OSTEOSARCOMA
DOSEN : dr. EKO PRIYONO
DISUSUN OLEH :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
patofisiologi Osteosarcoma tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas Keperawatan Medikal Bedah I .Penulis menyadari
bahwa tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, penulis tidak
mungkin dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Oleh karena itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua elemen yang turut membantu
dalam proses penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, dan
dapat memberikan tambahan wawasan bagi para pembaca. Meskipun penulis
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, karena tak ada satupun
yang sempurna di dunia ini, demikian dengan tulisan ini. Oleh karena itu, kritik
yang membangun kami harapkan dari para pembaca, demi penulisan makalah
selanjutnya yang lebih baik. Terima Kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Tujuan Masalah.................................................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................................3
2.1 Pengertian.........................................................................................................................3
2.2 Etiologi..............................................................................................................................3
2.3 Epidemologi......................................................................................................................4
2.4 Patofisiologi......................................................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinik.............................................................................................................7
2.6 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................8
2.7 Penatalaksanaan..............................................................................................................12
2.7.1 Penatalaksanaan Medis.............................................................................................12
2.7.2 Tindakan Keperawatan..............................................................................................18
2.8 Komplikasi......................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
sampai pada jaringan lunak sekitar tulang. Epifisis dan tulang rawan sendi
bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor ke dalam sendi.
Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen, paling sering ke
paru atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%- 20% telah
mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan. Metastase secara
limpogen hampir tidak terjadi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.2 Etiologi
3
2.2.2 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap osteosarkoma
adalah pengaruh radiasi.
4
Perkiraan insiden osteosarkoma meningkat menjadi 8-11 per 1.000.000
penduduk per tahun pada usia 15-19 tahun. Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo terdapat 219 kasus (16.8 kasus/tahun) dalam kurun waktu
13 tahun (1995-2007) yang merupakan jumlah terbanyak dari seluruh
keganasan tulang (70,59%) dengan distribusi terbanyak pada dekade ke-2.
Osteosarkoma konvensional lebih sering terjadi pada pria daripada wanita
dengan perbandingan 3:2.
Hal ini bisa disebabkan masa pertumbuhan tulang pada pria lebih lama
daripada wanita. Tumor ini paling sering diderita oleh anak-anak usia
dekade ke-2 kehidupan, lebih dari 60% pada pasien kurang dari 25 tahun.
Insiden osteosarkoma dapat meningkat kembali pada usia di atas 60 tahun,
sehingga penyakit ini disebut juga memiliki distribusi yang bersifat
bimodal.Predileksi tersering pada: daerah lutut yaitu distal femur,
proksimal tibia, proksimal humerus, osteosarkoma muncul terutama pada
daerah metafisis tulang panjang dengan rasio pertumbuhan yang cepat
meskipun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada semua tulang.
2.4 Patofisiologi
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan
respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik
(pembentukan tulang). Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya
jarang terjadi, beberapa tidak menimbulkan masalah, sementara lainnya
ada yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa.Tumor ini tumbuh di
bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah
femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor
terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek
dan sring dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau
miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan
darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding periosteum
dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis membentuk
terhadap gambarannya di dalam tulang. Adanya tumor pada tulang
menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari
5
tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau
penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan
tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena
adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru
dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Osteosarkoma dapat terjadi pada tulang mana saja. Namun lebih
sering pada tulang ekstremitas yang posisinya dekat dengan metaphyseal
growth plate. Bagian yang paling sering adalah femur (42% dengan
kejadian 75% tumor pada distal femur), tibia (19% dengan kejadian 80%
pada proksimal tibia), dan humerus (10% dengan kejadian 90% tumor
pada proksimal humerus). Lokasi lainnya adalah tengkorak dan rahang
(8%) serta pelvis (8%).Osteogonik sarkoma secara histologis mempunyai
gambaran dari jaringan tulang atau osteoid serta gambaran pleomorf
jaringannya. Tulang dan osteoid akan menghasilkan tulang rawan, jaringan
lunak, atau jaringan miksoid. Dan juga mungkin ada daerah jaringan tumor
dengan sel-sel spindle yang ganas dengan pembentukan osteoid.
