat.(Smeltzer. 2001: 2347).

2.2 Etiologi

Penyebab pasti osteosarkoma belum diketahui. Namun, beberapa


hal berikut menjadi faktor resiko yang menyebabkan terjadinya
osteosarkoma :
2.2.1 Kecepatan Pertumbuhan Tulang
Kecepatan pertumbuhan tulang nampaknya menjadi predisposisi
seseorang terkena osteosarkoma, berdasarkan insidens yang
terjadi pada masa remaja dan lokasi tipikal pada daerah
metafiseal yang berbatasan dengan fisis pada tulang panjang.

3
2.2.2 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap osteosarkoma
adalah pengaruh radiasi.

2.2.3 Predisposisi Genetik


Mutasi genetik merupakan dasar berkembangnya osteosarkoma.
Pasien dengan retinoblastoma (Rb) herediter memiliki resiko
ratusan kali lipat terhadap terjadinya osteosarkoma, hal ini
berhuubungan dengan mutasi gen Rb. Mutasi pada gen Rb tidak
biasa ditemukan pada osteosarkoma sporadik. Mutasi pada gen
p53 sering nampak. Namun gen retinoblastoma telah melokalisir
pada lengan kromosom 13 (13q14). Gen Rb diakui sebagai
prototipe tumor suppressor gene dan menyangkut jumlah
patogenesis neoplasma pada manusia. Tumor suppressor gene
berfungsi mengendalikan pertumbuhan sel tumor, jadi hilangnya
fungsi atau inaktivasi dari tumor suppressor gene menyebebkan
terjadinya pertumbuhan tumor.
2.2.4 Displasia Tulang
Hal ini juga menyangkut paget disease, displasia fibrosa,
enkondromatosis, dan eksotose multipel herediter dan
retinoblastoma yang merupakan faktor resiko. Sindrom Li-
Fraumeni (mutasi germline p53) dan sindrom Rothmund-
Thomson (berkumpulnya autosomal yang terpendam pada defek
tulang kongenital, displasia pada kulit dan rambut,
hipogonadisme, dan katarak) juga menjelaskan kemungkinan
berkembangnya osteosarkoma.
2.3 Epidemologi
Osteosarkoma merupakan tumor ganas tulang primernon
hemopoetik yang paling sering ditemukan. Insiden osteosarkoma pada
semua populasi menurut WHO sekitar 4-5 per 1.000.000 penduduk.

4
Perkiraan insiden osteosarkoma meningkat menjadi 8-11 per 1.000.000
penduduk per tahun pada usia 15-19 tahun. Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo terdapat 219 kasus (16.8 kasus/tahun) dalam kurun waktu
13 tahun (1995-2007) yang merupakan jumlah terbanyak dari seluruh
keganasan tulang (70,59%) dengan distribusi terbanyak pada dekade ke-2.
Osteosarkoma konvensional lebih sering terjadi pada pria daripada wanita
dengan perbandingan 3:2.
Hal ini bisa disebabkan masa pertumbuhan tulang pada pria lebih lama
daripada wanita. Tumor ini paling sering diderita oleh anak-anak usia
dekade ke-2 kehidupan, lebih dari 60% pada pasien kurang dari 25 tahun.
Insiden osteosarkoma dapat meningkat kembali pada usia di atas 60 tahun,
sehingga penyakit ini disebut juga memiliki distribusi yang bersifat
bimodal.Predileksi tersering pada: daerah lutut yaitu distal femur,
proksimal tibia, proksimal humerus, osteosarkoma muncul terutama pada
daerah metafisis tulang panjang dengan rasio pertumbuhan yang cepat
meskipun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada semua tulang.
2.4 Patofisiologi
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan
respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik
(pembentukan tulang). Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya
jarang terjadi, beberapa tidak menimbulkan masalah, sementara lainnya
ada yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa.Tumor ini tumbuh di
bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah
femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor
terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek
dan sring dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau
miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan
darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding periosteum
dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis membentuk
terhadap gambarannya di dalam tulang. Adanya tumor pada tulang
menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari

5
tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau
penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan
tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena
adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru
dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Osteosarkoma dapat terjadi pada tulang mana saja. Namun lebih
sering pada tulang ekstremitas yang posisinya dekat dengan metaphyseal
growth plate. Bagian yang paling sering adalah femur (42% dengan
kejadian 75% tumor pada distal femur), tibia (19% dengan kejadian 80%
pada proksimal tibia), dan humerus (10% dengan kejadian 90% tumor
pada proksimal humerus). Lokasi lainnya adalah tengkorak dan rahang
(8%) serta pelvis (8%).Osteogonik sarkoma secara histologis mempunyai
gambaran dari jaringan tulang atau osteoid serta gambaran pleomorf
jaringannya. Tulang dan osteoid akan menghasilkan tulang rawan, jaringan
lunak, atau jaringan miksoid. Dan juga mungkin ada daerah jaringan tumor
dengan sel-sel spindle yang ganas dengan pembentukan osteoid.
Pembentukan jaringan tulang harus dibedakan dari pembentukan reaksi
tulang. Pemeriksaan histokimia dapat menunjukkan adanya aktivitas alkali
fosfatase.1,3 Pada telangiektasis osteosarkoma pada lesinya didapatkan
kantong darah yang dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang mana
elemen selulernya sangat ganas.

6
Patthway

2.5 Manifestasi Klinik

7
Osteosarkoma bermanifestasi sebagai massa yang terus membesar,
sering nyeri, dan mungkin menimbulkan perhatian karena fraktur pada
tulang yang terkena. Meskipun kombinasi gambaran klinis dan radiografik
mungkin memberi dukungan kuat mengenai diagnosis, diperlukan
konfirmasi histologis untuk semua kasus. Osteosarkoma konversional
adalah lesi agresif yang bermetastasis melalui aliran darah pada awal
perjalanan penyakitnya. Paru sering menjadi tempat metastasis. Sekitar
20% pasien telah mengalami penyebaran ke paru saat didiagnosis lebih
banyak lagi yang mengalami metastasis tersamar yang baru terlihat
belakangan. Namun kemajuan dalam teknik pembedahan dikombinasikan
dengan terapi radiasi dan kemoterapi untuk metastasis telah sangat
memperbaiki prognosis pasien dengan tumor ini.
Osteosarkoma sekunder timbul pada kelompok usia yang lebih tua
daripada osteosarkoma primer konvensioanl. Tumor ini paling sering
terbentuk dalam kaitannya dengan paget disease, riwayat terpajan radiasi,
displasia fibrosa walaupun jarang, infark tulang atau osteomielitis kronis.
Osteosarkoma sekunder adalah neoplasma yang sangat agresif, kurang
berespons terhadap terapi yang ada saat ini dibandingkan osteosarkoma
konvensional. Bentuk lain osteosarkoma adalah varian parosteal
(jukstakorteks), periosteal, telangiektatik, intraoseus derajat ringan, dan sel
kecil.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 Radiografi konvensional
Merupakan pemeriksaan radiologi pertama pada kasus-kasus
osteosarkoma. Osteosarkoma konvensional menunjukkan lesi litik
moth eaten atau permeatif, lesi blastik, destruksi korteks, reaksi
periosteal tipe agresif (segi tiga Codman, sunburst, hair on end),
massa jaringan lunak, dan formasi matriks (osteoid maupun
campuran osteoid dan khondroid).