Pembentukan jaringan tulang harus dibedakan dari pembentukan reaksi
tulang. Pemeriksaan histokimia dapat menunjukkan adanya aktivitas alkali
fosfatase.1,3 Pada telangiektasis osteosarkoma pada lesinya didapatkan
kantong darah yang dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang mana
elemen selulernya sangat ganas.
6
Patthway
7
Osteosarkoma bermanifestasi sebagai massa yang terus membesar,
sering nyeri, dan mungkin menimbulkan perhatian karena fraktur pada
tulang yang terkena. Meskipun kombinasi gambaran klinis dan radiografik
mungkin memberi dukungan kuat mengenai diagnosis, diperlukan
konfirmasi histologis untuk semua kasus. Osteosarkoma konversional
adalah lesi agresif yang bermetastasis melalui aliran darah pada awal
perjalanan penyakitnya. Paru sering menjadi tempat metastasis. Sekitar
20% pasien telah mengalami penyebaran ke paru saat didiagnosis lebih
banyak lagi yang mengalami metastasis tersamar yang baru terlihat
belakangan. Namun kemajuan dalam teknik pembedahan dikombinasikan
dengan terapi radiasi dan kemoterapi untuk metastasis telah sangat
memperbaiki prognosis pasien dengan tumor ini.
Osteosarkoma sekunder timbul pada kelompok usia yang lebih tua
daripada osteosarkoma primer konvensioanl. Tumor ini paling sering
terbentuk dalam kaitannya dengan paget disease, riwayat terpajan radiasi,
displasia fibrosa walaupun jarang, infark tulang atau osteomielitis kronis.
Osteosarkoma sekunder adalah neoplasma yang sangat agresif, kurang
berespons terhadap terapi yang ada saat ini dibandingkan osteosarkoma
konvensional. Bentuk lain osteosarkoma adalah varian parosteal
(jukstakorteks), periosteal, telangiektatik, intraoseus derajat ringan, dan sel
kecil.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 Radiografi konvensional
Merupakan pemeriksaan radiologi pertama pada kasus-kasus
osteosarkoma. Osteosarkoma konvensional menunjukkan lesi litik
moth eaten atau permeatif, lesi blastik, destruksi korteks, reaksi
periosteal tipe agresif (segi tiga Codman, sunburst, hair on end),
massa jaringan lunak, dan formasi matriks (osteoid maupun
campuran osteoid dan khondroid).
8
berlobulasi dengan kalsifikasi sentral berdensitas tinggi, berlokasi
di dekat tulang, kadang disertai gambaran string sign.
Osteosarkoma periosteal memperlihatkan massa jaringan lunak
dengan reaksi periosteal perpendikuler, erosi kortikal, dan
penebalan korteks. High grade surface osteosarcoma menunjukkan
ossifikasi berdensitas tinggi, reaksi periosteal, erosi dan penebalan
korteks. Dapat juga ditemukan invasi intramedular. Osteosarkoma
telangiektatik memperlihatkan lesi litik geografik ekspansil
asimetrik, tepi sklerotik minimal dan destruksi korteks yang
menunjukkan pola pertumbuhan agresif. Dapat ditemukan fraktur
patologik dan matriks osteoid minimal. Small cell osteosarcoma
memperlihatkan lesi litik permeatif, destruksi korteks, massa
jaringan lunak, reaksi periosteal, serta kalsifikasi matriks osteoid.
Low grade central osteosarcoma memperlihatkan lesi litik
destruktif ekspansil, disrupsi korteks, massa jaringan lunak dan
reaksi periosteal.Pasca kemoterapi, radiografi konvensional dapat
digunakan untuk menilai pengurangan ukuran massa, penambahan
ossifikasi, dan pembentukan peripheral bony shell. Foto x-ray
thorax proyeksi AP/PA, untuk melihat adanya metastasis paru
dengan ukuran yang cukup besar,
9
MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi
lokal tumor dan membantu menentukan manajemen bedah yang
paling sesuai. MRI dapat menilai perluasan massa ke
intramedular (ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip
lesion), perluasan massa ke jaringan lunak sekitarnya dan
intraartikular, serta keterlibatan struktur neurovaskular.