Osteosarkoma parosteal menunjukkan massa eksofitik

8
berlobulasi dengan kalsifikasi sentral berdensitas tinggi, berlokasi
di dekat tulang, kadang disertai gambaran string sign.
Osteosarkoma periosteal memperlihatkan massa jaringan lunak
dengan reaksi periosteal perpendikuler, erosi kortikal, dan
penebalan korteks. High grade surface osteosarcoma menunjukkan
ossifikasi berdensitas tinggi, reaksi periosteal, erosi dan penebalan
korteks. Dapat juga ditemukan invasi intramedular. Osteosarkoma
telangiektatik memperlihatkan lesi litik geografik ekspansil
asimetrik, tepi sklerotik minimal dan destruksi korteks yang
menunjukkan pola pertumbuhan agresif. Dapat ditemukan fraktur
patologik dan matriks osteoid minimal. Small cell osteosarcoma
memperlihatkan lesi litik permeatif, destruksi korteks, massa
jaringan lunak, reaksi periosteal, serta kalsifikasi matriks osteoid.
Low grade central osteosarcoma memperlihatkan lesi litik
destruktif ekspansil, disrupsi korteks, massa jaringan lunak dan
reaksi periosteal.Pasca kemoterapi, radiografi konvensional dapat
digunakan untuk menilai pengurangan ukuran massa, penambahan
ossifikasi, dan pembentukan peripheral bony shell. Foto x-ray
thorax proyeksi AP/PA, untuk melihat adanya metastasis paru
dengan ukuran yang cukup besar,

2.6.2 Computed Tomography (CT) Scan Ct-scan dapat berguna untuk


memperlihatkan detil lesi pada tulang kompleks dan mendeteksi
matriks ossifikasi minimal. Selain itu dapat digunakan untuk
mendeteksi metastasis paru. Kegunaan lain dari CT scan adalah
tuntunan biopsi tulang (CT guided bone biopsy). CT scan thoraks
berguna untuk mengidentifikasi adanya metastasis mikro pada
paru dan organ thoraks.

2.6.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

9
MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi
lokal tumor dan membantu menentukan manajemen bedah yang
paling sesuai. MRI dapat menilai perluasan massa ke
intramedular (ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip
lesion), perluasan massa ke jaringan lunak sekitarnya dan
intraartikular, serta keterlibatan struktur neurovaskular.
Pemberian kontras gadolinium dapat memperlihatkan
vaskularisasi lesi, invasi vaskular, dan area kistik atau nekrotik.
Pasca kemoterapi, MRI digunakan untuk menilai ekstensi massa
dan penambahan komponen nekrotik intramassa. Dynamic MRI
juga dapat digunakan untuk menilai respon pasca kemoterapi.

2.6.4 Kedokteran Nuklir


Bone scintigraphy digunakan untuk menunjukkan suatu skip
metastasis atau suatu osteosarkoma multisentrik dan penyakit
sistemik.
2.6.5 Biopsi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan menggunakan biopsi
jarum halus (fine needle aspiration biopsy-FNAB) atau dengan
core biopsy bila hasil FNAB inkonklusif. FNAB mempunyai
ketepatan diagnosis antara 70-90%. Penilaian skor Huvos untuk
mengevaluasi secara histologis respons kemoterapi neoadjuvant.
Pemeriksaan ini memerlukan minimal 20 coupe. Penilaian
dilakukan secara semi kuantitatif dengan membanding kan
luasnya area nekrosis terhadap sisa tumor yang riabel :
Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)
Grade 2 : nekrosis>50 - <90 %
Grade 3 : nekrosis 90 - 99 %

Grade 4 : nekrosis 100 %

10
Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan intramedulari
segmen tulang proksimal.

2.6.6 Pemeriksaan lainnya


Pemeriksaan lainya sebagai penunjang, adalah fungsi organ-organ
sebagai persiapan operasi, radiasi maupun kemoterapi.
Khususnya kemoterapi merupakan pemberian sitostatika, bersifat
sistemik baik khasiat maupun efek samping, sehingga fungsi
organ-organ harus baik.

11
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Penatalaksanaan Medis
2.7.1.1 Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat
vital pada osteosarkoma, terbukti dalam tiga puluh tahun
belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah
melakukan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas
(limb salvage procedure) dan meningkatkan survival rate
dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke
paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah ,melakukan
eksisi metastase tersebut. Regimen standar yang
dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma adalah
kemoterapi preopeartif (preoperative chemotheraphy)yang
disebut juga dengan induction chemotherapy dan
kemoterapi post operatif (postoperative chemotherapy)
yang disebut juga adjuvant chemotherapy.
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya
nekrosis pada tumor primernya, sehingga tumor akan
mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara
dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini
akan membantu mempermudah melakukan operasi reseksi
secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat
mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi
postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin
sebelum tiga minggu. Obat-obat kemoterapi yang
mempunyai hasil cukup efektif untuk oseteosarkoma
adalah : Doxorubicin (Adriamycin©) , Cisplatin
(Platinol©), Ifosfamide (Ifex©), Mesna (Mesnex©), dan
methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex©). Protokol
standar yang digunakan adalah Doxorubicin dan Cisplatin
dengan atau tanpa Methitrexate dosis tinggi, baik sebagai

12
terapi induksi (neo adjuvant) atau terapi adjuvant.
Kadangkadang dapat ditambah Ifosfamide. Dengan
menggunakan pengobatan multi agent ini, dengan dosis
yang intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap
survival rate sampai 60-80%.
2.7.1.2 Operasi
Saat ini prosedur limb salvage merupakan tujuan
yang diharapkan dalam operasi osteosarkoma. Maka dari
itu melakukan reseksi tumor dan melakukan
rekonstruksinya kembali dan mendapatkan fungsi yang
memuaskan dari ekstremitas merupakan salah satu
keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan
memberikan kemoterapi preoperatif (induction neo
adjuvant chemotheraphy) melakukan operasi
mempertahankan ekstremitas (limb sparing resection) dan
sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan
mudah, sehingga amputasi tidak perlu dilakukan pada 90-
95% pada penderita osteosarkoma.
Dalam penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan
survival rate antara operasi amputasi dengan limb sparing
resection. Amputasi terpaksa dikerjakan apabila prosedur
limb salvage tidak dapat atau tidak memungkinkan lagi
dikerjakan. Setelah melakukan reseksi tumor, terjadi
kehilangan cukup banyak dari tulang dan jaringan
lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk
merekonstruksi kembali dari ekstremitas tersebut.
Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endo-prostesis
dari methal. Protesis ini memberikan stabilitas fiksasi
yang baik sehingga penderita dapat menginjak (weight
bearing) dan mobilisasi secara cepat, memberikan
stabilitas sendi yang baik, dan fungsi dari ekstremitas

13
yang baik dan memuaskan. Begitu juga endoprostesis
methal meminimalisasi komplikasi post operasinya
dibanding dengan menggunakan bone graft.
2.7.1.3 Follow Up Post Operasi
Post operasi dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi
obat multiagent seperti pada sebelum operasi. Setelah
pemberian kemoterapinya maka dilakukan pengawasan
terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun adanya
metastase, dan komplikasi terhadap proses
rekonstruksinya. Biasanya komplikasi yang terjadi
terhadap rekonstruksinya adalah longgarnya protesis,
infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara rutin
pada tempat operasinya maupun secara sistemik terhadap
terjadinya kekambuhan maupun adanya metastase.
Pembuatan plain photo dan CT scan dari lokal
ekstremitasnya maupun pada paru-paru merupakan hal
yang harus dikerjakan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap
tiga bulan dalam dua tahun pertama post operasinya dan
setiap enam bulan pada lima tahun berikutnya.
2.7.1.4 Pembedahan
2.7.1.4.1 Limb Salvage Surgery
Limb salvage surgery (LSS)
merupakan suatu prosedur pembedahan
yang dilakukan untuk menghilangkan tumor,
pada ekstremitas dengan tujuan untuk
menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS
merupakan tindakan yang terdiri dari
pengangkatan tumor tulang atau sarkoma
jaringan lunak secara en-bloc dan
rekonstruksi defek tulang atau sendi dengan
megaprostesis (endoprostesis), biological