Pemberian kontras gadolinium dapat memperlihatkan
vaskularisasi lesi, invasi vaskular, dan area kistik atau nekrotik.
Pasca kemoterapi, MRI digunakan untuk menilai ekstensi massa
dan penambahan komponen nekrotik intramassa. Dynamic MRI
juga dapat digunakan untuk menilai respon pasca kemoterapi.
10
Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan intramedulari
segmen tulang proksimal.
11
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Penatalaksanaan Medis
2.7.1.1 Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat
vital pada osteosarkoma, terbukti dalam tiga puluh tahun
belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah
melakukan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas
(limb salvage procedure) dan meningkatkan survival rate
dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke
paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah ,melakukan
eksisi metastase tersebut. Regimen standar yang
dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma adalah
kemoterapi preopeartif (preoperative chemotheraphy)yang
disebut juga dengan induction chemotherapy dan
kemoterapi post operatif (postoperative chemotherapy)
yang disebut juga adjuvant chemotherapy.
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya
nekrosis pada tumor primernya, sehingga tumor akan
mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara
dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini
akan membantu mempermudah melakukan operasi reseksi
secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat
mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi
postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin
sebelum tiga minggu. Obat-obat kemoterapi yang
mempunyai hasil cukup efektif untuk oseteosarkoma
adalah : Doxorubicin (Adriamycin©) , Cisplatin
(Platinol©), Ifosfamide (Ifex©), Mesna (Mesnex©), dan
methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex©). Protokol
standar yang digunakan adalah Doxorubicin dan Cisplatin
dengan atau tanpa Methitrexate dosis tinggi, baik sebagai
12
terapi induksi (neo adjuvant) atau terapi adjuvant.
Kadangkadang dapat ditambah Ifosfamide. Dengan
menggunakan pengobatan multi agent ini, dengan dosis
yang intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap
survival rate sampai 60-80%.
2.7.1.2 Operasi
Saat ini prosedur limb salvage merupakan tujuan
yang diharapkan dalam operasi osteosarkoma. Maka dari
itu melakukan reseksi tumor dan melakukan
rekonstruksinya kembali dan mendapatkan fungsi yang
memuaskan dari ekstremitas merupakan salah satu
keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan
memberikan kemoterapi preoperatif (induction neo
adjuvant chemotheraphy) melakukan operasi
mempertahankan ekstremitas (limb sparing resection) dan
sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan
mudah, sehingga amputasi tidak perlu dilakukan pada 90-
95% pada penderita osteosarkoma.
Dalam penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan
survival rate antara operasi amputasi dengan limb sparing
resection. Amputasi terpaksa dikerjakan apabila prosedur
limb salvage tidak dapat atau tidak memungkinkan lagi
dikerjakan. Setelah melakukan reseksi tumor, terjadi
kehilangan cukup banyak dari tulang dan jaringan
lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk
merekonstruksi kembali dari ekstremitas tersebut.
Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endo-prostesis
dari methal. Protesis ini memberikan stabilitas fiksasi
yang baik sehingga penderita dapat menginjak (weight
bearing) dan mobilisasi secara cepat, memberikan
stabilitas sendi yang baik, dan fungsi dari ekstremitas
13
yang baik dan memuaskan. Begitu juga endoprostesis
methal meminimalisasi komplikasi post operasinya
dibanding dengan menggunakan bone graft.
2.7.1.3 Follow Up Post Operasi
Post operasi dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi
obat multiagent seperti pada sebelum operasi. Setelah
pemberian kemoterapinya maka dilakukan pengawasan
terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun adanya
metastase, dan komplikasi terhadap proses
rekonstruksinya. Biasanya komplikasi yang terjadi
terhadap rekonstruksinya adalah longgarnya protesis,
infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara rutin
pada tempat operasinya maupun secara sistemik terhadap
terjadinya kekambuhan maupun adanya metastase.
Pembuatan plain photo dan CT scan dari lokal
ekstremitasnya maupun pada paru-paru merupakan hal
yang harus dikerjakan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap
tiga bulan dalam dua tahun pertama post operasinya dan
setiap enam bulan pada lima tahun berikutnya.