14
reconstruction (massive bone graft baik auto
maupun allograft) atau kombinasi
megaprostesis dan bone graft. Dalam
melakukan tindakan LSS harus
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Rekurensinya dan survival rate pasien tidak
lebih buruk daripada amputasi.Prosedur yang
dilakukan tidak boleh menunda terapi
adjuvant Fungsi ekstremitas harus lebih baik
dari amputasi. Fungsi ekstremitas
pascarekonstruksi harus mencapai functional
outcome yang baik, mengurangi morbiditas
jangka panjang dan
mengurangi/meminimalkan perlunya
pembedahan tambahan. Rekonstruksi yang
dilakukan tidak boleh menimbulkan
komplikasi yang membutuhkan pembedahan
berikutnya atau hospitalisasi yang berulang-
ulang.

2.7.1.4.2 Salvage Surgery dengan Megaprostesis


Megaprostesis adalah alat yang terbuat dari
logam yang didesain sebagai pengganti
segmen tulang dan atau sendi pada defek
tulang yang terjadi pasca reseksi. Penggunaan
megaprostesis, memungkinkan pasien lebih
cepat pulih dan lebih awal menjalani
rehabilitasi dan weight bearing. Dalam dua
minggu pasca operasi latihan isometrik atau
non-bending exercise dapat dimulai. Dalam

15
periode enam minggu pasien sudah berjalan
weight bearing sesuai dengan toleransi
pasien.

2.7.1.4.3 Limb Salvage Surgery dengan Biological


Reconstruction
Biological reconstruction adalah metode
rekonstruksi yang ditandai dengan integrasi
autograft dan atau proses inisiasi
pembentukan tulang secara de novo pada
rekonstruksi defek tulang atau sendi. Dalam
ruang lingkup onkologi ortopaedi, biological
reconstruction diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok yaitu: transplantasi
tulang yang vital- vascularized
atau non-vascularized autograft,implantasi
tulang non-vital berupa extracorporeal
devitalized autograft (allograft), dansintesis
tulang secara de novo dengan distraction
osteogenesis. Pendekatan LSS dengan metode
biological reconstruction dapat
dilakukan dengan menggunakan Teknik
rotational plasty, free microvascular bone
transfer, extracorporeal irradiation autograft,
pasteurized autograft, serta dengan allograft.

2.7.1.4.4 Limb Salvage Surgery dengan metode


lainnya
Metode LSS lainnya dilakukan pada
ostaeosarkoma yang mengenai tulang

16
expandable seperti fibula proksimal, ulna
distal, ilium dengan indikasi pelvic resection
tipe I, costae yang diindikasikan untuk reseksi
tanpa rekonstruksi. Pada ekstremitas dengan
defek tulang massif yang tidak
memungkinakan dilakukan rekonstruksi
dengan megaprostesis atau biological
reconstruction, seperti defek tulang pada tibia
atau distal femur, rekonstruksi dapat
dilakukan dengan IM nail atau plate dengan
bone cement atau disesuaikan dengan
fasilitas yang tersedia di RS setempat.

Metode LSS lainnya dilakukan pada ostaeosarkoma


yang mengenai tulang expandable seperti fibula proksimal,
ulna distal, ilium dengan indikasi pelvic resection tipe I,
costae yang diindikasikan untuk reseksi tanpa rekonstruksi.
Pada ekstremitas dengan defek tulang massif yang tidak
memungkinakan dilakukan rekonstruksi dengan
megaprostesis atau biological reconstruction, seperti defek
tulang pada tibia atau distal femur, rekonstruksi dapat
dilakukan dengan IM nail atau plate dengan bone cement
atau disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di RS
setempat.

2.7.1.5 Amputasi
Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan
LSS tidak terpenuhi. Pada osteosarkoma derajat
keganasan tinggi yang tidak memungkinkan pemberian
kemoterapi neoadjuvan ( misalnya : adanya ulkus,
peradarahan, tumor dengan ukuran yang sangat besar)

17
maka langsung dilakukan pembedahan terlebih dahulu,
selanjutnya diikuti dengan pemberian kemoterapi
adjuvant.

2.7.2 Tindakan Keperawatan


2.7.2.1 Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik
relaksasi napas  dalam, visualisasi, dan bimbingan
imajinasi ) dan farmakologi (pemberian analgetika).
2.7.2.2 Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
2.7.2.3 Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan
perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril serta
anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi
atau rohaniawan.
2.7.2.4 Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi
sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga
perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan
teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal.
Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai
dengan indikasi dokter.
2.7.2.5 Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan
tentang kemungkinan terjadinya komplikasi, program
terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
( Smeltzer. 2001: 2350 )
2.7.2.6 Prinsip Perawatan Traksi
Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah
posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.
2.7.2.7 Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan
otot.

18
2.7.2.8 Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.

2.7.2.9 Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai


dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan
tepat.
2.7.2.10 Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
2.7.2.11 Anjurkan klien menggunakan pakaian katun
longgar.
2.7.2.12 Dorong klien untuk menggunakan manajemen
stress,
contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
2.7.2.13 Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan.
2.7.2.14 Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan
evaluasi medik, contoh: edema, eritema.

19
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul antara lain antara lain gangguan
produksi antibody,infeksi yang biasanya disebabkan karena kerusakan
sumsum tulang yang luas ,merupakan efek kemoterapi,radioterapi dan
steroid yang dapat menyokong terjadinya leukopenia,fraktur patologis
,gangguan pada ginjal dan sistem hematologis ,serta hilangnya anggota
ekstremitas . komplikasi lebih lanjut adalah adanya tanda-tanda apatis dan
kelemahan

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Osteosarkoma (Sarkoma osteogenik) merupakan neoplasma tulang
primer yang sangat ganas. Tempat yang paling sering terserang tumor ini
adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut (femur distal, tibia
proksimal dan humerus proksimal). Penyebab pasti terjadinya tumor
tulang tidak diketahui, namun ada beberapa factor yang dicurigai,
diantaranya: radiasi sinar radio aktif dosis tinggi, keturunan, beberapa
kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan
radiasi).
Tanda dan gejala yang dapat ditemui pada pasien dengan
osteosarkoma adalah nyeri atau pembengkakan ekstremitas yang terkena,
pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan
yang terbatas, nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun, malaise.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah: CT-scan, mielogram,
asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine.
Penatalaksanaan pada pasien ini tergantung pada tipe dan fase dari tumor
tersebut saat didiagnosis

3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah Patofisiologi Osteosarkoma ini,
diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca
terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan
sebuah proses asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami kanker
tulang.
Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan

21
demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak
lain yang membutuhkannya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Mawar,Suci. 2015.Blok 17 Muskuloskeletal Makalah Osteosarcoma.


https://www.academia.edu/21617361/Blok_17_Muskuloskeletal_-
_Makalah_Osteosarkoma ( Diakses pada tanggal 15 Oktober 2019 )
Ariansyah,Alfitri.2016. Makalah Askep Osteosarcoma.
https://www.academia.edu/30004007/ASKEP_OSTEOSARKOMA.docx (
Diakses pada tanggal 15 Oktober 2019 )
Munandar,Rudy.2012. Makalah Osteosarcoma.
https://www.scribd.com/doc/111103840/makalah-osteosarkoma ( Diakses
pada tanggal 15 Oktober 2019 )
Sari, Yusnita A.2015. LP Askep Osteosarcoma.
https://www.scribd.com/doc/251621965/Lp-Askep-Osteosarcoma
( Diakses pada tanggal 15 Oktober 2019 )

Kemkes.(tidak ada tahun). .PPKO Osteosarcoma.


http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKOsteosarkoma.pdf
( Diakses pada tanggal 15 Oktober 2019 )
USU.2011. Repository USU Osteosarcoma.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/67801/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
( Diakses pada tanggal 15 Oktober 2019 )

23

Anda mungkin juga menyukai