2.7.1.4 Pembedahan
2.7.1.4.1 Limb Salvage Surgery
Limb salvage surgery (LSS)
merupakan suatu prosedur pembedahan
yang dilakukan untuk menghilangkan tumor,
pada ekstremitas dengan tujuan untuk
menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS
merupakan tindakan yang terdiri dari
pengangkatan tumor tulang atau sarkoma
jaringan lunak secara en-bloc dan
rekonstruksi defek tulang atau sendi dengan
megaprostesis (endoprostesis), biological
14
reconstruction (massive bone graft baik auto
maupun allograft) atau kombinasi
megaprostesis dan bone graft. Dalam
melakukan tindakan LSS harus
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Rekurensinya dan survival rate pasien tidak
lebih buruk daripada amputasi.Prosedur yang
dilakukan tidak boleh menunda terapi
adjuvant Fungsi ekstremitas harus lebih baik
dari amputasi. Fungsi ekstremitas
pascarekonstruksi harus mencapai functional
outcome yang baik, mengurangi morbiditas
jangka panjang dan
mengurangi/meminimalkan perlunya
pembedahan tambahan. Rekonstruksi yang
dilakukan tidak boleh menimbulkan
komplikasi yang membutuhkan pembedahan
berikutnya atau hospitalisasi yang berulang-
ulang.
15
periode enam minggu pasien sudah berjalan
weight bearing sesuai dengan toleransi
pasien.
16
expandable seperti fibula proksimal, ulna
distal, ilium dengan indikasi pelvic resection
tipe I, costae yang diindikasikan untuk reseksi
tanpa rekonstruksi. Pada ekstremitas dengan
defek tulang massif yang tidak
memungkinakan dilakukan rekonstruksi
dengan megaprostesis atau biological
reconstruction, seperti defek tulang pada tibia
atau distal femur, rekonstruksi dapat
dilakukan dengan IM nail atau plate dengan
bone cement atau disesuaikan dengan
fasilitas yang tersedia di RS setempat.
2.7.1.5 Amputasi
Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan
LSS tidak terpenuhi. Pada osteosarkoma derajat
keganasan tinggi yang tidak memungkinkan pemberian
kemoterapi neoadjuvan ( misalnya : adanya ulkus,
peradarahan, tumor dengan ukuran yang sangat besar)
17
maka langsung dilakukan pembedahan terlebih dahulu,
selanjutnya diikuti dengan pemberian kemoterapi
adjuvant.
18
2.7.2.8 Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
19
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul antara lain antara lain gangguan
produksi antibody,infeksi yang biasanya disebabkan karena kerusakan
sumsum tulang yang luas ,merupakan efek kemoterapi,radioterapi dan
steroid yang dapat menyokong terjadinya leukopenia,fraktur patologis
,gangguan pada ginjal dan sistem hematologis ,serta hilangnya anggota
ekstremitas . komplikasi lebih lanjut adalah adanya tanda-tanda apatis dan
kelemahan
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Osteosarkoma (Sarkoma osteogenik) merupakan neoplasma tulang
primer yang sangat ganas. Tempat yang paling sering terserang tumor ini
adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut (femur distal, tibia
proksimal dan humerus proksimal). Penyebab pasti terjadinya tumor
tulang tidak diketahui, namun ada beberapa factor yang dicurigai,
diantaranya: radiasi sinar radio aktif dosis tinggi, keturunan, beberapa
kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan
radiasi).
Tanda dan gejala yang dapat ditemui pada pasien dengan
osteosarkoma adalah nyeri atau pembengkakan ekstremitas yang terkena,
pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan
yang terbatas, nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun, malaise.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah: CT-scan, mielogram,
asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine.
Penatalaksanaan pada pasien ini tergantung pada tipe dan fase dari tumor
tersebut saat didiagnosis
3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah Patofisiologi Osteosarkoma ini,
diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca
terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan
sebuah proses asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami kanker
tulang.
Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan
21
demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak
lain yang membutuhkannya.
22
DAFTAR PUSTAKA
23